dermatitis herpetiformis
TRANSCRIPT
DERMATITIS HERPETIFORMIS
I. PENDAHULUAN
Dermatitis herpetiformis (DH) adalah manifestasi pada kulit yang disebabkan
oleh sensitivitas terhadap gluten. Lebih dari 90% pasien terbukti sensitif terhadap
gluten, yang mana dapat dimulai dari limfosit intraepitel jejunum sampai atrofi total
vili usus kecil. Hanya 20% pasien DH yang memiliki gejala intestinal dari Celiac
disease. Penyakit kulit maupun pada intestinal keduanya berespon terhadap restriksi
gluten dan membaik dengan penggantian diet yang mengandung gluten. Ada
hubungan genetik yang kuat, dengan 90% dari Celiac disease dan pasien DH, yaitu
memiliki HLA kelas II genotipe DQ2, terdiri dari alel DQA1*0501 dan DQB1*02,
dibandingkan dengan 20% pasien dengan kontrol normal.1
Prevalensi terjadinya dermatitis herpetiformis pada populasi bangsa Caucasian
yaitu 10-39 per 100.000 orang. Dermatitis herpetiformis bisa terjadi pada semua
umur, tapi yang tersering pada umur 30 – 40 tahun.2
Empat temuan yang digunakan untuk mendukung diagnosis DH adalah
papulovesikel pruritus atau papula ekskoriasi pada permukaan ekstensor, infiltrasi
netrofil pada papilla dermis disertai formasi vesikel pada epidermal-dermal
junction, deposisi granular IgA pada papilla dermis pada kulit normal di sekitar lesi,
respon kulit tetapi bukan penyakit kulit akibat terapi Dapson.1
Remisi spontan dapat terjadi pada 10% pasien, tetapi kebanyakan remisi yang
terjadi berhubungan dengan pengurangan konsumsi gluten. Pengobatan dengan
sulfone memberi respon cepat pada pasien DH anak dan dewasa.1,3
II. DEFINISI
1
Dermatitis herpetiformis (DH) adalah suatu penyakit multisistem kronik yang
manifestasi klinis primernya adalah pada kutaneus, dengan manifestasi klinis
berupa erupsi pruritik luas yang terdiri atas kombinasi yang bervariasi dari lesi
bulosa, eritematosa, vesikular, papulovesikular, papular, simetris, dan berkelompok,
yang kadang sembuh dengan hiperpigmentasi atau hipopigmentasi dan dapat pula
jaringan parut, dimana gambaran vesikelnya seperti gambaran herpes simplex,
sehingga dinamakan “herpetiformis”.4,5
Dermatitis herpetiformis merupakan manifestasi kulit dari Celiac disease, dan
berhubungan dengan adanya sensitivitas terhadap gluten. Sinonim dermatitis
herpetiformis adalah Duhring’s Disease.1
III. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis herpetiformis biasanya terjadi pada penduduk Eropa Utara. Jarang
terjadi pada penduduk Afrika-Amerika dan Asia. Berdasarkan studi di Finlandia
(1978), tingkat prevalensi DH adalah 10,4/100.000 orang dan insidensi per tahun
adalah 1,3/100.000 orang. Onset penyakit ini terjadi sekitar umur 40 tahun, tapi
dapat terjadi pada umur 2-90 tahun. Anak-anak dan remaja jarang mendapat
penyakit ini. DH lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. Rasio pria :
wanita adalah 2:1. Pada anak-anak lebih sering terjadi pada anak perempuan
dibandingkan laki-laki. Dari 1979 sampai 1996, insidensi familial DH di Finlandia
dipelajari secara prospektif. DH didiagnosis pada 1018 pasien dan 10,5% pada satu
atau lebih keturunan pertama.1
Pada tahun 1987, studi prevalensi DH di US hanya dilakukan di Utah dan
prevalensi yang ditemukan adalah 11,2/100.000 orang, menggambarkan lebih
dominan terjadi pada keturunan Eropa Utara. Insidensi selama tahun 1978 sampai
1987 adalah 0,98/100.000 orang per tahun. Onset umur rata-rata pada laki-laki
adalah 40,1 tahun dan wanita 36,2 tahun. Rasio pria : wanita adalah 1,44:1. Pada
studi banding lain di Utah, prevalensi DH lebih tinggi didapatkan pada keturunan
pertama yang diketahui pasien DH. Temuan ini berhubungan dengan HLA yang
mendukung predisposisi genetik terhadap sensitivitas gluten.1
2
IV. FAKTOR PREDISPOSISI DAN ETIOLOGI
Di antara penderita DH, 77%-87% memiliki antigen HLA B8 dan hampir 90%
memiliki antigen HLA DW3. Antigen permukaan ini ditandai oleh gen yang terikat
dekat gen respon imun sehingga terdapat peningkatan respon imun terhadap
berbagai antigen termasuk self. DH merupakan akibat dari respon imun yang terlalu
aktif terhadap antigen yang ada secara alamiah.6
Petanda HLA ini dihubungkan dengan penyakit autoimun yang yang lain dan
merupakan petanda seorang pasien dengan respon imun berlebih terhadap beberapa
antigen dan dapat menjelaskan kompleks imun yang terjadi secara perlahan. DH
lebih sering terjadi pada anggota keluarga.3
Gluten, merupakan protein yang terdapat pada gandum, seperti sereal,
memprovokasi terjadinya DH. Iodin oral juga memperberat penyakit ini.3
V. PATOMEKANISME
Pengetahuan yang ada saat ini tentang patogenesis DH didasarkan pada
sejumlah observasi klinis dan laboratorium. Sampai saat ini, sebuah model binatang
dari gangguan ini belum dikembangkan. Beberapa hal yang berkaitan dengan
patogenesis DH adalah :
Hubungan genetik yang sangat kuat dengan HLA DQ * genotipe, 0501 A1 B1 *
02 (yang mengkode heterodimers HLA-DQ2) dan juga gen non-HLA yang tidak
teridentifikasi.
Beberapa derajat gluten-sensitive enteropathy pada biopsi usus kecil di hampir
semua pasien, disertai dengan stimulasi sistem imun mukosa usus.
Deposit butiran IgA di dermis pars papilare kulit (ini sangat penting untuk
diagnosis dan terjadi pada tempat peradangan akhirnya).
Infiltrasi neutrofil di papilla dermis.
Perbaikan gejala yang sangat baik dengan terapi dapson dan memburuknya
gejala dengan konsumsi iodida anorganik.1
3
Predisposisi Genetik
Gen spesifik HLA yang mengkode molekul yang berinteraksi dengan reseptor
sel T, dipercaya memberikan kekhususan antigen gliadin pada individu-individu
yang secara genetik rentan. Asosiasi gen HLA ini sama untuk pasien dengan Celiac
Disease (CD) dan bermanifestasi di kulit sebagai DH. Gen yang mengkode DQ2
(A1 * 0501, B1 * 02) heterodimer dimiliki oleh 90% dari pasien CD dan DH. Gen
yang mengkode DQ8 (A1 * 03, B1 * 03) heterodimer dimiliki oleh 10% pasien DH.
Telah ditetapkan bahwa kurang dari 50% dari predisposisi genetik pada CD dan DH
adalah karena gen HLA tertentu.1,7
Gluten-sensitive enteropathy (GSE)
Pada biopsi usus kecil, lebih dari 90% pasien DH menunjukkan gambaran
GSE. Kelainan usus yang muncul disebabkan oleh gluten, suatu protein yang
terdapat dalam gandum dan hibrida dari biji-bijian. Gliadin adalah fraksi alkohol
yang larut dalam gluten dan diyakini sebagai komponen antigenik. Spektrum
keterlibatan usus pada GSE mulai dari atrofi minimal dari jejunum dengan infiltrasi
limfositik intraepitel sampai pada atrofi total vili dari usus kecil. Enteropati ini
sering tidak merata dan mungkin memerlukan beberapa sampel usus kecil untuk
diagnosis. Malabsorpsi simtomatik terjadi pada 20% pasien dengan DH.1
4
Gambar 1. Patogenesis dari Dermatitis Herpetiformis*
Gandum diproses oleh enzim pencernaan menjadi peptide gliadin, yang
kemudian diangkut secara utuh melintasi epitel mukosa. Dalam lamina propria,
jaringan transglutaminase (TG2) melakukan deamidasi residu glutamin dalam
peptida gliadin dan menjadi kovalen cross-linked untuk peptida gliadin melalui
obligasi isopeptidyl (terbentuk antara glutamin-gliadin dan residu lisin TG2). Sel T
helper (CD4+) dalam lamina propria mengenali peptida gliadin deamidasi dibawa
oleh molekul HLA-DQ2 atau -DQ8 pada antigen-presenting sel, yang
mengakibatkan diproduksinya sitokin Th1 dan matrix metaloproteinase yang
menyebabkan kerusakan sel epitel mukosa dan remodeling jaringan. Selain itu, sel
B TG2-spesifik mengambil kompleks TG2-gliadin dan mempresentasikan pada sel
T helper gliadin-spesifik, yang merangsang sel B untuk memproduksi IgA anti-
TG2. IgA anti-TG2 yang melintas dalam sirkulasi bereaksi dengan
transglutaminase epidermis (TG3) dan membentuk kompleks imun. Deposisi
kompleks imun IgA-TG3 di papila dermis kulit menyebabkan kemotaksis neutrofil,
pembelahan proteolitik dari lamina lucida, dan timbulnya lesi subepidermal.1,7
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan memiliki peran penting dalam perkembangan celiac disease.
Ini termasuk efek perlindungan dari menyusui dan pengenalan dari gluten dalam
proses pemberian makan. Pengenalan awal gluten sebelum umur 4 bulan dikaitkan
dengan peningkatan risiko perkembangan penyakit dan pengenalan gluten setelah
umur 7 bulan memiliki resiko yang sangat kecil . Pengenalan gluten selama proses
menyusui dapat menjadi faktor pelindung yang penting dalam meminimalkan risiko
celiac disease. Terjadinya infeksi pencernaan tertentu pada bayi, seperti infeksi
rotavirus, juga meningkatkan risiko celiac disease.7
VI. GAMBARAN KLINIK
5
* = Diambil dari kepustakaan 1
Awitan biasanya bertahap selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan,
tetapi kadang-kadang eksplosif dalam beberapa jam atau hari. Faktor pencetusnya
yaitu penyakit virus, ingesti gluten atau yodium dalam jumlah besar, dan disfungsi
tiroid.6
Lesi awal berupa papul eritem atau plakat urtikaria. Papul dengan cepat dapat
menjadi vesikel dengan ukuran 1-10 mm. Jarang terdapat bulla yang besar. Vesikel
atau bulla bila tidak pecah menjadi purulen. Biasanya lesi berbentuk herpetiformis
dan simetris, tetapi dapat juga tersebar. Pada stadium lanjut, mungkin hanya
ditemukan krusta pigmentasi, dan skar berkelompok pada tempat predileksi.6
Kebanyakan distribusi lesi DH pada siku, lutut, bokong, bahu, dan area sakrum;
banyak juga terkena pada area nuchal posterior. Daerah lain yang sering terkena
adalah wajah dan batas rambut. Lesi pada membran mukosa jarang terjadi, begitu
juga dengan telapak tangan dan kaki.2
Gejala bervariasi tergantung intensitas, kebanyakan pasien mengeluhkan gatal
yang hebat dan rasa terbakar. Diagnosis DH dipikirkan jika adanya keluhan dengan
rasa terbakar. Semakin berat pruritus, maka biasanya timbul ekskoriasi. Erupsi
biasanya terjadi dengan dasar eritematous dan dapat berupa papula,
papulovesikuler, vesikobullosa, bulla, atau urtikaria. Lesi peteki linear dapat timbul
pada permukaan volar, jari, dan telapak tangan. Adanya bintik pigmentasi pada
region lumbosacral dapat dicurigai sebagai DH.3,8
Gatal dan rasa terbakar biasanya berat, dan kualitas paroksismalnya diprovokasi
oleh garukan pada lokasi yang berdarah, dan pada saat yang sama oleh ketakutan.
Remisi spontan berlangsung selama seminggu dan meninggalkan luka baru yang
kasar yang merupakan karakteristik penyakit tersebut. Dapat bertambah parah pada
masa perimenstrual.3
DH pada anak-anak mirip seperti pada orang dewasa, memiliki gambaran
histologi yang identik dan temuan immunofloresen, dan memiliki insidensi tinggi
pada HLA B8 dan DR3 dan biopsy jejunum abnormal. Telapak tangan melepuh dan
6
berwarna kecoklatan, hemoragik, makula purpura didapatkan lebih sering
dibanding orang dewasa.3
a b
Gambar 2. a)vesikel. b)vesikulopapul *
a b
Gambar 3. a)papulovesikel eritematous dan erosi pada siku. b)vesikel dan papula
yang berkelompok pada lutut disertai krusta hemoragik *
7
* = Diambil dari kepustakaan 3 dan 9
Gambar 4. Papulovesikel berkelompok pada leher dan kulit *
8
* = Diambil dari kepustakaan 1
Gambar 5. Bulla pada siku *
Gambar 6. Distribusi lesi pada dermatitis herpetiformis **
Celiac disease dengan atrofi vili dan intoleransi gluten dapat terjadi bersamaan
dengan dermatitis herpetiformis. 70-100% pasien dengan DH memiliki kelainan
pada mukosa jejunum, tetapi kebanyakan bersifat asimtomatis. Jika diberikan diet
tinggi gluten, sebenarnya semua pasien DH akan memberikan gejala yang tidak
dapat dibedakan dengan celiac disease, dan DH terjadi pada 25% pasien dengan
celiac disease.3,11
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
9
* = Diambil dari kepustakaan 5 dan 10** = Diambil dari kepustakaan 2
Biopsi mukosa usus halus menunjukkan adanya atrofi vili parsial pada 70-80%
pasien DH. Biopsi pada lesi baru DH menunjukkan vesikel pada bagian
subepidermal dan adanya kumpulan sel-sel inflamasi pada ujung-ujung papilla.
Perubahan awal yang diperhatikan pada ujung papilla dermis adanya edema, focal
fibrin, dan mikroabses netrofil. Mikroabses netrofil merupakan penanda DH,
biasanya juga terdapat eosinofil.3,9,12
Pemeriksaan direct immunifluorescent menunjukkan adanya IgA di ujung-ujung
papilla di sekitar lesi. Ditemukannya IgA pada papilla dermis merupakan tanda
spesifik untuk DH.8
Gambar 7. Biopsi pada lesi awal DH menunjukkan kumpulan eosinofil dan netrofil
pada papilla dermis dan vesikulasi pada subepidermal *
10
* = Diambil dari kepustakaan 2
Gambar 8. Direct immunofluorescent. Deposisi granular IgA pada papilla dermis*
Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan serologis pada penderita DH. Sebuah
panel tes serologis digunakan untuk mendeteksi gluten-sensitif enteropathy (GSE).
Tiga antibodi ditujukan ke jaringan ikat atau komponen permukaan fibril otot
polos:
1. A-EmA Antiendomysial antibody (IgA)
2. AGA Antigliadin antibody (IgG atau pooled Ig)
3. R1-ARA Antireticulin antibody (IgA)13
A-EmA memiliki spesifisitas sampai 100% untuk celiac disease, sedangkan
kepekaannya adalah 85% untuk orang dewasa yang tidak diobati dan 90% pada
childhood celiac disease. Hal ini dapat menetap dalam titer rendah pada 10-25%
pasien dengan diet bebas gluten, meskipun histologinya normal. Tes AGA memiliki
sensitivitas yang baik (68-76%), tetapi juga dapat ditemukan pada 10-20% pasien
dengan penyakit lain pada mukosa usus kecil. Tes AGA sangat membantu dalam
pemantauan GSE. R1-ARA memiliki spesifitas yang lebih tinggi disbanding AGA
pada pasien anak, tetapi sensitivitasnya relatif rendah (<40-50%).13
VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis DH dapat ditegakkan berdasarkan :
Gejala klinik ( pleomorfik dan papula eritematous yang gatal, urtikaria, dan
vesikobulla, yang terletak pada permukaan ekstensor, bokong, dan punggung)
Gambaran histologi (bulla subepidermal, akumulasi eosinofil dan mikroabses
netrofil pada papilla dermis)
Ada antibodi IgA terhadap endomysium dan TG2 di sirkulasi
11
* = Diambil dari kepustakaan 2 dan 10
DIF pada kulit di sekitar lesi menunjukkan deposisi granular IgA pada daerah
membrane basalis di atas papilla dermis.
Konfirmasi diagnosis secara exjuvantibus dengan pemberian terapi dapson dan
mendapat respon yang cepat dan baik.
Enteropati akibat sensitif terhadap gluten dapat dikonfirmasi melalui biopsy
jejunum.14
IX. DIAGNOSIS BANDING
DH dibedakan dengan pemfigus vulgaris, pemfigoid bullosa, dan Chronic
Bullous Diseases of Childhood (CBDC).15
1) Pemfigus Vulgaris
Pada pemfigus vulgaris, keadaan umumnya buruk, tak gatal, kelainan utama
ialah bulla yang berdinding kendur, generalisata, dan eritema bisa terdapat atau
tidak. Pada gambaran histopatologik terdapat akantolisis, letak vesikel
intraepidermal. Terdapat IgG di stratum spinosum.15
2) Pemfigoid Bullosa
Pemfigoid bullosa berbeda dengan DH karena ruam yang utama ialah bulla, tak
begitu gatal, dan pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat IgG tersusun
seperti pita di subepidermal.15
3) Chronic Bullous Disease of Childhood (CBDC)
CBDC atau dermatosis linear IgA, terdapat pada anak, kelainan utama ialah
bulla, tak begitu gatal, eritema tidak selalu ada, dan dapat berkelompok atau
tidak. Terdapat IgA yang linear.15
12
a b
Gambar 9. a) Pemfigus vulgaris. b) Pemfigoid bullosa *
Gambar 10. Chronic Bullous Disease of Childhood (CBDC)*Tabel 1. Perbedaan Pemfigoid Vulgaris, Pemfigoid Bullosa, dan Dermatitis Herpetiformis *
Pemfigus vulgaris Pemfigoid bullosa Dermatitis
herpetiformis
Etiologi Autoimun Disangka autoimun Belum jelas
Usia 30-60 tahun Biasanya usia tua Anak atau dewasa
Keluhan Biasanya tidak gatal Biasanya tidak gatal Sangat gatal
13
* = Diambil dari kepustakaan 10
Kelainan kulit Bula berdinding
kendur, krusta bertahan
lama
Bula berdinding
tegang
Vesikel berkelompok
berdinding tegang
Tanda Nikolski + - -
Tempat predileksi Biasanya generalisata Perut, lengan fleksor,
lipat paha, tungkai
medial
Simetrik : tengkuk,
bahu, lipat ketiak,
lengan ekstensor, daerah
sacrum, bokong
Kelainan mukosa
mulut
60% 10-40% Jarang
Histopatologi Bula intraepidermal,
akantolisis
Celah di taut dermal-
epidermal, bula di
sub-epidermal,
terutama eosinofil
Celah subepidermal,
terutama netrofil
Imunofluoresensi
langsung
IgG dan komplemen di
epidermis
IgG seperti pita di
membrane basal
IgA granular di papilla
dermis
Enteropati - - +
Peka gluten - - +
HLA - - B8, DQW2
Terapi Kortikosteroid
(prednisone) 60-150mg
sehari, sitostatik
Kortikosteroid
(prednisone) 40-60mg
sehari
DDS (diaminodifenil
sulfon) 200-300 mg
sehari
X. PENATALAKSANAAN
Terapi yang utama pada pasien DH adalah dengan diet bebas gluten. Ini
melibatkan penghapusan gandum dan makanan yang terbuat dari biji-bijian dari
diet pasien DH. Mungkin diperlukan dua atau lebih tahun untuk deposit IgA bawah
kulit untuk benar-benar jelas.16
14
* = Diambil dari kepustakaan 15
Diet gluten-free (GF) adalah komitmen seumur hidup dan tidak boleh dimulai
sebelum ada diagnosis pasti DH. Memulai diet tanpa pemeriksaan lengkap tidak
disarankan dan kemudian membuat diagnosis sulit. Tes untuk mengkonfirmasi DH
bisa negatif jika seseorang berada di diet GF untuk jangka waktu tertentu. Untuk
diagnosis yang valid, gluten perlu dikonsumsi kembali oleh pasien selama beberapa
minggu sebelum pemeriksaan lengkap. DH adalah suatu penyakit keturunan
autoimun sehingga konfirmasi DH akan membantu generasi mendatang sadar akan
risiko dalam keluarga.16
Obat pilihan untuk DH ialah preparat sulfon, yakni DDS
(diaminodifenilsulfon). Pilihan kedua yakni sulfapiridin.15
Dapsone
Dosis DDS 200-300 mg/hari. Dicoba dulu 200 mg/hari. Jika ada perbaikan akan
tampak dalam 3-4 hari. Bila belum ada perbaikan, dosis dapat dinaikkan. Efek
sampingnya ialah agranulositosis, anemia hemolitik, dan methemoglobinemia.
Kecuali itu juga neuritis perifer dan bersifat hepatotoksik. Dengan dosis 100 mg
sehari umumnya tidak ada efek samping. Yang harus diperiksa adalah kadar Hb,
jumlah leukosit, dan hitung jenis, sebelum pengobatan dan 2 minggu sekali. Jika
klinis menunjukkan tanda-tanda anemia atau sianosis segera dilakukan
pemeriksaan laboratorium. Jika terdapat defisiensi G6PD, maka merupakan
kontraindikasi karena dapat terjadi anemia hemolitik. Bila telah sembuh dosis
diturunkan perlahan-lahan setiap minggu hingga 50 mg sehari, kemudian 2 hari
sekali, lalu menjadi seminggu 1x.15
Sulfapiridin
Sulfapiridin sukar didapat karena jarang diproduksi sebab efek toksiknya lebih
banyak dibandingkan dengan preparat sulfa yang lain. Obat tersebut
kemungkinan akan menyebabkan terjadinya nefrolithiasis karena sukar larut
dalam air. Efek samping hematologic seperti pada dapson, hanya lebih ringan.
Khasiatnya kurang dibandingkan dapson. Dosisnya antara 1-4 gram sehari.15
XI. PROGNOSIS
15
Dengan tetap menjalankan diet bebas gluten, prognosis pasien DH sangat baik.
Tingkat keparahan dan frekuensi erupsi juga akan berkurang dengan melanjutkan
diet. Yodium dan sinar matahari dapat memicu timbulnya erupsi pada beberapa
orang, namun yodium merupakan nutrisi penting dan seharusnya tidak dihapus dari
diet tanpa pengawasan seorang dokter.16
Sebagian besar penderita akan mengalami DH yang kronis dan residif. Sepuluh
persen dari pasien ditemukan mengalami remisi. Infeksi akut dan gangguan
emosional dapat mencetuskan serangan. Diet bebas gluten yang ketat akan
menyebabkan remisi pada kulit dan intestinal. Pasien DH dengan diet yang normal
atau diet bebas gluten tidak menurunkan harapan hidup, meskipun adanya limfoma
yang bertambah berat, dan mungkin mereduksi penyakit jantung iskemik.10,15
16