denudasional dan marine
TRANSCRIPT
BENTUK ASAL DENUDASIONAL
A. Bentuk Lahan Asal Denudasional
Denudasi berasal dari kata dasar nude yang berarti telanjang, sehingga denudasi berarti
proses penelanjangan permukaan bumi. Bentuk lahan asal denudasional dapat didefinisikan
sebagai suatu bentuk lahan yang terjadi akibat proses-proses pelapukan, erosi, gerak masa
batuan (mass wating) dan proses pengendapan yang terjadi karena agradasi atau degradasi
(Herlambang, Sudarno. 2004:42). Proses degradasi cenderung menyebabkan penurunan
permukaan bumi, sedangkan agradasi menyebabkan kenaikan permukaan bumi.
B. Ciri-ciri Bentuk Lahan Asal Denudasional
Ciri-ciri dari bentuk lahan yang asal terjadi secara denudasioanal, yaitu:
1. Relief sangat jelas: lembah, lereng, pola aliran sungai.
2. Tidak ada gejala struktural, batuan massif, dep/strike tertutup.
3. Dapat dibedakan dengan jelas terhadap bentuk lain.
4. Relief lokal, pola aliran dan kerapatan aliran menjadi dasar utama untuk merinci
satuan bentuk lahan.
5. Litologi menjadi dasar pembeda kedua untuk merinci satuan bentuk lahan. Litologi
terasosiasi dengan bukit, kerapatan aliran,dan tipe proses.
C. Proses Terbentuknya Bentuk Lahan Asal Denudasional
Denudasi meliputi proses pelapukan, erosi, gerak masa batuan (mass wating) dan proses
pengendapan/sedimentasi.
1. Pelapukan
Pelapukan (weathering) dari perkataan weather dalam bahasa Inggris yang berarti
cuaca, sehingga pelapukan batuan adalah proses yang berhubungan dengan perubahan
sifat (fisis dan kimia) batuan di permukaan bumi oleh pengaruh cuaca. Secara umum,
pelapukan diartikan sebagai proses hancurnya massa batuan oleh tenaga Eksogen,
menurut Olliver(1963) pelapukan adalah proses penyesaian kimia, mineral dan sifat fisik
batuan terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya. Akibat dari proses ini pada batuan
terjadi perubahan warna, misalnya kuning-coklat pada bagian luar dari suatu bongkah
batuan. Meskipun proses pelapukan ini berlangsung lambat, karena telah berjalan dalam
jangka waktu yang sangat lama maka di beberapa tempat telah terjadi pelapukan sangat
tebal. Ada juga daerah-daerah yang hasil pelapukannya sangat tipis, bahkan tidak tampak
sama sekali, hal ini terjadi sebagai akibat dari pemindahan hasil pelapukan pada tempat
yang bersangkutan ke tempat lain. Tanah yang kita kenal ini adalah merupakan hasil
pelapukan batuan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelapukan adalah:
1. Jenis batuan (kandungan mineral, retakan, bidang pelapisan, patahan dan retakan).
Batuan yang resisten lebih lambat terkena proses eksternal sehingga tidak mudah lapuk,
sedangkan batuan yang tidak resisten sebaliknya. Contoh :
- Limestone, resisten pada iklim kering tetapi tidak resisten pada iklim basah.
- Granit, resisten pada iklim basah tetapi tidak resisten pada iklim kering.
2. Iklim, terutama tenperatur dan curah hujan sangat mempengaruhi pelapukan.Contoh :
- Iklim kering, jenis pelapukannya fisis
- Iklim basah, jenis pelapukannya kimia
- Iklim dingin, jenis pelapukannya mekanik
3. Vegetasi, atau tumbuh-tumbuhan mempunyai peran yang cukup besar terhadap proses
pelapukan batuan. Hal ini dapat terjadi karena:
- Secara mekanis akar tumbuh-tumbuhan itu menembus batuan, bertambah panjang dan
membesar menyebabkan batuan pecah.
- Secara kimiawi tumbuh-tumbuhan melalui akarnya mengeluarkan zat-zat kimia yang
dapat mempercepat proses pelapukan batuan. Akar, batang, daun yang membusuk dapat
pula membantu proses pelapukan, karena pada bagian tumbuhan yang membusuk akan
mengeluarkan zat kimia yang mungkin dapat membantu menguraikan susunan kimia
pada batuan. Oleh karena itu, jenis dan jumlah tumbuhan yang ada di suatu daerah sangat
besar pengaruhnya terhadap pelapukan. Sebenarnya antara tumbuh-tumbuhan dan proses
pelapukan terdapat hubungan yang timbal balik.
4. Topografi
Topografi yang kemiringannya besar dan menghadap arah datangnya sinar matahari atau
arah hujan, maka akan mempercepat proses pelapukan.
2. Gerakan massa batuan (mass wasting)
Yaitu perpindahan atau gerakan massa batuan atau tanah yang ada di lereng oleh
pengaruh gaya berat atau gravitasi atau kejenuhan massa air. Ada yang menganggap
masswasting itu sebagai bagian dari pada erosi dan ada pula yang memisahkannya. Hal
ini mudah difahami karena memang sukar untuk dipisahkan secara tegas, karena dalam
erosi juga gaya berat batuan itu turut bekerja.
Pada batuan yang mengandung air, gerakan massa batuan itu lebih lancar dari pada
batuan yang kering. Perbedaannya ialah bahwa pada masswasting, air hanya berjumlah
sedikit dan fungsinya bukan sebagai pengangkut, melalinkan hanya sekedar membantu
memperlancar gerakan saja. Sedang dalam erosi diperlukan adanya tenaga pengangkut.
Gerakan massa batuan pada dasarnya disebabkan oleh adanya gaya berat/gravitasi atau
gaya tarik bumi.
3. Erosi
Erosi adalah suatu proses geomorfologi, yaitu proses pelepasan dan terangkutnya
material bumi oleh tenaga geomorfologis baik kekuatan air, angin, gletser atau gravitasi.
Faktor yang mempengaruhi erosi tanah antara lain sifat hujan, kemiringan lereng dari
jaringan aliran air, tanaman penutup tanah, dan kemampuan tanah untuk menahan
dispersi dan untuk menghisap kemudian merembeskan air kelapisan yang lebih dalam.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi erosi tanah adalah:
1. Iklim: Faktor iklim yang berpengaruh adalah curah hujan, angin, temperatur,
kelembapan, penyinaran matahari. Banyaknya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan
menentukan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan, serta
besarnya kerusakan erosi. Angin selain sebagai agen transport dalam erosi beberapa
kawasan juga bersama-sama dengan temperatur, kelembaban dan penyinaran matahari
terhadap evapotranspirasi, sehingga mengurangi kandungan air dalam tanah yang berarti
memperbesar investasi tanah yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kepekaan
erosi tanah.
2. Topografi: kemiringan lereng, panjang lereng, konfigurasi, keseragaman, dan arah lereng
mempengaruhi erosi. Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajad atau persen.
Kecuraman lereng memperbesar jumlah aliran permukaan, dan memperbesar kecepatan
aliran permukaan, sehingga dengan demikian memperbesar daya angkut air. Semakin
besar erosi terjadi dengan makin curamnya lereng.
3. Vegetasi, berperan untuk mengurangi kecepatan erosi. Kaitannya jenis tumbuhan, aliran
permukaan dan jumlah erosi adalah seperti dalam Tabel berikut:
No. Jenis tanah Jenis Tumbuhan Aliran permukaan
(% terhadap CH)
Erosi
(ton/ha/th)
1. Podsolik merah
kuning
(lereng 15%)
Alang-alang 3,3 0,7
Alang-alang +semak 0,5 0,7
Albazia+semak
campuran
5,8 0,7
Alabazia tanpa semak
(umur 3 th)
71,4 79,8
2. Latosol (lereng
35%)
Rumput utuh 4,4 0,2
Rumput diinjak-injak 17,2 1,0
Fiscus allastica 21,4 43,1
Fiscus allastica +
semak-semak
2,0 0
3. Regosol (lereng
30%,
19%, 30%,
21%)
Alag-alang, jagung,
kacang tanah
11,9 345,0
Alang-alang + gelagah 5,0 3,5
Semak lantana 2,1 5,1
Alang-alang dibakar 1 x 5,0 7,3
Sumber: Arsyad (1989)
4. Tanah. Kepekaan tanah terhadap erosi tergantung pada sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas, kapasitas menahan air dan struktur tanah.
5. Manusia. Manusia dapat mencegah dan mempercepat terjadinya erosi tergantung
bagaimana manusia mengelolanya.
Setiap proses erosi merupakan gabungan dari beberapa subproses, yaitu dimulai
dengan pengambilan hasil pelapukan yang terangkut juga sebagai alat pengikis. Butir-
butiran batuan secara bersama-sama dalam pengangkutan, saling bersinggungan dan
saling bergesekan satu sama lain. Cara pengangkutan terhadap bahan terjadi berbeda-
beda: ada yang terapung di permukaan, digulingkan, digeser dan sebagainya.
4. Sedimentasi atau Pengendapan
Sedimentasi adalah proses penimbunan tempat-tempat yang lekuk dengan bahan-bahan
hasil erosi yang terbawa oleh aliran air, angin, maupun gletser (Suhadi Purwantara,
2005:74). Sedimentasi tidak hanya terjadi dari pengendapan material hasil erosi saja, tetapi
juga dari proses mass wasting. Namun kebanyakan terjadi dari proses erosi. Sedimentasi
terjadi karena kecepatan tenaga media pengangkutnya berkurang (melambat). Berdasarkan
tenaga alam yang mengangkutnya sedimentasi dibagi atas : Sedimentasi air sungai
(floodplain dan delta), air laut, angin, dan geltsyer.
D. Satuan Bentuk Lahan Asal Denudasioal
1. Pegunungan Denudasional
Karakteristik umum unit mempunyai topografi bergunung dengan lereng sangat curam
(55>140%), perbedaan tinggi antara tempat terendah dan tertinggi (relief) > 500 m.
Mempunyai lembah yang dalam, berdinding terjal berbentuk V karena proses yng dominan
adalah proses pendalaman lembah (valley deepening).
2. Perbukitan Denudasional
Mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan lereng berkisar antara 15 >
55%, perbedaan tinggi (relief lokal) antara 50 -> 500 m.Terkikis sedang hingga kecil
tergantung pada kondisi litologi, iklim, vegetasi penutup daik alami maupun tata guna lahan.
Salah satu contoh adalah pulau Berhala, hamper 72,54 persen pulau tersebut merupakan
perbukitan dengan luas 38,19 ha. Perbukitan yang berada di pulau tersebut adalah perbukitan
denudasional terkikis sedang yang disebabkan oleh gelombang air laut serta erosi sehingga
terbentuk lereng-lereng yang sangat curam.
3.Dataran Nyaris (Peneplain)
Akibat proses denudasional yang bekerja pada pegunungan secara terus menerus, maka
permukaan lahan pada daerah tersebut menurun ketinggiannya dan membentuk permukaan
yang hamper datar yang disebut dataran nyaris (peneplain). Dataran nyaris dikontrol oleh
batuan penyusunan yang mempunyai struktur berlapis (layer). Apabila batuan penyusun
tersebut masih dan mempunyai permukaan yang datar akibat erosi, maka disebut permukaan
planasi.
Gambar. Dataran nyaris yang terjadi akibat proses denudasional yang bekerja pada
pegunungan atau perbukitan
4. Perbukitan Sisa Terpisah (inselberg)
Apabila bagian depan (dinding) pegunungan/perbukitan mundur akibat proses denudasi
dan lereng kaki bertambah lebar secara terus menerus akan meninggalkan bentuk sisa dengan
lereng dinding yang curam. Bukit sisah terpisah atau inselberg tersebut berbatu tanpa
penutup lahan (barerock) dan banyak singkapan batuan (outcrop). Kenampakan ini dapat
terjadi pada pegunungan/perbukitan terpisah maupun pada sekelompok
pegunungan/perbukitan, dan mempunyai bentuk membulat. Apabila bentuknya relative
memanjang dengan dinding curam tersebut monadnock.
5. Kerucut Talus (Talus cones) atau kipas koluvial (coluvial van)
Mempunyai topografi berbentuk kerucut/kipas dengan lereng curam (350). Secara
individu fragmen batuan bervariasi dari ukuran pasir hingga blok, tergantung pada besarnya
cliff dan batuan yang hancur. Fragmen berukuran kecil terendapkan pada bagian atas
kerucut (apex) sedangkan fragmen yang kasar meluncur ke bawah dan terendapkan di
bagian bawah kerucut talus.
Gambar. Kerucut talus sebagai akibat pelapukan pada lereng pegunungan yang sangat
curam.
6. Lereng Kaki (Foot slope)
Mempunyai daerah memanjang dan relatif sermpit terletak di suatu pegunungan/
perbukitan dengan topografi landai hingga sedikit terkikis. Lereng kaki terjadi pada kaki
pegunungan dan lembah atau dasar cekungan (basin). Permukaan lereng kaki langsung
berada pada batuan induk (bed rok). Dipermukaan lereng kaki terdapat fragmen batuan
hasil pelapukan daerah di atasnya yang diangkut oleh tenaga air ke daerah yang lebih
rendah.
7. Lahan Rusak (Bad land)
Merupakan daerah yang mempunyai topografi dengan lereng curam hingga sangat
curam dan terkikis sangat kuat sehingga mempunyai bentuk lembah-lembah yang dalam
dan berdinding curam serta berigir tajam (knife-like) dan membulat. Proses erosi parit
(gully erosion) sangat aktif sehingga banyak singkapan batuan muncul ke permukaan (rock
outcrops).
BENTUK LAHAN PROSES MARINE
Bentuk lahan asal proses marine dihasilkan oleh aktivitas/ gerakan air laut, baik
pada tebing, pantai berpasir, pantai berkarang, maupun pantai berlumpur. Gerakan
tersebut meliputi :
Pasang surut, naik turunnya permukaan laut setiap 6 jam 12,5 menit sehingga
interval naik turun memerlukan waktu 12 jam 25 menit. Pasang surut ini dapat
mengerosi pantai apalagi kalu bersama – sama dengan gelombang / ombak.
Arus, aliran air laut yang disebabkan oleh angin, perbedaan suhu air laut dll.
Ombak sesuai dengan arah angin dapat mengerosi pantai. (abrasi).
Selain dipengaruhi oleh kedalaman laut, perkembangan bentang lahan daerah pantai juga
dipengaruhi oleh:
o Struktur, tekstur, dan komposisi batuan.
o Keadaan bentang alam atau relief dari daerah pantai atau daerah di daerah sekitar
pantai tersebut.
o Proses geomorfologi yang terjadi di daerah pantai tersebut yang disebabkan oleh
tenaga dari luar, misalnya yang disebabkan oleh angin, air, es, gelombang, dan arus
laut.
o Proses geologi yang berasal dari dalam bumi yang mempengaruhi keadaan bentang
alam di permukaan bumi daerah pantai, misalnya tenaga vulkanisme, diastrofisme,
pelipatan, patahan, dan sebagainya.
o Kegiatan gelombang, arus laut, pasang naik dan pasang surut, serta kegiatan
organisme yang ada di laut.
Di Indonesia, pantai yang ada pada umumnya dialih fungsikan sebagai tempat wisata
yang notabene dapat membantu tingkat pendapatan suatu wilayah. Apabila masyarakat
mengetahui bahwa garis pantai bisa mengalami perubahan, maka akan muncul pemikiran-
pemikiran agar pantai tersebut tetap bisa dinikmati keindahannya meskipun sudah mengalami
perubahan.
Morfologi dan bentang alam pantai adalah bentuk – bentuk bentang alam yang terjadi
sebagai akibat dari aktivitas air yang berada di wilayah pantai. Berbagai macam bentuk bentang
alam dijumpai di wilayah pantai, kebanyakan bentuk bentang alam pantai sebagai hasil
perubahan gelombang air laut. Singkapan – singkapan batuan yang berada disepanjang pantai
dikenal sebagai muka daratan (headlands) tererosi, menghasilkan pasir yang diangkut di
sepanjang garis pantai dan diendapkan di wilayah pantai membentuk bentang – bentang alam
tertentu.
A. Gisik (Beach)
Beach adalah timbunan puing batuan di atas sepanjang daerah yang terpotong gelombang
yang sifatnya hanya sementara. Mungkin sekali beach itu merupakan kesatuan yang sangat
panjang, tidak terputus-putus hingga mencapai ratusan km, tetapi ada pula yang hanya beberapa
ratus meter dan merupakan kesatuan yang pendek-pendek. Apalagi beach yang terjadi pada
daerahdaerah teluk. Hal ini disebabkan oleh adanya kekuatan gelombang yang terpusat pada
semenanjung, hingga semenanjung merupakan pusat pengikisan. Oleh karena itulah
semenanjung pada umumnya diakhiri oleh suatu cliff. Sebaliknya dengan tenaga gelombang itu
di teluk-teluk hasil pengikisan disebarkan sebgai beach. Beach sifatnya yang sementara, karena
sewaktu-waktu akat tersapu gelombang pada waktu air pasang, namun pada pantai yang bergeser
ke arah laut sifat beach lebih mantap.
Bahan pembentuk beach dapat berasal dari laut ataupun dari darat. Mungkin sebagian
berasal dari darat dan sebagaian dari laut. Pembentuk beach yang terpenting adalah gelomabng
yang bergerak maju searah dengan tujuan gelombang tanpa diimbangi dengan gerakan mundur
(solitary wave) dan oscilatory waves merupakan gelombang yang bergerak membentuk
lingkaran, bergerak maju pada puncak, naik di bagian depan mundur pada bagian lembah dan
turun di bagian belakang gelombang, yang membantu dalam menyediakan bahan.
B. Dataran Pantai (Shore)
Dataran pantai (shore), memiliki ciri – ciri relief dengan topografi datar dan terpengaruh
oleh aktifitas pasang surut. Proses yang terjadi pada lahan ini adalah proses deposisional oleh
arus dan gelombang laut. Tipe batuannya berupa kerikil dan pasir yang tersegmentasi. Tanah
dapat ditemukan di teras pantai yang berumur tua. Kondisi drainase relative baik, dapat
ditemukan air bawah tanah. Penggunaan lahan biasa digunakan untuk aktifitas pertanian dan
lokasi yang bagus untuk infastruktur jalan.
C. Beting Gisik (Beach Ridges)
Pantai bergisik ini pada dasarnya merupakan daerah pasang surut yang terdapat endapan
material hasil abrasi. Material ini dapat berupa material halus dan juga bisa berupa material yang
kasar. Namun pantai bergisik tidak saja terdapat pada pantai cliff, tetapi juga bisa terdapat pada
daerah pantai yang landai. Pada pantai yang landai material gisik ini kebanyakan berupa pasir,
dan sebagaian kecil berupa meterial dengan butiran kerikil sampai yang lebih besar. Pada
umumnya material pasir suatu gisik pantai berasal dari daerah pedalaman yang di bawah air
sungai ke laut, kemudian diendapkan oleh arus laut sepanjang pantai. Gisik seperti ini dapat
dijumpai di sekitar muara sungai.
D. Depresi antar Bering (Swale)
Relief dari depresi antar bering (swale) adalah cekungan diantara beting gisik dan sejajar
dengan beting gisik. Proses pembentukannya adalah deposisional, dengan tipe batuan penyusun
berupa pasir bergeluh, lepas – lepas. Pada tanahnya dapat ditemui perkembangan solum tanah,
dimana pada musim penghujan terdapat genangan air. Lahan ini biasa digunakan sebagai lahan
pertanian, perikanan, dan tambak garam.
E. Laguna (Lagoon)
Laguna merupakan bentuk bentang alamyang terletak diantara barrier (tanggul) dan daratan,
dengan kedalaman air yang dangkal dan dipengaruhi oleh ir laut dn air tawar yang berasal dari
darat.
Laguna pantai biasa ditemukan di pantai dengan pasang surut relatif kecil. Ia mencakup kira-
kira 13 persen dari keseluruhan garis pantai. Umumnya memanjang sejajar dengan pantai dan
dipisahkan dari laut oleh pulau penghalang, pasir dan bebatuan atau terumbu karang. Penghalang
laguna bukan karang dibentuk oleh aksi gelombang atas arus pelabuhan yang terus menerus
membuat sedimen kasar lepas pantai. Sekali penghalang laguna terbentuk, sedimen yang lebih
runcing bisa menetap di air yang relatif tenang di belakang penghalang, termasuk sedimen yang
dibawa ke laguna oleh sungai. Khasnya laguna pesisir memiliki bukaan sempit ke laut. Sebagai
akibatnya, keadaan air dalam laguna bisa agak berbeda dari air terbuka di laut dalam hal suhu,
salinitas, oksigen yang dibebaskan dan muatan sedimen.
Di sejumlah daerah yang penduduknya menuturkan bahasa Inggris, laguna pesisir terkadang
disebut sound, bay, river, atau lake. Albemarle Sound di North Carolina, Great South Bay, antara
Long Island dan pantai penghalang di Fire Island di New York, Banana River di Florida dan
Lake Illawarra di New South Wales semuanya laguna. Di Britania Raya ada laguna di Montrose,
(Skotlandia) dan Twyn (Wales), sedangkan pengembangan air di Chesil Beach, Inggris, dikenal
sebagai fleet, bisa juga disebut laguna. Ada juga satu laguna dekat kota kecil Dingle di Irlandia
barat.
Di Meksiko kadang penggunaan "laguna", yang juga diterjemahkan sebagai "lagoon",
digunakan untuk menunjukkan danau, sebagaimana Laguna Catemaco.
F. Rataan Pasang Surut (Tidal Flat)
Topografi untuk bentuk lahan rataan pasang surut (tidal flat) adalah bergelombang-hampir
datar. Terbentuk cekungan dan tanggul alami. Dapat ditemui bekas-bekas saluran air yang
terbentuk karena proses fluvial maupun aktivitas pasang surut. Pola aliran sungai : paralel atau
denritik dimana semakin mendekati zona pasang surut., pola paralel atau denritik tersebut
semakin hilang. Terbentuk karena proses pengendapan material karena proses fluvial maupun
aktivitas pasang surut. Material yang belum kompak mulai dari kerikil sampai lempung.
Untuk wilayah yang berbentuk cekungan, materialnya bertekstur halus. Material bertekstur
kasar ditemukan di wilayah yang berbentuk tanggul alami dan di dekat sungai. Belum terbentuk
solum tanah. Dapat ditemukan genangan air di wilayah yang berbentuk cekungan. Wilayah yang
berbentuk tanggul alami tidak ditemukan genangan air. Dapat ditemukan hutan mangrove,
pertanian (padi), perikanan, tambak garam dan permukiman
G. Rataan Lumpur (Mud Flow)
Rataan lumpur (mud flow), memiliki relief topografi datar, dengan permukaan halus. Proses
pembentukannya berupa gradasi akibat aktifitas marin. Tipe batuan penyusun pada bentukan
lahan ini umumnya berupa lumpur, pasir, kerakal dan tanahnya belum terbentuk solum tanah.
dapat ditemukan genangan air di wilayah yang berbentuk cekungan. Penggunaan lahan, dapat
ditemukan hutan mangrove.
H. Gosong Laut (Sand Bars)
Gosong pasir, atau gosong saja, adalah bentukan daratan yang terkurung atau menjorok pada
suatu perairan, biasanya terbentuk dari pasir, geluh, dan atau kerikil. Bentukan geografi ini
terjadi akibat adanya aliran dangkal dan sempit sehingga memungkinkan pengendapan material
ringan dan mengarah pada pendangkalan tubuh air. Gosong dapat terbentuk di laut maupun
danau. Daerah muara dan perairan dangkal, seperti pantai-pantai di Laut Jawa, banyak memiliki
gosong.
Ukuran gosong, yang biasanya memanjang, dapat beberapa meter hingga ratusan kilometer,
membentuk "penghalang" pantai. Gosong dapat tenggelam bila terjadi pasang naik dan
membahayakan pelayaran.
Dalam pengertian pelayaran, "gosong" memiliki arti yang sama dengan dangkalan: bentukan
dangkal yang biasanya terbentuk dari pasir dengan kedalaman hingga enam tombak. Termasuk
di dalamnya adalah penumpukan geluh yang biasanya ditemui di muara sungai, yang berpotensi
menjadi delta.
I. Pantai Berbatu (Rocky Beach)
Pada daerah bertebing terjal, pantai biasanya berbatu (rocky beach) berkelok-kelok dengan
banyak terdapat gerak massa batuan (mass movement rockfall type). Proses ini menyebabkan
tebing bergerak mundur (slope retreat) khususnya pada pantai yang proses abrasinya aktif.
Apabila batuan penyusun daerah ini berupa batuan gamping atau batuan lain yang banyak
memiliki retakan (joints) air dari daerah pedalaman mengalir melalui sistem retakan tersebut dan
muncul di daerah pesisir dan daerah pantai. Di Indonesia pantai bertebing terjal ini banyak
terdapat di bagian Barat Pulau Sumatera, pantai Selatan Pulau Jawa, Sulawesi, dan pantai Selatan
pulau-pulau Nusa Tenggara.
J. Terumbu Karang (Coral Reef)
Terumbu karang (coral reef) terbentuk oleh aktivitas binatang karang dan jasad renik
lainnya. Proses ini terjadi pada areal-areal yang cukup luas. Bird (1970: 190-193) pada intinya
menyatakan bahwa binatang karang dapat hidup dengan beberapa persyaratan kondisi yaitu:
a. Air jernih
b. Suhu tidak lebih dari 18o C
c. Kadar garam antara 27 – 38 ppm
d. Arus laut tidak deras
Terumbu karang yang banyak muncul ke permukaan banyak terdapat di kepulauan
Indonesia. Pada pulau-pulau karang yang terangkat umumnya banyak terdapat endapan puing-
puing dan pasir koral di lepas pantainya. Ukuran butiran puing dan pasir lebih kasar ke arah
datanganya ombak/gelombang jika gelombang tanpa penghalang. Proses tektonik sering
berpengaruh pula terhadap terumbu karang. Atol adalah hasil kombinasi proses binatang karang
dengan proses tektonik yang berupa subsiden.