demokratisasi dan politik populisme di turki: studi...

97
DEMOKRATISASI DAN POLITIK POPULISME DI TURKI: STUDI TENTANG PEMERITAHAN PADA ERA RACEP TAYYIP ERDOGAN (2005-2015) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: Wova Triyansyah 11141120000040 PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019

Upload: others

Post on 04-Mar-2020

25 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

DEMOKRATISASI DAN POLITIK POPULISME DI

TURKI: STUDI TENTANG PEMERITAHAN PADA

ERA RACEP TAYYIP ERDOGAN (2005-2015)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Wova Triyansyah

11141120000040

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2019

i

ABSTRAK

Penelitian ini meneliti beberapa perkembangan politik yang terjadi di

Turki pada era pemerintahan AKP dan Erdogan sebagai aktor politiknya.

Demokratisasi di Turki menjadi pacuan perubahan arus politik Turki saat ini,

krisis ekonomi yang dialami Turki menjadikan batu loncatan untuk AKP dan

Erdogan untuk meruntuhkan kekuatan sekuler di pemerintahan. Masyarakat yang

kecewa dengan pemerintahan mengharapkan pemimpin baru dengan ide yang

berbeda dengan yang sebelumnya, yang pada akhirnya membuat Erdogan

mengembangkan ideologinya yang konservatif dan mendapatkan banyak

dukungan dari masyarakat islamis di Turki.

Demokratisasi di Turki mengakibatkan terjadinya populisme islam di

Turki lalu sebagaimana akor politik dinegara manapun pasti memanfaatkan isu

populis dengan baik dan menjadikannya sebagai alat politiksasi yang

mempertahankan kekuasaannya. Setelah menjabat sebagai Pedana Menteri

tepatnya Erdogan mulai mengembangkan pemikiran yang selama ini sedikit

bertentangan dengan pemerintah sekuler yang memulainya dengan memisahkan

militer dengan panggung politik, kebijakan luar negeri yang menjalin hubungan

dengan Barat dan menjadi anggota Uni Soviet serta menjalin hubungan baik

dengan negara-negara tetangga dan negara-negara Islam lainnya di dunia,

mengubah kebijakan yang terlalu sekuler di turki sedikit demi sedikit, dan menata

ekonomi Turki dengan menjadikannya negara bebas hutang dan menjadi negara

maju seperti sekarang ini, dan yang paling penting lagi membungkan militer

dalam urusan politik di pemerintahan dan menahan kudeta sebaik sekarang dan

menjadikan militer Turki sebagai salah satu kekuatan militer terbesar di dunia.

Pada penulisan ini penulis menggunakan metode kualitatif dan deskriptif

analitis menjadi metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini. Teknik

pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dengan mencari data yang

berasal dari buku, artikel dalam jurnal, dan laporan resmi berita daring. Dalam

penelitian ini penulis menggunakan kerangka teoritis tentang demokratisasi serta

populisme yang membantu menjelaskan politik populis hadir dalam demokrasi

Turki dan mempengaruhi satu sama lain dalam perngambilan kebijakan politik di

Turki pada masa pemerintahan Erdogan serta dampak demokrasi barat terhadap

Turki modren, yang mengakibatkan bergabungnya Turki dalam keanggotaan Uni

Soviet.

Kata kunci: Demokratisasi, Populisme, Militer, Sekulerisme, Islamisme, Ekonomi

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ‘alamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam

tak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW

beserta dengan seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau.

Dalam penyusunan skripsi yang diberi judul “Demokratisasi dan Politik

Populisme di Turki: Studi Tentang Pemerintahan pada Era Racep Tayyip Erdogan

(2005-2015).” Tidak sedikit penulis mengalami kesulitan dan hambatan, namun

berkat doa serta bantuan dan juga dorongan dari berbagai pihak, Alhamdulillah

skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini

Penulis merasa perlu untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada beberapa

pihak berikut yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan.

Dengan segenap rasa hormat dan kerendahan hati, penulis sangat ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Amany Lubis, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Ali Munhanif, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Iding Rosyidin, M. Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

iii

4. Suryani, M. Si, selaku Sekertaris Program Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Prof. Dr. Ali Munhanif, selaku dosen pembimbing yang sangat baik, serta

sabar, tulus, dan ikhlas yang telah memberikan waktu, tenaga, dan

pikirannya dalam membimbing penulis dalam penyusunan skirpsi ini.

6. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu kepada

penulis.

7. Emi Syahrimi dan Poniaty Sumiaty, Orang Tua Penulis yang senantiasa

mendidik, memberikan support dan selalu mendoakan Penulis.

8. Ahmad Galuh dan Sri Sumiaty sebagai kakak yang selalu ada dan

mendukung, mendidik, memotivasi, menginspirasi dan membantu dalam

pemikiran skripsi ini, serta senantiasa menjadi Orang Tua kedua penulis

yang sangat penulis hormati. Terima kasih atas segala dukungan dan

kesabaran yang didedikasikan untuk penulis.

9. Fitri Handayani sebagai kakak kedua penulis yang selalu mendukung serta

setia mendengarkan keluh kesah penulis.

10. Niswatun Nafiah Sahabat yang selalu menemani penulis dari awal semester

hingga sampai saat ini yang setia membantu dikala susah dan senang,

memberi motivasi, dukungan, serta doa yang selalau menyertai penulis.

11. Teman-teman seperjuangan ilmu politik 2014 yang selalu membantu serta

dukungan yang tidak ada habisnya untuk penulis terimakasih.

12. Teman-teman HMI 2014 yang selalu mendukung dan menyemangati.

iv

13. Sahabat-sahabat baik, Wealthy Wulandari Annuriah, Agil Wardah

Setiawati, Dewi Nurhayati, Niswatun Nafiah atas doa dan dorongan untuk

penulis agar menyelesaikan skripsinya.

Penulis berharap bahwa semoga semua bentuk dukungan dan kebaikan

tersebut mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari

bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kata

sempurna, sehingga kritik dan saran dari berbagai pihak tentu akan sangat

membantu penulis sebagai bahan pertimbangan perbaikan penulisan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih yang besar ke depannya dalam

ranah kajian penelitian pada bidang Ilmu Politik.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 4 Februari 2019

Wova Triyansyah

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... v

DAFTAR TABLE ............................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah......................................................................... 1

B. Pertanyaan Masalah......................................................................... 9

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ...................................... 9

D. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 10

E. Metode Penelitian .......................................................................... 13

F. Sistematika Penulisan .................................................................... 15

BAB II KERANGKA TEORI

A. Demokratisasi ................................................................................ 18

1. Pengertian Demokratisasi ....................................................... 18

2. Faktor Penyebab Demokratisasi .............................................. 21

B. Populisme ...................................................................................... 23

1. Pengertian Populisme .............................................................. 23

2. Populisme Islam: Gerakan Politik Islam dalam Stategi

Politik ..................................................................................... 27

3. Populisme Sebagai Srategi Politik .......................................... 29

BAB III PERJALANAN POLITIK RECEP TAYYIB ERDOGAN

DALAM DINAMIKA DEMOKRASI TURKI

A. Riwayat Kehidupan Recep Tayyip Erdogan ................................. 33

1. Perjalanan Karir Politik Recep Tayyip Erdogan ..................... 35

B. Profil AKP (Adalet ve Kalkinma Partisi) dan keterlibatannya

dalam politik dan kebijakan di pemerintahan ............................... 41

1. Profil AKP ............................................................................... 41

2. Perpolitikan dan Kebijakan AKP Terhadap Pemerintahan

Turki ....................................................................................... 45

vi

C. Lintasan Sejarah Militer dan Politik Turki.................................... 51

BAB IV POLITIK POPULISME DAN PERKEMBANGAN

DEMOKRASI TURKI

A. Perkembangan Demokratisasi Terhadap Politik dan Militer di

Turki Modern .................................................................................. 57

B. Erdogan: Runtuhnya Sekeluar Turki .............................................. 61

1. Hal-hal yang Mendorong Jatuhnya Kekuasaan Militer yang ada

di Turki ...................................................................................... 63

2. Perekonomian Turki dan Tuntutan Perubahan .......................... 68

3. Kebijakan Populis Erdogan ....................................................... 72

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................... 81

B. Saran .............................................................................................. 82

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 84

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Silsilah Partai Islam dan Neo-Islamis ............................................. 44

Tabel 3.2. Perubahan Politik Islam di Turki dari RP, FP, ke AKP .................. 49

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Pergolakan politik yang terjadi di Turki sepanjang pemerintahan Tayyep

Erdogan menampakkan fenomena yang paradox tentang thesis kesesuaian antara

Islam dan demokrasi. Sejak kemenangan partai politik Islam AKP di Turki pada

2005, diiringi dengan berbagai kebijakan pembangunan yang secara kuat

berorientasi Islam di bawah Erdogan, Turki justru muncul sebagai sebuah negara

Muslim terkemuka dengan pemerintahan demokratis namun terjebak ke dalam

pemerintahan populis yang didasarkan pada agama.

Fenomena politik populis yang mengemuka dalam bentuk kebijakan-

kebijakan terkait identitas agama inilah secara perlahan-lahan menjadikan

perjalanan demokrasi Turki diwarnai gejolak sosial-politik terus menerus: dari

pelanggaran HAM, kekerasan gerakan separatisme Kurdi, sulitnya menjadi

anggota Uni Eropa, hingga percobaan kudeta. Pada 2016, sebuah percobaan

kudeta yang dilakukan oleh kelompok militer Turki gagal menumbangkan

pemerintahan demokratis tetapi semakin menyebabkan tumbuhnya kecenderungan

pemerintahan Erdogan berwatak populis.

Persoalan tentang keterkaitan antara Islam, demokratisasi dan kebijakan

populis dalam pemerintahan Erdogan ini menjadi topik bahasan dalam skripsi ini.

Dalam ukuran negara-negara di Dunia Islam, Turki adalah sebuah negara besar,

dengan kekuatan militer yang kuat dan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.

2

Kemunculan Turki bisa dilacak dari sejarahnya sebagai negara yang tumbuh

menjadi negara bangsa modern setelah kehancuran Turki Usmani pada awal abad

ke 20. Dinasti Turki Utsmani merupakan sebuah kerajaan yang besar.

Wilayahnya terdiri atas negara-negara yang sekarang dikenal sebagai

wilayah Balkan (Yugoslavia, Albania, Yunani, Bulgaria, dan sebahagian besar

Rumania) dan sebagian besar dari negara-negara Arab (Suriah, Lebanon,

Yordania, Palestina, Iraq, Kuwait, beberapa bagian Saudi Arabia, Mesir, Libya,

Tunisia, dan Aljazair).1 Turki mengalami keruntuhan setelah Perang Dunia I pada

tahun 1918, dengan jatuhnya kekuasaan Sentral yang didukung oleh Turki,

Imperium Turki Usmani mengalami masa kemunduran yang sangat menyedihkan.

Setelah kemunduran tersebut, kondisi Turki menurun bahkan sangat buruk karena

adanya ancaman dari negara-negara Barat.

Keruntuhan Dinasti Turki Ustmani, melahirkan semangat nasionalisme

pada generasi muda di Turki saat itu. Oleh karena itu pemikiran tentang identitas

bangsa dan juga suatu negara nasionalis yang meliputi bangsa Turki untuk saat

itu, menjadi wacana yang banyak diperdebatkan. Pada abad ke-19 ditandai dengan

adanya pembaruan pemikiran yang lazim disebut aliran-aliran modern dalam

Islam.2

Aliran-aliran ini diperkenalkan pada berbagai belahan dunia muslim.

Banyak di antara kaum muslimin yang terperangkap di antara dua perspektif;

pertama, kepercayaan kalangan tradisional bahwa agama seharusnya menentukan

karakter organisasi politik dan hukum Islam menyediakan standar dan petunjuk

1Erik. J Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 3.

2 Jalaluddin Rahman, Metodologi Pembaharuan Sebuah Tuntutan Kelenggangan Islam,

(Makasar: Berkah Utama, 2001), h. iii

3

yang diperlukan masyarakat. Kedua, preferensi dari kalangan sekuler muslim

terhadap konsep dan lembaga politik Barat.3

Turki yang kita kenal sekarang adalah negara sekuler atau negara islam

modern, Mustafa Kemal membawa kejayaan Turki saat jatuhnya permerintahan

Dinasti Utsmani dan membawa ideologi sekularisme kedalam kepemimpinannya.

Kemal dan pemerintahannya secara revolusioner menerapkan sekularisasi politik

Turki di mana pemisahan antara agama dari politik menjadi norma baru

pembangunan masyarakat Turki.

Dalam literature ilmu politik, sekularisme merupakan suatu pemahaman

atau ideologi bahwa sebuah institusi, badan, atau negara harus dipisahkan dari

agama. Munculnya paham sekularisme dan penanamannya di Turki dipengaruhi

oleh Mustafa Kemal Atatturk. Menurut pahamnya, sekularisme adalah kekuasaan

negara yang didesain dapat mengontrol agama, tidak hanya memasukkan agama

ke dalam ranah pribadi dan menyingkirkan agama dari ranah publik.4 Selain itu

pergerakan sekularisme juga didukung oleh militer yang berada dibawah

kepemimpinan Musthafa Kemal saat itu.

Namun demikian, seiring berjalannya waktu, eksistensi sekularisme politik

di Turki sedikit demi sedikit mengalami penurunan dan mulai menimbulkan

perubahan-perubahan yang menyesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan

Turki dewasa ini. Sejak dekade 1980-an terjadi gelombang demokratisasi yang

diiringi dengan kesadaran politik masyarakat sipil diseluruh belahan dunia,

3 Harun Naution, Islam Rasional, Gagasan dan pemikiran, (Bandung: Mizan, 2000), h.

190. 4M. Hamdan Basyar, Pertarungan dalam Berdemokrasi: Politik di Mesir, Turki, dan

Israel, (Jakarta: UI Press, 2015), h. 54.

4

khususnya di Dunia Islam. Di Turki juga terjadi gerakan-gerakan sosial yang

menginginkan mereka menjadi bagian dari Uni Eropa yang memiliki syarat

demokrasi utuh. Kurangnya eksistansi sekularisme di perpolitikan Turki

memunculkan gerakan islamis yang tidak sejalan dengan sekularisme dan

mendirikan partainya serta ikut serta dalam perpolitikan Turki dan membuat

dilema di masyarkat terutama bagi masyarkat yang menginginkan bangkitnya

kembali politik Islam.

Pada akhir dasawarsa 2000-an, berdiri sebuah partai politik Islam yang

merupakan hasil evolusi sejarah gerakan Islam di Turki, yang bernama: Adalet

Ve Kalkinma Partisi (Partai Keadilan dan Pembangunan), dikenal dengan AKP.

Partai ini merupakan salah satu partai islam yang membangkitkan semangat

islamis di Turki. Seorang aktivis Muslim era 1980an, Raccep Tayyib Erdogan,

yang juga dikenal Erdogan, muncul sebagai pemimpinan yang berkharisma dan

berhasil mengambil banyak simpati masyarakat Turki.

Dengan kepemimpinannanya yang merakyat di AKP, Erdogan membawa

Turki kepada kejayan yang baru, baik secara politik regional, pertumbuhan

ekonomi, kesejahteraan dan kekuatan militer. Di bawah kepemimpinan Raccep

Tayyib Erdogan sebagai Perdana Menteri tahun 2007 dan Abdullah Gul sebagai

presiden, Erdogan membuat kemajuan pesat untuk Turki yang kini disegani

sebagai salah satu negara yang terkuat di Eropa. Setelah pencapaian besarnya

5

Erdogan menjabat menjadi pedana mentri kembali dalam pemilihan umum untuk

menyampaikan aspirasi masyarakat Turki.5

Gambar I.1(Erdogan Menangi Pemilu Presiden Turki)

Sumber:http://lintasmediaislami.blogspot.co.id/2014/08/erdogan-

menangi-pemilu-presiden-turki.html

Pada tahun 2014 setelah terpilih menjadi presiden baru, Erdogan ini

membuat gebrakan baru. Pertama, semasa menjadi Perdana Menteri, Erdogan

sudah membuat terobosan besar yang membuatnya menjadi fokus publik, dan

membuat Turki menjadi sebuah kekuatan besar di Eropa, ambisinya yaitu

mengembalikan kejayaan Turki. Kedua, Erdogan membuat Turki berhasil masuk

dalam daftar negara-negara dengan ekonomi terkuat di dunia, lalu di bidang

pertahanan atau militer Erdogan membuat Turki berhasil memproduksi peralatan

pertahanan militer sendiri, dan telah membawa nilai tukar mata uang Turki naik

beberapa kali lipat pada masa kepemimpinannya.6

Keberhasilan Erdogan terletak pada fakta bahwa, ia melakukan reformasi

secara fundamental sistem dan tata kelola pemerintahan Turki yang menunjukkan

5Ahmad Junaidi, ―Kebijakan Politik Racep Tayyib Erdogan dan Islamisme Turki

Kontemporer‖, IKA-Siyasah Yogyakarta, (vol. 6 no. 1, November 2016), h. 145-146. 6Syarif Taghian, Erdogan Muadzin Istanbul Penakluk Sekulrisme Turki, (Jakarta: Pustaka

Al-Kautsar, 2016), h. 13.

6

kepada dunia mengenai wajah baru Turki yang mulai menampilkan karakter ke-

Islamannya tetapi tetap terbuka terhadap perbedaan dan budaya negara lain.

Seperti saat Erdogan menangani permasalahan mengenai kelompok sekularis yang

melarang suku Kurdi untuk berbicara dengan menggunakan bahasa mereka.

Erdogan juga mulai membukakan pintu bagi suku Kurdi untuk menghidupkan

kembali warisan leluhur mereka dan membebaskan Abdullah Ejlan dari tempat

pengasingan.7

Erdogan juga memberlakukan undang-undang baru untuk Turki yang

berkebalikan dengan undang-undang yang diperkenalkan oleh pemerintahan

sekuler, sejak Mustafa Kemal. Secara umum, melalui parlemen Turki, antara 2005

hingga 2010, banyak undang-undang yang dihasilkan untuk menata kehidupan

publik berwatak Islami. Seperti dihapusnya larangan berhijab untuk perempuan,

pendidikan wajib agama diperkenalakan, dan sebagainya.

Kebijakan sekuralisme di Turki pada masa Mustafa Kemal sampai dengan

Abdullah Gul relatif memiliki pola implementasi kebijakan sekularisme yang

sama, namun pada masa pemerintahan Erdogan ada beberapa perubahan

sekularisme yang terjadi di Turki.

Hal baru bagi perpolitikan Turki adalah kerelaan semua pihak dengan

bergabungnya Turki dalam persatuan negara-negara Eropa (Uni Eropa). Tidak

dipungkiri bahwa kerelaan kedua belah pihak tersebut muncul karena meredanya

perselisihan di antara Uni Eropa yang mempermasalahkan keanggotaan Turki

kedalam persatuan negara-negara tersebut. Erdogan berhasil meyakinkan Eropa

7Ibid., h. 54.

7

bahwa dirinya bukanlah sebuah ancaman bagi demokrasi, walaupun begitu masih

ada beberapa keraguan yang menyelimuti beberapa pemimpin negara-negara

Eropa.

Perubahan ke arah demokratisasi menjadi jalan yang tampaknya akan

menjadi kesepakatan publik untuk mengubah perpolitikan Turki dewasa ini.

Dengan metode tersebut keinginan rakyat terhadap politik ekonomi yang stabil

dan kemajuan yang nyata menjadi terealisasi. Ditambah dengan terwujudnya

penyatuan besar yang terjadi antara Ankara dan Uni Eropa, dan semua itu tidak

lepas dari keberhasilan yang dicapai oleh Erdogan pada saat menjadi Perdana

Menteri Turki.

Namun demikian, bertahannya demokrasi yang telah diterapkan di Turki

tidak lepas dari watak-watak populis yang terdapat pada pemerintahan Erdogan

sendiri. Dalam konteks ini, populisme bisa dipahami sebagai fenomena atau

kejadian sosial dan politik, yang merupakan perwujudan ketidakseimbangan

antara elit dengan masyarakat.

Menggambarkan ketidakpuasan akan kondisi sosial-ekonomi dan

munculnya ketidakpercayaan yang besar terhadap lembaga pemerintah, yang

berakibat pada melebarnya perbedaan kelas di dalam masyarakat.8 Populisme

merupakan salah satu fenomena yang tidak dapat terelakkan di beberapa negara

terutama yang notabenenya merupakan negara yang memiliki dasar agama yang

kuat atau banyak agama di dalamnya. Bukan berarti hanya masalah agama saja,

8Vedi R. Hadiz, Islamic Populism in Indonesia and The Middle East, (Cambridge:

Cambridge University Press, 2016), h 19-22.

8

tetapi populisme juga merupakan persoalan yang sering terjadi di negara-negara

yang mementingkan status atau kepentingan elit daripada masyarat banyak.

Erdogan bisa digolongkan sebagai salah satu tokoh politik yang

berpengaruh dan berhasil mendapatkan kepercayaan masyarakatnya dengan

membangkitkan keinginan masyarakat yang mempertahankan keislamismeannya

dalam negara yang sangat sekuler. Terkait diskusi kita tentang populisme,

Erdogan mampu membuat ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah yang

sedang di ambang kehancuran karena krisis ekonomi yang tidak dapat ditutupi

pemerintah sekuler saat itu. Dengan ide baru serta ideologi yang kuat dengan

mempertahankan tradisionalnya, Erdogan mampu membuat Turki keluar dari

masalah krisis ekonominya serta membuat kebijkan internal yang menguntungkan

masrakat serta kebijakan luar negeri yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Menurut penulis, perubahan kebijakan politik yang terjadi di Turki pada

masa kepemimpinan Erdogan dan AKP menarik untuk diteliti. Bukan hanya itu,

Turki yang mampu medapatkan prsestasi yang membuat Turki diakui sebagai

negara Islam yang modern serta maju dari segi ekonomi, serta hubungan luar

negeri yang saling menguntungkan terutama bagi kemajuan Turki sendiri.

Demokratisasi yang terjadi di bawah kepemimpinan Erdogan, membuat

islamisme memulai eksistansinya di perpolitikan Turki serta memperbaharui

tatanan pemerintah yang terlalu sekuler dimasa lalu. Berdasarkan uraian

pernyataan masalah, tulisan ini akan membahas tentang perubahan demokrasi

dengan populisme sebagai isu yang mendukung terjadinya perubahan yang ada di

Turki pada masa kepemimpinan Racep Tayyip Erdogan.

9

B. Pertanyaan Masalah

Berdasarkan pernyataan masalah yang tertuang di atas, pertanyaan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana jalannya demokratisasi pada masa pemerintahan Erdogan?

2. Bagaimana politik populis berkembang pada masa pemerintahan Erdogan

dan menjadi kebijakan yang mengancam bagi pemerintahan sekularisme?

C. Tujuan dan Maanfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini

adalah:

a. Untuk mendapatkan penjelasan tentang perubahan dalam perpolitikan

serta demokrasi yang berjalan di Turki pada masa pemerintahan

Raccep Tayyeb Erdogan.

b. Untuk melihat perkembangan politik populis yang terjadi pada era

pemerintahan Erdogan di Turki.

2. Manfaaf Penelitian

Dalam penelitian ini, ada dua manfaat yang dapat diambil dari

hasil penelitian ini, yaitu:

a. Manfaat Teoritis

10

Sedikit banyaknya karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi

masukan dan data studi mengenai ilmu politik terhadap perpolitikan di

Timur Tengah. Selain itu, data karya ilmiah ini bisa dijadikan sebagai

masukan bagi perkembangan terhadap kajian ilmu sosial dan ilmu

politik.

b. Manfaat Praktis

Hasil karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi bahan yang

berguna bagi para akademisi yang menaruh perhatiannya pada studi

ilmu politik luar negeri, terutama bagi yang mempunyai minat

terhadap kondisi perpolitikan di Turki, dan semoga penulisan ini

memberikan sudut pandang yang berbeda dalam penerapan

sekularisme di Turki.

D. Tinjauan Pustaka

Untuk melengkapi tugas akhir penelitian penulis ini, yang berjudul

―DEMOKRATISASI DAN POLITIK POPULISME DI TURKI: STUDI

TENTANG PEMERINTAHAN PADA ERA RECEP TAYYIP ERDOGAN

(2005-2015)‖. Dalam proses pengembangannya penulis melakukan penelitian

pada beberapa review terdahulu yang membahas tentang tema yang sama agar

menghindari adanya kesamaan atau pengulangan dalam penelitian. Ada beberapa

penelitian terkait dengan tema ini, diantaranya jurnal IKA-Siyasah Yogyakarta

2016 yang ditulis oleh Ahmad Junaidi dengan judul ‖Kebijakan Politik Raccep

11

Tayyib Erdogan dan Islamisme Turki Kontemporer‖ pada penelitiannya, Junaidi

menggunakan kebijakan dan islamisme sebagai objek yang ditelitinya.

Dalam penelitiannya Ahmad Junaidi menganalisis bagaimana kebijakan

politik Erdogan dalam mentranformasi Turki ke Islamis dan bagaimana pula

kajian islam memandang kebijakan Erdogan tersebut. Jurnal ini meneliti

kebijakan politik Erdogan dengan pendekatan ilmu politik profektik dan

menjadikan islam sebagai modal berpolitik. Munculnya ilmu politik profektik

pengaruhnya ada tiga peradaban dalam ilmu sosial, diantaranya yaitu

cosmosentris (instrument alam untuk sosial), antroposentris (instrument manusia

untuk sosial), dan teosentris (instrument tuhan untuk sosial).

Ilmu sosial dinilai hanya menjelaskan realitas secara apa adanya tanpa

adanya pemihakan atau juga memahami realitas itu sendiri lalu memanfaatkannya.

Oleh karena itu, politik profektik adalah seni atau upaya perjuangan politik untuk

tercapainya politik yang lebih baik dengan mengacu pada nilai-nilai kenabian dan

ajaran islam. Inilah yang dilihat oleh penulis bahwa ini yang menjadi modal dasar

Erdogan memasuki dunia perpolitikan di Turki.

Dalam politik profektik ada tiga pilar utama yaitu humanisasi, adalah

memanusiakan manusia atau menghilangkkan kekerasan, kebencian pada sesama

manusia. Kedua liberasi, adalah melarang atau mencegah tindak kejahatan.

Terakhir transendensi, adalah yang beriman kepada Allah, merupakan unsur

terpenting dalam ajaran islam dan menjadi dasar humanisasi dan liberasi.

Transendesi memiliki arti keimanan dan menempatkan ajaran islam sebagai

12

kedudukan yang sangat sentral dalam profektik. Inilah yang mendasari kebijakan

politik Erdogan di Turki.

Berbeda dari Junaidi yang berfokus pada politik profektik atau politik

keislaman yang digunakan untuk menganalisa kebijakan politik Erdogan dan

Islamismenya. Akan tetapi di jurnal ini lebih berfokus pada islamismenya dan

banyak menggunakan teori islam di dalamnya. Sedangkan yang membedakan

penelitian adalah penulis ingin menganalisis perubahan atau munculnya populis

yang terjadi karena masyarakat yang islamis mulai menunjukkan suaranya dalam

perpolitikan di Turki yang berbeda pendapat dengan masyarakat yang sekuler,

serta politik Erdogan dari pengaruh kepemimpinannya di Turki, lalu perubahan

apa yang menjadikan Turki yang dulu dengan sekarang setelah dipimpin oleh

Erdogan.

Berbeda dengan Junaidi. Dalam jurnal politik profetik 2016 yang ditulis

oleh Nur Aliah Zainal dengan judul ‖Analisis Tentang Dekemalisasi di Turki

Pasca Attaturk‖ pada penelitiannya, Turki memiliki beberapa sisi yang menolak

adanya sekulerisme.

Masyarakat yang kontra ini lebih memilih islamisme sebagai ciri khasnya.

Pada saat Recep Tayyib Erdogan menjadi presiden, ada usaha kudeta yang

dilakukan oleh sekelompok perwira di tubuh angkatan bersenjata Turki. Hal ini

bukan sekali terjadi tetapi sudah beberapa kali, karena tentara-tentara Turki yang

didominasi oleh kelompok nasionalis dan juga sekuler dan royal terhadap

kepemimpinan Attaturk, yang mana menimbulkan pertengkaran antara kelompok

yang memegang teguh rasa tradisionalis dengan kelompok pro-kemalis.

13

Setelah beberapa kali berganti kepemimpinan, kini Turki memasuki era

baru, kelompok islamis mulai menguasai jalannya pemerintahan dan

menimbulkan rasa baru bagi masyarat di Turki dan sedikit demi sedikit

menghilangkan peran militer yang kuat di dalam politik dan dekemalisasi ini tidak

hanya terjadi pada masyarakat saja tetapi di tubuh pemerintahannya sendiri.

Sisi pembeda antara penelitian yang Imron teliti dengan penelitian penulis

teliti, yaitu terletak dari sekularisme dan islamisme. ketika dalam penelitian

Imron, ia meneliti tentang transformasi atau perubahan islamisme dan sekularisme

yang hanya terjadi pada saat sebelum Turki menjadi sekular dan sesudah Turki

menjadi sekular di bawah Mustafa Kemal. Sedangkan penulisan ini membahas

tentang perubahan sekularisme dan islamisme yang terjadi pasca Mustafa Kemal.

Adapun Zainal yang meneliti tentang sekularisme yang terjadi pada pasca

Mustafa Kemal yaitu pada masa pemerintahan Erdogan, tetapi yang membedakan

penelitian zainal dengan penelitian ini adalah penulis meneliti demokratisasi yang

terjadi di Turki pada masa Erdogan. Lalu pencapaian apa saja yang dicapainya

dalam mengubah Turki menjadi negara islam modern.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan gambaran rancangan dari suatu penelitian

yang meliputi aturan, prosedur, langkah yang harus di tempuh, dan waktu yang

diperlukan, sumber data yang dibutuhkan, serta teknik yang dipakai dalam

mendapatkan data dan cara analisis data. Jenis penelitian ada dua yaitu, kualitatif

14

dan kuantitatif, sumber data dan teknik pengumpulan data melalui observasi,

wawancara, dan dokumentasi.

Pada penelitian ini, penulis akan menggunakan metode penelitian kualitatif

dengan pendekatan analisis deskriptif. Penelitiaan ini berusaha menggambarkan,

menjelaskan, menganalisa serta menginterpretasikan peristiwa dari permasalahan

penelitian yang diajukan berdasarkan data yang relevan. Penelitian kualitatif

merupakan metode penelitian yang mengandalkan data dari pengumpulan, analisis

dan interpretasi data yang berbentuk non-statistik. Selain itu juga terdapat tiga

teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yakni observasi, wawancara

dan dokumen.9

Penelitian ini bersifat deskriptif yakni suatu bentuk penelitian yang

ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang

ada, baik fenomena alamiah maupun suatu fenomena hasil dari rekayasa

manusia.10

Penelitian dengan metodologi kualitatif berusaha untuk memahami

suatu fenomena dengan melakukan pemahaman terhadap dokumen sebagai

representasi dari persitiwa yang nyata terhadap masalah yang diteliti. Sehingga

penelitian ini dilakukan tanpa proses penelitian di laboratorium, namun peneliti

memaparkan hasil penelitian dengan apa adanya tanpa manipulasi terhadap

fenomena yang sedang diteliti.11

Terdapat banyak ahli yang memberikan definisi terhadap metode

penelitian kualitatif. Salah satunya menurut Prof. Sugiyono, metode penelitian

9 JW Creswell,Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches, (Thousand

Oak: SAGE Publications Inc, 1994), h. 149. 10

Sukmadinata,Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya,2006),

h. 72. 11

Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar, (Jakarta: PT. Indeks,2012),h. 7.

15

kualitatif adalah suatu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi

objek alamiah dimana dalam hal ini peneliti dianggap sebagai instrumen kunci.

Penelitian kualitatif digunakan untuk memahami interaksi sosial dan untuk

meneliti sejarah perkembangan.12

Dalam menjawab pertanyaan penelitian ini, penulis mencari informasi-

informasi yang bersumber dari data primer dan sekunder. Data sekunder yang

digunakan penulis berbentuk skripsi, tesis, buku-buku yang berkaitan dengan

penelitian penulis, jurnal ilmiah, surat kabar dan berbagai artikel ataupun media

elektronik dari internet. Penulis melakukan studi kepustakaan dengan mencari

informasi dari berbagai perpustakaan, seperti misalnya di Perpustakaan Nasional

RI, Perpustakan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan FISIP

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Setelah melakukan pengumpulan data, penulis melakukan relevansi data

tersebut untuk kemudian direduksi. Pada tahapan ini penulis hanya menggunakan

data-data yang dibutuhkan untuk penelitian penulis. Data yang tidak dibutuhkan

dalam penelitian ini digunakan sebagai data pelengkap untuk menambah

pengetahuan penulis.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini bertujuan agar mudah memahami pembagian

setiap bab secara keseluruhan dan untuk mengihindari adanya tumpang tindih

dalam penulisan penelitian ini. Penelitian ini disusun dalam suatu sistematika

12

Prof. Dr. Sugiyono, metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. (Bandung:

Alfabet, 2009), h. 9

16

yang terdiri atas bab-bab dan sub bab di dalamnya, yang mana akan saling

berkaitan satu dengan yang lainnya. Bab pertama adalah pendahuluan yang terdiri

dari pernyataan masalah, pernyataan penelitian, maksud dan tujuan, manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, metode penilitian, dan sistematika penulisan.

Bab dua berisi kerangka teori. Dimana kerangka teori ini, yang akan

mendukung penelitian penulis, serta membantu menanalisis penelitian yang

sedang penulis teliti.

Bab tiga akan membahas tentang profil Erdogan serta keikutsertaannya

dalam perpolitikan Turki yang juga membangun kembali rasa tradisionalisme

masyarakat Turki. Adapun AKP yang merupakan wadah pemikiran dan harapan

Erdogan bagi Turki, yang nanti di bab tiga ini dikupas sedikit tentang keterlibatan

juga pengaruhnya terhadap perpolitikan dan kebijakan di dalam pemerintahan

Turki. Dalam bab ini juga akan membahas sedikit tentang pengaruh dari

keterlibatan militer dalam pemerintahan Turki sejak berdirinya pemerintahan

Republik Turki hingga kini.

Bab empat akan membahas tentang bagaimana situasi Turki setelah

Erdogan menjabat sebagai presiden dan membangkitkan rasa tradisionalismenya

pada masayarakat Turki dan sedikit demi sedikit menggantikan kebijakan yang

terlalu sekular kepada kebijakan yang menurutnya lebih mencerminkan masyarat

Turki yang seharusnya menjadi negara Turki islam yang modern.

17

Bab lima adalah penutupan, menjadi akhir dari penelitian penulis yang

akan berisi tentang kesimpulan secara garis besar dalam penelitian ini, lalu daftar

pustaka dari referensi-referensi yang dipakai penulis sebagai sumber

penelitiaannya.

18

BAB II

KERANGKA TEORI

Dalam bab ini akan diuraikan suatu kerangka teoritis yang diharapkan bisa

memberi penjelasan mengenai tema pokok skripsi ini. Persoalan tentang

keselarasan antara demokrasi dan Islam telah mewarnai perdebatan di dunia

akademik dan ilmu politik. Tetapi bagaimana demokratisasi pemerintahan di

negara-negara Muslim serangkali diabaikan dalam melihat substansi pokok dari

pelaksanaan demokrasi. Oleh karena itu, penulis ingin menelusuri berbagai

landasan konseptual untuk memperjelas permasalahan hubungan antara Islam,

demokrasi dan politik populis.

A. Demokratisasi

1. Pengertian Demokratisasi

Demokratisasi pada dasarnya perubahan dalam sistem

pemerintahan di suatu negara dari sistem pemerintahan lain menuju

sistem yang lebih demokratis, yang nantinya melibatkan rakyat dalam

sistem pemerintahan dan mengedepankan persamaan hak dan kewajiban

setiap warga negara. Untuk melakukan demokratisasi di dalam sistem

pemerintahan tidaklah mudah karena akan selalu ada individu yang tidak

ingin adanya perubahan ataupun individu yang tidak mampu

menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada. Bukan hanya individu

yang tidak ingin atau tidak bisa tetapi karena pengaruh globalisasi yang

juga mendorong adanya perubahan besar bagi negara-negara, oleh karena

19

itu individu juga harus bisa menyesuaikan diri dengan perubahan karena

majunya suatu negara adalah dari individu-individu atau masyarakat

yang mampu menyesuaikan diri dan terus berkembang.

Menurut Imawan1 demokratisasi adalah suatu proses perubahan

dari struktur dan tatanan pemerintah yang otoriter kearah stuktur dan

tatanan pemerintah yang lebih demokratis. Sedangkan menurut BJ

Habibie2, Demokratisasi adalah suatu perubahan baik itu perlahan

maupun secara cepat ke arah demokrasi. Demokratisasi ini menjadi

tuntutan global yang tidak bisa dihentikan. Jika demokratisasi tidak

dilakukan, maka bayaran yang harus diterima adalah balkanisasi, perang

saudara yang menumpahkan darah, dan kemunduran ekonomi dengan

sangat parah. Balkanisasi merupakan istilah geopolitik yang merupakan

proses pembagian wilayah didalam negara dan menjadi negara-negara

kecil seperti Semenanjung Balakan yang sebelumnya dikuasai oleh

kekaisaran Ustmaniyah yang sekarang menjadi negara-negara kecil.

Demokratisasi merupakan salah satu fenomena setelah abad

ke-20. Dalam bukunya Samuel Huntington3 The Thrid Wave:

Domocratization in the Late Twentieth Century, gelombang

demokratisasi adalah kelompok transisi dari rezim non demokratis ke

rezim demokratis yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Jumlah

1Syamsudin Haris, Konflik Presiden-DPR dan Dilema Transisi Demokrasi di Indonesia,

(Jakarta: Grafiti Press, 2007), h. 43-44. 2 Bacharuddin Jusuf Habibie, Detik-Detik Menentukan-Jalan Panjang Indonesia Menuju

Demokrasi, (Jakarta: The Habiie Center Mandiri, 2006), h. 26. 3TB. Massa Djafar, Krisis Politik dan Proposisi Demokratisasi: Perubahan Politik Orde

Baru ke Reformasi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2015), h. 2.

20

negara yang melakukannya pun secara signifikan lebih banyak daripada

transisi menuju arah sebaliknya. Menurut Huntington ada tiga gelombang

demokratisasi, dimana Huntington memfokuskan isu demokratisasi era

1970-an dan 1980-an sebagai awal atau kunci revolusi demokratisasi

yang terjadi akhir abad ke-20 yang melahirkan Revolusi Prancis dan

Amerika Serikat sebagai gelombang ketiga dari demoktratisasi dan

membangun sebuat deskriptif tentang bentuk-bentuk pemerintahan.

Gelombang pertama dari demokratisasi dimulai pada 1920-an

yang mengalami arus balik menuju bentuk baru untuk pemerintahan,

yaitu fasisme dan otoritarianisme. Dan ini terjadi pada negara-negara

yang mempraktikan demokrasi untuk sistem pemerintahannya. Karena

faktor penyebab goyangnya demokrasi tidak lain dipengaruhi oleh

bangkitnya ideologi fasisme, komunisme, dan militer. Gelombang

demokratisasi kedua muncul setelah Perang Dunia II dan dikaitkan

dengan kemenangan negara-negara sekutu yang kekuasaannya

mendorong kelahiran lembaga-lembaga demokrasi. Seperti yang dialami

Jerman, Italia, Australia dan jepang. Akan tetapi komunisme sendiri tidak

mengalami banyak perubahan karena masihdalam genggaman Uni

Soviet.4

Pada akhir 1950-an Turki dan Yunani menjadi negara demokrasi,

begitu pula negara-negara bagian. Perkembangan tersebut mulai beralih

4Ibid., h. 3

21

ke sistem otoriter yang ditandai dengan kudeta militer.5 Terutama bagi

negara-negara berkembang contohnya Turki yang mengalami kudeta oleh

militer beberapa kali yaitu pada tahun 1960, 1971, 1980, dan 1997 yang

merupakan peristiwa jatuhnya Perdana Menteri Necmenttin Erbakan

pada 28 februari 1997 dan menurut masyarakat Turki sendiri tahun

tersebut adalah kudeta terakhir (gab son darbe), tetapi pada tahun 2016

lalu Turki mengalami kudeta kembali.6

2. Faktor Penyebab Demokratisasi

Huntington mengemukakan beberapa faktor penyebab terjadinya

demokratisasi yang murupakan analisis kerangka konseptual untuk

negara berkembang terutama Indonesia. Ada lima faktor yaitu:7

a. Krisis legitimasi

Legitimasi dapat diartikan sebagai keabsahan atas pengakuan

keberadaan suatu sistem kekuasaan serta otoritas yang dimiliki oleh

seseorang atau kelompok yang memegang kekuasaan. Pada zaman

modern kekuasaan dapat dicapai dengan berbasis ideologi dan

nasionalisme. Legitimasi pada rezim militer dan sistem ditaktor,

memiliki kaitan dengan ancaman keamanan politik internal akibat

5Ibid., h. 4

6 M. Alafan Alfian, Militer dan Politik Turki: Dinamika Politik Pasca-AKP Hingga

Gagalnya Kudeta, (Jakarta: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h. xxv 7TB. Massa Djafar, Krisis Politik dan Proposisi Demokratisasi: Perubahan Politik Orde

Baru ke Reformasi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2015), h. 48.

22

pengaruh internal sendiri ataupun ketidakstabilan politik dan praktik

korupsi.8

b. Faktor ekonomi

Seymour Lipset, dan Daniel Lenner, berpendapat bahwa

pertumbuhan ekonomi dan modernisasi memberikan pengaruh yang

luas terhadap perkembangan demokratisasi. Modernisasi sangat

dominan dalam teori pembangunan politik, terutama bagi negara

tradisional atau negara ketiga yang bergerak kearah masyarakat Barat

yang modern. Ekonomi memiliki dua sisi mata uang, yaitu mencapai

tingkat pertumbuhan yang efektif atau menyebabkan krisis ekonomi

yang mempengaruhi kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan

politik.

c. Faktor kelas menengah

Pengaruh ekonomi terhadap demokratsasi dapat dilihat dari

pertumbuhan kelas menengah. Secara tidak langsung kesejahteraan

ekonomi berpengaruh pada aspek-aspek kehidupan yang lainnya, hal

ini dilihat dari kesejahteraan masyarakat. Jika masyarakat sejahtera

maka akan meningkatkan kemampuan pendidikannya dan akan

melahirkan masyarakat yang demokratis.9

d. Faktor agama

Perkembangan demokratisasi dipengaruhi oleh budaya politik,

dan biasanya budaya politik di suatu negara dipengaruhi oleh

8Ibid., h. 49-50.

9Ibid., h. 52-54.

23

keyakinan agama dan nilai-nilai lain yang akhirnya sangat

menentukan terbentuk atau tidaknya sebuah institusi demokrasi di

dalam suatu masyarakat.10

e. Faktor lingkungan internasional

Menurut Almond,11

dinamika politik suatu negara tidak hanya

dipengaruhi oleh proses internal. Akan tetapi dipengaruhi juga oleh

lingkungan eksternal atau masyarakat internasional. Dalam persepsi

globalisasi ketergantungan internasional terjadi karena kecanggihan

teknologi yang berkembang pesat sehinggaproses tranformasi dan

penyebaran informasi menjadi lebih cepat, seperti gaya hidup, budaya,

perkembangan ekonomi, dan sebagainya yang akan berpengaruh pada

masyarakat negara lain. Sedangkan dalam politik sendiri

demokratisasi menjadi model perlawanan rakyat lokal terhadap rezim

otoriter disuatu negara.

B. Populisme

1. Pengertian Populisme

Populisme merupakan istilah lain dari demokrasi. Populisme ini,

sering digunakan dalam studi politik dan bervariasi dalam makna dari

konteks ke konteks dan dari penulis ke penulis. Dengan demikian istilah

tersebut telah digunakan dalam studi-studi tentang gerakan-gerakan yang

berbasis pada agraria seperti kerusuhan agrikultur abad kesembilan belas

10

Ibid., h.57. 11

Ibid., h. 61-62.

24

di Amerika Serikat dan Narodniki Rusia pra-revolusioner serta

diterapkan pada populisme yang sebagian besar berbasis perkotaan di

Amerika Latin.

Perdebatan teoritis tentang representasi politik, mobilisasi dan

ideologitelah secara jelas menampilkan tema populisme, terutama

sebagai tantangan pengertian liberal tentang politik yang representatif

dan demokratis. Itu sudah ada kebangkitan dalam diskusi akhir-akhir ini

adalah karena berbagai tanggapan kritis, dibuatatas nama 'orang biasa', ke

praktik dan wacana globalisasi.12

Sama seperti 'nasionalisme', 'populisme' terkadang dianggap

sebagai konsep yang sulit dipahami,oleh karena itu banyak dikaitkan

dengan kecenderungan Kanan dan Kiripolitik. Ini telah dikaitkan pada

abad ke-20 ke gerakan berbasis pedesaan diAmerika Serikat ditandai oleh

ikon-ikon seperti Longy Long, berbasis buruh kota yang paling

miskingerakan Peronisme di Argentina dan Vargas di Brasil, dan bahkan

secara agresifrezim fasis anti-komunis di Eropa.13

Dalam pengertian populisme sendiri Cas Mudde mengartikan

populisme sebagai. ―Populism is a thin centered ideology that considers

society to be ultimately separated into two homogenous and antagonistic

groups, ‘the pure people’ versus ‘the corrupt elit’ and which argues that

12

Robert H. Dix, ‗Populisme: Authoritarian and Democratic‘, Latin Amerika Review,

Vol, 20. No. 2, (The Latin Amerika Studies Association, 1985), h. 29. Tersedia di

http://www.jstor.org/stable/2503519 di unduh 9 April, 2018. 13

Vedi R. Hadiz, Islamic Populism in Indonesia and The Middle East, (Cambridge:

Cambridge University Press, 2016), h. 19-20.

25

politics should be an expression of the volonte generale (generale will) of

the people‖14

Populisme adalah ideologi yang memisahkan masyarakat

kedalam dua kelompok yaitu yang homogen dan antagonis, masyarakat

yang murni bersaing dengan masyarakat elit yang korup dan berpendapat

bahwa politik harus menjadi ekspresivolonte generale (keinginan umum)

dari orang-orang, maksudnya para penyongkong populisme berpendapat

bahwa politik haruslah merupakan ekspresi dari keinginan umum

masyarakat.

Populisme dalam arti yang sederhana merupakan suatu

pemahaman yang mengarah pada politik ―rakyat banyak‖ dengan politik

―elit‖ yang digambarkan sebagai tamak dan jahat.15

Tujuan asal

populisme adalah bahwa rakyat banyak harus memiliki kesempatan

dengan cara berperan aktif dalam pemerintahan dan juga sosialisasi

bermasyarakat.Gerakan populis umumnya membagi masyarkat kepada

rakyat dan elit dengan individu sebagai kekuatan terbatas yang dianggap

sebagai rakyat, sedangkan elit dideskripsikan sebagai orang-orang yang

memiliki pengaruh yang besar tetapi dengan jumlah yang sedikit.

Pupulisme dalam perkembangannya sendiri menjadi popilusme

baru yang bereaksi terhadap ketimpangan yang tajam dan perubahan

sosial akibat proses globalisasi neoliberal. Populisme baru ini

menggambarkan ketidakpuasan akan kondisi sosial-ekonomi dan

14

Ibid., h. 22. 15

Vedi R. Hadiz, ―Populisme Baru dan Masa Depan Demokrasi Indonesia‖, dalam

YogyakartaMajalahPrisma LP3ES, 28 April 2018, h.38.

26

munculnya ketidak percayaan yang besar terhadap lembaga pemerintah,

yang berakibat pada kelas di dalam sosial masyarakat.

Polulisme baru merupakan fenomena sosial dan politik, yang

tidak bisa digambarkan sebagai produk irasionalitas masyarakat. Seperti

menurut Michell Conniff yang merupakan seorang ahli politik Amerika

Latin, populisme baru merupakan ―wujud kekecewaan yang meluas

seiring dengan janji-janji modrenitas. Janji-janji tersebut diruntuhkan

oleh adanya kapitalisme global yang menyebar dan juga dikenal sebagai

neoliberalisme‖.16

Namun, Mouzelis sedikit berbeda pendapat tentang populisme,

―Mouzelis had taken a different tack altogether back in the 1980s and

argued that the specific feature of populist politics is to be found at the

organisational level, where one finds a style of leadership ‘that results in

systematic attempts to by-pass intermediary groups’ that operate within

formal political institutions‖17

Mouzelis berpendapat bahwa fitur khusus

politik kerakyatan dapat ditemukan di tingkat organisasi, di mana orang

menemukan gaya kepemimpinan 'yang menghasilkan upaya sistematis

untuk melewati kelompok perantara yang beroperasi dalam formal

lembaga-lembaga politik.

16

Ibid., h. 39. 17

Vedi R. Hadiz, Islamic Populism in Indonesia and The Middle East, (Cambridge:

Cambridge University Press, 2016), h. 23.

27

2. Populisme Islam: Gerakan Politik Islam dalam Stategi Politik

Selain populisme politik, populisme Islam yang baru telah juga

melibatkan strategi untuk memperluas partisipasi yang berada di dalam

wilayah tersebut politik pemilu formal dan seterusnya, melalui

penggabungan apa yang mungkin terjadi mempertimbangkan strategi

gerakan sosial yang melibatkan organisasi-organisasi massa dengan

organisasi-organisasi massa politik partai konvensional. Dengan

demikian contohnya seperti, PKS (Partai Keadilan dan Kesejahteraan) di

Indonesia. Indonesia dilihat sebagai gerakan sosial dan partai politik oleh

sebagian orang pengamat.

Banyak hal yang sama dapat dikatakan tentang AKP

(Keadilandan Partai Pengembangan) di Turki, bukan hanya karena

hubungan yang pernah dekat dengannya gerakan Fethulleh Gülen yang

berpengaruh dan kaya, tetapi juga karena cara itu jelas diturunkan dari

sebelumnya dangerakan-gerakan Islam yang ditekan. Dalam nada yang

sama, Ikhwanul Muslimin Mesir telah beroperasi baik sebagai gerakan

sosial dan dalam perjuangan parlemen, meskipun dengan cara semi-

klandestin dalam arti secara rahasia atau diam-diam untuk periode yang

cukup lama. Mouzelis juga menunjukkan, bagaimanapun, bahwa

restrukturisasi tidak harus memerlukan 'transformasi radikal bersamaan

dari hubungan produksi yang berlaku',observasi yang relevan dengan

populisme Islam baru, sosialagen yang lebih mungkin daripada tidak

28

menolak prospekmerombak tatanan sosial yang ada seperti yang

mungkin direnungkan oleh kaum kiri radikal.18

Populisme merupakan fenomena sosial yang lahir atas adanya

diskriminasi antar masyarakat di suatu negara. Populisme dipahami

sebagai kecendrungan rakyat banyak berhadapan dengan elit yang

menindas dan juga memiliki sejarah panjang, jika populisme lama

merupakan perlawanan dari kaum pekerja dan buruh maka populisme

baru bertumpu pada konteks neoliberalisme yang merupakan aliansi

multi kelas yang diartikulasikan melalui suatu identitas sebagai basis

jalinan solidaritas.19

Dalam kasus-kasus di mana 'kaum tani' lebih menonjol, seperti

yang diidentifikasi dalam pengalaman Eropa Timur, dan juga mirip

dengan kasus yang ada di Afrika, populisme dipandang telah sangat

terlibat dalam melindungi mode 'tradisional' kehidupan terhadap

transformasi kapitalis dan pemujaan nilai-nilai dan sistem moral

dikatakan terkait dengannya.

Dalam nada yang sama, seruan kontemporer untuk populisme

Islam memiliki resonansi karena klaim yang dibuat tentang membangun

masyarakat yang tahan moral terhadap ancaman erosi yang ditimbulkan

oleh apa yang dianggap sebagai nilai-nilai materialis dangkal dan gaya

hidup yang terlalu konsumtif yang terkait dengan 'budaya Barat'. Namun,

lilitannya adalah bahwa populisme Islam yang baru lebih jelas

18

Ibid., h. 24. 19

Abdil Mughis M; Luqman H; Dyiatia Widya, ―Populisme Islam dan Tantangan

Demokrasi di Indonesia‖,dalam YogyakartaMajalahPrisma LP3ES, 28 April 2018, h. 48.

29

merupakan fenomena sosio-politik perkotaan, atau tentu saja yang terus

menjadi semakin urban, karena alasan-alasan yang berkaitan dengan

transformasi sosial yang menyelimuti sebagian besar dunia Muslim.

Dalam prosesnya.20

3. Populisme sebagai strategi politik

Populisme merupakan salah satu dari strategi politik yang

digunakan sebagai alat atau metode yang mempokuskan diri pada

pemenangan dan penggunaan kekuasaan. Penekanan populisme sendiri

sebagai strategi politik, terletak pada pilihan kebijakan, organisasi politik,

dan kerangka mobilisasi.21

Wayland berpendapat bahwa munculnya

populisme yaitu adanya upaya dari aktor politik untuk menjalin

kedekatan antara hubungan dengan masyarakat dan hubungan

konstituennya dengan menggunakan program-program yang berpihak

pada aspirasi publik, dan secara tidak langsung Wayland beranggapan

bahwa populisme sebagai bagian dari strategi politik. Selain

menggunakan program-program yang sesuai dengan keinginan publik,

dapat juga menggunakan mobilisasi massa. Mobilisasi massa yang

digunakannya juga dapat terorganisasi atau tidak terorganisasi / noe-

populisme.22

20

Vedi R. Hadiz, Islamic Populism in Indonesia and The Middle East, (Cambridge:

Cambridge University Press, 2016), h. 32-34. 21

Michel Hastings, The Rise of Populism and Extremist Parties in Europe, The Spinnelli

Group, 2013, h. 10 22

Krut Wayland, ‗Clarifiying a Contested Consept: Populism in The Study Of Latin

Amerika Politcs‘, dalam Jurnal Comparative Politcs, Vol, 34, No. 1,October 2001 (The Latin

30

Wayland mendefinisikan populisme sebagai strategi politik

yaitu23

:―Populism is the best defined as a political startegies are

characterized by the power capability that types of rulers use to sustain

themselves politically. Under populism the ruler is an individual, a

personalistic leader, not a group or organization. Populism rests on the

power capability of number, not special weight. Populism emerges when

personalistic leaders base their rule on masive yet mostly

unintitutionalized support from large numbers of people‖.

Populisme sebagai strategi politik adalah populisme yang

didefinisikan sebagai awal politik dicirikan oleh kemampuan kekuasaan

yang digunakan oleh para penguasa untuk mempertahankan diri mereka

secara politis. Di bawah populisme penguasa adalah seorang individu,

pemimpin yang personalistik, bukan kelompok atau organisasi.

Populisme bertumpu pada kemampuan daya bilangan, bukan

bobot khusus. Populisme muncul ketika pemimpin personalistik

mendasarkan kekuasaan mereka pada dukungan yang sebagian besar

belum diintimidasi dari sejumlah besar orang. Pada intinya populisme

dijadikan sebagai alat aktor politik untuk membangun kedekatan dengan

massa, menggunakan strategi program atau sistem yang sesuai dengan

aspirasi publik dengan cara memobilisasi massa baik secara

organisasional ataupun non organisasional.

Amerika Studies Association, 2001), h. 12-14. Tersedia di www.jstor.orgDi unduh pada kamis, 27

September 2018. 23

Ibid., h. 18.

31

Dalam mendefinisikan populisme menurut Gidron dan

Bonikowski24

mengelompokkan populisme menjadi ideologi dan

discursive style, yang pastinya keduanya memiliki kesamaan dalam

oposisi antara rakyat dan elit yang korup. Sedangkan perbedaannya

dalam penekanan retorika. Diskursus sendiri merupakan gabungan antara

elemen ideologi dan retorika yang pelaksanannya dalam bentuk bahasa

dan subtansi yang memiliki konsekuensi politik.

Oleh karena itu retorika dalam discursive style, dianggap menjadi

lebih menarik untuk mengambil hati publik dari pada ideologi yang

dianut. Populisme sebagai strategi politik dianggap bertentangan dengan

dua pendekatan yang ada sebelumnya. Populisme sebagai strategi politik

bertujuan untuk memperoleh dukungan rakyat dengan memanfaatkan

pilihan-pilihan kebijakan yang bersifat pro rakyat, serta strategi

organisasi dan kerangka mobilisasi massa.25

Sedangkan menurut Filc ketiga pendekatan populisme, terdapat

koneksi dan level yang berbeda yang berfokus pada pengaruh antara

sosial inklusi dan ekslusi antara rakyat dan elit yang korup. Level

tersebut ada pada material, simbolik dan politik. Material atau ideologi

inklusif dan ekslusif, kemudian bermain pada kebijakan yang spesifik

seperti kesejahteraan.

24

Noam Gidron dan Bonikowski, Varieties of Populism: Literatur Review and Research

Agenda, No. 13-0004. (Working Papper Series: Weatherhead Center For International Affairs

Hardvard University, tt), h. 17. 25

Ibid., h. 17.

32

Simbolik dapat dibentuk melalui retorika politik dan

menggambarkan ulang batasan-batasan sosial. Politik, didefinisikan oleh

pengaturan reorganisasi dari struktur partai seperti keanggotaan dan

representasi pada tubuh partai, artinya terdapat upaya pengaturan yang

organisasi oleh aktor politik (partai/pemimpin partai).26

Edwin Williamson27

mendefinisikan populisme sebagai strategi

politisi yang mencoba memperoleh kekuasaan dengan menarik massa

dengan menebarkan janji dari keuntungan dan konsensi kepada

masyarakat kelas bawah. Tokoh-tokoh populis akan menawarkan

program-program yang berkaitan dengan perubahan sosial atau reformasi

ekonomi.Paul Drake28

seorang ilmuan politik menjelaskan bahwa tokoh

populis menggunakan mobilisasi politik, penguatan retorika dan juga

menggunakan simbol yang didesain untuk menarik atau menginspirasi

rakyat. Tokoh populis ini membangun koalisi yang bersifat hetorogen

yang didalamnya terdapat para pekerja, salah satu sektor penting kelas

menengah.

26

Ibid., h. 16. 27

Sebastian Edward, Left Behind Latin Amerika and the False Promise of Populism,

(London: The University Chicago Press, 2010), h. 167. 28

Ibid.,.

33

BAB III

PERJALANAN POLITIK RECEP TAYYIP ERDOGAN

DALAM DINAMIKA DEMOKRASI TURKI

Dalam bab ini akan dijelaskan sedikit banyaknya perjalanan perpolitikan

Recep Tayyip Erdogan dalam menjalankan pemerintahannnya di Turki. Bab ini

hendak memberi gambaran dinamika kepemimpinan Erdogan, sejak awal

bagaimana Erdogan mulai masuk kedalam perpolitikan Turki dan perannya dalam

perkembangan Turki baik di dalam maupun di luar negeri, serta pengaruhnya

yang membuat Islam menjadi bangkit kembali di Turki. Begitu juga, bab ini akan

menunjukkan respon yang terjadi pada masyarakat Turki ketika Erdogan

memimpin dengan gaya atau kharismatik yang berbeda.

Selain perjalanan Erdogan, bab ini juga mengilustrasikan profil AKP yang

merupakan partai yang didirikan Erdogan untuk mewujutkan keinginannya dalam

perpolitikan di Turki, serta keadaan politik Turki modern yang dulu dan sekarang

setelah adanya kudeta dan pertentangan Erdogan terhadap keoteriteran yang

terjadi. Di bagian akhir, bab ini menjelaskan bagaimana Erdogan yang membuat

kebijakan baru dan pada gilirannya membuahkan hasil timbulnya charisma dan

juga agendanya sebagai kemenangan dalam mempertahankan perpolitikkannya.

A. Riwayat Kehidupan Racep Tayyip Erdogan

Presiden berkharismatik Turki, Recep Tayyip Erdogan, telah memiliki

beberapa pencapaian yang mengesankan, baik di dalam negeri maupun di ranah

internasional, tetapi juga telah menjadi tokoh kontroversial terutama karena

34

sikapnya terhadap agama dan karena ledakan-ledakannya yang kadang-kadang tak

kenal lelah.

Racep Teyyip Erdogan yang biasa disapa dengan nama Erdogan ini, lahir

di desa kecil Instanbul, pada tanggal 26 Februari 1954. Orang tua Erdogan

bernama Ahmed, seorang pria keturunan yang berasal dari Batumi Georgia. Yaitu

keluarga Georgia yang bermigrasi dari Batumi, Georgia ke kota Rize di Turki

timur laut. Erdogan lahir di distrik Kasimpasa di Istanbul, sebuah lingkungan

yang kurang makmur yang dikenal karena kode kehormatan macho-nya. Erdogan

telah secara terbuka bangga menjadi salah satu pria Kasimpasa, yang dicirikan

sebagai sangat pemarah, sangat bangga dan kasar dalam kata.29

Terlebih lagi kehidupan lingkungan keluarganya sangat religius. Saat

Erdogan berusia 13 tahun, Erdogan belajar di sekolah dasar (Ibtidaiyyah) bersama

dengan anak-anak dari kota Qasim Pasha dan Lulus padatahun 1965. Ketika

Erdogan masih duduk di bangku sekolah dasar, salah satu gurunya memberikan

julukan kepada Erdogan ―Syaikh Racep‖, gurunya memberikan gelar tersebut

karena merasa heran sekaligus takjub akan kecerdasan dan keshalehannya

sehingga memanggilnya ―Syaikh‖. Sedangkan sekolah menengahnya di Imam

Hatib dan lulus tahun 1973, disana Erdogan belajar fisika, aqidah dan tajwid

sehingga sedikit demi sedikit meningkatkan kemampuannya dalam berbicara dan

berpikir. Setelah lulus sekolah senengah Erdogan melanjutkan ke Universitas

Marmara Istanbul untuk belajar tentang ekonomi dan bisnis.30

29

Arda Baykal, ―Recep Tayyip Erdogan‖, Library House of Commons: Internasional

Affair and Defence Section, 22 Desember 2009, h. 3. 30

Syarif Thanghian, Erdogan Muadzin Istanbul Penakluk Sekularisme Turki, (Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar, 2016), h. 13-14.

35

Erdogan menikah dengan Emine Erdogan pada tanggal 4 Juli

1978,31

pasangan itu memiliki dua putra (Ahmet Burak dan Necmeddin Bilal) dan

dua anak perempuan (Esra dan Sumeyye). Meskipun tidak terlalu aktif dalam

politik, Emine Erdogan menemukan dirinya di bawah sorotan dengan

mengenakan jilbab sebagai wanita pertama dari negara sekuler.

Sementara kontroversi ini menimbulkan pertanyaan tentang pengaruh yang

akan berpengaruh pada publik memiliki pasangan agama di inti politik, Erdogan

bersikeras bahwa pernikahannya sebenarnya mewakili toleransi di Turki. Dia

menjelaskan dalam sebuah pidato di New York pada 10 Desember 2006 bahwa

dia dengan senang hati menikahi seorang wanita yang keturunan Arab dan berasal

dari denominasi Muslim yang berbeda (Shafi'i / Ash'ari).32

1. Perjalanan Karir Politik Recep Tayyip Erdogan

Di Istambul, Erdogan hidup diantara dua kekuatan yang

bertentangan. Kekuatan masa lalu yang dibangun Turki Utsmani dalam

beberapa abad berupa istana, masjid dan kota-kota klasik, dengan

kekuatan modern, yang merupakan simbol-simbol baru yang diterapkan

oleh Republik Turki yang sekular. Minat Erdogan dalam memilih

pendidikan keagamaan sejak dini, terlihat dari keinginan orang tuanya

yang memasukkan Erdogan kesekolah berbasis Islamis dan juga

memadukkan antara agama klasik dengan modern.

Erdogan secara politik sangat aktif sejak masa mudanya. Selama

masa sekolah menengah dan universitas, Erdogan adalah anggota

31

Ibid., h. 19. 32

Arda Baykal, ―Recep Tayyip Erdogan‖, Library House of Commons: Internasional

Affair and Defence Section, 22 Desember 2009, h. 4.

36

Persatuan Mahasiswa Nasional Turki. Karir politiknya dimulai ketika

Erdogan terpilih sebagai presiden dari Cabang Pemuda Beyoglu dari

Partai Keselamatan Nasional (MSP — Milli Selamet Partisi), sebuah

partai politik Islamis pada tahun 1970-an yang ditutup setelah kudeta

militer tahun 1980.

Sejak Erdogan bergabung dengan Partai Keselamatan Nasional

yang dipimpin oleh Necmettin Erbarkan, bapak Partai Konservatif dan

menjadi Perdana Mentri pertama yang islami. Pertemuan Erdogan

dengan Erbarkan membuka cakrawala berfikir Erdogan tentang politik,

melatihnya untuk lebih mengenal organisasi dan belajar berpolitik lebih

mendalam. Erbakan sendiri merupakan panutan Erdogan saat menjadi

pemimpin, karena karakteristik Erbakan dalam memimpin partai.33

Belakangan tahun itu Erdogan menjadi presiden Cabang Pemuda

Istanbul dari partai yang sama. Selama kudeta militer 1980, Erdogan

bekerja sebagai akuntan dan kemudian sebagai manajer di sektor swasta.

Erdogan kembali ke politik pada tahun 1983 ketika Partai Kesejahteraan

(RP-Refah Partisi) didirikan dan setahun kemudian Erdogan menjadi

Distrik Beyoglu Ketua Pesta. Pada tahun 1985, Erdogan diangkat ke pos

Pimpinan Provinsi untuk wilayah Istanbul di Partai Kesejahteraan.

Di tahun 1989, dengan mendesak semua segmen masyarakat

untuk menunjukkan minat dalam politik dan suara terbanyak, Erdogan

33

Syarif Thanghian, Erdogan Muadzin Istanbul Penakluk Sekularisme Turki, (Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar, 2016), h. 16-17.

37

memenangkan pemilihan lokal dengan suara pemilih tertinggi.34

Pemilihan lokal berikutnya pada tahun 1994 Erdogan dipilih menjadi

walikota Instanbul. Selama masa jabatannya sebagai walikota, Erdogan

mendapatkan dukungan dari kelompok-kelompok sosial ekonomi yang

lebih rendah dengan mengalokasikan dana kotamadya ke lingkungan

yang lebih miskin.

Namun, tindakannya ini menghasilkan dua reaksi berbeda.

Sementara kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah menghargai

Erdogan dan menyatakan bahwa Erdogan 'Robin Hood' dari Turki,

segmen Kemalis dari masyarakat mulai mengkritik Erdogan dengan

kasar atas dasar pembelanjaan dan hoac.

Pada tahun 1997, Partai Kesejahteraan ditutup oleh Mahkamah

Konstitusi Turki dengan alasan mengancam sifat Kemalis Turki,

terutama sekularitas. Erdogan, yang merupakan tokoh walikota

terkemuka pada saat itu, menjadi pembicara tetap pada demonstrasi yang

diadakan oleh rekan-rekannya dari pesta yang dilarang. Dalam sebuah

pidato pada 12 Desember 1997 di kota Turki Timur Siirt, Erdogan

mengidentifikasi masyarakat Turki sebagai memiliki 'dua kubu yang

berbeda secara fundamental' yaitu mereka yang mengikuti reformasi

Ataturk atau pendukung sekuler dan Muslim yang menyatukan Islam

dengan syariat.

34

Arda Baykal, ―Recep Tayyip Erdogan‖, Library House of Commons: Internasional

Affair and Defence Section, 22 Desember 2009, h. 4.

38

Dalam pidatonya Erdogan membacakan puisi dari penyair islam

Ottoman Ziya Gokalp yang menghasilkan hukuman penjara sepuluh

bulan. Puisi itu termasuk baris: ―The mosques are our barracks, the

domes our helmets, the minarets our bayonets and the faithful our

soldiers…‖yang dianggap sebagai pelanggaran terhadap prinsip Kemalis

oleh hakim.35

Pengadilan menganggap bahwa bait-bait puisi itu telah

memprovokasi rakyat untuk membangkitkan rasa keagamaan.

Perasaan ini yang telah lama diajarkan pemerintah Turki secara

berturut-turut dengan penekanan keras. Akann tetapi perasaan ini pula

yang akan mencetuskan peperangan saudara antar penduduk ataupun

kelompok di dalam negeri. Setelah Erdogan menyelesaikan masa tahanan

selama empat bulan, hal ini yang menjadikan dirinya sebagai pahlawan

bagi sebagaian masyarakat Turki.

Tidak sampai disitu saja perjuangan yang dilakukan oleh

Erdogan, karena tidak puas dengan berbagai pihak Erdogan mendirikan

Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP — Adalet ve Kalkinma Partisi)

pada 14 Agustus 2001. Erdogan kemudian terpilih sebagai Ketua Pendiri

partai tersebut. Sebelum pemilihan nasional pada 2002, Erdogan dilarang

oleh Dewan Pemilihan Turki untuk mencalonkan diri dalam pemilihan

karena keyakinannya di masa lalu.

Namun, setelah kemenangan partainya di tempat pemungutan

suara, konstitusi itu dimodifikasi untuk memungkinkan dia mencalonkan

35

Ibid., h. 5. Dan lihat juga, Syarif Thanghian, Erdogan Muadzin Istanbul Penakluk

Sekularisme Turki, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2016), h. 29.

39

diri pada pemilihan umum pada 9 Maret 2003 dari konstituensi Siirt,

kampung halaman istrinya, sehingga memungkinkan Erdogan masuk ke

parlemen dan mengambil alih jabatan Perdana Menteri. Menteri dari

Abdullah Gul, wakilnya yang pernah menjabat sebagai perdana menteri

sejak November 2002.36

Pada tahun 2007 dalam pemilihan umum, AKP

memenangkan kembali dengan Abdullah Gul sebagai presiden dan

Erdogan sebagai Perdana Mentri kembali.37

Setelah Erdogan menjabat sebagai Perdana Mentri,

Erdoganberperan dalam mengembangkan konsep-konsep baru yang

muncul dalam kebijakan luar negeri Turki. Recep Tayyip Erdogan dan

menteri luar negerinya saat itu, Ahmet Davutoglu, berpendapat bahwa

patokan baru dari kebijakan luar negeri republik adalah 'kedalaman

strategis'. Menurut Erdogan konsep ‗kedalaman strategis‘, merupakan

nilai bangsa dalam politik dunia yang didasarkan pada lokasi geo-

strategis dan kedalaman historisnya. Mengikuti logika ini, Turki secara

unik dianugerahi baik karena lokasinya di wilayah pengaruh geopolitik,

terutama penguasaannya atas Bosphorus, dan juga karena warisan

sejarahnya dari Kekaisaran Ottoman.

Kebijakan luar negeri Turki yang telah tidak seimbang saat itu,

disebabkan dengan penekanan berlebihan pada hubungan dengan Eropa

Barat dan AS terhadap pengabaian kepentingan Turki dengan negeri lain,

terutama di Timur Tengah. Konsep ini juga telah memberikan pilar lain

36

Ibid., h. 6 37

Ahmad Junaidi, ―Kebijakan Politik Racep Tayyib Erdogan dan Islamisme Turki

Kontemporer‖, IKA-Siyasah Yogyakarta, (vol. 6 no. 1, November 2016), h. 145.

40

dari kebijakan luar negeri baru Erdogan termasuk konsep baru 'masalah

nol dengan tetangga'.

Erdogan berpendapat bahwa Turki harus memulihkan kedalaman

strategisnya dengan menggabungkan kekuatan militer dan ekonominya

dengan kekuatan budayanya yang lembut. Di bawah kepemimpinan

Erdogan, Turki telah mengikuti kebijakan luar negeri yang lebih aktif di

mana akses negara-negara Eropa(Uni Eropa) tetap menjadi prioritas

utama sementara peran yang lebih dominan diberikan untuk

memperantarai perdamaian di Timur Tengah dan di Kaukasus.

Pencapaian lain Erdogan, yang telah mencoba menggunakan

identitas Muslimnya dengan potensi militernya untuk menengahi

perdamaian Suriah-Israel. Demikian pula, kegigihan pribadi Erdoğan dan

upaya untuk memoderasi gejolak politik terkait nuklir antara Barat dan

Iran telah terjadi di bawah doktrin baru dari kebijakan luar negeri Turki.

Pada gilirannya, status jembatan ini antara mitra Barat Turki - Amerika

Serikat dan Uni Eropa - dan mitra Timurnya - Timur Tengah, Kaukus,

Kaspia, dll. telah membawa manfaat bagi kedua belah pihak dan dapat

memberikan peta bagi masa depan Turki di luar negeri.38

Karena kemajuan pesat dibawah kepemimpinan Erdogan pada

masa menjabat sebagai Pedana Mentri, negara Turki disegani sebagai

salah satu negara kuat di Eropa. Membuat Erdogan semakin diakui

sebagai pemimpin terbaik dunia, yang membuatnya memenangkan

38

Arda Baykal, ―Recep Tayyip Erdogan‖, Library House of Commons: Internasional

Affair and Defence Section, 22 Desember 2009, h. 7-8.

41

pemilihan umum tahun 2011 dan menjabat kembali sebagai pedana

mentri. Dan pada tahun 2014 ketika masa jabatannya sebagai Pedana

Mentri selesai, Erdogan mencalonkan diri sebagai Presiden Turki dengan

dukungan partai AKP dengan hasil terpilihnya Erdogan pada tanggal 10

Agustus 2014 sebagai presiden Turki melalui pemilihan umum dengan

masa jabatan lima tahun.39

B. Profil AKP (Adalet ve Kalkinma Partisi) dan keterlibatannya dalam

politik dan Kebijakan di pemerintahan

1. Profil AKP

Turki merupakan negara modern Islam yang terlalu sekular,

karena negara melakukan kontrol yang berlebihan terhadap agama

ataupun kegiatan keagamaan. Hampir semua dari Masyarakat Turki

memeluk agama Islam, dan sebagian dari merekayangmelakukan

kegiatan berbau agama selalu dicurigai oleh para elit Kemalis agar tetap

eksis pada kepercayaan yang telah ditetapkan diturki hingga kini.

Iklim politik di Turki yang terlalu otoriter membuat respon yang

signifikan dari kalangan menengah muslim yang mengerti politik.

Membuat mereka mengambil jalur politik sebagai cara untuk

bernegosiasi dengan sistem keperintahan Turki yang sudah lama

dibangun. Untuk menghindari kekhawatiran poitik berlebih dari politik

sekurel serta seranganmiliter, kelompok Islam tidak memperlihatkan

39

Ahmad Junaidi, ―Kebijakan Politik Racep Tayyib Erdogan dan Islamisme Turki

Kontemporer‖, IKA-Siyasah Yogyakarta, (vol. 6 no. 1, November 2016), h. 146.

42

keislamannya yang bersifat formalistas.40

Partai AKP termasuk partai

yang berbasis islam.

Banyak partai-partai Islam di Turki yang mendapat larangan oleh

pihak pemerintah. AKP sendiri tidak lahir begitu saja, tetapi karena

beberapa proses sejarah yang ada diskriminasi antara elit Kemalis yang

sangat sekular terhadap kelompok Islamis yang menentangnya salah

satunya partai yang dipimpin oleh Necmettin Erbarkan, hingga akhirnya

banyak partai-partai Islam yang dibubarkan.

Adapun kelompok muda pembaharu seperti Recep Tayyib

Erdogan dan Abdullah Gul, telah mendirikan partai Keadilan dan

pembangunan (AKP) yang didirikan pada tanggal 14 Agustus 2001

dibawah kepemimpinan Erdogan,41

dan secara resmi memasuki

perpolitikan Turki. Pada tahun 2002 Erdogan mengajukan diri sebagai

calon anggota dewan, tetapi kejaksaan agung meminta pengadilan

Diyarbakir untuk menolak pencoretan hukuman tahanan terhadap

Erdogan dari catatan undang-undang pidana, yang mencegah Erdogan

masuk sebagai calon legislatif, dan tidak bisa beraktifitas politik selama

tiga tahun selama masa hukuman belum selesai.

Pada tanggal 20 Oktober 2002 Erdogan mengajukan pengunduran

dirinya dari komite pendiri partai, sebagai bentuk penuaian terhadap

keputusan Mahkamah Konstitusi yang dikeluarkan untuk partai dan

40

M. Sya‘roni Rofii, ― Partai AKP dan Ideologi Islam di Turki Moden (2001-

2007)‖,(Skripsi S1 Fakultas Syari‘ah, Universitas Islam Negeri Sunan KalijagaYogyakarta, 2008),

h. 71-72. 41

Syarif Thanghian, Erdogan Muadzin Istanbul Penakluk Sekularisme Turki, (Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar, 2016), h. 32.

43

Erdogan pada bulan April 2002. Pengadilan memutuskan berdasarkan

permintaan parlemen agar Erdogan tidak bisa menjadi anggota komite

pendiri partai, berdasarkan hukuman politik yang disanksikan padanya.42

Kehadiran AKP mempertegas karakter islamis moderat.

sementara konotasi muslim moderat terkait dengan eksistensi kelompok

Islam yang mampu berdampingan secara damai dengan kelompok lain

yang berbeda keyakinan, mendukung demokrasi, menghargai kebebasan

berfikir, penyelenggara pendidikan yang mengakui iman dan agama, dan

mencegah penggunaan kekerasan atas nama islam. Pendekatan moderat

sesungguhnya melekat pada setiap partai islamis yang bercikal bakal

gerakan Milli Gorus (pandangan nasional) yang diawali oleh MNP dan

MPS pada 1970-an.

Erbarkan pernah membawa MSP berkualisi dengan partai sekular

CHP (Partai Rakyat Republik) dan AP (Partai Keadilan), termasuk

ketika RP membentuk pemerintahan Refahyol pada tahun 1996.43

Hanya

saja, isu-isu yang diangkat RP dinilai vulgar dalam mengusung agenda

politik Islamis. AKP hadir sebagai penutup kelemahan-kelemahan partai

islamis. AKP pro-pasar bebas dan mengembangkan visi demokrat

konservatif. Dalam tabel 3.1 di bawah akan memperlihatkan sedikit

perbedaan atau kekontrasan antara partai-partai islamis dan AKP.

42

Ibid., h. 33 43

M. Alfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga

Gagalnya Kudeta, (Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h. 64-65.

44

Tabel 3.1. silsilah partai-partai Islamis dan Neo-Islamis

PARTAI PERIODE PEMIMPIN PLATFORM

MNP

(Milli Nizam Partisi)

1970 - 1971

Nacmettin Erbarkan

1. Nasional-

komunitarian

2. Developmentalisme

3. Islamisme

MSP

(Milli Selamet

Partisi)

1972 - 1980

Nacmettin Erbarkan

1. Nasional-

komunitarian

2. Developmentalisme

3. Islamisme

RP

(Refah Partisi)

1983 – 1998

Nacmettin Erbarkan

1. Keadilan sosial

2. Regulasi komunal

pasar

3. Islamisme

FP

(Fazilet Partisi)

1997 – 2001 Recai Kutan 1. Islamisme

2. demokratisasi

SP

(Saadet Partisi)

Sejak 2001

1. Recai Kutan

2. Nacmettin Erbarkan

3. Nurman Kurtulmus

1. Islamisme

2. Nasionalisme

AKP

(Adalet ve Kalkinma

Partisi)

Sejak 2001

Recep Tayyib Erdogan 1. Konservatisme

2. Demokratisasi

3. Reformasi pasar

Sumber: Tugal (2009)44

Dalam konten hadirnya AKP ini, sebagai perkembangan lebih

lanjut atas fenomena politik Islamis Turki. Akan tetapi AKP jelas-jelas

menolak dikategorikan sebagai patai Islam di dalam dokumen-dokumen

44

Cihan Tugal, Passive Revolution: Absorbing the Islamic Challenge to Capitalism,

(California: Stanford University Press, 2009), h. 43. Dalam, M. Alfan Alfian, Militer dan Politik

Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga Gagalnya Kudeta, (Bekasi: Penerbit Penjuru

Ilmu, 2018), h. 66.

45

formal AKP. AKP dalam bahasa Inggris sering diartikan Justice and

Development Party (JDP) dan sering juga di singkat AKP.

Namun partai ini secara resmi menyebut dirinya AK Parti. Ak

dalam bahasa turki berarti cahaya, murni, putih, bersih dan tidak

terkontaminasi. AK Parti berkonotasi partai cahaya dengan simbol partai

sebuah bola lampu.45

AKP menolak klaim pihak lain yang menyebutnya

sebagai partai politik atau menyimpan agenda politik Islamis. AKP

mengklaim dirinya sebagai partai demokrat – konservatif

(muhafazakarlar demokrat) yang menekankan nilai-nilai tradisional

Turki religius. Strategi ini didasari oleh kecendrungan masyarakat yang

semakin konservatif, karena domominasi politik sayap kanan dalam

waktu yang cukup lama terutama sejak lahirnya era Trugut Ozal.

2. Perpolitikan dan Kebijakan AKP terhadap pemerintahan Turki

Sejak AKP didirikan dan mulai mengikuti pemilu-pemilu di Turki

dari tanuh 2002 menunjukkan tren kenaikan yang signifikan. Dengan

dukungan 34,28% pada pemilu 2002, AKP secara mengejutkan menang

telak bahkan pencapaian ini melebihi pencapaian yang dicapai RPpada

pertengahan 1990-an.

Pada saat AKP menang pemerintahannya dipandang sukses dalam

membenahi perekonomian dan menjukkan kinerja yang progresif pro-Uni

Eropa, AKP pun semakin naik daun dan dukungan suaranya naik secara

45

M. Alfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga

Gagalnya Kudeta, (Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h. 67.

46

signifikan menjadi 47% pada pemilu 2007. AKP menjadi partai yang

kokoh sebagai partai tunggal yang tanpa harus membangun koalisi dalam

pembentukkan pemerintahan. Kesuksesan AKP juga terulang kembali

dengan isu baru dan mendapatkan suara pemilih sebanyak 49,83%pada

pemilu 2011.

Pada pemilu 2002 terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan

kemenangan AKP, karena krisis tersebut membuat popularitas

pemerintahan sekuler merosot. Pemerintah dianggap gagal memulihkan

krisis ekonomi, dan kurang mampu membendung korupsi. Pemerintah

gagal mengatasi krisis ekonomi pertama pada November 2000, menyusul

yang kedua pada februari 2001 sebagai yang terparah dalam sejarah

Turki modern.

Krisis ini menyebabkan produk nasional bruto (gross national

product, GNP) anjlok sebesar 9,4%, pendapatan per kapita (income per

capita) jatuh dari 2.986 Dolar AS menjadi 2.110 Dolar AS per tahun dan

memicu pengangguran lebih dari sejuta orang dan dampaknya dirasakan

oleh seluruh segmen masyarakat.46

Kegagalan pemerintah sekuler inilah

yang membuat pemilih merindukan kekuatan politik baru yang

dipandang lebih tangkas dan berintegritas. Oleh karena itu, AKP

dipandang menarik karena mengambil posisi sebagai partaikanan tengah

moderat, konservatif, pro-Uni Eropa dan pasar bebas.

46

Ibid., h. 73.

47

Sedangkan penyebab kemenangan AKP pada pemilu 2007, yang

paling menonjol adalah apresiasi publik terhadap pemulihan ekonomi.

Menurut Nars, begitu AKP memegang perusahaan pemerintah, AKP

akan dihadapkan pada keharusan implementasi paket pengetatan

ekonomi IMF, sebagai harga yang harus dibayar dalam restrukturisasi

(penataan kembali agar strukturnya lebih baik)utang luar negri. Berbagai

kalangan di pemerintahan sekuler berpendapat bahwa AKP akan gagal

tetapi yang terjadi malah sebaliknya.

Dengan langkah-langkah kebijakannya yang efektif dalam

mengatasi krisis, AKP melakukan kebijakan privatisasi secara bijak

berbagai industri, mempromosikan globalisasi, dan mengaitkan kebijakan

ekonomi dan politiknya kepada Uni Eropa. Hasilnya pun sangat baik,

bukannya hanya memulihkan perekonomian Turki tetapi membuat

perekonomian Turki berkembang pesat.47

Pada kemenangan AKP di pemilu 2011 seperti déjà vu dari

pemenangan pemilu sebelumnya. AKP dianggap sebagaipartai yang

bersih dan profesional, pemerintahannya mampu menciptakan

kemapanan secara politik, keamanan dan ekonomi. Contohnya seperti

pertemuan NATO akhir 2008. Mentri Luar Negeri Turki Ali Babacan,

menyampaikan bahwa konstitusi Turki tidak membantu pelaksanaan

agenda reformasi.

47

Vali Nasr, Force of Fortune, The Rise of The New Muslim Middle Class and What it

Will Mean for Our World, (New York: Free Press, 2009), h. 239.

48

Sebelumnya komisi Urusan Perluasan Keanggotaan Uni Eropa

Olli Rehn, menyatakan reformasi konstitusi akan mempercepat proses

penyatuan Turki – Uni Eropa dan dapat menghentikan pusaran krisis

politik. Konstitusi peninggalan militer tahun 1982 dipandang menyisakan

masalah bagi demokrasi dan hubungan sipil. Reformasi konstitusi pada

awal pemerintahan AKP sudah berjalan secara signifikan. Pada

referendum konstitusi 12 september 2010 yang dimaksudkan untuk

memperoleh persetujuan rakyat terhadap sejumlah perubahan pasal untuk

memenuhi standar Uni Eropa, seperti pencabutan pasal 15 yang menjadi

dasar untuk melindungi para pemimpin kudeta 1980.

Konsekuensinya adalah mereka yang terlibat dituntut di

pengadilan sipil, dan amandemen juga dilakukan terhadap pasal ekonomi

dan kebebasan individu. Kemenangan AKP 2011 dikaitkan juga dengan

popularitas Erdogan yang memiliki kemampuan pidato balkan48

.

Erdogan mampu menampilkan kesan rendah hati dan melayani, selain

menjanjikan banyak hal menulis ulang konstitusi.49

48

Salah satu isi pidato Erdogan: ―Istambul adalah Turki, ia adalah Asia, Timur Tengah,

Afrika Utara, Balkan. Pidato saya ini untuk semua saudara diseluruh dunia! Mereka membuat

kebisingan dengan panci, mereka mengaku (protes sebab) peduli lingkungan, namun tak peduli

polusi suara. Mereka yangberlaku anarki pada polisi, bukanlah bagian dari kita. Mereka

penghianat! Semeentara kami berbasis hukum! ―Environmentalis‖ yang sesungguhnya yang

sekarang sedang membersihkan taksim akibat di kotori poster yang mengaku pro lingkungan.

Turki bukan hanya ―Taksim‖, tetapi ia Negara ―cucu keturunan‖ dari Utsmani yang memimpin 3

benua dan menyatukan dunia Islam. Tiada skenario jahat yang dapat mengguncang kita. Turki

bukan negara yang dapat di acak-acak media internasional.‖Dalam

https://www.google.co.id/amp/s/www.dakwatuna.com/2013/06/18/35464/isi-pidato-erdogan-di-

harapkan-sekitar-1-juta-pendukungnya/amp/?espv=1 diakses pada tanggal 20 agustus 2018, 10:03

WIB 49

M. Alfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga

Gagalnya Kudeta, (Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h. 77-78.

49

Kemenangan AKP tidak terlepas dari kebijakan populis politik

luar negrinya. Keenangannya memperkuat kecendrungan peningkatan

kemampuan partai-partai islam di arena politik negeri-negeri muslim tiga

dekade terakhir abad ke-20 dan ketika memasuki melenium baru.

Kekerasan-kekerasan yang terjadi di Afganistan pasca-penarikan pasukan

Uni Soviet dan diradikalisasi islmais di berbagai negara, dan membuat

partai islam tersigma sebagai teroris.

Dampaknya seperti dipatahkannya kekuatan Islamis oleh militer,

seperti terjadinya kudeta militer Turki pada tahun 1997.50

Secara umum

kebijakan pemerintahan AKP pragmatis di bidang ekonomi dan politik

luar negri, dan alasan AKP tidak bisa disebut partai Islam, atau yang

berbasis massa islam (shaleh), ataupun kelompok konservatif, yaitu

seperti tabel 3.2 di bawah yang merupakan perubahan politik islam di

Turki dari RP, FP, ke AKP.

RP (1995) FP (1999) AKP (2002-kini)

Peran

ekonomi

negara

Sangat signifikan.

Negara memiliki peran

yang kuat dalam

meredistribusikan

ekonomi. Negara

memiliki peran aktif

dalam mensubsidi

pembangunan industri.

Privatisasi tidak

ditentukan.

Terdapat banyak

pertimbangan dalam

konteks peran

distribusi ekonomi oleh

negara. Banyak

menekankan kompetisi,

yakni pada kekuatan

pasar dan privatisasi.

Sangat menekankan

ekonomi liberal,

investasi asing, privasi

dan regulasi ekonomi

pasar. Menekankan

pula isu keadilan sosial.

Sepakat program IMF

menyisihkan juga

anggarannya untuk

social services.

50

Ibid., h. 83.

50

Demokratisasi

Tidak ada pertimbangan

atas hak-hak individu.

Sangat menekankan

hak-hak sosial dan

kebebasan dalam

menjalankan praktik

keagamaan.

Sangat menekankan

hak-hak individu dan

HAM. Terkait dengan

hak demokrasi,

ditekankan terkhusus

perlunya kebebasan

menjalankan praktik

keagamaan.

Sangat menekankan

konsolidasi demokrasi

melalui dilanjutkannya

reformasiterkait dengan

hak-hak sipil dan

HAM. Menekankan

keterlibatan dan

penguatan civil society.

Nasionalisme

Sangat nasionalis.

Mendambakan peran

lebih besar kepemim-

pinan Turki di Dunia

Muslim.

Penekanan pada

nasionalisme kurang

menonjol

Sangat kosmopolitan

dalam berpandangan.

Terdapat elemen-

elemen nasionalistik.

Agama dan

nilai moral

Sangat kuat. Secara

khusus merekomen-

dasikan penerapan nilai-

nilai dan praktik agama

Islam.

Menekankan nilai

moralitas. Tetapi tidak

secara eksplisit meru-

juk sekedar pada Islam

atau nilai Islam.

Menekankan kebeba-

san beragama sebagai

bagian dari hak-hak

individu dan

demokrasi.

Menekankan tatanan

sekuler. Nilai moral

diserahkan pada norma

yang berkembang

dalam masyarakat dari

pada nilai-nilai islam.

Kebebasan beragama

merupakan bagian dari

program demokratisasi.

Sentralisasi

versus peme-

rintahan lokal

Pemerintahan pusat

memiliki peran sentral /

menentukan. Sedikit

mempertimbangkan

peran pemerintahan

lokal.

Sangat menekankan

pada desentrralisasi

dan pendelegasian

wewenang pada peme-

rintah lokal.

Sangat menekankan

pada desentralisasi dan

peningkatan kapasitas

pembuatan kebijakan

pemerintahan lokal.

Sangat anti-Barat dan Lebih suka kebijakan Sangat kuat orientasi ke

51

Orientasi ke-

bijakan poli-

tik luar negri.

anti-UE. Sangat kuat

menolak keberadaan

Israel. Lebih menjalin

hubungan dengan dunia

muslim.

luar negeri yang aktif

tetapi seimbang.

Menolak sikap anti-

Barat dan anti-UE.

Tidak secara eksplisit

merujuk pada negara-

negara muslim.

Barat, dengan komit-

men penuh memper-

juangkan Turki sebagai

anggota UE. Bersikap

terbuka dan

kompromistis dalam

menyelesaikan berbagai

masalah kruisal, terma-

suk kasus sirprus. Men-

ciptakan pendekatan

yang seimbang dengan

Timur Tengah.

Gaya

berpolitik

Agresif, asertif / tegas

dan percaya diri.

Seringkali menggunakan

retotika–retorika

populis.

Defensif dan tenang Menekankan dialog dan

upaya mencapai kon-

sensus. Cendrung

mencitrakan dirinya

sebagai kelompok

―Demokrat-

Konservatif‖ dan

mendefinisikan diri

sebagai ―partai tengah‖

Sumber: Alfian, 201851

C. Lintasan Sejarah Militer dan Politik Turki Modern.

Kemiliteran Turki tumbuh dari pengalaman sejarah yang cukup panjang,

modernisasi militeran yang terus meningkat pada abad ke-19 sangat berdampak

pada perpolitikkan awal abad ke-20. Karena pada saat Mustafa Kemal

51

Ibid., h. 85-86.

52

mengumumkan bahwa Turki adalah negara Republik pada 29 Oktober 1923,

militer Turki sudah merupakan sebuah institusi modern.

Kemal memisahkan militer dari urusan-urusan politik, karena dalam

perkembangannya militer justru dijadikan sebagai instrumen kekuasaan semi-

totalitarian yang efektif. Kemudian itu diatur dalam Hukum Pidana Militer 1632

pada 22 Mei 1930, pasal 148 Hukum Pidana Militer 163252

tersebut melarang

anggota militir menjadi anggota partai politik dan aktif dalam politik, dan yang

menyatakan bahwa militer netral dari politik. Tetapi militer juga berhak

mengintervensi politik jika kelangsungan hidup negara dalam bahaya.

Setelah Kemal wafat pada tahun 1938, dan digantikan oleh Inonu sebagai

presiden dan juga mendapat tempat istimewa di partainya, pada kongres luar biasa

CPH (Partai Rakyat Republik), Inonu diangkat menjadi ketua umum permanen.

Sementara pada tahun 1939, pedana mentri Bayar mengundurkan diri dan

digantikan oleh Refik Syadam lalu kemudian Sukru Saracoglu.53

Dan pada masa

pemerintahannya kemalisme masih dipertahankan.

Tetapi karena tekanan politik begitu kuat, yang pada awalnya Inonu ingin

memperkuat sistem tradisi partai hegemonik dan pseudo-demokratik, pada juni

1945 empat politisi CHP yakni Adnan Mendres, Celal Bayar, Refik Koraltan dan

52

Pasal 148 Hukum Pidana Militer berbunyi: ―Militer secara konstitual wajib melindungi

dan membela tanah air dan Republik Turki.‖ Yang merupakan klausa diinterprestasikan para

pejabat Turki sebagai justifikasi militer untuk dapat menengahi konflik politik yang mengguncang

republik. lihat, David Capezza, ―Turkey‘s Military is a Catalyst for Refrom The Military in

Politic?‖, Middle East Quarterly, Summer 2009. Dalam M. Alfan Alfian, Militer dan Politik Di

Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga Gagalnya Kudeta, (Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu,

2018), h. 33. 53

Erik J. Zurcher, Turkey: A Modern, (London dan New york: I.B Tauris, 2007), h. 185.

53

Fuat Koprulu mengajukan memorandum empat (Dortlu Takhir) saat di parlemen

yang berisi permintaan agar konstitusi Turki menerapkan demokrasi penuh.54

Dan usulan tersebut diterima oleh Inonu, lalu kebijakan multipartai ini

disambut dengan hadirnya partai-partai politik yang baru diluar CHP, seperti

Partai Pembangunan Nasional (MKP), Partai Demokrat (DP), Partai Petani dan

Pekerja (TSEKP) tetapi partai ini dilarang seiring berkuatnya arus utama anti-

komunis.55

Namun CHP tidak mampu mempertahankan kemenangannya di kancah

politik. Pemilu 14 Mei 1950 dengan tingkat partisipasi pemilih 80% dimenangkan

oleh DP dengan perolehan suara 53,4% sedangkan CHP 39,8%.

Kemenangan DP membuat perubahan terhadap perpolitikan Turki,

kebijakan pelonggaran sekularisme dilihatkan Menderes secara aktif. Misalnya

pencabutan ketentuan adzan berbahasa Turki yang diberlakukan dari tahun 1932,

mengijinkan penyiaran membaca al-Qur’andi radio-radio pemerintah, ataupun

memperluas lingkungan pendidikan keagamaan.56

Serta berhasil memasukkan Turki menjadi anggota NATO yang

merupakan suatu loncatan besar bagi Turki saat itu untuk mendekatkan Turki

dengan Barat, dan menjadi bagian darinya. Namun isu ideologis yang

membayangi pengambilalihan kekuasaan, terutama sebab dari reaksi atas

pembentukkan komisi penyelidikan aktifitas-aktifitas subversif pada 18 April

1960 yang menyebabkan terjadinya kudeta pada 27 Mei 1960 dibawah kolonel

Alparslan Turkes dan beberapa pemuda yang terlebih dahulu melancarkan kudeta

54

Ibid., h. 207. 55

Ibid., h. 208. 56

M. Alfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga

Gagalnya Kudeta, (Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h. 44-45.

54

untuk “mencegah adanya perang saudara dan membebaskan partai-partai

darisituasi politik yang tidak mampu mempersatukan dan membuat mereka

terperisok”. Kudeta ini menjadi saksi eksekusinya Mendres dan dua mentrinya,

kecuali Celal Bayar yang diponis seumur hidup.57

Pada perkembangan perpolitikkan Turki yang lebih mendekatkan diri ke

Barat akibat demokrasi multipartai hadir 1946, militer masih menahan diri dari

keikut sertaannya dalam politik hingga tahun 1960. Pasca kudeta militer 1960 dan

seterusnya militer tidak tertahankan dan ikut dalam perpolitikan serta merupakan

institusi politik paling dominan di Turki.

Sebagai militer yang memiliki kedudukan sebagai pengawas dan penjaga

Republik, serta merupakan lembaga yang berhak menginterprestasikan Kemalis.

Militer merasa wajib melakukan kudeta dalam rangka menjaga idealismenya

kemalis.Lalu kudeta kedua pada tahun 1971, perseruan antara politik sayap kiri

dan kanan yang mengeras akhhir tahun 1960-an, adanya kontribusi islamis di

pemerintahan yang memancing militer ikut campur dalam politik.

Disusul kudeta 1980 yang menandai pengambilalihan pemerintah Demirel

yang dilakukan pagi buta pada tanggal 12 September 1980 melalui komunike

yang menyebutkan organ-organ pemerintahan sudah tidak berfungsi. Para perwira

berdalih menyelamatkan demokrasi dari penyelewengan para politisi yang

membenahi sistem politik.

Kemudian parlemen dan kabinet dibubarkan, dan imunitas anggota

parlemen diakhiri. Semua partai dan serikat buruh dibubarkan. Surat kabar-surat

57

Ibid., h. 47-48.

55

kabar ditutup. Tidak hanya itu, semua wali kota dan anggota dewan kotrapaja

yang berjumlah 1.700 orang dirombak. Kudeta militer 1980 ini hampir mirip

kudeta 1960 yang cukup mencengkram dan berdarah-darah.58

Pada maret 1982, UU partai politik baru dikeluarkan. UU ini melarang

para politisi yang aktif sebelum 1980 untuk tidak menjalankan aktifitas politik

selama sepuluh tahun. Setelah pemilu 6 November 1983, pemenang pemilu adalah

Trugut Ozal dari partai Tanah Air (ANAP). Sebagai sosok yang latar belakangnya

teknorat dan shaleh, Ozal melancarkan kebijakan liberalisasi dan ekonomi pasar.

Tetapi kebijakan itu juga diintegrasikan dengan kekuatan religius di Anatolia,

sehingga tercipta format baru Islam borjuis atau borjuis shaleh.59

Saktanber mencatat adanya prosespenting yang terjadi di tahun 1980-an,

yang pertama; adanya aktualisasi etos kelas menengah di kalangan sosial muslim,

sebagai bagian dari upaya sosialdan politik mereka. Kedua; berkembangnya

―wilayah swasta‖ (private sphere) dalam mengcaver wilayah sosial baru yang

berubah.60

Sedangkan pada tahun 1987, pemerintahan Ozal menggelar referendum

konstitusi. Referendum ini melatar belakangi kecemasan Ozal terhadap aktifitas

politik para pilitisi lama yang dalam masa terkena larangan berpolitik selama

sepuluh tahun. Salah satu hal ini juga yang menandakan masalah serius antara

Ozal dan militer. Belum lagi doktrin sintesis Turki – Islam yang ada sejak tahun

58

Ibid., h. 54-56. 59

Ibid., h. 56. 60

Ayse Saktanber, ―formation of a Middle Class Erthos and Its Quotidian: revitalizing

Islam in Urban Turkey,‖ dalam Ayse Oncu dan petra Weyland, Space, Culture and Power: New

Identities in Globalizing Cities, (London and New Jersey: Zed Books, 1997), h. 142.

56

1970-an, yang dirumuskan oleh sayap kanan yang berhimpun dalam perhimpunan

Hati yang tercerahkan.

Klaim ideologi ini, mempertautkan keturkian dan Islam pada hubungan

yang harmonis. Doktrin ini memperoleh tempat dikalangan militer dan presiden

Evren. Gagasan dasarnya memasukkan campuran antara nasionalisme dan Islam

versi negara dipandang tepat untuk menangkal bahaya kiri (komunis). Kudeta

1997 dikenal sebagai ―proses Februari 1997‖ yang ditandai dengan isu anti-

sekular yang menegaskan kuatnya corak konflik tradisional Kemalis yaitu militer

sebagai penjaga ideologi sekuler menyingkirkan Islamis. Terjadinya kudeta bukan

hanya karena itu, tetapi juga karena motif yang lebih pragmatis dalam melindungi

militer dan sekuler yang telah kokoh dibangun.61

61M. Alfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga

Gagalnya Kudeta, (Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h.61-62.

57

BAB IV

POLITIK POPULISME

DAN PERKEMBANGAN DEMOKRASI TURKI

Bab ini memaparkan pengaruh kebijakan dan program-program populisme

yang dijalankan oleh Erdogan terhadap perkembangan demokrasi di Turki. Hal ini

penting untuk menjawab pertanyaan penelitian dalam skripsi ini, mengapa

pemerintahan demokratis di dunia Islam seringkali tergoda untuk menjalankan

kebijakan-kebijakan populis. Di satu sisi, kebijakan populis memang menjadi

penopang utama dalam mempertahankan sistem demokrasi itu sendiri.

Tetapi di sisi lain, program dan kebijakan populis seringkali akan

menjadikan demokrasi tidak mampu membendung arus tumbuhnya politik

identitas yang justru akan membahaykan keberadaan demokrasi. Sepak terjang

AKP di bawah Erdogan menunjukkan kedua aspek pelaksanaan demokrasi, yang

dewasa ini semakin terjerumus ke dalam kristalisasi identitas Islam dalam

demokrasi Turki.

A. Melihat Perkembangan Demokratisasi Terhadap Politik dan Militer di

Turki Modern

Dalam sejarah panjangnya, Turki merupakan negara dengan Islam yang

kental dan memiliki latar belakang yang panjang hingga menjadi Turki yang

sekarang kita kenal. Turki merupakan negara dengan hampir mayoritas

masyarakatnya menganut agama Islam. Namun, saat kekalahan dinasti Ustmani

58

kalah pada perang Dunia I, dimanfaatkan Mustafa Kemal Attaturk untuk

menjadikan Turki sebagai negara Turki modern.

Ketika Kemal menjabat sebagai presiden, Kemal berusaha menghilangkan

segala sesuatu yang berbau Islam di Turki yang membuat Turki berbeda dengan

Turki sebelumnya. Kemal juga mulai mereformasi kehidupan bermasyarakat

Turki, melakukan sekularisasi dan industrialisasi, untuk menjadikan Turki negara

modern, yang dikenal sebagai Kemalisasi. Di bawah kepemimpinannya, Turki

mengadopsi nilai sosial yang lebih luas, hukum formal, dan melakukan reformasi

politik. Sejak saat itu, di Turki terjadi pemerintahan demokratis.

Setelah Kemal wafat 1938, Inonu tampil sebagai tokoh politik paling

penting di Turki. Selain sebagai presiden, Inonu juga mendapat tempat paling

istimewa di partainya. Pada kongres Luar Biasa CHP Inonu diangkat sebagai

ketua umum permanen. Sementara itu Pedana Menteri Bayar mengundurkan diri

dan digantikan oleh Refik Syadam dan kemudian Sukru Saracoglu.1

Di sisi lain, Kemalisme masih dipertahankan, setelah berakhirnya perang

dunia II perubahan dalam politikpun tidak terelakkan. Turki yang sebelumnya

memposisikan diri netral dalam perang dunia II dengan diktum Kemalisnya

―Damai di rumah, damai di seberang‖, pada tahun 1945 memutuskan bergabung

dengan sekutu dan ikut menandatangani Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB). Turki lebih tertarik pada proyek Marshall Plan Amerika Serikat (AS),2

1Erik. J Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h 185.

2 Presidan AS Harry S Truman mentandatangani UU bantuan ekonomi untuk membangun

negara-negara Eropa yang hancur akibat perang Dunia II. Langkah proyek Marshall Plan,

bertujuan untuk menstabilkan perekonomian dan politik di Eropa sehingga tidak tertarik dengan

bujuk rayu komunisme. Sebanyak 17 negara di wilayah barat dan selatan Eropa yaitu Inggris,

Austria, Belgia, Belanda, Denmark, Perancis, Swedia, Islandia, Irlandia, Yunani, Italia,

59

ketimbang membangun aliansi strategis dengan Uni Soviet saat itu. Pilihan-

pilihan itulah yang menyebabkan demokratisasi politik tidak terelakkan di Turki.3

Inonu pada mulanya berkeinginan memperkuat sistem pseudo-demokratik

dan tradisi partai hegemonik.4 Akan tetapi tekanan politik begitu kuat, pada Juni

1945 empat politisi CHP yakni Adnan Menderes, Celal Bayar, Refik Koraltan dan

Fuat Koprulu mengajukan Memorandum Empat (Dortlu Takrir) di parlemen yang

berisi permintaan agar konstitusi Turki menerapakan demokrasi secara penuh.5

Yang pada akhirnya kebijakan multipartai segera di sambut dengan

hadirnya partai-partai baru di luar CHP, masing-masing partai Pembangunan

Nasional (MKP), partai Demokrat (DP), partai Petani dan Pekerja Turki (TSEKP).

Partai pertama berdiri pada 5 September 1945 dipimpin Nuri Demirag, kedua 7

Januari 1946 dipimpin Celal Bayar. Terakhir berhalauan kiri, pada Juni 1946

dipimpin oleh Sefik Husnu Degmer, dan pada Desember partai-partai ini dilarang

seiring menguatnya arus utama anti-komunis.6

Menurut Hakan Yilmaz, fenomena demokrasi multipartai di Turki sebagai

proses ―demokrasi dari atas‖ karena ia tidak hadir dari desakan kuat arus bawah,

melainkan hasil ―reformasi dari atas‖7elit yang berkuasa tidak mampu menahan

Luksemburg, Norwegia, Swiss, Turki, dan Jerman Barat menerima bantuan ini. Dalam artikel

Kompas ―Hari Ini Dalam Sejarah: AS Bangun Kemabali Eropa Lewat Marshall Plan‖,

https://internasional.kompas.com/read/2018/04/03/14152061/hari-ini-dalam-sejarah-as-bangun-

kembali-eropa-lewat-marshall-plan diakses pada: kamis, 11/29/2018. 12:24 WIB 3 M. Alfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga

Gagalnya Kudeta, (Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h. 43. 4 Ibid., h.43.

5Erik. J Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h 207.

6 Ibid., h. 207.

7 Hakan Yilmaz, ―Democratization From Above In Response to The International

Context: Turkey 1945-1950,‖ New Perspectives on Turkey, Fall 1997, No. 17, h.1-38. Dalam M.

Aalfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga Gagalnya

Kudeta, h. 44.

60

arus perubahan. Konstelasi politik baru segera terbentuk, dan disaat yang

bersamaan popuralitas CHP merosot. CHP dianggap sebagai penanggung jawab

atas proyek-proyek modernisasi yang tidak menjangkau desa-desa sesama era

masa partai tunggal. Selain itu, tentara dan kolektor pajak dibenci dari pada masa-

masa sebelumnya, dan negarapun dibenci karena kebijakan sekularisnya yang

sangat mengekang kebebasan beragama.

Pada tahun 1950-an Menderes membuat sejumlah kebijakan penting dalam

upaya bergabungnya Turki sebagai sekutu Barat, dan Turki telah menjadi anggota

Dewan Eropa. Turki juga berusaha mendekat ke Amerika Serikat sebagaimana

doktrin Truman dipandang cocok dengan rencana-rencana modernisasi Turki.

Strategi ini untuk menegaskan bahwa Turki sejalan dengan haluan

strategis Barat, di bawah payung PBB, Turki berpartisifasi aktif dalam perang

Korea, 1950-1953 yang pada akhirnya banyak tentara Turki yang gugur dan

mendapatkan simpati Barat yang memperlihatkan kesan kesungguhan dan

pengorbanan yang patut diapresiasi. Turki akhirnya diterima sebagai anggota

NATO secara penuh pada tanggal 18 Februari 1952 sejak keterlibatannya tahun

1950.8

Bergabungnya Turki ke dalam NATO, membuat kestabilan ekonomi Turki

mulai menurun dan praktik kekuasaan dinilai semakin otoriter dengan adanya

pembatasan kebebasan pers dan akademik. Sebaliknya, penggunaan militer untuk

merendam demonstrasi-demontrasi anti pemerintah juga mulai memudar. Partai

DP yang dipimpin oleh Menders pun masih menampakkan kekokohan

8 M. Aalfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga

Gagalnya Kudeta,(Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h. 46.

61

eksistensinya, tetapi tetap saja perpecahan di internal sendiri tidak bisa dihindari.

Beberapa elit partai DP sendiri banyak yang keluar,lalu memdirikan partai

Kemerdekaan (Hurriyet Parttisi, HP). Partai yang merupakan tampungan bagi

mereka yang kecewa terhadap kepemimpinan Menders.

Sedangkan di kalangan militer juga diresahkan dengan eksploitasi isu

agama dan rangkulan kelompok keagamaan. Akibatnya terjadi kudeta karena

militer yang kecewa terhadap Menders. Seperti yang penulis tulis pada bab

sebelumnya tentang kudeta di Turki tahun 1960 yang dipelopori oleh Kolonel

Alparslan dengan moto ―mencegah perang saudara dan membebaskan partai-

partai dari situasi politik yang tidak mampu mempersatukan dan telah membuat

mereka terperosok‖9.

Militer setelah kudeta pertamanya berhasil dan membuatnya menjadi

kekuatan politik terbesar di Turki (super power). Tahun 1971 merupakan kudeta

militer yang mempersalahkan bahayanya politik kiri dan kontribusi islamis di

pemerintahan. Setiap kali ada yang menyinggung atau menurunkan eksitansi

militer dalam politik atau pemerintahan yang kurang kompeten dalam mengurus

rumah tangga negara, militer mengajukan kudeta hingga gagalnya kudeta tahun

2016 lalu terhadap pemerintahan Erdogan.

B. Erdogan dan Memudarnya Sekularisme Turki

Pemikiran politik islamis Erdogan terlahir dari kediktatoran militer

terhadap negara serta Westernisasi yang menghilangkan budaya tradisional Turki

9Erik. J Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h 241.

62

yang lalu. Bangkitnya pemikiran-pemikiran politik Islam masa itu sedikit demi

sedikit mengikis kepercayaan masyarakat terhadap budaya dan pemerintahan yang

sekuler. Masyakarat yang berorientasi Islamis menjadi diperhatikan.

Kekecewaan masyarakat Muslim terhadap pemerintah yang pilih kasih

pada masyarat yang lebih sekuler. Semua keluhan yang ada tidak tertampung

sehingga menyebabkan ketimpangan di pemerintah karena perbedaan pendapat

yang terus terjadi dan menjadi konflik internal yang serius. Pada akhirnya

Erdogan membentuk partai AKP untuk menyalurkan pemikiran-pemikirannya dan

membangun pemerintahan Turki dengan wajah yang lebih baru.

Setelah kehadiran AKP yang mempertegas karakter islamis moderat.

Sementara muslim yang moderat terkait dengan eksitensi kelompok Islam yang

mampu berdampingan secara damai dengan kelompok lain yang berbeda

keyakinan, mendukung demokrasi, menghargai kebebasan berpikir,

penyelenggaraan pendidikan yang mengakui imam dan agama, dan mencegah

penggunaan kekerasan atas nama Islam. Pendekatan moderat sendiri

sesungguhnya melekat pada setiap partai Islamis yang cikal bakal garakan Milli

Gorus yang diawali oleh MSP pada 1970-an dan seterusnya.

Erbakan pernah membawa MSP pada gerakan partai sekuler (CHP dan

AP), termasuk ketika RP membentuk pemerintahan Refahyol pada 1996. Hanya

saja,isu-isu yang diangkat RP dinilai Vulgar dalam mengusung agenda politik

Islamis. Kebijakan ekonomi RP juga menjauh dari pendukung intinya, kelas

menengah baru anatolia. AKP hadir untuk menutupi kelemahan-kelemahan

tersebut. AKP dikenal dengan pro-pasar bebas dan mengembangkan visi demokrat

63

konservatif.10

Setelah Erdogan menstabilkan lapangan politik di Turki bersamaan

dengan AKP yang sukses memasuki perpolitikan dengan ideologi partainya yang

cukup transparan menentang kekuasaan sekularis, Erdogan mulai merubah sedikit

demisedikit konstitusi yang ada di sekuler Turki.

1. Hal-hal yang mendorong jatuhnya kekuasaan militer yang ada di

Turki

Setiap orang pasti mengamati masalah Turki mampu menemukan

akar-akar kebudayaan atas besarnya posisi militer di Turki. Budaya Turki

mendorong penghormatan yang besar terhadap militer dan berlebih-

lebihan di dalamnya. Mereka memandang pasukan Turki sebagai para

penakluk-penakluk negara lain dan para pencipta kejayaan negri ini

dalam sejarah Turki. Akan tetapi, ada sebab-sebab utama di balik

besarnya kekuasaan Turki secara politis, yaitu:11

a. Letak Turki dikawasan rapuh dari segi geopolitikyang dikenal segitiga

krisis, yaitu Balkan – Kaukausus – Timur Tengah. Hal ini

mengharuskan Turki berusaha menempuh moderenisasi kekuatan

militer agar mampu menanggung beban penjagaan kepentingan-

kepentingan Turki dan pandangan-pandangan strategisnya. Hal ini

membuat militer Turki menjadi kekuatan kedua di NATO setelah AS

dan pasukan terbesar kedelapan di dunia dari segi jumlah pasukan

10

M. Aalfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga

Gagalnya Kudeta,(Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h. 65. 11

Syarif Thanghian, Erdogan Muadzin Istanbul Penakluk Sekularisme Turki, (Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar, 2016), h. 98-101.

64

yang bertugas. Jumlahnya mencapai 514.000 sedangkan pasukan

cadangannya mencapai 380.000.

b. Pasukan Turki berusaha memegang peranan penting di dunia

internasional yang memperkokoh kekuatannya di dalam negeri

maupun kawasan regional.

c. Pasukan Turki tidak menunggu waktu lama untuk terjun dalam tugas-

tugas pertolongan dan penyelamatan, khususnya bencana alam.

d. Dukungan Barat terutama AS merupakan salah satu sumber kekuatan

dan memperkuat pengaruh pasukan militer secara politik. Pada saat

Turki menerapkan sistem multipartai dalam pemilihan umum dan

terlaksannya pemilu pertama yang berlangsung secara demokratis

tahun 1950, hubungan militer dan negara-negara Barat memasuki

babak barudan penting, terlebih setelah militer menjadi anggota

NATO serta menjadi pendukung penting sesama perang dingin

melawan blok komunis Uni Soviet.

Akan tetapi kekuasaan yang dipegang oleh militerpun tidak

selamanya menjadi yang terdepan. Dapat dikatakan bahwa merosotnya

kekuasaan militer terhadap politik Turki yaitu sejak partai AKP mulai

memimpin, terjadi perubahan terpenting dan paling berhasil dalam

menyentuh struktur pemerintahan Turki sejak berdirinya Republik Turki

tahun 1923. Ini merupakan titik balik yang penting dalam perkembangan

demokrasi yang terus berproses dan berubah di negara Turki.

65

Bersamaan dengan keberhasilan AKP mencapai puncak

kekuasaan, maka pemerintah Erdogan mengeluarkan beberapa

pengaturan baru sesuai dengan standar yang di tentukan Kopenhagen12

kebijakan ini diambil dengan tujuan mengembalikan fungsi dan peran

lembaga tersebut. Tujuh pasal yang diamandemen dan disetujui parlemen

pada tanggal 30 Juli 2003, merupakan titik tolak perubahan terbesar

dalam hubungan antara militer dengan sipil dalam Dewan Keamanan

Nasional dan Sekretariat Jendralnya, dimana keduanya merupakan dua

lembaga yang senantiasa mengambil peran-peran penting dan strategis

dalam menjalankan milierisme kehidupan politik di Turki.13

Perubahan-perubahan khusus yang dilakukan Dewan Keamanan

Nasional dan Sekretariat Jendralnya bertumpu pada dua persoalan

pernting. Pertama, pada akhirnya masing-masing dari keduanya

mengkerdilkan posisi dan peran lembaga militer dalam panggung politik

Turki. Kedua, perubahan yang dimaksud adalah membersihkan

pengaturan lembaga militer dari kerangka struktural Dewan Keamanan

Nasional dan mengurangi atau membatasi kewenangan eksekutif

lembaga ini. Setelah menyetujui perubahan yang diusulkan olek partai

AKP, perubahan tersebut berfokus pada pembatasan kewenangan

12

Standar politik dan konstitusi yang harus diambil Turki agar bisa diterima menjadi

anggota Uni Eropa dengan konstitusi baru, dan yang terpenting adalah menyinggirkan lembaga

militer dari politik dan menjauhkannya dari campur tangan sipil dan pengadilan. 13

Syarif Thanghian, Erdogan Muadzin Istanbul Penakluk Sekularisme Turki, (Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar, 2016), h. 111

66

pengadilan militer yang merupakan tuntutan Uni Eropa. Perubahan yang

di usulkan sebagai berikut14

:

a. Amandemen pasal 15 dari undang-undang Dewan Keamanan

Nasional beserta Sekretariat Jendral. Amandemen ini menghapuskan

poin khusus tentang pengangkatan Sekretariat Jendral dalam Dewan

Keamanan Nasional dari kalangan militer dengan pangkat Fariq

Awwal / Fariq Awwal Bahri (Letnal Jendral / Laksamana Madya), dan

pangkat ini diisi oleh kalangan sipil.

b. Amandemen pasal kelima menyebabkan terjadinya perubahan jadwal

pertemuan dan rapat yang tadinya sekali dalam sebulan menjadi hanya

dua bulan sekali. Amandemen ini juga terjadi pada pasal 4 dan 13.

Begitu pula penghapusan pasal 9, 14, dan 19 dari UU yang sama, yang

secara jelas memotong kewenangan-kewenangan yang selama ini

dinikamati oleh Dewan Keamanan Nasional beserta Sekretariat

Jendral.

c. Amandemen pasal keempat yang sebelumnya menyerahkan tugas dan

kewenangan kepada Dewan Keamanan Nasional beserta Sekretariat

Jendral untuk memantau dan mengawal kelompok-kelompok dan

berbagai kekuatan yang berkembang di negara Turki. Selain

memantau dalam bidang politik, sosial, ekonomi, kebudayaan, teknik,

karena berpijak pada keyakinan bahwa Dewan Keamanan Nasional

sebagai penjaga sistem konstitusi dan bertugas mengerahkan norma

14

Ibid., h. 113-117.

67

dan nilai-nilai nasional menuju prinsip-prinsip yang dirumuskan

Attaturk. Akan tetapi setelah mengalami perubahan amandemen, pasal

empat membatasi tugas dan kewenangan Dewan Keamanan Nasional

yaitu merancang dan menerapkan sistem keamanan nasional,

menyampaikan saran dan pendapat-pendapatnya kepada Dewan

Kementrian, kemudian menunggu tugas apa yang akan dilimpahkan

kepadanya untuk segera dilaksanakan dan diawasi.

d. Amandemen pasal 13 mengalami perubahan, yaitu membatasi tugas

dan kewenangan Sekretariat Jendral dalam Dewan Keamanan

Nasional dan berhasil melakukan perubahan seperti: lembaga ini harus

kehilangan tugas dan fungsi pengawasan dan kewenangannya

mempersiapkan beberapa keputusan penting bagi Dewan Keamanan

Nasional, merumuskan dan mengagendakan beberapa kebijakan bagi

beberapa kementrian, organisasi, dan lembaga-lembaga negara lain.

Tugas Sekretariat JendraldalamDewan Keamanan Nasional hanya

sebatas pelaksanaan kewenangan yng dilimpahkan oleh Dewan

Keamana Nasional.

e. Adapun penghapusan pasal 9, 14, dan 19, berhasil menghapuskan

kewenangan Sekretariat Jendral dalam Dewan Keamanan Nasional

untuk mengakses berbagai informasi dan dokumen rahasia dengan

segala tingkatannya ketika diminta dari beberapa kementrian,

lembaga-lembaga negara secara umum dan badan-badannya serta para

pejabat pengadilan.

68

f. Amandemen pasal 30 perubahannya terletak pada konstitusi Badan

Pengawas yang sebelumnya memberikan kekebalan kepada anggota

militer dari pengawasan kementrian keuangan, dan kemudian terjadi

perubahan yang mengharuskan Lembaga Militer beserta personilnya

tunduk pada pengawasan Badan Pengawas Nasional.

g. Amandemen pasal 131 dari Lembaga Pendidikan Tinggi,

konstitusinya di ubah pada tanggal 7 Mei 2004. Perubahan ini ialah

penghapusan keanggotaan para jendral dalam Direktorat Dewan

Pendidikan Tinggi, termasuk penghapusannya dari Komisi Penyiaran

Radio dan Televisi. Yang akhirnya dua lembaga atau yayasan sipilini

dengan sepenuhpengertiannya tanpa harus diawasi oleh militer.

Adapun hak militer untuk campur tangan dalam panggung politik,

terdapat pada konstitusi tahun 1982 yang sekarang masih diberlakukan

untuk menjaga dasar-dasar republik. Oleh karena itu, AKP berupaya

menbangun konstitusi sipil yang baru, dan menempatkan Lembaga

Militer pada koridornya yang tepat secara konstitusi dan juga sesuai

standar demokrasi yang sebenarnya.

2. Perekonomi Turki dan Tuntutan perubahan

Dalam pandangan Graham E. Fuller, seorang pengamat masalah

Timur Tengah dan Turki secara khusus dan Kepala Satuan Urusan di

Turki dengan intelijen AS dalam bukunya ―Republik Turki Baru: Turki;

69

Pemain Regional yang Tumbuh‖15

terjadinya perubahan di Turki dari

segi internal maupun eksternal di era pemerintahan AKP bukan

perubahan loncatan yang dikarenakan hasil yang dipercepat secara

sistematis sebab adanya akumulasi berbagai pengalaman dari gerakan

kaum Islamis di Turki.

Tetapi merupakan dampak dari gerakan Islam secara jelas, yang

masuk dalam masyarakat dan perpolitikan di Turki sampai masa mantan

presiden Turki Turghout Ozal, yang banyak menyajikan perlindungan

hukum dan legislatif yang membebani gerakan kelompok Islam saat itu

agar aktif dalam bidang tugas dakwah yang umum dibawah naungan

perwakafan, asosiasi ilmiah, dan lembaga sosial.

Dalam sektor perekonomian Turki ada urgensi kuat yang tidak

disadari oleh kekuatan Islam lainnya. Sektor tersebut terbilang sebagai

satu dari beberapa poin konvergensi (pertemuan) antara Islam dan Barat,

kedua belah pihak sedang bergerak di atas dasar ekonomi bebas beserta

sedikit perbedaan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap

kelompok miskindan perekonomian nasional. Seperti halnya prinsip-

prinsip ekonomi global yang nampak lebih banyak dihormati dan lebih

transparan secara universal dibandingkan prinsip permainan politik yang

memiliki standar ganda.

Seperti pembahasan yang sudah-sudah di bab sebelumnya bahwa

Turki mengalami kemunduran saat CHP berkuasa, dan membuka

15

Ibid., h. 74.

70

kesempatan untuk AKP mengeksiskan diri dengan menstabilkan

perekonomian Turki. Terjadinya krisis ekonomi telah menjadikan

kemenangan AKP dalam pemilu 2002. Krisis membuat popularitas

pemerintah sekuler merosot dimata masyarakat dan pemerintah dianggap

gagal memulihakan krisis ekonomi, tetapi juga tidak mampu

membendung korupsi.16

Pemerintah gagal mengatasi krisis ekonomipertama pada

November 2000, menyusul krisis ekonomi kedua pada Februari 2001

sebagai yang terparah dalam sejarah Turki modern. Krisis tersebut

menyebabkan produk nasional bruto (Gross National Product, GNP)

anjlok sebesar 9,4%, pendapatan per kapita (income per capita) jatuh dari

2.986 Dolar AS menjadi 2.110 Dolar AS per tahun dan memicu

pengangguran sebesar sejuta orang dan dampaknya dirasakan oleh

seluruh segmen masyarakat, seperti yang sudah di bahas pada bab

sebelumnya.

Karena kegagalan pemerintah sekuler, membuat pemilih

merindukan kekuatan politik baru yang dipandang lebih tangkas dan

berintegritas. Oleh karena itu pemilih memilih AKP dengan ikon / aktor

politiknya adalah Erdogan, mantan walikota yang sukses mengatasi

berbagai permasalahan sosial dan ekonomi Istanbul. AKP dianggap

menarik karena merupakan partai kanan tengah yang moderat,

konservatif, pro-Uni Eropa dan pasar bebas.

16

M. Aalfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga

Gagalnya Kudeta,(Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h. 73.

71

Keberhasilan AKP dilihat dari perjalanan sejarah ekonomi politik

Turki sejak awal republik. Pengalaman modernisasi Kemalis, dalam

rentang waktu yang panjang dan berliku-liku, telah mengkondisikan

tranformasi kelas menengah yang tidak saja terbatas di lingkup sekuler

perkotaan, tetapi juga ke berbagai kawasan suburban Anatolia.17

Pada saat AKP mulai membangun pertumbuhan ekonomi Turki

dan membuatnya meningkat dengan pertumbuhan tahunan rata-rata

7,5%, terdapat penurunan tingkat inflasi dari 60 % menjadi sekitar 9% ,

hampir dua kali lipat pendapatan perkapita dan investasi asing yang luar

biasa tinggi yaitu lebih dari 20 miliar Dolar AS pada tahun 2006.

Pendapatan per kapita telah meningkat secara drastis dari 3.492

Dolar AS pada tahun 2002 menjadi 10.067 Dolar AS pada tahun 2010.

Tingkat kemiskinan juga menurun dari 27% pada tahun 2002 menjadi

18% pada tahun 2009.18

Namun, karena teror yang melanda Turki serta

bergejolaknya politik, dan terjadinya krisis global yang tentunya memicu

perlambatan ekonomi di Turki sejak tahun 2009, angka pengangguran

meningkat hingga 13% pada tahun 2009.

Pada saat Erdogan menjadi presiden 2014, pertengan tahun 2016

angka pertumbuhan ekonomi turun ke level 2,9% dan angka

pengangguran naik dia atas 10%. Nilai mata uang Turki pun juga

17

Di Anatola, kebangkitan ekonomiseirama dengan hadirnya borjuasi-borjuasi saleh.

dalam M. Aalfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga

Gagalnya Kudeta, h. 73. 18

Ainur Rohim, ―Turki,Erdogan dan Demokrasi Muslim Populis‖,

http://beritajatim.com/sorotan/330161/turki,_erdogan,_dan_demokrasi_muslim_populis.hmtl

diakses pada jum‘at, 14 Desember 2018 13:11 WIB.

72

semakin melemah sebanyak 20% sejak awal tahun dan inflasi naik ke

level 12% serta suku bunga berada di angka 18%.

Akan tetapi Turki akhirnya berhasil melunasi hutang pada IMF

(Dana Moneter Internasional) pada tahun 2013 sebesar 23,5 miliar yang

dibayar sejak tahun 2002 lalu. Untuk pertama kalinya sejak 29 tahun,

Turki menjadi negara yang bebas hutang. Sedangkan data inflasi Turki

tahun 2018 ini mencapai 25% merupakan angka tertinggi selama 15

tahun setelah terjadinya krisis mata uang dan perlambatan ekonomi.19

3. Kebijakan Politik Populis Erdogan

Sebagaian masyarakat Turki mewarisi tradisi Kemalis, terutama

orang-orang militer yang sangat sensitif terhadap isu anti sekuler. Hal ini

terjadi karena militer menjadi salah satu kelompok yang paling

mendukung sekularisme sejak diterapkannya oleh Kemal. Perlawanan

militer baik secara lisan maupun pernyataan tertulis atau memorandum,

masih ditemukan pada era pemerintahan AKP. Hingga tahun 2005

hubungan militer dan pemerintahan sebagai pesaing kekuasaan, yaitu

permbabakan hubungan militer dengan sipil era kepolitikan AKP di

pemerintahan. Hingga 2007 sebagai priode keselarasan dan konfrontasi

yaitu erosi kredibilitas dan kekuasaan militer.20

Semejak AKP membuat kebijakan baru di pemerintahan yaitu

salah satunya memisahkan militer dengan politik di pemerintahan seperti

19

Novi Christiastuti, ―Pencapaian Erdogan Selama 15 Tahun Terakhir Berkuasa di

Turki‖ http://news.detik.com/internasional/4080016/pencapaian-erdogan-selama-15-tahun-

terakhir-berkuasa-di-turki diakses pada selasa, 20 November 2018 22:24 WIB. 20

M. Aalfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga

Gagalnya Kudeta,(Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h. 96-97.

73

yang sudah dibahas sebelumnya. Lalu membuat bergabungnya Turki

menjadi anggota Uni Eropa, dan terakhir membuat kestabilan terhadap

ekonomi Turki. Tetapi bukan hanya itu saja, yang membuat AKP

menjadi partai yang dipandang oleh semua masyarakat Turki.

Kebijakan yang diambil Erdogan dalam pergerakan politiknya,

mencabut larangan berhijab. Sebagai etnisitas penjaga ideologi sekuler

yang masih kuat, militer menolak aspirasi pencabutan larangan jilbab

yang semakin marak di tahun 2005.21

Jilbab ini ditafsirkan rezim sekuler

sebelumnya sebagai simbol politik Islam yang menyalahi karakter

sekuler Turki, karena pemakaian jilbab di kantor-kantor pemerintahan

dan universitas-universitas dilarang.

Dukungan terhadap pencabutan larang berjilbab oleh

pemerintahan sudah sejak tahun 2003, dan pada januari 2008 Erdogan

menegaskan bahwa larangan pengenaan jilbab adalah masalah serius bagi

kebebasan wanita. Putri Erdogan sendiri memilih belajar di AS, karena

disana tidak ada larangan memakai jilbab. Bahkan istri Abdullah Gul

mantan mentri luar negri Turki, pernah menjadi sebab utama gagalnya

Gul dalam pencalonan pertamanya sebagai calon presiden dari partai

Keadilan dan Pembangunan.22

Akan tetapi, karena berbagai indikasi pengulangan terhadap kasus

jilbab di tengah-tengah krisis politik akhir-akhir ini, dan juga terjadinya

pertentangan antara sekularisme di Turki dengan partai Islam yang

21

Ibid., h.98. 22

Syarif Thanghian, Erdogan Muadzin Istanbul Penakluk Sekularisme Turki, (Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar, 2016), h. 42.

74

berkuasa, dan lagi AKP telah berhasil menerapakan politik perekonomian

dan melangah berasama dengan pendukungnya yang banyak.

Pada 9 Februari 2008 dengan dukungan 411 dari 550 kursi,

parlemen menyetujui amandemen pasal konstitusi yang terkait dengan

larangan pengenaan jilbab di Universitas-Universitas. Presiden Gul

menandatangani persetujuannya pada 22 Februari 2008. Tentu saja

keputusan itu bersejarah, tetapi berbagai politik taktis dalam konteks

percepatan penerimaan Turki sebagai anggota Uni Eropa. Karena Uni

Eropa melihat masalah ini sebagai masalah dalam negeri, dan

menempatkannya sebagai bukan bagian dari hak asasi manusia.23

Dan pada 30 September 2013, Perdana Menteri Erdogan

mengumumkan kebijakan pencabutan larangan pemakaian jilbab bagi

para pegawai negeri di kantor-kantor pemerintahan lembaga-lembaga

publik, kecuali kehakiman, kejaksaan, kepolisian, dan kemiliteran.

Kebijakan ini merupakan rangkaian dari paket reformasi demokrasi yang

dilancarkan pemerintah.24

Pada 31 Oktober 2013, empat anggota parlement perempuan

mengenakan jilbab, dan dicatat sebagai langkah bersejarah di Turki.

Empat belas tahun sebelumnya anggota parlemen dari FP Merve

Kavaci menerima pengusiran dari parlemen karena masalah jilbab,

begitupun AKP pada 2008 pernah hendak dibubarkan. Bersamaan

dengan dicabutnya larangan berhijab, pemerintahan Erdogan juga

23

M. Aalfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga

Gagalnya Kudeta,(Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h. 99. 24

Ibid., h. 102

75

menghapus larangan sekolah berbasis agama, membaca al-Qur‘an

dengan lafadznya bukan menggunkan bahasa Turki begitu pula

mengumandangkan adzan menggunakan bahasa arab tidak menggunakan

bahasa Turki, larangan minuman keras untuk beredar di pasaran,

pendidikan wajib agama diperkenalakan, dan sebagainya.

Sedangkan kebijakan luar negeri yang dilakukan Erdogan dan

AKP berbeda dengan partai-partai sebelumnya (RF dan MSP) yang

berhalauan Islam yang menolak berhubungan dengan Barat serta

berorientasi menolak agenda barat. Sebaliknya Erdogan dengan AKP

mampu membina hubungan baik dengan Barat, lalu menjadi anggota Uni

Eropa serta berhubungan baik dengan negara-negara tetangga seperti

Timur Tengah, Asia Tengah, Kaukasus dan Balkan. Perubahan

perpolitikan Turki mulai terjadi ketika AKP berkuasa atas legislatif dan

eksekutif di pemerintahan.

Kebijakan Luar negeri pada masa pemerintahan Erdogan tidak

terlepas dari peranan konseptor yang merupakan menteri luar negeri

Turki yaitu Profesor Ahmed Davutoglu yang membantu meningkatkan

peranan politik luar negeri Turki sebagai penghubung antara Asia dengan

Eropa dan Barat dengan Islam. Davutoglu juga membuatdoktrin Strategic

Dephtyaitu strategi mendalam yang memanfaatkan kelebihan Turki

76

secara geografis, budaya, dan pengaruh sejarah sebagai alat beinteraksi

antara Turki dengan kancah dunia internasional.25

Hubungan luar negeri yang dibangun oleh Turki pada

pemerintahan Erdogan bertujuan untuk membangun kekuatan regional

dan doktrin yang menghendaki Turki membina hubungan baik dengan

negara-negara lain yang menciptakan posisi mitra strategis yang

seimbang serta menciptakan pola kebijakan luar negeri yang tidak hanya

beroientasi pada satu kutub tetapi lebih kepada kebebasan menentukan

pola kebijakan luar negerinya dan berusaha untuk memperluas

pengaruhnya dimana saja.

Dalam prinsip kebijakan luar negerinya, Turki bersikap sebagai

pemain rasional (rational actor) yang mengedepankan nilai-nilai

universal seperti; demokrasi, HAM, melawan kemiskinan, dan lain

sebagainya. Prinsipnya terhadap kebijakan luar negeri hanya dua, yaitu:

pertama, dalam pandangan strategisnya, Turki berusaha membangun

diplomasi yang pro-aktif dengan tujuan menciptakan kesejahteraan,

stabilitas terhadap keamanan negara-negara tetangga seperti Balkan,

Kaukasus, Laut Kaspia, Laut Hitam, Mediterania Timur dan Timur

Tengah (dari Teluk sampai Afrika Utara), yang bertujuan menghentikan

kemiskinan dan konflik-konflik di kawasan tersebut dengan

menggantikkannya kesejahteraan serta perdamaian.

25

Burhanettin Duran, ―JDP and Forign Policy as an Agent of Transformation‖; dalam M.

Hakan Yavuz, The Emergence of a New Turkey: Democracy and The AKP, (Salt Lake City UT:

University of Utah Press, 2006), h. 293.

77

Kedua, Turki menggunakan identitas multiplitasnya yaitu posisi

strategis georafi, budaya serta sejarah dan menggunakannya sebagai

acuan politik luar negerinya yang terintegrasi dan multi-dimensi, kondisi

Turki yang unik secara sejarah dan geografinya, memiliki tanggung

jawab menciptakan resolusi konflik dan perdamaian di kawasan dan

global.

Davutoglu melihat orientasi dan kepentingan luar negri Turki

semakin luas dengan melawati aspek posis geografi, organisasi, dan

permasalahan-permasalahannya tanpa mengubah prioritas

fundamentalisnya (bergabung dengan Uni Eropa), pada masa

pemerintahan Erdogan, politik luar negeri memiliki empat pilar, yaitu:26

a. Nol masalah dengan negara tetangga (zero problems with neighbours),

menurut Davutoglu Turki harus mengikuti beberapa manner dalam

berprilaku politik untuk mendapatkan tempat yang layak di dunia

politik internasional; Turki mendapat keuntungan setelah menerapkan

zero problems whit neighbours dengan keberhasilan membangun

kembali kemitraan ekonomi, militer dan politik dengan Suriah dan

Iran, serta didirikan kembali setelah lama hilang hubungan dengan

Armenia, membantu rekontruksi Irak dan secara resmi diakui sebagai

Kurdistan provinsi Irak Utara. Perkembangan ini juga membuat Turki

dipercaya baik Barat maupun Timur.

26

Angel Rabasa and F. Stephen Larrabee, The Rise of Political Islam in Turkey, [abook],

(Rand; National Defense Research Institute, 2008, tt), h. 76.

78

b. Menjangkau wilayah yang berdekatan (Outreach to adjacent

regions), prinsip kedua yaitu mengembangkan hubungan dengan

tetangga dekat Turki seperti Balkan, Kaukasus, Timur Tengah dan

Asia Tengah. Oleh sebab itu aktif di Balkan melalui partisipasi dalam

misi NATO, Timur Tengah melalui keterlibatan erat dalam

rekontruksi Lebanon serta hak-hak Palestina dan di Asia Tengah

melalui proyek-proyek pipa energi, yang telah mengembangkan

pengaruh Turki.27

c. Kebijakan luar negeri yang multi dimensi (Multi-dimensional foreign

policy), yaitu kepatuhan terhadap multi dimensi asing. Prinsip ini

memerlukan keterlibatan yang saling melengkapi dan bukan hubungan

yang kompetitif dengan kekuatan global yang menerapkan pendekatan

perbedaan dalam setiap masalah, mempertimbangkan harapan dan

aturan yang ada di dalam diplomasi internasional. Adapun hubungan

strategis antara Turki dengan AS yakni melalui hubungan bilateral

antara kedua negara dengan melalui NATO, dan proses aksesi Turki

ke Uni Eropa, baik lingkungan kebijakannya dengan Rusia, dan

kebijakan sinkronisasi di Eurasia menjadi bagian integral dan saling

melengkapi dalam konsistensi kebijakan.28

d. Diplomasi berirama (Rhythmic diplomacy), Turki telah

menyelenggarakan pertemuan internasional penting saat mengejar

27

W. Joshua Walker Insight Turkey, ―Learning Strategic Depth: Implications of Turkey‘s

New Foreign Policy Doctrine‖,

http://files.setav.org/uploads/Pdf/insight_turkey_vol_9_no_3_2007_joshua_walker.pdf diakses

pada 30 november 2018 12:00 WIB. 28

Ibid.,

79

bidang diplomasi dengan kedua aktor negara dan non-negara termasuk

Hamas. Sejak tahun 2003 Turki telah menyelenggarakan pertemuan

puncak NATO, puncak (Organisasi Konferensi Islam) OKI, Forum

Air Dunia di tahun 2009. Ini merupakan peningkatan aktivitas

memberikan kontribusi kepada Turki untuk terpilih sebagai salah satu

anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada tahun 2009,

memberikan bobot republik yang lebih dalam mengejar tujuan-tujuan

kebijakan luar negerinya.

Adapun dampak global dari kebijakan dalam pemerintahan

Erdogan, Turki secara perlahan memiliki hubungan dengan berbagai

negara entah itu Barat maupun Timur. Dengan membina hubungan lebih

erat dengan negara-negara Islam terutama negara-negara yang sudah

bergabung dengan OKI (Organisasai Konferensi Islam), dengan negara-

negara kawasan Rusia, China dan negara-negara di Amerika Latin yang

negaranya menganut agama Islam. Yang membuat Turki mampu

menyuarakan kepentingan masyarakat Islam dunia dengan berperan aktif

dalam membina hubungan kerjasama diplomatis dan ekonomi yang terus

meningkat. Pada pemerintahannya kebijakan luar negeri lebih bersifat

moderat dan rasional.

Strategi kebijakan Luar Negeri Turki sekarang, sangat

menguntungkan bagi Turki dalam kancah perpolitikan dan membuat

posisi Turki menjadi salah satu kekuatan yang strategis karena bisa

menjembatani dan membina hubungan baik dengan dunia Barat dan

80

dunia Islam sekaligus. Turki pada masa pemerintahan Erdogan dalam

kebijakan domestiknya pun sangat moderat, Turki pada masa

pemerintahannya mampu mengharmonisasikan prinsip-prinsip Islam

kedalam bentuk nasionalisme kebangsaan.

Meskipun demikian perubahan domestik dan kebijakan luar negri

Turki masih menimbulkan ancaman bagi pihak Uni Eropa, walaupun

Turki sudah melakukan komitmen kuat dengan hubungan antara Turki

dan Barat terutama Uni Eropa dan juga mengikuti syarat-syarat agar

mampu bergabung dengan Uni Eropa, akan tetapi masih ada sikap-sikap

skeptik yang ditunjukkan bukan hanya oleh pemimpin-pemimpin Uni

Eropa tetapi juga masyarakat Uni Eropa sendiri yang masih enggan

menerima kehadiran Turki sebagai anggota Uni Eropa. Pada akhirnya

berdampak pada kebijakan Uni Eropa yang bersifat koperatif terhadap

Turki dan selalu menunda proses negosiasi aksesi Turki serta mengurangi

hak-hak istimewa yang sudah ada dalam perjanjian Turki dengan Uni

Eropa sendiri.

81

BAB V

PENUTUPAN

Dalam bab lima ini penulis akan sedikit mengambil kesimpulan dari pada

apa yang sudah di analisis dalam bab-bab sebelumnya. Turki mungkin merupakan

negara dengan masyarakat mayoritas Islam, perkembangan politik di Turki di

bawah pemerintahan Erdogan membuat Turki menjadi negara yang terlihat baru

dengan perubahan yang ada sekarang dan lebih mendukung masyarakat.

A. Kesimpulan

Perubahan politik yang terjadi di Turki merupakan warna baru bagi

masyarakat Turki sendiri. Perkembangan yang terjadi antara militer dengan sipil

memiliki hubungan baik kedepannya, setelah Erdogan memulai gebrakan ―kudeta

sipil‖ yang membuat militer mundur dari panggung perpolitikan serta membuat

militer tetap bekerja sama dengan bidang yang ditentukan oleh pemerintah.

Walaupun masih terlihat adanya kudeta tetapi semua berhasil diredam dengan

baik tanpa adanya pertumpahan darah dari kedua belah pihak, dan yang ada

militer mulai menerima pekerjaan yang harus dijalankannya dengan baik.

Terutama dengan hadirnya generasi militer baru yang responsif dalam mendorong

proses konsolidasi demokrasi.

Transformasi yang terjadi dalam tradisi militer otoritarian sekuler –

Kemalis ke quasi – demokrasi pasca kemalis sangat dipengaruhi oleh pencapaian-

pencapaian kebijakan politik AKP yang menjadikan Turki memiliki prospek

82

ekonomi yang sangat menjanjikan kedepannya. Militer menjadi semakin rasional

dengan mengesampingkan opsi kudeta yang tidak mungkin lagi dilancarkan,

karena pengaruhnya besar bagi masa depan Turki, terutama menahan diri agartidk

terpancing dengan isu-isu anti sekuler. Terutama pada semenjak AKP mulai

kokoh di pemerintahan yang terlihat adanya sikap-sikap akomodatif militer dalam

mentoleransi tradisi keislamanan Turki di lembaganya.

Erdogan sebagai pelopor kebijakan AKP di pemerintahan membuat

gebrakaan yang sangat baru bagi Turki, karena Erdogan mampu membuat Turki

bergabung dengan anggota Uni Eropa dan mempertahankan kinerja Militer serta

menjadi salah satu pertahanan negara yang terkuat didunia. Dengan bertumpu

pada kekuatan Uni Eropa yang mempersyaratkan Turki seperangkat agenda

demokratisasi untuk diterima secarah penuh organisasi regional tersebut.

Setelah menjadi anggota resmi Turki menjadi negara yang kuat dalam

ekonomi serta hubungan antar negara tetangga. Erdogan membuat politik Turki

begitu dinamis. Peristiwa-peristiwa penting yang menggambarkan Konflik politik

mengemuka satu sama lain, seperti isu anti-sekular yang membuat dicabutnya

larangan berhijab, mendirikan sekolah-sekolah dengan berbasis Islam,

dibolehkannya membaca al-quran dan mempelajarinya,.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul ―Demokratisasi Dan Politik

Populisme Di Turki: Studi Tentang Pemeritahan Pada Era Racep Tayyip Erdogan

(2005-2016)‖ Maka penulis dapat memberikan sedikit saran; Perkembangan

83

praktik politik AKP yang sukses mendorong Turki masuk dalam pasca Kemalis

tetapi demokrasinya yang masih bersifat iliberal. Pemerintah harusnya dapat

menemukan jalan demokratisasi yang lebih halus lagi, karena kebijakan dalam

pemerintahan AKP ini dengan pendahulunya Kemalis memiliki kesamaan yang

mencolok yakni masyarakat dan warga baru, serta menjadikan individu (elit) dan

masyarakat sipil sebagai bawahan negara.

Seharusnya pemerintah lebih liberalisme (kebebasan sipil, pemerintahan

terbatas, checks and balances, dan pers bebas) agar tidak mengecewakan seperti

yang sudah-sudah dalam perpolitikan Turki. Kebijakan iliberal Erdogan dapat

membuat ketidakpuasaan masyarakat kembali dan memandang Erdogan dan AKP

sama saja dengan Kemalis.

84

DAFTAR PUSTAKA

Alfian, M. Alafan, Militer dan Politik Turki: Dinamika Politik Pasca-AKP Hingga

Gagalnya Kudeta, Jakarta: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018.

Artikel Kompas “Hari Ini Dalam Sejarah: AS Bangun Kemabali Eropa Lewat

Marshall Plan”, https://internasional.kompas.com/read/2018/04/03/

14152061/hari-ini-dalam-sejarah-as-bangun-kembali-eropa-lewat-

marshall-plan diakses pada: kamis, 11/29/2018. 12:24 WIB

Basyar, M. Hamdan, Pertarungan dalam Berdemokrasi: Politik di Mesir, Turki,

dan Israel, Jakarta: UI Press, 2015.

Baykal, Arda, “Recep Tayyip Erdogan”, Library House of Commons:

Internasional Affair and Defence Section, 22 Desember 2009.

Christiastuti, Novi, “Pencapaian Erdogan Selama 15 Tahun Terakhir Berkuasa di

Turki” http://news.detik.com/internasional/4080016/pencapaian-erdogan-

selama-15-tahun-terakhir-berkuasa-di-turki diakses pada selasa, 20

November 2018 22:24 WIB.

Djafar, TB. Massa, Krisis Politik dan Proposisi Demokratisasi: Perubahan Politik

Orde Baru ke Reformasi, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2015.

Duran, Burhanettin, “JDP and Forign Policy as an Agent of Transformation”;

dalam M. Hakan Yavuz, The Emergence of a New Turkey: Democracy

and The AKP, Salt Lake City UT: University of Utah Press, 2006.

Edward, Sebastian, Left Behind Latin Amerika and the False Promise of

Populism, London: The University Chicago Press, 2010.

Gidron, Noam dan Bonikowski, Varieties of Populism: Literatur Review and

Research Agenda, No. 13-0004. Working Papper Series: Weatherhead

Center For International Affairs Hardvard University, tt.

Hadiz, Vedi R, Islamic Populism in Indonesia and The Middle East, Cambridge:

Cambridge University Press, 2016.

Hadiz, Vedi R. “Populisme Baru dan Masa Depan Demokrasi Indonesia”, dalam

Yogyakarta MajalahPrisma LP3ES, 28 April 2018.

Haris, Syamsudin, Konflik Presiden-DPR dan Dilema Transisi Demokrasi di

Indonesia, Jakarta: Grafiti Press, 2007.

85

Hastings, Michel, The Rise of Populism and Extremist Parties in Europe, The

Spinnelli Group, 2013.

J Zurcher, Erik, Sejarah Modern Turki, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.

J. Zurcher, Erik, Turkey: A Modern, London dan New york: I.B Tauris, 2007.

Junaidi, Ahmad, “Kebijakan Politik Racep Tayyib Erdogan dan Islamisme Turki

Kontemporer”, IKA-Siyasah Yogyakarta, vol. 6 no. 1, November 2016.

Jusuf Habibie, Bacharuddin, Detik-Detik Menentukan-Jalan Panjang Indonesia

Menuju Demokrasi, Jakarta: The Habiie Center Mandiri, 2006.

JW Creswell, Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches,

Thousand Oak: SAGE Publications Inc, 1994.

Krut Wayland, „Clarifiying a Contested Consept: Populism in The Study Of Latin

Amerika Politcs‟, dalam Jurnal Comparative Politcs, Vol, 34, No.

1,October 2001 (The Latin Amerika Studies Association, 2001), Tersedia

di www.jstor.org Di unduh pada kamis, 27 September 2018.

Mughis, Abdil, M. Luqman H. Dyiatia Widya, “Populisme Islam dan Tantangan

Demokrasi di Indonesia”,dalam Yogyakarta Majalah Prisma LP3ES, 28

April 2018.

Nasr, Vali, Force of Fortune, The Rise of The New Muslim Middle Class and

What it Will Mean for Our World, New York: Free Press, 2009.

Naution, Harun, Islam Rasional, Gagasan dan pemikiran, Bandung: Mizan, 2000.

Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabet, 2009.

Rabasa, Angel and F. Stephen Larrabee, The Rise of Political Islam in Turkey,

[abook], Rand; National Defense Research Institute, 2008, tt.

Rahman, Jalaluddin, Metodologi Pembaharuan Sebuah Tuntutan Kelenggangan

Islam, Makkasar: Berkah Utama, 2001.

Robert H. Dix, „Populisme: Authoritarian and Democratic‟, Latin Amerika

Review, Vol, 20. No. 2, The Latin Amerika Studies Association, 1985.

Tersedia di http://www.jstor.org/stable/2503519. di unduh 9 April, 2018.

Rofii, M. Sya‟roni, “ Partai AKP dan Ideologi Islam di Turki Moden (2001-

2007)”,Skripsi S1 Fakultas Syari‟ah, Universitas Islam Negeri Sunan

KalijagaYogyakarta, 2008.

86

Rohim, Ainur, “Turki,Erdogan dan Demokrasi Muslim Populis”,

http://beritajatim.com/sorotan/330161/turki,_erdogan,_dan_demokrasi_mu

slim_populis.hmtl diakses pada jum‟at, 14 Desember 2018 13:11 WIB.

Saktanber, Ayse, “formation of a Middle Class Erthos and Its Quotidian:

revitalizing Islam in Urban Turkey,” dalam Ayse Oncu dan petra Weyland,

Space, Culture and Power: New Identities in Globalizing Cities, London

and New Jersey: Zed Books, 1997. 142.

Salah satu isi pidato Erdogan ”Dalam https://www.google.co.id/amp/s/

www.dakwatuna.com/2013/06/18/35464/isi-pidato-erdogan-di-harapkan-

sekitar-1-juta-pendukungnya/amp/?espv=1, diakses pada tanggal 20

agustus 2018, 10:03 WIB

Sarosa, Samiaji, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar, Jakarta: PT. Indeks, 2012.

Sukmadinata, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2006.

Taghian, Syarif, Erdogan, Muadzin Istanbul Penakluk Sekulrisme Turki, Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar, 2016.

Tugal, Cihan, Passive Revolution: Absorbing the Islamic Challenge to Capitalism,

California: Stanford University Press, 2009

Walker, W. Joshua, Insight Turkey, “Learning Strategic Depth: Implications of

Turkey‟s New Foreign Policy Doctrine”, http://files.setav.org/uploads/

Pdf/insight_turkey_vol_9_no_3_2007_joshua_walker.pdf diakses pada 30

november 2018 12:00 WIB.

Yilmaz, Hakan, “Democratization From Above In Response to The International

Context: Turkey 1945-1950,” New Perspectives on Turkey, Fall 1997,

No. 17.