demokratisasi dan politik populisme di turki: studi...
TRANSCRIPT
DEMOKRATISASI DAN POLITIK POPULISME DI
TURKI: STUDI TENTANG PEMERITAHAN PADA
ERA RACEP TAYYIP ERDOGAN (2005-2015)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Wova Triyansyah
11141120000040
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2019
i
ABSTRAK
Penelitian ini meneliti beberapa perkembangan politik yang terjadi di
Turki pada era pemerintahan AKP dan Erdogan sebagai aktor politiknya.
Demokratisasi di Turki menjadi pacuan perubahan arus politik Turki saat ini,
krisis ekonomi yang dialami Turki menjadikan batu loncatan untuk AKP dan
Erdogan untuk meruntuhkan kekuatan sekuler di pemerintahan. Masyarakat yang
kecewa dengan pemerintahan mengharapkan pemimpin baru dengan ide yang
berbeda dengan yang sebelumnya, yang pada akhirnya membuat Erdogan
mengembangkan ideologinya yang konservatif dan mendapatkan banyak
dukungan dari masyarakat islamis di Turki.
Demokratisasi di Turki mengakibatkan terjadinya populisme islam di
Turki lalu sebagaimana akor politik dinegara manapun pasti memanfaatkan isu
populis dengan baik dan menjadikannya sebagai alat politiksasi yang
mempertahankan kekuasaannya. Setelah menjabat sebagai Pedana Menteri
tepatnya Erdogan mulai mengembangkan pemikiran yang selama ini sedikit
bertentangan dengan pemerintah sekuler yang memulainya dengan memisahkan
militer dengan panggung politik, kebijakan luar negeri yang menjalin hubungan
dengan Barat dan menjadi anggota Uni Soviet serta menjalin hubungan baik
dengan negara-negara tetangga dan negara-negara Islam lainnya di dunia,
mengubah kebijakan yang terlalu sekuler di turki sedikit demi sedikit, dan menata
ekonomi Turki dengan menjadikannya negara bebas hutang dan menjadi negara
maju seperti sekarang ini, dan yang paling penting lagi membungkan militer
dalam urusan politik di pemerintahan dan menahan kudeta sebaik sekarang dan
menjadikan militer Turki sebagai salah satu kekuatan militer terbesar di dunia.
Pada penulisan ini penulis menggunakan metode kualitatif dan deskriptif
analitis menjadi metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini. Teknik
pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dengan mencari data yang
berasal dari buku, artikel dalam jurnal, dan laporan resmi berita daring. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan kerangka teoritis tentang demokratisasi serta
populisme yang membantu menjelaskan politik populis hadir dalam demokrasi
Turki dan mempengaruhi satu sama lain dalam perngambilan kebijakan politik di
Turki pada masa pemerintahan Erdogan serta dampak demokrasi barat terhadap
Turki modren, yang mengakibatkan bergabungnya Turki dalam keanggotaan Uni
Soviet.
Kata kunci: Demokratisasi, Populisme, Militer, Sekulerisme, Islamisme, Ekonomi
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil ‘alamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam
tak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW
beserta dengan seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau.
Dalam penyusunan skripsi yang diberi judul “Demokratisasi dan Politik
Populisme di Turki: Studi Tentang Pemerintahan pada Era Racep Tayyip Erdogan
(2005-2015).” Tidak sedikit penulis mengalami kesulitan dan hambatan, namun
berkat doa serta bantuan dan juga dorongan dari berbagai pihak, Alhamdulillah
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini
Penulis merasa perlu untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada beberapa
pihak berikut yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
Dengan segenap rasa hormat dan kerendahan hati, penulis sangat ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Amany Lubis, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Ali Munhanif, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Iding Rosyidin, M. Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
4. Suryani, M. Si, selaku Sekertaris Program Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Prof. Dr. Ali Munhanif, selaku dosen pembimbing yang sangat baik, serta
sabar, tulus, dan ikhlas yang telah memberikan waktu, tenaga, dan
pikirannya dalam membimbing penulis dalam penyusunan skirpsi ini.
6. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu kepada
penulis.
7. Emi Syahrimi dan Poniaty Sumiaty, Orang Tua Penulis yang senantiasa
mendidik, memberikan support dan selalu mendoakan Penulis.
8. Ahmad Galuh dan Sri Sumiaty sebagai kakak yang selalu ada dan
mendukung, mendidik, memotivasi, menginspirasi dan membantu dalam
pemikiran skripsi ini, serta senantiasa menjadi Orang Tua kedua penulis
yang sangat penulis hormati. Terima kasih atas segala dukungan dan
kesabaran yang didedikasikan untuk penulis.
9. Fitri Handayani sebagai kakak kedua penulis yang selalu mendukung serta
setia mendengarkan keluh kesah penulis.
10. Niswatun Nafiah Sahabat yang selalu menemani penulis dari awal semester
hingga sampai saat ini yang setia membantu dikala susah dan senang,
memberi motivasi, dukungan, serta doa yang selalau menyertai penulis.
11. Teman-teman seperjuangan ilmu politik 2014 yang selalu membantu serta
dukungan yang tidak ada habisnya untuk penulis terimakasih.
12. Teman-teman HMI 2014 yang selalu mendukung dan menyemangati.
iv
13. Sahabat-sahabat baik, Wealthy Wulandari Annuriah, Agil Wardah
Setiawati, Dewi Nurhayati, Niswatun Nafiah atas doa dan dorongan untuk
penulis agar menyelesaikan skripsinya.
Penulis berharap bahwa semoga semua bentuk dukungan dan kebaikan
tersebut mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari
bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna, sehingga kritik dan saran dari berbagai pihak tentu akan sangat
membantu penulis sebagai bahan pertimbangan perbaikan penulisan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih yang besar ke depannya dalam
ranah kajian penelitian pada bidang Ilmu Politik.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 4 Februari 2019
Wova Triyansyah
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
DAFTAR TABLE ............................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah......................................................................... 1
B. Pertanyaan Masalah......................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ...................................... 9
D. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 10
E. Metode Penelitian .......................................................................... 13
F. Sistematika Penulisan .................................................................... 15
BAB II KERANGKA TEORI
A. Demokratisasi ................................................................................ 18
1. Pengertian Demokratisasi ....................................................... 18
2. Faktor Penyebab Demokratisasi .............................................. 21
B. Populisme ...................................................................................... 23
1. Pengertian Populisme .............................................................. 23
2. Populisme Islam: Gerakan Politik Islam dalam Stategi
Politik ..................................................................................... 27
3. Populisme Sebagai Srategi Politik .......................................... 29
BAB III PERJALANAN POLITIK RECEP TAYYIB ERDOGAN
DALAM DINAMIKA DEMOKRASI TURKI
A. Riwayat Kehidupan Recep Tayyip Erdogan ................................. 33
1. Perjalanan Karir Politik Recep Tayyip Erdogan ..................... 35
B. Profil AKP (Adalet ve Kalkinma Partisi) dan keterlibatannya
dalam politik dan kebijakan di pemerintahan ............................... 41
1. Profil AKP ............................................................................... 41
2. Perpolitikan dan Kebijakan AKP Terhadap Pemerintahan
Turki ....................................................................................... 45
vi
C. Lintasan Sejarah Militer dan Politik Turki.................................... 51
BAB IV POLITIK POPULISME DAN PERKEMBANGAN
DEMOKRASI TURKI
A. Perkembangan Demokratisasi Terhadap Politik dan Militer di
Turki Modern .................................................................................. 57
B. Erdogan: Runtuhnya Sekeluar Turki .............................................. 61
1. Hal-hal yang Mendorong Jatuhnya Kekuasaan Militer yang ada
di Turki ...................................................................................... 63
2. Perekonomian Turki dan Tuntutan Perubahan .......................... 68
3. Kebijakan Populis Erdogan ....................................................... 72
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 81
B. Saran .............................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 84
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Silsilah Partai Islam dan Neo-Islamis ............................................. 44
Tabel 3.2. Perubahan Politik Islam di Turki dari RP, FP, ke AKP .................. 49
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Pergolakan politik yang terjadi di Turki sepanjang pemerintahan Tayyep
Erdogan menampakkan fenomena yang paradox tentang thesis kesesuaian antara
Islam dan demokrasi. Sejak kemenangan partai politik Islam AKP di Turki pada
2005, diiringi dengan berbagai kebijakan pembangunan yang secara kuat
berorientasi Islam di bawah Erdogan, Turki justru muncul sebagai sebuah negara
Muslim terkemuka dengan pemerintahan demokratis namun terjebak ke dalam
pemerintahan populis yang didasarkan pada agama.
Fenomena politik populis yang mengemuka dalam bentuk kebijakan-
kebijakan terkait identitas agama inilah secara perlahan-lahan menjadikan
perjalanan demokrasi Turki diwarnai gejolak sosial-politik terus menerus: dari
pelanggaran HAM, kekerasan gerakan separatisme Kurdi, sulitnya menjadi
anggota Uni Eropa, hingga percobaan kudeta. Pada 2016, sebuah percobaan
kudeta yang dilakukan oleh kelompok militer Turki gagal menumbangkan
pemerintahan demokratis tetapi semakin menyebabkan tumbuhnya kecenderungan
pemerintahan Erdogan berwatak populis.
Persoalan tentang keterkaitan antara Islam, demokratisasi dan kebijakan
populis dalam pemerintahan Erdogan ini menjadi topik bahasan dalam skripsi ini.
Dalam ukuran negara-negara di Dunia Islam, Turki adalah sebuah negara besar,
dengan kekuatan militer yang kuat dan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
2
Kemunculan Turki bisa dilacak dari sejarahnya sebagai negara yang tumbuh
menjadi negara bangsa modern setelah kehancuran Turki Usmani pada awal abad
ke 20. Dinasti Turki Utsmani merupakan sebuah kerajaan yang besar.
Wilayahnya terdiri atas negara-negara yang sekarang dikenal sebagai
wilayah Balkan (Yugoslavia, Albania, Yunani, Bulgaria, dan sebahagian besar
Rumania) dan sebagian besar dari negara-negara Arab (Suriah, Lebanon,
Yordania, Palestina, Iraq, Kuwait, beberapa bagian Saudi Arabia, Mesir, Libya,
Tunisia, dan Aljazair).1 Turki mengalami keruntuhan setelah Perang Dunia I pada
tahun 1918, dengan jatuhnya kekuasaan Sentral yang didukung oleh Turki,
Imperium Turki Usmani mengalami masa kemunduran yang sangat menyedihkan.
Setelah kemunduran tersebut, kondisi Turki menurun bahkan sangat buruk karena
adanya ancaman dari negara-negara Barat.
Keruntuhan Dinasti Turki Ustmani, melahirkan semangat nasionalisme
pada generasi muda di Turki saat itu. Oleh karena itu pemikiran tentang identitas
bangsa dan juga suatu negara nasionalis yang meliputi bangsa Turki untuk saat
itu, menjadi wacana yang banyak diperdebatkan. Pada abad ke-19 ditandai dengan
adanya pembaruan pemikiran yang lazim disebut aliran-aliran modern dalam
Islam.2
Aliran-aliran ini diperkenalkan pada berbagai belahan dunia muslim.
Banyak di antara kaum muslimin yang terperangkap di antara dua perspektif;
pertama, kepercayaan kalangan tradisional bahwa agama seharusnya menentukan
karakter organisasi politik dan hukum Islam menyediakan standar dan petunjuk
1Erik. J Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 3.
2 Jalaluddin Rahman, Metodologi Pembaharuan Sebuah Tuntutan Kelenggangan Islam,
(Makasar: Berkah Utama, 2001), h. iii
3
yang diperlukan masyarakat. Kedua, preferensi dari kalangan sekuler muslim
terhadap konsep dan lembaga politik Barat.3
Turki yang kita kenal sekarang adalah negara sekuler atau negara islam
modern, Mustafa Kemal membawa kejayaan Turki saat jatuhnya permerintahan
Dinasti Utsmani dan membawa ideologi sekularisme kedalam kepemimpinannya.
Kemal dan pemerintahannya secara revolusioner menerapkan sekularisasi politik
Turki di mana pemisahan antara agama dari politik menjadi norma baru
pembangunan masyarakat Turki.
Dalam literature ilmu politik, sekularisme merupakan suatu pemahaman
atau ideologi bahwa sebuah institusi, badan, atau negara harus dipisahkan dari
agama. Munculnya paham sekularisme dan penanamannya di Turki dipengaruhi
oleh Mustafa Kemal Atatturk. Menurut pahamnya, sekularisme adalah kekuasaan
negara yang didesain dapat mengontrol agama, tidak hanya memasukkan agama
ke dalam ranah pribadi dan menyingkirkan agama dari ranah publik.4 Selain itu
pergerakan sekularisme juga didukung oleh militer yang berada dibawah
kepemimpinan Musthafa Kemal saat itu.
Namun demikian, seiring berjalannya waktu, eksistensi sekularisme politik
di Turki sedikit demi sedikit mengalami penurunan dan mulai menimbulkan
perubahan-perubahan yang menyesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan
Turki dewasa ini. Sejak dekade 1980-an terjadi gelombang demokratisasi yang
diiringi dengan kesadaran politik masyarakat sipil diseluruh belahan dunia,
3 Harun Naution, Islam Rasional, Gagasan dan pemikiran, (Bandung: Mizan, 2000), h.
190. 4M. Hamdan Basyar, Pertarungan dalam Berdemokrasi: Politik di Mesir, Turki, dan
Israel, (Jakarta: UI Press, 2015), h. 54.
4
khususnya di Dunia Islam. Di Turki juga terjadi gerakan-gerakan sosial yang
menginginkan mereka menjadi bagian dari Uni Eropa yang memiliki syarat
demokrasi utuh. Kurangnya eksistansi sekularisme di perpolitikan Turki
memunculkan gerakan islamis yang tidak sejalan dengan sekularisme dan
mendirikan partainya serta ikut serta dalam perpolitikan Turki dan membuat
dilema di masyarkat terutama bagi masyarkat yang menginginkan bangkitnya
kembali politik Islam.
Pada akhir dasawarsa 2000-an, berdiri sebuah partai politik Islam yang
merupakan hasil evolusi sejarah gerakan Islam di Turki, yang bernama: Adalet
Ve Kalkinma Partisi (Partai Keadilan dan Pembangunan), dikenal dengan AKP.
Partai ini merupakan salah satu partai islam yang membangkitkan semangat
islamis di Turki. Seorang aktivis Muslim era 1980an, Raccep Tayyib Erdogan,
yang juga dikenal Erdogan, muncul sebagai pemimpinan yang berkharisma dan
berhasil mengambil banyak simpati masyarakat Turki.
Dengan kepemimpinannanya yang merakyat di AKP, Erdogan membawa
Turki kepada kejayan yang baru, baik secara politik regional, pertumbuhan
ekonomi, kesejahteraan dan kekuatan militer. Di bawah kepemimpinan Raccep
Tayyib Erdogan sebagai Perdana Menteri tahun 2007 dan Abdullah Gul sebagai
presiden, Erdogan membuat kemajuan pesat untuk Turki yang kini disegani
sebagai salah satu negara yang terkuat di Eropa. Setelah pencapaian besarnya
5
Erdogan menjabat menjadi pedana mentri kembali dalam pemilihan umum untuk
menyampaikan aspirasi masyarakat Turki.5
Gambar I.1(Erdogan Menangi Pemilu Presiden Turki)
Sumber:http://lintasmediaislami.blogspot.co.id/2014/08/erdogan-
menangi-pemilu-presiden-turki.html
Pada tahun 2014 setelah terpilih menjadi presiden baru, Erdogan ini
membuat gebrakan baru. Pertama, semasa menjadi Perdana Menteri, Erdogan
sudah membuat terobosan besar yang membuatnya menjadi fokus publik, dan
membuat Turki menjadi sebuah kekuatan besar di Eropa, ambisinya yaitu
mengembalikan kejayaan Turki. Kedua, Erdogan membuat Turki berhasil masuk
dalam daftar negara-negara dengan ekonomi terkuat di dunia, lalu di bidang
pertahanan atau militer Erdogan membuat Turki berhasil memproduksi peralatan
pertahanan militer sendiri, dan telah membawa nilai tukar mata uang Turki naik
beberapa kali lipat pada masa kepemimpinannya.6
Keberhasilan Erdogan terletak pada fakta bahwa, ia melakukan reformasi
secara fundamental sistem dan tata kelola pemerintahan Turki yang menunjukkan
5Ahmad Junaidi, ―Kebijakan Politik Racep Tayyib Erdogan dan Islamisme Turki
Kontemporer‖, IKA-Siyasah Yogyakarta, (vol. 6 no. 1, November 2016), h. 145-146. 6Syarif Taghian, Erdogan Muadzin Istanbul Penakluk Sekulrisme Turki, (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2016), h. 13.
6
kepada dunia mengenai wajah baru Turki yang mulai menampilkan karakter ke-
Islamannya tetapi tetap terbuka terhadap perbedaan dan budaya negara lain.
Seperti saat Erdogan menangani permasalahan mengenai kelompok sekularis yang
melarang suku Kurdi untuk berbicara dengan menggunakan bahasa mereka.
Erdogan juga mulai membukakan pintu bagi suku Kurdi untuk menghidupkan
kembali warisan leluhur mereka dan membebaskan Abdullah Ejlan dari tempat
pengasingan.7
Erdogan juga memberlakukan undang-undang baru untuk Turki yang
berkebalikan dengan undang-undang yang diperkenalkan oleh pemerintahan
sekuler, sejak Mustafa Kemal. Secara umum, melalui parlemen Turki, antara 2005
hingga 2010, banyak undang-undang yang dihasilkan untuk menata kehidupan
publik berwatak Islami. Seperti dihapusnya larangan berhijab untuk perempuan,
pendidikan wajib agama diperkenalakan, dan sebagainya.
Kebijakan sekuralisme di Turki pada masa Mustafa Kemal sampai dengan
Abdullah Gul relatif memiliki pola implementasi kebijakan sekularisme yang
sama, namun pada masa pemerintahan Erdogan ada beberapa perubahan
sekularisme yang terjadi di Turki.
Hal baru bagi perpolitikan Turki adalah kerelaan semua pihak dengan
bergabungnya Turki dalam persatuan negara-negara Eropa (Uni Eropa). Tidak
dipungkiri bahwa kerelaan kedua belah pihak tersebut muncul karena meredanya
perselisihan di antara Uni Eropa yang mempermasalahkan keanggotaan Turki
kedalam persatuan negara-negara tersebut. Erdogan berhasil meyakinkan Eropa
7Ibid., h. 54.
7
bahwa dirinya bukanlah sebuah ancaman bagi demokrasi, walaupun begitu masih
ada beberapa keraguan yang menyelimuti beberapa pemimpin negara-negara
Eropa.
Perubahan ke arah demokratisasi menjadi jalan yang tampaknya akan
menjadi kesepakatan publik untuk mengubah perpolitikan Turki dewasa ini.
Dengan metode tersebut keinginan rakyat terhadap politik ekonomi yang stabil
dan kemajuan yang nyata menjadi terealisasi. Ditambah dengan terwujudnya
penyatuan besar yang terjadi antara Ankara dan Uni Eropa, dan semua itu tidak
lepas dari keberhasilan yang dicapai oleh Erdogan pada saat menjadi Perdana
Menteri Turki.
Namun demikian, bertahannya demokrasi yang telah diterapkan di Turki
tidak lepas dari watak-watak populis yang terdapat pada pemerintahan Erdogan
sendiri. Dalam konteks ini, populisme bisa dipahami sebagai fenomena atau
kejadian sosial dan politik, yang merupakan perwujudan ketidakseimbangan
antara elit dengan masyarakat.
Menggambarkan ketidakpuasan akan kondisi sosial-ekonomi dan
munculnya ketidakpercayaan yang besar terhadap lembaga pemerintah, yang
berakibat pada melebarnya perbedaan kelas di dalam masyarakat.8 Populisme
merupakan salah satu fenomena yang tidak dapat terelakkan di beberapa negara
terutama yang notabenenya merupakan negara yang memiliki dasar agama yang
kuat atau banyak agama di dalamnya. Bukan berarti hanya masalah agama saja,
8Vedi R. Hadiz, Islamic Populism in Indonesia and The Middle East, (Cambridge:
Cambridge University Press, 2016), h 19-22.
8
tetapi populisme juga merupakan persoalan yang sering terjadi di negara-negara
yang mementingkan status atau kepentingan elit daripada masyarat banyak.
Erdogan bisa digolongkan sebagai salah satu tokoh politik yang
berpengaruh dan berhasil mendapatkan kepercayaan masyarakatnya dengan
membangkitkan keinginan masyarakat yang mempertahankan keislamismeannya
dalam negara yang sangat sekuler. Terkait diskusi kita tentang populisme,
Erdogan mampu membuat ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah yang
sedang di ambang kehancuran karena krisis ekonomi yang tidak dapat ditutupi
pemerintah sekuler saat itu. Dengan ide baru serta ideologi yang kuat dengan
mempertahankan tradisionalnya, Erdogan mampu membuat Turki keluar dari
masalah krisis ekonominya serta membuat kebijkan internal yang menguntungkan
masrakat serta kebijakan luar negeri yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Menurut penulis, perubahan kebijakan politik yang terjadi di Turki pada
masa kepemimpinan Erdogan dan AKP menarik untuk diteliti. Bukan hanya itu,
Turki yang mampu medapatkan prsestasi yang membuat Turki diakui sebagai
negara Islam yang modern serta maju dari segi ekonomi, serta hubungan luar
negeri yang saling menguntungkan terutama bagi kemajuan Turki sendiri.
Demokratisasi yang terjadi di bawah kepemimpinan Erdogan, membuat
islamisme memulai eksistansinya di perpolitikan Turki serta memperbaharui
tatanan pemerintah yang terlalu sekuler dimasa lalu. Berdasarkan uraian
pernyataan masalah, tulisan ini akan membahas tentang perubahan demokrasi
dengan populisme sebagai isu yang mendukung terjadinya perubahan yang ada di
Turki pada masa kepemimpinan Racep Tayyip Erdogan.
9
B. Pertanyaan Masalah
Berdasarkan pernyataan masalah yang tertuang di atas, pertanyaan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana jalannya demokratisasi pada masa pemerintahan Erdogan?
2. Bagaimana politik populis berkembang pada masa pemerintahan Erdogan
dan menjadi kebijakan yang mengancam bagi pemerintahan sekularisme?
C. Tujuan dan Maanfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini
adalah:
a. Untuk mendapatkan penjelasan tentang perubahan dalam perpolitikan
serta demokrasi yang berjalan di Turki pada masa pemerintahan
Raccep Tayyeb Erdogan.
b. Untuk melihat perkembangan politik populis yang terjadi pada era
pemerintahan Erdogan di Turki.
2. Manfaaf Penelitian
Dalam penelitian ini, ada dua manfaat yang dapat diambil dari
hasil penelitian ini, yaitu:
a. Manfaat Teoritis
10
Sedikit banyaknya karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi
masukan dan data studi mengenai ilmu politik terhadap perpolitikan di
Timur Tengah. Selain itu, data karya ilmiah ini bisa dijadikan sebagai
masukan bagi perkembangan terhadap kajian ilmu sosial dan ilmu
politik.
b. Manfaat Praktis
Hasil karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi bahan yang
berguna bagi para akademisi yang menaruh perhatiannya pada studi
ilmu politik luar negeri, terutama bagi yang mempunyai minat
terhadap kondisi perpolitikan di Turki, dan semoga penulisan ini
memberikan sudut pandang yang berbeda dalam penerapan
sekularisme di Turki.
D. Tinjauan Pustaka
Untuk melengkapi tugas akhir penelitian penulis ini, yang berjudul
―DEMOKRATISASI DAN POLITIK POPULISME DI TURKI: STUDI
TENTANG PEMERINTAHAN PADA ERA RECEP TAYYIP ERDOGAN
(2005-2015)‖. Dalam proses pengembangannya penulis melakukan penelitian
pada beberapa review terdahulu yang membahas tentang tema yang sama agar
menghindari adanya kesamaan atau pengulangan dalam penelitian. Ada beberapa
penelitian terkait dengan tema ini, diantaranya jurnal IKA-Siyasah Yogyakarta
2016 yang ditulis oleh Ahmad Junaidi dengan judul ‖Kebijakan Politik Raccep
11
Tayyib Erdogan dan Islamisme Turki Kontemporer‖ pada penelitiannya, Junaidi
menggunakan kebijakan dan islamisme sebagai objek yang ditelitinya.
Dalam penelitiannya Ahmad Junaidi menganalisis bagaimana kebijakan
politik Erdogan dalam mentranformasi Turki ke Islamis dan bagaimana pula
kajian islam memandang kebijakan Erdogan tersebut. Jurnal ini meneliti
kebijakan politik Erdogan dengan pendekatan ilmu politik profektik dan
menjadikan islam sebagai modal berpolitik. Munculnya ilmu politik profektik
pengaruhnya ada tiga peradaban dalam ilmu sosial, diantaranya yaitu
cosmosentris (instrument alam untuk sosial), antroposentris (instrument manusia
untuk sosial), dan teosentris (instrument tuhan untuk sosial).
Ilmu sosial dinilai hanya menjelaskan realitas secara apa adanya tanpa
adanya pemihakan atau juga memahami realitas itu sendiri lalu memanfaatkannya.
Oleh karena itu, politik profektik adalah seni atau upaya perjuangan politik untuk
tercapainya politik yang lebih baik dengan mengacu pada nilai-nilai kenabian dan
ajaran islam. Inilah yang dilihat oleh penulis bahwa ini yang menjadi modal dasar
Erdogan memasuki dunia perpolitikan di Turki.
Dalam politik profektik ada tiga pilar utama yaitu humanisasi, adalah
memanusiakan manusia atau menghilangkkan kekerasan, kebencian pada sesama
manusia. Kedua liberasi, adalah melarang atau mencegah tindak kejahatan.
Terakhir transendensi, adalah yang beriman kepada Allah, merupakan unsur
terpenting dalam ajaran islam dan menjadi dasar humanisasi dan liberasi.
Transendesi memiliki arti keimanan dan menempatkan ajaran islam sebagai
12
kedudukan yang sangat sentral dalam profektik. Inilah yang mendasari kebijakan
politik Erdogan di Turki.
Berbeda dari Junaidi yang berfokus pada politik profektik atau politik
keislaman yang digunakan untuk menganalisa kebijakan politik Erdogan dan
Islamismenya. Akan tetapi di jurnal ini lebih berfokus pada islamismenya dan
banyak menggunakan teori islam di dalamnya. Sedangkan yang membedakan
penelitian adalah penulis ingin menganalisis perubahan atau munculnya populis
yang terjadi karena masyarakat yang islamis mulai menunjukkan suaranya dalam
perpolitikan di Turki yang berbeda pendapat dengan masyarakat yang sekuler,
serta politik Erdogan dari pengaruh kepemimpinannya di Turki, lalu perubahan
apa yang menjadikan Turki yang dulu dengan sekarang setelah dipimpin oleh
Erdogan.
Berbeda dengan Junaidi. Dalam jurnal politik profetik 2016 yang ditulis
oleh Nur Aliah Zainal dengan judul ‖Analisis Tentang Dekemalisasi di Turki
Pasca Attaturk‖ pada penelitiannya, Turki memiliki beberapa sisi yang menolak
adanya sekulerisme.
Masyarakat yang kontra ini lebih memilih islamisme sebagai ciri khasnya.
Pada saat Recep Tayyib Erdogan menjadi presiden, ada usaha kudeta yang
dilakukan oleh sekelompok perwira di tubuh angkatan bersenjata Turki. Hal ini
bukan sekali terjadi tetapi sudah beberapa kali, karena tentara-tentara Turki yang
didominasi oleh kelompok nasionalis dan juga sekuler dan royal terhadap
kepemimpinan Attaturk, yang mana menimbulkan pertengkaran antara kelompok
yang memegang teguh rasa tradisionalis dengan kelompok pro-kemalis.
13
Setelah beberapa kali berganti kepemimpinan, kini Turki memasuki era
baru, kelompok islamis mulai menguasai jalannya pemerintahan dan
menimbulkan rasa baru bagi masyarat di Turki dan sedikit demi sedikit
menghilangkan peran militer yang kuat di dalam politik dan dekemalisasi ini tidak
hanya terjadi pada masyarakat saja tetapi di tubuh pemerintahannya sendiri.
Sisi pembeda antara penelitian yang Imron teliti dengan penelitian penulis
teliti, yaitu terletak dari sekularisme dan islamisme. ketika dalam penelitian
Imron, ia meneliti tentang transformasi atau perubahan islamisme dan sekularisme
yang hanya terjadi pada saat sebelum Turki menjadi sekular dan sesudah Turki
menjadi sekular di bawah Mustafa Kemal. Sedangkan penulisan ini membahas
tentang perubahan sekularisme dan islamisme yang terjadi pasca Mustafa Kemal.
Adapun Zainal yang meneliti tentang sekularisme yang terjadi pada pasca
Mustafa Kemal yaitu pada masa pemerintahan Erdogan, tetapi yang membedakan
penelitian zainal dengan penelitian ini adalah penulis meneliti demokratisasi yang
terjadi di Turki pada masa Erdogan. Lalu pencapaian apa saja yang dicapainya
dalam mengubah Turki menjadi negara islam modern.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan gambaran rancangan dari suatu penelitian
yang meliputi aturan, prosedur, langkah yang harus di tempuh, dan waktu yang
diperlukan, sumber data yang dibutuhkan, serta teknik yang dipakai dalam
mendapatkan data dan cara analisis data. Jenis penelitian ada dua yaitu, kualitatif
14
dan kuantitatif, sumber data dan teknik pengumpulan data melalui observasi,
wawancara, dan dokumentasi.
Pada penelitian ini, penulis akan menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan pendekatan analisis deskriptif. Penelitiaan ini berusaha menggambarkan,
menjelaskan, menganalisa serta menginterpretasikan peristiwa dari permasalahan
penelitian yang diajukan berdasarkan data yang relevan. Penelitian kualitatif
merupakan metode penelitian yang mengandalkan data dari pengumpulan, analisis
dan interpretasi data yang berbentuk non-statistik. Selain itu juga terdapat tiga
teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yakni observasi, wawancara
dan dokumen.9
Penelitian ini bersifat deskriptif yakni suatu bentuk penelitian yang
ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang
ada, baik fenomena alamiah maupun suatu fenomena hasil dari rekayasa
manusia.10
Penelitian dengan metodologi kualitatif berusaha untuk memahami
suatu fenomena dengan melakukan pemahaman terhadap dokumen sebagai
representasi dari persitiwa yang nyata terhadap masalah yang diteliti. Sehingga
penelitian ini dilakukan tanpa proses penelitian di laboratorium, namun peneliti
memaparkan hasil penelitian dengan apa adanya tanpa manipulasi terhadap
fenomena yang sedang diteliti.11
Terdapat banyak ahli yang memberikan definisi terhadap metode
penelitian kualitatif. Salah satunya menurut Prof. Sugiyono, metode penelitian
9 JW Creswell,Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches, (Thousand
Oak: SAGE Publications Inc, 1994), h. 149. 10
Sukmadinata,Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya,2006),
h. 72. 11
Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar, (Jakarta: PT. Indeks,2012),h. 7.
15
kualitatif adalah suatu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi
objek alamiah dimana dalam hal ini peneliti dianggap sebagai instrumen kunci.
Penelitian kualitatif digunakan untuk memahami interaksi sosial dan untuk
meneliti sejarah perkembangan.12
Dalam menjawab pertanyaan penelitian ini, penulis mencari informasi-
informasi yang bersumber dari data primer dan sekunder. Data sekunder yang
digunakan penulis berbentuk skripsi, tesis, buku-buku yang berkaitan dengan
penelitian penulis, jurnal ilmiah, surat kabar dan berbagai artikel ataupun media
elektronik dari internet. Penulis melakukan studi kepustakaan dengan mencari
informasi dari berbagai perpustakaan, seperti misalnya di Perpustakaan Nasional
RI, Perpustakan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan FISIP
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Setelah melakukan pengumpulan data, penulis melakukan relevansi data
tersebut untuk kemudian direduksi. Pada tahapan ini penulis hanya menggunakan
data-data yang dibutuhkan untuk penelitian penulis. Data yang tidak dibutuhkan
dalam penelitian ini digunakan sebagai data pelengkap untuk menambah
pengetahuan penulis.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini bertujuan agar mudah memahami pembagian
setiap bab secara keseluruhan dan untuk mengihindari adanya tumpang tindih
dalam penulisan penelitian ini. Penelitian ini disusun dalam suatu sistematika
12
Prof. Dr. Sugiyono, metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. (Bandung:
Alfabet, 2009), h. 9
16
yang terdiri atas bab-bab dan sub bab di dalamnya, yang mana akan saling
berkaitan satu dengan yang lainnya. Bab pertama adalah pendahuluan yang terdiri
dari pernyataan masalah, pernyataan penelitian, maksud dan tujuan, manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, metode penilitian, dan sistematika penulisan.
Bab dua berisi kerangka teori. Dimana kerangka teori ini, yang akan
mendukung penelitian penulis, serta membantu menanalisis penelitian yang
sedang penulis teliti.
Bab tiga akan membahas tentang profil Erdogan serta keikutsertaannya
dalam perpolitikan Turki yang juga membangun kembali rasa tradisionalisme
masyarakat Turki. Adapun AKP yang merupakan wadah pemikiran dan harapan
Erdogan bagi Turki, yang nanti di bab tiga ini dikupas sedikit tentang keterlibatan
juga pengaruhnya terhadap perpolitikan dan kebijakan di dalam pemerintahan
Turki. Dalam bab ini juga akan membahas sedikit tentang pengaruh dari
keterlibatan militer dalam pemerintahan Turki sejak berdirinya pemerintahan
Republik Turki hingga kini.
Bab empat akan membahas tentang bagaimana situasi Turki setelah
Erdogan menjabat sebagai presiden dan membangkitkan rasa tradisionalismenya
pada masayarakat Turki dan sedikit demi sedikit menggantikan kebijakan yang
terlalu sekular kepada kebijakan yang menurutnya lebih mencerminkan masyarat
Turki yang seharusnya menjadi negara Turki islam yang modern.
17
Bab lima adalah penutupan, menjadi akhir dari penelitian penulis yang
akan berisi tentang kesimpulan secara garis besar dalam penelitian ini, lalu daftar
pustaka dari referensi-referensi yang dipakai penulis sebagai sumber
penelitiaannya.
18
BAB II
KERANGKA TEORI
Dalam bab ini akan diuraikan suatu kerangka teoritis yang diharapkan bisa
memberi penjelasan mengenai tema pokok skripsi ini. Persoalan tentang
keselarasan antara demokrasi dan Islam telah mewarnai perdebatan di dunia
akademik dan ilmu politik. Tetapi bagaimana demokratisasi pemerintahan di
negara-negara Muslim serangkali diabaikan dalam melihat substansi pokok dari
pelaksanaan demokrasi. Oleh karena itu, penulis ingin menelusuri berbagai
landasan konseptual untuk memperjelas permasalahan hubungan antara Islam,
demokrasi dan politik populis.
A. Demokratisasi
1. Pengertian Demokratisasi
Demokratisasi pada dasarnya perubahan dalam sistem
pemerintahan di suatu negara dari sistem pemerintahan lain menuju
sistem yang lebih demokratis, yang nantinya melibatkan rakyat dalam
sistem pemerintahan dan mengedepankan persamaan hak dan kewajiban
setiap warga negara. Untuk melakukan demokratisasi di dalam sistem
pemerintahan tidaklah mudah karena akan selalu ada individu yang tidak
ingin adanya perubahan ataupun individu yang tidak mampu
menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada. Bukan hanya individu
yang tidak ingin atau tidak bisa tetapi karena pengaruh globalisasi yang
juga mendorong adanya perubahan besar bagi negara-negara, oleh karena
19
itu individu juga harus bisa menyesuaikan diri dengan perubahan karena
majunya suatu negara adalah dari individu-individu atau masyarakat
yang mampu menyesuaikan diri dan terus berkembang.
Menurut Imawan1 demokratisasi adalah suatu proses perubahan
dari struktur dan tatanan pemerintah yang otoriter kearah stuktur dan
tatanan pemerintah yang lebih demokratis. Sedangkan menurut BJ
Habibie2, Demokratisasi adalah suatu perubahan baik itu perlahan
maupun secara cepat ke arah demokrasi. Demokratisasi ini menjadi
tuntutan global yang tidak bisa dihentikan. Jika demokratisasi tidak
dilakukan, maka bayaran yang harus diterima adalah balkanisasi, perang
saudara yang menumpahkan darah, dan kemunduran ekonomi dengan
sangat parah. Balkanisasi merupakan istilah geopolitik yang merupakan
proses pembagian wilayah didalam negara dan menjadi negara-negara
kecil seperti Semenanjung Balakan yang sebelumnya dikuasai oleh
kekaisaran Ustmaniyah yang sekarang menjadi negara-negara kecil.
Demokratisasi merupakan salah satu fenomena setelah abad
ke-20. Dalam bukunya Samuel Huntington3 The Thrid Wave:
Domocratization in the Late Twentieth Century, gelombang
demokratisasi adalah kelompok transisi dari rezim non demokratis ke
rezim demokratis yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Jumlah
1Syamsudin Haris, Konflik Presiden-DPR dan Dilema Transisi Demokrasi di Indonesia,
(Jakarta: Grafiti Press, 2007), h. 43-44. 2 Bacharuddin Jusuf Habibie, Detik-Detik Menentukan-Jalan Panjang Indonesia Menuju
Demokrasi, (Jakarta: The Habiie Center Mandiri, 2006), h. 26. 3TB. Massa Djafar, Krisis Politik dan Proposisi Demokratisasi: Perubahan Politik Orde
Baru ke Reformasi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2015), h. 2.
20
negara yang melakukannya pun secara signifikan lebih banyak daripada
transisi menuju arah sebaliknya. Menurut Huntington ada tiga gelombang
demokratisasi, dimana Huntington memfokuskan isu demokratisasi era
1970-an dan 1980-an sebagai awal atau kunci revolusi demokratisasi
yang terjadi akhir abad ke-20 yang melahirkan Revolusi Prancis dan
Amerika Serikat sebagai gelombang ketiga dari demoktratisasi dan
membangun sebuat deskriptif tentang bentuk-bentuk pemerintahan.
Gelombang pertama dari demokratisasi dimulai pada 1920-an
yang mengalami arus balik menuju bentuk baru untuk pemerintahan,
yaitu fasisme dan otoritarianisme. Dan ini terjadi pada negara-negara
yang mempraktikan demokrasi untuk sistem pemerintahannya. Karena
faktor penyebab goyangnya demokrasi tidak lain dipengaruhi oleh
bangkitnya ideologi fasisme, komunisme, dan militer. Gelombang
demokratisasi kedua muncul setelah Perang Dunia II dan dikaitkan
dengan kemenangan negara-negara sekutu yang kekuasaannya
mendorong kelahiran lembaga-lembaga demokrasi. Seperti yang dialami
Jerman, Italia, Australia dan jepang. Akan tetapi komunisme sendiri tidak
mengalami banyak perubahan karena masihdalam genggaman Uni
Soviet.4
Pada akhir 1950-an Turki dan Yunani menjadi negara demokrasi,
begitu pula negara-negara bagian. Perkembangan tersebut mulai beralih
4Ibid., h. 3
21
ke sistem otoriter yang ditandai dengan kudeta militer.5 Terutama bagi
negara-negara berkembang contohnya Turki yang mengalami kudeta oleh
militer beberapa kali yaitu pada tahun 1960, 1971, 1980, dan 1997 yang
merupakan peristiwa jatuhnya Perdana Menteri Necmenttin Erbakan
pada 28 februari 1997 dan menurut masyarakat Turki sendiri tahun
tersebut adalah kudeta terakhir (gab son darbe), tetapi pada tahun 2016
lalu Turki mengalami kudeta kembali.6
2. Faktor Penyebab Demokratisasi
Huntington mengemukakan beberapa faktor penyebab terjadinya
demokratisasi yang murupakan analisis kerangka konseptual untuk
negara berkembang terutama Indonesia. Ada lima faktor yaitu:7
a. Krisis legitimasi
Legitimasi dapat diartikan sebagai keabsahan atas pengakuan
keberadaan suatu sistem kekuasaan serta otoritas yang dimiliki oleh
seseorang atau kelompok yang memegang kekuasaan. Pada zaman
modern kekuasaan dapat dicapai dengan berbasis ideologi dan
nasionalisme. Legitimasi pada rezim militer dan sistem ditaktor,
memiliki kaitan dengan ancaman keamanan politik internal akibat
5Ibid., h. 4
6 M. Alafan Alfian, Militer dan Politik Turki: Dinamika Politik Pasca-AKP Hingga
Gagalnya Kudeta, (Jakarta: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h. xxv 7TB. Massa Djafar, Krisis Politik dan Proposisi Demokratisasi: Perubahan Politik Orde
Baru ke Reformasi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2015), h. 48.
22
pengaruh internal sendiri ataupun ketidakstabilan politik dan praktik
korupsi.8
b. Faktor ekonomi
Seymour Lipset, dan Daniel Lenner, berpendapat bahwa
pertumbuhan ekonomi dan modernisasi memberikan pengaruh yang
luas terhadap perkembangan demokratisasi. Modernisasi sangat
dominan dalam teori pembangunan politik, terutama bagi negara
tradisional atau negara ketiga yang bergerak kearah masyarakat Barat
yang modern. Ekonomi memiliki dua sisi mata uang, yaitu mencapai
tingkat pertumbuhan yang efektif atau menyebabkan krisis ekonomi
yang mempengaruhi kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan
politik.
c. Faktor kelas menengah
Pengaruh ekonomi terhadap demokratsasi dapat dilihat dari
pertumbuhan kelas menengah. Secara tidak langsung kesejahteraan
ekonomi berpengaruh pada aspek-aspek kehidupan yang lainnya, hal
ini dilihat dari kesejahteraan masyarakat. Jika masyarakat sejahtera
maka akan meningkatkan kemampuan pendidikannya dan akan
melahirkan masyarakat yang demokratis.9
d. Faktor agama
Perkembangan demokratisasi dipengaruhi oleh budaya politik,
dan biasanya budaya politik di suatu negara dipengaruhi oleh
8Ibid., h. 49-50.
9Ibid., h. 52-54.
23
keyakinan agama dan nilai-nilai lain yang akhirnya sangat
menentukan terbentuk atau tidaknya sebuah institusi demokrasi di
dalam suatu masyarakat.10
e. Faktor lingkungan internasional
Menurut Almond,11
dinamika politik suatu negara tidak hanya
dipengaruhi oleh proses internal. Akan tetapi dipengaruhi juga oleh
lingkungan eksternal atau masyarakat internasional. Dalam persepsi
globalisasi ketergantungan internasional terjadi karena kecanggihan
teknologi yang berkembang pesat sehinggaproses tranformasi dan
penyebaran informasi menjadi lebih cepat, seperti gaya hidup, budaya,
perkembangan ekonomi, dan sebagainya yang akan berpengaruh pada
masyarakat negara lain. Sedangkan dalam politik sendiri
demokratisasi menjadi model perlawanan rakyat lokal terhadap rezim
otoriter disuatu negara.
B. Populisme
1. Pengertian Populisme
Populisme merupakan istilah lain dari demokrasi. Populisme ini,
sering digunakan dalam studi politik dan bervariasi dalam makna dari
konteks ke konteks dan dari penulis ke penulis. Dengan demikian istilah
tersebut telah digunakan dalam studi-studi tentang gerakan-gerakan yang
berbasis pada agraria seperti kerusuhan agrikultur abad kesembilan belas
10
Ibid., h.57. 11
Ibid., h. 61-62.
24
di Amerika Serikat dan Narodniki Rusia pra-revolusioner serta
diterapkan pada populisme yang sebagian besar berbasis perkotaan di
Amerika Latin.
Perdebatan teoritis tentang representasi politik, mobilisasi dan
ideologitelah secara jelas menampilkan tema populisme, terutama
sebagai tantangan pengertian liberal tentang politik yang representatif
dan demokratis. Itu sudah ada kebangkitan dalam diskusi akhir-akhir ini
adalah karena berbagai tanggapan kritis, dibuatatas nama 'orang biasa', ke
praktik dan wacana globalisasi.12
Sama seperti 'nasionalisme', 'populisme' terkadang dianggap
sebagai konsep yang sulit dipahami,oleh karena itu banyak dikaitkan
dengan kecenderungan Kanan dan Kiripolitik. Ini telah dikaitkan pada
abad ke-20 ke gerakan berbasis pedesaan diAmerika Serikat ditandai oleh
ikon-ikon seperti Longy Long, berbasis buruh kota yang paling
miskingerakan Peronisme di Argentina dan Vargas di Brasil, dan bahkan
secara agresifrezim fasis anti-komunis di Eropa.13
Dalam pengertian populisme sendiri Cas Mudde mengartikan
populisme sebagai. ―Populism is a thin centered ideology that considers
society to be ultimately separated into two homogenous and antagonistic
groups, ‘the pure people’ versus ‘the corrupt elit’ and which argues that
12
Robert H. Dix, ‗Populisme: Authoritarian and Democratic‘, Latin Amerika Review,
Vol, 20. No. 2, (The Latin Amerika Studies Association, 1985), h. 29. Tersedia di
http://www.jstor.org/stable/2503519 di unduh 9 April, 2018. 13
Vedi R. Hadiz, Islamic Populism in Indonesia and The Middle East, (Cambridge:
Cambridge University Press, 2016), h. 19-20.
25
politics should be an expression of the volonte generale (generale will) of
the people‖14
Populisme adalah ideologi yang memisahkan masyarakat
kedalam dua kelompok yaitu yang homogen dan antagonis, masyarakat
yang murni bersaing dengan masyarakat elit yang korup dan berpendapat
bahwa politik harus menjadi ekspresivolonte generale (keinginan umum)
dari orang-orang, maksudnya para penyongkong populisme berpendapat
bahwa politik haruslah merupakan ekspresi dari keinginan umum
masyarakat.
Populisme dalam arti yang sederhana merupakan suatu
pemahaman yang mengarah pada politik ―rakyat banyak‖ dengan politik
―elit‖ yang digambarkan sebagai tamak dan jahat.15
Tujuan asal
populisme adalah bahwa rakyat banyak harus memiliki kesempatan
dengan cara berperan aktif dalam pemerintahan dan juga sosialisasi
bermasyarakat.Gerakan populis umumnya membagi masyarkat kepada
rakyat dan elit dengan individu sebagai kekuatan terbatas yang dianggap
sebagai rakyat, sedangkan elit dideskripsikan sebagai orang-orang yang
memiliki pengaruh yang besar tetapi dengan jumlah yang sedikit.
Pupulisme dalam perkembangannya sendiri menjadi popilusme
baru yang bereaksi terhadap ketimpangan yang tajam dan perubahan
sosial akibat proses globalisasi neoliberal. Populisme baru ini
menggambarkan ketidakpuasan akan kondisi sosial-ekonomi dan
14
Ibid., h. 22. 15
Vedi R. Hadiz, ―Populisme Baru dan Masa Depan Demokrasi Indonesia‖, dalam
YogyakartaMajalahPrisma LP3ES, 28 April 2018, h.38.
26
munculnya ketidak percayaan yang besar terhadap lembaga pemerintah,
yang berakibat pada kelas di dalam sosial masyarakat.
Polulisme baru merupakan fenomena sosial dan politik, yang
tidak bisa digambarkan sebagai produk irasionalitas masyarakat. Seperti
menurut Michell Conniff yang merupakan seorang ahli politik Amerika
Latin, populisme baru merupakan ―wujud kekecewaan yang meluas
seiring dengan janji-janji modrenitas. Janji-janji tersebut diruntuhkan
oleh adanya kapitalisme global yang menyebar dan juga dikenal sebagai
neoliberalisme‖.16
Namun, Mouzelis sedikit berbeda pendapat tentang populisme,
―Mouzelis had taken a different tack altogether back in the 1980s and
argued that the specific feature of populist politics is to be found at the
organisational level, where one finds a style of leadership ‘that results in
systematic attempts to by-pass intermediary groups’ that operate within
formal political institutions‖17
Mouzelis berpendapat bahwa fitur khusus
politik kerakyatan dapat ditemukan di tingkat organisasi, di mana orang
menemukan gaya kepemimpinan 'yang menghasilkan upaya sistematis
untuk melewati kelompok perantara yang beroperasi dalam formal
lembaga-lembaga politik.
16
Ibid., h. 39. 17
Vedi R. Hadiz, Islamic Populism in Indonesia and The Middle East, (Cambridge:
Cambridge University Press, 2016), h. 23.
27
2. Populisme Islam: Gerakan Politik Islam dalam Stategi Politik
Selain populisme politik, populisme Islam yang baru telah juga
melibatkan strategi untuk memperluas partisipasi yang berada di dalam
wilayah tersebut politik pemilu formal dan seterusnya, melalui
penggabungan apa yang mungkin terjadi mempertimbangkan strategi
gerakan sosial yang melibatkan organisasi-organisasi massa dengan
organisasi-organisasi massa politik partai konvensional. Dengan
demikian contohnya seperti, PKS (Partai Keadilan dan Kesejahteraan) di
Indonesia. Indonesia dilihat sebagai gerakan sosial dan partai politik oleh
sebagian orang pengamat.
Banyak hal yang sama dapat dikatakan tentang AKP
(Keadilandan Partai Pengembangan) di Turki, bukan hanya karena
hubungan yang pernah dekat dengannya gerakan Fethulleh Gülen yang
berpengaruh dan kaya, tetapi juga karena cara itu jelas diturunkan dari
sebelumnya dangerakan-gerakan Islam yang ditekan. Dalam nada yang
sama, Ikhwanul Muslimin Mesir telah beroperasi baik sebagai gerakan
sosial dan dalam perjuangan parlemen, meskipun dengan cara semi-
klandestin dalam arti secara rahasia atau diam-diam untuk periode yang
cukup lama. Mouzelis juga menunjukkan, bagaimanapun, bahwa
restrukturisasi tidak harus memerlukan 'transformasi radikal bersamaan
dari hubungan produksi yang berlaku',observasi yang relevan dengan
populisme Islam baru, sosialagen yang lebih mungkin daripada tidak
28
menolak prospekmerombak tatanan sosial yang ada seperti yang
mungkin direnungkan oleh kaum kiri radikal.18
Populisme merupakan fenomena sosial yang lahir atas adanya
diskriminasi antar masyarakat di suatu negara. Populisme dipahami
sebagai kecendrungan rakyat banyak berhadapan dengan elit yang
menindas dan juga memiliki sejarah panjang, jika populisme lama
merupakan perlawanan dari kaum pekerja dan buruh maka populisme
baru bertumpu pada konteks neoliberalisme yang merupakan aliansi
multi kelas yang diartikulasikan melalui suatu identitas sebagai basis
jalinan solidaritas.19
Dalam kasus-kasus di mana 'kaum tani' lebih menonjol, seperti
yang diidentifikasi dalam pengalaman Eropa Timur, dan juga mirip
dengan kasus yang ada di Afrika, populisme dipandang telah sangat
terlibat dalam melindungi mode 'tradisional' kehidupan terhadap
transformasi kapitalis dan pemujaan nilai-nilai dan sistem moral
dikatakan terkait dengannya.
Dalam nada yang sama, seruan kontemporer untuk populisme
Islam memiliki resonansi karena klaim yang dibuat tentang membangun
masyarakat yang tahan moral terhadap ancaman erosi yang ditimbulkan
oleh apa yang dianggap sebagai nilai-nilai materialis dangkal dan gaya
hidup yang terlalu konsumtif yang terkait dengan 'budaya Barat'. Namun,
lilitannya adalah bahwa populisme Islam yang baru lebih jelas
18
Ibid., h. 24. 19
Abdil Mughis M; Luqman H; Dyiatia Widya, ―Populisme Islam dan Tantangan
Demokrasi di Indonesia‖,dalam YogyakartaMajalahPrisma LP3ES, 28 April 2018, h. 48.
29
merupakan fenomena sosio-politik perkotaan, atau tentu saja yang terus
menjadi semakin urban, karena alasan-alasan yang berkaitan dengan
transformasi sosial yang menyelimuti sebagian besar dunia Muslim.
Dalam prosesnya.20
3. Populisme sebagai strategi politik
Populisme merupakan salah satu dari strategi politik yang
digunakan sebagai alat atau metode yang mempokuskan diri pada
pemenangan dan penggunaan kekuasaan. Penekanan populisme sendiri
sebagai strategi politik, terletak pada pilihan kebijakan, organisasi politik,
dan kerangka mobilisasi.21
Wayland berpendapat bahwa munculnya
populisme yaitu adanya upaya dari aktor politik untuk menjalin
kedekatan antara hubungan dengan masyarakat dan hubungan
konstituennya dengan menggunakan program-program yang berpihak
pada aspirasi publik, dan secara tidak langsung Wayland beranggapan
bahwa populisme sebagai bagian dari strategi politik. Selain
menggunakan program-program yang sesuai dengan keinginan publik,
dapat juga menggunakan mobilisasi massa. Mobilisasi massa yang
digunakannya juga dapat terorganisasi atau tidak terorganisasi / noe-
populisme.22
20
Vedi R. Hadiz, Islamic Populism in Indonesia and The Middle East, (Cambridge:
Cambridge University Press, 2016), h. 32-34. 21
Michel Hastings, The Rise of Populism and Extremist Parties in Europe, The Spinnelli
Group, 2013, h. 10 22
Krut Wayland, ‗Clarifiying a Contested Consept: Populism in The Study Of Latin
Amerika Politcs‘, dalam Jurnal Comparative Politcs, Vol, 34, No. 1,October 2001 (The Latin
30
Wayland mendefinisikan populisme sebagai strategi politik
yaitu23
:―Populism is the best defined as a political startegies are
characterized by the power capability that types of rulers use to sustain
themselves politically. Under populism the ruler is an individual, a
personalistic leader, not a group or organization. Populism rests on the
power capability of number, not special weight. Populism emerges when
personalistic leaders base their rule on masive yet mostly
unintitutionalized support from large numbers of people‖.
Populisme sebagai strategi politik adalah populisme yang
didefinisikan sebagai awal politik dicirikan oleh kemampuan kekuasaan
yang digunakan oleh para penguasa untuk mempertahankan diri mereka
secara politis. Di bawah populisme penguasa adalah seorang individu,
pemimpin yang personalistik, bukan kelompok atau organisasi.
Populisme bertumpu pada kemampuan daya bilangan, bukan
bobot khusus. Populisme muncul ketika pemimpin personalistik
mendasarkan kekuasaan mereka pada dukungan yang sebagian besar
belum diintimidasi dari sejumlah besar orang. Pada intinya populisme
dijadikan sebagai alat aktor politik untuk membangun kedekatan dengan
massa, menggunakan strategi program atau sistem yang sesuai dengan
aspirasi publik dengan cara memobilisasi massa baik secara
organisasional ataupun non organisasional.
Amerika Studies Association, 2001), h. 12-14. Tersedia di www.jstor.orgDi unduh pada kamis, 27
September 2018. 23
Ibid., h. 18.
31
Dalam mendefinisikan populisme menurut Gidron dan
Bonikowski24
mengelompokkan populisme menjadi ideologi dan
discursive style, yang pastinya keduanya memiliki kesamaan dalam
oposisi antara rakyat dan elit yang korup. Sedangkan perbedaannya
dalam penekanan retorika. Diskursus sendiri merupakan gabungan antara
elemen ideologi dan retorika yang pelaksanannya dalam bentuk bahasa
dan subtansi yang memiliki konsekuensi politik.
Oleh karena itu retorika dalam discursive style, dianggap menjadi
lebih menarik untuk mengambil hati publik dari pada ideologi yang
dianut. Populisme sebagai strategi politik dianggap bertentangan dengan
dua pendekatan yang ada sebelumnya. Populisme sebagai strategi politik
bertujuan untuk memperoleh dukungan rakyat dengan memanfaatkan
pilihan-pilihan kebijakan yang bersifat pro rakyat, serta strategi
organisasi dan kerangka mobilisasi massa.25
Sedangkan menurut Filc ketiga pendekatan populisme, terdapat
koneksi dan level yang berbeda yang berfokus pada pengaruh antara
sosial inklusi dan ekslusi antara rakyat dan elit yang korup. Level
tersebut ada pada material, simbolik dan politik. Material atau ideologi
inklusif dan ekslusif, kemudian bermain pada kebijakan yang spesifik
seperti kesejahteraan.
24
Noam Gidron dan Bonikowski, Varieties of Populism: Literatur Review and Research
Agenda, No. 13-0004. (Working Papper Series: Weatherhead Center For International Affairs
Hardvard University, tt), h. 17. 25
Ibid., h. 17.
32
Simbolik dapat dibentuk melalui retorika politik dan
menggambarkan ulang batasan-batasan sosial. Politik, didefinisikan oleh
pengaturan reorganisasi dari struktur partai seperti keanggotaan dan
representasi pada tubuh partai, artinya terdapat upaya pengaturan yang
organisasi oleh aktor politik (partai/pemimpin partai).26
Edwin Williamson27
mendefinisikan populisme sebagai strategi
politisi yang mencoba memperoleh kekuasaan dengan menarik massa
dengan menebarkan janji dari keuntungan dan konsensi kepada
masyarakat kelas bawah. Tokoh-tokoh populis akan menawarkan
program-program yang berkaitan dengan perubahan sosial atau reformasi
ekonomi.Paul Drake28
seorang ilmuan politik menjelaskan bahwa tokoh
populis menggunakan mobilisasi politik, penguatan retorika dan juga
menggunakan simbol yang didesain untuk menarik atau menginspirasi
rakyat. Tokoh populis ini membangun koalisi yang bersifat hetorogen
yang didalamnya terdapat para pekerja, salah satu sektor penting kelas
menengah.
26
Ibid., h. 16. 27
Sebastian Edward, Left Behind Latin Amerika and the False Promise of Populism,
(London: The University Chicago Press, 2010), h. 167. 28
Ibid.,.
33
BAB III
PERJALANAN POLITIK RECEP TAYYIP ERDOGAN
DALAM DINAMIKA DEMOKRASI TURKI
Dalam bab ini akan dijelaskan sedikit banyaknya perjalanan perpolitikan
Recep Tayyip Erdogan dalam menjalankan pemerintahannnya di Turki. Bab ini
hendak memberi gambaran dinamika kepemimpinan Erdogan, sejak awal
bagaimana Erdogan mulai masuk kedalam perpolitikan Turki dan perannya dalam
perkembangan Turki baik di dalam maupun di luar negeri, serta pengaruhnya
yang membuat Islam menjadi bangkit kembali di Turki. Begitu juga, bab ini akan
menunjukkan respon yang terjadi pada masyarakat Turki ketika Erdogan
memimpin dengan gaya atau kharismatik yang berbeda.
Selain perjalanan Erdogan, bab ini juga mengilustrasikan profil AKP yang
merupakan partai yang didirikan Erdogan untuk mewujutkan keinginannya dalam
perpolitikan di Turki, serta keadaan politik Turki modern yang dulu dan sekarang
setelah adanya kudeta dan pertentangan Erdogan terhadap keoteriteran yang
terjadi. Di bagian akhir, bab ini menjelaskan bagaimana Erdogan yang membuat
kebijakan baru dan pada gilirannya membuahkan hasil timbulnya charisma dan
juga agendanya sebagai kemenangan dalam mempertahankan perpolitikkannya.
A. Riwayat Kehidupan Racep Tayyip Erdogan
Presiden berkharismatik Turki, Recep Tayyip Erdogan, telah memiliki
beberapa pencapaian yang mengesankan, baik di dalam negeri maupun di ranah
internasional, tetapi juga telah menjadi tokoh kontroversial terutama karena
34
sikapnya terhadap agama dan karena ledakan-ledakannya yang kadang-kadang tak
kenal lelah.
Racep Teyyip Erdogan yang biasa disapa dengan nama Erdogan ini, lahir
di desa kecil Instanbul, pada tanggal 26 Februari 1954. Orang tua Erdogan
bernama Ahmed, seorang pria keturunan yang berasal dari Batumi Georgia. Yaitu
keluarga Georgia yang bermigrasi dari Batumi, Georgia ke kota Rize di Turki
timur laut. Erdogan lahir di distrik Kasimpasa di Istanbul, sebuah lingkungan
yang kurang makmur yang dikenal karena kode kehormatan macho-nya. Erdogan
telah secara terbuka bangga menjadi salah satu pria Kasimpasa, yang dicirikan
sebagai sangat pemarah, sangat bangga dan kasar dalam kata.29
Terlebih lagi kehidupan lingkungan keluarganya sangat religius. Saat
Erdogan berusia 13 tahun, Erdogan belajar di sekolah dasar (Ibtidaiyyah) bersama
dengan anak-anak dari kota Qasim Pasha dan Lulus padatahun 1965. Ketika
Erdogan masih duduk di bangku sekolah dasar, salah satu gurunya memberikan
julukan kepada Erdogan ―Syaikh Racep‖, gurunya memberikan gelar tersebut
karena merasa heran sekaligus takjub akan kecerdasan dan keshalehannya
sehingga memanggilnya ―Syaikh‖. Sedangkan sekolah menengahnya di Imam
Hatib dan lulus tahun 1973, disana Erdogan belajar fisika, aqidah dan tajwid
sehingga sedikit demi sedikit meningkatkan kemampuannya dalam berbicara dan
berpikir. Setelah lulus sekolah senengah Erdogan melanjutkan ke Universitas
Marmara Istanbul untuk belajar tentang ekonomi dan bisnis.30
29
Arda Baykal, ―Recep Tayyip Erdogan‖, Library House of Commons: Internasional
Affair and Defence Section, 22 Desember 2009, h. 3. 30
Syarif Thanghian, Erdogan Muadzin Istanbul Penakluk Sekularisme Turki, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2016), h. 13-14.
35
Erdogan menikah dengan Emine Erdogan pada tanggal 4 Juli
1978,31
pasangan itu memiliki dua putra (Ahmet Burak dan Necmeddin Bilal) dan
dua anak perempuan (Esra dan Sumeyye). Meskipun tidak terlalu aktif dalam
politik, Emine Erdogan menemukan dirinya di bawah sorotan dengan
mengenakan jilbab sebagai wanita pertama dari negara sekuler.
Sementara kontroversi ini menimbulkan pertanyaan tentang pengaruh yang
akan berpengaruh pada publik memiliki pasangan agama di inti politik, Erdogan
bersikeras bahwa pernikahannya sebenarnya mewakili toleransi di Turki. Dia
menjelaskan dalam sebuah pidato di New York pada 10 Desember 2006 bahwa
dia dengan senang hati menikahi seorang wanita yang keturunan Arab dan berasal
dari denominasi Muslim yang berbeda (Shafi'i / Ash'ari).32
1. Perjalanan Karir Politik Recep Tayyip Erdogan
Di Istambul, Erdogan hidup diantara dua kekuatan yang
bertentangan. Kekuatan masa lalu yang dibangun Turki Utsmani dalam
beberapa abad berupa istana, masjid dan kota-kota klasik, dengan
kekuatan modern, yang merupakan simbol-simbol baru yang diterapkan
oleh Republik Turki yang sekular. Minat Erdogan dalam memilih
pendidikan keagamaan sejak dini, terlihat dari keinginan orang tuanya
yang memasukkan Erdogan kesekolah berbasis Islamis dan juga
memadukkan antara agama klasik dengan modern.
Erdogan secara politik sangat aktif sejak masa mudanya. Selama
masa sekolah menengah dan universitas, Erdogan adalah anggota
31
Ibid., h. 19. 32
Arda Baykal, ―Recep Tayyip Erdogan‖, Library House of Commons: Internasional
Affair and Defence Section, 22 Desember 2009, h. 4.
36
Persatuan Mahasiswa Nasional Turki. Karir politiknya dimulai ketika
Erdogan terpilih sebagai presiden dari Cabang Pemuda Beyoglu dari
Partai Keselamatan Nasional (MSP — Milli Selamet Partisi), sebuah
partai politik Islamis pada tahun 1970-an yang ditutup setelah kudeta
militer tahun 1980.
Sejak Erdogan bergabung dengan Partai Keselamatan Nasional
yang dipimpin oleh Necmettin Erbarkan, bapak Partai Konservatif dan
menjadi Perdana Mentri pertama yang islami. Pertemuan Erdogan
dengan Erbarkan membuka cakrawala berfikir Erdogan tentang politik,
melatihnya untuk lebih mengenal organisasi dan belajar berpolitik lebih
mendalam. Erbakan sendiri merupakan panutan Erdogan saat menjadi
pemimpin, karena karakteristik Erbakan dalam memimpin partai.33
Belakangan tahun itu Erdogan menjadi presiden Cabang Pemuda
Istanbul dari partai yang sama. Selama kudeta militer 1980, Erdogan
bekerja sebagai akuntan dan kemudian sebagai manajer di sektor swasta.
Erdogan kembali ke politik pada tahun 1983 ketika Partai Kesejahteraan
(RP-Refah Partisi) didirikan dan setahun kemudian Erdogan menjadi
Distrik Beyoglu Ketua Pesta. Pada tahun 1985, Erdogan diangkat ke pos
Pimpinan Provinsi untuk wilayah Istanbul di Partai Kesejahteraan.
Di tahun 1989, dengan mendesak semua segmen masyarakat
untuk menunjukkan minat dalam politik dan suara terbanyak, Erdogan
33
Syarif Thanghian, Erdogan Muadzin Istanbul Penakluk Sekularisme Turki, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2016), h. 16-17.
37
memenangkan pemilihan lokal dengan suara pemilih tertinggi.34
Pemilihan lokal berikutnya pada tahun 1994 Erdogan dipilih menjadi
walikota Instanbul. Selama masa jabatannya sebagai walikota, Erdogan
mendapatkan dukungan dari kelompok-kelompok sosial ekonomi yang
lebih rendah dengan mengalokasikan dana kotamadya ke lingkungan
yang lebih miskin.
Namun, tindakannya ini menghasilkan dua reaksi berbeda.
Sementara kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah menghargai
Erdogan dan menyatakan bahwa Erdogan 'Robin Hood' dari Turki,
segmen Kemalis dari masyarakat mulai mengkritik Erdogan dengan
kasar atas dasar pembelanjaan dan hoac.
Pada tahun 1997, Partai Kesejahteraan ditutup oleh Mahkamah
Konstitusi Turki dengan alasan mengancam sifat Kemalis Turki,
terutama sekularitas. Erdogan, yang merupakan tokoh walikota
terkemuka pada saat itu, menjadi pembicara tetap pada demonstrasi yang
diadakan oleh rekan-rekannya dari pesta yang dilarang. Dalam sebuah
pidato pada 12 Desember 1997 di kota Turki Timur Siirt, Erdogan
mengidentifikasi masyarakat Turki sebagai memiliki 'dua kubu yang
berbeda secara fundamental' yaitu mereka yang mengikuti reformasi
Ataturk atau pendukung sekuler dan Muslim yang menyatukan Islam
dengan syariat.
34
Arda Baykal, ―Recep Tayyip Erdogan‖, Library House of Commons: Internasional
Affair and Defence Section, 22 Desember 2009, h. 4.
38
Dalam pidatonya Erdogan membacakan puisi dari penyair islam
Ottoman Ziya Gokalp yang menghasilkan hukuman penjara sepuluh
bulan. Puisi itu termasuk baris: ―The mosques are our barracks, the
domes our helmets, the minarets our bayonets and the faithful our
soldiers…‖yang dianggap sebagai pelanggaran terhadap prinsip Kemalis
oleh hakim.35
Pengadilan menganggap bahwa bait-bait puisi itu telah
memprovokasi rakyat untuk membangkitkan rasa keagamaan.
Perasaan ini yang telah lama diajarkan pemerintah Turki secara
berturut-turut dengan penekanan keras. Akann tetapi perasaan ini pula
yang akan mencetuskan peperangan saudara antar penduduk ataupun
kelompok di dalam negeri. Setelah Erdogan menyelesaikan masa tahanan
selama empat bulan, hal ini yang menjadikan dirinya sebagai pahlawan
bagi sebagaian masyarakat Turki.
Tidak sampai disitu saja perjuangan yang dilakukan oleh
Erdogan, karena tidak puas dengan berbagai pihak Erdogan mendirikan
Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP — Adalet ve Kalkinma Partisi)
pada 14 Agustus 2001. Erdogan kemudian terpilih sebagai Ketua Pendiri
partai tersebut. Sebelum pemilihan nasional pada 2002, Erdogan dilarang
oleh Dewan Pemilihan Turki untuk mencalonkan diri dalam pemilihan
karena keyakinannya di masa lalu.
Namun, setelah kemenangan partainya di tempat pemungutan
suara, konstitusi itu dimodifikasi untuk memungkinkan dia mencalonkan
35
Ibid., h. 5. Dan lihat juga, Syarif Thanghian, Erdogan Muadzin Istanbul Penakluk
Sekularisme Turki, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2016), h. 29.
39
diri pada pemilihan umum pada 9 Maret 2003 dari konstituensi Siirt,
kampung halaman istrinya, sehingga memungkinkan Erdogan masuk ke
parlemen dan mengambil alih jabatan Perdana Menteri. Menteri dari
Abdullah Gul, wakilnya yang pernah menjabat sebagai perdana menteri
sejak November 2002.36
Pada tahun 2007 dalam pemilihan umum, AKP
memenangkan kembali dengan Abdullah Gul sebagai presiden dan
Erdogan sebagai Perdana Mentri kembali.37
Setelah Erdogan menjabat sebagai Perdana Mentri,
Erdoganberperan dalam mengembangkan konsep-konsep baru yang
muncul dalam kebijakan luar negeri Turki. Recep Tayyip Erdogan dan
menteri luar negerinya saat itu, Ahmet Davutoglu, berpendapat bahwa
patokan baru dari kebijakan luar negeri republik adalah 'kedalaman
strategis'. Menurut Erdogan konsep ‗kedalaman strategis‘, merupakan
nilai bangsa dalam politik dunia yang didasarkan pada lokasi geo-
strategis dan kedalaman historisnya. Mengikuti logika ini, Turki secara
unik dianugerahi baik karena lokasinya di wilayah pengaruh geopolitik,
terutama penguasaannya atas Bosphorus, dan juga karena warisan
sejarahnya dari Kekaisaran Ottoman.
Kebijakan luar negeri Turki yang telah tidak seimbang saat itu,
disebabkan dengan penekanan berlebihan pada hubungan dengan Eropa
Barat dan AS terhadap pengabaian kepentingan Turki dengan negeri lain,
terutama di Timur Tengah. Konsep ini juga telah memberikan pilar lain
36
Ibid., h. 6 37
Ahmad Junaidi, ―Kebijakan Politik Racep Tayyib Erdogan dan Islamisme Turki
Kontemporer‖, IKA-Siyasah Yogyakarta, (vol. 6 no. 1, November 2016), h. 145.
40
dari kebijakan luar negeri baru Erdogan termasuk konsep baru 'masalah
nol dengan tetangga'.
Erdogan berpendapat bahwa Turki harus memulihkan kedalaman
strategisnya dengan menggabungkan kekuatan militer dan ekonominya
dengan kekuatan budayanya yang lembut. Di bawah kepemimpinan
Erdogan, Turki telah mengikuti kebijakan luar negeri yang lebih aktif di
mana akses negara-negara Eropa(Uni Eropa) tetap menjadi prioritas
utama sementara peran yang lebih dominan diberikan untuk
memperantarai perdamaian di Timur Tengah dan di Kaukasus.
Pencapaian lain Erdogan, yang telah mencoba menggunakan
identitas Muslimnya dengan potensi militernya untuk menengahi
perdamaian Suriah-Israel. Demikian pula, kegigihan pribadi Erdoğan dan
upaya untuk memoderasi gejolak politik terkait nuklir antara Barat dan
Iran telah terjadi di bawah doktrin baru dari kebijakan luar negeri Turki.
Pada gilirannya, status jembatan ini antara mitra Barat Turki - Amerika
Serikat dan Uni Eropa - dan mitra Timurnya - Timur Tengah, Kaukus,
Kaspia, dll. telah membawa manfaat bagi kedua belah pihak dan dapat
memberikan peta bagi masa depan Turki di luar negeri.38
Karena kemajuan pesat dibawah kepemimpinan Erdogan pada
masa menjabat sebagai Pedana Mentri, negara Turki disegani sebagai
salah satu negara kuat di Eropa. Membuat Erdogan semakin diakui
sebagai pemimpin terbaik dunia, yang membuatnya memenangkan
38
Arda Baykal, ―Recep Tayyip Erdogan‖, Library House of Commons: Internasional
Affair and Defence Section, 22 Desember 2009, h. 7-8.
41
pemilihan umum tahun 2011 dan menjabat kembali sebagai pedana
mentri. Dan pada tahun 2014 ketika masa jabatannya sebagai Pedana
Mentri selesai, Erdogan mencalonkan diri sebagai Presiden Turki dengan
dukungan partai AKP dengan hasil terpilihnya Erdogan pada tanggal 10
Agustus 2014 sebagai presiden Turki melalui pemilihan umum dengan
masa jabatan lima tahun.39
B. Profil AKP (Adalet ve Kalkinma Partisi) dan keterlibatannya dalam
politik dan Kebijakan di pemerintahan
1. Profil AKP
Turki merupakan negara modern Islam yang terlalu sekular,
karena negara melakukan kontrol yang berlebihan terhadap agama
ataupun kegiatan keagamaan. Hampir semua dari Masyarakat Turki
memeluk agama Islam, dan sebagian dari merekayangmelakukan
kegiatan berbau agama selalu dicurigai oleh para elit Kemalis agar tetap
eksis pada kepercayaan yang telah ditetapkan diturki hingga kini.
Iklim politik di Turki yang terlalu otoriter membuat respon yang
signifikan dari kalangan menengah muslim yang mengerti politik.
Membuat mereka mengambil jalur politik sebagai cara untuk
bernegosiasi dengan sistem keperintahan Turki yang sudah lama
dibangun. Untuk menghindari kekhawatiran poitik berlebih dari politik
sekurel serta seranganmiliter, kelompok Islam tidak memperlihatkan
39
Ahmad Junaidi, ―Kebijakan Politik Racep Tayyib Erdogan dan Islamisme Turki
Kontemporer‖, IKA-Siyasah Yogyakarta, (vol. 6 no. 1, November 2016), h. 146.
42
keislamannya yang bersifat formalistas.40
Partai AKP termasuk partai
yang berbasis islam.
Banyak partai-partai Islam di Turki yang mendapat larangan oleh
pihak pemerintah. AKP sendiri tidak lahir begitu saja, tetapi karena
beberapa proses sejarah yang ada diskriminasi antara elit Kemalis yang
sangat sekular terhadap kelompok Islamis yang menentangnya salah
satunya partai yang dipimpin oleh Necmettin Erbarkan, hingga akhirnya
banyak partai-partai Islam yang dibubarkan.
Adapun kelompok muda pembaharu seperti Recep Tayyib
Erdogan dan Abdullah Gul, telah mendirikan partai Keadilan dan
pembangunan (AKP) yang didirikan pada tanggal 14 Agustus 2001
dibawah kepemimpinan Erdogan,41
dan secara resmi memasuki
perpolitikan Turki. Pada tahun 2002 Erdogan mengajukan diri sebagai
calon anggota dewan, tetapi kejaksaan agung meminta pengadilan
Diyarbakir untuk menolak pencoretan hukuman tahanan terhadap
Erdogan dari catatan undang-undang pidana, yang mencegah Erdogan
masuk sebagai calon legislatif, dan tidak bisa beraktifitas politik selama
tiga tahun selama masa hukuman belum selesai.
Pada tanggal 20 Oktober 2002 Erdogan mengajukan pengunduran
dirinya dari komite pendiri partai, sebagai bentuk penuaian terhadap
keputusan Mahkamah Konstitusi yang dikeluarkan untuk partai dan
40
M. Sya‘roni Rofii, ― Partai AKP dan Ideologi Islam di Turki Moden (2001-
2007)‖,(Skripsi S1 Fakultas Syari‘ah, Universitas Islam Negeri Sunan KalijagaYogyakarta, 2008),
h. 71-72. 41
Syarif Thanghian, Erdogan Muadzin Istanbul Penakluk Sekularisme Turki, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2016), h. 32.
43
Erdogan pada bulan April 2002. Pengadilan memutuskan berdasarkan
permintaan parlemen agar Erdogan tidak bisa menjadi anggota komite
pendiri partai, berdasarkan hukuman politik yang disanksikan padanya.42
Kehadiran AKP mempertegas karakter islamis moderat.
sementara konotasi muslim moderat terkait dengan eksistensi kelompok
Islam yang mampu berdampingan secara damai dengan kelompok lain
yang berbeda keyakinan, mendukung demokrasi, menghargai kebebasan
berfikir, penyelenggara pendidikan yang mengakui iman dan agama, dan
mencegah penggunaan kekerasan atas nama islam. Pendekatan moderat
sesungguhnya melekat pada setiap partai islamis yang bercikal bakal
gerakan Milli Gorus (pandangan nasional) yang diawali oleh MNP dan
MPS pada 1970-an.
Erbarkan pernah membawa MSP berkualisi dengan partai sekular
CHP (Partai Rakyat Republik) dan AP (Partai Keadilan), termasuk
ketika RP membentuk pemerintahan Refahyol pada tahun 1996.43
Hanya
saja, isu-isu yang diangkat RP dinilai vulgar dalam mengusung agenda
politik Islamis. AKP hadir sebagai penutup kelemahan-kelemahan partai
islamis. AKP pro-pasar bebas dan mengembangkan visi demokrat
konservatif. Dalam tabel 3.1 di bawah akan memperlihatkan sedikit
perbedaan atau kekontrasan antara partai-partai islamis dan AKP.
42
Ibid., h. 33 43
M. Alfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga
Gagalnya Kudeta, (Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h. 64-65.
44
Tabel 3.1. silsilah partai-partai Islamis dan Neo-Islamis
PARTAI PERIODE PEMIMPIN PLATFORM
MNP
(Milli Nizam Partisi)
1970 - 1971
Nacmettin Erbarkan
1. Nasional-
komunitarian
2. Developmentalisme
3. Islamisme
MSP
(Milli Selamet
Partisi)
1972 - 1980
Nacmettin Erbarkan
1. Nasional-
komunitarian
2. Developmentalisme
3. Islamisme
RP
(Refah Partisi)
1983 – 1998
Nacmettin Erbarkan
1. Keadilan sosial
2. Regulasi komunal
pasar
3. Islamisme
FP
(Fazilet Partisi)
1997 – 2001 Recai Kutan 1. Islamisme
2. demokratisasi
SP
(Saadet Partisi)
Sejak 2001
1. Recai Kutan
2. Nacmettin Erbarkan
3. Nurman Kurtulmus
1. Islamisme
2. Nasionalisme
AKP
(Adalet ve Kalkinma
Partisi)
Sejak 2001
Recep Tayyib Erdogan 1. Konservatisme
2. Demokratisasi
3. Reformasi pasar
Sumber: Tugal (2009)44
Dalam konten hadirnya AKP ini, sebagai perkembangan lebih
lanjut atas fenomena politik Islamis Turki. Akan tetapi AKP jelas-jelas
menolak dikategorikan sebagai patai Islam di dalam dokumen-dokumen
44
Cihan Tugal, Passive Revolution: Absorbing the Islamic Challenge to Capitalism,
(California: Stanford University Press, 2009), h. 43. Dalam, M. Alfan Alfian, Militer dan Politik
Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga Gagalnya Kudeta, (Bekasi: Penerbit Penjuru
Ilmu, 2018), h. 66.
45
formal AKP. AKP dalam bahasa Inggris sering diartikan Justice and
Development Party (JDP) dan sering juga di singkat AKP.
Namun partai ini secara resmi menyebut dirinya AK Parti. Ak
dalam bahasa turki berarti cahaya, murni, putih, bersih dan tidak
terkontaminasi. AK Parti berkonotasi partai cahaya dengan simbol partai
sebuah bola lampu.45
AKP menolak klaim pihak lain yang menyebutnya
sebagai partai politik atau menyimpan agenda politik Islamis. AKP
mengklaim dirinya sebagai partai demokrat – konservatif
(muhafazakarlar demokrat) yang menekankan nilai-nilai tradisional
Turki religius. Strategi ini didasari oleh kecendrungan masyarakat yang
semakin konservatif, karena domominasi politik sayap kanan dalam
waktu yang cukup lama terutama sejak lahirnya era Trugut Ozal.
2. Perpolitikan dan Kebijakan AKP terhadap pemerintahan Turki
Sejak AKP didirikan dan mulai mengikuti pemilu-pemilu di Turki
dari tanuh 2002 menunjukkan tren kenaikan yang signifikan. Dengan
dukungan 34,28% pada pemilu 2002, AKP secara mengejutkan menang
telak bahkan pencapaian ini melebihi pencapaian yang dicapai RPpada
pertengahan 1990-an.
Pada saat AKP menang pemerintahannya dipandang sukses dalam
membenahi perekonomian dan menjukkan kinerja yang progresif pro-Uni
Eropa, AKP pun semakin naik daun dan dukungan suaranya naik secara
45
M. Alfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga
Gagalnya Kudeta, (Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h. 67.
46
signifikan menjadi 47% pada pemilu 2007. AKP menjadi partai yang
kokoh sebagai partai tunggal yang tanpa harus membangun koalisi dalam
pembentukkan pemerintahan. Kesuksesan AKP juga terulang kembali
dengan isu baru dan mendapatkan suara pemilih sebanyak 49,83%pada
pemilu 2011.
Pada pemilu 2002 terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan
kemenangan AKP, karena krisis tersebut membuat popularitas
pemerintahan sekuler merosot. Pemerintah dianggap gagal memulihkan
krisis ekonomi, dan kurang mampu membendung korupsi. Pemerintah
gagal mengatasi krisis ekonomi pertama pada November 2000, menyusul
yang kedua pada februari 2001 sebagai yang terparah dalam sejarah
Turki modern.
Krisis ini menyebabkan produk nasional bruto (gross national
product, GNP) anjlok sebesar 9,4%, pendapatan per kapita (income per
capita) jatuh dari 2.986 Dolar AS menjadi 2.110 Dolar AS per tahun dan
memicu pengangguran lebih dari sejuta orang dan dampaknya dirasakan
oleh seluruh segmen masyarakat.46
Kegagalan pemerintah sekuler inilah
yang membuat pemilih merindukan kekuatan politik baru yang
dipandang lebih tangkas dan berintegritas. Oleh karena itu, AKP
dipandang menarik karena mengambil posisi sebagai partaikanan tengah
moderat, konservatif, pro-Uni Eropa dan pasar bebas.
46
Ibid., h. 73.
47
Sedangkan penyebab kemenangan AKP pada pemilu 2007, yang
paling menonjol adalah apresiasi publik terhadap pemulihan ekonomi.
Menurut Nars, begitu AKP memegang perusahaan pemerintah, AKP
akan dihadapkan pada keharusan implementasi paket pengetatan
ekonomi IMF, sebagai harga yang harus dibayar dalam restrukturisasi
(penataan kembali agar strukturnya lebih baik)utang luar negri. Berbagai
kalangan di pemerintahan sekuler berpendapat bahwa AKP akan gagal
tetapi yang terjadi malah sebaliknya.
Dengan langkah-langkah kebijakannya yang efektif dalam
mengatasi krisis, AKP melakukan kebijakan privatisasi secara bijak
berbagai industri, mempromosikan globalisasi, dan mengaitkan kebijakan
ekonomi dan politiknya kepada Uni Eropa. Hasilnya pun sangat baik,
bukannya hanya memulihkan perekonomian Turki tetapi membuat
perekonomian Turki berkembang pesat.47
Pada kemenangan AKP di pemilu 2011 seperti déjà vu dari
pemenangan pemilu sebelumnya. AKP dianggap sebagaipartai yang
bersih dan profesional, pemerintahannya mampu menciptakan
kemapanan secara politik, keamanan dan ekonomi. Contohnya seperti
pertemuan NATO akhir 2008. Mentri Luar Negeri Turki Ali Babacan,
menyampaikan bahwa konstitusi Turki tidak membantu pelaksanaan
agenda reformasi.
47
Vali Nasr, Force of Fortune, The Rise of The New Muslim Middle Class and What it
Will Mean for Our World, (New York: Free Press, 2009), h. 239.
48
Sebelumnya komisi Urusan Perluasan Keanggotaan Uni Eropa
Olli Rehn, menyatakan reformasi konstitusi akan mempercepat proses
penyatuan Turki – Uni Eropa dan dapat menghentikan pusaran krisis
politik. Konstitusi peninggalan militer tahun 1982 dipandang menyisakan
masalah bagi demokrasi dan hubungan sipil. Reformasi konstitusi pada
awal pemerintahan AKP sudah berjalan secara signifikan. Pada
referendum konstitusi 12 september 2010 yang dimaksudkan untuk
memperoleh persetujuan rakyat terhadap sejumlah perubahan pasal untuk
memenuhi standar Uni Eropa, seperti pencabutan pasal 15 yang menjadi
dasar untuk melindungi para pemimpin kudeta 1980.
Konsekuensinya adalah mereka yang terlibat dituntut di
pengadilan sipil, dan amandemen juga dilakukan terhadap pasal ekonomi
dan kebebasan individu. Kemenangan AKP 2011 dikaitkan juga dengan
popularitas Erdogan yang memiliki kemampuan pidato balkan48
.
Erdogan mampu menampilkan kesan rendah hati dan melayani, selain
menjanjikan banyak hal menulis ulang konstitusi.49
48
Salah satu isi pidato Erdogan: ―Istambul adalah Turki, ia adalah Asia, Timur Tengah,
Afrika Utara, Balkan. Pidato saya ini untuk semua saudara diseluruh dunia! Mereka membuat
kebisingan dengan panci, mereka mengaku (protes sebab) peduli lingkungan, namun tak peduli
polusi suara. Mereka yangberlaku anarki pada polisi, bukanlah bagian dari kita. Mereka
penghianat! Semeentara kami berbasis hukum! ―Environmentalis‖ yang sesungguhnya yang
sekarang sedang membersihkan taksim akibat di kotori poster yang mengaku pro lingkungan.
Turki bukan hanya ―Taksim‖, tetapi ia Negara ―cucu keturunan‖ dari Utsmani yang memimpin 3
benua dan menyatukan dunia Islam. Tiada skenario jahat yang dapat mengguncang kita. Turki
bukan negara yang dapat di acak-acak media internasional.‖Dalam
https://www.google.co.id/amp/s/www.dakwatuna.com/2013/06/18/35464/isi-pidato-erdogan-di-
harapkan-sekitar-1-juta-pendukungnya/amp/?espv=1 diakses pada tanggal 20 agustus 2018, 10:03
WIB 49
M. Alfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga
Gagalnya Kudeta, (Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h. 77-78.
49
Kemenangan AKP tidak terlepas dari kebijakan populis politik
luar negrinya. Keenangannya memperkuat kecendrungan peningkatan
kemampuan partai-partai islam di arena politik negeri-negeri muslim tiga
dekade terakhir abad ke-20 dan ketika memasuki melenium baru.
Kekerasan-kekerasan yang terjadi di Afganistan pasca-penarikan pasukan
Uni Soviet dan diradikalisasi islmais di berbagai negara, dan membuat
partai islam tersigma sebagai teroris.
Dampaknya seperti dipatahkannya kekuatan Islamis oleh militer,
seperti terjadinya kudeta militer Turki pada tahun 1997.50
Secara umum
kebijakan pemerintahan AKP pragmatis di bidang ekonomi dan politik
luar negri, dan alasan AKP tidak bisa disebut partai Islam, atau yang
berbasis massa islam (shaleh), ataupun kelompok konservatif, yaitu
seperti tabel 3.2 di bawah yang merupakan perubahan politik islam di
Turki dari RP, FP, ke AKP.
RP (1995) FP (1999) AKP (2002-kini)
Peran
ekonomi
negara
Sangat signifikan.
Negara memiliki peran
yang kuat dalam
meredistribusikan
ekonomi. Negara
memiliki peran aktif
dalam mensubsidi
pembangunan industri.
Privatisasi tidak
ditentukan.
Terdapat banyak
pertimbangan dalam
konteks peran
distribusi ekonomi oleh
negara. Banyak
menekankan kompetisi,
yakni pada kekuatan
pasar dan privatisasi.
Sangat menekankan
ekonomi liberal,
investasi asing, privasi
dan regulasi ekonomi
pasar. Menekankan
pula isu keadilan sosial.
Sepakat program IMF
menyisihkan juga
anggarannya untuk
social services.
50
Ibid., h. 83.
50
Demokratisasi
Tidak ada pertimbangan
atas hak-hak individu.
Sangat menekankan
hak-hak sosial dan
kebebasan dalam
menjalankan praktik
keagamaan.
Sangat menekankan
hak-hak individu dan
HAM. Terkait dengan
hak demokrasi,
ditekankan terkhusus
perlunya kebebasan
menjalankan praktik
keagamaan.
Sangat menekankan
konsolidasi demokrasi
melalui dilanjutkannya
reformasiterkait dengan
hak-hak sipil dan
HAM. Menekankan
keterlibatan dan
penguatan civil society.
Nasionalisme
Sangat nasionalis.
Mendambakan peran
lebih besar kepemim-
pinan Turki di Dunia
Muslim.
Penekanan pada
nasionalisme kurang
menonjol
Sangat kosmopolitan
dalam berpandangan.
Terdapat elemen-
elemen nasionalistik.
Agama dan
nilai moral
Sangat kuat. Secara
khusus merekomen-
dasikan penerapan nilai-
nilai dan praktik agama
Islam.
Menekankan nilai
moralitas. Tetapi tidak
secara eksplisit meru-
juk sekedar pada Islam
atau nilai Islam.
Menekankan kebeba-
san beragama sebagai
bagian dari hak-hak
individu dan
demokrasi.
Menekankan tatanan
sekuler. Nilai moral
diserahkan pada norma
yang berkembang
dalam masyarakat dari
pada nilai-nilai islam.
Kebebasan beragama
merupakan bagian dari
program demokratisasi.
Sentralisasi
versus peme-
rintahan lokal
Pemerintahan pusat
memiliki peran sentral /
menentukan. Sedikit
mempertimbangkan
peran pemerintahan
lokal.
Sangat menekankan
pada desentrralisasi
dan pendelegasian
wewenang pada peme-
rintah lokal.
Sangat menekankan
pada desentralisasi dan
peningkatan kapasitas
pembuatan kebijakan
pemerintahan lokal.
Sangat anti-Barat dan Lebih suka kebijakan Sangat kuat orientasi ke
51
Orientasi ke-
bijakan poli-
tik luar negri.
anti-UE. Sangat kuat
menolak keberadaan
Israel. Lebih menjalin
hubungan dengan dunia
muslim.
luar negeri yang aktif
tetapi seimbang.
Menolak sikap anti-
Barat dan anti-UE.
Tidak secara eksplisit
merujuk pada negara-
negara muslim.
Barat, dengan komit-
men penuh memper-
juangkan Turki sebagai
anggota UE. Bersikap
terbuka dan
kompromistis dalam
menyelesaikan berbagai
masalah kruisal, terma-
suk kasus sirprus. Men-
ciptakan pendekatan
yang seimbang dengan
Timur Tengah.
Gaya
berpolitik
Agresif, asertif / tegas
dan percaya diri.
Seringkali menggunakan
retotika–retorika
populis.
Defensif dan tenang Menekankan dialog dan
upaya mencapai kon-
sensus. Cendrung
mencitrakan dirinya
sebagai kelompok
―Demokrat-
Konservatif‖ dan
mendefinisikan diri
sebagai ―partai tengah‖
Sumber: Alfian, 201851
C. Lintasan Sejarah Militer dan Politik Turki Modern.
Kemiliteran Turki tumbuh dari pengalaman sejarah yang cukup panjang,
modernisasi militeran yang terus meningkat pada abad ke-19 sangat berdampak
pada perpolitikkan awal abad ke-20. Karena pada saat Mustafa Kemal
51
Ibid., h. 85-86.
52
mengumumkan bahwa Turki adalah negara Republik pada 29 Oktober 1923,
militer Turki sudah merupakan sebuah institusi modern.
Kemal memisahkan militer dari urusan-urusan politik, karena dalam
perkembangannya militer justru dijadikan sebagai instrumen kekuasaan semi-
totalitarian yang efektif. Kemudian itu diatur dalam Hukum Pidana Militer 1632
pada 22 Mei 1930, pasal 148 Hukum Pidana Militer 163252
tersebut melarang
anggota militir menjadi anggota partai politik dan aktif dalam politik, dan yang
menyatakan bahwa militer netral dari politik. Tetapi militer juga berhak
mengintervensi politik jika kelangsungan hidup negara dalam bahaya.
Setelah Kemal wafat pada tahun 1938, dan digantikan oleh Inonu sebagai
presiden dan juga mendapat tempat istimewa di partainya, pada kongres luar biasa
CPH (Partai Rakyat Republik), Inonu diangkat menjadi ketua umum permanen.
Sementara pada tahun 1939, pedana mentri Bayar mengundurkan diri dan
digantikan oleh Refik Syadam lalu kemudian Sukru Saracoglu.53
Dan pada masa
pemerintahannya kemalisme masih dipertahankan.
Tetapi karena tekanan politik begitu kuat, yang pada awalnya Inonu ingin
memperkuat sistem tradisi partai hegemonik dan pseudo-demokratik, pada juni
1945 empat politisi CHP yakni Adnan Mendres, Celal Bayar, Refik Koraltan dan
52
Pasal 148 Hukum Pidana Militer berbunyi: ―Militer secara konstitual wajib melindungi
dan membela tanah air dan Republik Turki.‖ Yang merupakan klausa diinterprestasikan para
pejabat Turki sebagai justifikasi militer untuk dapat menengahi konflik politik yang mengguncang
republik. lihat, David Capezza, ―Turkey‘s Military is a Catalyst for Refrom The Military in
Politic?‖, Middle East Quarterly, Summer 2009. Dalam M. Alfan Alfian, Militer dan Politik Di
Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga Gagalnya Kudeta, (Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu,
2018), h. 33. 53
Erik J. Zurcher, Turkey: A Modern, (London dan New york: I.B Tauris, 2007), h. 185.
53
Fuat Koprulu mengajukan memorandum empat (Dortlu Takhir) saat di parlemen
yang berisi permintaan agar konstitusi Turki menerapkan demokrasi penuh.54
Dan usulan tersebut diterima oleh Inonu, lalu kebijakan multipartai ini
disambut dengan hadirnya partai-partai politik yang baru diluar CHP, seperti
Partai Pembangunan Nasional (MKP), Partai Demokrat (DP), Partai Petani dan
Pekerja (TSEKP) tetapi partai ini dilarang seiring berkuatnya arus utama anti-
komunis.55
Namun CHP tidak mampu mempertahankan kemenangannya di kancah
politik. Pemilu 14 Mei 1950 dengan tingkat partisipasi pemilih 80% dimenangkan
oleh DP dengan perolehan suara 53,4% sedangkan CHP 39,8%.
Kemenangan DP membuat perubahan terhadap perpolitikan Turki,
kebijakan pelonggaran sekularisme dilihatkan Menderes secara aktif. Misalnya
pencabutan ketentuan adzan berbahasa Turki yang diberlakukan dari tahun 1932,
mengijinkan penyiaran membaca al-Qur’andi radio-radio pemerintah, ataupun
memperluas lingkungan pendidikan keagamaan.56
Serta berhasil memasukkan Turki menjadi anggota NATO yang
merupakan suatu loncatan besar bagi Turki saat itu untuk mendekatkan Turki
dengan Barat, dan menjadi bagian darinya. Namun isu ideologis yang
membayangi pengambilalihan kekuasaan, terutama sebab dari reaksi atas
pembentukkan komisi penyelidikan aktifitas-aktifitas subversif pada 18 April
1960 yang menyebabkan terjadinya kudeta pada 27 Mei 1960 dibawah kolonel
Alparslan Turkes dan beberapa pemuda yang terlebih dahulu melancarkan kudeta
54
Ibid., h. 207. 55
Ibid., h. 208. 56
M. Alfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga
Gagalnya Kudeta, (Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h. 44-45.
54
untuk “mencegah adanya perang saudara dan membebaskan partai-partai
darisituasi politik yang tidak mampu mempersatukan dan membuat mereka
terperisok”. Kudeta ini menjadi saksi eksekusinya Mendres dan dua mentrinya,
kecuali Celal Bayar yang diponis seumur hidup.57
Pada perkembangan perpolitikkan Turki yang lebih mendekatkan diri ke
Barat akibat demokrasi multipartai hadir 1946, militer masih menahan diri dari
keikut sertaannya dalam politik hingga tahun 1960. Pasca kudeta militer 1960 dan
seterusnya militer tidak tertahankan dan ikut dalam perpolitikan serta merupakan
institusi politik paling dominan di Turki.
Sebagai militer yang memiliki kedudukan sebagai pengawas dan penjaga
Republik, serta merupakan lembaga yang berhak menginterprestasikan Kemalis.
Militer merasa wajib melakukan kudeta dalam rangka menjaga idealismenya
kemalis.Lalu kudeta kedua pada tahun 1971, perseruan antara politik sayap kiri
dan kanan yang mengeras akhhir tahun 1960-an, adanya kontribusi islamis di
pemerintahan yang memancing militer ikut campur dalam politik.
Disusul kudeta 1980 yang menandai pengambilalihan pemerintah Demirel
yang dilakukan pagi buta pada tanggal 12 September 1980 melalui komunike
yang menyebutkan organ-organ pemerintahan sudah tidak berfungsi. Para perwira
berdalih menyelamatkan demokrasi dari penyelewengan para politisi yang
membenahi sistem politik.
Kemudian parlemen dan kabinet dibubarkan, dan imunitas anggota
parlemen diakhiri. Semua partai dan serikat buruh dibubarkan. Surat kabar-surat
57
Ibid., h. 47-48.
55
kabar ditutup. Tidak hanya itu, semua wali kota dan anggota dewan kotrapaja
yang berjumlah 1.700 orang dirombak. Kudeta militer 1980 ini hampir mirip
kudeta 1960 yang cukup mencengkram dan berdarah-darah.58
Pada maret 1982, UU partai politik baru dikeluarkan. UU ini melarang
para politisi yang aktif sebelum 1980 untuk tidak menjalankan aktifitas politik
selama sepuluh tahun. Setelah pemilu 6 November 1983, pemenang pemilu adalah
Trugut Ozal dari partai Tanah Air (ANAP). Sebagai sosok yang latar belakangnya
teknorat dan shaleh, Ozal melancarkan kebijakan liberalisasi dan ekonomi pasar.
Tetapi kebijakan itu juga diintegrasikan dengan kekuatan religius di Anatolia,
sehingga tercipta format baru Islam borjuis atau borjuis shaleh.59
Saktanber mencatat adanya prosespenting yang terjadi di tahun 1980-an,
yang pertama; adanya aktualisasi etos kelas menengah di kalangan sosial muslim,
sebagai bagian dari upaya sosialdan politik mereka. Kedua; berkembangnya
―wilayah swasta‖ (private sphere) dalam mengcaver wilayah sosial baru yang
berubah.60
Sedangkan pada tahun 1987, pemerintahan Ozal menggelar referendum
konstitusi. Referendum ini melatar belakangi kecemasan Ozal terhadap aktifitas
politik para pilitisi lama yang dalam masa terkena larangan berpolitik selama
sepuluh tahun. Salah satu hal ini juga yang menandakan masalah serius antara
Ozal dan militer. Belum lagi doktrin sintesis Turki – Islam yang ada sejak tahun
58
Ibid., h. 54-56. 59
Ibid., h. 56. 60
Ayse Saktanber, ―formation of a Middle Class Erthos and Its Quotidian: revitalizing
Islam in Urban Turkey,‖ dalam Ayse Oncu dan petra Weyland, Space, Culture and Power: New
Identities in Globalizing Cities, (London and New Jersey: Zed Books, 1997), h. 142.
56
1970-an, yang dirumuskan oleh sayap kanan yang berhimpun dalam perhimpunan
Hati yang tercerahkan.
Klaim ideologi ini, mempertautkan keturkian dan Islam pada hubungan
yang harmonis. Doktrin ini memperoleh tempat dikalangan militer dan presiden
Evren. Gagasan dasarnya memasukkan campuran antara nasionalisme dan Islam
versi negara dipandang tepat untuk menangkal bahaya kiri (komunis). Kudeta
1997 dikenal sebagai ―proses Februari 1997‖ yang ditandai dengan isu anti-
sekular yang menegaskan kuatnya corak konflik tradisional Kemalis yaitu militer
sebagai penjaga ideologi sekuler menyingkirkan Islamis. Terjadinya kudeta bukan
hanya karena itu, tetapi juga karena motif yang lebih pragmatis dalam melindungi
militer dan sekuler yang telah kokoh dibangun.61
61M. Alfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga
Gagalnya Kudeta, (Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h.61-62.
57
BAB IV
POLITIK POPULISME
DAN PERKEMBANGAN DEMOKRASI TURKI
Bab ini memaparkan pengaruh kebijakan dan program-program populisme
yang dijalankan oleh Erdogan terhadap perkembangan demokrasi di Turki. Hal ini
penting untuk menjawab pertanyaan penelitian dalam skripsi ini, mengapa
pemerintahan demokratis di dunia Islam seringkali tergoda untuk menjalankan
kebijakan-kebijakan populis. Di satu sisi, kebijakan populis memang menjadi
penopang utama dalam mempertahankan sistem demokrasi itu sendiri.
Tetapi di sisi lain, program dan kebijakan populis seringkali akan
menjadikan demokrasi tidak mampu membendung arus tumbuhnya politik
identitas yang justru akan membahaykan keberadaan demokrasi. Sepak terjang
AKP di bawah Erdogan menunjukkan kedua aspek pelaksanaan demokrasi, yang
dewasa ini semakin terjerumus ke dalam kristalisasi identitas Islam dalam
demokrasi Turki.
A. Melihat Perkembangan Demokratisasi Terhadap Politik dan Militer di
Turki Modern
Dalam sejarah panjangnya, Turki merupakan negara dengan Islam yang
kental dan memiliki latar belakang yang panjang hingga menjadi Turki yang
sekarang kita kenal. Turki merupakan negara dengan hampir mayoritas
masyarakatnya menganut agama Islam. Namun, saat kekalahan dinasti Ustmani
58
kalah pada perang Dunia I, dimanfaatkan Mustafa Kemal Attaturk untuk
menjadikan Turki sebagai negara Turki modern.
Ketika Kemal menjabat sebagai presiden, Kemal berusaha menghilangkan
segala sesuatu yang berbau Islam di Turki yang membuat Turki berbeda dengan
Turki sebelumnya. Kemal juga mulai mereformasi kehidupan bermasyarakat
Turki, melakukan sekularisasi dan industrialisasi, untuk menjadikan Turki negara
modern, yang dikenal sebagai Kemalisasi. Di bawah kepemimpinannya, Turki
mengadopsi nilai sosial yang lebih luas, hukum formal, dan melakukan reformasi
politik. Sejak saat itu, di Turki terjadi pemerintahan demokratis.
Setelah Kemal wafat 1938, Inonu tampil sebagai tokoh politik paling
penting di Turki. Selain sebagai presiden, Inonu juga mendapat tempat paling
istimewa di partainya. Pada kongres Luar Biasa CHP Inonu diangkat sebagai
ketua umum permanen. Sementara itu Pedana Menteri Bayar mengundurkan diri
dan digantikan oleh Refik Syadam dan kemudian Sukru Saracoglu.1
Di sisi lain, Kemalisme masih dipertahankan, setelah berakhirnya perang
dunia II perubahan dalam politikpun tidak terelakkan. Turki yang sebelumnya
memposisikan diri netral dalam perang dunia II dengan diktum Kemalisnya
―Damai di rumah, damai di seberang‖, pada tahun 1945 memutuskan bergabung
dengan sekutu dan ikut menandatangani Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB). Turki lebih tertarik pada proyek Marshall Plan Amerika Serikat (AS),2
1Erik. J Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h 185.
2 Presidan AS Harry S Truman mentandatangani UU bantuan ekonomi untuk membangun
negara-negara Eropa yang hancur akibat perang Dunia II. Langkah proyek Marshall Plan,
bertujuan untuk menstabilkan perekonomian dan politik di Eropa sehingga tidak tertarik dengan
bujuk rayu komunisme. Sebanyak 17 negara di wilayah barat dan selatan Eropa yaitu Inggris,
Austria, Belgia, Belanda, Denmark, Perancis, Swedia, Islandia, Irlandia, Yunani, Italia,
59
ketimbang membangun aliansi strategis dengan Uni Soviet saat itu. Pilihan-
pilihan itulah yang menyebabkan demokratisasi politik tidak terelakkan di Turki.3
Inonu pada mulanya berkeinginan memperkuat sistem pseudo-demokratik
dan tradisi partai hegemonik.4 Akan tetapi tekanan politik begitu kuat, pada Juni
1945 empat politisi CHP yakni Adnan Menderes, Celal Bayar, Refik Koraltan dan
Fuat Koprulu mengajukan Memorandum Empat (Dortlu Takrir) di parlemen yang
berisi permintaan agar konstitusi Turki menerapakan demokrasi secara penuh.5
Yang pada akhirnya kebijakan multipartai segera di sambut dengan
hadirnya partai-partai baru di luar CHP, masing-masing partai Pembangunan
Nasional (MKP), partai Demokrat (DP), partai Petani dan Pekerja Turki (TSEKP).
Partai pertama berdiri pada 5 September 1945 dipimpin Nuri Demirag, kedua 7
Januari 1946 dipimpin Celal Bayar. Terakhir berhalauan kiri, pada Juni 1946
dipimpin oleh Sefik Husnu Degmer, dan pada Desember partai-partai ini dilarang
seiring menguatnya arus utama anti-komunis.6
Menurut Hakan Yilmaz, fenomena demokrasi multipartai di Turki sebagai
proses ―demokrasi dari atas‖ karena ia tidak hadir dari desakan kuat arus bawah,
melainkan hasil ―reformasi dari atas‖7elit yang berkuasa tidak mampu menahan
Luksemburg, Norwegia, Swiss, Turki, dan Jerman Barat menerima bantuan ini. Dalam artikel
Kompas ―Hari Ini Dalam Sejarah: AS Bangun Kemabali Eropa Lewat Marshall Plan‖,
https://internasional.kompas.com/read/2018/04/03/14152061/hari-ini-dalam-sejarah-as-bangun-
kembali-eropa-lewat-marshall-plan diakses pada: kamis, 11/29/2018. 12:24 WIB 3 M. Alfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga
Gagalnya Kudeta, (Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h. 43. 4 Ibid., h.43.
5Erik. J Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h 207.
6 Ibid., h. 207.
7 Hakan Yilmaz, ―Democratization From Above In Response to The International
Context: Turkey 1945-1950,‖ New Perspectives on Turkey, Fall 1997, No. 17, h.1-38. Dalam M.
Aalfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga Gagalnya
Kudeta, h. 44.
60
arus perubahan. Konstelasi politik baru segera terbentuk, dan disaat yang
bersamaan popuralitas CHP merosot. CHP dianggap sebagai penanggung jawab
atas proyek-proyek modernisasi yang tidak menjangkau desa-desa sesama era
masa partai tunggal. Selain itu, tentara dan kolektor pajak dibenci dari pada masa-
masa sebelumnya, dan negarapun dibenci karena kebijakan sekularisnya yang
sangat mengekang kebebasan beragama.
Pada tahun 1950-an Menderes membuat sejumlah kebijakan penting dalam
upaya bergabungnya Turki sebagai sekutu Barat, dan Turki telah menjadi anggota
Dewan Eropa. Turki juga berusaha mendekat ke Amerika Serikat sebagaimana
doktrin Truman dipandang cocok dengan rencana-rencana modernisasi Turki.
Strategi ini untuk menegaskan bahwa Turki sejalan dengan haluan
strategis Barat, di bawah payung PBB, Turki berpartisifasi aktif dalam perang
Korea, 1950-1953 yang pada akhirnya banyak tentara Turki yang gugur dan
mendapatkan simpati Barat yang memperlihatkan kesan kesungguhan dan
pengorbanan yang patut diapresiasi. Turki akhirnya diterima sebagai anggota
NATO secara penuh pada tanggal 18 Februari 1952 sejak keterlibatannya tahun
1950.8
Bergabungnya Turki ke dalam NATO, membuat kestabilan ekonomi Turki
mulai menurun dan praktik kekuasaan dinilai semakin otoriter dengan adanya
pembatasan kebebasan pers dan akademik. Sebaliknya, penggunaan militer untuk
merendam demonstrasi-demontrasi anti pemerintah juga mulai memudar. Partai
DP yang dipimpin oleh Menders pun masih menampakkan kekokohan
8 M. Aalfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga
Gagalnya Kudeta,(Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h. 46.
61
eksistensinya, tetapi tetap saja perpecahan di internal sendiri tidak bisa dihindari.
Beberapa elit partai DP sendiri banyak yang keluar,lalu memdirikan partai
Kemerdekaan (Hurriyet Parttisi, HP). Partai yang merupakan tampungan bagi
mereka yang kecewa terhadap kepemimpinan Menders.
Sedangkan di kalangan militer juga diresahkan dengan eksploitasi isu
agama dan rangkulan kelompok keagamaan. Akibatnya terjadi kudeta karena
militer yang kecewa terhadap Menders. Seperti yang penulis tulis pada bab
sebelumnya tentang kudeta di Turki tahun 1960 yang dipelopori oleh Kolonel
Alparslan dengan moto ―mencegah perang saudara dan membebaskan partai-
partai dari situasi politik yang tidak mampu mempersatukan dan telah membuat
mereka terperosok‖9.
Militer setelah kudeta pertamanya berhasil dan membuatnya menjadi
kekuatan politik terbesar di Turki (super power). Tahun 1971 merupakan kudeta
militer yang mempersalahkan bahayanya politik kiri dan kontribusi islamis di
pemerintahan. Setiap kali ada yang menyinggung atau menurunkan eksitansi
militer dalam politik atau pemerintahan yang kurang kompeten dalam mengurus
rumah tangga negara, militer mengajukan kudeta hingga gagalnya kudeta tahun
2016 lalu terhadap pemerintahan Erdogan.
B. Erdogan dan Memudarnya Sekularisme Turki
Pemikiran politik islamis Erdogan terlahir dari kediktatoran militer
terhadap negara serta Westernisasi yang menghilangkan budaya tradisional Turki
9Erik. J Zurcher, Sejarah Modern Turki, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h 241.
62
yang lalu. Bangkitnya pemikiran-pemikiran politik Islam masa itu sedikit demi
sedikit mengikis kepercayaan masyarakat terhadap budaya dan pemerintahan yang
sekuler. Masyakarat yang berorientasi Islamis menjadi diperhatikan.
Kekecewaan masyarakat Muslim terhadap pemerintah yang pilih kasih
pada masyarat yang lebih sekuler. Semua keluhan yang ada tidak tertampung
sehingga menyebabkan ketimpangan di pemerintah karena perbedaan pendapat
yang terus terjadi dan menjadi konflik internal yang serius. Pada akhirnya
Erdogan membentuk partai AKP untuk menyalurkan pemikiran-pemikirannya dan
membangun pemerintahan Turki dengan wajah yang lebih baru.
Setelah kehadiran AKP yang mempertegas karakter islamis moderat.
Sementara muslim yang moderat terkait dengan eksitensi kelompok Islam yang
mampu berdampingan secara damai dengan kelompok lain yang berbeda
keyakinan, mendukung demokrasi, menghargai kebebasan berpikir,
penyelenggaraan pendidikan yang mengakui imam dan agama, dan mencegah
penggunaan kekerasan atas nama Islam. Pendekatan moderat sendiri
sesungguhnya melekat pada setiap partai Islamis yang cikal bakal garakan Milli
Gorus yang diawali oleh MSP pada 1970-an dan seterusnya.
Erbakan pernah membawa MSP pada gerakan partai sekuler (CHP dan
AP), termasuk ketika RP membentuk pemerintahan Refahyol pada 1996. Hanya
saja,isu-isu yang diangkat RP dinilai Vulgar dalam mengusung agenda politik
Islamis. Kebijakan ekonomi RP juga menjauh dari pendukung intinya, kelas
menengah baru anatolia. AKP hadir untuk menutupi kelemahan-kelemahan
tersebut. AKP dikenal dengan pro-pasar bebas dan mengembangkan visi demokrat
63
konservatif.10
Setelah Erdogan menstabilkan lapangan politik di Turki bersamaan
dengan AKP yang sukses memasuki perpolitikan dengan ideologi partainya yang
cukup transparan menentang kekuasaan sekularis, Erdogan mulai merubah sedikit
demisedikit konstitusi yang ada di sekuler Turki.
1. Hal-hal yang mendorong jatuhnya kekuasaan militer yang ada di
Turki
Setiap orang pasti mengamati masalah Turki mampu menemukan
akar-akar kebudayaan atas besarnya posisi militer di Turki. Budaya Turki
mendorong penghormatan yang besar terhadap militer dan berlebih-
lebihan di dalamnya. Mereka memandang pasukan Turki sebagai para
penakluk-penakluk negara lain dan para pencipta kejayaan negri ini
dalam sejarah Turki. Akan tetapi, ada sebab-sebab utama di balik
besarnya kekuasaan Turki secara politis, yaitu:11
a. Letak Turki dikawasan rapuh dari segi geopolitikyang dikenal segitiga
krisis, yaitu Balkan – Kaukausus – Timur Tengah. Hal ini
mengharuskan Turki berusaha menempuh moderenisasi kekuatan
militer agar mampu menanggung beban penjagaan kepentingan-
kepentingan Turki dan pandangan-pandangan strategisnya. Hal ini
membuat militer Turki menjadi kekuatan kedua di NATO setelah AS
dan pasukan terbesar kedelapan di dunia dari segi jumlah pasukan
10
M. Aalfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga
Gagalnya Kudeta,(Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h. 65. 11
Syarif Thanghian, Erdogan Muadzin Istanbul Penakluk Sekularisme Turki, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2016), h. 98-101.
64
yang bertugas. Jumlahnya mencapai 514.000 sedangkan pasukan
cadangannya mencapai 380.000.
b. Pasukan Turki berusaha memegang peranan penting di dunia
internasional yang memperkokoh kekuatannya di dalam negeri
maupun kawasan regional.
c. Pasukan Turki tidak menunggu waktu lama untuk terjun dalam tugas-
tugas pertolongan dan penyelamatan, khususnya bencana alam.
d. Dukungan Barat terutama AS merupakan salah satu sumber kekuatan
dan memperkuat pengaruh pasukan militer secara politik. Pada saat
Turki menerapkan sistem multipartai dalam pemilihan umum dan
terlaksannya pemilu pertama yang berlangsung secara demokratis
tahun 1950, hubungan militer dan negara-negara Barat memasuki
babak barudan penting, terlebih setelah militer menjadi anggota
NATO serta menjadi pendukung penting sesama perang dingin
melawan blok komunis Uni Soviet.
Akan tetapi kekuasaan yang dipegang oleh militerpun tidak
selamanya menjadi yang terdepan. Dapat dikatakan bahwa merosotnya
kekuasaan militer terhadap politik Turki yaitu sejak partai AKP mulai
memimpin, terjadi perubahan terpenting dan paling berhasil dalam
menyentuh struktur pemerintahan Turki sejak berdirinya Republik Turki
tahun 1923. Ini merupakan titik balik yang penting dalam perkembangan
demokrasi yang terus berproses dan berubah di negara Turki.
65
Bersamaan dengan keberhasilan AKP mencapai puncak
kekuasaan, maka pemerintah Erdogan mengeluarkan beberapa
pengaturan baru sesuai dengan standar yang di tentukan Kopenhagen12
kebijakan ini diambil dengan tujuan mengembalikan fungsi dan peran
lembaga tersebut. Tujuh pasal yang diamandemen dan disetujui parlemen
pada tanggal 30 Juli 2003, merupakan titik tolak perubahan terbesar
dalam hubungan antara militer dengan sipil dalam Dewan Keamanan
Nasional dan Sekretariat Jendralnya, dimana keduanya merupakan dua
lembaga yang senantiasa mengambil peran-peran penting dan strategis
dalam menjalankan milierisme kehidupan politik di Turki.13
Perubahan-perubahan khusus yang dilakukan Dewan Keamanan
Nasional dan Sekretariat Jendralnya bertumpu pada dua persoalan
pernting. Pertama, pada akhirnya masing-masing dari keduanya
mengkerdilkan posisi dan peran lembaga militer dalam panggung politik
Turki. Kedua, perubahan yang dimaksud adalah membersihkan
pengaturan lembaga militer dari kerangka struktural Dewan Keamanan
Nasional dan mengurangi atau membatasi kewenangan eksekutif
lembaga ini. Setelah menyetujui perubahan yang diusulkan olek partai
AKP, perubahan tersebut berfokus pada pembatasan kewenangan
12
Standar politik dan konstitusi yang harus diambil Turki agar bisa diterima menjadi
anggota Uni Eropa dengan konstitusi baru, dan yang terpenting adalah menyinggirkan lembaga
militer dari politik dan menjauhkannya dari campur tangan sipil dan pengadilan. 13
Syarif Thanghian, Erdogan Muadzin Istanbul Penakluk Sekularisme Turki, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2016), h. 111
66
pengadilan militer yang merupakan tuntutan Uni Eropa. Perubahan yang
di usulkan sebagai berikut14
:
a. Amandemen pasal 15 dari undang-undang Dewan Keamanan
Nasional beserta Sekretariat Jendral. Amandemen ini menghapuskan
poin khusus tentang pengangkatan Sekretariat Jendral dalam Dewan
Keamanan Nasional dari kalangan militer dengan pangkat Fariq
Awwal / Fariq Awwal Bahri (Letnal Jendral / Laksamana Madya), dan
pangkat ini diisi oleh kalangan sipil.
b. Amandemen pasal kelima menyebabkan terjadinya perubahan jadwal
pertemuan dan rapat yang tadinya sekali dalam sebulan menjadi hanya
dua bulan sekali. Amandemen ini juga terjadi pada pasal 4 dan 13.
Begitu pula penghapusan pasal 9, 14, dan 19 dari UU yang sama, yang
secara jelas memotong kewenangan-kewenangan yang selama ini
dinikamati oleh Dewan Keamanan Nasional beserta Sekretariat
Jendral.
c. Amandemen pasal keempat yang sebelumnya menyerahkan tugas dan
kewenangan kepada Dewan Keamanan Nasional beserta Sekretariat
Jendral untuk memantau dan mengawal kelompok-kelompok dan
berbagai kekuatan yang berkembang di negara Turki. Selain
memantau dalam bidang politik, sosial, ekonomi, kebudayaan, teknik,
karena berpijak pada keyakinan bahwa Dewan Keamanan Nasional
sebagai penjaga sistem konstitusi dan bertugas mengerahkan norma
14
Ibid., h. 113-117.
67
dan nilai-nilai nasional menuju prinsip-prinsip yang dirumuskan
Attaturk. Akan tetapi setelah mengalami perubahan amandemen, pasal
empat membatasi tugas dan kewenangan Dewan Keamanan Nasional
yaitu merancang dan menerapkan sistem keamanan nasional,
menyampaikan saran dan pendapat-pendapatnya kepada Dewan
Kementrian, kemudian menunggu tugas apa yang akan dilimpahkan
kepadanya untuk segera dilaksanakan dan diawasi.
d. Amandemen pasal 13 mengalami perubahan, yaitu membatasi tugas
dan kewenangan Sekretariat Jendral dalam Dewan Keamanan
Nasional dan berhasil melakukan perubahan seperti: lembaga ini harus
kehilangan tugas dan fungsi pengawasan dan kewenangannya
mempersiapkan beberapa keputusan penting bagi Dewan Keamanan
Nasional, merumuskan dan mengagendakan beberapa kebijakan bagi
beberapa kementrian, organisasi, dan lembaga-lembaga negara lain.
Tugas Sekretariat JendraldalamDewan Keamanan Nasional hanya
sebatas pelaksanaan kewenangan yng dilimpahkan oleh Dewan
Keamana Nasional.
e. Adapun penghapusan pasal 9, 14, dan 19, berhasil menghapuskan
kewenangan Sekretariat Jendral dalam Dewan Keamanan Nasional
untuk mengakses berbagai informasi dan dokumen rahasia dengan
segala tingkatannya ketika diminta dari beberapa kementrian,
lembaga-lembaga negara secara umum dan badan-badannya serta para
pejabat pengadilan.
68
f. Amandemen pasal 30 perubahannya terletak pada konstitusi Badan
Pengawas yang sebelumnya memberikan kekebalan kepada anggota
militer dari pengawasan kementrian keuangan, dan kemudian terjadi
perubahan yang mengharuskan Lembaga Militer beserta personilnya
tunduk pada pengawasan Badan Pengawas Nasional.
g. Amandemen pasal 131 dari Lembaga Pendidikan Tinggi,
konstitusinya di ubah pada tanggal 7 Mei 2004. Perubahan ini ialah
penghapusan keanggotaan para jendral dalam Direktorat Dewan
Pendidikan Tinggi, termasuk penghapusannya dari Komisi Penyiaran
Radio dan Televisi. Yang akhirnya dua lembaga atau yayasan sipilini
dengan sepenuhpengertiannya tanpa harus diawasi oleh militer.
Adapun hak militer untuk campur tangan dalam panggung politik,
terdapat pada konstitusi tahun 1982 yang sekarang masih diberlakukan
untuk menjaga dasar-dasar republik. Oleh karena itu, AKP berupaya
menbangun konstitusi sipil yang baru, dan menempatkan Lembaga
Militer pada koridornya yang tepat secara konstitusi dan juga sesuai
standar demokrasi yang sebenarnya.
2. Perekonomi Turki dan Tuntutan perubahan
Dalam pandangan Graham E. Fuller, seorang pengamat masalah
Timur Tengah dan Turki secara khusus dan Kepala Satuan Urusan di
Turki dengan intelijen AS dalam bukunya ―Republik Turki Baru: Turki;
69
Pemain Regional yang Tumbuh‖15
terjadinya perubahan di Turki dari
segi internal maupun eksternal di era pemerintahan AKP bukan
perubahan loncatan yang dikarenakan hasil yang dipercepat secara
sistematis sebab adanya akumulasi berbagai pengalaman dari gerakan
kaum Islamis di Turki.
Tetapi merupakan dampak dari gerakan Islam secara jelas, yang
masuk dalam masyarakat dan perpolitikan di Turki sampai masa mantan
presiden Turki Turghout Ozal, yang banyak menyajikan perlindungan
hukum dan legislatif yang membebani gerakan kelompok Islam saat itu
agar aktif dalam bidang tugas dakwah yang umum dibawah naungan
perwakafan, asosiasi ilmiah, dan lembaga sosial.
Dalam sektor perekonomian Turki ada urgensi kuat yang tidak
disadari oleh kekuatan Islam lainnya. Sektor tersebut terbilang sebagai
satu dari beberapa poin konvergensi (pertemuan) antara Islam dan Barat,
kedua belah pihak sedang bergerak di atas dasar ekonomi bebas beserta
sedikit perbedaan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap
kelompok miskindan perekonomian nasional. Seperti halnya prinsip-
prinsip ekonomi global yang nampak lebih banyak dihormati dan lebih
transparan secara universal dibandingkan prinsip permainan politik yang
memiliki standar ganda.
Seperti pembahasan yang sudah-sudah di bab sebelumnya bahwa
Turki mengalami kemunduran saat CHP berkuasa, dan membuka
15
Ibid., h. 74.
70
kesempatan untuk AKP mengeksiskan diri dengan menstabilkan
perekonomian Turki. Terjadinya krisis ekonomi telah menjadikan
kemenangan AKP dalam pemilu 2002. Krisis membuat popularitas
pemerintah sekuler merosot dimata masyarakat dan pemerintah dianggap
gagal memulihakan krisis ekonomi, tetapi juga tidak mampu
membendung korupsi.16
Pemerintah gagal mengatasi krisis ekonomipertama pada
November 2000, menyusul krisis ekonomi kedua pada Februari 2001
sebagai yang terparah dalam sejarah Turki modern. Krisis tersebut
menyebabkan produk nasional bruto (Gross National Product, GNP)
anjlok sebesar 9,4%, pendapatan per kapita (income per capita) jatuh dari
2.986 Dolar AS menjadi 2.110 Dolar AS per tahun dan memicu
pengangguran sebesar sejuta orang dan dampaknya dirasakan oleh
seluruh segmen masyarakat, seperti yang sudah di bahas pada bab
sebelumnya.
Karena kegagalan pemerintah sekuler, membuat pemilih
merindukan kekuatan politik baru yang dipandang lebih tangkas dan
berintegritas. Oleh karena itu pemilih memilih AKP dengan ikon / aktor
politiknya adalah Erdogan, mantan walikota yang sukses mengatasi
berbagai permasalahan sosial dan ekonomi Istanbul. AKP dianggap
menarik karena merupakan partai kanan tengah yang moderat,
konservatif, pro-Uni Eropa dan pasar bebas.
16
M. Aalfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga
Gagalnya Kudeta,(Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h. 73.
71
Keberhasilan AKP dilihat dari perjalanan sejarah ekonomi politik
Turki sejak awal republik. Pengalaman modernisasi Kemalis, dalam
rentang waktu yang panjang dan berliku-liku, telah mengkondisikan
tranformasi kelas menengah yang tidak saja terbatas di lingkup sekuler
perkotaan, tetapi juga ke berbagai kawasan suburban Anatolia.17
Pada saat AKP mulai membangun pertumbuhan ekonomi Turki
dan membuatnya meningkat dengan pertumbuhan tahunan rata-rata
7,5%, terdapat penurunan tingkat inflasi dari 60 % menjadi sekitar 9% ,
hampir dua kali lipat pendapatan perkapita dan investasi asing yang luar
biasa tinggi yaitu lebih dari 20 miliar Dolar AS pada tahun 2006.
Pendapatan per kapita telah meningkat secara drastis dari 3.492
Dolar AS pada tahun 2002 menjadi 10.067 Dolar AS pada tahun 2010.
Tingkat kemiskinan juga menurun dari 27% pada tahun 2002 menjadi
18% pada tahun 2009.18
Namun, karena teror yang melanda Turki serta
bergejolaknya politik, dan terjadinya krisis global yang tentunya memicu
perlambatan ekonomi di Turki sejak tahun 2009, angka pengangguran
meningkat hingga 13% pada tahun 2009.
Pada saat Erdogan menjadi presiden 2014, pertengan tahun 2016
angka pertumbuhan ekonomi turun ke level 2,9% dan angka
pengangguran naik dia atas 10%. Nilai mata uang Turki pun juga
17
Di Anatola, kebangkitan ekonomiseirama dengan hadirnya borjuasi-borjuasi saleh.
dalam M. Aalfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga
Gagalnya Kudeta, h. 73. 18
Ainur Rohim, ―Turki,Erdogan dan Demokrasi Muslim Populis‖,
http://beritajatim.com/sorotan/330161/turki,_erdogan,_dan_demokrasi_muslim_populis.hmtl
diakses pada jum‘at, 14 Desember 2018 13:11 WIB.
72
semakin melemah sebanyak 20% sejak awal tahun dan inflasi naik ke
level 12% serta suku bunga berada di angka 18%.
Akan tetapi Turki akhirnya berhasil melunasi hutang pada IMF
(Dana Moneter Internasional) pada tahun 2013 sebesar 23,5 miliar yang
dibayar sejak tahun 2002 lalu. Untuk pertama kalinya sejak 29 tahun,
Turki menjadi negara yang bebas hutang. Sedangkan data inflasi Turki
tahun 2018 ini mencapai 25% merupakan angka tertinggi selama 15
tahun setelah terjadinya krisis mata uang dan perlambatan ekonomi.19
3. Kebijakan Politik Populis Erdogan
Sebagaian masyarakat Turki mewarisi tradisi Kemalis, terutama
orang-orang militer yang sangat sensitif terhadap isu anti sekuler. Hal ini
terjadi karena militer menjadi salah satu kelompok yang paling
mendukung sekularisme sejak diterapkannya oleh Kemal. Perlawanan
militer baik secara lisan maupun pernyataan tertulis atau memorandum,
masih ditemukan pada era pemerintahan AKP. Hingga tahun 2005
hubungan militer dan pemerintahan sebagai pesaing kekuasaan, yaitu
permbabakan hubungan militer dengan sipil era kepolitikan AKP di
pemerintahan. Hingga 2007 sebagai priode keselarasan dan konfrontasi
yaitu erosi kredibilitas dan kekuasaan militer.20
Semejak AKP membuat kebijakan baru di pemerintahan yaitu
salah satunya memisahkan militer dengan politik di pemerintahan seperti
19
Novi Christiastuti, ―Pencapaian Erdogan Selama 15 Tahun Terakhir Berkuasa di
Turki‖ http://news.detik.com/internasional/4080016/pencapaian-erdogan-selama-15-tahun-
terakhir-berkuasa-di-turki diakses pada selasa, 20 November 2018 22:24 WIB. 20
M. Aalfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga
Gagalnya Kudeta,(Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h. 96-97.
73
yang sudah dibahas sebelumnya. Lalu membuat bergabungnya Turki
menjadi anggota Uni Eropa, dan terakhir membuat kestabilan terhadap
ekonomi Turki. Tetapi bukan hanya itu saja, yang membuat AKP
menjadi partai yang dipandang oleh semua masyarakat Turki.
Kebijakan yang diambil Erdogan dalam pergerakan politiknya,
mencabut larangan berhijab. Sebagai etnisitas penjaga ideologi sekuler
yang masih kuat, militer menolak aspirasi pencabutan larangan jilbab
yang semakin marak di tahun 2005.21
Jilbab ini ditafsirkan rezim sekuler
sebelumnya sebagai simbol politik Islam yang menyalahi karakter
sekuler Turki, karena pemakaian jilbab di kantor-kantor pemerintahan
dan universitas-universitas dilarang.
Dukungan terhadap pencabutan larang berjilbab oleh
pemerintahan sudah sejak tahun 2003, dan pada januari 2008 Erdogan
menegaskan bahwa larangan pengenaan jilbab adalah masalah serius bagi
kebebasan wanita. Putri Erdogan sendiri memilih belajar di AS, karena
disana tidak ada larangan memakai jilbab. Bahkan istri Abdullah Gul
mantan mentri luar negri Turki, pernah menjadi sebab utama gagalnya
Gul dalam pencalonan pertamanya sebagai calon presiden dari partai
Keadilan dan Pembangunan.22
Akan tetapi, karena berbagai indikasi pengulangan terhadap kasus
jilbab di tengah-tengah krisis politik akhir-akhir ini, dan juga terjadinya
pertentangan antara sekularisme di Turki dengan partai Islam yang
21
Ibid., h.98. 22
Syarif Thanghian, Erdogan Muadzin Istanbul Penakluk Sekularisme Turki, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2016), h. 42.
74
berkuasa, dan lagi AKP telah berhasil menerapakan politik perekonomian
dan melangah berasama dengan pendukungnya yang banyak.
Pada 9 Februari 2008 dengan dukungan 411 dari 550 kursi,
parlemen menyetujui amandemen pasal konstitusi yang terkait dengan
larangan pengenaan jilbab di Universitas-Universitas. Presiden Gul
menandatangani persetujuannya pada 22 Februari 2008. Tentu saja
keputusan itu bersejarah, tetapi berbagai politik taktis dalam konteks
percepatan penerimaan Turki sebagai anggota Uni Eropa. Karena Uni
Eropa melihat masalah ini sebagai masalah dalam negeri, dan
menempatkannya sebagai bukan bagian dari hak asasi manusia.23
Dan pada 30 September 2013, Perdana Menteri Erdogan
mengumumkan kebijakan pencabutan larangan pemakaian jilbab bagi
para pegawai negeri di kantor-kantor pemerintahan lembaga-lembaga
publik, kecuali kehakiman, kejaksaan, kepolisian, dan kemiliteran.
Kebijakan ini merupakan rangkaian dari paket reformasi demokrasi yang
dilancarkan pemerintah.24
Pada 31 Oktober 2013, empat anggota parlement perempuan
mengenakan jilbab, dan dicatat sebagai langkah bersejarah di Turki.
Empat belas tahun sebelumnya anggota parlemen dari FP Merve
Kavaci menerima pengusiran dari parlemen karena masalah jilbab,
begitupun AKP pada 2008 pernah hendak dibubarkan. Bersamaan
dengan dicabutnya larangan berhijab, pemerintahan Erdogan juga
23
M. Aalfan Alfian, Militer dan Politik Di Turki: Dinamika Politik Paca – AKP Hingga
Gagalnya Kudeta,(Bekasi: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018), h. 99. 24
Ibid., h. 102
75
menghapus larangan sekolah berbasis agama, membaca al-Qur‘an
dengan lafadznya bukan menggunkan bahasa Turki begitu pula
mengumandangkan adzan menggunakan bahasa arab tidak menggunakan
bahasa Turki, larangan minuman keras untuk beredar di pasaran,
pendidikan wajib agama diperkenalakan, dan sebagainya.
Sedangkan kebijakan luar negeri yang dilakukan Erdogan dan
AKP berbeda dengan partai-partai sebelumnya (RF dan MSP) yang
berhalauan Islam yang menolak berhubungan dengan Barat serta
berorientasi menolak agenda barat. Sebaliknya Erdogan dengan AKP
mampu membina hubungan baik dengan Barat, lalu menjadi anggota Uni
Eropa serta berhubungan baik dengan negara-negara tetangga seperti
Timur Tengah, Asia Tengah, Kaukasus dan Balkan. Perubahan
perpolitikan Turki mulai terjadi ketika AKP berkuasa atas legislatif dan
eksekutif di pemerintahan.
Kebijakan Luar negeri pada masa pemerintahan Erdogan tidak
terlepas dari peranan konseptor yang merupakan menteri luar negeri
Turki yaitu Profesor Ahmed Davutoglu yang membantu meningkatkan
peranan politik luar negeri Turki sebagai penghubung antara Asia dengan
Eropa dan Barat dengan Islam. Davutoglu juga membuatdoktrin Strategic
Dephtyaitu strategi mendalam yang memanfaatkan kelebihan Turki
76
secara geografis, budaya, dan pengaruh sejarah sebagai alat beinteraksi
antara Turki dengan kancah dunia internasional.25
Hubungan luar negeri yang dibangun oleh Turki pada
pemerintahan Erdogan bertujuan untuk membangun kekuatan regional
dan doktrin yang menghendaki Turki membina hubungan baik dengan
negara-negara lain yang menciptakan posisi mitra strategis yang
seimbang serta menciptakan pola kebijakan luar negeri yang tidak hanya
beroientasi pada satu kutub tetapi lebih kepada kebebasan menentukan
pola kebijakan luar negerinya dan berusaha untuk memperluas
pengaruhnya dimana saja.
Dalam prinsip kebijakan luar negerinya, Turki bersikap sebagai
pemain rasional (rational actor) yang mengedepankan nilai-nilai
universal seperti; demokrasi, HAM, melawan kemiskinan, dan lain
sebagainya. Prinsipnya terhadap kebijakan luar negeri hanya dua, yaitu:
pertama, dalam pandangan strategisnya, Turki berusaha membangun
diplomasi yang pro-aktif dengan tujuan menciptakan kesejahteraan,
stabilitas terhadap keamanan negara-negara tetangga seperti Balkan,
Kaukasus, Laut Kaspia, Laut Hitam, Mediterania Timur dan Timur
Tengah (dari Teluk sampai Afrika Utara), yang bertujuan menghentikan
kemiskinan dan konflik-konflik di kawasan tersebut dengan
menggantikkannya kesejahteraan serta perdamaian.
25
Burhanettin Duran, ―JDP and Forign Policy as an Agent of Transformation‖; dalam M.
Hakan Yavuz, The Emergence of a New Turkey: Democracy and The AKP, (Salt Lake City UT:
University of Utah Press, 2006), h. 293.
77
Kedua, Turki menggunakan identitas multiplitasnya yaitu posisi
strategis georafi, budaya serta sejarah dan menggunakannya sebagai
acuan politik luar negerinya yang terintegrasi dan multi-dimensi, kondisi
Turki yang unik secara sejarah dan geografinya, memiliki tanggung
jawab menciptakan resolusi konflik dan perdamaian di kawasan dan
global.
Davutoglu melihat orientasi dan kepentingan luar negri Turki
semakin luas dengan melawati aspek posis geografi, organisasi, dan
permasalahan-permasalahannya tanpa mengubah prioritas
fundamentalisnya (bergabung dengan Uni Eropa), pada masa
pemerintahan Erdogan, politik luar negeri memiliki empat pilar, yaitu:26
a. Nol masalah dengan negara tetangga (zero problems with neighbours),
menurut Davutoglu Turki harus mengikuti beberapa manner dalam
berprilaku politik untuk mendapatkan tempat yang layak di dunia
politik internasional; Turki mendapat keuntungan setelah menerapkan
zero problems whit neighbours dengan keberhasilan membangun
kembali kemitraan ekonomi, militer dan politik dengan Suriah dan
Iran, serta didirikan kembali setelah lama hilang hubungan dengan
Armenia, membantu rekontruksi Irak dan secara resmi diakui sebagai
Kurdistan provinsi Irak Utara. Perkembangan ini juga membuat Turki
dipercaya baik Barat maupun Timur.
26
Angel Rabasa and F. Stephen Larrabee, The Rise of Political Islam in Turkey, [abook],
(Rand; National Defense Research Institute, 2008, tt), h. 76.
78
b. Menjangkau wilayah yang berdekatan (Outreach to adjacent
regions), prinsip kedua yaitu mengembangkan hubungan dengan
tetangga dekat Turki seperti Balkan, Kaukasus, Timur Tengah dan
Asia Tengah. Oleh sebab itu aktif di Balkan melalui partisipasi dalam
misi NATO, Timur Tengah melalui keterlibatan erat dalam
rekontruksi Lebanon serta hak-hak Palestina dan di Asia Tengah
melalui proyek-proyek pipa energi, yang telah mengembangkan
pengaruh Turki.27
c. Kebijakan luar negeri yang multi dimensi (Multi-dimensional foreign
policy), yaitu kepatuhan terhadap multi dimensi asing. Prinsip ini
memerlukan keterlibatan yang saling melengkapi dan bukan hubungan
yang kompetitif dengan kekuatan global yang menerapkan pendekatan
perbedaan dalam setiap masalah, mempertimbangkan harapan dan
aturan yang ada di dalam diplomasi internasional. Adapun hubungan
strategis antara Turki dengan AS yakni melalui hubungan bilateral
antara kedua negara dengan melalui NATO, dan proses aksesi Turki
ke Uni Eropa, baik lingkungan kebijakannya dengan Rusia, dan
kebijakan sinkronisasi di Eurasia menjadi bagian integral dan saling
melengkapi dalam konsistensi kebijakan.28
d. Diplomasi berirama (Rhythmic diplomacy), Turki telah
menyelenggarakan pertemuan internasional penting saat mengejar
27
W. Joshua Walker Insight Turkey, ―Learning Strategic Depth: Implications of Turkey‘s
New Foreign Policy Doctrine‖,
http://files.setav.org/uploads/Pdf/insight_turkey_vol_9_no_3_2007_joshua_walker.pdf diakses
pada 30 november 2018 12:00 WIB. 28
Ibid.,
79
bidang diplomasi dengan kedua aktor negara dan non-negara termasuk
Hamas. Sejak tahun 2003 Turki telah menyelenggarakan pertemuan
puncak NATO, puncak (Organisasi Konferensi Islam) OKI, Forum
Air Dunia di tahun 2009. Ini merupakan peningkatan aktivitas
memberikan kontribusi kepada Turki untuk terpilih sebagai salah satu
anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada tahun 2009,
memberikan bobot republik yang lebih dalam mengejar tujuan-tujuan
kebijakan luar negerinya.
Adapun dampak global dari kebijakan dalam pemerintahan
Erdogan, Turki secara perlahan memiliki hubungan dengan berbagai
negara entah itu Barat maupun Timur. Dengan membina hubungan lebih
erat dengan negara-negara Islam terutama negara-negara yang sudah
bergabung dengan OKI (Organisasai Konferensi Islam), dengan negara-
negara kawasan Rusia, China dan negara-negara di Amerika Latin yang
negaranya menganut agama Islam. Yang membuat Turki mampu
menyuarakan kepentingan masyarakat Islam dunia dengan berperan aktif
dalam membina hubungan kerjasama diplomatis dan ekonomi yang terus
meningkat. Pada pemerintahannya kebijakan luar negeri lebih bersifat
moderat dan rasional.
Strategi kebijakan Luar Negeri Turki sekarang, sangat
menguntungkan bagi Turki dalam kancah perpolitikan dan membuat
posisi Turki menjadi salah satu kekuatan yang strategis karena bisa
menjembatani dan membina hubungan baik dengan dunia Barat dan
80
dunia Islam sekaligus. Turki pada masa pemerintahan Erdogan dalam
kebijakan domestiknya pun sangat moderat, Turki pada masa
pemerintahannya mampu mengharmonisasikan prinsip-prinsip Islam
kedalam bentuk nasionalisme kebangsaan.
Meskipun demikian perubahan domestik dan kebijakan luar negri
Turki masih menimbulkan ancaman bagi pihak Uni Eropa, walaupun
Turki sudah melakukan komitmen kuat dengan hubungan antara Turki
dan Barat terutama Uni Eropa dan juga mengikuti syarat-syarat agar
mampu bergabung dengan Uni Eropa, akan tetapi masih ada sikap-sikap
skeptik yang ditunjukkan bukan hanya oleh pemimpin-pemimpin Uni
Eropa tetapi juga masyarakat Uni Eropa sendiri yang masih enggan
menerima kehadiran Turki sebagai anggota Uni Eropa. Pada akhirnya
berdampak pada kebijakan Uni Eropa yang bersifat koperatif terhadap
Turki dan selalu menunda proses negosiasi aksesi Turki serta mengurangi
hak-hak istimewa yang sudah ada dalam perjanjian Turki dengan Uni
Eropa sendiri.
81
BAB V
PENUTUPAN
Dalam bab lima ini penulis akan sedikit mengambil kesimpulan dari pada
apa yang sudah di analisis dalam bab-bab sebelumnya. Turki mungkin merupakan
negara dengan masyarakat mayoritas Islam, perkembangan politik di Turki di
bawah pemerintahan Erdogan membuat Turki menjadi negara yang terlihat baru
dengan perubahan yang ada sekarang dan lebih mendukung masyarakat.
A. Kesimpulan
Perubahan politik yang terjadi di Turki merupakan warna baru bagi
masyarakat Turki sendiri. Perkembangan yang terjadi antara militer dengan sipil
memiliki hubungan baik kedepannya, setelah Erdogan memulai gebrakan ―kudeta
sipil‖ yang membuat militer mundur dari panggung perpolitikan serta membuat
militer tetap bekerja sama dengan bidang yang ditentukan oleh pemerintah.
Walaupun masih terlihat adanya kudeta tetapi semua berhasil diredam dengan
baik tanpa adanya pertumpahan darah dari kedua belah pihak, dan yang ada
militer mulai menerima pekerjaan yang harus dijalankannya dengan baik.
Terutama dengan hadirnya generasi militer baru yang responsif dalam mendorong
proses konsolidasi demokrasi.
Transformasi yang terjadi dalam tradisi militer otoritarian sekuler –
Kemalis ke quasi – demokrasi pasca kemalis sangat dipengaruhi oleh pencapaian-
pencapaian kebijakan politik AKP yang menjadikan Turki memiliki prospek
82
ekonomi yang sangat menjanjikan kedepannya. Militer menjadi semakin rasional
dengan mengesampingkan opsi kudeta yang tidak mungkin lagi dilancarkan,
karena pengaruhnya besar bagi masa depan Turki, terutama menahan diri agartidk
terpancing dengan isu-isu anti sekuler. Terutama pada semenjak AKP mulai
kokoh di pemerintahan yang terlihat adanya sikap-sikap akomodatif militer dalam
mentoleransi tradisi keislamanan Turki di lembaganya.
Erdogan sebagai pelopor kebijakan AKP di pemerintahan membuat
gebrakaan yang sangat baru bagi Turki, karena Erdogan mampu membuat Turki
bergabung dengan anggota Uni Eropa dan mempertahankan kinerja Militer serta
menjadi salah satu pertahanan negara yang terkuat didunia. Dengan bertumpu
pada kekuatan Uni Eropa yang mempersyaratkan Turki seperangkat agenda
demokratisasi untuk diterima secarah penuh organisasi regional tersebut.
Setelah menjadi anggota resmi Turki menjadi negara yang kuat dalam
ekonomi serta hubungan antar negara tetangga. Erdogan membuat politik Turki
begitu dinamis. Peristiwa-peristiwa penting yang menggambarkan Konflik politik
mengemuka satu sama lain, seperti isu anti-sekular yang membuat dicabutnya
larangan berhijab, mendirikan sekolah-sekolah dengan berbasis Islam,
dibolehkannya membaca al-quran dan mempelajarinya,.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul ―Demokratisasi Dan Politik
Populisme Di Turki: Studi Tentang Pemeritahan Pada Era Racep Tayyip Erdogan
(2005-2016)‖ Maka penulis dapat memberikan sedikit saran; Perkembangan
83
praktik politik AKP yang sukses mendorong Turki masuk dalam pasca Kemalis
tetapi demokrasinya yang masih bersifat iliberal. Pemerintah harusnya dapat
menemukan jalan demokratisasi yang lebih halus lagi, karena kebijakan dalam
pemerintahan AKP ini dengan pendahulunya Kemalis memiliki kesamaan yang
mencolok yakni masyarakat dan warga baru, serta menjadikan individu (elit) dan
masyarakat sipil sebagai bawahan negara.
Seharusnya pemerintah lebih liberalisme (kebebasan sipil, pemerintahan
terbatas, checks and balances, dan pers bebas) agar tidak mengecewakan seperti
yang sudah-sudah dalam perpolitikan Turki. Kebijakan iliberal Erdogan dapat
membuat ketidakpuasaan masyarakat kembali dan memandang Erdogan dan AKP
sama saja dengan Kemalis.
84
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, M. Alafan, Militer dan Politik Turki: Dinamika Politik Pasca-AKP Hingga
Gagalnya Kudeta, Jakarta: Penerbit Penjuru Ilmu, 2018.
Artikel Kompas “Hari Ini Dalam Sejarah: AS Bangun Kemabali Eropa Lewat
Marshall Plan”, https://internasional.kompas.com/read/2018/04/03/
14152061/hari-ini-dalam-sejarah-as-bangun-kembali-eropa-lewat-
marshall-plan diakses pada: kamis, 11/29/2018. 12:24 WIB
Basyar, M. Hamdan, Pertarungan dalam Berdemokrasi: Politik di Mesir, Turki,
dan Israel, Jakarta: UI Press, 2015.
Baykal, Arda, “Recep Tayyip Erdogan”, Library House of Commons:
Internasional Affair and Defence Section, 22 Desember 2009.
Christiastuti, Novi, “Pencapaian Erdogan Selama 15 Tahun Terakhir Berkuasa di
Turki” http://news.detik.com/internasional/4080016/pencapaian-erdogan-
selama-15-tahun-terakhir-berkuasa-di-turki diakses pada selasa, 20
November 2018 22:24 WIB.
Djafar, TB. Massa, Krisis Politik dan Proposisi Demokratisasi: Perubahan Politik
Orde Baru ke Reformasi, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2015.
Duran, Burhanettin, “JDP and Forign Policy as an Agent of Transformation”;
dalam M. Hakan Yavuz, The Emergence of a New Turkey: Democracy
and The AKP, Salt Lake City UT: University of Utah Press, 2006.
Edward, Sebastian, Left Behind Latin Amerika and the False Promise of
Populism, London: The University Chicago Press, 2010.
Gidron, Noam dan Bonikowski, Varieties of Populism: Literatur Review and
Research Agenda, No. 13-0004. Working Papper Series: Weatherhead
Center For International Affairs Hardvard University, tt.
Hadiz, Vedi R, Islamic Populism in Indonesia and The Middle East, Cambridge:
Cambridge University Press, 2016.
Hadiz, Vedi R. “Populisme Baru dan Masa Depan Demokrasi Indonesia”, dalam
Yogyakarta MajalahPrisma LP3ES, 28 April 2018.
Haris, Syamsudin, Konflik Presiden-DPR dan Dilema Transisi Demokrasi di
Indonesia, Jakarta: Grafiti Press, 2007.
85
Hastings, Michel, The Rise of Populism and Extremist Parties in Europe, The
Spinnelli Group, 2013.
J Zurcher, Erik, Sejarah Modern Turki, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.
J. Zurcher, Erik, Turkey: A Modern, London dan New york: I.B Tauris, 2007.
Junaidi, Ahmad, “Kebijakan Politik Racep Tayyib Erdogan dan Islamisme Turki
Kontemporer”, IKA-Siyasah Yogyakarta, vol. 6 no. 1, November 2016.
Jusuf Habibie, Bacharuddin, Detik-Detik Menentukan-Jalan Panjang Indonesia
Menuju Demokrasi, Jakarta: The Habiie Center Mandiri, 2006.
JW Creswell, Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches,
Thousand Oak: SAGE Publications Inc, 1994.
Krut Wayland, „Clarifiying a Contested Consept: Populism in The Study Of Latin
Amerika Politcs‟, dalam Jurnal Comparative Politcs, Vol, 34, No.
1,October 2001 (The Latin Amerika Studies Association, 2001), Tersedia
di www.jstor.org Di unduh pada kamis, 27 September 2018.
Mughis, Abdil, M. Luqman H. Dyiatia Widya, “Populisme Islam dan Tantangan
Demokrasi di Indonesia”,dalam Yogyakarta Majalah Prisma LP3ES, 28
April 2018.
Nasr, Vali, Force of Fortune, The Rise of The New Muslim Middle Class and
What it Will Mean for Our World, New York: Free Press, 2009.
Naution, Harun, Islam Rasional, Gagasan dan pemikiran, Bandung: Mizan, 2000.
Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabet, 2009.
Rabasa, Angel and F. Stephen Larrabee, The Rise of Political Islam in Turkey,
[abook], Rand; National Defense Research Institute, 2008, tt.
Rahman, Jalaluddin, Metodologi Pembaharuan Sebuah Tuntutan Kelenggangan
Islam, Makkasar: Berkah Utama, 2001.
Robert H. Dix, „Populisme: Authoritarian and Democratic‟, Latin Amerika
Review, Vol, 20. No. 2, The Latin Amerika Studies Association, 1985.
Tersedia di http://www.jstor.org/stable/2503519. di unduh 9 April, 2018.
Rofii, M. Sya‟roni, “ Partai AKP dan Ideologi Islam di Turki Moden (2001-
2007)”,Skripsi S1 Fakultas Syari‟ah, Universitas Islam Negeri Sunan
KalijagaYogyakarta, 2008.
86
Rohim, Ainur, “Turki,Erdogan dan Demokrasi Muslim Populis”,
http://beritajatim.com/sorotan/330161/turki,_erdogan,_dan_demokrasi_mu
slim_populis.hmtl diakses pada jum‟at, 14 Desember 2018 13:11 WIB.
Saktanber, Ayse, “formation of a Middle Class Erthos and Its Quotidian:
revitalizing Islam in Urban Turkey,” dalam Ayse Oncu dan petra Weyland,
Space, Culture and Power: New Identities in Globalizing Cities, London
and New Jersey: Zed Books, 1997. 142.
Salah satu isi pidato Erdogan ”Dalam https://www.google.co.id/amp/s/
www.dakwatuna.com/2013/06/18/35464/isi-pidato-erdogan-di-harapkan-
sekitar-1-juta-pendukungnya/amp/?espv=1, diakses pada tanggal 20
agustus 2018, 10:03 WIB
Sarosa, Samiaji, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar, Jakarta: PT. Indeks, 2012.
Sukmadinata, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2006.
Taghian, Syarif, Erdogan, Muadzin Istanbul Penakluk Sekulrisme Turki, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2016.
Tugal, Cihan, Passive Revolution: Absorbing the Islamic Challenge to Capitalism,
California: Stanford University Press, 2009
Walker, W. Joshua, Insight Turkey, “Learning Strategic Depth: Implications of
Turkey‟s New Foreign Policy Doctrine”, http://files.setav.org/uploads/
Pdf/insight_turkey_vol_9_no_3_2007_joshua_walker.pdf diakses pada 30
november 2018 12:00 WIB.
Yilmaz, Hakan, “Democratization From Above In Response to The International
Context: Turkey 1945-1950,” New Perspectives on Turkey, Fall 1997,
No. 17.