1 demokratisasi masyarakat indonesia dalam …

22
1 DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKKAN HAK ASASI MANUSIA (SUATU TINJAUAN TERHADAP PENGADILAN ATAS KEJAHATAN HAK ASASI MANUSIA) Oleh: Ari Wahyudi Hertanto, S.H., M.H. A. Pendahuluan Hal yang terlebih dahulu perlu untuk diperhatikan dalam melaksanakan demokratisasi dalam penyelenggaraan negara yang bersifat esensial dan signifikan untuk dipahami bersama adalah dapat kita lihat dalam kajian Ilmu Negara, yaitu pada umumnya penyampaian materi diawali dengan diperkenalkannya tentang ide yang sangat mendasar yaitu mengenai pengertian-pengertian pokok serta sendi-sendi pokok tentang negara. Arti dari pengertian-pengertian pokok tentang negara adalah mengenai hal-hal yang pada umumnya mempunyai pengertian yang sama. Sedangkan mengenai sendi-sendi pokok tentang negara adalah mengenai hal-hal yang karena pengaruh dari pandangan hidup negara dan kondisi masyarakat setempat maka seringkali isinya menjadi berbeda-beda. Misalnya mengenai masalah demokrasi, setiap negara akan mempunyai pengertian yang sama yaitu pemerintahan oleh rakyat. Akan tetapi demokrasi sebagai ide negara tidak sama isinya di negara Indonesia dengan demokrasi di negara Barat yang mempunyai ciri individualistis. Mengutip dari tulisan tentang Democratic Experiment in Indonesia Between Achievements and Expectations yang disusun oleh J. Soedjati Djiwandono dinyatakan sebagai berikut: Criticism are often levelled especially at developing countries for lack of democratic progress even in spite of relatively succesful economic development. Such criticism are mostly unfair in that they are based on values or criteria that are frequently alien to those countries. This set of values, however, are often assumed to be universally applicable. In fact, because liberal democratic principles operate in developed countries in the west, which do enjoy considerable influence on many other countries ecause of their strong liberal democratic traditions, military, and economic power, such criticisms on the basis of Western liberal democratic values have created a strong pressure on many developing countries to emulate irrespective of their own peculiar histories. 1 Sebagaimana diakui semakin banyak pakar tentang demokrasi pada level internasional, cara paling strategis untuk "mengalami" demokrasi adalah melalui apa yang disebut sebagai democracy education. Pendidikan demokrasi singkatnya secara substantif menyangkut sosialisasi, diseminasi dan aktualisasi konsep, sistem, nilai, budaya, dan praktik demokrasi melalui pendidikan. Pendidikan demokrasi tidak hanya urgen bagi negara-negara yang sedang berada dalam transisi menuju demokrasi seperti Indonesia, tetapi juga bagi negara-negara yang telah mapan demokrasinya. Kenyataan inilah yang terlihat, misalnya, dari pembentukan Civitas International pada Juni 1995 di Praha. Dihadiri tidak kurang dari 450 pemuka pendidikan demokrasi dari 52 negara, para peserta sepakat membentuk Civitas International yang 1 Kumpulan Tulisan Politik Hukum II, Democratic Experiment in Indonesia Between Achievements and Expectations J. Soedjati Djiwandono, dikumpulkan oleh Dr. Satya Arinanto, S.H., M.H., Universitas Indonesia, Fakultas Hukum, Pasca Sarjana 2003, hal 158.

Upload: others

Post on 29-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1 DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM …

1

DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM PERSPEKTIFPENEGAKKAN HAK ASASI MANUSIA (SUATU TINJAUAN TERHADAP

PENGADILAN ATAS KEJAHATAN HAK ASASI MANUSIA)

Oleh: Ari Wahyudi Hertanto, S.H., M.H.

A. Pendahuluan

Hal yang terlebih dahulu perlu untuk diperhatikan dalam melaksanakandemokratisasi dalam penyelenggaraan negara yang bersifat esensial dan signifikanuntuk dipahami bersama adalah dapat kita lihat dalam kajian Ilmu Negara, yaitu padaumumnya penyampaian materi diawali dengan diperkenalkannya tentang ide yangsangat mendasar yaitu mengenai pengertian-pengertian pokok serta sendi-sendi pokoktentang negara. Arti dari pengertian-pengertian pokok tentang negara adalahmengenai hal-hal yang pada umumnya mempunyai pengertian yang sama. Sedangkanmengenai sendi-sendi pokok tentang negara adalah mengenai hal-hal yang karenapengaruh dari pandangan hidup negara dan kondisi masyarakat setempat makaseringkali isinya menjadi berbeda-beda. Misalnya mengenai masalah demokrasi,setiap negara akan mempunyai pengertian yang sama yaitu pemerintahan oleh rakyat.Akan tetapi demokrasi sebagai ide negara tidak sama isinya di negara Indonesiadengan demokrasi di negara Barat yang mempunyai ciri individualistis.

Mengutip dari tulisan tentang Democratic Experiment in Indonesia BetweenAchievements and Expectations yang disusun oleh J. Soedjati Djiwandono dinyatakansebagai berikut:

Criticism are often levelled especially at developing countries for lack ofdemocratic progress even in spite of relatively succesful economic development.Such criticism are mostly unfair in that they are based on values or criteria thatare frequently alien to those countries. This set of values, however, are oftenassumed to be universally applicable. In fact, because liberal democraticprinciples operate in developed countries in the west, which do enjoy considerableinfluence on many other countries ecause of their strong liberal democratictraditions, military, and economic power, such criticisms on the basis of Westernliberal democratic values have created a strong pressure on many developingcountries to emulate irrespective of their own peculiar histories.1

Sebagaimana diakui semakin banyak pakar tentang demokrasi pada levelinternasional, cara paling strategis untuk "mengalami" demokrasi adalah melalui apayang disebut sebagai democracy education. Pendidikan demokrasi singkatnya secarasubstantif menyangkut sosialisasi, diseminasi dan aktualisasi konsep, sistem, nilai,budaya, dan praktik demokrasi melalui pendidikan. Pendidikan demokrasi tidak hanyaurgen bagi negara-negara yang sedang berada dalam transisi menuju demokrasiseperti Indonesia, tetapi juga bagi negara-negara yang telah mapan demokrasinya.Kenyataan inilah yang terlihat, misalnya, dari pembentukan Civitas Internationalpada Juni 1995 di Praha. Dihadiri tidak kurang dari 450 pemuka pendidikandemokrasi dari 52 negara, para peserta sepakat membentuk Civitas International yang

1 Kumpulan Tulisan Politik Hukum II, Democratic Experiment in Indonesia BetweenAchievements and Expectations – J. Soedjati Djiwandono, dikumpulkan oleh Dr. Satya Arinanto, S.H.,M.H., Universitas Indonesia, Fakultas Hukum, Pasca Sarjana – 2003, hal 158.

Page 2: 1 DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM …

2

menyimpulkan pentingnya pendidikan demokrasi bagi penumbuhan civic cultureuntuk keberhasilan pengembangan dan pemeliharaan pemerintahan demokratis(democratic governance). Pendidikan demokrasi dalam banyak hal identik dengan"pendidikan kewargaan" (civic education). Tetapi juga jelas, pendidikan kewargaanlebih luas cakupannya daripada sekadar pendidikan demokrasi. Hal ini tercermin jelasdari rumusan Civitas International bahwa pendidikan kewargaan yang efektifmencakup beberapa hal. Pertama, pemahaman dasar tentang cara kerja demokrasi danlembaga-lembaganya. Kedua, pemahaman tentang rule of law, dan Hak AsasiManusia seperti tercermin dalam rumusan-rumusan, perjanjian dan kesepakataninternasional dan lokal. Ketiga, penguatan keterampilan partisipatif yang akanmemberdayakan peserta didik untuk meresponi dan memecahkan masalah-masalahmasyarakat mereka secara demokratis. Keempat, pengembangan budaya demokrasidan perdamaian pada lembaga-lembaga pendidikan dan seluruh aspek kehidupanmasyarakat.2

Pada beberapa negara Barat, seperti Amerika Serikat dan Australia, programpendidikan kewargaan telah menjadi bagian kurikulum sekolah setidak-tidaknyadalam satu dasawarsa terakhir. Negara-negara lain, seperti Inggris, baru mulaimenerapkan pada tahun 2000 melalui program "citizenship education". Pada 2002"citizenship education" akan menjadi mata pelajaran wajib dalam kurikulumpendidikan dasar dan menengah Inggris. Postulat yang berada di balik penerapanpendidikan kewargaan di AS adalah bahwa pemeliharaan tradisi demokrasi tidak bisadiwariskan begitu saja; tetapi sebaliknya harus diajarkan, disosialisasikan, dandiaktualisasikan kepada generasi muda melalui sekolah. Lebih daripada postulatpenting tersebut, dalam pandangan banyak ahli pendidikan dan demokrasi Barat,pendidikan kewargaan merupakan kebutuhan mendesak karena beberapa alasan kuatlainnya. Pertama, meningkatnya gejala dan kecenderungan political illiteracy, tidakmelek politik di kalangan warga negara. Banyak warga Barat, khususnya generasimuda tidak memiliki political literacy, tidak mengetahui persis cara kerja demokrasidan lembaga-lembaganya. Kedua, meningkatnya political apathism, yang terlihatantara lain dari relatif sedikitnya jumlah warga negara yang memberikan suara dalamPemilu, atau terlibat dalam proses-proses politik lainnya.3

Apabila kita melihat mundur pada zaman Yunani negara disebut dengan istilahPolis yang berarti negara kota (city state) dengan ciri utamanya sistem demokrasilangsung. Luas wilayahnya hanya sebatas sebuah kota dan rakyat dapat turut langsungdalam kegiatan kenegaraan. Dalam perkembangannya karena kondisi wilayah suatunegara menjadi bertambah luas, maka pengertian polis tidak lagi mencukupi untukmemenuhi kriteria suatu negara. Hal ini karena negara sudah merupakan suatucountry state dengan wilayah yang amat luas dan kegiatan kenegaraan dilaksanakandengan sistem demokrasi perwakilan.4 Namun, jelas dengan tingkat kompleksitasyang terjadi pada masa sekarang ini tidak dapat dijadikan sebagai suatu tolok ukuryang relevan uraian tersebut. Hal mana dikarenakan pengaruh perkembangan yangterjadi di masyarakat dunia yang lazim dikenal dengan istilah globalisasi.

Tipe negara hukum (rechtstaat) dalam bentuknya yang awal adalah NegaraHukum Liberal. Korelasi antara pandangan liberalisme dengan kepentingan akan

2 Pendidikan Kewargaan dan Demokrasi - Azyumardi Azra (guru besar dan Rektor IAINSyarif Hidayatullah Jakarta), http://kompas.com/kompas%2Dcetak/0103/14/opini/pend04.htm

3 Ibid.

4 Buku Ajar Ilmu Negara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia – 2001, Tim Pengajar MataKuliah Ilmu Negara, hal.12

Page 3: 1 DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM …

3

hukum formil adalah sangat kuat. Negara Hukum telah menjadi istilah tehniskenegaraan yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Dalam hal ini Rechtstaat jugamerupakan reaksi atau antithese dari Polizei Staat. Pandangan liberal yang inginmendudukkan negara hanya sebagai pemegang tata-tertib saja tentu menimbulkankonsekuensi yang salah satu ilustrasi konkritnya, bahwa negara membutuhkan biaya(anggaran) untuk menjalankan tugas-tugasnya. Pendapatan negara yang terbesar dapatdiraih adalah dengan menarik pajak dari rakyat. Penarikan pajak ini tentu sajamemerlukan persetujuan dari rakyat dan tentu pula menyinggung persoalan hak yangpaling dasar dari rakyat, yaitu hak asasinya untuk memiliki pendapatan sendiri atasapa yang diusahakan. Untuk resminya (legalitasnya) pemerintah negara kemudianmengadakan peraturan-peraturan tentang pajak, peraturan-peraturan itu tertulis, danlama-kelamaan menimbulkan undang-undang atau hukum tertulis secara formil.Dalam kasus ini lahirlah apa yang disebut Negara Hukum Formil karena dalam segalatindakan-tindakannya penguasa itu memerlukan bentuk hukum tertentu (formil), danformalitas ini adalah bentuk undang-undang (wet).

Didalam tipe Negara Hukum Formil ini diperlukan syarat-syarat tertentu.Unsur-unsur itu adalah:5

a. Pengakuan terhadap Hak Asasi Manusia (grondrechten). Hak-hak dasar iniharus dijamin (dengan undang-undang dan adanya Pemisahan Kekuasaan) dandipertahankan jangan sampai dilanggar.

b. Pemisahan Kekuasaan dalam Negara (sheding van machten). Pemisahankekuasaan ini adalah ciri esensial dari negara hukum. Tidak semua negarayang ada hukumnya dapat dikatakan sebagai negara hukum. Negara hukumadalah suatu konsep politis-yuridis tersendiri, sedang negara berhukum adalahkenyataan empiris-sosiologis yang nyata. Jadi, suatu negara yang memilikihukum (berhukum) belumlah tentu sesuai dengan konsep "Negara Hukum".

c. Pemerintahan harus berdasarkan Undang-undang (Wetmatigheid van bestuur).Setiap tindakan atau perbuatan 'memerintah' dari pemerintah negara haruslahmemiliki dasar hukum dalam bentuk undang-undang atau hukum tertulis.

d. Adanya Pengadilan Administrasi (Administrative Rechtspraak). Tujuandiperlukannya pengadilan administrasi ini adalah mengadili sengketa antarapemerintah (penguasa) dengan warga negara (yang dikuasai). PengadilanKhusus ini dibentuk untuk kasus-kasus yang tidak dapat diadili olehpengadilan biasa, sebab belum termasuk perkara pidana maupun perdata.Biasanya yang menjadi obyek sengketa adalah adanya Surat Keputusan yangdikeluarkan secara sewenang-wenang oleh pejabat negara atau instansipemerintah.

Empat hal inilah yang menjadi ciri pokok dari negara hukum formil. Ciripokok negara hukum formil ini banyak dipegang teguh oleh sebagian besar darinegara-negara Eropa Kontinental, seperti Jerman, Perancis dan Belanda. KarenaIndonesia adalah negara bekas jajahan Belanda, maka secara struktur kita mengikutialiran Kontinental.

Perlu kiranya untuk diketahui bahwa dalam hal terjadinya globalisasi, makadipandang penting agar pemerintah Indonesia dalam melakukan proses ratifikasiterhadap konvensi-konvensi internasional (secara umum dikarenakan mengikutiperkembangan dunia dan turut berpartisipasi dalam pergaulan internasional dan tidak

5 Ibid, hal - 64

Page 4: 1 DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM …

4

tertutup kemungkinan adanya insentif-insentif lainnya yang memiliki manfaatekonomis bagi negara) dituntut ketelitian, kehati-hatian terutama pemahaman akanwawasan terhadap konsep-konsep kenegaraan. Sejarah kenegaraan pun menunjukanbahwa pengertian kegiatan tersebut merupakan salah satu upaya konkrit dalammewujudkan demokratise rechtsstaat, yang secara berkesinambungan selaluberkembang sesuai dengan tingkat kecerdasan suatu bangsa. Oleh karenanyaberpangkal tolak pada perumusan sebagai yang digariskan oleh pembentuk undang-undang dasar kita Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum dengan anggapanbahwa pola yang diambil tidak menyimpang dari pengertian negara hukum padaumumnya, disesuai dengan keadaan di Indonesia. Artinya digunakan dengan ukuranpandangan hidup maupun pandangan bernegara kita.6 Dengan kata lain kita perlulebih bijaksana dalam melakukan ratifikasi terhadap konvensi-konvensi internasionaldengan menggunakan ukuran dan pedomannya adalah dengan bercermin pada kondisimasyarakat Indonesia. Tidak pelak bahwa ratifikasi terhadap konvensi tentang HakAsasi Manusia termasuk pula dalam kategori dimaksud.

Dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 45”) ditegaskan bahwaNegara Indonesia berdasar atas hukum (Rechtstaat) tidak berdasar atas kekuasaanbelaka (Machstaat). Sebagai negara berdasar atas hukum, Indonesia mempunyaisejarah ketatanegaraan dalam Undang-Undang Dasar. Suatu Undang-Undang Dasarbagaimanapun baiknya tidak akan lepas dari kekurangan-kekurangan. Kekurangantersebut biasanya mulai disadari karena perkembangan zaman dan masyarakat.7

Selanjutnya Todung Mulya Lubis dalam tulisannya menyatakan:

The rechstaat state – state based on law – is an ideal home for human rights; onlywithin the rechtsstaat can human rights guarantees such as the independence ofjudiciary, due process of law and judicial review, survive. However, the verynotion of rechtsstaat has been subverted by various political, economic, culturaland legal developments that gradually weakened the foundation of the rechtstaat.But as a political statement, a commitment to rechtstaat has continuosly beenmade by virtually every government official.89

6 Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Prof. Padmo Wahyono, S.H. Pada Fakultas HukumUniveristas Indonesia Indonesia diucapkan pada tanggal 17 Nopember 1979 bertajuk Indonesia IalahNegara yang Berdasar atas Hukum, h.3.

7 H. Suradji, S.H., Pularjono dan Tim Redaksi Tata Nusa., Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia UUD 1945 beserta Perubahan ke-I, II, III & IV dilengkapi dengan Dekrit 5 Juli1959, Piagam Jakarta, UUD Sementara, Konstitusi RIS cet.1, ( Jakarta : PT.Tata Nusa, 2002 ), hal. iii.

8 Kumpulan Tulisan Politik Hukum II, The Rechsstaats and Human Rights – Todung MulyaLubis, dikumpulkan oleh Dr. Satya Arinanto, S.H., M.H., Universitas Indonesia, Fakultas Hukum,Pasca Sarjana – 2003, hal 158.

9 Selanjutnya Todung Mulya Lubi dalam tulisan yang sama juga memberikan suatupandangannya yaitu, “while the appears to be no problem concerning constitutionality of rechtsstaat,implementation remains doubtful. The government holds a rather narrow interpretation of rechtsstaat,moreover, rechtsstaat is subordinate to the bigger concept called the integratlistic staatsidee thatreemerged under the New Order. The notions of checks and balance, separation of power,independence of the judiciary, due process of law, and judicial review, which are vital foundations ofrechsstaat, have not been highly regarded in the house of integralistic staatsidee. On the contrary, thenotion of asas kekeluargaan and harmony prevail over others; with their excessive translation, thewhole notion of rechtsstaat is confronted with a profoundly srious threat. Human rights guarantees are,therefore, situated in an unfavorable environment. Although some improvements have been madethrough new legislations, their future will always be subject to interpretation of integralistic staatsidee.”

Page 5: 1 DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM …

5

Melalui uraian tersebut di atas menarik apabila mengutip apa yangdikemukakan oleh Supomo yang mencoba untuk menarik akar dari konsep hukum itusendiri yang diformulasikan dalam tatanan konsep hukum yang berlaku di Indonesia,yaitu:

The basis of his (Supomo) conception of law is the perfection, not of persons, butof inter-personal relationship in the ideal, harmonious, balanced, non-competitivecommunitiy to which the persons belong, Community is more than society; thewhole is greater than the sum of its components; it is not the aggregation ofidentical human units but an organic integration of individual members. Themember considered. Behold here the inchoate image of a nation.10 11 12

10 Op.Cit, Kumpulan Tulisan Politik Hukum II, The Leiden Legacy – Concepts of Law inIndonesia – Dr. Peter J. Burns, hal-350.

11 Merujuk pada catatan kaki dalam artikel dimaksud disebutkan – derived from the teachingsingle German philosopher. The Writter cite, once moer, Achmad Soebardjo Djojohadisurjo,Kesadaran Nasional, At p.288 of his autobiography, Subardjo discusses, among others, the eighteencentury German political theorist, Adam Muller : “Muller… and the others put forward the theory ofunitary stae. According to this theory, the state offers absolutely no guarantee of the individual’sinterest, nor for the interest of particular group, no matter how great or strong that group might/may be.The states does not guarantee, however, the protection of the interests of society as a whole, as unit(Cited, with corrections by Simanjuntak, Unsur Hegelian, p.I 19f. from Nugroho Notosusanto (ed.),Pejuang dan Prajurit (Jakarta, Sinar Harapan, 1988) no page given). There is little doubt that Subardjosubscribed the theory of integraal state with a ferfour at least equal to Supomo”.

12 Dr. Peter J. Burns dalam tulisannya mengutip pendapat yang dikemukakan oleh Supomo,yang mana sebelum dirinya mengutip teori Supomo terlebih dahulu mengemukakan…” I add atranslation from one full page of Supomo’s exposition. It constitues a strong link – it is the mostexplicit coupling in the chain which connect the vague, romantic benevolence of the pre-War Leidenetichi with pragmatism of executive government in the Republic after 1959. It is the most explicitcoupling of adat lore with the civic religion of the New Order Indonesia. Supomo, concluding hisreview of the characteristic of other countries.”

Selanjutnya Dr. Peter J. Burns mengadopsi uraian Supomo, yaitu sebagai berikut “…puts intowords that is not, and what is, in accordance with the original indigenous institutions of society (thesocial structure) of Indonesia. As you know gentlemen, the original indigenous social structure ofIndonesia is nothing other than the creative achievement of Indonesian culture; it is… the mindset(aliran pikiran) – or the internalized elan of the Indonesian folk.

The attribute inherent in – and the aspiration of – that national soul, the spiritual constitutionof the Indonesian people, is unity of life, unity of slave and lord (kawulo dan gusti), that is to say unityof the material world with the unseen internal world, unity between the micro and macrocosm, betweenthe populace and its leaders. It regards all of humanity – whether it be the individual, the communalgroup in particular society – as having their own particular alloted places and roles in life (dharma) inaccordance with laws of nature and the whole of everything as being directed toward manifest outwardand inward spiritual balance. The individual human being is separable neither from other human beingsnor from the natural world: communal groups (golongan-golongan manusia) – all the different speciesof creatures (golongan machluk) – all and each of them mix and intermingle; they are closely bound upwith another. All and each of them are subject to the play of mutual influence and their lives are knittedclose together. This totalitarian concept, the integralistic concept of the Indonesian nation which findsconcrete expression in its original indigenous constitutional arrangement.

In keeping with the quality of those original indigenous Indonesian constitutionalarrangements – a quality still in evidence today in the setting of the village both in Java and Sumateraand in other island clusters of Indonesia – the officials of the state are leaders spritually at one with the

Page 6: 1 DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM …

6

Melalui penjelasan tersebut di atas yang juga merupakan pengantar dalamtopik dari tulisan ini, menurut hemat penulis perlu untuk dipaparkan terlebih dahulu.Makna yang merupakan pesan para founding fathers, para sarjana dan perjalanansejarah tentang latar belakang terbentuknya negara Republik Indonesia, yang tidakpelak untuk diakui bahwa generasi muuda era tahun 1990 memiliki pengetahuan yangsangat minim tentang sejarah tersebut, termasuk dalam memaknainya. Seiring denganitu juga memberikan wawasan umum tentang apa itu negara hukum dan apa itudemokrasi, sebelum pada akhirnya tulisan ini membahas dalam bentuk aktualisasi daridemokratisasi di Indonesia dengan lahirnya Undang-Undang No.39 tahun 1999tentang Hak Asasi Manusia dan implikasinya secara internasional, yang dalam tulisanini juga hanya dibatasi pada lingkup Pengadilan Kejahatan terhadap Hak AsasiManusia dalam Lingkup Hukum Internasional.

B. Pengadilan Hak Asasi Manusia Dalam Lingkup Hukum Nasional dalammewujudkan demokratise rechtsstaat

Fase negara modern dimulai dengan munculnya teori-teori perjanjianmasyarakat dari Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau. Selanjutnya yangmenjadi ciri atau sifat utama dari fase negara modern adalah bahwa kekuasaantertinggi berada pada rakyat. Dengan demikian pemerintahannya dilaksanakan untuk,dari dan oleh rakyat (demokratis). Akan tetapi pelaksanaan sistem demokrasi dalammasa modern tidak lagi dilaksanakan secara langsung, tetapi dengan menggunakanlembaga perwakilan. Pemerintah dalam hal ini harus melaksanakan kehendak rakyatbanyak yang disalurkan melalui ketentuan-ketentuan hukum, sehingga negaranyamenjadi negara hukum. Dengan demikian ciri negara modern adalah selain demokrasidengan sistem perwakilan, juga merupakan negara hukum yang demokratis.

Dalam teori kenegaraan negara hukum selalu dikaitkan dengan negarademokrasi. Hal ini karena teori demokrasi dari Rousseau membuka peluang untukmenimbulkan demokrasi yang absolut melalui sistem suara terbanyaknya (monopolisuara terbanyak), sehingga mengesampingkan suara minoritas. Suara terbanyak dalamsistem demokrasi merupakan bentuk politik bukan yuridis. Untuk mencegah

people. They are always obliged to maintain (memegang teguh) unity and balance in theircommunities.

The village chief – or head of the people – is obliged to bring the popularsense of justice torealization. He is obliged to give shape (Gestaltung) to the sense of justice and the ideals of the people.That is reason why the popular leader “upholds the traditions” (memegang adat) – as the Minangkabauexpression has it. He constantly monitors every development within his community and, to that end,engages in constant consultation (bermusyawarah) with his people and the heads of the family in hisvillage in order that the spiritual bond between the leader and the people is maintained in its integrityalways.

Given an atmosphere of unity between the folk and the leaders, between comunal groups onewith the other, all groups are caught up in (diliputi) a spirit of mutual assistance (gotong royong), thespirit of the family principle (semangat kekeluargaan).

So Honoured Gentlemen, it is clear that, if we are about to set up an Indonesian State which isaccord with a distinctive quality and pattern of Indonesian society, we must based our state on themindset (Staatsidee) of an integralistic policy, a state which is unity with the totality of ots populace,which is superior to the sum of its communal parts (golongan) om amy field whatsoever.”

Page 7: 1 DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM …

7

timbulnya ekses dari sistem demokrasi maka digunakan sistem negara hukum.Dengan negara hukum diharapkan hak asasi warga menjadi lebih terjamin.

Dalam perkembangannya ciri negara modern mendapat berbagai variasikarena adanya perbedaan dalam memberi arti negara hukum dan demokrasi. Macam-macam negara hukum sebagaimana telah kita ketahui variasinya adalah negara hukumliberal, negara hukum formil, negara hukum material dan negara hukum yangdemokratis. Sedangkan variasi dari demokrasi seperti yang dikemukakan olehLogemann adalah demokrasi Barat (liberal) yang mengutamakan kebebasan,demokrasi Timur (demokrasi proletar) yang mengutamakan persamaan, demokrasiTengah dan demokrasi sederhana. Yang diartikan dengan demokrasi Tengah adalahkekuasaan berada pada rakyat tetapi kemudian diserahkan pada satu orang sehingga iamenjadi penguasa tunggal, dan ia dianggap sebagai eksponen dari rakyat (Nazi,Facis). Sedangkan demokrasi sederhana terdapat pada susunan masyarakat yangmasih sederhana. Pelaksanaan keputusan rakyat tidak berdasar pada cara-cara yangtelah dikenal tetapi dengan cara yang khusus, misalnya dengan cara musyawarahberdasar asas tolong menolong dan gotong royong.13

Kemajuan bidang ekonomi tentunya harus diiringi dengan dengan kemajuanpendidikan dan pemahaman rakyat dari negara yang bersangkutan akan arti danaktualisasi dari demokrasi itu sendiri. Oleh karenanya pemilu 2004 merupakan salahsatu bentuk pembelajaran bagi masyarakat dalam berdemokrasi. Baik secara maupuntidak langsung implikasi dari demokrasi tersebut memiliki suatu keterkaitan denganbidang politik. Sementara itu manifestasi dari politik hukum itu sendiri pada akhirnyabermuara dengan dikeluarkannya suatu kebijakan publik yang berlaku secaranasional.

Penjelasan pada paragraf di atas tidak lain tergagas sebagaimana tulisan yangditulis oleh Harold Crouch tentang Democratization and the Threat of Disintegration,yang secara umum menggambarkan tentang jatuh bangunnya demokrasi di Indonesiadengan jatuhnya rezim orde baru, dan pergantian pemerintahan, serta kesemrawutanpolitik di Indonesia. Dalam tulisannya tersebut dinyatakan secara umum sebagaiberikut:

Indonesia’s democratic transformation proceeded in extraordinarily difficulcircumstances. The economy, which had been devastated bythe Asian financialcrisis in 1997, remain in deep recession as investors waited for politicaluncertainties to be resolved. Economic disruption brought great suffering to muchof the population and contributed to regular outbreaks of social conflict, includingsevere ethnic and religious clashes, in various parts of of the country. Longstanding separatist demands in Aceh and Irian Jaya gained U.N. supervisedreferendum. By the end of the year the prospect of furhter disintegration of thecountry could not be dismissed.14

Memotret dari situasi perkembangan yang terjadi dalam rangka terciptanyasuatu iklim demokrasi di Indonesia kerap kali dihadapkan dengan situasi yangkomplek. Salah satu peristiwa yang cukup komplek yaitu pemberian referendum padaTimor Timur pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie. Sehingga melalui hasilperolehan jajak pendapat tersebut Timor Timur singkatnya memisahkan Timor Timurdari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun demikian upaya

13 Padmo Wahjono, S.H., Kuliah-Kuliah Ilmu Negara, cet.1, (Jakarta: Ind-Hill-Co, 1996), hal 148.14 Op.Cit, Kumpulan Tulisan Politik Hukum II, The Democratization and the Threat of

Disintegration – Southeast Asia Studies 2000 – Harold Crouch, hal-356.

Page 8: 1 DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM …

8

demokratisasi ini ternyata tidak dapat memenuhi aspirasi seluruh masyarakatIndonesia atau bahkan elemen internasional lainnya. Tidak lain dikarenakanpengetengahan isu pelanggaran hak asasi manusia oleh pihak angkatan bersenjatayang bertugas di Timor Timur. Isu ini kemudian mengemuka dan memunculkannama-nama petinggi militer yang terhadapnya diajukan tuntutan atas pelanggarandimaksud. Hal mana dengan turut memperhatikan ketentuan perundang-undangannasional sebelum diberlakukannya undang-undang yang mengatur tentang Hak AsasiManusia.

Keberadaan Pengadilan Hak Asasi Manusia dalam lingkup hukum nasionaldiawali dengan lahirnya Undang-Undang No.39 tahun 1999 Tentang Hak AsasiManusia, utamanya adalah dalam pasal 104 Undang-Undang No.39 tahun 1999 yangberbunyi sebagai berikut:

1. Untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat dibentukPengadilan Hak Asasi Manusia di lingkungan Peradilan Umum.

2. Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk denganundang-undang dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun.

3. Sebelum dibentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksuddalam ayat (2), maka kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusiasebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diadili oleh Pengadilan yangberwenang.

Dengan adanya penunjukan untuk pembentukan Pengadilan Hak AsasiManusia, maka Pengadilan Hak Asasi Manusia dibentuk melalui Undang-UndangNo.26 tahun 2000, yang disahkan dan diundangkan pada tanggal 23 Nopember 2000.

Kelahiran Undang-Undang No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusiatersebut, tidak lepas dari perintah Ketetapan Majelis Permusyawaratan RakyatRepublik Indonesia (TAP MPR RI) No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.Amanat yang diberikan TAP MPR RI tersebut adalah menugaskan kepada lembaga-lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati,menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepadamasyarakat.15

Dalam rangka peningkatan perlindungan terhadap hak asasi manusia danpengembangan situasi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuaidengan Pancasila, UUD 1945 dan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia,maka dibentuk suatu komisi yang bersifat nasional dan diberi nama Komisi NasionalHak Asasi Manusia (“Komnas HAM”).16 Dalam rangka peningkatan perlindunganhak asasi manusia maka keberadaan Komnas HAM sangat strategis. Peran KomnasHAM tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan penyuluhan, pengkajian,pemantauan, penelitian dan mediasi tentang hak asasi manusia, dimana hal tersebutditetapkan dengan Undang-undang.17

15 Pasal 1 TAP MPR RI No.XVII/MPR/1998.

16 Pernyataan tersebut dalam Keputusan Presiden Nomor 50 tahun 1993 tentang KomisiNasional Hak Asasi Manusia, yang kemudian dikukuhkan dengan pasal 105 ayat 2 huruf a olehUndang-undang No. 39 tahun 1999.

17 Pasal 5 TAP MPR RI No.XVII/MPR/1998.

Page 9: 1 DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM …

9

Keberadaan Komnas HAM dalam kerangka pemantauan dan pelaporanterhadap perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat, semakin memperkokohsistem hukum nasional dalam bidang hak asasi manusia. Keberadaan Komnas HAMsebagai bagian dari elemen penegakan hukum terhadap pelanggaran hak asasimanusia berat dikukuhkan sebagai penyelidik tunggal dengan undang-undang.18

Keberadaan Pengadilan Hak Asasi Manusia dalam lingkup peradilan umummenyiratkan makna bahwa dalam hal yang tidak ditentukan dalam Undang-UndangPengadilan Hak Asasi Manusia, maka diberlakukan Undang-Undang No.tahun 1986Tentang Peradilan Umum. Hal tersebut dinyatakan dalam pasal 2 Undang-UndangNo.26 tahun 2000, yang menyatakan bahwa Pengadilan Hak Asasi Manusiamerupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum.Penundukan Pengadilan Hak Asasi Manusia terhadap peradilan umum menyiratkanmakna bahwa susunan organisasi Pengadilan HAM tunduk pada peradilan umum danbukan pada peradilan lain.

Selain itu dalam pasal 49 Undang-Undang Pengadilan Hak Asasi Manusiadinyatakan sebagai berikut:

“Ketentuan mengenai kewenangan Atasan Yang Berhak Menghukum dan PerwiraPenyerah Perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 74 dan pasal 123 undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer dinyatakan tidak berlakudalam pemeriksaan pelanggaran hak asasi manusia yang berat menurut undang-undang ini”.

Hal tersebut semakin menegaskan penundukan Pengadilan Hak Asasi Manusiaterhadap peradilan umum. Selain itu penegasan juga dinyatakan dalam pasal 1 huruf 4Undang-Undang No.26 tahun 2000 yang berbunyi:

“Setiap orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, baik sipil, militermaupun polisi yang bertanggung jawab secara individual”.

Lewat pernyataan tersebut semakin mempertegas bahwa dalam perkarapelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak dikenal penundukan terhadapperadilan lain selain peradilan umum, atau tidak dikenal perkara koneksitas. Sehinggadapat pula dinyatakan bahwa ketentuan koneksitas dalam BAB XI Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tidak berlaku, dalam hal penyelesaian perkarapelanggaran hak asasi manusia yang berat.

Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia diharapkan dapat melindungihak asasi manusia, baik perseorangan maupun kelompok, dan menjadi dasar dalampenegakan, kepastian hukum, keadilan dan perasaan aman bagi perseorangan maupunmasyarakat, terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat.19 Keberadaanundang-undang Pengadilan HAM juga menyiratkan harapan akan terciptanyapemantapan persatuan dan kesatuan nasional sebagaimana dicitakan dalam KetetapanMPR-RI Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional.

Keberadaan Undang-undang Pengadilan Hak Asasi Manusia juga sebagaiusaha bangsa Indonesia untuk ikut serta memelihara perdamaian dunia dan menjamin

18 Pengukuhan Komnas HAM sebagai penyelidik tunggal, tersurat dalam pasal 18 ayat 1Undang-undang No. 26 tahun 2000.

19 Undang-undang No. 26 tahun 2000, Penjelasan Umum alinea VII.

Page 10: 1 DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM …

10

pelaksanaan hak asasi manusia20, sebagaimana dinyatakan dalam UniversalDeclaration of Human Right. Untuk itu pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusiadalam lingkup hukum nasional menjadi penting artinya, terutama dalam pergaulanInternasional yang menjunjung tinggi penghormatan terhadap hak asasi manusia.

C. Selayang Pandang Pengadilan Kejahatan terhadap Hak Asasi Manusiadalam Lingkup Hukum Internasional.

Dalam lingkup hukum internasional terdapat tiga macam peradilaninternasional, diantaranya adalah Mahkamah Internasional (International Court ofJustice), Mahkamah Kejahatan Internasional (International Criminal Tribunal) danyang terakhir Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court). Tiapperadilan tersebut memiliki karakteristik sendiri, baik dari segi subyek maupunpembentukan peradilan tersebut.21

Mahkamah Internasional adalah suatu lembaga peradilan yang dibentukberdasarkan statuta mahkamah Internasional, yang merupakan bagian dari PiagamPBB. Perkara yang masuk Mahkamah Internasional adalah perkara dimana negarasebagai pihak. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam pasal 34 ayat (1) StatutaMahkamah Internasional yang berbunyi :

“Only States may be parties in cases before the court (hanya negara yang dapatmenjadi pihak dalam perkara-perkara didepan mahkamah).”

Perkara yang masuk Mahkamah Internasional harus disepakati oleh negaraberperkara (Dispute states) bahwa perkara akan diselesaikan melalui MahkamahInternasional. Hal tersebut dinyatakan dengan tegas dalam pasal 36 ayat (1) StatutaMahkamah Internasional, yang berbunyi sebagai berikut:

“The Jurisdiction of the Court comprises all cases which the parties refer to it andall matters specially provided for in the Charter of The United Nations or inTreaties or conventions in force (Yurisdiksi Mahkamah termasuk semua perkaradimana para pihak mengajukan padanya and segala permasalahan khusus yangdiamanatkan dalam Statuta PBB atau dalam konvensi internasional)”.

Dengan begitu apabila salah satu negara yang terlibat dalam sengketa tidaksetuju untuk tunduk pada yurisdiksi Mahkamah Internasional, maka Mahkamah tidakmempunyai kewenangan untuk memeriksa perkara.22 Perkara yang melibatkan negaraIndonesia dalam Mahkamah Internasional yaitu perkara Sipadan dan Ligitan. Dalamperkara tersebut Indonesia dan Malaysia besengketa perihal kepulauan Sipadan danligitan, dalam kasus tersebut Indonesia dan Malaysia sepakat untuk menyelesaikannyadi hadapan Mahkamah Internasional.

20 Ibid, Undang-undang No. 26 tahun 2000, Konsiderans Menimbang huruf b.

21 Penelitian tentang Sinkronisasi Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang Berkaitandengan Pelaksanaan Hukum Acara Pegadilan Hak Asasi Manusia, Masyarakat Pemantau PeradilanIndonesia, Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerjasama dengan Australian Legal ResourcesInternational, November 2002, hal-45.

22 Hikmahanto Juwana, “Lembaga Peradilan Bagi Pelaku Kejahatan Internasional : StudiKasus Pelaku Kejahatan Internasional di Timor-Timur”, Laporan Penelitian Mandiri, Fakultas HukumUniversitas Indonesia, 2000.

Page 11: 1 DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM …

11

Mahkamah Kejahatan Internasional (“MKI”) adalah sebuah lembaga peradilanyang dibentuk oleh PBB secara ad hoc.23 Pembentukannya sendiri didasarkan padaResolusi Dewan Keamanan PBB. Ad hoc sendiri mengandung pengertian bahwakeberadaan MKI hanya dilakukan pada saat ada kebutuhan, dan setelah melaksanakantugasnya lembaga ini akan dibubarkan. Mengingat MKI dibentuk oleh DewanKeamanan maka semua anggota tetap Dewan Keamanan harus menyetujuinya.24

MKI yang ada selama ini adalah International Criminal Tribunal for FormerYugoslavia dan International Criminal Tribunal for Rwanda. International CriminalTribunal for Former Yugoslavia dibentuk berdasarkan Resolusi Dewan KeamananNo.827 tahun 199325. Sedangkan International Criminal Tribunal for Rwandadibentuk berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan No.955 tahun 1994.26

Kompetensi International Criminal Tribunal fo Former Yugoslavia (ICTY)berdasarkan Statuta adalah mengadili orang-orang yang bertanggung jawab ataspelanggaran serius dari hukum humaniter internasional di wilayah bekas Yugoslaviasejak tahun 1991.27 Adapun kejahatan internasional yang dimaksud dalam Statutayaitu:

1. Pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa 1949;28

2. Pelanggaran terhadap hukum atau kebiasaan perang;29

3. Genosida (genocide);30

23 Lihat Atmasasmita, Op.Cit. Dimana ia lebih sering menyebutnya dengan ad hoc tribunaldibandingkan dengan Mahkamah Kejahatan Internasional.

24 Juwana, Op.Cit.

25 The International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia is composed of threechambers (two Trial Chambers and an Appeals Chamber), a prosecutor and the Registry. The seat ofthe Tribunal is located in The Hague, the Netherlands. United Nations. Op.Cit.

26 The International Tribunal for Rwanda is composed of three Trial Chamber, a Prosecutorand the Registry. The seat of the Tribunal is in Arusha, Tanzania; the Office of the Prosecutor is inKigali, Rwanda. United Nations.Op.Cit.

27 Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 Statuta ICTY yang berbunyi sebagai berikut:“The International Tribunal shall have the Power to prosecute persons responsible for seriousviolations of international humanitarian law committted in the territory of the former Yugoslavia since1991 in accordance with the provisons of the present Statute.”

28 Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 2 Statuta ICTY yang berbunyi sebagai berikut: “TheInternational Tribunal shall have the power to prosecute persons committing or ordering to becommitted grave breaches of the Geneva Conventions of 12 August 1949, …”

29 Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 3 Statuta ICTY yang berbunyi sebagai berikut: “TheInternational Tribunal shall have the power to prosecute persons violating the laws and customs of war

30 Hal ini sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 Statuta yang menyebutkan, bahwa (1) “TheInternational Tribunal shall have the power to prosecute persons responsible committing genocide asdefined in paragraph 2 of this article or of committing any of the other acts enumerated in paragraph 3of this article. (2) Genocide means any of the following acts committed with intent to destroy, I a wholeor a part, a national, ethnical, racial or religious group, as such: (a) killing members of the group; (b)causing serious bodily or mental harm to members of the group; (c) deliberatelracial or religiousgroup, as such: (a) killing members of the group; (b) causing serious bodily or mental harm tomembers of the group; (c) deliberately inflicting the group conditions of life calculated to bringabout its physical destruction in whole or in part; (d) imposing measures intended to prevent birthswithin the group; (e) forcibly transferring children or the group to another group. (3) The Following

Page 12: 1 DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM …

12

4. Kejahatan terhadap Kemanusiaan.31

Pihak yang dapat dituntut di hadapan ICTY adalah orang-perorangan (naturalpersons).32 Dalam pasal 7 statuta ini menyebutkan perihal ketidakberlakuanpembebasan diri atas hukuman seorang atasan terhadap tindakan bawahan atauperseorangan tersebut menduduki jabatan resmi, akan tetapi tiap orang yang dituntutdihadapan ICTY adalah secara individual. ICTY memiliki keutamaan dibandingkanperadilan nasional dalam mengadili para tersangka kejahatan internasionalsebagaimana dimaksud dalam Statuta.33

Ketentuan dalam Statuta International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR)tidak berbeda jauh dengan Statuta ICTY. Berbagai persamaan ketentuan ICTR denganICTY dikarenakan karakteristik kejahatan yang kurang lebih sama. Bahkan dapatdikatakan bahwa Statuta ICTR mencontoh dari ketentuan dalam Statuta ICTY.Kewenangan yang dimilki ICTR adalah mengadili orang-orang yang bertanggungjawab atas pelanggaran serius dari hukum humaniter internasional yang dilakukan diwilayah Rwanda, dan warga negara Rwanda yang bertanggung jawab ataspelanggaran tersebut yang dilakukan di negara-negara tetangganya.34

Pada tahun 1946 terdapat sebuah lembaga yang mirip dengan MahkamahKejahatan Internasional (MKI), yaitu Mahkamah Militer Internasional (InternationalMilitary Tribunal). International Military Tribunal (IMT) dibentuk pada tanggal 8agustus 1946 oleh Perancis, Inggris, Amerika Serikat dan Uni Soviet (selakupemenang perang Dunia II).35 Pembentukkan IMT dituangkan pada sebuah perjanjian

acts shall be punishable: (a) genocide; (b) conspiracy to commit genocide; (c) direct and publicincitement to commit genocide; (d) attempt to commit genocide; (e) complicity of genocide.”

31 Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 5 Statuta ICTY yang berbunyi, “ The InternationalTribunal shall have the power to prosecute persons responsible for the following crimes whencommitted in armed conflict, whether international or internal in character, and directed againstcivillian population: (a) murder; (b) extermination; (c) enslavement; (d) deportation; (e)imprisonment; (f) torture; (g) rape; (h) persecution on political, racial and religious ground; (e)complicity of genocide.”

32 Hal ini sebagaiamana disebutkan dalam pasal 6 Statuta ICTY yang menyebutkan, “TheInternational Tribunal shall have jurisdiction over natural persons pursuant to the provisions of thepresent Statute.”

33 Hal ini sebagaimana disebutkan dalam pasal 9 ayat (2) yang menyatakan, “TheInternational Tribunal shall have primacy over national courts. At any stage of procedure, theInternational Tribunal may formally request national courts to defer to the competence of theInternational Tribunal in accordance with the present Statute and Rules of Procedure and Evidence ofThe International Tribunal.”

34 Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1 Statuta ICTR yang berbunyi sebagai berikut:“The International Tribunal for Rwanda shall have the power to prosecute persons responsible for theserious violations of the international humanitarian law committed in the territory of Rwanda andRwandan citizens responsible for such violations committed in the territory of neighbouring states,between 1 January 1994 and 31 December 1994, in accordance with the provisions of the presentStatute.”

35 Pembentukkan International Military Tribunal for Nuremberg and Tokyo adalahberdasarkan Perjanjian London (London Agreement), hal tersebut dinyatakan oleh Prof. SriSetianingsih Suwardi dalam wawancara mendalam yang dilakukan pada tanggal 9 Serptember 2002, diFakultas Hukum Universitas Indonesia.

Page 13: 1 DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM …

13

yang diberi nama Agreement for the Establishment of an International MillitaryTribunal. IMT bertugas mengadili para penjahat perang yang tindak pidananya tidakmemiliki lokasi geografis tertentu.36

Yurisdiksi IMT meliputi dua tempat yaitu Nuremberg (Jerman) yangmengadili penjahat perang Jerman dan Tokyo (Jepang) yang mengadili penjahatperang Jepang.37 Perbedaan yang sangat jelas antara IMT dan MKI (ICTY dan ICTR)adalah pembentukannya, dimana IMT dibentuk berdasarkan perjanjian sedangkanMKI dibentuk melalui Dewan Keamanan PBB.38

Mahkamah Pidana Internasional adalah suatu lembaga peradilan yangdibentuk berdasarkan sebuah perjanjian internasional yang dikenal dengan namaStatuta Roma (Rome Statute of International Criminal Court). Naskah Statuta Romadisetujui dalam konferensi diplomatik Perserikatan Bangsa Bangsa di Roma, padatanggal 17 Juli 1998, dan sejak saat itu negara-negara dapat menandatangani danmeratifikasinya.

Persyaratan yang terdapat dalam Statuta Roma agar Statuta berlaku efektifadalah apabila telah 60 negara meratifikasi statuta ini. Hal ini sebagaimana dinyatakandalam pasal 126 Statuta Roma yang berbunyi sebagai berikut:

“This Statute shall enter into force on the first day of the month after 60th dayfollowing the date of the deposit of the 60th instrument of ratification39,acceptance40, approval41 or accession42 with the Secretary General of the UnitedNations (Statuta ini mulai berlaku pada hari pertama dari bulan setelah hari ke-enampuluh setelah tanggal diterimanya penyimpanan instrumen ratifikasi,penerimaan, penyetujuan atau aksesi yang ke-60 pada Sekretaris JenderalPerserikatan Bangsa Bangsa)”.

36 Hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 Agreement for the Establishment of an InternationalMillitary Tribunal yang berbunyi sebagai berikut: “There shall be established after cunsultation withthe Control Council for germany an International Military Tribunal for the trial of war criminalswhose offenses have no particular geographical location whether they accused individually or in theircapacity as members of the organizations or groups in both capacities.”

37 J.G. Starke, Pengantar hukum Internasional (An Introduction to International Law),diterjemahkan oleh F. Isjwara (Ninth ED; London, 1984).

38 Juwana, Op.Cit.

39 Ratifikasi atau Ratification adalah apabila suatu negara mengesahkan suatu perjanjianinternasional dimana negara peratifikasi tersebut turut menandatangani perjanjian internasionaltersebut. Indonesia, Undang-undang tentang Perjanjian Internasional, LN tahun 2000 No. 185, TLN.No. 4012, Penjelasan Umum.

40 Penerimaan atau Acceptance adalah pernyataan menerima dari negara-negara pihak padasuatu perjanjian internasional atas perubahan perjanjian internasional tersebut.Ibid, penjelasan umum.

41 Penyetujuan atau Approval adalah pernyataan menyetujui dari negara-negara pihak pihakpada suatu perjanjian internasional atas perubahan perjanjian internasional tersebut.Ibid, penjelasanumum.

42 Aksesi atau Accession adalah Pengesahan suatu perjanjian internasional dimana negarapengaksesi tersebut tidak turut menandatangi perjanjian internasional tersebut.Ibid, penjelasan umum.

Page 14: 1 DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM …

14

Sampai saat ini belum sampai 60 negara yang meratifikasi Statuta43, sehingga secarateoritis Mahkamah Pidana Internasional belum terbentuk.

Mahkamah ini memiliki kompetensi untuk mengadili orang perorangan atauindividu (natural person)44 yang melakukan kejahatan internasional, baik individutersebut sedang memegang jabatan resmi kenegaraan maupun tidak.45 Kejahatan yangmasuk dalam lingkup kewenangan Mahkamah Pidana Internasional adalah Genocide(genosida), Crimes Against Humanity (kejahatan terhadap kemanusiaan), War Crimes(kejahatan perang) dan the crime of Aggresion (kejahatan agresi).46

Pembentukan mahkamah ini adalah sebagai reaksi masyarakat internasionalakan kebutuhan terhadap lembaga tetap atau permanen yang mengadili kejahatanpaling serius di dunia. Penyelesaian yang ada selama ini adalah melalui pengadilan adhoc seperti yang telah dibentuk untuk Yugoslavia dan Rwanda. Mahkamah inimenjadi bagian terpenting dalam membangun penghargaan dan penghormatanterhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Berdasarkan uraian diatas maka yang dapat dikatakan sebagai pengadilanterhadap kejahatan paling serius di dunia, yang menyangkut segi-segi hak asasimanusia adalah International Tribunal for former Yugoslavia, International Tribunalfor Rwanda dan International Criminal Court. Hal ini didasarkan pada kewenanganperkara yang ditangani. Dapat pula dikatakan bahwa International Military Tribunalsebagai bentuk pengadilan terhadap kejahatan paling serius, dikarenakan pelakudianggap telah melakukan kejahatan perang dan juga dikenakan atas konvensigenosida 1948.47

Selain ketiga macam pengadilan tersebut, yang akan memegang peranandalam mengadili kejahatan paling serius di dunia adalah Mahkamah PidanaInternasional. Hal ini mengingat mahkamah ini merupakan peradilan permanen bagipara pelaku kejahatan paling serius di dunia, dengan memperhatikan asas-asas yangdianut oleh Statuta Roma yang telah membentuk mahkamah ini.

Dari uraian tersebut di atas maka kelihatan bahwa secara universal diperlukanadanya suatu wadah, yang merupakan wadah bagi penyelesaian tindak-tindakpelanggaran hak asasi manusia. Apabila telah bergesekan dengan kepentinganinternasional, maka tersedia koridor yang mengatur tentang bagaimana upayapenyelesaian dari terhadap suatu pelanggaran. Indonesia dalam hal ini berupaya untukmelakukan adaptasi dan adopsi terhadap ketentuan peradilan hak asasi manusia, yangmana prosesnya ditempuh melalui mekanisme ratifikasi konvensi internasional.Selanjutnya dengan memperhatikan latar belakang sejarah dan perkembangan yangterjadi dalam ICTR dan ICTY, Indonesia berupaya untuk melakukan perbandingan

43 Berdasarkan jurnal “The Progress Report on the Ratification and National ImplementingLegislation of The Statute for the Establishment of an International Criminal Court”, 7th edition,February 19, 2001, dikatakan bahwa sampai saat jurnal diterbitkan, negara yang meratifikasi StatutaRoma adalah 29 negara.

44 Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam pasal 1 Statuta Roma yang berbunyi sebagai berikut: “An International Criminal Court (“the court”) is hereby established. It shall be a permanentinstitution and shall have the power to exercise its jurisdiction over persons for the most serious crimesof international concern…” Lebih lanjut dalam pasal 25 (1) dinyatakan bahwa ”The Court shall havejurisdiction over natural persons pursuant to this statute.”

45 Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam pasal 27 ayat (1) Statuta Roma.

46 Statuta Roma, Pasal 5 ayat (1)

47 Atmasasmita, Op.Cit.

Page 15: 1 DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM …

15

dalam proses penyelesaian perkara Timor Timur. Semuanya selain tidak terlepas dariaspek hak asasi manusia, tetapi juga sebenarnya kerangka holistiknya adalah terpautdengan pembelajaran demokrasi yang diaktualisasikan maupun manifestasinya adalahperkara Timor Timur.

Masyarakat Indonesia dalam hal ini diuji taraf nasionalisme, wawasandemokrasi, tinjauan perspektif sebagai anggota masyarakat dunia maupun dalamkonteks internalisasi sebagai warga negara, yang selanjutnya divisualisasikan dalamwujud penegakkan hukum terhadap para pelaku pelanggaran hak asasi manusiadiTimor Timur. Dalam pengadilan perkara Timor Timur tersebut, masyarakat Indonesiayang dalam hal ini tengah melakukan pembelajaran tetapi di lain pihak tidak dapatsecara penuh memotret keseluruhan gambar tentang demokrasi (yang merupakanupaya pemerintah) dikarenakan banyaknya kepentingan yang timbul dan adanyatekanan-tekanan dari luar, maupun berbagai kepentingan dari berbagai kalangan yangmengakibatkan objektifitas yang hendak dibangun dalam tubuh masyarakat menjaditersegementasikan.

Terlepas dari keadaan yang semacam itu setidaknya harapan minimal yangdapat dicapai dalam membangun demokrasi di Indonesia (dalam konteks negarahukum)adalah masyarakat Indonesia memahami tentang prinsip-prinsip peradilanyang baik.

D. PRINSIP – PRINSIP PERADILAN YANG BAIK

1. Persamaan dimuka hukum (equality before the law)

Prinsip yang dirumuskan dalam pasal 28 d ayat 1 Amandemen Kedua UUD1945 dan pasal 5 ayat (1) UU No.14 tahun 1970 ini merupakan asas yang bersifatuniversal. Pasal 7 Universal Declaration of Human Rights menjelaskan bahwa “allare equal before the law and are entitled without discrimination to equal protection oflaw”.

Dikaitkan dengan sistem peradilan terpadu, dapat dinyatakan bahwa jeniskelamin, agama, ras, waran kulit, etnis, status sosial, status ekonomi maupun ideologipolitik tidak boleh menjadi dasar untuk memperlakukan orang secara berbeda, doktrinyang dikemukakan Dicey berbunyi “all persons wheather high oficial or ordinarycitizens are subject to the same law administered by ordinary courts”, semakinmenguatkan asas ini. Pasal 14 International Covenant on Civil and Political Rightmenguatkan bahwa ‘all persons shall be equal before the court and tribunals’.

2. Due Process of Law

Negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi mempunyai kewenangan penuhuntuk melakukan proses peradilan yang adil dan tidak memihak. Oleh karenanyakekuasaan ini perlu dibatasi agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang. Asas initercermin dari pasal 6 ayat (1) dan pasal 7 Undang-Undang No. 14 tahun 1970Tentang Pokok-pokok Kekuasaaan Kehakiman.

Due Process of Law pada dasarnya bukan semata-mata mengenai rule of law,akan tetapi merupakan unsur yang esensial dalam penyelenggaraan peradilan yangintinya adalah bahwa ia merupakan “…a law which hears before it condemns, whichproceeds upon inquiry, and renders judgement only after trial…”. Pada dasarnyayang menjadi titik sentral adalah perlindungan hak-hak asasi individu terhadaparbitrary action of the government.

Page 16: 1 DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM …

16

3. Sederhana dan cepat

Salah satu hal yang dituntut publik ketika memasuki proses peradilan, merekaharus mendapat kemudahan yang didukung sistem. Proses yang berbelit-belit akanmembuahkan kefrustasian dan ketidakadilan, akan tetapi harus diingat bahwatindakan yang prosedural harus pula menjamin pemberian keadilan, dan proses yangsederhana harus pula menjamin adanya ketelitian dalam pengambilan keputusan. Olehkarenanya harus dipastikan bahwa:

a. proses pemeriksaan dan dokumen kelengkapannya harus disiapkan dandilakukan dengan tidak berbelit-belit.

b. Tahapan beracara haruslah jelas dan sesuai dengan keperluan.

Dengan demikian maka undue procedure and delays harus dieliminasi atausetidaknya ditekan seminim mungkin, sebagaimana dicerminkan dalam IntenationalCovenant on Civil and Political Rights pasal 9 butir 3 dan pasal 14 butir 3c(…everyone shall be entitled to the following minimum guarantee, in full equality…tobe tried without undue delay…).

4. Efektif dan Efisien

Suatu proses peradilan harus dirancang untuk mencapai sasaran yang ditujuyaitu hukum dan keadilan. Selanjutnya seluruh sub sistem dalam melaksanakan tugasdan kewajiban mereka harus pula:

a. Berdaya guna dan berhasil guna;b. Dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan

profesional;c. Menggunakan sedikit mungkin sumber dana.

5. Akuntabilitas

Pemberian kekuasaan membawa konsekuensi adanya akuntabilitas, dalamkerangka pelaksanaan akuntabilitas ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaituadanya:

a. Ketaatan pada hukum;b. Prosedur yang jelas, adil dan layak, sertac. Mekanisme kontrol yang efektif

Sebagai pemegang kekuasaan untuk melakukan proses peradilan kewenanganyang tanpa batas akan membahayakan publik. Oleh karenanya diperlukan mekanismekontrol untuk mencegah atau paling kurang mereduksi adanya penyimpangan hukumdan penyalahgunaan kewenangan demi terjaminnya hak asasi manusia. Mekanismekontrol yang diciptakan haruslah rasional, proporsional dan obyektif dan mekanismeini dapat dilakukan dalam beberapa cara:

a. internal (oleh lembaga yang bersangkutan sendiri, baik oleh peer groupmaupun atasan);

Page 17: 1 DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM …

17

b. Eksternal (oleh pihak diluar lembaga);c. Horisontal (oleh lembaga lain dalam hubungan horisontal); maupund. Vertikal (oleh pihak yang memiliki hubungan vertikal dengan personil atau

lembaga).

6. Transparansi

Makna transparansi bukanlah keterbukaan yang tanpa batas akan tetapi sesuaidengan tingkat pemeriksaan dan kebutuhan, asalkan ada kesempatan bagi publikuntuk melakukan kontrol dan koreksi. Misalnya keterbukaan dalam sidang pengadilanmerupakan suatu keharusan akan tetapi pemeriksaan oleh lembaga kepolisiantentunya tidak terbuka untuk umum.

Pasal 10 Universal Declaration of Human Rights dengan tegas menentukanbahwa “everyone is entitled in full equality to a fair and public hearing by anindependent and impartial tribunals…of any criminal charges against him”. Erathubungannya dengan konsep ini adalah kebebasan untuk memperoleh informasidengan syarat tidak membahayakan berjalannya proses peradilan. Berbeda halnyadengan keterbukaan putusan pengadilan yang harus dapat diakses oleh publik untukdapat mengetahui landasan diambilnya suatu keputusan.

E. Demokratisasi dan Tantangan

Salah satu kritik tajam terhadap demokrasi adalah sifat defisiensinya.Mengutip Lee Kuan Yew, pakar politik terkenal Samuel P Huntington, mengingatkanbahwa secara umum, demokrasi tidak selalu merupakan pilihan terbaik, karena iadapat menimbulkan inefisiensi dan ketidakpastian (lihat Samuel P Huntington,Mereformasi Hubungan Sipil-Militer dalam Larry Diamond dan Marc R PlattnerHubungan Sipil-Militer dan Konsolidasi Demokrasi (Rajawali Pers, 2000).48

Dalam banyak kasus transisi menuju demokrasi, catat Huntington, aspekekonomi justru menurun. Reformasi ekonomi terhalang, tidak populer di mata publikdan dimanipulasi demi keuntungan kelompok elite otoriter yang lama. Hilangnyakendali otoritarian, bahkan justru membantu memicu kekerasan komunal. Denganperkecualian di beberapa wilayah, katanya, pemerintah demokrasi yang baru justrutidak berhasil membentuk pemerintahan yang baik. Itulah efek lebih lanjut daridefisiensi demokrasi.

Defisiensi demokratis ini, secara umum akan mengembalikan kekuasaan kearah otoritarian baru. Rakyat di pelbagai pelosok akan kembali menengok ke masalalu di mana penguasa diktator menyediakan kebutuhan dasar dan membuat segalasesuatu bekerja. Lantas, Huntington melukiskan sebuah polling yang dikutipnya dariRobert Arnett, yang hasilnya begitu dramatis: pada tahun 1993 di mana 30 persenpenduduk Moskwa dan St Petersburg mengatakan bahwa kehidupan yang lebih baikjustru ketika berada di bawah penguasa komunis, dan hanya 27 persen yangmengatakan ketika berada di bawah pemerintahan demokratis.

Kemelaratan yang biasanya terjadi akibat perubahan politik, dari rezim otoriterke "demokratis", mampu memicu kudeta kalangan militer, apalagi bila kalangan sipilternyata tak mampu secara cepat memutuskan sesuatu yang sifatnya strategis, kecuali

48 Defisiensi Demokrasi, M Alfan Alfian M, mahasiswa pascasarjana Ilmu PolitikUniversitas Indonesia, alumnus American Council of Young Political Leaders (ACYPL).http://kompas.com/kompas%2Dcetak/0011/07/opini/defi04.htm

Page 18: 1 DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM …

18

hanya sekadar jor-joran politik semata. Huntington mencatat bahwa selama ini negarayang GNP per kapitanya mencapai 1.000 dollar AS atau lebih, tidak mengalamikudeta (militer) yang berhasil.

Negara yang GNP per kapitanya mencapai 3.000 dollar atau lebih, bahkan takpernah terjadi kudeta militer. Daerah antara 1.000-3.000 dollar adalah tempat di manakudeta tidak berhasil terjadi, sedangkan kudeta yang berhasil terjadi adalah di negarayang GNP per kapitanya di bawah 5.00 USD. Bila catatan Huntington tersebutdituruti, maka tentulah militer di Indonesia bisa melakukan kudeta. Hanyapersoalannya akan semakin ruwet, sebab kudeta tidak menyelesaikan masalah, tetapisebaliknya membuat masalah baru yang jauh lebih kompleks.49

Ongkos sosial politik dalam proses demokrasi tidaklah sedikit. Prosesdemokratisasi bila salah langkah, mampu menyedot potensi ekonomi yang seharusnyadapat dimanfaatkan untuk keperluan lebih luas, terhambat gara-gara tersedot untukmembiayai proses politik. Memang, pembiayaan politik tidak sepenuhnya ditanggungpemerintah. Ongkos politik justru banyak ditanggung oleh rakyat, yang secarasukarela mengorbankan segenap potensi ekonominya untuk berpolitik. Di Indonesia,pembiayaan politik makin mahal tatkala partai-partai politik yang jumlahnya puluhan,hadir menandai era demokratisasi politik. Pembiayaan politik juga mahal tatkalabanyak kalangan yang menginginkan menjadi provinsi sendiri. Kontraprestasi darimahalnya ongkos politik itu adalah kepuasan politik-atas tersalurnya aspirasi yangselama ini tersumbat.

Dalam situasi transisi kelompok yang punya banyak uang, akan leluasamemainkan peran-peran politiknya. Namun, biasanya aksi politik uang ada batasnya.Akan muncul kelompok-kelompok pengimbang yang kritis untuk membuka aksi-aksipolitik uang, walaupun efektivitas kontrol mereka belum sepenuhnya optimal.Kelompok-kelompok prodemokrasi akan menuntut pemerintah untuk transparan, danmelakukan kebijakan tegas memproses hukum para konglomerat dan pelaku ekonomiyang culas (di masa lampau dan kini).

Mahalnya sebuah proses demokratisasi, sesungguhnya tak bisa sekadar diukurlewat besaran angka rupiah. Dalam masa transisi (yang diharapkan menujudemokrasi), kerap korban nyawa tertelan, akibat makin meluasnya konflik horizontal.Tatkala masing-masing kelompok mengedepankan egoisme politik (komunalisme).Era demokrasi menyertakan hadirkan banyak kelompok dalam masyarakat, dan hal inimemunculkan pula potensi konflik terbuka secara horizontal. Di Indonesia, ongkosnonmaterial ini begitu besar, dan memprihatinkan, baik sebagian korban ritual politikdalam pemilu, maupun kasus-kasus politik yang lebih kompleks, semisal sebagaimanayang terjadi di Aceh, Ambon, Irian Jaya, dan sebagainya.

Di Indonesia, di era transisi politik ini, defisiensi demokrasi sesungguhnyatelah menggejala. Kalangan yang bersikap apriori terhadap demokrasi pun bisa makinbertambah panjang, bila demokrasi tidak segera menghasilkan hal-hal yang konkret.Orang, kerap merindukan suasana masa lampau yang "aman, tertib, terkendali",walaupun menyisakan banyak catatan pelanggaran HAM dan penumpukan kronikekuasaan yang memprihatinkan. Yang penting ekonomi nasional membaik, problem-problem ekonomi masyarakat dapat teratasi dengan baik. Bila tidak, maka merekakerap apriori, dan tidak begitu terlalu mau memahami apa itu demokrasi.

Bagi kalangan prodemokrasi, tentu, sikap fatalis akibat defisiensi demokrasiitu, seharusnya tidak usah disambungkan dengan muara kembali ke tatanan danbudaya kekuasaan lama. Kalangan prodemokrasi sesungguhnya bukan tidak

49 Ibid

Page 19: 1 DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM …

19

menyadari defisiensi demokrasi. Mereka sadar hal itu terjadi, dan menganggapnyasebagai sesuatu yang biasa dalam proses demokratisasi, maka diperlukan semacamkesadaran kolektif. Jangan tengah yang disodorkan kalangan prodemokrasi adalah:kondisi yang lebih baik, tanpa menyisakan satu keinginan pun kembali ke tatanan danbudaya politik lama yang jelek-jelek.

Zaman demokrasi memberikan ruang publik dan kesempatan emas bagimasyarakat untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Tetapi, di sisi lain, justru musuh-musuh demokrasi mendapatkan kesempatan yang sama. Sehingga di zamandemokrasi sesungguhnya terdapat peluang yang sama bagi "kekuatan baik" dan"kekuatan tidak baik" untuk berlomba dan bertarung, dalam konteks kejar-mengejarkekuasaan. Tentu saja setiap kelompok mengklaim (secara subyektif) pihaknyasebagai "kelompok baik", sementara saingannya sebagai "kelompok tidak baik".Tetapi, dalam demokrasi, ada rambu-rambu yang harus dipatuhi, dan ia,sesungguhnya akan selalu menciptakan equilibrium (keseimbangan) dalam kontekscheck and balance.

Defisiensi demokrasi adalah konsekuensi logis dari pilihan memilih sistemdemokrasi. Kalangan prodemokrasi memandang, proses menuju demokrasi memangmembutuhkan ongkos sosial-politik yang relatif banyak. Mereka yakin bahwa ongkosyang dikeluarkan akan menghasilkan sesuatu yang amat bermakna, bagi kehidupanberbangsa dan bernegara. Kalangan prodemokrasi berpendapat, proses demokrasimembutuhkan kesabaran revolusioner. Defisiensi demokrasi adalah sebuah kewajaransemata, asal tidak terlampau ekstrem sampai melumpuhkan demokrasi itu sendiri.50

F. Penutup

1. Bahwa, pemahaman tentang demokrasi itu sendiri merupakan suatu hal yangpelik, hal mana telah disinyalir jauh hari oleh Aristoteles dalam tinjauanbentuk negara secara tradisional, yang mana siklusnya diawali denganMonarkhi adalah bentuk negara yang ideal kemudian terjadi pemerosotanmenjadi Tirani/Diktatur. Dari bentuk Tirani/Diktatur kemudian ingin kembalipada bentuk negara yang ideal sehingga timbul bentuk negara Aristokrasi.Bentuk negara Aristokrasi merosot menjadi Oligarchie/Plutokrasi.Selanjutnya orang kembali menginginkan bentuk negara yang ideal sehinggatimbul bentuk negara Politeia. Dalam siklusnya bentuk negara Politeiakemudian merosot menjadi Demokrasi, dan setelah itu kembali pada bentuknegara Monarkhi sebagai bentuk negara ideal yang pertama. Demokrasidipandangnya sebagai suatu kemerosotan dikarenakan individu-individu ataukelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat seolah-olah mengetahui akanarti demokrasi yang hakiki, dan demikian pula sebaliknya. Sehingga yangtercipta adalah suasana chaos. Penulis memaknai ini sebagai sesuatu yangmenarik dikarenakan hal tersebut saat ini menurut hemat penulis tengah terjadidalam masyarakat Indonesia.

2. Bahwa, upaya untuk mengadakan pembelajaran tentang demokrasi tetap terusberlanjut, baik dalam perangkat peraturan perundang-undangan maupunproses pemilu 2004 dan pola-pola kerjasama dalam membangun kembalikeutuhan bangsa dan negara Indonesia.

3. Bahwa, masyarakat Indonesia yang majemuk dan bentuk negara kepulauanserta tingkat pemerataan pendidikan yang tidak proporsional merupakan hal-

50 Ibid.

Page 20: 1 DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM …

20

hal yang perlu diperhatikan, bahwa faktor-faktor tersebut di atas merupakankekayaan bangsa dan bukan disikapi sebaliknya. Hal ini telah diwaspadai olehpara founding fathers, yang salah satunya adalah Supomo, tetapi bagaimanauntuk memberikan suatu wawasan kebangsaan dalam tatanan bernegara secaraumum yang dalam hal ini perlu untuk mendapat perhatian khusus. Karenadalam kondisi terpuruknya negara sudah pasti rakyat yang dirugikan tetapidalam hal kemajuan negara belum tentu seluruh rakyat dapat merasakan,dalam rangka mewujudkan demokratise rechtsstaat di Indonesia.

Page 21: 1 DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM …

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku/Artikel/Paper/Penelitian

Azyumardi Azra, Pendidikan Kewargaan dan Demokrasi,http://kompas.com/kompas%2Dcetak/0103/14/opini/pend04.htm

Buku Ajar Ilmu Negara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia – 2001, Tim PengajarMata Kuliah Ilmu Negara.

H. Suradji, S.H., Pularjono dan Tim Redaksi Tata Nusa., Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia UUD 1945 beserta Perubahan ke-I, II, III & IVdilengkapi dengan Dekrit 5 Juli 1959, Piagam Jakarta, UUD Sementara,Konstitusi RIS cet.1, (Jakarta : PT.Tata Nusa, 2002).

Hikmahanto Juwana, Lembaga Peradilan Bagi Pelaku Kejahatan Internasional : StudiKasus Pelaku Kejahatan Internasional di Timor-Timur, Laporan PenelitianMandiri, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000.

J.G. Starke, Pengantar hukum Internasional (An Introduction to International Law),diterjemahkan oleh F. Isjwara (Ninth ED; London, 1984).

Kumpulan Tulisan Politik Hukum II, Democratic Experiment in Indonesia BetweenAchievements and Expectations – J. Soedjati Djiwandono, dikumpulkan olehDr. Satya Arinanto, S.H., M.H., Universitas Indonesia, Fakultas Hukum, PascaSarjana – 2003.

Kumpulan Tulisan Politik Hukum II, The Democratization and the Threat ofDisintegration – Southeast Asia Studies 2000 – Harold Crouch, dikumpulkanoleh Dr. Satya Arinanto, S.H., M.H., Universitas Indonesia, Fakultas Hukum,Pasca Sarjana – 2003.

Kumpulan Tulisan Politik Hukum II, The Leiden Legacy – Concepts of Law inIndonesia – Dr. Peter J. Burns, dikumpulkan oleh Dr. Satya Arinanto, S.H.,M.H., Universitas Indonesia, Fakultas Hukum, Pasca Sarjana – 2003.

Kumpulan Tulisan Politik Hukum II, The Rechsstaats and Human Rights – TodungMulya Lubis, dikumpulkan oleh Dr. Satya Arinanto, S.H., M.H., UniversitasIndonesia, Fakultas Hukum, Pasca Sarjana – 2003.

M Alfan Alfian M, Defisiensi Demokrasi, , mahasiswa pascasarjana Ilmu PolitikUniversitas Indonesia, alumnus American Council of Young Political Leaders(ACYPL). http://kompas.com/kompas%2Dcetak/0011/07/opini/defi04.htm

Padmo Wahjono, S.H., Kuliah-Kuliah Ilmu Negara, cet.1, (Jakarta: Ind-Hill-Co,1996), hal 148.

Padmo Wahyono, Prof.,S.H. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada FakultasHukum Univeristas Indonesia Indonesia diucapkan pada tanggal 17 Nopember1979 bertajuk Indonesia Ialah Negara yang Berdasar atas Hukum.

Penelitian tentang Sinkronisasi Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yangBerkaitan dengan Pelaksanaan Hukum Acara Pegadilan Hak Asasi Manusia,Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia, Fakultas Hukum UniversitasIndonesia bekerjasama dengan Australian Legal Resources International,November 2002, hal-45.

2. Peraturan Perundang-undangan/peraturan lainnya

Indonesia, Undang-undang tentang Perjanjian Internasional, LN tahun 2000 No.185, TLN. No. 4012.

TAP MPR RI No.XVII/MPR/1998.

Page 22: 1 DEMOKRATISASI MASYARAKAT INDONESIA DALAM …

22

Undang-undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.