demokrasi dan demokratisasi
TRANSCRIPT
Demokrasi dan Demokratisasi
Pertemuan ke-8 MK Sosiologi PolitikAkhmad Satori, S.IP., M.SI
Perkembangan Demokrasi Demokrasi diterjemahkan secara mendasar
sebagai pemerintahan (kratos) oleh rakyat (demos). Konsep ini dapat ditelusuri jauh kebelakang hingga masa Yunani Kuno
Robert A. Dahl misalnya mengatakan bahwa demokrasi sebagai lembaga kekuasaan politik kontemporer merupakan hasil gabungan dari empat sumber yaitu : Paham demokratia Yunani Kuno, Tradisi Republikan Roma dan Negara Kota Italia abad
Pertengahan, Paham Pemerintahan Perwakilan, dan Logika kesamaan Politik.
Konsep Demokrasi Modern… Perkembangan konsep demokrasi dimaknai dengan
dua pendekatan yang berbeda, Pertama, pendekatan klasik-normatif-maksimalis
(klasik) yang lebih banyak membicarakan ide-ide dan model-model demokrasi secara substantif dengan mengukur demokrasi secara maksimalis, yaitu memasukan dimensi-dimensi non politik (kebebasan, sebagai esensi demokrasi), tidak hanya kebebasan politik tetapi kebebasan sosial ekonomi, rule of law (konstitusionalisme) untuk mengatur prosedur kelembagaan, hak dan kewajiban warga negara serta pembatasan penggunaan kekuasaan.
Demokrasi... Kedua, Pendekatan empirik –minimalis yang
kemudian dijadikan basis pemikiran studi demokratisasi kontemporer.
Schumpeter misalnya memaknai demokrasi sebagai sebuah “metode politik” yaitu mekanisme kompetitif untuk memilih pemimpin, yakni sebuah prosedur kelembagaan untuk mencapai keputusan politik dengan cara people votes (pemilihan umum). Dalam konteks ini, warga negara di beri pilihan di antara beberapa pemimpin politik yang berkompetisi untuk merebut suara mereka. Pendekatan ini dikenal dengan demokrasi prosedural
Dahl, menyebutkan delapan ciri demokrasi, yaitu;
1) Kebebasan membentuk dan bergabung dalam demokrasi;
2) kebebasan menyampaikan pendapat; 3) hak memilih dalam pemilu; 4) hak menduduki jabatan publik; 5) hak memperoleh suara/dukungan rakyat; 6) informasi alternatif; 7) pemilu yeng bebas dan jujur; dan 8) adanya lembaga-lembaga yang menjamin
kebebasan publik dan pada cara membentuk asosiasi.
Demokratisasi Demokratisasi adalah jalan atau proses
perubahan rezim nondemokratis (otoriter, totaliter) menjadi demokratis.
Demokratisasi (proses menuju demokrasi) juga didefinisikan sebagai semakin meningkatnya penerapan pemerintahan rakyat pada lembaga, masalah dan rakyat yang sebelumnya tidak diatur menurut prinsip-prinsip demokrasi tersebut.
Tujuan demokratisasi adalah menegakan sebanyak mungkin nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan politik.
Demokratisasi... Menurut Huntington: 1) berakhirnya sebuah
rezim otoriter; 2) dibangunnya sebuah rezim demokratis; 3) konsolidasi rezim demokratis.
Menurut Dahl: proses perubahan rezim otoriterian (hegemoni tertutup) yang tidak memberikan kesempatan pada partisipasi dan liberalisasi menuju poliarki yang memberikan derajat kesempatan derajat partisipasi dan liberalisasi yang lebih tinggi.
Demokratisasi bukan revolusi, tetapi berjalan secara evolusioner, karena revolusi kadang membawa dampak yang lebih buruk dari keadaan sebelumnya.
Gelombang Demokratisasi Gelombang demokratisasi I dimulai tahun 1828-
1926, di Amerika Serikat ditandai dengan meluasnya hak pilih rakyat dalam pemilihan presiden; 30 negara mengalami proses demokratisasi.
Gelombang demokratisasi II, tahun 1943-1962, ditandai dengan pendudukan sekutu mendorong lahirnyapendudukan sekutu mendorong lahirnya lembaga-lembaga demokrai di Jerman Barat, Austria, Korea, Jepang, Turki, dll.
Gelombang demokratisasi III, mulai tahun 1974, tejadi hampir di sebagian besar belahan dunia.
Gelombang Demokratisasi III Menurut Huntington tahun 1974 adalah awal dari
gelombang demokratisasi III, pengukuran negara demokrasi prosdural (berdasarkan pemilihan umum / elektoral) sangat minimal; kebebasan proses pemilu, tingkat kompetisi dan kebebasan partisipasi publik.
Runtuhnya komunisme awal tahun 1990 membawa ‘angin perubahan’ yang meruntuhkan erzim-rezim otoriterianisme-totalitarianisme dibelahan dunia, dari Amerika Latin dampai Eropa Timur dan sampai kenegara-negara dunia ketiga di Asia
Proses Demokratisasi
Secara umum demokratisasi menyangkut beberapa proses atau tahapan rumit tetapi saling berkaitan, yaituLiberalisasi,Transisi, Instalisasi, danKonsolidasi
Liberalisasi Adalah proses pengefektifan hak-hak politik
yang melindungi individu dan kelompok-kelompok sosial dari kesewenang-wenangan atau tidak sah yang dilakukan oleh negara atau pihak ketiga.
Dahl, konsistensi publik dan partisipasi dalam prosedur kelembagaan semacam pemilihan umum serta terbukannya kesempatan publik untuk mengekspresikan kebebasan politiknya.
Liberalisasi tidak sama dengan demokratisasi, meski ia muncul dalam proses transisi.
Liberalisasi...
Liberalisasi tidak mesti diikuti dengan instalisasi demokrasi (fully democracy)
Tampa jaminan bagi kbebasan individu dan kelompok yang inheren dalam liberalisasi, demokratisasi mungkin diturunkan derajatnya menjadi sekedar formalisme dalam sistem semi demokrasi (demokrasi terbatas).
Disisi lain tampa pertanggungjawaban terhadap rakyat, liberalisasi akan mudah dimanipulasi atau bahkan dibatlkan demi kepentingan yang duduk dipemerintahan.
Transisi Sebagai titik awal atau interval (selang waktu)
antara rezim otoriterian dengan rezim demokratis, dimulai dari keruntuhan rezim otoriterian lama yang diikuti atau berakhir dengan pengesahan (instalasi) lembaga-lembaga politik dan aturan politik baru dibawah payung demokrasi.
Transisi juga tidak mesti diakhiri dengan instalisasi demokrasi, sebaliknya bisa saja tercipta rezim otoriterian baru atau hanya demokrasi yang terbatas.
Dalam konteks transisi, situasi politik dan aturan main sama sekali tidak menentu dan penuh ketidak pastian.
Transisi... Dalam transisi aturan main itu ditentukan oleh
aktor politik dan dipertarungkan oleh berbagai kelompok, baik kelompok konservatif yang mendukung otorirarianisme maupun kelompok reformis dan kelompok oportunis.
Para aktor tersebut berjuang menentukan aturan main maupun prosedur-prosedur yang konfigurasinya dapat menentukan siapa yang mungkin akan menang atau kalah dimasa mendatang.
Proses ini adalah awal terpenting yang akan sangat menentukan proses demokratisasi.
Pola Transisi Demokratisasi Tranformasi, elit penguasa mengambil prakarsa
memimpin upaya demokratisasi, seperti di Spanyol dan Brazil.
Replacement, kelompok oposisi memimpin perjuangan menuju demokrasi, di Argentina, Jerman Timur dan Portugal.
Transplacement, terjadinya negoisasi dan bergaining antara pemerintah dan kelompok oposisi,di Polandia, Bolivia, Afsel, dll
Intervensi, lembaga demokratis dibentuk dan dipaksakan berlakunya oleh aktir luar, di Panama.
Instalisasi
Instalisasi adalah proses pengesahan lembaga-lembaga
politik dan aturan politik demokrasi yang terjadi dalam
tahapan demokratisasi.
Konsolidasi Proses setelah transisi, apapun hasilnya, jika
transisi hanya menghasilkan otoriterianisme baru, maka konsolidasi yang terjadi adalah pemantapan rezim otoriterian baru itu. Sebaliknya jika dihasilkan dari transisi adalah instalasi demokrasi, kmaka rezim demokratis yang baru itu akan dikonsolidasikan.
Proses konsolidasi jauh lebih kompleks dan panjang setelah transisi.
Konsolidasi merupakan sebuah proses yang mengurangi kemungkinan pembalikan demokratisasi.
Konsolidasi.
Didalamnya diwarnai proses negoisasi (transaksi) yang hendak mempromosikan sistem atau aturan main baru ketimbang merusak sistem lama.
Struktur dan prosedur politik yang berlangsung dalam proses transisi akan dimantapkan, diinternalisasikan dan bahkan diabsahkan dalam proses konsolidasi.
Akhirnya proses konsolidasi akan membuahkan penetapan sistem demokrasi secara operasional dan ia akan memperoleh kredibilitas dihadapan masyarakat-negara.
Demokrasi yang Terkonsolidasi
Konsolidasi demokrasi tidak hanya terjadi pada level prosedural dan lembaga-lembaga politik tetapi juga pada level masyarakat.
Demokrasi yang terkonsolidasi bila aktor-aktor politik, partai kelompok kepentingan dan lainnya menganggap bahwa tindakan demokratis sebagai alternatif utama untuk meraih kekuasaan, tidak ada klaim veto terhadap pembuat keputusan yang sudah terpilih secara demokratis, intinya penanaman demokrasi dalam budaya politik masyarakat.
Bahan Bacaan
Diamond, Larry, 2003, Develoving Democracy: Toward Consolidation, IRE Press, Yogyakarta
Eko, Sutoro, 2003, Transisi Demokrasi Indonesia, Runtuhnya Orde Baru, APMD Press, Yogyakarta.
Jurnal Mandatory, Krisis Demokrasi Liberal, edisi 1/Th 2004, IRE Press, Yogyakarta.
Suryadi, Budi, Sosiologi Politik; Sejarah, Definisi dan Perkembangan Konsep, IRCiSoD, Yogyakarta.
Dll.
Civil Society(Masyarakat Sipil)
Pertemuan ke-12 MK Sosiologi PolitikAkhmad Satori, S.IP., M.S.I
Pendahuluan Civil Society merupakan salah satu kunci isu
dalam sosiologi politik, ketika dikaitkan dengan masalah hubungan negara. Civil society merupakan metamorposa masyarakat yang independent dalam berinteraksi dengan negara.
Civil Society kemudian dialih bahasakan menjadi masyarakat sipil (Hikam),masyarakat warga (Rasyid),masyarakat madani (Ibrahim dan Madjid) dan koorporatisme masyarakat (Surabakti). Perbedaan tersebut dilatarbelakangi oleh perbedaan pendekatan dalam pengertiannya dan kondisi sosial politik masyarakat.
Sejarah dan Perkembangannya Tradisi Eropa awal abad ke-18, pengertian civil
society di anggap sama dengan pengertian negara (the state). JJ Rousseau : societes civile; memahaminya sebagai negara yang mana salah satu fungsinya adalah menjamin hak milik, kehidupan, dan kebebasan para anggotannya.
Paruh kedua abad ke-18, terminologi ini mengalami pergeseran makna. Negara (the state) dan civil society kemudian dimengerti sebagai sebuah entitas yang berbeda.
Perkembangan.. Perubahan radikal: civil society lebih ditekankan
pada aspek kemandirian dan perbedaan posisinya sedemikian rupa sehingga menjadi antitesis dari state (negara).
Perkembangan civil society melahirkan banyak varian-varian sudut pandang, salah satunya memandang konvigurasi posisi civil society seperti vertikal, negara berada diatas, kehidupan alami di bawah, sedangkam masyarakat sipil berada di tengah.
Masyarakat sipil merupakan suatu ruang partisipasi masyarakat dalam perkumpulan-perkumpulan sukarela..
Definisi Civil Society
MasyarakatSipil
Tocqouvillian
Hegel Marxian
Hegelian Marxian
Aliran Hegelian Marxian mememandang civil society menekankan nilai utama adanya kelas menengah di sektor ekonomi.
Bagi Hegelian civil society tidak bisa dibiarkan tanpa terkontrol dan justru memerlukan berbagai macam aturan dan pembatasan –pembatasan serta penyatuan dengan negara lewat kontrol hukum, administratif dan politik.
Alexis de’Tocqueville Alexis de’Tocqueville: mengkritik aliran Hegel
Marxian yang memberikan posisi unggul terhadap negara, Tocquevillian (aliran Tocqueville) mengembalikan dimensi kemandirian dan pluralitas civil society, kekuatan politik dan civil society –lah yang menjadikan demokrasi di amerika mempunyai daya tahan.
Dengan terwujudnya pluralitas, kemandirian dan kapasitas politik di dalam civil society , maka negara akam mampu mengimbangi dan mengontrol kekuasaan.
Tocqueville… Menurut Tocqueville masyarakat sipil selalu
mengandaikan suatu interaksi terbuka antara asosiasi-asosiasi independen yang ada dalam ruang publik untuk melakukan dialog dan mencari kesepakatan.
Kekuatan politik dan masyarakat sipil yang menjadikan demokrasi di Amerika mempunyai daya tahan.
Pluralitas, kemandirian dan kapasitas politik dalam masyarakat sipil, maka warga negara akan mampu mengimbangi dan mengontrol kekuasaan negara.
Definisi lain..
Gellner (1995), menyebut civil society sebagai satu set institusi-institusi non pemerintah yang beragam yang cukup kuat untuk memberi keseimbangan pada negara, pada saat yang sama tidak menghalangi negara untuk mengisi peranannya sebagai penjaga perdamaian dan arbitrator antara kepentingan-kepentingan utama, bisa menghalangi/ mencegah negara mendomenasi dan mengecilkan masyarakat.
Civil society dapat berbentuk atau mewujud menjadi lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi sosial dan keagamaan.
Identifikasi Masyarakat sipil Partisipatif, masyarakat sipil tidak akan
menyerahkan seluruh nasibnya kepada negara Otonom, mempunyai karakter mandiri, yaitu dalam
mengembangkan dirinya tidak tergantung dan tidak menunggu bantuan negara.
Tidak bebas nilai, yaitu memiliki keterkaitan terhadap nilai-nilai, yang merupakan kesepakatan hasil musyawarah dan demokratis.
Bukan bagian dari sistem dominatif Termanifestasikan dalam organisasi.
Civil society dan Demokrasi Civil society memberikan kontribusi bagi tumbuhnya
demokrasi (diamond) Pertama, Menyediakan wahana sumber daya politik,
ekonomi, kebudayaan dan moral untuk menjaga dan mengawasi negara
Kedua, Beragam dan pluralnya masyarakat dengan berbagai kepentingan, yang apabila diorganisir dan terkelola dengan baik maka akan menjadi besar dan penting bagi kompetensi dan persaingan
Ketiga, mejaga stabilitas negara dalam arti mengontrol peranan negara
Keempat, Memperkaya peranan-peranan partai politik dalam hal partisipasi politik, meningkatkan efektifitas politik dan meningkatkan kesadaran kewarganegaraan
Kelima, Sebagai wadah bagi seleksi dan lahirnya para pimpinan politik yang baru
Keenam, Menghalangi dominasi rezim otoriter Civil society ibarat methapor rumah persemaian
bagi prnsip-prinsip demokrasi, sehingga keberadaan civil society di alam negara menjadi penting untuk mempercepat proses demokratisasi
Elemen-elemen civil society
Kelas Menengah (middle class) Organisasi Sosial Keagamaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Media (Pers) Cendekiawan (Intelektual) Mahasiswa Dll.
Bahan Bacaan
Hikam, Muhammad A.S., 1996, Demokrasi dan Civil Society, Penerbit LP3ES: Jakarta
Haryadi dan Ahmad Rofik, 2007, Negara dan Masyarakat Sipil, Hand out: Ilmu Politik Unsoed.
Suryadi, Budi, Sosiologi Politik; Sejarah, Definisi dan Perkembangan Konsep, IRCiSoD, Yogyakarta.
Dll.