demodekosis

15

Click here to load reader

Upload: arpiansyah

Post on 05-Jul-2015

372 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Demodekosis

Pendahuluan

Canine demodecosis adalah inflamasi akibat serangan parasit Demodex sp. yang

berkaitan dengan status imunodefisiensi sehingga tungau berkembang secara luar biasa dan

menyebabkan furunculosis dan infeksi sekunder bakterial.

Kasus dermatologi menempati urutan kedua terbesar yaitu sekitar 17% dari seluruh kasus yang

ditangani Rumah Sakit Hewan Pendidikan (RSHP), setelah kasus gastrointestinal. Sedangkan

demodekosis umumnya merupakan kasus pada anjing, sekitar 12% dari keseluruhan kasus

dermatologi di RSHP.

Penyakit kulit Demodekosis pada anjing merupakan yang paling sulit diberantas atau dis-

embuhkan secara total. Hal ini disebabkan karena parasit ini lebih senang hidup pada pangkal

ekor (folikel) rambut anjing dan tidak pada permukaan kulit seperti penyakit kulit lainnya. Para-

sit demodekosis semua stadium, dari telur, larva, nympha, tungau (parasit dewasa) menghuni fo-

likel rambut dan kelenjar lemak penderita, sehingga penyembuhannya makin sulit dan tidak bisa

tuntas. Pengobatannya harus kontinyu dan tekun agar benar-benar sembuh dan tidak kambuh

kembali.

Jenis kelamin penderita demodecosis 51% jantan dan 49% betina. Sedangkan bangsa

anjing yang terserang umumnya berbulu pendek 67%, sedangkan anjing yang berbulu sedang

atau panjang 33%.

Sedangkan umur penderita demodekosis umumnya berumur di bawah 1 tahun, yaitu

sebesar 58% dan kejadian demodekosis di atas umur 1 tahun sebesar 42%. Hal ini perlu

kewaspadaan pada dokter hewan praktisi maupun pemilik hewan, karena permulaan kejadian

demodekosis seringkali terjadi di bawah umur 1 tahun. Sebanyak 24% dari keseluruhan kasus

berumur di bawah 6 bulan. Bahkan dari catatan, ada yang menderita demodekosis pada umur 2

bulan. Pada umumnya kejadian demodecosis di RSHP merupakan demodekosis general (Canine

Generalized Demodecosis, CGD).

Sementara itu berdasarkan waktu kejadian, berfluktuasi dari bulan ke bulan, namun

berdasarkan rataan jumlah berdasarkan waktu umumnya banyak kasus demodekosis ditemukan

pada bulan Pebruari dan meningkat hingga bulan April-Mei dan menurun kembali pada akhir

tahun. Masih sulit menduga apakah hal tersebut berkaitan dengan perubahan cuaca di daerah

tropis khususnya di Indonesia, atau munculnya stress pada musim hujan sebelumnya.

1

Page 2: Demodekosis

Penyebab

Demodex sp.adalah flora normal dan hidup pada folikel rambut dan kelenjar sebaseus.

Pada anjing dikenal Demodex canis sedangkan pada kucing dikenal Demodex cati.

Beberapa spesies baru demodex ditemukan dalam beberapa tahun terakhir, baik pada anjing

maupun pada kucing.

Pada anjing ditemukan Demodex cornei oleh Mason (1993) (Shipstone, 2000) dan

Demodex injai (Desch and Hillier, 2003), selain Demodex canis yang sudah banyak dikenal.

Shipstone (2000) menyatakan bahwa D. cornei mempunyai bentuk tubuh yang lebih pendek

(short-bodied mite) dibanding D. canis. Sedangkan D. injai ditemukan oleh Desch dan Hillier

pada anjing di Columbus, OH bulan Oktober 1996, namun baru dilaporkan pada tahun 1999 dan

saat itu belum diberi nama, dan kemudian diberi nama D. injai pada tahun 2003. D. injai

mempunyai tubuh panjang (long-bodied mite) Baik D. cornei dan D. injai mempunyai habitat di

folikel rambut dan kelenjar sebaseus. Perbedaan-perbedaan kedua spesies demodex yang baru

dengan D. canis masih dalam tahap penelitian lebih lanjut dan belum ada laporan berkaitan

dengan hal tersebut.

Pada anakan, tungau berasal dari induk saat menyusui 2-3 setelah lahir. Transmisi antar

hewan dewasa tidak terjadi (Bukan Penyakit Menular). Namun dari beberapa pola kejadian,

penulis mengkuatirkan terjadi transmisi tungau antar hewan dewasa. Namun hal ini perlu

penelitian yang lebih mendalam berkaitan dengan hal tersebut.

Siklus hidup terjadi seluruhnya pada tubuh induk semang, 20-35 hari. Dengan demikian, pada

kerokan kulit (skin scraping) akan ditemukan tahapan-tahapan hidup tungau, yaitu telur, larva

berkaki 6, nimfa berkaki 8, dewasa berkaki 8.

PATOGENESIS

Patogenesis penyakit yang berkaitan dengan proliferasi Demodex sp. hingga saat ini

masih belum jelas. Umumnya hewan mempunyai sejumlah kecil Demodex pada tubuhnya yang

tinggal di folikel dan kelenjar sebaseus.

Berkembangnya tungau dan menimbulkan penyakit diduga akibat dari sistem kekebalan

tubuh host. Penelitian menunjukkan pemberian serum antilimfosit pada anak anjing akan

menyebabkan anjing tersebut menderita demodekosis general. Penelitian in vitro terhadap

limfosit blastogenesis menunjukkan bahwa terjadi respon limfosit abnormal pada anjing pada

2

Page 3: Demodekosis

kasus Canine General Demodecosis (CGD). Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa

supresi respon blastogenesis diinduksi oleh suatu substansi yang dihasilkan tungau, semacam

humoral immunosuppresive factor. Bahan ini akan menyebabkan supresi respon kekebalan host

terhadap tungau sehingga tungau berkembang biak tanpa dapat dikendalikan oleh host.

Tilley and Smith (2000) menyatakan bahwa penderita CGD memproduksi IL-2

subnormal dan mempunyai persentase reseptor IL-2 pada limfosit subnomal. Penelitian lain juga

menduga bahwa supresi respon blastogenesis limfosit juga berdampak pada kejadian secondary

bacterial pyoderma, yang sering menyertai kejadian CGD. Selain itu, para ahli menduga bahwa

terjadi CGD adalah adanya defek pada sel T anjing tersebut dan bersifat heriditer.

Klinis

Canine Localized Demodecosis (CLD)

 

Ditandai dengan lesi 5 atau kurang di beberapa bagian tubuh

Bagian tubuh yang sering terkena : daerah periokular, komisura mulut, kepala, dan ek-

strimitas depan.

Sering terjadi pada anjing dibawah 1 tahun.

90% kasus akan sembuh dalam 6-8 minggu.

10% berkembang menjadi generalized demodecosis.

 

Canine Generalized Demodecosis (CGD)

a. Juvenile onset (3-12 bulan)

Lesi bermula lokal kemudian berkembang menjadi general pada sebagian besar tubuh

atau lebih dari satu kaki.

Penelitian menunjukkan ada kaitan dengan predisposisi genetik. Lakukan sterilisasi

30-50% kasus akan sembuh dengan terapi

 

b. Adult onset

Biasanya terjadi secara sekunder

Seringkali berkaitan dengan penyakit lain : Cushing’s disease, Neoplasia, Imunosupresi

atau Idiophatic.

3

Page 4: Demodekosis

 

c. Gejala

Gejala sangat bervariasi

Bercak kebotakan hingga diffuse alopecia, eritema. Scaling, folikulitis, seborrhea dan

hiperpigmentasi

Perhatikan pada comedone. Kondisi tersebut merupakan area yang baik untuk scraping.

Biasanya tidak pruritik. Tapi dapat pruritik bila disertai infeksi sekunder dan muncul seb-

orrhea oleosa.

Infeksi sekunder dapat berupa pyoderma superfisial atau dalam. Secara klinis akan dite-

mukan papula, pustula, eksudasi dan krusta.

Berdasarkan keparahan infeksi sekunder, berarti hewan juga mengalami kondisi yang bu-

ruk atau penyakit yang bersifat sistemik.

Diferensial diagnosis pada umumnya adalah pyoderma dan dermatophytosis

 

Chronic Demodectic Pododermatitis

Lesi persisten pada ekstrimitas setelah terapi generalized demodecosis

Hanya terjadi atau muncul pada ekstrimitas

Pyogenik digital yang menyakitkan dan tampak lesi interdigital

Terapi yang berulang-ulang

Curigai pada Old English Sheepdog atau anjing lain dengan infeksi pada ektrimitas.

Diagnosis

a. Deep skin scraping hingga berdarah

b. Pegang dan gosok-gosok pada area untuk mengeluarkan tungau dari folikel .

c. Lakukan scraping di beberapa tempat.

d. Periksa dibawah pembesaran 10X. Lihat yang hidup dan mati, muda dan dewasa sehingga

dapat memantau respon terapi.

e. Interpretasi kerokan kulit (skin scraping)

Tidak ada tungau atau SDM : lakukan kerokan kembali

1-2 tungau dewasa : lakukan kerokan kembali

Banyak tungau dewasa : diagnostik

4

Page 5: Demodekosis

Banyak tungau belum dewasa (larva/nimfa) : diagnostik

Tidak ada tungau dewasa : lakukan kerokan kembali atau rediagnose

  

Terapi

Jangan gunakan kortikosteroid (sistemik atau topikal)

Canine Localized Demodecosis(CLD)

a. Gunakan ivermectin. RSHPmenggunakan 200-400 mcg/kg

b. Gunakan 1% rotenone topikal setiap hari pada lesi

c. Shampoo keratolitik (benzoyl peroxide) untuk membersihkan dan mencegah infeksi sekunder.

d. Perbaiki nutrisi, hilangkan parasit intestinal dan faktor stress lainnya.

e. Tidak perlu menggunakan amitraz. Dikuatirkan menimbulkan risiko resistensi pada tungau.

Canine Generalized Demodecosis (CGD)

Terapi pada CGD tidak hanya difokuskan pada upaya untuk membunuh tungau saja.

Namun juga untuk mengobati atau mencegah infeksi sekunder, karena seringkali terjadi infeksi

sekunder pada kasus CGD. Untuk itu biasa digunakan antibiotika baik sistemik maupun topikal.

Hal lain yang harus diperhatikan adalah nutrisi yang cukup, infeksi/infestasi parasit, khususnya

parasit internal dan gangguan-gangguan yang lain. Kondisi-kondisi tersebut dapat menjadi

pemicu imunosupresi pada anjing dan menjadikan proses pengobatan menjadi lebih sulit. Pada

anjing betina penderita CGD sebaik disterilisasi. Karena demodekosis biasanya akan semakin

berat pada saat estrus, bunting atau menyusui. Lebih dari pada itu, karena dugaan kelemahan

bersifat menurun, maka anjing dengan kasus juvenile-onset CGD sebaiknya juga disterilisasi.

a. Perbaiki nutrisi, gangguan parasitik dan gangguan lain yang mungkin menjadi pemicu

terjadinya kasus ini.

b. Pada kasus adult-onset diperlukan pemeriksaan yang mendalam.

c. Pergunakan antibiotika dengan baik (6-8 minggu).

d. Pada anjing berambut sedang perlu dicukur agar dapat diobati dengan baik

e. Mandikan anjing dengan shampoo antibakterial dan keratolitik untuk membuka folikel

rambut dan menghilangkan krusta sebelum mengaplikasikan amitraz.

f. Gunakan amitraz (Mitaban)

5

Page 6: Demodekosis

Siapkan preparat amitraz segera sebelum diberikan. Konsentrasi yang direkomendasikan

bervariasi (USA : 0,025% tiap 2 minggu; Jerman dan Australia : 0,05% tiap minggu;

Perancis : 0,05% tiap 5-7 hari).

Biarkan kering atau diangin-anginkan dan tidak dibilas.

Anjing kecil sebaiknya menggunakan setengah konsentrasi amitraz

Monitor efek samping amitraz

Efek samping amitraz meliputi sedasi, pruritus, hipothermia, ataxia, disorientasi dalam

24-36 jm pasca pemberian. Amitraz juga mempunyai efek hiperglisemia. Jangan berikan

pada anjing yang menderita diabetes.

Jangan berikan pada anjing yang teranastesi atau sedasi. Atau jangan melakukan sedasi

untuk mengaplikasikan amitraz.

Jangan lakukan dipping pada anjing penderita deep pyoderma berat

Untuk mengurangi pruritus dapat digunakan dyphenhidramine

Sebaiknya tidak menggunakan hydroxizine karena menghambat kerja amitraz.

Lakukan terapi 2 kali setelah tidak ditemukan tungau melalui kerokan kulit dengan

interval 4-8 minggu. (hasil negatif—terapi 4-8 minggu—hasil negatif—hentikan

pengobatan).

50-80% kasus akan sembuh dalam 3 bulan.

Lanjutkan monitoring kerokan kulit selama setahun sebelum menyatakan hewan sembuh

dari demodecosis.

Perkembangan baru

1. Pemberian amitraz

Penggunaan amitraz lebih dari konsentrasi yang disarankan (extra label protocol),

banyak dilakukan di beberapa negara. Penelitian menunjukkan bahwa aplikasi 2 kali seminggu

meningkatkan keberhasilan hingga 78%. Di Eropa, aplikasi amitraz seminggu sekali dengan

konsentrasi 500-1000 ppm (0,05-0,1%) efektif dan aman digunakan pada kasus CGD.

Sementara itu masih dilakukan penelitian berkaitan dengan interval atau frekuensi pemberian

amitraz. Beberapa peneliti melihat bahwa pemberian seminggu sekali atau dua kali tidak selalu

efektif, bahkan masih dilakukan penelitian untuk pemberian tiap hari. Dua penelitian secara

independen dilakukan untuk mengevaluasi efikasi penggunaan amitraz 1250 ppm (0,125%) pada

6

Page 7: Demodekosis

separoh tubuh anjing penderita CGD tiap hari dibandingkan dengan pemberian seminggu dan

dua kali seminggu. Konsentrasi tersebut kira-kira 5 kali dari konsentrasi yang disarankan.

Hasilnya 73% kasus CGD tertangani dengan baik. Tiga belas dari 16 sembuh dalam 1-5 bulan.

Sedangkan ketiga kasus tersebut kambuh, namun akhirnya sembuh setelah diterapi ulang. Model

pemberian amitraz yang agresif tersebut memang belum begitu dikenal. Ada kelemahan-

kelemahan berkaitan dengan metode tersebut, khususnya berkaitan dengan potensi bahaya akibat

ekspose amitraz, membutuhkan waktu yang lebih banyak. Pada hewan rambut sedang/panjang

harus selalu dicukur rambutnya agar dapat kontak dengan baik pada kulit dan terjadi penetrasi

pada folikel rambut. Untuk meminimalkan potensi bahaya, aplikator dapat menggunakan baju

pelindung dan glove dan dilakukan pada area atau ruang dengan ventilasi yang baik. Kontak

dengan hewan dihindari hingga kulitnya mengering.

Produk lain dari amitraz adalah dalam pelarut minyak mineral. (Taktic: Coopers,

Agrovet; Nor-am Chemical Co). Terapi dapat dilakukan tiap hari dengan konsentrasi 0,125%.

Tingkat kesembuhan berkisar 79%. Produk ini tidak sama dengan Mitaban. Taktic dalam pelarut

minyak mineral (umumnya 12,5% per ml), sedangkan Mitaban dalam pelarut xylol.

2. Preparat Systemic Macrocylic Lactone Endectocides

Macrocylcic lactone adalah antiparasit spektrum luas yang diproduksi dari fermentasi

berbagai macam Actinomyces. Aktifitas ganda yang dimiliki golongan ini adalah terhadap

endoparasit (anthelmintik) dan ektoparasit (akarisida dan insektisida). Oleh sebab itu muncul

istilah endectocide. Saat ini golongan ML meliputi dua kelompok besar yaitu avermectin

(ivermectin, abamectin, eprinomectin) dan mylbemicyn (mylbemicyn oxime, moxidectin).

a. Mylbemycin oxime (interceptor; Novartis) dari Streptomyces hygroscopus aurelacrimosus.

Penggunaan pada anjing umumnya untuk pencegahan heartworm dan parasit intestinal

diberikan dosis 0,5 mg/kg per bulan. Beberapa penelitian terakhir, pemberian Mylbemycin

oxime perhari dapat digunakan sebagai terapi CGD. Tingkat remisinya cukup bagus namun

tingkat kesembuhannya hanya 42% dengan dosis 0,5-1 mg/kg per hari. Penelitian lain

dengan dosis 2,2 mg/kg per hari memberikan kesembuhan 84,6%. Lama waktu pemberian

dengan dosis tinggi sekitar 13 minggu. Efek samping tidak ditemukan, tapi transient stupor,

ataxia dan trembling ditemukan pada 2 anjing. Namun setelah pengobatan dihentikan kondisi

kembali normal. Sebagaimana ivermectin, Mylbemyucin oxime ini tidak boleh diberikan

7

Page 8: Demodekosis

pada Collie. Dari penelitian terjadi depresi, ataxia, midriasis, hipersalivasi pada 2 dari 5

Collie yang diterapi dengan dosis tunggal 5 mg/kg dan pada semua Collie (5 ekor) yang

diterapi dengan dosis tunggal 10 mg/kg. Sedangkan toksisitas dengan dosis tinggi 2,2 mg/kg

belum dilakukan penelitian.

b. Moxidectin dari S. cyaneogriseus. Sediaan peroral, injeksi. Saat ini Moxidectin lebih banyak

digunakan sebagai pencegahan heartworm, dengan dosis 3 µg/kg. Beberapa penelitian

menggunakan 1% Moxidectin injeksi (Cydectin, injectable aqueous solution; Ayers) untuk

terapi CGD. Tingkat kesembuah 89% (16/18) setelah diikuti dengan pemberian peroral 400

µg/kg per hari dengan lama waktu terapi rata-rata 5 bulan. Namun demikian ada catatan

bahwa terjadi efek samping dalam 3 bulan pengobatan (letargi, anoreksi, ataxia dan tremor).

Moxidectin lebih lipofilik dibanding ivermectin, sehingga pemberiannya harus lebih hati-hati

pada hewan yang kurus atau menderita (suffering) akibat penyakit infeksi karena ada

kemungkinan terjadi overdosis akibat pemberian moxidectin.

3. Luferon (benzoylphenyl urea)

Luferon (benzoylphenyl urea) menghambat perkembangan Ctenocephalides felis.

Luferon memblok sintesis dan deposisi kitin (bersifat ovosida dan larvisida). Kitin juga

ditemukan pada telur Demodex sp., termasuk larva, nimfa dan eksoskeleton pada tungau dewasa.

Obat ini terkonsentrasi pada lemak subkutan dan dilepas perlahan ke dalam darah. Efikasi

Luferon masih dalam penelitian. Dosis yang disarankan 15,8 mg/kg diberikan 3 kali seminggu

selama 2-3 bulan.

4. Supportive.

Obat-obatan yang seringkali digunakan untuk membantu terapi CGD di RSHP adalah

vitamin dan imunostimulan (contoh : kombinasi echinacea, zink dan selenium). RSHP saat ini

menggunakan preparat echinacea 1000 mg perhari selama 3 minggu.

Monitoring

Monitoring respon terapi didasarkan pada pemeriksaan scraping rutin, biasanya tiap

bulan, catat temuan pemeriksaan scraping dengan pembesaran rendah, baik tahapan kehidupan

tungau, jumlah atau hidup-matinya. Jumlah yang ditemukan harusnya menurun tiap bulan. Bila

8

Page 9: Demodekosis

tidak, lakukan evaluasi kembali pada terapi yang sudah dilakukan. Adakalanya pada beberapa

kali penggunaan amitraz telah mengalami resistensi. Beberapa peneliti menyarakan untuk

memberikan dosis ganda dari sebelumnya (Zivienja, 2005; Shipstone, 2000). Namun yang harus

diwaspadai adalah efek samping yang mungkin timbul.

Perubahan kondisi fisik, tidak selalu sama. Namun pada umumnya beberapa minggu

sebelum hasil scraping negatif, secara klinis normal. Tidak ada tanda inflamasi, rambut mulai

tumbuh, dst.

Edukasi pada klien

1. Demodekosis lokal dapat menjadi general

2. Demodekosis general membutuhkan perawatan yang serius, rutin dan lama. Pada kasus

juvenile-onset CGD sebaiknya tidak digunakan dalam breeding (kastrasi/steril).

3. Scraping yang dilakukan sangat dalam sehingga berdarah.

4. Pada penderita berambut sedang/panjang diperlukan dicukur rambut agar dapat diterapi

dengan baik.

Prognosis

Meski langkah pengobatan pada kasus demodecosis telah mengalami kemajuan dan

pembaharuan untuk meningkatkan prognosis demodecosis khususnya CGD, namun masih sulit

untuk memprediksi bahwa kasus tersebut dapat dengan mudah diatasi. Terbukti dari beberapa

penelitian bahwa sebagian CGD menjadi kronis dan timbul resistensi terhadap amitraz.

Kambuhnya kasus CGD umumnya disebabkan penghentian terapi yang terlalu dini. Bila kasus

kambuh kembali sebelum jangka 3 bulan sejak terapi dihentikan, ini berarti bahwa lama waktu

terapi masih kurang. Bila kasus kambuh kembali setelah beberapa bulan sejak terapi dihentikan,

kemungkinan masalah ada pada hewan atau anjing dan bukan prosedur terapi yang dilakukan.

Pada kondisi ini biasanya terapi yang dilakukan menjadi lebih sulit.

 

9

Page 10: Demodekosis

Daftar Pustaka

Desch C.E., A. Hillier. 2003. Demodex injai: a new species of hair follicle mite (Acari: Demode-

cidae) from the domestic dog (Canidae). Abstract. J. Med. Entomol. 40(2):146-149.

Desch C.E.; T.B. Stewart. 1999. Demodex gatoi: New Species of Hair Follicle Mite (Acari: De-

modecidae) from the Domestic Cat (Carnivora: Felidae). Abstract. J. Med. Entomol.

36(4):167-170

Paradis, M. 1999. New Approaches to The Treatment of Canine Demodecosis. Veterinary Clin-

ics of North America : Small Animal Practice

Shipstone, M. 2000. Generalised demodecosis in dogs, clinical perspective. Aus. Vet. J. Vol.

78(4):240-242.

Zivienjak, T. 2005. A retrospective evaluation of efficacy in therapy for generalized canine de-

modecosis. Veterinarski arhiv. 75(4)303-305

(Naskah ini disampaikan pada Continuing Education, Dermatology Update 2006. Kerjasama De-

partemen Klinik Veteriner FKH Unair, PDHI Jatim 1, ADHPHKI dan Science Diet)

http://www.anjingdankucing.com/news/?read=775

10