demensia

21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia terus meningkat jumlahnya bahkan pada tahun 2005-2010 diperkirakan menyamai jumlah usia bawah lima tahun (balita) yaitu sekitar 8,5% dari jumlah seluruh penduduk atau sekitar 19 juta jiwa. Kondisi ini adalah tantangan karena masalah penyakit degeneratif akibat proses penuaan yang sering menyertai para lansia.). Gangguan kognitif merupakan masalah yang cukup serius untuk para usia lanjut, karena dapat mengganggu aktivitas hidup sehari- hari dan kemandirian. Kondisi ini adalah tantangan karena masalah penyakit degeneratif akibat proses penuaan yang sering menyertai para lansia. Kondisi gangguan kognitif ini bervariasi antara ringan, sedang dan berat. Proses penuaan otak merupakan bagian dari proses degenerasi yang dapat menimbulkan gangguan neuropsikologis, salah satunya yang paling umum terjadi pada lansia adalah demensia. Demensia berisiko tinggi pada kelompok usia di atas 65 tahun dan tidak bergantung pada bangsa, suku, kebudayaan, dan status ekonomi (Yustiani, 2005). Jumlah penderita demensia dari tahun ke tahun terus meningkat karena prevalensidemensia yang meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Menurut data Badan Kesehatan Dunia tahun 2000 dari 580 juta lansia di dunia sekitar 40 juta diantaranya mengalami demensia. Berdasarkan data Deklarasi Kyoto, tingkat prevalensi dan insidensidemensia di Indonesia menempati urutan keempat setelah China, India, dan Jepang.Pada tahun 2000 prevalensi demensia sebanyak 606.100 orang dan insidensise banyak 191.400 orang. Pada tahun 2020 diprediksikan prevalensi demensia meningkat menjadi 1.016.800 orang dengan insidensi sebanyak 314.100 orang, dan pada tahun 2050 prevalensi demensia meningkat menjadi 3.042.000 orang dengan insidensi sebanyak 932.000 orang. Peningkatan insiden dan prevalensi demensia merupakan tantangan bagi pemberi pelayanan kesehatan di Indonesia khususnya, karena dampak demensia yang dapat menimbulkan perubahan perilaku pada lansia. Kondisi ini menyebabkan lansia 1 | Page

Upload: leni-rosliana

Post on 04-Jan-2016

224 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

education

TRANSCRIPT

Page 1: Demensia

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia terus meningkat jumlahnya bahkan pada tahun 2005-2010 diperkirakan menyamai jumlah usia bawah lima tahun (balita) yaitu sekitar 8,5% dari jumlah seluruh penduduk atau sekitar 19 juta jiwa. Kondisi ini adalah tantangan karena masalah penyakit degeneratif akibat proses penuaan yang sering menyertai para lansia.).

Gangguan kognitif merupakan masalah yang cukup serius untuk para usia lanjut, karena dapat mengganggu aktivitas hidup sehari-hari dan kemandirian. Kondisi ini adalah tantangan karena masalah penyakit degeneratif akibat proses penuaan yang sering menyertai para lansia. Kondisi gangguan kognitif ini bervariasi antara ringan, sedang dan berat. Proses penuaan otak merupakan bagian dari proses degenerasi yang dapat menimbulkan gangguan neuropsikologis, salah satunya yang paling umum terjadi pada lansia adalah demensia.

Demensia berisiko tinggi pada kelompok usia di atas 65 tahun dan tidak bergantung pada bangsa, suku, kebudayaan, dan status ekonomi (Yustiani, 2005). Jumlah penderita demensia dari tahun ke tahun terus meningkat karena prevalensidemensia yang meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Menurut data Badan Kesehatan Dunia tahun 2000 dari 580 juta lansia di dunia sekitar 40 juta diantaranya mengalami demensia.

Berdasarkan data Deklarasi Kyoto, tingkat prevalensi dan insidensidemensia di Indonesia menempati urutan keempat setelah China, India, dan Jepang.Pada tahun 2000 prevalensi demensia sebanyak 606.100 orang dan insidensise banyak 191.400 orang. Pada tahun 2020 diprediksikan prevalensi demensia meningkat menjadi 1.016.800 orang dengan insidensi sebanyak 314.100 orang, dan pada tahun 2050 prevalensi demensia meningkat menjadi 3.042.000 orang dengan insidensi sebanyak 932.000 orang.

Peningkatan insiden dan prevalensi demensia merupakan tantangan bagi pemberi pelayanan kesehatan di Indonesia khususnya, karena dampak demensia yang dapat menimbulkan perubahan perilaku pada lansia. Kondisi ini menyebabkan lansia demensia memerlukan perhatian dan perawatan yang khusus dari keluarganya. Perawatan lansia demensia dapat menimbulkan dampak pada keluarga berupa beban yang terjadi karena lansia demensia memerlukan pendampingan yang terus-menerus. Hal ini dapat menimbulkan burden seperti yang diungkapkan oleh Zarit.

Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan masalah demensia.Betapa besar beban yang harus ditanggung oleh negara atau keluarga jika masalah demensia tidak disikapi secara tepat dan serius, sehubungan dengan dampak yang ditimbulkannya. Mengingat bahwa masalah demensia merupakan masalah masa depan yang mau tidak mau akan dihadapi orang Indonesia dan memerlukan pendekatan holistik karena umumnya lanjut usia (lansia) mengalami gangguan berbagai fungsi organ dan mental, maka masalah demensia memerlukan penanganan lintas profesi yang melibatkan: Internist, Neurologist, Psikiater, Spesialist Gizi, Spesialis Rehabilitasi Medis dan Psikolog Klinis.

1 | P a g e

Page 2: Demensia

Kapan orang menjadi tua? apakah proses penuaan sebagai akibat fisik yang aus dan penurunan kemampuan terjadi tanpa adanya perubahan yang mendasar pada sikap individu?. Penuaan adalah suatu proses biologis, meskipun para ahli biologis belum menemukan kesimpulan untuk menjelaskan karakteristik umum dari penuaan (Cox, 1988, dalam Shirdev & Levey, 2004). Schaie dan Willis (1992) mengatakan bahwa tahap usia tua akan dialami oleh semua orang, ada perubahan fisik, psikis dan sosial yang terjadi. Di sisi lain kondisi fisik dan psikis setiap orang lanjut usia akan berbeda. Hal tersebut berkaitan dengan pengalaman masa lalu dan lingkungan sosial budaya mereka. Akibatnya, di berbagai negara akan mempunyai karakteristik usia lanjut yang berbeda, salah satunya adalah harapan hidupnya.

Saat ini penduduk yang berusia lanjut (> 60 tahun) di Indonesia terus meningkat jumlahnya bahkan pada tahun 2005-2010 diperkirakan akan menyamai jumlah balita yaitu sekitar 8,5% dari jumlah seluruh penduduk atau sekitar 19 juta jiwa. Kondisi ini merupakan suatu tantangan untuk mempertahankan kesehatan dan kemandirian para lanjut usia agar tidak menjadi beban bagi dirinya, keluarga maupun masyarakat. Dari jumlah itu, sekitar 15% diantaranya mengalami demensia atau pikun, di samping penyakit degeneratif lainnya seperti penyakit kanker, jantung, reumatik, osteoporosis, katarak (Prodia, 2007)

Menurut The World Factbook (2002), berbagai negara mempunai variasi yang besar pada harapan hidup penduduknya. Misalnya di Jepang dan Switzerland usia harapan hidup hampir mencapai 80 tahun. Kemiskinan, bencana alam, masalah politik dan ekonomi menyebabkan usia harapan hidup di berbagai negara seperti Bangladesh, Pakistan dan Chad. tetap antara 50-60 tahun bahkan ada yang lebih rendah. Di negara-negara yang sedang berkembang usia harapan hidup berkisar 10 tahun atau lebih ada di bawah rata-rata usia harapan hidup penduduk dunia. (dalam Shirdev & Levey, 2004) Usia harapan hidup yang lebih lama akan menyebabkan perubahan yang terjadi pada struktur dan sistem pada masyarakat dunia. Berbagai permasalahan yang dialami oleh para orang lanjut usia seperti tersedianya tenaga kerja yang masih potensial, fasilitas untuk mereka, serta masalah medis dan psikis yang sering dialami (misal: depresi, demensia, penyakit jantung, darah tinggi).

B. Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud demensia ?b. Bagaimana epidemiologinya ?c. Ada berapa jenis penyakit demensia yang sering terjadi ?

C. Tujuan

Untuk bisa mengenal lebih dalam penyakit-penyakit di indonesia yang kini banyak ditemukan,penyakit yang terjadi pada lansia , memperdalam apa gejalanya, peran aspek masyarakat untuk mengatasi penyakit demensia mencangkup isi dari paper ini.

2 | P a g e

Page 3: Demensia

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian Demensia

Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan kemunduran kognitif dan fungsional. Seorang penderita demensia memiliki fungsi intelektual yang terganggu dan menyebabkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari maupun hubungan dengan orang sekitarnya. Penderita demensia juga kehilangan kemampuan untuk memecahkan masalah, mengontrol emosi, dan bahkan bisa mengalami perubahan kepribadian dan masalah tingkah laku seperti mudah marah dan berhalusinasi. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive). Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku. Garis besar manifestasi kliniknya adalah sebagai berikut :

a. Perjalanan penyakit yang bertahap (biasanya dalam beberapa bulan atau tahun).

b. Tidak terdapat gangguan kesadaran (penderita tetap sadar)

B. Epidemiologi

Data terakhir pada tahun 2009 menunjukan penduduk Lansia di Indonesia berjumlah 20.547.541 jiwa. Diperkirakan jumlah penduduk Lanjut Usia di Indonesia pada tahun 2020 akan mencapai 28,8 juta jiwa atau sekitar 11% dari total penduduk Indonesia. Pada tahun 2021 usia lanjut di Indonesia diperkirakan mencapai 30,1 juta jiwa yang merupakan urutan keempat di dunia sesudah Cina, India dan Amerika Serikat.

Menjelang tahun 2050 jumlahnya diperkirakan meningkat menjadi lebih dari 50 juta jiwa, Peningkatan angka kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu populasi . Kira-kira 5% usia lanjut 65 – 70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5 –1.0 % dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 – 15% atau sekitar 3 – 4 juta orang.

Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi demensiasedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada kelompok usia diatas 65 tahunprevalensi demensia sedang hingga berat mencapai 5 persen, sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen.

Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer (Alzheimer’s diseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer meningkat seiring bertambahnya usia. Untukseseorang yang berusia 65 tahun prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen pada wanita. Pada usia 90 tahun, prevalensinya mencapai 21 persen.

3 | P a g e

Page 4: Demensia

Pasien dengan demensia tipe Alzheimer membutuhkan lebih dari 50 persen perawatan rumah (nursing home bed).

Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia vaskuler, yang secara kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler. Hipertensi merupakan factor predisposisi bagi seseorang untuk menderita demensia. Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30 persen dari seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang berusia antara 60 hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki dari pada wanita. Sekitar 10 hingga 15 persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut.

Penyebab demensia paling sering lainnya, masing-masing mencerminkan 1 hingga 5 persen kasus adalah trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan alkohol, dan berbagai jenis demensia yang berhubungan dengan gangguan pergerakan, misalnya penyakit Huntingtonan penyakit Parkinson. Karena demensia adalah suatu sindrom yang umum, dan mempunyai banyak penyebab, dokter harus melakukan pemeriksaan klinis dengan cermat pada seorang pasien dengan demensia untuk menegakkan penyebab demensia pada pasien tertentu.

C. Klasifikasi Demensia

Secara garis besar demensia pada usia lanjut dapat dikategorikan dalam 4 golongan yaitu:

a. Demensia degenaratif primer, sebesar 50-60%b. Demensia multi-infark, sebesar 10-20%c. Demensia yang reversible atau sebagian reversible, sebesar 20-30%d. Gangguan lain (terutama neurologic), sebesar 5-10% (Buku Ajar Geriatri)

Berikut ini adalah perbadingan persentase etiologi dari demensia menurut Memory Disoders (http://www.gabehavioral.com)

4 | P a g e

Page 5: Demensia

D. Etiologi Demensia

Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas 65 tahun adalah(1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran antara keduanya. Ada juga penyebab lainyang mencapai kira-kira 10 persen diantaranya adalah demensia Lewy body, penyakit Pick, demensia frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal, demensiaalkoholik, demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis) danpenyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan penatalaksanaan klinisberhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti kelaianan metabolik (misalnyahipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat),atau sindrom demensia akibat depresi.

Dalam sebuah literatur disebutkan bahwa penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Berikut ini jenis dan penyebab demensia pada usia lanjut :

a. Keadaan yang secara potensial reversible atau bisa dihentikan, yaitu :1. Intoksikasi (obat, termasuk alcohol, dan lain-lain)2. Infeksi susunan saraf pusat3. Gangguan metabolic4. Gangguan nutrisi5. Gangguan vaskuler (demensia multi-infark, dan lain-lain)6. Lesi desak ruang7. Hidrosefalus8. Depresi

b. Penyakit degenerative progresif, yaitu :1. Tanpa gejala neorologik penting lain, seperti :

1) Penyakit Alzheimer2) Penyakit Pick

2. Dengan gangguan neurologic lain yang prominen, seperti :1) Penyakit Parkinson2) Penyakit Huntington3) Kelumpuhan supranuklear progresi4) Penyakit degenerative lain yang jarang didapat

Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit Alzheimer yaitu sekitarlima puluh sampai enam puluh persen. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya. Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir.

5 | P a g e

Page 6: Demensia

E. Gejala Klinis

Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan Vaskuler.

a. Demensia AlzheimerDikenal juga dengan nama Demensia Degenaratif Primer yaitu suatu

keadaan yang meliputi perubahan dari jumlah, struktur dan fungsi neuron di daerah tertentu dari korteks otak.Terjadi suatu kekusutan neuro fibriler dan plak-plak neurit dan perubahan aktifitas kholinergik di daerah-daerah tertentu otak. Penyebabnya belum diketahui pasti, tetapi beberapa teori menerangkan kemungkinan adanya factor genetic, radikal bebas, toksin, pengaruh logam aluminium, infeksi virus dan pengaruh lingkungan lainnya. (Buku Ajar Geriatri)

Awalnya ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah.Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Waham (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana. Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :

1. Stadium IBerlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun.Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami. Namun aktifitas rutin dalam keluarga tidak terganggu, fungsi motoric dan sensorik serta koordinasi atau keseimbangan masih normal.

2. Stadium IIBerlangsung selama 2-10 tahun, dengan gejala :

1) Disorientasi, gangguan bahasa (afasia)2) Penderita mudah bingung, mudah agresif dan ingin berkelana3) Penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak

dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi.

4) Gangguan fungsi bahasa sehingga sulit menemukan kata-kata dan tak lancar berbicara, lupa apa yang sudah diucapkan, sehingga sering mengulang pembicaraan, tidak mengerti pembicaraan yang kompleks sehingga salah pengertian.

5) Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya.

6) Sifat kepribadian yang kurang baik yang dimiliki sebelumnya menjadi lebih menonjol, misalnya sikap curiga, bandel dan suka bertengkar.

7) Depresi berat prevalensinya 15-20%.8) Sistem motoric dan sensorik masih baik.

6 | P a g e

Page 7: Demensia

3. Stadium III Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun.Gejala klinisnya antara lain:

1) Penderita menjadi vegetative yaitu akinetik (tidak bergerak) dan membisu

2) Daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri

3) Tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil4) Untuk melakukan kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan

orang lain kematian terjadi akibat infeksi atau trauma/kecelakaan

b. Demensia Vaskuler

Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak.Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia.Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat diduga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia vaskuler daripada Alzheimer. Kriteria dari demensia vaskuler mencakup :

1. Gangguan vaskuler yang mengacu pada semua jenis gangguan peredaran darah otak, stroke.

2. Kemunduran kognitif meliputi semua jenis kemunduran.3. Faktor risiko yang berperan adalah diabetes, hipertensi, hiperkolesterolemi,

penyakit jantung, obesitas, dan fisik inaktif.Faktor risiko demensia vaskuler sering kurang memperoleh perhatian dari penyandangnya.Salah satu yang belum banyak diketahui masyarakat tentang demensia vaskuler adalah kemunduran fungsi kognitif, karena kemunduran kognitif ini biasanya terjadi secara perlahan-lahan dan samar-samar.Biasanya hal ini sulit diketahui oleh penyandangnya.Dan pengamat yang paling tepat adalah pasangannya.Faktor resiko tersebut diatas bisa menyebabkan kemunduran fungsi kognitif, kemunduran perilaku dan aktifitas hidup sehari-hari. (Kusumoputro, 2009)

 F. Tanda dan Gejala Demensia

Tidak jauh berbeda dengan gejala klinis namun ada beberapa hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari.. Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang. Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu

7 | P a g e

Page 8: Demensia

lebih banyak istirahat.Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.

Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi.Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.

Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia.Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.

Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia.Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku (Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal. Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sebagai berikut :

1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.

2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat penderita demensia berada.

3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali.

4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.

5. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah.

G. Diagnosis

Diagnosis difokuskan pada hal-hal berikut ini:1. Pembedaan antara delirium dan demensia2. Bagian otak yang terkena3. Penyebab yang potensial reversible4. Perlu pembedaan dan depresi (ini bisa diobati relatif mudah)

8 | P a g e

Page 9: Demensia

5. Pemeriksaan untuk mengingat 3 benda yg disebut6. Mengelompokkan benda, hewan dan alat dengan susah payah7. Pemeriksaan laboratonium, pemeriksaan EEC8. Pencitraan otak amat penting CT atau MRI

H. Penatalaksanaan

Walaupun penyembuhan total pada berbagai bentuk pada demensia biasanya tidak mungkin, dengan penatalaksanaan yang optimal dapat dicapai perbaikan hidup sehari-hari dari penderita (dan juga dari keluarga yang merawatnya). Prinsip utama penatalaksanaan penderita adalah sebagai berikut :

1. Optimalkan fungsi dari penderita, dengan :a. Obati penyakit yang mendasarinyab. Hindari pemakaian obat yang memberikan efek samping pada SSP)c. Upayakan aktifitas mental dan fisikd. Hindari situasi yang menekan kemampuan mentale. Persiapkan penderita bial akan berpindah tempatf. Perbaikan gizi

2. Kenali dan obati komplikasi3. perilaku merusak4. Depresi5. Agresivitas6. inkontinensiaUpayakan pengobatan berkesinambungan7. Reakses keadaan kognitif dan fisik8. Pengobatan gangguan medic9. Upayakan informasi medis bagi penderita dan keluarga

10. Berbagai hal tentang penyakitnya11. Kemungkinan gangguan / kelainan yang bisa terjadi12. Prognosis13. Upayakan informasi pelayanan social yang ada pada penderita dan

keluarganya14. Berbagaai pelayanan kesehatan masyarakat15. Nasehat hukum dan atau keuangan16. Upayakan nasehat keluarga untuk 17. Pengenalan dan cara atasi konflik keluarga18. penanganan rasa marah atau rasa bersalah19. pengambilan keputusan untuk perumahan respite atau di institusi20. Kepentingan-kepentingan hukum/masalah etik

I. Aspek Kesehatan Masyarakat

a. Peran Keluarga

Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita demensia yang tinggal di rumah.Hidup bersama dengan penderita demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia penderita dapat secara aktif

9 | P a g e

Page 10: Demensia

dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur.

Ini sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan dialami penderita demensia.

Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian Lansia, sehingga Lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan.Seluruh anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu Lansia agar dapat seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri dengan aman.Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana pada umumnya Lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang dialami Lansia penderita demensia.

Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema, walaupun setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus mereka, mungkin mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka. Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul akibat demensia.

Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat Lansia dengan demensia.

b. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Demensia pada Lansia

Keluarga terdiri dari orang- orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi. Para anggota keluarga biasanya hidup bersama- sama dalam satu rumah tangga. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran sosial keluarga. Di dalam sebuah keluarga terdiri dari anggota keluarga. Keluarga inti terdiri dari ayah, ibu, dan anak- anak mereka, keluarga besar terdiri dari keluarga inti dan orang- orang yang berhubungan (oleh darah), yang paling lazim menjadi anggota keluarga yaitu salah satu teman keluarga inti, berikut ini termasuk “sanak keluarga” yaitu tante, paman, sepupu termasuk juga kakek nenek atau lansia. Kebanyakan dari lansia senang tinggal di tengah- tengah keluarga. Para lansia masih merasa bahwa kehidupan mereka sudah lengkap yaitu sebagai seorang kakek dan nenek.

Bagi lanjut usia keluarga merupakan sumber kepuasan. Seorang lansia membutuhkan dukungan penuh dari anggota keluarganya. Dukungan keluarga yang diberikan untuk keluarga dengan lansia bermacammacam. Dukungan informasional keluarga memfungsikan keluarga sebagai pemberi nasihat, usulan, saran dan petunjuk serta pemberian informasi. Dukungan penilaian dalam keluarga menjadikan keluarga sebagai pemberi suport, penghargaan dan perhatian, dukungan emosional memfungsikan keluarga sebagai tempat yang aman dan nyaman untuk istirahat, dan dukungan instrumental meletakkan keluarga sebagai sumber pertolongan praktis dan konkrit. Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari lingkungan termasuk keluarga. Keluarga harus senantiasa memberikan suasana

10 | P a g e

Page 11: Demensia

aman, tidak gaduh, dan membiarkan lansia untuk melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya. Keluarga juga harus dapat membangkitkan semangat dan kreasi keluarga lanjut usia dalam mengurangi rasa putus asa, rasa rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik dan kelainan yang dideritanya termasuk demensia atau pikun. Gejala klasik dari demensia adalah kehilangan memori atau daya ingat yang terjadi secara bertahap sehingga mengganggu aktivitas kehidupan sehari- hari. Tingkatan demensia yang biasa terjadi sebagai suatu stadium awal ditandai dengan gejala disorientasi orang, waktu dan tempat, kehilangan inisiatif dan motivasi. Stadium menengah atau tingkat demensia sedang ditandai dengan gejala sulit melakukan aktivitas sehari- hari dan menunjukkan gejala mudah lupa terutama untuk kejadian yang baru saja terjadi. dan gejala yang paling terlihat untuk penderita demensia atau pikun adalah ketika ditandai dengan ketidakmandirian dan inaktif total, tidak mengenali lagi anggota keluarganya, sukar memahami dan menilai peristiwa. Berbagai hal masih dapat disiasati agar kehidupan lanjut usia dengan demensia tetap berjalan dengan baik. Dimulai dari keluarga terlebih dahulu.

Keluarga diharapkan selalu aktif dalam memberikan dukungan dan motivasi. Selalu aktif dalam memberikan perawatan agar lanjut usia dapat tetap melakukan aktivitas sehari- hari secara mandiri dengan aman. Berusaha untuk tetap tenang dan sabar menghadapi lanjut usia, mencurahkan kasih sayang dan berusaha memahami apa yang dirasakan lanjut usia. Dimulai dengan membuat catatan detail aktivitas sehari- hari, meletakkan barang selalu pada tempatnya, dan memberikan petunjuk penggunaan pada setiap barang. Perlakukan lanjut usia dengan demensia sebagaimana ketika usia lanjut tidak mengalami masalah kesehatan. Bantu mereka dalam melakukan aktivitas sehari- hari yang lambat laun akan mengalami penurunan. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu lansia tetap memiliki orientasi, Letakkan kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding dengan angka- angka yang besar atau radio juga bisa membantu lansia tetap memiliki orientasi.

11 | P a g e

Page 12: Demensia

J. Pengobatan

Terapi untuk DVa ditujukan kepada penyebabnya, mengendalikan faktor risiko (pencegahan sekunder) serta terapi untuk gejala neuropsikiatrik dengan memperhatikan interaksi obat. Selain itu diperlukan terapi multimodalitas sesuai gangguan kognitif dan gejala perilakunya. Banyak obat sudah diteliti untuk mengobati DVa, tetapi belum banyak yang berhasil dan tidak satupun obat dapat direkomendasikan secara postif. Vasodilator seperti hidergine mempunyai efek yang postif dan pemberian secara oral active haemorheological agent seperti pentoxiylline mampu memperbaik fungsi kognitif penderita. Pemberian acetylcholineesretarse inhibito seperti donepezil, rivastigmine and galantiamin mampu meperbaiki fungsi kognitif penderita.

Akhir-akhir ini sedang diteliti memantine untuk pengobatan DVa. Efektifitas dari memantine terhadap DVa diteliti menggunakan rancangan randomised, double-blind, placebo controlled yang mengikut sertakan 321 penderita di Perancis dan 579 penderita di Inggris. Hasil penelitian menunjukkan perbaikan fungsi kognitif yang bermakna pada kelompok yang diberikan memantine.Penelitian di Inggris yang meliputi 54 pusat studi melakukan penelitian untuk menilai efektifitas dan keamanan dari memantine terhadap penderita DVa ringan dan sedang. Rancangan penelitian double-blind, parallel, randomised menggunakan kontrol mengikut sertakan 579 penderita. Dosis memantine sebesar 20 mg diberikan setiap hari selama 28 minggu. Hasil penelitian menunjukkan penderita yang diberikan memantine menunjukkan perbaikan fungsi kognitif. Efek samping yang ditemukan adalah pusing dan menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok pelakuan. Ternyata memantine aman dan dapat diterima oleh penderita.

12 | P a g e

Page 13: Demensia

BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan

Demensia adalah penyakit pikun yang sudah berumur seperti lansia. Maka harus ada dorongan dari aspek kesehatan masyarakat membantu mengembalikan daya ingat dan memori yang sudah lama diingat dan setelah itu lupa. Gejala ini terjadi akibat muncul biasanya berupa depresi pada Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi.Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.

B. Saran

1. Sebagai tenaga kesehatan masyarakat lebih memberikan motivasi dan cara mencegah terjadinya penyakit demensia dikalangan lansia.

2. Dan memberikan pengetahuan yang luas terhadap penyakit demensia memberikan pola makanan apa saja yang sehat.

3. Merangkul orang yang terkena penyakit demensia agar tidak terlalu lupa dengan memori yang sudah lama terjadi. Mencegah timbulnya halusinasi yang berlebihan.

13 | P a g e

Page 14: Demensia

DAFTAR PUSTAKA

http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=281&wid=0 file:///C:/Users/user/Downloads/4-93-1-PB%20(1).pdf http://www.ejournal.undip.ac.id/index.php/psikologi/article/viewFile/2940/2627

http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/RIANI(1).pdf http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/111/jtptunimus-gdl-sitiaminah-5527-3-

babiip-f.pdf

14 | P a g e

Page 15: Demensia

15 | P a g e