demam tifoid fadhli esok

49
PRESENTASI KASUS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT HUSADA FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA Topik : Demam Tifoid Dokter Pembimbing : dr. Sri Rochani Soedjarwo, dr. SpA (K) Presentan : Ahmad Fadhli bin Berohan NIM : 11-2011-044 IDENTITAS PASIEN Nama : An. HM Usia : 3 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jl. Taman Sari ,Jakarta Pusat Suku Bangsa : Jawa Agama : Islam Tanggal/Jam Masuk RS : 20 September 2012, 18.50WIB IDENTITAS ORANG TUA Nama Ayah : Tn. B Nama Ibu : Ny. L Usia : 30 tahun Usia : 28 tahun Pendidikan : Tamat SLTA Pendidikan : Tamat SLTA 1

Upload: fadhli-ahmad

Post on 06-Aug-2015

65 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Demam Tifoid Fadhli Esok

PRESENTASI KASUSKEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT HUSADAFAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Topik : Demam Tifoid

Dokter Pembimbing : dr. Sri Rochani Soedjarwo, dr. SpA (K)

Presentan : Ahmad Fadhli bin Berohan

NIM : 11-2011-044

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. HM

Usia : 3 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Taman Sari ,Jakarta Pusat

Suku Bangsa : Jawa

Agama : Islam

Tanggal/Jam Masuk RS : 20 September 2012, 18.50WIB

IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ayah : Tn. B Nama Ibu : Ny. L

Usia : 30 tahun Usia : 28 tahun

Pendidikan : Tamat SLTA Pendidikan : Tamat SLTA

Pekerjaan : Karyawan swasta Pekerjaan : Karyawan swasta

Penghasilan : ± Rp 2.500.000 Penghasilan : ± Rp 3,000,000

Suku Bangsa : Jawa Suku Bangsa : Jawa

Hubungan dengan orang tua : Anak kandung

1

Page 2: Demam Tifoid Fadhli Esok

ANAMNESIS

Alloanamnesis :ibu pasien (tanggal 20 September 2012,jam 20.45WIB)

Keluhan utama : Panas sejak 5 hari SMRS

Keluhan Tambahan : Penurunan nafsu makan,tidak BAB

Riwayat Penyakit Sekarang :

5 hari SMRS,ibu os mengatakan os panas mendadak yang bersifat naik turun.

Panas dirasakan lebih tinggi menjelang sore hingga malam hari dengan suhu 39,00C

(suhu diukur oleh ibu Os).Ibu os memberikan obat penurun panas (Tempra sirup,1

sendok takaran,3 kali sehari),panas turun setelah pemberian obat,namun kemudian

naik lagi.

3 hari SMRS, os dibawa berobat ke dokter dan diberikan obat penurun panas

(Panadol sirup) namun tidak ada perbaikan.

1 hari SMRS,Os masih panas tinggi terutama menjelang sore.Nafsu makan os

mulai berkurang. Os biasanya bisa menghabiskan 1/2 piring nasi dan lauk

pauk,namun sekarang os hanya mahu makan 2-3 senduk nasi sahaja. Os masih mahu

minum susu dan air putih ±600ml/hari. Ibu os mengatakan os belum BAB(sebelum

ini BAB lancar,tidak mencret,1kali sehari,tidak ada lendir atau darah,dan berwarna

kecoklatan)

2 jam SMRS,akibat panas yang masih tidak ada perbaikan ,ibu os membawa os

ke RS HUSADA untuk berobat.Saat datang ke RS HUSADA,os masih belum

BAB.BAK lancar,berwarna kuning jernih dan volume seperti biasa (3-4kali ganti

popok tiap kali popok penuh)

Os tidak ada keluhan batuk, pilek, mual, muntah, mimisan,bintik-bintik merah

atau pegal-pegal pada tubuh,gusi berdarah,menggigil,nyeri ulu hati,sakit

kepala,kejang,penurunan kesadaran dan keringat dingin.

2

Page 3: Demam Tifoid Fadhli Esok

Ibu os mengatakan sebelum mulai panas,os makan nasi dan lauk pauk yang dibeli

oleh ibu os di warteg berhampiran rumah.Ibu os sering menjaga kebersihan makanan

yang dimasak,menutup makanan,dan sering mencuci tangan.

Riwayat Penyakit Dahulu : Os pernah dirawat karena muntah berak saat usia 11 bulan

Riwayat Penyakit Keluarga : Saat ini,tidak ada keluarga yang mengalami gejala

yang sama.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Kehamilan :

Perawatan antenatal : Teratur

Trimester I : 1 kali

Trimester II : 1 kali

Trimester III : 2 kali

Penyakit kehamilan : Tidak ada

Kelahiran :

Tempat kelahiran : Rumah Bersalin

Ditolong oleh : Bidan

Cara persalinan : Pervaginam spontan

Masa gestasi : Aterm (38minggu)

Keadaan bayi : Berat badan lahir : 3000 gram

Panjang badan lahir : 50 cm

Lingkar kepala : 34 cm

Sianosis : Tidak ada

Ikterik : Tidak ada

Kelainan bawaan : Tidak ada

Kesan : Neonatus cukup bulan dan sesuai masa kehamilan

*) kurva Lubchenko terlampir

3

Page 4: Demam Tifoid Fadhli Esok

RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

Riwayat Pertumbuhan

Umur (bulan) Berat badan (Kg) Panjang badan(cm)

0 3,0 50

1 4,0 56

2 5,6 61

6 8,5 70

9 10,5 75

15 11,8 82

18 12,6 86

24 13,9 91

36 15,8 98

Kesan : riwayat pertumbuhan pasien baik (sesuai masa pertumbuhan)

Riwayat Perkembangan

Pertumbuhan gigi pertama : 9 bulan

Psikomotor

Tengkurap : 4 bulan

Duduk : 7 bulan

Merangkak : 7 bulan

Berdiri : 11 bulan

Berjalan : 12 bulan

Berlari : 14 bulan

Berbicara(2 kata ) : 13 bulan

3 tahun : bisa menyebut nama dan usianya sendiri, berbicara

kalimat sederhana

Kesan : perkembangan anak sesuai usia

RIWAYAT IMUNISASI

4

Page 5: Demam Tifoid Fadhli Esok

Vaksin

Waktu Pemberian

Bulan Tahun

0 1 2 4 6 9 15 18 5 6 12

VAKSIN PPI

BCG I

DPT I II III IV

Polio I II III IV IV

Hepatitis B I II III

Campak I

VAKSIN NON PPI

Hib I II III IV

Pneumokokus

Influenza

MMR I

Tifoid

Hepatitis A

Varisela

Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia, namun imunisasi tambahan

(non-PPI) belum lengkap.

Riwayat Makanan

5

Page 6: Demam Tifoid Fadhli Esok

Usia Makanan

0 - 5 bulan ASI ad libitum dan on demand

5 - 6 bulan ASI ad libitum on demand

Susu Formula 5x 150ml/hari

Bubur susu 1x/hari (mangkuk kecil)

6 – 7 bulan ASI ad libitum on demand

Susu Formula 3x 200ml/hari

Buah-buahan (pepaya / pisang) 1x/hari (mangkuk kecil)

Bubur susu 1x/hari (mangkuk kecil)

Nasi tim saring 1x/hari (mangkuk kecil)

7 bulan -12

bulan

ASI ad libitum on demand

Susu Formula 3x 200 ml/hari

Buah-buahan (pepaya / pisang / apel) 1x/hari (mangkuk kecil)

Bubur Susu 1x/hari (mangkuk kecil)

Nasi tim saring 2x/hari (mangkuk kecil)

12 bulan- 2

tahun

Susu formula 3x250ml/hari

ASI ad libitum on demand

Buah-buahan (pepaya / pisang / apel) 2x/hari (mangkuk kecil)

Nasi tim+ lauk (ayam/ikan/daging+ sayur) 2x/hari (1/4 porsi dewasa)

Bubur beras merah 1x/hari (mangkuk kecil)

2 tahun-

sekarang

Susu formula 3x250ml/hari

Buah-buahan (pepaya / pisang / apel) 2x/hari (mangkuk kecil)

Nasi + lauk (1 potong ayam/ikan/daging + sayur) 2x/hari (1/2porsi dewasa)

Bubur beras merah 1x/hari (mangkuk kecil)

Kesan : kualitas dan kuantitas cukup

Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

6

Page 7: Demam Tifoid Fadhli Esok

Diare (-)

Otitis (-)

Radang paru (-)

Tuberkulosis (-)

Kejang (-)

Ginjal (-)

Jantung (-)

Difteri (-)

Morbili (-)

Parotitis (-)

Demam berdarah (-)

Demam tifoid (-)

Cacingan (+) saat usia 1 tahun 5 bulan

Alergi (-)

ISPA (+) saat usia 2 tahun

Kecelakaan (-)

Operasi (-)

RIWAYAT KELUARGA

Corak Reproduksi :

Pasien anak ke 1 dari 1 bersaudara.

Data Keluarga

AYAH IBU

Usia 30 tahun 28 tahun

Perkawinan ke 1 1

Umur saat menikah 25 tahun 23 tahun

Keadaan kesehatan/ penyakit Sehat Sehat

Data Perumahan

7

Page 8: Demam Tifoid Fadhli Esok

Pasien tinggal bersama ayah dan ibu, status rumah milik sendiri, berlantai

keramik, terdapat 1 pintu masuk, 4 kamar tidur, 2 kamar mandi, 1 dapur, 1

ruang tamu, tidak ada halaman rumah. Ventilasi baik dengan 5 jendela, sinar

matahari dapat mencapai sebagian besar bagian rumah. Rumah

menggunakan air PAM. Ada selokan di depan rumah, tidak berbau, dan

alirannya lancar. Di lingkungan sekitar rumah tidak ada tumpukan sampah.

Kesan : keadaan rumah dan lingkungannya cukup baik.

PEMERIKSAAN FISIS

Tanggal 20 Juli 2012

Status generalisKeadaan Umum : Tampak sakit sedangKesadaran : Compos mentisTanda Vital : Nadi : 100 x/menit, kuat dan teratur

Pernafasan : 28x/menit Suhu : 38,5°C

Tekanan darah : 100/60 mmHgBerat badan : 15,8kg Tinggi badan : 98cm

Interpretasi berat badan : o Berdasarkan kurva NCHS (National Center for Health Statistics),

perbandingan usia dengan berat badan terletak di antara persentil 75 dan persentil 90

o Berdasarkan kurva NCHS (National Center for Health Statistics), perbandingan usia dengan panjang badan terletak di antara persentil 75 dan persentil 90

*) Kurva dan tabel NCHS terlampir Kesan : status gizi cukup

Kepala : Bentuk tidak ada kelainan, rambut hitam, distribusi merata dan

tidak mudah dicabut.

Mata : Bentuk tidak ada kelainan, kedudukan kedua bola mata

simetris, palpebra superior dan inferior tidak cekung,

konjungtiva anemis -/-, injeksi konjungtiva -/-, sklera

ikterik -/-, kornea jernih, pupil bulat Ø 4 mm, isokor, refleks

cahaya +/+

8

Page 9: Demam Tifoid Fadhli Esok

Telinga : Bentuk tidak ada kelainan, liang telinga kanan dan kiri lapang,

sekret -/-, serumen -

Hidung : Bentuk tidak ada kelainan, deviasi septum nasal -/-, sekret -/-

Gigi : Gigi susu berjumlah 18 buah, tidak ada karies

V IV III II I II III IV V

V IV II I I II III IV V

Mulut : Bentuk tidak ada kelainan, bibir kering, tidak sianosis, tonsil

T1- T1 tenang, faring tidak hiperemis, uvula terletak di tengah

Lidah :coated tongue (+),bagian tepi lidah hiperemis dan kotor di

bagian tengah,tremor(-)

Leher : Bentuk tidak ada kelainan, kaku kuduk (-), KGB tidak

teraba membesar

Thorax

Paru-paru

Inspeksi : Bentuk normal, simetris dalam keadaan diam dan pergerakanPalpasi : vokal fremitus kanan sama dengan kiriPerkusi : sonorAuskultasi : Suara nafas vesikuler, ronki-/-, wheezing-/-

Jantung

Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihatPalpasi : Pulsasi iktus kordis teraba di sela iga V garis midclavicular sinistraPerkusi : Ukuran jantung tidak membesarAuskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur(-), gallop(-)

AbdomenInspeksi : Datar, tidak tampak gambaran vena kolateralPalpasi : Supel, Hepar dan lien tidak teraba membesar nyeri tekan epigastrium (+)Perkusi : TimpaniAuskultasi : Bising usus (+)

Kulit : Warna sawo matang, turgor kulit baik, ikterus (-), sianosis (-), petechiae (-), tes Rumple Leed (-)Ekstremitas : Akral hangat, deformitas tidak ada, oedem(-)Genitalia :laki-laki,tidak ada tanda radang,tidak ada hernia

9

Page 10: Demam Tifoid Fadhli Esok

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Kaku kuduk : Tidak adaRefleks fisiologis : NormalRefleks patologis : Tidak ada

KESAN : status neurologis baik

PEMERIKSAAN LABORATORIUM (21 September 2012)

Darah RutinHb : 12,5g/dl (11-15g/dl)Ht : 40% (37-47%)Leukosit : 4500/ul (5000-10000/ul)Trombosit : 144000/ul (150000-440000/ul)

22 September 2012 Tubex IgM Tifoid : +4 ( Demam tifoid aktif)

IgM Dengue : negatifIgG Dengue : negatif

KESAN: Terdapat trombositopenia dan tubex IgM tifoid positif

RESUME

5 hari SMRS,ibu os mengatakan os panas mendadak yang bersifat naik turun. Panas

dirasakan lebih tinggi menjelang sore hingga malam hari dengan suhu 39,00C (suhu

diukur oleh ibu Os).Ibu os memberikan obat penurun panas (Tempra sirup,1 sendok

takaran,3 kali sehari),panas turun setelah pemberian obat,namun kemudian naik lagi.

3 hari SMRS, os dibawa berobat ke dokter dan diberikan obat penurun panas

(Tempra sirup) namun tidak ada perbaikan.

1 hari SMRS,Os masih panas tinggi terutama menjelang sore.Nafsu makan os mulai

berkurang. Os masih mahu minum susu dan air putih ±600ml/hari. Ibu os

mengatakan os belum BAB(sebelum ini BAB lancar,tidak mencret,1kali sehari,tidak

ada lendir atau darah,dan berwarna kecoklatan)

2 jam SMRS, os dibawa ke RS HUSADA untuk berobat.Saat datang ke RS

HUSADA,os masih belum BAB.BAK lancar seperti biasa.

Os tidak ada keluhan batuk, pilek, mual, muntah, mimisan,bintik-bintik merah atau

pegal-pegal pada tubuh,gusi berdarah,menggigil,nyeri ulu hati,sakit

kepala,kejang,penurunan kesadaran dan keringat dingin.

10

Page 11: Demam Tifoid Fadhli Esok

PEMERIKSAAN FISIS

Status generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedangKesadaran : Kompos mentisTanda Vital : Nadi 100 x/menit, kuat dan teratu, Pernafasan 28x/menit

Suhu 38,5°C, Tekanan darah 100/60 mmHgBerat badan : 15,8kg Tinggi badan : 98cm

Mulut : Coated tongue (+) dengan tepi hiperemis dan kotor di bagian tengah lidah, Abdomen : Nyeri tekan ulu hati (+)Kulit : petechiae (-),tes Rumple Leed (-)

Pemeriksaan Laboratorium : Trombosit 144000/ul,Tubex IgM Tifoid +4(Demam tifoid aktif), IgG dan IgM Dengue (-)

DIAGNOSIS KERJA

Demam Tifoid

DIAGNOSIS BANDING

Demam Dengue

PEMERIKSAAN ANJURAN

Darah Lengkap

PENATALAKSANAAN

1. Non medikamentosa :

- Tirah baring

- Diet lunak ( cukup kalori,cukup protein) 1500Kcal/hari,

15gram protein/hari

- Anjurkan makan pisang atau pepaya untuk membantu

pencernaan

- IVFD KAEN 3B 1500ml/24jam

2. Medikamentosa :

- Jika perlu, Paracetamol sirup 160mg/5ml/kali ( 3x1cth)

- Ceftriaxon 1x 1,5gr drip

11

Page 12: Demam Tifoid Fadhli Esok

PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad fungsionam : bonam

Ad sanactionam : bonam

FOLLOW UP

21/9 22/9 23/9 24/9 25/9

S Demam (+),

nafsu makan (+)

BAB(-)

Demam (+),

nafsu makan (+)

BAB(-)

Demam (-),

nafsu makan (+)

BAB(+)

Demam (-),

nafsu makan (+)

BAB(+)

Demam (-),

nafsu makan (+)

BAB(+)

O KU :TSS

KES :CM

Suhu :38,00C

Nadi : 90x/menit

TD:100/60mmHg

RR: 24x/menit

KU :TSS

KES :CM

Suhu :37,90C

Nadi : 88x/menit

TD:100/60mmHg

RR: 24x/menit

KU :TSR

KES :CM

Suhu :37,00C

Nadi : 90x/menit

TD:90/60mmHg

RR: 22x/menit

KU :TSR

KES :CM

Suhu :36,50C

Nadi : 94x/menit

TD:100/70mmHg

RR: 24x/menit

KU :TSR

KES :CM

Suhu :36,70C

Nadi : 98x/menit

TD:100/60mmHg

RR: 23x/menit

A Observasi febris

dd Demam

Tifoid dd

demam dengue

Demam Tifoid Demam

Tifoid(dengan

perbaikan

klinis)

Demam

Tifoid(dengan

perbaikan

klinis)

Demam

Tifoid(dengan

perbaikan

klinis)

P -Th/- teruskan

-Beri Microlac

supp 1x1 besok

jika belum

BAB, Rencana

Tes TUBEX

TF dan

Dengue Blot

-Th/- teruskan

-Microlac supp

1x1

-Microlac supp

distop

-Th/- teruskan

-Th/- teruskan -Th/- stop

-Boleh rawat

jalan.

12

Page 13: Demam Tifoid Fadhli Esok

RENCANA EDUKASI

- Anjurkan pengambilan vaksin Typhim dan Hepatitis A

- Menjaga hygienitas anak,keluarga,dan perorangan serta lingkungan

- Pastikan membeli makanan/minuman di tempat yang bersih

- Memasak makanan/minuman dengan bersih

13

Page 14: Demam Tifoid Fadhli Esok

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

             Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan

oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang

yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan

masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat

dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi

yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.1 

              Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan

karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas.

Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17

juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap

tahun.4 Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis

dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah

15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini

tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan

358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/ tahun

atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita yang terkena di

Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus. 

              Beberapa faktor penyebab demam tifoid masih terus menjadi masalah

kesehatan penting di negara berkembang meliputi pula keterlambatan penegakan

diagnosis pasti.7 Penegakan diagnosis demam tifoid saat ini dilakukan secara klinis dan

melalui pemeriksaan laboratorium. Diagnosis demam tifoid secara klinis seringkali

tidak tepat karena tidak ditemukannya gejala klinis spesifik atau didapatkan gejala yang

sama pada beberapa penyakit lain pada anak, terutama pada minggu pertama sakit. Hal

ini menunjukkan perlunya pemeriksaan penunjang laboratorium untuk konfirmasi

penegakan diagnosis demam tifoid. 2

14

Page 15: Demam Tifoid Fadhli Esok

Berbagai metode diagnostik masih terus dikembangkan untuk mencari cara

yang cepat, mudah dilakukan dan murah biayanya dengan sensitivitas dan spesifisitas

yang tinggi. Hal ini penting untuk membantu usaha penatalaksanaan penderita secara

menyeluruh yang juga meliputi penegakan diagnosis sedini mungkin dimana pemberian

terapi yang sesuai secara dini akan dapat menurunkan ketidaknyamanan penderita,

insidensi terjadinya komplikasi yang berat dan kematian serta memungkinkan usaha

kontrol penyebaran penyakit melalui identifikasi karier. 

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi 

Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. Demam

tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan

(usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan

padasaluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran .2

2.2. Epidemiologi 

2.2.1. Distribusi dan Frekwensi

a. Orang

Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang

nyata antara insiden pada laki-laki dan perempuan.Insiden pasien demam

tifoid dengan usia 12 – 30 tahun 70 – 80 %, usia 31 – 40 tahun, 10 – 20 %, usia

> 40 tahun 5 – 10 %.

b. Tempat dan Waktu

Demam tifoid tersebar di seluruh dunia.Pada tahun 2000, insiden rate demam

tifoid  di Amerika Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia Tenggara 110 per

100.000 penduduk.

15

Page 16: Demam Tifoid Fadhli Esok

Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, di Jakarta Utara 

pada tahun 2001, insiden rate demam tifoid 680 per 100.000 penduduk dan pada

tahun 2002 meningkat menjadi 1.426 per 100.000 penduduk.3

2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi (Determinan)

a. Faktor Host

Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi. Terjadinya

penularan Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan/minuman yang

tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau carrier yang biasanya

keluar bersama dengan tinja atau urine. Dapat juga terjadi trasmisi transplasental

dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakterimia kepada bayinya.2,3

b. Faktor Agent

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Semakin besar jumlah

Salmonella thypi yang tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi penyakit

demam tifoid.

c. Faktor Environment

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah

tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan

standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat

terjadinya penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk,

sumber air minum dan standart hygiene industri pengolahan makanan yang

masih rendah.

2.3. Etiologi

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella

paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip,

tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak

dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam

16

Page 17: Demam Tifoid Fadhli Esok

bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan

pemanasan (suhu 600C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan

khlorinisasi. Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :

1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh

kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut

juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak

tahan terhadap formaldehid.

2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili

dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan

terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.

3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat

melindungi kuman terhadap fagositosis. Ketiga macam antigen tersebut di

atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula pembentukan 3

macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.1,3

2.4. Sumber Penularan (Reservoir)

Penularan penyakit demam tifoid oleh basil Salmonella typhi ke manusia melalui

makanan dan minuman yang telah tercemar oleh feses atau urin dari penderita

tifoid. Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu :

2.4.1. Penderita Demam Tifoid

Yang menjadi sumber utama infeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan

mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang menderita sakit

maupun yang sedang dalam penyembuhan. Pada  masa penyembuhan penderita

pada umumnya masih mengandung bibit penyakit di dalam kandung empedu dan

ginjalnya.

2.4.2. Karier Demam Tifoid

Penderita tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya (feses atau urin)

mengandung  Salmonella typhi setelah satu tahun pasca demam tifoid, tanpa

disertai gejala klinis.Pada penderita demam tifoid yang telah sembuh setelah 2 –

3 bulan masih dapat ditemukan kuman Salmonella typhi di feces atau urin.

17

Page 18: Demam Tifoid Fadhli Esok

Penderita ini disebut karier pasca penyembuhan. Pada demam tifoid sumber

infeksi dari karier kronis adalah kandung empedu dan ginjal (infeksi kronis, batu

atau kelainan anatomi). Oleh karena itu apabila terapimedika-mentosa dengan

obat anti tifoid gagal, harus dilakukan operasi untuk menghilangkan batu atau

memperbaiki kelainan anatominya.4

Karier dapat dibagi dalam beberapa jenis.

a) Healthy carrier (inapparent) adalah mereka yang dalam sejarahnya tidak

pernah menampakkan menderita penyakit tersebut secara klinis akan

tetapi mengandung unsur penyebab yang dapat menular pada orang lain,

seperti pada penyakit poliomyelitis, hepatitis B dan meningococcus.

b) Incubatory carrier (masa tunas) adalah mereka yang masih dalam masa

tunas, tetapi telah mempunyai potensi untuk menularkan penyakit/

sebagai sumber penularan, seperti pada penyakit cacar air, campak dan

pada virus hepatitis.

c)  Convalescent carrier (baru sembuh klinis) adalah mereka yang baru

sembuh dari penyakit menulat tertentu, tetapi masih merupakan sumber

penularan penyakit tersebut untuk masa tertentu, yang masa

penularannya kemungkinan hanya sampai tiga bulan umpamanya

kelompok salmonella, hepatitis B dan pada dipteri.

d) Chronis carrier (menahun) merupakan sumber penularan yang cukup

lama seperti pada penyakit tifus abdominalis dan pada hepatitis B.

2.5. Patogenesis

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia

melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan

oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang

biak. Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman

akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia.

Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit

terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam

makrofag dan

18

Page 19: Demam Tifoid Fadhli Esok

selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar

getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang

terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan

bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ

retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman

meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau

ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang

mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan

gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala

dan sakit perut.2,4

2.6. Diagnosis

Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang diperkuat

oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Sampai saat ini masih dilakukan berbagai

penelitian yang menggunakan berbagai metode diagnostik untuk mendapatkan metode

terbaik dalam usaha penatalaksanaan penderita demam tifoid secara menyeluruh.

2.6.1. Gejala Klinis

Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding

dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 – 20 hari. Setelah masa

inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan,

lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala

klinis yang biasa ditemukan, yaitu :

a.Demam

Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris

remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh

berangsur- angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan

meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus

berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh berangsur-

angsur turun dan normal kembali  pada akhir minggu ketiga.

b. Ganguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan

19

Page 20: Demam Tifoid Fadhli Esok

pecah-pecah (ragaden) . Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue),

ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor.Pada abdomen mungkin

ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar

disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi

mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.2,4

c. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu

apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.

2.6.2. Pemeriksaan laboratorium

              Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam

tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu : (1) pemeriksaan darah tepi; (2)

pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman; (3) uji serologis; dan (4)

pemeriksaan kuman secara molekuler.

 

1. PEMERIKSAAN DARAH TEPI

              Pada penderita demam tifoid  bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal,

bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis

biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan

limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut.11 Penelitian oleh beberapa ilmuwan

mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak

mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk

dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi

adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis  demam

tifoid.1,5 

              Penelitian oleh Darmowandowo (1998) di RSU Dr.Soetomo Surabaya

mendapatkan hasil pemeriksaan darah penderita demam tifoid berupa anemia (31%),

leukositosis (12.5%) dan leukosit normal (65.9%).

2. IDENTIFIKASI KUMAN MELALUI ISOLASI / BIAKAN

              Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S.

typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau

20

Page 21: Demam Tifoid Fadhli Esok

dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah

ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada

stadium berikutnya di dalam urine dan feses.

              Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif

tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung pada beberapa faktor.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan meliputi (1) jumlah darah yang diambil;

(2) perbandingan volume darah dari media empedu; dan (3) waktu pengambilan darah.

Volume 10-15 mL dianjurkan untuk anak besar, sedangkan pada anak kecil

dibutuhkan 2-4 mL. Sedangkan volume sumsum tulang yang dibutuhkan untuk kultur

hanya sekitar 0.5-1 mL. Bakteri dalam sumsum tulang ini juga lebih sedikit dipengaruhi

oleh antibiotika daripada bakteri dalam darah. Hal ini dapat menjelaskan teori bahwa

kultur sumsum tulang lebih tinggi hasil positifnya bila dibandingkan dengan darah

walaupun dengan volume sampel yang lebih sedikit dan sudah mendapatkan terapi

antibiotika sebelumnya. Media pembiakan yang direkomendasikan untuk S.typhi adalah

media empedu (gall) dari sapi dimana dikatakan media Gall ini dapat meningkatkan

positivitas hasil karena hanya S. typhi dan S. paratyphi yang dapat tumbuh pada media

tersebut.3

Biakan darah terhadap Salmonella juga tergantung dari saat pengambilan pada

perjalanan penyakit. Beberapa peneliti melaporkan biakan darah positif 40-80% atau

70-90% dari penderita pada minggu pertama sakit dan positif 10-50% pada akhir

minggu ketiga. Sensitivitasnya akan menurun pada sampel penderita yang telah

mendapatkan antibiotika dan meningkat sesuai dengan volume darah dan rasio darah

dengan media kultur yang dipakai.  Bakteri dalam feses ditemukan meningkat dari

minggu pertama (10-15%) hingga minggu ketiga (75%) dan turun secara perlahan.

Biakan urine positif setelah minggu pertama. Biakan sumsum tulang merupakan metode

baku emas karena mempunyai sensitivitas paling tinggi dengan hasil positif didapat

pada 80-95% kasus dan sering tetap positif selama perjalanan penyakit dan menghilang

pada fase penyembuhan. Metode ini terutama bermanfaat untuk penderita yang sudah

pernah mendapatkan terapi atau dengan kultur darah negatif sebelumnya. Prosedur

terakhir ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada

keadaan tertentu dapat dilakukan kultur pada spesimen empedu yang diambil dari

duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik akan tetapi tidak digunakan secara

luas karena adanya risiko aspirasi terutama pada anak.  Salah satu penelitian pada anak

menunjukkan bahwa sensitivitas kombinasi kultur darah dan duodenum hampir sama

dengan kultur sumsum tulang.

21

Page 22: Demam Tifoid Fadhli Esok

Kegagalan dalam isolasi/biakan dapat disebabkan oleh keterbatasan media yang

digunakan, adanya penggunaan antibiotika, jumlah bakteri yang sangat minimal dalam

darah, volume spesimen yang tidak mencukupi, dan waktu pengambilan spesimen yang

tidak tepat.2,4,5

Walaupun spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur mempunyai sensitivitas

yang rendah dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7 hari)

serta peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri sehingga tidak praktis dan

tidak tepat untuk dipakai sebagai metode diagnosis baku dalam pelayanan penderita. 

3. IDENTIFIKASI KUMAN MELALUI UJI SEROLOGIS

 

              Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam

tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhimaupun

mendeteksi antigen itu sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji serologis ini

adalah 1-3 mL yang diinokulasikan ke dalam tabung tanpa antikoagulan. Beberapa uji

serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid  ini meliputi : (1) uji Widal; (2) tes

TUBEX®; (3) metode enzyme immunoassay (EIA); (4) metodeenzyme-linked

immunosorbent assay (ELISA); dan (5) pemeriksaan dipstik.

Metode pemeriksaan serologis imunologis ini dikatakan mempunyai nilai

penting dalam proses diagnostic demam tifoid. Akan tetapi masih didapatkan adanya

variasi yang luas dalam sensitivitas dan spesifisitas pada deteksi antigen spesifik S.

typhi oleh karena tergantung pada jenis antigen, jenis spesimen yang diperiksa, teknik

yang dipakai untuk melacak antigen tersebut, jenis antibodi yang digunakan dalam uji

(poliklonal atau monoklonal) dan waktu pengambilan spesimen (stadium dini atau lanjut

dalam perjalanan penyakit).1,5

 

3.1              UJI WIDAL

              Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan sejak

tahun 1896. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam

serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen

somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga

terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi

menunjukkan titer antibodi dalam serum. 

Teknik aglutinasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji hapusan (slide

test) atau uji tabung (tube test). Uji hapusan dapat dilakukan secara cepat dan digunakan

dalam prosedur penapisan sedangkan uji tabung membutuhkan teknik yang lebih rumit

tetapi dapat digunakan untuk konfirmasi hasil dari uji hapusan.

22

Page 23: Demam Tifoid Fadhli Esok

Penelitian pada anak oleh Choo dkk (1990) mendapatkan sensitivitas dan

spesifisitas masing-masing sebesar 89% pada titer O atau H >1/40 dengan nilai prediksi

positif sebesar 34.2% dan nilai prediksi negatif sebesar 99.2%.Beberapa penelitian pada

kasus demam tifoid anak dengan hasil biakan positif, ternyata hanya didapatkan

sensitivitas uji Widal sebesar 64-74% dan spesifisitas sebesar 76-83%.

              Interpretasi dari uji Widal ini harus memperhatikan beberapa faktor antara lain

sensitivitas, spesifisitas, stadium penyakit; faktor penderita seperti status imunitas dan

status gizi yang dapat mempengaruhi pembentukan antibodi; gambaran imunologis dari

masyarakat setempat (daerah endemis atau non-endemis); faktor antigen; teknik serta

reagen yang digunakan.

Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta sulitnya

melakukan interpretasi hasil membatasi penggunaannya dalam penatalaksanaan

penderita demam tifoid akan tetapi hasil uji Widal yang positif akan memperkuat

dugaan pada tersangka penderita demam tifoid (penanda infeksi).Saat ini walaupun

telah digunakan secara luas di seluruh dunia, manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit

dijadikan pegangan karena belum ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-off

point). Untuk mencari standar titer uji Widal seharusnya ditentukan titer dasar (baseline

titer) pada anak sehat di populasi dimana pada daerah endemis seperti Indonesia akan

didapatkan peningkatan titer antibodi O dan H pada anak-anak sehat. Penelitian oleh

Darmowandowo di RSU Dr.Soetomo Surabaya (1998) mendapatkan hasil uji Widal

dengan titer >1/200 pada 89% penderita.3,4

 Beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal antara lain :

1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Penderita

a. Keadaan umum gizi penderita :Gizi buruk dapat menghambat

pembentukan antibodi.

b. Waktu pemeriksaan selama perjalanan penyakit :Aglutinin baru dijumnpai

dalam darah setelah penderita mengalami sakit selama satu minggu dan

mencapai puncaknya pada minggu kelima atau keenam sakit.

c. Pengobatan dini dengan antibiotic : Pemberian antibiotik dengan obat

antimikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.

d. Penyakit-penyakit tertentu : Pada beberapa penyakit yang menyertai

demam tifoid tidak terjadi pembentukan antibodi, misalnya pada penderita

leukemia dan karsinoma lanjut.

23

Page 24: Demam Tifoid Fadhli Esok

e. Pemakaian obat imunosupresif atau kortikosteroid dapat menghambat

pembentukan antibodi.

f. Vaksinasi: Pada orang yang divaksinasi demam tifoid, titer aglutinin O

dan H meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan

sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan

selama 1 atau 2 tahun. Oleh karena itu titer aglutinin H pada seseorang

yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.6

g. Infeksi klinis atau subklinis oleh Salmonella sebelumnya: Keadaan ini

dapat menyebabkan uji Widal positif, walaupun titer aglutininnya rendah.

Di daerah endemic demam tifoid dapat dijumpai agglutinin pada orang-

orang yang sehat.

2. Faktor-faktor teknis

a. Aglutinasi silang :Karena beberapa spesies Salmonella dapat mengandung

antigen O dan H yang sama, maka reaksi aglutinasi pada satu spesies

dapat juga menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies lain. Oleh karena

itu spesies Salmonella penyebab infeksi tidak dapat ditentukan dengan uji

widal.

b. Konsentrasi suspensi antigen :Konsentrasi suspensi antigen yang

digunakan pada uji widal akan mempengaruhi hasilnya.

c. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen :Daya aglutinasi

suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik daripada

suspensi antigen dari strain lain.1,4

            

3.2              TES TUBEX

              Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang

sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang

berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan

menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada

Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat  dalam diagnosis infeksi akut karena

hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu

beberapa menit.

              Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX® ini,

beberapa penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai sensitivitas

dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal.Penelitian oleh Lim dkk (2002)

24

Page 25: Demam Tifoid Fadhli Esok

mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%.Penelitian lain mendapatkan

sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 89%.Tes ini dapat menjadi

pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat,

mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang.3,4

 

3.3              METODE ENZYME IMMUNOASSAY (EIA) DOT

              Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgM

dan IgG terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi. Deteksi terhadap IgM menunjukkan fase

awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan deteksi terhadap IgM dan IgG

menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan infeksi. Pada daerah endemis dimana

didapatkan tingkat transmisi  demam tifoid yang tinggi akan terjadi peningkatan deteksi

IgG spesifik akan tetapi tidak dapat membedakan antara kasus akut, konvalesen dan

reinfeksi. Pada metode Typhidot-M® yang merupakan modifikasi dari

metode Typhidot® telah dilakukan inaktivasi dari IgG total sehingga menghilangkan

pengikatan kompetitif dan memungkinkan pengikatan antigen terhadap Ig M spesifik.

Penelitian oleh Purwaningsih dkk (2001) terhadap 207 kasus demam

tifoid bahwa spesifisitas uji ini sebesar 76.74% dengan sensitivitas sebesar 93.16%, nilai

prediksi positif sebesar 85.06% dan nilai prediksi negatif sebesar 91.66%. Sedangkan

penelitian oleh Gopalakhrisnan dkk (2002) pada 144 kasus demam tifoid mendapatkan

sensitivitas uji ini sebesar 98%, spesifisitas sebesar 76.6% dan efisiensi uji sebesar 84%.

Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 79% dan spesifisitas sebesar 89%.

Uji dot EIA tidak mengadakan reaksi silang dengan salmonellosis non-

tifoid bila dibandingkan dengan Widal. Dengan demikian bila dibandingkan dengan uji

Widal, sensitivitas uji dot EIA lebih tinggi oleh karena kultur positif yang bermakna

tidak selalu diikuti dengan uji Widal positif.  Dikatakan bahwa Typhidot-M® ini dapat

menggantikan uji Widal bila digunakan bersama dengan kultur untuk mendapatkan

diagnosis demam tifoid akut yang cepat dan akurat.2,3

              Beberapa keuntungan metode ini adalah memberikan sensitivitas dan

spesifisitas yang tinggi dengan kecil kemungkinan untuk terjadinya reaksi silang dengan

penyakit demam lain, murah (karena menggunakan antigen dan membran nitroselulosa

sedikit), tidak menggunakan alat yang khusus sehingga dapat digunakan secara luas di

tempat yang hanya mempunyai fasilitas kesehatan sederhana dan belum tersedia sarana

biakan kuman. Keuntungan lain adalah bahwa antigen pada membran lempengan

nitroselulosa yang belum ditandai dan diblok dapat tetap stabil selama 6 bulan bila

disimpan pada suhu 4°C dan bila hasil didapatkan dalam waktu 3 jam setelah

penerimaan serum pasien. 

25

Page 26: Demam Tifoid Fadhli Esok

 

3.4              METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA)

              Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak

antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap antigen

flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi. Uji ELISA yang sering dipakai

untuk mendeteksi adanya antigen S. typhi dalam spesimen klinis adalah double antibody

sandwich ELISA. Chaicumpa dkk (1992) mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 95%

pada sampel darah, 73% pada sampel feses dan 40% pada sampel sumsum tulang. Pada

penderita yang didapatkan S. typhi pada darahnya, uji ELISA pada sampel urine

didapatkan sensitivitas 65% pada satu kali pemeriksaan dan 95% pada pemeriksaan

serial serta spesifisitas 100%.  Penelitian oleh Fadeel dkk (2004) terhadap sampel urine

penderita demam tifoid  mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 100% pada deteksi

antigen Vi serta masing-masing 44% pada deteksi antigen O9 dan antigen Hd.

Pemeriksaan terhadap antigen Vi urine ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut

akan tetapi tampaknya cukup menjanjikan, terutama bila dilakukan pada minggu

pertama sesudah panas timbul, namun juga perlu diperhitungkan adanya nilai positif

juga pada kasus dengan Brucellosis.1,5

 

3.5              PEMERIKSAAN DIPSTIK

              Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda dimana

dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi dengan

menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi sebagai pita

pendeteksi dan antibodi IgM anti-human immobilized sebagai reagen kontrol.

Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang sudah distabilkan, tidak memerlukan

alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas

laboratorium yang lengkap. Uji ini terbukti mudah dilakukan, hasilnya cepat dan dapat

diandalkan dan mungkin lebih besar manfaatnya pada penderita yang menunjukkan

gambaran klinis tifoid dengan hasil kultur negatif atau di tempat dimana penggunaan

antibiotika tinggi dan tidak tersedia perangkat pemeriksaan kultur secara luas.

 

4. IDENTIFIKASI KUMAN SECARA MOLEKULER              Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah mendeteksi

DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi

26

Page 27: Demam Tifoid Fadhli Esok

asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain reaction (PCR)

melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi.

              Penelitian oleh Haque dkk (1999) mendapatkan spesifisitas PCR sebesar 100%

dengan sensitivitas yang 10 kali lebih baik daripada penelitian sebelumnya dimana

mampu mendeteksi 1-5 bakteri/mL darah. Penelitian lain oleh Massi dkk (2003)

mendapatkan sensitivitas sebesar 63% bila dibandingkan dengan kultur darah (13.7%)

dan uji Widal (35.6%).

Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini meliputi risiko

kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu yang terjadi bila prosedur teknis

tidak dilakukan secara cermat, adanya bahan-bahan dalam spesimen yang bisa

menghambat proses PCR (hemoglobin dan heparin dalam spesimen darah serta bilirubin

dan garam empedu dalam spesimen feses), biaya yang cukup tinggi dan teknis yang

relatif rumit. Usaha untuk melacak DNA dari spesimen klinis masih belum memberikan

hasil yang memuaskan sehingga saat ini penggunaannya masih terbatas dalam

laboratorium penelitian. 7

2.7. Pencegahan

Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan

penyakit, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan

tersier.

2.7.1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat

agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan

primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat

dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis

vaksin tifoid , yaitu :

              

a. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang

diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini

kontraindikasi  pad wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang

mengkonsumsi antibiotik . Lama proteksi 5 tahun.

27

Page 28: Demam Tifoid Fadhli Esok

b. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K

vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol

preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan anak

1 – 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek

samping adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat

suntikan. Kontraindikasi demam , hamil dan riwayat demam pada pemberian

pertama.3,7

c. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan

secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada

hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam dan demam dan anak umur 2

tahun.

Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang

terpapar dengan penderita karier tifoid dan petugas laboratorium/mikrobiologi

kesehatan. Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh,

memberikan pendidikan kesehatan untuk menerapkan prilaku hidup bersih dan

sehat dengan cara budaya cuci tangan yang benar dengan memakai sabun,

peningkatan higiene makanan dan minuman berupa menggunakan cara-cara

yang cermat dan bersih dalam pengolahan dan penyajian makanan, sejak awal

pengolahan, pendinginan sampai penyajian untuk dimakan, dan perbaikan

sanitasi lingkungan.1,4

2.7.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara

dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk mendiagnosis

demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.

Pencegahan sekunder dapat berupa :

a. Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan usaha

surveilans demam tifoid.

b. Perawatan umum dan nutrisi

Penderita demam tifoid, dengan gambaran klinis jelas sebaiknya dirawat

di rumah sakit sarana kesehatan lain yang ada fasilitas perawatan.

Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk

28

Page 29: Demam Tifoid Fadhli Esok

mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila klinis

berat, penderita harus istirahat total. Bila penyakit membaik, maka

dilakukan mobilisasi secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan

penderita. Anak baring terus di tempat tidur dan letak baring harus sering

diubah-ubah. Lamanya sampai 5-7 hari bebas demam dan dilanjutkan

mobilisasi bertahap yaitu : hari I duduk 2 x 15 menit, hari II duduk 2 x 30

menit, hari III jalan, hari IV pulang.

Nutrisi pada penderita demam tifoid dengan pemberian cairan dan

diet.Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral

maupun parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit

berat, ada komplikasi penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan

harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Sedangkan diet

harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah serat

untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita

tifoid biasanya diklasifikasikan atas : diet cair, bubur lunak, tim dan nasi

biasa.8

c. Pemberian anti mikroba (antibiotik)

Anti mikroba (antibiotik) segera diberikan bila diagnosa telah dibuat.

Antibiotika pilihan pada demam tifoid adalah kloramfenikol dengan

dosis 50-100 mg/kgBB/hari. Kloramfenikol masih menjadi pilihan

pertama, berdasarkan efikasi dan harga. Kekurangannya adalah jangka

waktu pemberiannya yang lama, serta cukup sering menimbulkan karier

dan relaps. Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada wanita hamil,

terutama pada trimester III karena dapat menyebabkan partus prematur,

serta janin mati dalam kandungan. Oleh karena itu obat yang paling aman

diberikanpada wanita hamil adalah ampisilin atau amoksilin. Jika tidak

dapat diberikan kloramfenikol, dipakai amoksisilin 100 mg/kgBB/hari per

oral atau ampisillin atau kotrimoksazol 48 mg/kgBB/hari. Bila klinis tidak

ada perbaikan, digunakan generasi ketiga sefalosporin seperti seftriakson

80 mg/kg IM atau IV atau sefiksim oral 20 mg/kgBB/hari.4

2.7.3. Pencegahan Tersier

29

Page 30: Demam Tifoid Fadhli Esok

Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan

akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid

sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap

terjaga dan dapat terhindar dari infeksi ulang demam tifoid. Pada  penderita

demam tifoid yang carier perlu dilakukan pemerikasaan laboratorium pasca

penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidak.

2.8. Komplikasi

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :

2.8.1. Komplikasi Intestinal

a) Perdarahan Usus

Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor

yang tidak membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi

hingga penderita mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat

bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.

b) Perforasi Usus

Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul

pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama.

Penderita demam tifoid  dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang

hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian meyebar

ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan

darah turun dan bahkan sampai syok.8

2.8.2. Komplikasi Ekstraintestinal

a) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis),

miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.

b) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi

intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.

c) Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis

30

Page 31: Demam Tifoid Fadhli Esok

d) Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis

e) Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis

f) Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan arthritis

g) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis,

polineuritis perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.

BAB III

PENUTUP

3.1KesimpulanDemam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di

negara berkembang. Gambaran klinis demam tifoid seringkali tidak spesifik

terutama pada anak sehingga dalam penegakan diagnosis diperlukan konfirmasi

pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan penunjang ini meliputi pemeriksaan

darah tepi, isolasi/biakan kuman, uji serologis dan identifikasi secara molekuler.

Berbagai metode diagnostik baru untuk pengganti uji Widal dan kultur

darah sebagai metode konvensional masih kontroversial dan memerlukan

penelitian lebih lanjut. Beberapa metode diagnostik yang cepat, mudah

dilakukan dan terjangkau harganya untuk negara berkembang dengan sensitivitas

dan spesifisitas yang cukup baik, seperti uji TUBEX, Typhidot-M dan dipstik

mungkin dapat mulai dirintis penggunaannya di Indonesia.3,4

 

 

 

 

 

KEPUSTAKAAN

31

Page 32: Demam Tifoid Fadhli Esok

1.       Cleary TG. Salmonella. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Eds.

Nelson Textbook of Pediatrics, edisi 16. Philadelphia : WB Saunders,

2000:842-8.

2.       Tumbelaka AR, Retnosari S. Imunodiagnosis Demam Tifoid. Dalam :

Kumpulan Naskah Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan

Anak XLIV.Jakarta : BP FKUI, 2001:65-73.

3.       Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W.Demam Tifoid. Dalam :

Soegijanto S, Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi

1.Jakarta : Salemba Medika, 2002:1-43.

4.       Diagnosis of typhoid fever. Dalam : Background document : The diagnosis,

treatment and prevention of typhoid fever. World Health Organization, 2003;7-

18.

5.       Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soedarmo SS, Garna H,

Hadinegoro SR, Eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit

Tropis, edisi 1. Jakarta : BP FKUI, 2002:367-75.

6. Hoffman SL. Typhoid Fever. Dalam : Strickland GT, Ed. Hunter’s Textbook of

Pediatrics, edisi 7. Philadelphia : WB Saunders, 1991:344-58.

7.       Darmowandowo D.  Demam Tifoid. Dalam : Continuing Education Ilmu

Kesehatan Anak XXXIII. Surabaya : Surabaya Intellectual Club, 2003:19-34.

8.       Tumbelaka AR. Tata laksana terkini demam tifoid pada anak. Simposium

Infeksi – Pediatri Tropik dan Gawat Darurat pada Anak. IDAI Cabang Jawa

Timur.Malang : IDAI Jawa Timur, 2005, hal.37-50.

32