delirium

21
DELIRIUM I. PENDAHULUAN Delirium yang dikenal juga dengan sebutan acute confusionalstate adalah sebuah gangguan yang umum, serius, tetapi secara potensial dapat dicegah. Delirium merupakan sumber morbiditas dan mortalitas di antara pasien-pasien geriatri yang dirawat. Hal ini penting karena pada pasien berusia di atas 65 tahun, kejadian delirium menghabiskan 48% seluruh hari perawatan di rumah sakit. Insiden delirium juga meningkat sejalan dengan pertambahan usia populasi. Delirium adalah sebuah sindrom neuropsikiatrik yang kompleks dengan onset yang akut dan berfluktuasi. Sindrom ini mempengaruhi kesadaran dan fungsi kognitif yang mungkin diikuti oleh peningkatan aktivitas psikomotor. Selain itu, delirium juga mempengaruhi atensi dan beberapa pasien ada yang mengalami gangguan persepsi. Delirium biasanya bersifat reversible jika penyebab yang mendasarinya teridentifikasi. Sayangnya, delirium terkadang tidak terdeteksi pada pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit, walaupun prevalensinya sekitar 10-16%. Pasien geriatric juga menjadi rentan karena pada beberapa kasus terdapat hendaya dalam fungsi kognitif dan angka kejadian delirium pada populasi ini cukup tinggi.

Upload: dwimentari1

Post on 28-Dec-2015

51 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Delirium

DELIRIUM

I. PENDAHULUAN

Delirium yang dikenal juga dengan sebutan acute confusionalstate adalah

sebuah gangguan yang umum, serius, tetapi secara potensial dapat dicegah.

Delirium merupakan sumber morbiditas dan mortalitas di antara pasien-pasien

geriatri yang dirawat. Hal ini penting karena pada pasien berusia di atas 65 tahun,

kejadian delirium menghabiskan 48% seluruh hari perawatan di rumah sakit.

Insiden delirium juga meningkat sejalan dengan pertambahan usia populasi.

Delirium adalah sebuah sindrom neuropsikiatrik yang kompleks dengan onset

yang akut dan berfluktuasi. Sindrom ini mempengaruhi kesadaran dan fungsi

kognitif yang mungkin diikuti oleh peningkatan aktivitas psikomotor. Selain itu,

delirium juga mempengaruhi atensi dan beberapa pasien ada yang mengalami

gangguan persepsi.

Delirium biasanya bersifat reversible jika penyebab yang mendasarinya

teridentifikasi. Sayangnya, delirium terkadang tidak terdeteksi pada pasien geriatri

yang dirawat di rumah sakit, walaupun prevalensinya sekitar 10-16%. Pasien

geriatric juga menjadi rentan karena pada beberapa kasus terdapat hendaya dalam

fungsi kognitif dan angka kejadian delirium pada populasi ini cukup tinggi.

II. DEFINISI

Kata “delirium” berasal dari bahasa latin yang artinya lepas jalur. Sindrom

ini pernah dilaporkan pada masa Hippocrates dan pada tahun 1813 Sutton

mendeskripsikan sebagai delirium tremens, kemudian Wernicke menyebutnya

sebagai Encephalopathy Wernicke.

Delirium adalah diagnosis klinis, gangguan otak difus yang dikarasteristikkan

dengan variasi kognitif dan gangguan tingkah laku. Delirium ditandai oleh

gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan fungsi gangguan

kognitif secara global. Kelainan mood, persepsi dan perilaku adalah gejala

psikiatrik yang umum; tremor, asteriksis, nistagmus, inkoordinasi dan

inkontinensia urin merupakan gejala neurologis yang umum.

Page 2: Delirium

Biasanya delirium mempunyai onset yang mendadak (beberapa jam atau

hari), perjalanan singkat dan berfluktuasi dan perbaikan yang cepat jika factor

penyebab diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi masing-masing ciri karakteristik

tersebut dapat bervariasi pada pasien individual. Delirium dapat terjadi pada

berbagai tingkat usia namun tersering pada usia diatas 60 tahun. Menggigau

merupakan gejala sementara dan dapat berfluktuasi intensitasnya, kebanyakan

kasus dapat sembuh dalam waktu 4 minggu atau kurang. Akan tetapi jika delirium

dengan fluktuasi yang menetap lebih dari 6 bulan sangat jarang dan dapat menjadi

progresif kearah dementia.

III. EPIDEMIOLOGI

Delirium merupakan kelainan yang sering pada :

- sekitar 10 sampai 15 persen adalah pasien bedah dan 15 sampai 25 persen

pasien perawatan medis di rumah sakit. Sekitar 30 persen pasien dirawat di

ICU bedah dan ICU jantung. 40 sampai 50 pasien yang dalam masa

penyembuhan dari tindakan bedah pinggul memiliki episode delirium.

- Penyebab dari pasca operasi delirium termasuk stress dari pembedahan, sakit

pasca operasi, pengobatan anti nyeri, ketidakseimbangan elektrolit, infeksi,

demam, dan kehilangan darah.

- Sekitar 20% pasien dengan luka bakar berat dan 30-40 % pasien dengan

sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS)

- Usia lanjut merupakan faktor resiko dari terjadinya delirium, sekitar 30 – 40

persen dari pasien yang dirawat berusia 65 tahun dan memiliki episode

delirium.

IV. ETIOLOGI

Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Semuanya mempunyai pola

gejala serupa yang berhubungan dengan tingkat kesadaran dan kognitif pasien.

Penyebab utama dapat berasal dari penyakit susunan saraf pusat, penyakit

sistemik, dan intoksikasi atau reaksi putus obat maupun zat toksik. Penyebab

Page 3: Delirium

delirium terbanyak terletak diluar system saraf pusat, misalnya gagal ginjal dan

hati.

Neurotransmitter yang dianggap berperan adalah asetilkolin, serotonin, serta

glutamate. Area yang terutama terkena adalah formatio retikularis.

Factor predisposisi terjadinya delirium antara lain:

Usia

Kerusakan Otak

Riwayat delirium

Ketergantungan alcohol

Diabetes

Kanker

Gangguan panca indra

Malnutrisi

V. PATOFISIOLOGI

Tanda dan gejala delirium merupakan manifestasi dari gangguan neuronal,

biasanya melibatkan area di korteks serebri dan reticular activating sistem. Dua

mekanisme yang terlibat langsung dalam terjadinya delirium adalah pelepasan

neurotransmiter yang berlebihan (kolinergik muskarinik dan dopamin) serta

jalannya impuls yang abnormal. Aktivitas yang berlebih dari neuron kolinergik

muskarinik pada reticular activating sistem, korteks, dan hipokampus berperan

pada gangguan fungsi kognisi (disorientasi, berpikir konkrit, dan inattention)

dalam delirium. Peningkatan pelepasan dopamin serta pengambilan kembali

dopamin yang berkurang misalnya pada peningkatan stress metabolik. Adanya

peningkatan dopamin yang abnormal ini dapat bersifat neurotoksik melalui

produksi oksiradikal dan pelepasan glutamat, suatu neurotransmiter eksitasi.

Adanya gangguan neurotransmiter ini menyebabkan hiperpolarisasi membran

yang akan menyebabkan penyebaran depresi membran.

Berdasarkan tingkat kesadarannya, delirium dapat dibagi tiga:

1. Delirium hiperaktif

Page 4: Delirium

Ditemukan pada pasien dalam keadaan penghentian alkohol yang tiba-

tiba, intoksikasi Phencyclidine (PCP), amfetamin, dan asam lisergic

dietilamid (LSD)

2. Delirium hipoaktif

Ditemukan pada pasien Hepatic Encefalopathy dan hiperkapnia

3. Delirium campuran

Mekanisme delirium belum sepenuhnya dimengerti. Delirium dapat

disebabkan oleh gangguan struktural dan fisiologis. Hipotesis utama adalah

adanya gangguan yang irreversibel terhadap metabolisme oksidatif otak dan

adanya kelainan multipel neurotransmiter.

Asetilkolin

Obat-obat anti kolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan acute

confusional states dan pada pasien dengan gangguan transmisi kolinergik

seperti pada penyakit Alzheimer. Pada pasien dengan post-operative

delirium, aktivitas serum anticholonergic meningkat.

Dopamin

Diotak terdapat hubungan reciprocal antara aktivitas kolinergic dan

dopaminergic. Pada delirium, terjadi peningkatan aktivitas dopaminergic

Neurotransmitter lain

Serotonin: ditemukan peningkatan serotonin pada pasien hepatic

encephalopathy dan sepsis delirium. Agen serotoninergic seperti LSD

dapat pula menyebabkan delirium. Cortisol dan beta-endorphins: pada

delirium yang disebabkan glukokortikoid eksogen terjadi gangguan pada

ritme circadian dan beta-endorphin.

Mekanisme inflamasi

Mekanisme inflamasi turut berperan pada patofisiologi delirium, yaitu

karena keterlibatan sitokoin seperti intereukin-1 dan interleukin-6, Stress

psychososial dan angguan tisur berperan dalam onset delirium

Mekanisme struktural

Page 5: Delirium

Formatio retikularis batang otak adalah daerah utama yang mengatur

perhatian kesadaran dan jalur utama yang berperan dalam delirium adalah

jalur tegmental dorsalis yang keluar dari formatio reticularis

mesencephalic ke tegmentum dan thalamus. Adanya gangguan metabolik

(hepatic encephalopathy) dan gangguan struktural (stroke, trauma kepala)

yang mengganggu jalur anatomis tersebut dapat menyebabkan delirium.

VI. DIAGNOSIS

Kriteria diagnostic delirium berdasar DSM IV :

Untuk Delirium karena kondisi medis umum:

1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk

memusatkan perhatian, mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.

2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.

3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari),

dan berfluktuasi sepanjang hari.

4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan

laboratorium bahwa gangguan disebabkan oleh pengobatan umum, atau

obat-obatan, atau gejala putus obat.

Untuk Delirium Intoksikasi Zat:

1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk

memusatkan perhatian, mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.

2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.

3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari),

dan berfluktuasi sepanjang hari.

4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan

laboratorium (A) atau (B)

A. Gejala dalam kriteria 1 dan 2 berkembang selama

intoksikasi zat

B. Pemakaian medikasi secara etiologi berhubungan dengan

gangguan.

Page 6: Delirium

Untuk Delirium Putus Zat :

1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk

memusatkan perhatian, mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.

2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.

3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari),

dan berfluktuasi sepanjang hari.

4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan

laboratorium bahwa gejala dalam kriteria (1) dan (2) berkembang selama ,

atau segera setelah suatu sindroma putus

Untuk Delirium Karena Penyebab Multiple:

1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk

memusatkan perhatian, mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.

2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.

3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari),

dan berfluktuasi sepanjang hari.

4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan

laboratorium bahwa delirium telah memiliki lebih dari satu penyebab

(misalnya lebih dari satu penyebab kondisi medis umum, suatu kondisi

medis umum ditambah intoksikasi zat atau efek samping medikasi).

Untuk Delirium Yang Tidak Ditentukan:

Kategori ini harus digunakan untuk mendiagnosis suatu delirium yang tidak

memenuhi kriteria salah satu tipe delirium yang dijelaskan pada bagian ini.

VII.GEJALA KLINIS

Kunci utama dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, yang dalam

DSM IV digambarkan sebagai “penurunan kejernihan kesadaran terhadap

lingkungan” dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan,

mempertahankan, atau mengalihkan perhatian. Keadaan delirium mungkin

didahului selama beberapa hari oleh perkembangan kecemasan, mengantuk,

Page 7: Delirium

insomnia, halusinasi transien, mimpi menakutkan di malam hari dan kegelisahan.

Tampaknya gejala tersebut pada seorang pasien yang berada dalam resiko

delirium harus mengarahkan dokter untuk mengikuti pasien secara cermat.

A. Kesadaran

Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan

delirium. Satu pola ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan dengan

peningkatan kesiagaan. Pola lain ditandai oleh penurunan kesiagaan. Pasien

delirium yang berhubungan dengan putus zat seringkali mempunyai delirium

hiperaktif yang juga dapat disertai dengan tanda otonomik, seperti kemerahan

kulit, pucat, berkeringat, takikardia, pupil dilatasi, mual, muntah, dan hipertermia.

Pasien dengan gejala hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan sebagai sedang

depresi, katatonik, atau mengalami demensia.

B. Orientasi

Orientasi terhadap waktu seringkali hilang, bahkan pada kasus delirium yang

ringan. Orientasi terhadap tempat dan kemampuan untuk mengenali orang lain

(sebagai contohnya dokter, anggota keluarga) mungkin juga terganggu pada kasus

yang berat. Pasien delirium jarang kehilangan orientasi terhadap dirinya sendiri.

C. Bahasa dan kognisi

Pasien dengan delirium seringkali mempunyai kelainan dalam bahasa seperti

melantur, tidak relevan, atau membingungkan (inkoheren) dan gangguan

kemampuan untuk mengerti pembicaraan. Tetapi DSM IV tidak lagi memerlukan

adanya kelainan bahasa untuk diagnosis, karena kelainan tersebut tidak mungkin

untuk mendiagnosis pasien yang bisu.

Fungsi kognitif lainnya yang mungkin terganggu pada pasien delirium adalah

fungsi ingatan dan kognitif umum. Kemampuan untuk menyusun,

mempertahankan, dan mengingat kenangan mungkin terganggu, walaupun

kenangan yang jauh mungkin dipertahankan. Pasien delirium juga mempunyai

gangguan kemampuan memecahkan masalah dan mungkin mempunyai waham

yang tidak sistematik, kadang-kadang paranoid.

D. Persepsi

Page 8: Delirium

Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan umum untuk

membedakan stimuli sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang

dengan pengalaman masa lalu mereka. Dengan demikian, pasien seringkali

tertarik oleh stimuli yang tidak relevan atau menjadi teragitasi jika dihadapkan

oleh informasi baru. Halusinasi juga relatif sering pada pasien delirium.

Halusinasi paling sering adalah visual atau auditoris, walaupun halusinasi juga

dapat taktil atau olfaktoris. Ilusi visual dan auditoris adalah sering pada delirium.

E. Mood

Pasien dengan delirium juga mempunyai kelainan dalam pengaturan mood.

Gejala yang paling sering adalah kemarahan, kegusaran, dan rasa takut yang tidak

beralasan. Kelainan mood lain yang sering ditemukan pada pasien delirium adalah

apati, depresi, dan euforia. Beberapa pasien dengan cepat berpindah-pindah di

antara emosi tersebut dalam perjalanan sehari.

F. Gejala Penyerta

Gangguan tidur bangun. Tidur pada pasien delirium secara karakteristik

terganggu. Pasien seringkali mengantuk selama siang hari dan dapat ditemukan

tidur sekejap di tempat tidunya atau di ruang keluarga. Tetapi tidur pada pasien

delirium hampir selalu singkat dan terputus-putus. Seringkali keseluruhan siklus

tidur bangun pasien dengan delirium semata-mata terbalik. Pasien seringkali

mengalami eksaserbasi gejala delirium tepat sebelu tidur, situasi klinis yang

dikenal luas sebagai sundowning. Kadang-kadang mimpi menakutkan di malam

hari dan mimpi yang mengganggu pada pasien delirium terus berlangsung ke

keadaan terjaga sebagai pengalaman halusinasi.

G. Gejala Neurologis

Pasien dengan delirium seringkali mempunyai gejala neurologis yang

menyertai, termasuk disfasia, tremor, asteriksis, inkordinasi dan inkontinesia urin.

Tanda neurologis fokal juga ditemukan sebagai bagian pola gejala pasien dengan

delirium.

VIII. DEFERENSIAL DIAGNOSIS

Page 9: Delirium

Banyak gejala yang menyerupai delirium. Demensia dan depresi sering

menunjukkan gejala yang mirip delirium; bahkan kedua penyakit/ kondisi tersebut

acap kali terdapat bersamaan dengan sindrom delirium. Pada keadaan tersebut

informasi dari keluarga dan pelaku rawat menjadi sangat berarti pada anamnesis.

a. Delirium versus demensia

Yang paling nyata perbedaannya adalah mengenai awitannya, yaitu delirium

awitannya tiba-tiba, sedangkan pada demensia berjalan perlahan. Meskipun kedua

kondisi tersebut mengalami gangguan kognitif, tetapi pada demensia lebih stabil,

sedangkan pada delirium berfluktuasi.

Perbandingan Delirium dan Demensia

Gambaran Klinis Delirium Dementia

Gangguan daya ingat + + + + + +

Gangguan proses berpikir + + + + + +

Gangguan daya nilai + + + + + +

Kesadaran berkabut + + + -

Major attention deficits + + + +

Fluktuasi perjalanan penyakit (1 hari) + + + +

Disorientasi + + + + +

Gangguan persepsi jelas + + -

Inkoherensi + + +

Gangguan siklus tidur - bangun + + +

Eksaserbasi nocturnal + + +

Insight/tilikan + + +

Awitan akut/subakut + + -

b. Delirium versus skizofrenia dan depresi

Sindrom delirium dengan gejala yang hiperaktif sering keliru dianggap

sebagai pasien yang cemas (anxietas), sedangkan hipoaktif keliru dianggap

sebagai depresi. Keduanya dapat dibedakan dengan pengamatan yang cermat.

Page 10: Delirium

Pada depresi terdapat perubahan yang bertahap dalam beberapa hari atau minggu

sedangkan pada delirium biasanya gejala berkembang dalam beberapa jam.

Beberapa pasien dengan skizofrenia atau episode manik mungkin pada satu

keadaan menunjukkan perilaku yang sangat kacau yang sulit dibedakan dengan

delirium. Secara umum, halusinasi dan waham pada pasien skizofrenia lebih

konstan dan lebih terorganisasi dibandingkan dengan kondisi pasien delirium.

IX. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan delirium tentunya tidak terpisah dari penyebabnya.

Identifikasi penyakit yang mendasari serta pengobatannya secara tepat perlu

dilakukan. Pasien dengan gangguan medis umum yang disertai dengan delirium

akan menjalani masa tinggal rumah sakit yang lebih lama daripada yang tidak

mengalami delirium. Delirium sendiri dapat menimbulkan komplikasi lain yang

banyak terjadi pada pasien, misalnya geriatri seperti jatuh dan infeksi. Pasien

dengan delirium juga biasanya lebih membutuhkan perawatan di institusi.

Penggunaan benzodiazepin seharusnya dihindari, kecuali bila sumber

deliriumnya adalah reaksi putus zat alcohol atau sedatif atau ketika agitasi yang

berat tidak dapat dikontrol oleh obat neuroleptik. Hal ini disebabkan karena

benzodiazepin dapat menyebabkan reaksi berkebalikan yang memperburuk

delirium. Reaksi berkebalikan yang diakibatkan oleh benzodiazepin adalah sedasi

yang berlebihan yang dapat menyulitkan penilaian status kesadaran pasien itu

sendiri.

Pada beberapa penelitian penggunaan obat neuroleptik, obat yang sering

dipakai pada kasus delirium adalah Haloperidol. Haloperidol digunakan karena

profil efek sampingnya yang lebih disukai dan dapat diberikan secara aman

melalu jalur oral maupun parenteral. Dosis yang biasa diberikan adalah 0,5 - 1,0

mg per oral (PO) atau intra muscular maupun intra vena (IM/IV); titrasi dapat

dilakukan 2 sampai 5 mg tiap satu jam sampai total kebutuhan sehari sebesar 10

mg terpenuhi. Setelah pasien lebih baik kesadarannya atau sudah mampu menelan

obat oral maka haloperidol dapat diberikan per oral dengan dosis terbagi 2-3 kali

Page 11: Delirium

perhari sampai kondisi deliriumnya teratasi. Haloperidol intravena lebih sedikit

menyebabkan gejala ekstrapiramidal daripada penggunaan oral.

Antipsikotik yang lebih baru, misalnya risperidon, olanzapin dan quetiapin

juga membantu dalam penatalaksanaan delirium. Namun penelitian dan bukti

yang mendukung penggunaan antipsikotik atipikal pada delirium belum terbukti

jelas sehingga obat-obat tersebut tidak dapat digunakan sebagai terapi lini

pertama. Akan tetapi, obatobatan ini dihubungkan dengan lebih sedikitnya

gangguan pergerakan akibat obat dibandingkan penggunaan haloperidol. Oleh

karena itu, antipsikotik atipikal mungkin merupakan obat pilihan untuk pasien

dengan penyakit Parkinson dan gangguan neuromuskular yang berhubungan, serta

pasien dengan riwayat adanya gejala ektrapiramidal pada penggunaan antipsikotik

lama.

Dosis awal olanzapin adalah 5 mg per oral setiap hari, setelah satu minggu,

dosis dapat ditingkatkan menjadi 10 mg sehari dan dititrasi menjadi 20mg sehari.

Quetiapin diberikan 25 mg per oral dua kali sehari yang dapat ditingkatkan

menjadi 25-50mg per dosis tiap 2 sampai 3 hari sampai tercapai target 300-400

mg perhari yang terbagi dalam 2-3 dosis. Risperidon diberikan 1-2 mg per oral

pada malam hari dan secara gradual ditingkatkan 1 mg tiap 2-3 harus sampai dosis

efektif tercapai (4-6 mg per oral). Quetiapin adalah obat antipsikotik baru yang

paling menimbulkan sedasi dan paling aplikatif dalam pengobatan delirium yang

agitasi.

Beberapa penanganan secara psikososial dapat dilihat di bawah ini:

a. Penyediaan bantuan suportif dan orientasi:

- Berkomunikasi secara jelas dan tegas; berikan pengulangan secara verbal

tentang hari, tanggal, lokasi dan identitas kunci orang-orang yang

bermakna, misalnya anggota tim medis dan saudara.

- Sediakan beberapa petanda seperti jam, kalender dan jadwal harian di

dekat pasien.

- Bawalah barang-barang yang cukup akrab bagi pasien dari rumah untuk

ditaruh di sekitar pasien.

Page 12: Delirium

- Sediakan televisi dan radio untuk relaksasi dan membantu pasien untuk

mempertahankan kontak terhadap dunia luar.

- Libatkan keluarga dan pengasuh dalam meningkatkan perasaan aman dan

orientasi pasien.

b. Penyediaan lingkungan yang tidak ambigu:

- Sederhanakanlah ruang dengan memindahkan objek-objek yang tidak

perlu untuk mempertahankan ruang yang cukup luas di kamar tidur.

- Pertimbangkan untuk mengambil ruang yang tunggal untuk membantu

istirahat dan menghindari pengalaman sensori yang berlebihan.

- Hindari penggunaan istilah-istilah medis di tengahtengah keberadaan

pasien karena hal itu dapat menimbulkan paranoid.

- Gunakan penerangan yang adekuat, gunakan lampu antara 40-60 Watt

untuk mengurangi salah persepsi.

- Atur sumber suara (baik dari staf medis, paralatan, ataupun pengunjung),

setara tidak lebih dari 45 desibel di waktu siang dan 20 desibel di waktu

malam.

- Jaga temperatur ruangan tetap di antara 21,1oC sampai 23,8oC

c. Pertahankan kemampuan pasien

- Identifikasi dan perbaiki kesalahan sensorik, jamin keberadaan kacamata,

alat bantu dengar atau gigi palsu untuk membantu pasien. Bila ada

kesulitan dalam bahasa, pertimbangkan jasa penerjemah.

- Berikan dukungan untuk perawatan mandiri dan partisipasi dalam

pengobatan.

- Pengobatan dilakukan untuk memperoleh tidur yang tidak tertunda.

- Pertahankan akitivitas fisik: bagi pasien yang dapat bergerak lakukan jalan

kaki tiga kali dalam sehari, bagi yang tidak dapat berpindah tempat

berikan pergerakan selama 15 menit tiga kali sehari.

X. PROGNOSIS

Setelah identifikasi dan menghilangkan faktor penyebab, gejala delirium

biasanya menghilang dalam periode 3-7 hari, walaupun beberapa gejala mungkin

Page 13: Delirium

membutuhkan waktu sampai 2 minggu untuk menghilang secara lengkap.

Semakin lanjut usia pasien dan semakin lama pasien mengalami delirium semakin

lama waktu yang diperlukan bagi delirium untuk menghilang. Ingatan tentang apa

yang dialami selama delirium, jika delirium telah berlalu, biasanya hilang timbul,

dan pasien mungkin menganggapnya sebagai mimpi buruk, sebagai pengalaman

yang mengerikan yang hanya diingat secara samar-samar.

XI. KESIMPULAN

Sindrom delirium sering tidak terdiagnosis dengan baik karena berbagai

sebab. Keterlambatan diagnosis memperpanjang masa rawat dan meningkatkan

mortalitas. Defisiensi asetilkolin yang berhubungan dengan beberapa factor

predisposisi dan factor pencetus merupkana mekanisme dasar yang harus selalu

diingat. Pencetus tersering adalah pneumonia dan infeksi saluran kemih.

Gangguan kognitif global, perubahan aktivitas psikomotor, perubahan siklus

tidur, serta perubahan kesadaran yang terjadi akut dan berfluktuatif merupakan

gejala yang sering ditemukan. Beberapa peneliti menggolongkan delirium ke

dalam beberapa tipe. Kriteria diagnosis baku menggunakan DSM-IV; instrument

baku yang digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis.

Beberapa penyakit mempunyai gejala dan tanda mirip sehingga diperlukan

kewaspadaan serta pemikiran kemungkinan diferensial diagnosis. Pengelolaan

pasien terutama ditujukan untuk mengidentifikasi serta menatalaksana factor

predisposisi dan pencetus. Penatalaksanaan non-farmakologik dan farmakologik

sama pentignnya dan diperlukan kerjasama dengan psikiater geriatric terutama

dalam pengelolaan pasien yang gelisah.