definisiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

26
DEFINISI Sistem saluran kemih terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Di antara ke empat organ tersebut, ginjal adalah organ yang paling penting. Ginjal berfungsi menyaring sampah dari saluran darah, mengatur keseimbangan cairan, dan memproduksi beberapa hormon. Ureter berfungsi mengalirkan cairan hasil penyaringan ginjal ke kandung kemih untuk disimpan semantara dan bila kandung kemih telah penuh maka akan dikeluarkan ke luar melalui uretra. Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang disebabkan oleh bakteri terutama Escherichia coli, resiko dan beratnya meningkat dengan kondisi seperti refluks vesikouretral, obstruksi saluran perkemihan, statis perkemihan, pemakaian instrumen uretral baru, septicemia. Etiologi : Bakteri (Eschericia coli), jamur dan virus, infeksi ginjal, prostat hipertropi (urine

Upload: imam-kurniawan-sabilah

Post on 15-Apr-2016

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sssssssssssskkkkkkkkkkkkkkllllllllllllllllooooooooooooooooppppppppppppppiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqtttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttteeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee

TRANSCRIPT

DEFINISI

Sistem saluran kemih terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.

Di antara ke empat organ tersebut, ginjal adalah organ yang paling penting. Ginjal

berfungsi menyaring sampah dari saluran darah, mengatur keseimbangan cairan,

dan memproduksi beberapa hormon. Ureter berfungsi mengalirkan cairan hasil

penyaringan ginjal ke kandung kemih untuk disimpan semantara dan bila kandung

kemih telah penuh maka akan dikeluarkan ke luar melalui uretra.

Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk

mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Infeksi saluran

kemih pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang disebabkan oleh bakteri

terutama Escherichia coli, resiko dan beratnya meningkat dengan kondisi seperti

refluks vesikouretral, obstruksi saluran perkemihan, statis perkemihan, pemakaian

instrumen uretral baru, septicemia. Etiologi : Bakteri (Eschericia coli), jamur dan

virus, infeksi ginjal, prostat hipertropi (urine sisa). Penyebab utama ISK non-

komplikasi adalah bakteri Escherichia coli (85%), Staphylococcus saphrophyticus

(5-15%), Klebsiella pneumoniae, Proteus sp., Pseudomonas aeruginosa dan

Enterococcus sp. (5-10%).

Infeksi saluran kemih (ISK) hampir selalu diakibatkan oleh bakteri aerob

dari flora usus. Prevalensi kejadian antara usia kurang lebih 15-60 tahun dan jauh

lebih banyak wanita daripada pria menderita infeksi saluraan kemih bagian

bawah. Hal ini dikarenakan bahwa pada wanita uretranya lebih pendek (2-3 cm)

daripada pria, sehingga kandung kemih mudah dicapai oleh bakteri dari dubur

melalui perineum, khususnya basil Escherichia coli. Pada pria selain uretranya

lebih panjang (15-18 cm) cairan prostatnya juga memiliki sifat bakterisisd

sehingga menjadi pelindung terhadap infeksi oleh bakteri uropatogen.

Secara normal, urine adalah steril (bebas kuman). Infeksi terjadi bila

bakteri yang berasal dari saluran cerna masuk ke uretra atau ujung saluran kencing

untuk kemudian berkembang biak disana. Oleh karena itu bakteri yang paling

sering menyebabkan ISK adalah Escherichia coli yang umum terdapat dalam

saluran pencernaan bagian bawah. Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari

mikroorganisme pada faeces yang naik dari perineum ke uretra dan kandung

kemih serta menempel pada permukaan mukosa. Agar infeksi dapat terjadi,

bakteri harus mencapai kandung kemih, melekat pada dan mengkolonisasi

epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan melalui berkemih,

mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi. Inflamasi, abrasi mukosa

uretral, pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap, gangguan status

metabolisme (diabetes, kehamilan, gout) dan imunosupresi meningkatkan resiko

infeksi saluran kemih dengan cara mengganggu mekanisme normal.

Jenis infeksi saluran kemih dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

ISK bagian bawah (sistitis), umumnya radang kandung kemih pada pasien

dengan saluran kemih normal. Sistitis yang paling sering disebabkan oleh

menyebarnya infeksi dari uretra, hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik

urine dari uretra ke dalam kandung kemih (refluks utrovesikal),

kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sistoskop. Gejala ISK bagian

bawah antara lain, sakit dan nyeri menggigit pada perut bagian bawah

diatas tulang kemaluan, terasa sakit di akhir kencing, anyang-anyangan

atau rasa masih ingin kencing lagi namun air kencing tidak dapat keluar,

ada darah di dalam urin (hematuria), adanya sel-sel darah putih dalam urin,

kondisi parah dapat disertai demam.

ISK bagian atas, terdapat pada pasien dengan saluran kemih yang

abnormal, misalnya adanya batu, penyumbatan dan diabetes. Contoh dari

ISK ini adalah radang pasu-ginjal (pyelitis), pyelonephritis, dan prostatitis.

Pielonefritis akut biasanya terjadi akibat infeksi kandung kemih asendens.

Pielonefritis akut juga dapat terjadi melalui infeksi hematogen. Infeksi

dapat terjadi di satu atau di kedua ginjal. Pielonefritis kronik dapat terjadi

akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada individu yang

mengidap batu, obstruksi lain, atau refluks vesikoureter. Gejalanya hampir

sama dengan ISK bagian atas namun biasanya pyelonephritis disertai nyeri

pada pinggang (di lokasi ginjal).

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa infeksi saluran kemih

dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :

Urinalisis

Leukosuria atau piuria : merupakan salah satu petunjuk penting adanya

ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang

besar (mm3) (LPB) sediment air kemih. Hematuria : hematuria positif bila

terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan

oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus

ataupun urolitiasis.

Bakteriologis : secara mikroskopis dan cara biakan bakteri.

Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik.

Hitung koloni : hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari

urin tampung aliran tengah atau dari spesimen dalam kateter dianggap

sebagai kriteria utama adanya infeksi.

Metode tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit

(tes Griess untuk pengurangan nitrat).

Tes esterase leukosit positif : maka pasien mengalami piuria.

Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang

mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.

Secara umum tujuan terapi infeksi saluran kemih adalah menghilangkan

gejala dengan cepat, mengeradikasi bakteri pathogen, meminimalisasi rekurensi

dan mengurangi morbiditas dan mortalitas. Tujuan tersebut dapat tercapai dengan

pemberian antibiotik sambil mencari bakteri penyebab.

Terapi tanpa obat pada ISK adalah minum air dalam jumlah banyak agar

urine yang keluar juga meningkat. Pengobatan ISK adalah dengan menggunakan

antibiotik. Idealnya, antibiotik yang digunakan harus dapat ditoleransi dengan

baik, mencapai konsentrasi tinggi dalam urine dan mempunyai spektrum aktivitas

terhadap mikroorganisme penyebab infeksi. Pemilihan antibiotik untuk

pengobatan didasarkan pada tingkat keparahan, tempat terjadinya infeksi dan jenis

mikroorganisme yang menginfeksi.

PENATALAKSANAAN

Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah :

pemberian agen antibakterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari

traktus urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal dan vagina.

Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas :

terapi antibiotika dosis tunggal

terapi antibiotika konvensional : 5-14 hari

terapi antibiotika jangka lama : 4-6 minggu, terapi dosis rendah untuk

supresi.

Pemakaian antimikrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan

infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi,

faktor kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera

ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis

rendah. Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole

(gastrisin), trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra),

terkadang ampicillin atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten

terhadap antibiotik ini. Pyridium, suatu analgesik urinarius juga dapat

digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi.

STUDI KASUS

Riwayat Penyakit Sekarang :

Ibu M.S berusia 50 tahun, mengeluhkan bahwa akhir-akhir ini jika buang air kecil

tidak lancar (anyang-anyangan), sehingga kadang terasa sakit. Pernah saat BAK,

urine disertai darah (hematuria).

Data Pemeriksaan Laboratorium :

Tensi : 140/90 mmHg

Suhu tubuh : 37oC

WBC : 12.109/L

MCV : 75 fl

Hb : 10 g/Dl

Bakteri pada urin : 100.000/ml

Riwayat Pengobatan :

Memiliki riwayat alergi terhadap antibiotika golongan penicillin dan resisten

terhadap quinolon, karena tidak sembuh dengan terapi antibiotik golongan

quinolon.

Penegakkan Diagnosa :

Pertanyaan :

1. Evaluasi kasus ?

2. Bagaimana penatalaksanaan terapi yang cocok untuk kasus tersebut ?

3. Evaluasilah kerasionalan obat yang anda pilih untuk terapi dari kasus

tersebut diatas menurut pedoman 4T 1W ?

PENYELESAIAN KASUS DENGAN METODE SOAP

Subjektif

Nama : Ny. M.S

Umur : 50 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Gejala : Buang air kecil tidak tidak lancar (anyang-

anyangan), sehingga kadang terasa sakit, urine

disertai darah (hematuria).

Riwayat Pengobatan : Alergi terhadap antibiotika golongan penicillin

dan resisten terhadap quinolon.

Objektif

Hasil pemeriksaan terhadap data-data klinik pasien tersaji pada tabel di

bawah ini :

Jenis Pemeriksaan

Data Pasien Data Normal Keterangan

Tekanan Darah 140/90 mmHg 120/80 mmHg MeningkatSuhu Tubuh 37oC 37oC Normal

WBC 12 x 109/L3,8 - 9,8 x 109/L

Meningkat

MCV 75 fl 80 - 97,6 fl Menurun

Hb 10 g/dL12,1 - 15,3 g/dL

Menurun

Bakteri pada urin 100.000/ml - Bakteri (+)

Assessment

Berdasarkan gejala dan pemeriksaan terhadap data klinik pasien maka

pasien di diagnosa menderita infeksi saluran kemih bagian bawah (sistitis) dan

anemia mikrositik.

Planning

1. Tujuan Terapi

Tujuan Terapi Jangka Pendek :

Eradikasi bakteri penyebab infeksi saluran kemih

Menghilangkan gejala dengan cepat

Meningkatkan kadar hemoglobin untuk mencegah keparahan anemia.

Tujuan Terapi Jangka Panjang :

Mencegah terjadinya infeksi ulangan (rekurensi)

Mencegah komplikasi dari penyakit infeksi saluran kemih yang kronis

Mengurangi morbiditas dan mortalitas.

2. Sasaran Terapi

Eradikasi bakteri penyebab infeksi

Menghilangkan gejala

Mengatasi anemia mikrositik

3. Strategi Terapi

Terapi Farmakologi :

Kotrimoksazole 2 dd 2 tablet @ 480 mg

Phenazopyridin HCl 3 dd 2 tablet 100 mg (jika perlu)

Ferrofumarat 2 dd 200 mg

Terapi Non Farmakologi :

Minum air putih dalam jumlah yang banyak agar urine yang keluar

juga meningkat (merangsang diuresis).

Buang air kecil sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme

yang mungkin naik ke uretra.

Menjaga dengan baik kebersihan sekitar organ intim dan saluran

kencing agar bakteri tidak mudah berkembang biak.

Diet rendah garam untuk membantu menurunkan tekanan darah.

Mengkonsumsi jus anggur atau cranberry untuk mencegah infeksi

saluran kemih berulang.

Mengkonsumsi makanan yang kaya akan zat besi, misalnya buah-

buahan, daging tanpa lemak dan kacang-kacangan.

Tidak menahan bila ingin berkemih.

DAFTAR PUSTAKA

Enny,2011,infeksi saluran kemih, http://ennypharmacyciiapoteker. blogspot.co.id/2011/01/infeksi-saluran-kemih-isk.html, di akses september 2015.

Sirait.M., 2006, Iso Indonesia, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta

Tim Penyusun ISO Farmakoterapi, 2008, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta.

Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana., 2007, Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek Sampingnya, Edisi Keenam, PT. Elex Media Komputindo Gramedia, Jakarta.

Tugas Farmakoterapi I

TATA LAKSANA INFEKSI SALURAN KENCING

O L E H :

NAMA :

DWI NUR SAKTIANI PRATIWI.S F1F1 13 143

IMAM KURNIAWAN SABILAH F1F1 13 167

MARDILA F1F1 13 157

AYU NURKUMALA F1F1 13 162

ELSA REZKIYANTI F1F1 13 148

KELAS : D

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2015

PEMBAHASAN KASUS

Pada kasus ini akan dibahas tentang penatalaksanaan penyakit infeksi

saluran kemih. Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai

untuk mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Beberapa

orang memang memiliki resiko menderita infeksi saluran kemih lebih besar

daripada yang lainnya. Ketidaknormalan fungsi saluran kemih menjadi salah satu

penyebabnya. Batu saluran kemih, dan pembesaran prostat akan menghambat

pengeluaran urine sehingga mempermudah atau dapat menjadi media yang baik

untuk pertumbuhan bakteri. Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu dari

saluran perkemihan yang disebabkan oleh bakteri terutama Escherichia coli,

resiko dan beratnya meningkat dengan kondisi seperti refluks vesikouretral,

obstruksi saluran perkemihan, statis perkemihan, pemakaian instrumen uretral

baru, dan septicemia.

Pada kasus yang diberikan adalah pasien mengeluhkan bahwa akhir-akhir

ini jika buang air kecil tidak lancar (anyang-anyangan), sehingga kadang terasa

sakit. Pernah saat buang air kecil, urine disertai darah (hematuria). Pasien

memiliki riwayat alergi terhadap antibiotika golongan penicillin dan resisten

terhadap antibiotik golongan quinolon, karena tidak sembuh dengan terapi

antibiotik golongan quinolon. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan

tekanan darah : 140/90 mmHg, suhu tubuh : 37oC, WBC : 12.109/L, MCV: 75 fl,

Hb : 10 g/dL, bakteri pada urin : 100.000/ml.

Penyelesaian kasus diatas dilakukan dengan metode SOAP (Subjective,

Objective, Assesment dan Planning). Berdasarkan keluhan dan gejala serta hasil

pemeriksaan laboratorium maka pasien di diagnosa menderita infeksi saluran

kemih bagian bawah (sistitis) dan anemia mikrositik.

Diagnosa infeksi saluran kemih bagian bawah ini ditegakkan

berdasarkan gejala yang khas muncul pada ISK bagian bawah yaitu buang air

kecil tidak lancar (anyang-anyangan), hematuria, terasa sakit pada waktu

berkemih, dan ditemukannya sel darah putih di dalam urin (piuria). Sedangkan

diagnosa anemia mikrositik ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kadar

hemoglobin dan MCV (Mean Corpuscular Volume) dimana kadar Hb hanya 10

g/dL (normalnya 12,1-15,3 g/dL) dan MCV 75 fl (normalnya 80-97,6 fl), dimana

jika MCV mengalami penurunan hal ini berarti ukuran rata-rata Red Blood Cells

kecil (microcytic). Kemungkinan MCV menurun karena individu yang

bersangkutan mengalami anemia defisiensi besi (anemia kekurangan zat besi).

Anemia ini terjadi karena pasien mengalami hematuria sehingga sel-sel darah

keluar bersamaan dengan urin yang keluar.

Tujuan terapi pada penatalaksanaan terapi ini dibagi menjadi dua yaitu

tujuan terapi jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan terapi jangka pendek

meliputi eradikasi bakteri penyebab infeksi saluran kemih, menghilangkan gejala

dengan cepat, meningkatkan kadar hemoglobin untuk mencegah keparahan

anemia. Tujuan jangka panjangnya adalah mencegah terjadinya infeksi ulangan

(rekurensi), mencegah komplikasi dari penyakit infeksi saluran kemih yang

kronis, mengurangi morbiditas dan mortalitas.

Sasaran terapi pada infeksi saluran kemih bagian bawah adalah

eradikasi bakteri penyebab infeksi, menghilangkan gejala, mengatasi anemia

mikrositik. Strategi terapi yang dilakukan meliputi terapi non farmakologi dan

terapi farmakologi. Terapi non farmakologi yang harus dilakukan pasien untuk

mempercepat proses penyembuhan penyakit antara lain adalah minum air putih

dalam jumlah yang banyak agar urine yang keluar juga meningkat (merangsang

diuresis), buang air kecil sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme yang

mungkin naik ke uretra, menjaga dengan baik kebersihan sekitar organ intim dan

saluran kencing agar bakteri tidak mudah berkembang biak, karena wanita

memiliki faktor resiko yang besar menderita ISK bagian bawah. Hal ini

dikarenakan wanita uretranya lebih pendek (2-3 cm) daripada pria, sehingga

kandung kemih mudah dicapai oleh bakteri dari dubur melalui perineum,

khususnya basil Escherichia coli. Pasien juga harus melakukan diet rendah garam

untuk membantu menurunkan tekanan darah, namun diet ini juga harus dimonitor

dengan ketat karena hipertensi yang dialami pasien tidak termasuk kategori parah.

Hipertensi yang dialami pasien dapat disebabkan karena proses berkemih yang

terhambat sehingga kadar Na di dalam tubuh juga tinggi, sehingga pasien

dianjurkan untuk minum air putih yang banyak agar dapat merangsang diuresis

dan secara otomatis tekanan darah juga akan berangsur-angsur turun. Pasien

dapat mengkonsumsi jus anggur atau cranberry untuk mencegah infeksi saluran

kemih berulang, khasiat jus ini diperkirakan berdasarkan penurunan daya melekat

bakteri pada sel-sel epitel dari vagina dan kemungkinan karena peranan

kandungan zat aktifnya yaitu hippuric acid. Mengkonsumsi makanan yang kaya

akan zat besi, misalnya buah-buahan, daging tanpa lemak dan kacang-kacangan

untuk membantu memulihkan anemia. Dan pasien dianjurkan tidak menahan bila

ingin berkemih, karena air kemih yang tertampung dapat menjadi media

pertumbuhan yang baik bagi mikroba.

Sedangkan terapi farmakologi yang diberikan meliputi Kotrimoksazole

2 dd 2 tablet @ 480 mg, Phenazopyridin HCl 3 dd 2 tablet 100 mg setelah makan

(jika perlu), Ferrofumarat 2 dd 200 mg.

Terapi antibiotik dipilih kotrimoksazole karena merupakan antibiotik

pilihan untuk ISK bagian bawah (sistitis) dimana belum terjadi komplikasi lanjut

dari ISK dan merupakan antibiotik empirik yang digunakan jika bakteri penyebab

ISK bagian bawah belum diketahui secara pasti karena kotrimoksazole ini

memiliki keefektifan yang tinggi terhadap banyak bakteri aerobik kecuali

Pseudomonas.

Untuk menghilangkan gejala dan keluhan pasien yaitu sering merasa

sakit ketika berkemih maka dapat diberikan Phenazopyridine HCl, yang

merupakan zat kimia dimana ketika disekresi ke dalam urin, memiliki efek lokal

analgesik. Obat ini sering digunakan untuk mengurangi nyeri, iritasi,

ketidaknyamanan, atau keadaan mendesak yang disebabkan oleh infeksi saluran

kemih, operasi, atau cedera pada saluran kemih. Phenazopyridine HCl digunakan

dengan tujuan untuk memberikan efek analgesik lokal pada saluran kemih. Obat

ini biasanya digunakan bersamaan dengan antibiotik ketika mengobati infeksi

saluran kemih. Phenazopyridine bukan golongan antibiotik, tetapi ketika

digunakan bersamaan dengan antibiotik dapat mempercepat pemulihan periode

awal dari infeksi saluran kemih. Pada kombinasi kedua obat ini, phenazopyridine

digunakan hanya untuk waktu yang singkat (hanya simptomatis), biasanya dua

hari sementara itu antibiotik digunakankan lebih lama. Efek samping penggunaan

Phenazopyridine HCl adalah dapat menyebabkan perubahan warna berbeda dalam

urin, biasanya untuk oranye gelap ke warna kemerahan, perubahan warna urine

adalah merupakan efek yang umum dan tidak berbahaya, dan memang indikator

kunci keberadaan obat dalam tubuh.

Terapi anemia mikrositik dapat diberikan Ferro fumarat karena anemia

jenis ini disebabkan karena defisiensi besi untuk sintesa hemoglobin (anemia

kekurangan zat besi). Anemia ini terjadi karena pasien mengalami hematuria

sehingga sel-sel darah keluar bersamaan dengan urin yang keluar. Anemia

mikrositik ini bercirikan kadar hemoglobin per eritrosit dibawah normal

(hipokrom) dengan eritrosit yang abnormal kecilnya (mikrositer) dan MCV

rendah (MCV / Mean Corpuscular Volume merupakan salah satu karakteristik sel

darah merah). Tujuan pemberian ferro fumarat adalah untuk menormalisasi kadar

Hb, dosis yang diberikan adalah 2 dd 200 mg diminum setelah makan.

Monitoring yang dilakukan untuk mengetahui keberhasilan terapi

adalah monitoring terhadap penggunaan antibiotik, jika setelah penggunaan

antibiotik kotrimoksazole selama 2 minggu (14 hari) kemudian dilakukan evaluasi

terhadap terapi, yaitu dilakukan pemeriksaan terhadap kultur bakteri, jika masih

terdapat bakteri dengan jumlah >10.000 CFU/ml maka pemberian antibiotik perlu

diganti dengan nitrofurantoin. Monitoring terhadap data-data laboratorium seperti

tekanan darah, MCV dan hemoglobin, jika dengan pemberian obat belum dapat

meningkatkan kadar hemoglobin maka dapat dilakukan transfusi darah dan perlu

di dukung dengan terapi non farmakologi. Monitoring efek samping obat yang

mungkin timbul selama terapi dijalankan, jika efek samping dari obat yang

digunakan tidak dapat ditoleransi maka obat dapat diganti dengan obat lain yang

masih satu golongan terapi. Monitoring juga dilakukan terhadap penyakit infeksi

saluran kemih (apakah pasien masih terinfeksi), dengan melakukan kultur bakteri

di dalam urine, jika dari hasil kultur jumlah bakteri <10.000 CFU/ml maka pasien

dinyatakan hanya terkontaminasi dan pada keadaan ini pasien tidak perlu diterapi

dengan antibiotik, tetapi jika jumlah bakteri >10.000 CFU/ml maka pasien

dinyatakan masih terinfeksi oleh bakteri dan terapi perlu dilanjutkan.

Untuk mengetahui dengan pasti bakteri penyebab infeksi pada saluran kemih

bagian bawah dapat dilakukan beberapa pengujian, seperti uji nitrit dan kultur

bakteri. Uji nitrit dilakukan dengan strip yang mengandung nitrat yang dicelupkan

ke dalam urin. Praktis bakteri Gram negatif dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit

yang ditandai dengan perubahan warna, sedangkan bakteri Gram positif tidak

terdeteksi. Selain itu, dapat dilakukan kultur bakteri dengan pembiakan lengkap.

Dengan mengetahui dengan pasti jenis bakteri penyebab infeksi maka pemilihan

antibiotik juga akan lebih spesifik untuk bakteri penyebab infeksi tersebut.