definisiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
DESCRIPTION
sssssssssssskkkkkkkkkkkkkkllllllllllllllllooooooooooooooooppppppppppppppiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqtttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttteeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeTRANSCRIPT
DEFINISI
Sistem saluran kemih terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.
Di antara ke empat organ tersebut, ginjal adalah organ yang paling penting. Ginjal
berfungsi menyaring sampah dari saluran darah, mengatur keseimbangan cairan,
dan memproduksi beberapa hormon. Ureter berfungsi mengalirkan cairan hasil
penyaringan ginjal ke kandung kemih untuk disimpan semantara dan bila kandung
kemih telah penuh maka akan dikeluarkan ke luar melalui uretra.
Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk
mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Infeksi saluran
kemih pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang disebabkan oleh bakteri
terutama Escherichia coli, resiko dan beratnya meningkat dengan kondisi seperti
refluks vesikouretral, obstruksi saluran perkemihan, statis perkemihan, pemakaian
instrumen uretral baru, septicemia. Etiologi : Bakteri (Eschericia coli), jamur dan
virus, infeksi ginjal, prostat hipertropi (urine sisa). Penyebab utama ISK non-
komplikasi adalah bakteri Escherichia coli (85%), Staphylococcus saphrophyticus
(5-15%), Klebsiella pneumoniae, Proteus sp., Pseudomonas aeruginosa dan
Enterococcus sp. (5-10%).
Infeksi saluran kemih (ISK) hampir selalu diakibatkan oleh bakteri aerob
dari flora usus. Prevalensi kejadian antara usia kurang lebih 15-60 tahun dan jauh
lebih banyak wanita daripada pria menderita infeksi saluraan kemih bagian
bawah. Hal ini dikarenakan bahwa pada wanita uretranya lebih pendek (2-3 cm)
daripada pria, sehingga kandung kemih mudah dicapai oleh bakteri dari dubur
melalui perineum, khususnya basil Escherichia coli. Pada pria selain uretranya
lebih panjang (15-18 cm) cairan prostatnya juga memiliki sifat bakterisisd
sehingga menjadi pelindung terhadap infeksi oleh bakteri uropatogen.
Secara normal, urine adalah steril (bebas kuman). Infeksi terjadi bila
bakteri yang berasal dari saluran cerna masuk ke uretra atau ujung saluran kencing
untuk kemudian berkembang biak disana. Oleh karena itu bakteri yang paling
sering menyebabkan ISK adalah Escherichia coli yang umum terdapat dalam
saluran pencernaan bagian bawah. Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari
mikroorganisme pada faeces yang naik dari perineum ke uretra dan kandung
kemih serta menempel pada permukaan mukosa. Agar infeksi dapat terjadi,
bakteri harus mencapai kandung kemih, melekat pada dan mengkolonisasi
epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan melalui berkemih,
mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi. Inflamasi, abrasi mukosa
uretral, pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap, gangguan status
metabolisme (diabetes, kehamilan, gout) dan imunosupresi meningkatkan resiko
infeksi saluran kemih dengan cara mengganggu mekanisme normal.
Jenis infeksi saluran kemih dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
ISK bagian bawah (sistitis), umumnya radang kandung kemih pada pasien
dengan saluran kemih normal. Sistitis yang paling sering disebabkan oleh
menyebarnya infeksi dari uretra, hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik
urine dari uretra ke dalam kandung kemih (refluks utrovesikal),
kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sistoskop. Gejala ISK bagian
bawah antara lain, sakit dan nyeri menggigit pada perut bagian bawah
diatas tulang kemaluan, terasa sakit di akhir kencing, anyang-anyangan
atau rasa masih ingin kencing lagi namun air kencing tidak dapat keluar,
ada darah di dalam urin (hematuria), adanya sel-sel darah putih dalam urin,
kondisi parah dapat disertai demam.
ISK bagian atas, terdapat pada pasien dengan saluran kemih yang
abnormal, misalnya adanya batu, penyumbatan dan diabetes. Contoh dari
ISK ini adalah radang pasu-ginjal (pyelitis), pyelonephritis, dan prostatitis.
Pielonefritis akut biasanya terjadi akibat infeksi kandung kemih asendens.
Pielonefritis akut juga dapat terjadi melalui infeksi hematogen. Infeksi
dapat terjadi di satu atau di kedua ginjal. Pielonefritis kronik dapat terjadi
akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada individu yang
mengidap batu, obstruksi lain, atau refluks vesikoureter. Gejalanya hampir
sama dengan ISK bagian atas namun biasanya pyelonephritis disertai nyeri
pada pinggang (di lokasi ginjal).
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa infeksi saluran kemih
dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
Urinalisis
Leukosuria atau piuria : merupakan salah satu petunjuk penting adanya
ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang
besar (mm3) (LPB) sediment air kemih. Hematuria : hematuria positif bila
terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan
oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus
ataupun urolitiasis.
Bakteriologis : secara mikroskopis dan cara biakan bakteri.
Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik.
Hitung koloni : hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari
urin tampung aliran tengah atau dari spesimen dalam kateter dianggap
sebagai kriteria utama adanya infeksi.
Metode tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit
(tes Griess untuk pengurangan nitrat).
Tes esterase leukosit positif : maka pasien mengalami piuria.
Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang
mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
Secara umum tujuan terapi infeksi saluran kemih adalah menghilangkan
gejala dengan cepat, mengeradikasi bakteri pathogen, meminimalisasi rekurensi
dan mengurangi morbiditas dan mortalitas. Tujuan tersebut dapat tercapai dengan
pemberian antibiotik sambil mencari bakteri penyebab.
Terapi tanpa obat pada ISK adalah minum air dalam jumlah banyak agar
urine yang keluar juga meningkat. Pengobatan ISK adalah dengan menggunakan
antibiotik. Idealnya, antibiotik yang digunakan harus dapat ditoleransi dengan
baik, mencapai konsentrasi tinggi dalam urine dan mempunyai spektrum aktivitas
terhadap mikroorganisme penyebab infeksi. Pemilihan antibiotik untuk
pengobatan didasarkan pada tingkat keparahan, tempat terjadinya infeksi dan jenis
mikroorganisme yang menginfeksi.
PENATALAKSANAAN
Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah :
pemberian agen antibakterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari
traktus urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal dan vagina.
Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas :
terapi antibiotika dosis tunggal
terapi antibiotika konvensional : 5-14 hari
terapi antibiotika jangka lama : 4-6 minggu, terapi dosis rendah untuk
supresi.
Pemakaian antimikrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan
infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi,
faktor kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera
ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis
rendah. Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole
(gastrisin), trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra),
terkadang ampicillin atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten
terhadap antibiotik ini. Pyridium, suatu analgesik urinarius juga dapat
digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi.
STUDI KASUS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Ibu M.S berusia 50 tahun, mengeluhkan bahwa akhir-akhir ini jika buang air kecil
tidak lancar (anyang-anyangan), sehingga kadang terasa sakit. Pernah saat BAK,
urine disertai darah (hematuria).
Data Pemeriksaan Laboratorium :
Tensi : 140/90 mmHg
Suhu tubuh : 37oC
WBC : 12.109/L
MCV : 75 fl
Hb : 10 g/Dl
Bakteri pada urin : 100.000/ml
Riwayat Pengobatan :
Memiliki riwayat alergi terhadap antibiotika golongan penicillin dan resisten
terhadap quinolon, karena tidak sembuh dengan terapi antibiotik golongan
quinolon.
Penegakkan Diagnosa :
Pertanyaan :
1. Evaluasi kasus ?
2. Bagaimana penatalaksanaan terapi yang cocok untuk kasus tersebut ?
3. Evaluasilah kerasionalan obat yang anda pilih untuk terapi dari kasus
tersebut diatas menurut pedoman 4T 1W ?
PENYELESAIAN KASUS DENGAN METODE SOAP
Subjektif
Nama : Ny. M.S
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Gejala : Buang air kecil tidak tidak lancar (anyang-
anyangan), sehingga kadang terasa sakit, urine
disertai darah (hematuria).
Riwayat Pengobatan : Alergi terhadap antibiotika golongan penicillin
dan resisten terhadap quinolon.
Objektif
Hasil pemeriksaan terhadap data-data klinik pasien tersaji pada tabel di
bawah ini :
Jenis Pemeriksaan
Data Pasien Data Normal Keterangan
Tekanan Darah 140/90 mmHg 120/80 mmHg MeningkatSuhu Tubuh 37oC 37oC Normal
WBC 12 x 109/L3,8 - 9,8 x 109/L
Meningkat
MCV 75 fl 80 - 97,6 fl Menurun
Hb 10 g/dL12,1 - 15,3 g/dL
Menurun
Bakteri pada urin 100.000/ml - Bakteri (+)
Assessment
Berdasarkan gejala dan pemeriksaan terhadap data klinik pasien maka
pasien di diagnosa menderita infeksi saluran kemih bagian bawah (sistitis) dan
anemia mikrositik.
Planning
1. Tujuan Terapi
Tujuan Terapi Jangka Pendek :
Eradikasi bakteri penyebab infeksi saluran kemih
Menghilangkan gejala dengan cepat
Meningkatkan kadar hemoglobin untuk mencegah keparahan anemia.
Tujuan Terapi Jangka Panjang :
Mencegah terjadinya infeksi ulangan (rekurensi)
Mencegah komplikasi dari penyakit infeksi saluran kemih yang kronis
Mengurangi morbiditas dan mortalitas.
2. Sasaran Terapi
Eradikasi bakteri penyebab infeksi
Menghilangkan gejala
Mengatasi anemia mikrositik
3. Strategi Terapi
Terapi Farmakologi :
Kotrimoksazole 2 dd 2 tablet @ 480 mg
Phenazopyridin HCl 3 dd 2 tablet 100 mg (jika perlu)
Ferrofumarat 2 dd 200 mg
Terapi Non Farmakologi :
Minum air putih dalam jumlah yang banyak agar urine yang keluar
juga meningkat (merangsang diuresis).
Buang air kecil sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme
yang mungkin naik ke uretra.
Menjaga dengan baik kebersihan sekitar organ intim dan saluran
kencing agar bakteri tidak mudah berkembang biak.
Diet rendah garam untuk membantu menurunkan tekanan darah.
Mengkonsumsi jus anggur atau cranberry untuk mencegah infeksi
saluran kemih berulang.
Mengkonsumsi makanan yang kaya akan zat besi, misalnya buah-
buahan, daging tanpa lemak dan kacang-kacangan.
Tidak menahan bila ingin berkemih.
DAFTAR PUSTAKA
Enny,2011,infeksi saluran kemih, http://ennypharmacyciiapoteker. blogspot.co.id/2011/01/infeksi-saluran-kemih-isk.html, di akses september 2015.
Sirait.M., 2006, Iso Indonesia, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta
Tim Penyusun ISO Farmakoterapi, 2008, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta.
Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana., 2007, Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek Sampingnya, Edisi Keenam, PT. Elex Media Komputindo Gramedia, Jakarta.
Tugas Farmakoterapi I
TATA LAKSANA INFEKSI SALURAN KENCING
O L E H :
NAMA :
DWI NUR SAKTIANI PRATIWI.S F1F1 13 143
IMAM KURNIAWAN SABILAH F1F1 13 167
MARDILA F1F1 13 157
AYU NURKUMALA F1F1 13 162
ELSA REZKIYANTI F1F1 13 148
KELAS : D
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus ini akan dibahas tentang penatalaksanaan penyakit infeksi
saluran kemih. Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai
untuk mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Beberapa
orang memang memiliki resiko menderita infeksi saluran kemih lebih besar
daripada yang lainnya. Ketidaknormalan fungsi saluran kemih menjadi salah satu
penyebabnya. Batu saluran kemih, dan pembesaran prostat akan menghambat
pengeluaran urine sehingga mempermudah atau dapat menjadi media yang baik
untuk pertumbuhan bakteri. Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu dari
saluran perkemihan yang disebabkan oleh bakteri terutama Escherichia coli,
resiko dan beratnya meningkat dengan kondisi seperti refluks vesikouretral,
obstruksi saluran perkemihan, statis perkemihan, pemakaian instrumen uretral
baru, dan septicemia.
Pada kasus yang diberikan adalah pasien mengeluhkan bahwa akhir-akhir
ini jika buang air kecil tidak lancar (anyang-anyangan), sehingga kadang terasa
sakit. Pernah saat buang air kecil, urine disertai darah (hematuria). Pasien
memiliki riwayat alergi terhadap antibiotika golongan penicillin dan resisten
terhadap antibiotik golongan quinolon, karena tidak sembuh dengan terapi
antibiotik golongan quinolon. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
tekanan darah : 140/90 mmHg, suhu tubuh : 37oC, WBC : 12.109/L, MCV: 75 fl,
Hb : 10 g/dL, bakteri pada urin : 100.000/ml.
Penyelesaian kasus diatas dilakukan dengan metode SOAP (Subjective,
Objective, Assesment dan Planning). Berdasarkan keluhan dan gejala serta hasil
pemeriksaan laboratorium maka pasien di diagnosa menderita infeksi saluran
kemih bagian bawah (sistitis) dan anemia mikrositik.
Diagnosa infeksi saluran kemih bagian bawah ini ditegakkan
berdasarkan gejala yang khas muncul pada ISK bagian bawah yaitu buang air
kecil tidak lancar (anyang-anyangan), hematuria, terasa sakit pada waktu
berkemih, dan ditemukannya sel darah putih di dalam urin (piuria). Sedangkan
diagnosa anemia mikrositik ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kadar
hemoglobin dan MCV (Mean Corpuscular Volume) dimana kadar Hb hanya 10
g/dL (normalnya 12,1-15,3 g/dL) dan MCV 75 fl (normalnya 80-97,6 fl), dimana
jika MCV mengalami penurunan hal ini berarti ukuran rata-rata Red Blood Cells
kecil (microcytic). Kemungkinan MCV menurun karena individu yang
bersangkutan mengalami anemia defisiensi besi (anemia kekurangan zat besi).
Anemia ini terjadi karena pasien mengalami hematuria sehingga sel-sel darah
keluar bersamaan dengan urin yang keluar.
Tujuan terapi pada penatalaksanaan terapi ini dibagi menjadi dua yaitu
tujuan terapi jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan terapi jangka pendek
meliputi eradikasi bakteri penyebab infeksi saluran kemih, menghilangkan gejala
dengan cepat, meningkatkan kadar hemoglobin untuk mencegah keparahan
anemia. Tujuan jangka panjangnya adalah mencegah terjadinya infeksi ulangan
(rekurensi), mencegah komplikasi dari penyakit infeksi saluran kemih yang
kronis, mengurangi morbiditas dan mortalitas.
Sasaran terapi pada infeksi saluran kemih bagian bawah adalah
eradikasi bakteri penyebab infeksi, menghilangkan gejala, mengatasi anemia
mikrositik. Strategi terapi yang dilakukan meliputi terapi non farmakologi dan
terapi farmakologi. Terapi non farmakologi yang harus dilakukan pasien untuk
mempercepat proses penyembuhan penyakit antara lain adalah minum air putih
dalam jumlah yang banyak agar urine yang keluar juga meningkat (merangsang
diuresis), buang air kecil sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme yang
mungkin naik ke uretra, menjaga dengan baik kebersihan sekitar organ intim dan
saluran kencing agar bakteri tidak mudah berkembang biak, karena wanita
memiliki faktor resiko yang besar menderita ISK bagian bawah. Hal ini
dikarenakan wanita uretranya lebih pendek (2-3 cm) daripada pria, sehingga
kandung kemih mudah dicapai oleh bakteri dari dubur melalui perineum,
khususnya basil Escherichia coli. Pasien juga harus melakukan diet rendah garam
untuk membantu menurunkan tekanan darah, namun diet ini juga harus dimonitor
dengan ketat karena hipertensi yang dialami pasien tidak termasuk kategori parah.
Hipertensi yang dialami pasien dapat disebabkan karena proses berkemih yang
terhambat sehingga kadar Na di dalam tubuh juga tinggi, sehingga pasien
dianjurkan untuk minum air putih yang banyak agar dapat merangsang diuresis
dan secara otomatis tekanan darah juga akan berangsur-angsur turun. Pasien
dapat mengkonsumsi jus anggur atau cranberry untuk mencegah infeksi saluran
kemih berulang, khasiat jus ini diperkirakan berdasarkan penurunan daya melekat
bakteri pada sel-sel epitel dari vagina dan kemungkinan karena peranan
kandungan zat aktifnya yaitu hippuric acid. Mengkonsumsi makanan yang kaya
akan zat besi, misalnya buah-buahan, daging tanpa lemak dan kacang-kacangan
untuk membantu memulihkan anemia. Dan pasien dianjurkan tidak menahan bila
ingin berkemih, karena air kemih yang tertampung dapat menjadi media
pertumbuhan yang baik bagi mikroba.
Sedangkan terapi farmakologi yang diberikan meliputi Kotrimoksazole
2 dd 2 tablet @ 480 mg, Phenazopyridin HCl 3 dd 2 tablet 100 mg setelah makan
(jika perlu), Ferrofumarat 2 dd 200 mg.
Terapi antibiotik dipilih kotrimoksazole karena merupakan antibiotik
pilihan untuk ISK bagian bawah (sistitis) dimana belum terjadi komplikasi lanjut
dari ISK dan merupakan antibiotik empirik yang digunakan jika bakteri penyebab
ISK bagian bawah belum diketahui secara pasti karena kotrimoksazole ini
memiliki keefektifan yang tinggi terhadap banyak bakteri aerobik kecuali
Pseudomonas.
Untuk menghilangkan gejala dan keluhan pasien yaitu sering merasa
sakit ketika berkemih maka dapat diberikan Phenazopyridine HCl, yang
merupakan zat kimia dimana ketika disekresi ke dalam urin, memiliki efek lokal
analgesik. Obat ini sering digunakan untuk mengurangi nyeri, iritasi,
ketidaknyamanan, atau keadaan mendesak yang disebabkan oleh infeksi saluran
kemih, operasi, atau cedera pada saluran kemih. Phenazopyridine HCl digunakan
dengan tujuan untuk memberikan efek analgesik lokal pada saluran kemih. Obat
ini biasanya digunakan bersamaan dengan antibiotik ketika mengobati infeksi
saluran kemih. Phenazopyridine bukan golongan antibiotik, tetapi ketika
digunakan bersamaan dengan antibiotik dapat mempercepat pemulihan periode
awal dari infeksi saluran kemih. Pada kombinasi kedua obat ini, phenazopyridine
digunakan hanya untuk waktu yang singkat (hanya simptomatis), biasanya dua
hari sementara itu antibiotik digunakankan lebih lama. Efek samping penggunaan
Phenazopyridine HCl adalah dapat menyebabkan perubahan warna berbeda dalam
urin, biasanya untuk oranye gelap ke warna kemerahan, perubahan warna urine
adalah merupakan efek yang umum dan tidak berbahaya, dan memang indikator
kunci keberadaan obat dalam tubuh.
Terapi anemia mikrositik dapat diberikan Ferro fumarat karena anemia
jenis ini disebabkan karena defisiensi besi untuk sintesa hemoglobin (anemia
kekurangan zat besi). Anemia ini terjadi karena pasien mengalami hematuria
sehingga sel-sel darah keluar bersamaan dengan urin yang keluar. Anemia
mikrositik ini bercirikan kadar hemoglobin per eritrosit dibawah normal
(hipokrom) dengan eritrosit yang abnormal kecilnya (mikrositer) dan MCV
rendah (MCV / Mean Corpuscular Volume merupakan salah satu karakteristik sel
darah merah). Tujuan pemberian ferro fumarat adalah untuk menormalisasi kadar
Hb, dosis yang diberikan adalah 2 dd 200 mg diminum setelah makan.
Monitoring yang dilakukan untuk mengetahui keberhasilan terapi
adalah monitoring terhadap penggunaan antibiotik, jika setelah penggunaan
antibiotik kotrimoksazole selama 2 minggu (14 hari) kemudian dilakukan evaluasi
terhadap terapi, yaitu dilakukan pemeriksaan terhadap kultur bakteri, jika masih
terdapat bakteri dengan jumlah >10.000 CFU/ml maka pemberian antibiotik perlu
diganti dengan nitrofurantoin. Monitoring terhadap data-data laboratorium seperti
tekanan darah, MCV dan hemoglobin, jika dengan pemberian obat belum dapat
meningkatkan kadar hemoglobin maka dapat dilakukan transfusi darah dan perlu
di dukung dengan terapi non farmakologi. Monitoring efek samping obat yang
mungkin timbul selama terapi dijalankan, jika efek samping dari obat yang
digunakan tidak dapat ditoleransi maka obat dapat diganti dengan obat lain yang
masih satu golongan terapi. Monitoring juga dilakukan terhadap penyakit infeksi
saluran kemih (apakah pasien masih terinfeksi), dengan melakukan kultur bakteri
di dalam urine, jika dari hasil kultur jumlah bakteri <10.000 CFU/ml maka pasien
dinyatakan hanya terkontaminasi dan pada keadaan ini pasien tidak perlu diterapi
dengan antibiotik, tetapi jika jumlah bakteri >10.000 CFU/ml maka pasien
dinyatakan masih terinfeksi oleh bakteri dan terapi perlu dilanjutkan.
Untuk mengetahui dengan pasti bakteri penyebab infeksi pada saluran kemih
bagian bawah dapat dilakukan beberapa pengujian, seperti uji nitrit dan kultur
bakteri. Uji nitrit dilakukan dengan strip yang mengandung nitrat yang dicelupkan
ke dalam urin. Praktis bakteri Gram negatif dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit
yang ditandai dengan perubahan warna, sedangkan bakteri Gram positif tidak
terdeteksi. Selain itu, dapat dilakukan kultur bakteri dengan pembiakan lengkap.
Dengan mengetahui dengan pasti jenis bakteri penyebab infeksi maka pemilihan
antibiotik juga akan lebih spesifik untuk bakteri penyebab infeksi tersebut.