definisi

24
A. Definisi Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya ( >3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis),kolon (colitis) atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis (Wong, 2009). B. Klasifikasi Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkann : 1. Lama waktu diare a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal,berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh sendiri,lamanya sakit kurang dari 14 hari, dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009).

Upload: muhammad-harry-badrus-s

Post on 17-Jan-2016

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

HHH

TRANSCRIPT

Page 1: Definisi

A. Definisi

Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi

defekasi lebih dari biasanya ( >3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja

(menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare

disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di

seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap

tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di negara

berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat

melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis),kolon

(colitis) atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan

sebagai diare akut dan kronis (Wong, 2009).

B. Klasifikasi

Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkann :

1. Lama waktu diare

a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari.

Sedangkan menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines

(2005) diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek

dengan jumlah lebih banyak dari normal,berlangsung kurang dari 14 hari.

Diare akut biasanya sembuh sendiri,lamanya sakit kurang dari 14 hari, dan

akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong,

2009).

b. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.

2. Mekanisme patofisiologik

a. Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik.

b. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi.

c. Malabsorbsi asam empedu.

d. Defek sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit.

e. Motilitas dan waktu transport usus abnormal.

f. Gangguan permeabilitas usus.

Page 2: Definisi

g. Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik.

h. Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.

3. Penyakit infektif atau non-infektif.

4. Penyakit organik atau fungsional.

C. Faktor resiko

Secara umum faktor risiko Diare pada dewasa yang sangat

berpengaruh terjadinya penyakit Diare yaitu faktor lingkungan (tersedianya air

bersih , jamban keluarga, pembuangan sampah, pembuangan air limbah),

perilaku hidup bersih dan sehat, kekebalan tubuh, infeksi saluran pencernaan,

alergi, malabsorpsi, keracunan, immuno defisiensi serta sebab-sebab lain.

Sedangkan pada balita faktor risiko terjadinya Diare selain faktor

intrinsik dan ekstrinsik juga sangat dipengaruhi oleh prilaku ibu atau

pengasuh balita karena balita masih belum bisa menjaga dirinya sendiri dan

sangat tergantung pada lingkungannya, jadi apabila ibu balita atau pengasuh

balita tidak bisa mengasuh balita dengan baik dan sehat maka kejadian Diare

pada balita tidak dapat dihindari.

Penularan penyakit Diare pada balita biasanya melalui jalur fecal oral

terutama karena :

1. Menelan makanan yang terkontaminasi

2. Kontak dengan tangan yang terkontaminasi

3. Beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan kuman perut :

Tidak memadainya penyediaan air bersih

Kekurangan sarana kebersihan dan pencemaran air oleh tinja

Penyiapan dan penyimpanan makanan tidak secara semestinya.

4. Tindakan penyapihan yang jelek (penghentian ASI yang terlalu dini, susu

botol, pemberian ASI yang diselang-seling dengan susu botol pada 4-6 bulan

pertama).

Selain beberapa faktor diatas kemungkinan penularan Diare pada

balita juga sangat dipengaruhi oleh :

a. Gizi kurang

b. Kurang kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh

Page 3: Definisi

c. Berkurangnya keasaman lambung

d. Menurunnya motilitas usus

Penyebab diare berupa infeksi masih merupakan permasalahan yang

serius di Negara berkembang, ini dapat berupa infeksi parenteral (infeksi jalan

nafas, saluran kencing dan infeksi sistemik) serta infeksi enteral (bakteri,

virus, jamur dan parasit). Sekarang diakui bahwa faktor-faktor penyebab

timbulnya diare tidak berdiri sendiri, tetapi sangat kompleks dan sangat

dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkaitan satu sama lain, misalnya

faktor gizi, sanitasi lingkungan, keadaan sosial ekonomi, keadaan sosial

budaya serta faktor lainnya. Untuk terjadinya diare sangat dipengaruhi oleh

kerentanan tubuh, pemaparan terhadap air yang tercemar, sistim pencernaan

serta faktor infeksi itu sendiri. Kerentanan tubuh sangat dipengaruhi oleh

faktor genetik, status gizi, perumahan padat dan kemiskinan .

Beberapa ahli berpendapat bahwa kejadian diare balita disamping

dipengaruhi oleh faktor-faktor diatas juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain

diantaranya adalah :

1) Faktor infeksi.

Faktor infeksi penyebab diare dapat dibag dalam infeksi parenteral dan

infeksi enteral. Di Negara berkembang campak yang disertai dengan diare

merupakan faktor yang sangat penting pada morbiditas dan mortalitas anak.

Walaupun mekanisme sinergik antara campak dan diare pada anak belum

diketahui, diperkirakan kemungkinan virus campak sebagai penyebab diare

secara enteropatogen. Walaupun diakui pada umumnya bahwa

enteropatogen tersebut biasanya sangat kompleks dan dipengaruhi oleh

faktor-faktor umur, tempat, waktu dan keadaan sosio ekonomi.

2) Faktor umur

Semakin muda umur balita semakin besar kemungkinan terkena diare,

karena semakin muda umur balita keadaan integritas mukosa usus masih

belum baik, sehingga daya tahan tubuh masih belum sempurna. Kejadian

diare terbanyak menyerang anak usia 7 – 24 bulan, hal ini terjadi karena :

Page 4: Definisi

Bayi usia 7 bulan ini mendapat makanan tambahan diluar ASI dimana

risiko ikut sertanya kuman pada makanan tambahan adalah tinggi

(terutama jika sterilisasinya kurang).

Produksi ASI mulai berkurang, yang berarti juga anti bodi yang masuk

bersama ASI berkurang. Setelah usia 24 bulan tubuh anak mulai

membentuk sendiri anti bodi dalam jumlah cukup (untuk defence

mekanisme), sehingga serangan virus berkurang.

3) Faktor status gizi.

Pada penderita kurang gizi serangan diare terjadi lebih sering terjadi.

Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan berat diare yang

diderita. Diduga bahwa mukosa penderita malnutrisi sangat peka terhadap

infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang. Status gizi ini sangat

dipengaruhi oleh kemiskinan, ketidak tahuan dan penyakit. Begitu pula

rangkaian antara pendapatan, biaya pemeliharaan kesehatan dan penyakit,

keadaan sosio ekonomi yang kurang, hygiene sanitasi yang jelek, kepadatan

penduduk rumah, pendidikan tentang pengertian penyakit, cara

penanggulangan penyakit serta pemeliharaan kesehatan.

4) Faktor lingkungan

Penularan penyakit diare sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan

dimana sebagian besar penularan melalui faecal oral yang sangat

dipengaruhi oleh ketersediaan sarana air bersih dan jamban keluarga yang

memenuhi syarat kesehatan serta perilaku hidup sehat dari keluarga Oleh

karena itu dalam usaha mencegah timbulnya diare yaitu dengan melalui

penyediaan fasilitas jamban keluarga yang disertai dengan penyediaan air

yang cukup, baik kuantitas maupun kualitasnya. Upaya tersebut harus diikuti

dengan peningkatan pengetahuan dan sosial ekonomi masyarakat, karena

tingkat pendidikan dan ekonomi seseorang dapat berpengaruh pada upaya

perbaikan lingkungan.

5) Faktor susunan makanan

Faktor susunan makanan berpengaruh terhadap terjadinya diare

disebabkan karena kemampuan usus untuk menghadapi kendala baik itu

yang berupa :

a. Antigen : susunan makanan mengandung protein yang tidak homolog

sehingga dapat berlaku sebagai antigen. Lebih-lebih pada bayi dimana

Page 5: Definisi

kondisi ketahanan lokal usus belum sempurna sehingga terjadi migrasi

molekul makro.

b. Osmolaritas : susunan makanan baik berupa formula susu maupun

makanan padat yang memberikan osmolaritas yang tinggi sehingga dapat

menimbulkan diare.

c. Malabsorpsi : kandungan nutrient makanan yang berupa karbohidrat,

lemak maupun protein dapat menimbulkan intoleransi, malabsorpsi

maupun alergi sehingga terjadi diare pada balita.

d. Mekanik : kandungan serat yang berlebihan dalam susunan makanan

secara mekanik dapat merusak fungsi usus sehingga timbul diare.

(Sinthamurniwaty. 2006)

D. Epidemiologi

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di

negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-

nya yang masih tinggi. Hingga saat ini penyakit Diare masih merupakan

masalah kesehatan masyarakat. Berdasarkan hasil survei Sub Direktorat

Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan (ISP) Direktorat Jenderal Pengendalian

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI,

Angka Kesakitan Diare semua umur tahun 2010 adalah 411 per 1.000

penduduk, sedangkan pada tahun 2012 sebesar 214 per 1.000 penduduk.

Dan berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007,

Diare merupakan penyebab kematian nomor empat (13,2%) pada semua

umur dalam kelompok penyakit menular dan merupakan penyebab kematian

nomor satu pada bayi post neonatal (31,4%) dan pada anak balita (25,2%).

Di Jawa Timur cakupan pelayanan penderita Diare tahun tahun 2011

sebesar 69%, sedangkan tahun 2012 sebesar 72,43% (masih di bawah target

Nasional 100%). Dilihat hasil cakupan pelayanan diare di kabupaten/kota

tahun 2012, 7 (tujuh) kabupaten/Kota sudah mencapai target 100%, yakni

Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Mojokerto,

Kabupaten Sampang, Kota Kediri, Kota Pasuruan dan Kota Mojokerto.

Sedangkan kabupaten/kota belum bisa mencapai target, karena ketepatan

dan kelengkapan laporan dari Puskesmas ke kabupaten atau kota sangat

rendah.

Page 6: Definisi

Perlu adanya peningkatan pelayanan kesehatan dasar baik dari

Pondok Kesehatan Desa (PONKESDES), Puskesmas Pembantu (PUSTU)

maupun Puskesmas serta Dinas Kesehatan kabupaten atau kota untuk

memberikan laporan secara lengkap agar data Diare yang masuk ke Dinas

Kesehatan Provinsi dapat menggambarkan besaran masalah Diare di wilayah

terkait. (Depkes RI. 2012)

Persentase Penemuan Penderita Diare yang Ditangani

Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012 Sama bagan ya di buat PPT

Sumber : Laporan Program Diare

Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Salah satu langkah dalam pencapaian target MDG’s (Goal ke-4)

adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990

sampai pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT),

Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui

bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia.

Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat

baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian

karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat. (Depkes RI.2011).

E. Patofisiologi (terlampir)

Page 7: Definisi

F. Manifestasi Klinis

Balita biasanya rewel karena diare menyebabkan kekurangan cairan,

sehingga perlu diberi minum yang banyak.

Pada keadaan dehidrasi ringan-sedang, balita akan terlihat gelisah.

Diare ditandai disentriform yaitu tinja berlendir, cair dan kadang-kadang

berdarah.

Diare disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus yang ditandai dengan

suhu tubuh meningkat.

Nafsu makan menurun akibat diare harus diimbangi makan yang cukup

supaya kondisi tubuh membaik.

Balita biasanya akan muntah sebelum atau sesudah makan karena

merupakan gejala dari beberapa penyakit antara lain keracunan makanan,

infeksi appendiks, gula darah yang sangat rendah, dan lain-lain yang

merupakan factor penyebab diare.

Dehidrasi (kekurangan cairan)

Tingkatan dehidrasi ada tiga, yaitu :

a. Dehidrasi Ringan

Muka memerah, rasa haus yang sangat, kulit hangat dan kering,

tidak buang air atau volume urine berkurang atau berwarna lebih gelap,

pusing dan lemah, kram pada otot kaki dan tangan, menangis dengan

sedikit atau tidak ada air mata, mengantuk, mulut dan lidah disertai

berkurangnya air liur.

b.    Dehidrasi Sedang

Tekanan darah menurun, pingsan, kontraksi yang kuat pada otot

lengan, kaki, perut dan punggung, kejang, perut kembung, gagal jantung,

dan ubun-ubun cekung, denyut nadi cepat dan lemah.

c. Dehidrasi Berat

Gejala-gejala dehidrasi ringan terlihat semakin jelas dan mengarah

pada keadaan yang lebih berat dengan tanda dan gejala sebagai berikut :

Berkurangnya kesadaran, tidak buang air kecil, tangan teraba dingin dan

lembab, denyut nadi yang semakin cepat dan lemah hingga tidak teraba,

tekanan darah yang menurun hingga tidak terukur, kebiruan pada ujung

Page 8: Definisi

kuku, mulut, dan lidah. Jika tidak diatasi keadaan ini dapat mengancam

jiwa atau kematian.

G. Pemeriksaan diagnostik

1. Anamnesis

Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik

tergantung penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung

kurang dari 15 hari. Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah

banyak, diare air, dan sering berhubungan dengan malabsorpsi dan dehidrasi

sering didapatkan. Diare karena kelainan kolon seringkali berhubungan

dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah dan ada sensasi

ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan

khas, yaitu mual, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering,

malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik. Secara

umum, pathogen usus halus tidak invasif, dan patogen ileokolon lebih

mengarah ke invasif. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya

makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin yang

dihasilkan (Simadibrata, 2006).

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh,

frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya

perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor

kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung

atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa

mulut dan lidah kering atau basah (Juffrie, 2010).

Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik.

Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia.

Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat

menentukan derajat dehidrasi yang terjadi (Juffrie, 2010).Penilaian beratnya

atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif yaitu dengan

membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif dengan

menggunakan criteria WHO, Skor Maurice King, dan lain-lain (Juffrie, 2010).

Page 9: Definisi

PENILAIAN A B C

LIHAT :

Keadaan umum Baik, sadar *Gelisah, rewel *Lesu,

lunglai, atau

tidak sadar

Mata Normal Cekung Sangat

cekung dan

kering

Air mata Ada Tidak ada

Mulut dan lidah

Basah Kering Sangat

kering

Rasa haus Minum biasa

tidak haus

*haus, ingin minum

banyak

*malas

minum atau

tidak bisa

minum

Periksa: turgor

kulit

Kembali cepat *kembali lambat *kembali

sangat

lambat

Hasil

pemeriksaan:

Tanpa

Dehidrasi

Dehidrasi

ringan/sedang

Bila ada 1 tanda *

ditambah 1 atau

lebih tanda lain

Dehidrasi

berat

Bila ada 1

tanda *

ditambah 1

atau lebih

tanda lain

Terapi Rencana

Terapi A

Rencana Terapi B Rencana

Terapi C

Page 10: Definisi

Sumber: Juffrie, 2010

Cara membaca tabel untuk menentukan kesimpulan derajat dehidrasi :

a. Baca tabel penilaian derajat dehidrasi dari kolom kanan ke kiri (C ke A)

b. Kesimpulan derajat dehidrasi penderita ditentukan dari adanya 1 gejala

kunci (yang diberi tanda bintang) ditambah minimal 1 gejala yang lain

(minimal 1 gejala) pada kolom yang sama.

3. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak

diperlukan, Hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya

penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare

akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat (Juffrie, 2010). Pemeriksaan

tinja baik makroskopik maupun mikroskopik dapat dilakukan untuk

menentukan diagnosa yang pasti. Secara makroskopik harus diperhatikan

bentuk, warna tinja, ada tidaknya darah, lender, pus, lemak, dan lain-lain.

Pemeriksaan mikroskopik melihat ada tidaknya leukosit, eritrosit, telur cacing,

parasit, bakteri, dan lain-lain (Hadi, 2002).

H. Penatalaksanaan medis

Umum

Diare Akut

1. Rehidrasi

Langkah penatalaksanaan adalah mengistirahatkan usus dan memberi

rehidrasi secara parental

2. Obati penyakit yang mendasari

Antibiotik atau steroid bisa diberikan jika pada pemeriksaan penunjang

ditemukan paatogen spesifik atau bukti adanya penyakit inflamasi usus.

Metronidazol atau vankomisin dipakai pada kolitis pseudomembranosa.

Kemungkinan relaps mencapai 20% dan diterapi dengan

metronidazol/vankomisin lanjutan.

Diare Kronis

Tangani penyakit penyerta

Page 11: Definisi

Di tingkat puskesmas

Pengkajian

1. Tanyakan sudah berapa lama klien diare

2. Tanyakan apakah ada darah dalam tinja klien

3. Lihat dan raba:

a. Lihat keadaan umum anak:

Apakah:

- Letargis atau tidak sadar?

- Gelisah dan rewel/mudah marah?

b. Lihat apakah mata cekung

c. Beri klien minum. Apakah:

- Tidak bisa minum atau malas minum?

- Haus, minum dengan lahap?

d. Cubit kulit perut untuk mengetahui turgor. Apakah kembalinya:

- Sangat lambat (lebih dari 2 detik)?

- Lambat?

Tindakan/Pengobatan di tingkat Puskesmas

Dehidrasi

1. Diare tanpa Dehidrasi

a. Rencana Terapi A

b. Nasihati kapan kembali segera

c. Kunjungan ulang 5 hari jika tidak ada perbaikan

2. Diare Dehidrasi Ringan/Sedang

a. Rencana Terapi B

b. Jika anak juga mempunyai klasifikasi berat lain:

- Rujuk segera

- Jika masih bisa minum, berikan ASI dan larutan oralit selama

perjalanan

c. Nasihati kapan kembali segera

d. Kunjungan ulang 5 hari jika tidak ada perbaikan

3. Diare Dehidrasi Berat

Page 12: Definisi

a. Jika tidak ada klasifikasi berat lain:

- Rencana Terapi C

b. Jika anak juga mempunyai klasifikasi berat lain:

- Rujuk segera

- Jika masih bisa minum berikan ASI dan larutan oralit selama

perjalanan

c. Jika ada kolera di daerah tersebut, beri antibiotik untuk kolera.

Diare Lebih dari 14 Hari atau Lebih

1. Ada Dehidrasi

a. Atasi dehidrasi sebelum dirujuk, kecuali ada klasifikasi berat lain

b. Rujuk

2. Diare Persisten

- Nasihati pemberian makan untuk diare persisten

- Kunjungan ulang 5 hari

Darah Dalam Tinja (Disentri)

a. Beri antibiotik yang sesuai

b. Nasihati kapan kembali segera

c. Kunjungan ulang 2 hari

Penatalaksanaan diare akut pada anak:

1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi. Cara menilai derajat dehidrasi

Kehilangan berat badan :

2,5 % tidak ada dehidrasi

2,5-5% Dehidrasi ringan

5-10 % dehidrasi sedang

> 10% dehidrasi berat

Skor Maurice King

Bagian Tubuh N I L A I

Yang Diperiksa 0 1 2

Page 13: Definisi

Keadaan Umum

Turgor

Mata

UUB

Mulut

Denyut Nadi

Sehat

Normal

Nomral

Normal

Normal

Kuat

< 120

Gelisah cengeng,

apatis, ngantuk

Sedikit, kurang

Sedikit cekung

Sedikit cekung

Kering

Sedang

(120-140)

Mengigau,

koma/syok

Sangat kurang

Sangat cekung

Sangat cekung

Kering, sianosis

Lemah

> 140

KETERANGAN :

Skor :

0-2 dehidrasi ringan

7-12 dehidrasi sedang

7-12 ehidrasi berat

Pada anak-anak Ubun Ubun Besar sudah menutup

Untuk kekenyalan kulit :

1 detik             : dehidrasi ringan

1-2 detik          : dehidrasi sedang

> 2 detik         : dehidrasi berat

Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi

yang cepat dan akurat, yaitu:

1. Jenis cairan yang hendak digunakan.

Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena

tersedia cukup banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila

dibandingkan dengan kadar kalium tinja. Bila RL tidak tersedia dapat

diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul

Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan diare

Page 14: Definisi

akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit untuk mencegah dehidrasi

dengan segala akibatnya.

2. Jumlah cairan yang hendak diberikan

Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus

sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan

cairan dari badan dapat dihitung dengan cara/rumus:

Mengukur BJ Plasma

Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:

BJ Plasma – 1,025

———————- x BB x 4 ml

0,001

Metode Pierce

Berdasarkan keadaan klinis, yakni:

- diare ringan, kebutuhan cairan      = 5% x kg BB

- diare sedang, kebutuhan cairan     = 8% x kg BB

- diare ringan, kebutuhan cairan      = 10% x kg BB

Metode Perbandingan BB dan Umur

BB (kg) Umur PWL NWL CWL Total Kehilangan

Cairan

< 3

3-10

10-15

15-25

< 1 bln

1 bln-2 thn

2-5 thn

5-10 thn

150

125

100

080

125

100

080

025

25

25

25

25

300

250

205

130

Sumber: Ngastiyah (1997)

Keterangan:

Page 15: Definisi

PWL : Previus Water Lose (ml/kgBB) = cairan muntah

NWL  : Normal Water Lose (ml/kgBB)  = cairan diuresis, penguapan,

pernapasan

CWL  : Concomitant Water Lose (ml/KgBB)  = cairan diare dan muntah yang

terus menerus.

Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah

pemberiannya.

1. Cairan per oral

Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan

peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa.

Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium

90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-

sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit,

sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak

lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.

2. Cairan parentral

Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan

rincian sebagai berikut:

Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg

1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran

1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).

7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset

berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).

16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit

Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg

1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau

10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg

1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau

7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau

3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.

Page 16: Definisi

Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg

Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam,

jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %.

Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1

ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).

Untuk bayi berat badan lahir rendah

Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa

10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).

3. Dietetik

Untuk mencegah kekurangan nutrisi, diet pada anak diare harus tetap

dipertahankan. Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan

berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:

Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak

jenuh

Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)

Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya

susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai

sedang atau tak jenuh.

4. Obat-obatan

Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang

mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain. Obat-obatan yang

diberikan pada anak diare adalah:

- Obat anti sekresi (asetosal, klorpromazin)

- Obat spasmolitik (papaverin, ekstrakbelladone)

- Antibiotik (diberikan bila penyebab infeksi telah diidentifikasi)

DAFTAR PUSTAKA

Davey, Patrick. 2005. Medicine at a Glance. Blackwell Science Ltd : UK

Hidayat, Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya : Salemba

Medika

Page 17: Definisi

Depkes RI. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Jakarta : Jendela Data dan Informasi

Kesehatan

Depkes RI. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2012. Surabaya :

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Sinthamurniwaty. (2006). FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIARE AKUT

PADA BALITA (Studi Kasus Di Kabupaten Semarang). Universitas Diponegoro,

Semarang.

Putra, I. S., Firmansyah, A., Hegar, B., Boediarso, A. D., Muzal, Kadim, et al.

(2008). Faktor Risiko Diare Persisten pada Pasien yang Dirawat di Departemen

Ilmu Kesehatan Anak RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sari Pediatri, 10. From

http://journal.ui.ac.id/health/article/viewFile/212/208

Hannif, Mulyani, N. S., & Kuscithawati, S. (2011). Faktor Risiko Diare Akut pada

Balita. Berita Kedokteran Masyarakat, 27. From https://www.google.com/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&cad=rja&uact=8&ved=0CGEQFjAG&url

=http%3A%2F%2Fwww.berita-kedokteran-masyarakat.org%2Findex.php%2FBKM

%2Farticle%2Fview

%2F78%2F10&ei=cDLxVOWVFIHiuQTpxoKYDg&usg=AFQjCNF6lJiQ5LP7f7sAu5l

0GziIz-UZ1g

Simadibrata, M., Daldiyono. 2006. Diare Akut. In: Sudoyo, Aru W, et al, ed. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 408-413.

Juffrie, M., et al, 2010. Buku Ajar Gastroenterologi - Hepatologi Jilid 1. Jakarta :

Balai Penerbit IDAI.

Hadi, S., 2002. Gastroenterologi. Bandung : Penerbit Alumni.