definisi

Upload: dippos-theofilus-hutapea

Post on 09-Jan-2016

9 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PENDAHULUANEnuresis atau dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan istilah mengompol merupakan salah satu masalah yang sering terjadi pada anak. Keadaan ini dapat menimbulkan masalah, baik bagi anak, orangtua, keluarga, maupun dokter anak yang menanganinya. Terhadap anak, enuresis dapat mempengaruhi kehidupan seperti misalnya timbul rasa kurang percaya diri, merusak pergaulan, yang semuanya dapat berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak sehingga memerlukan pertolongan dokter, terutama pada anak yang sudah mengalami tekanan mental dan gangguang perkembangan kepribadian1,2. Bagi orangtua dan keluarganya, gejala ini dapat menimbulkan frustrasi dan kecemasan. Kontrol kandung kemih yang normal dapat dicapai dengan bertahap dan dipengaruhi oleh perkembangan neuromuskular dan kognitif, faktor sosioekonomi, latihan toilet, dan kemungkinan faktor genetik. Kesulitan pada salah satu atau beberapa bidang tersebut dapat memperlambat kontinesia urin. Walaupun suatu penyebab organik mengeluarkan diagnosis enuresis, koreksi defek anatomis atau menyembuhkan infeksi tidak selalu menyembuhkan enuresis, yang menyatakan bahwa penyebabnya mungkin tidak berhubungan dengan kelainan organik pada beberapa kasus.3Prevalensi enuresis menurun dengan meningkatnya usia. Jadi, 82 persen anak berusia 2 tahun, 49 persen anak berusia 3 tahun, 36 persen anak berusia 4 tahun, dan 7 persen anak berusia 57 tahun ahun telah di laporkan mengalami enuretik secara teratur. Tetapi, prevalensi adalah bervariasi, tergantung pada populasi yang diteliti dan toleransi untuk gejala dalam berbagai kelompok kultur dan sosiekonomi.3Untuk membuat diagnosis, anak harus menunjukkan usia perkembangan atau usia kronologis sekurangnya 5 tahun. Menurut DSM-IV-TR, untuk dapat memenuhi kriteria diagnosis, perilaku harus terjadi dua kali minggu selama periode sekurangnya tiga bulan atau harus menyebabkan penderitaan dan gangguan dalam fungsi. Enuresis didiagnosis hanya jika merupakan suatu perilaku, bukan karena kondisi medis.3

PEMBAHASANA. PENGERTIANEnuresis berasal dari kata Yunani (Enourein) yang berarti pengeluaran air kemih yang tidak disadari, dimana hal ini terjadi pada anak yang seharusnya sudah mampu mengendalikan proses berkemih secara normal1,2 . Enuresis seperti yang didefinisikan oleh DSM-IV-TR merupakan mengeluarkan urin berulang kali di tempat tidur atau pakaian minimal 2 kali dalam seminggu sekurangnya dalam 3 bulan berturut-turut pada anak di bawah 5 tahun.3,4Enuresis nokturnal adalah mengeluarkan urin selama tidur. Enuresis diurnal adalah mengeluarkan urin ketika terbangun.

B. ETIOLOGIPenyebab organik yang mungkin berhubungan dengan enuresis, harus disingkirkan sebelum mempertimbangkan faktor-faktor psikogenik. Penyebab organik tersebut, termasuk gangguan struktural saluran kemih, infeksi saluran kemih, defisit neurologis, gangguan yang meningkatkan pengeluaran normal urin (seperti diabetes dan gangguan yang mengganggu kemampuan ginjal kronis atau penyakit sel sabit)5.Pada kasus lain enuresis dipengaruhi oleh faktor-faktor emosional, walaupun meragukan bahwa faktor-faktor tersebut adalah faktor penyebabnya. Orang tua melaporkan bahwa anak-anak ini, tidur lebih pulas dari pada anak-anak lainnya. Namun, kedalaman tidur tidak teridentifikasi sebagai penyebab enuresis noktural.

C. JENIS-JENIS ENURESISAda dua jenis enuresis yang terjadi pada anak, yaitu enuresis primer dan sekunder yang diuraikan sebagai berikut5:

1. Enuresis PrimerEnuresis primer terjadi pada anak yang sejak lahir hingga berusia lima atau enam tahun yang masih mengompol5. Faktor-faktor penyebabnya yaitu:1) Faktor genetikDari hasil penelitian terlihat bahwa sebanyak 77% anak mengalami enuresis, bila kedua orang tuanya mempunyai riwayat enuresis. 44% anak mengalami enuresis, bila salah satu orang tuanya enuresis dan 15 %. anak enuresis, bila kedua orang tua sama sekali tidak enuresis1.

2) Keterlambatan pematangan fungsi susunan saraf pusat (SSP).Pada anak normal, ketika kandung kemih sudah penuh oleh urin, sistem saraf di kandung kemihnya akan melapor kepada otak. Kemudian otak akan mengirim pesan balik ke kandung kemih. Otak akan meminta kandung kemih untuk menahan pengeluaran urin, sampai si anak sudah siap di toilet. Pada anak dengan keterlambatan kematangan SSP, proses ini tidak terjadi, sehingga saat kandung kemihnya penuh, anak tidak dapat menahan keluarnya urine6.

3) Kurangnya kadar antidiuretic hormone (ADH) dalam tubuhHormon ini akan menyebabkan tubuh seseorang memproduksi sedikit urin pada malam hari. Pada anak enuresis, tubuhnya tidak bisa membuat ADH dalam jumlah yang mencukupi, sehingga ketika sedang tidur, tubuhnya menghasilkan banyak urin. Oleh karena itulah anak menjadi mengompol5.

4) Gangguan tidur dalamTidur yang sangat dalam (deep sleep) akan menyebabkan anak tidak terbangun pada saat kandung kemih sudah penuh.

5) Keterlambatan perkembanganKeterlambatan dalam perkembangan, yang menyebabkan anak menjadi enuresis, bukan disebabkan gangguan pematangan sistem neurofisiologi, tetapi disebabkan kurangnya latihan pola buang air kemih yang baik (tolet training). Hal ini sering terjadi pada golongan masyarakat dengan sosio ekonomi yang buruk, jumlah keluarga yang besar, broken home, dan stres lingkungan6.

6) Kelainan anatomi, misalnya kandung kemih yang kecil5. 2.Enuresis SekunderEnuresis sekunder terjadi pada anak yang sebelumnya sudah tidak mengompol selama tiga sampai enam bulan, lalu kembali mengompol. Penyebab enuresis sekunder5 yaitu:1) Faktor psikologis Biasanya berupa pemisahan dari keluarga, kematian orang tua, kelahiran saudara kandung (adik), pindah rumah, dan pertengkaran. Enuresis karena stress, bersifat kambuhan dan sementara.

2) Kondisi fisik yang terganggu Contohnya adalah neurogenic bladder dan kelainan medula spinalis lain yang terkait, infeksi saluran kemih, diabetes, sembelit bahkan alergi. Sebagian besar anak mengalami enuresis jenis nokturnal (malam hari). Anak mengompol selama tidur. Kadang-kadang, beberapa anak mengompol pada siang hari saat terjaga (enuresis diurnal). Anak mungkin memiliki kandung kemih yang tidak stabil, yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih dan buang air kecil yang terlalu sering. Anak-anak ini, dapat dirujuk ke dokter anak dan akan diberi obat selama beberapa waktu yang dapat melemaskan otot kandung kemih.Sembelit (konstipasi) juga dapat berhubungan dengan enuresis. Umumnya, hanya dengan merubah menu makan sehari-hari, sudah dapat menyambuhkan konstipasi ringan. Namun, pada beberapa kasus berat, konstipasi memerlukan perawatan khusus sebelum masalah enuresisnya dapat diatasi.

D. DIAGNOSIS DAN GAMBARAN KLINISUntuk membuat diagnosis, anak harus menunjukkan usia perkembangan atau usia kronologis sekurangnya 5 tahun. Menurut DSM-IV-TR, untuk dapat memenuhi kriteria diagnosis, perilaku harus terjadi dua kali minggu selama periode sekurangnya tiga bulan atau harus menyebabkan penderitaan dan gangguan dalam fungsi. Enuresis didiagnosis hanya jika merupakan suatu perilaku, bukan karena kondisi medis. Anak dengan enuresis berisiko tinggi ADHD dibandingkan dengan populasi umum. Anak-anak tersebut juga dapat memiliki komorbid berupa enkopresis. DSM-IV-TR membagi gangguan menjadi tiga tipe; [1] nokturnal saja, [2] diurnal saja, [3] nokturnal dan diurnal (Tabel 2.1.).3Tabel 2.1. DSM-IV-TR Kriteria Diagnosis untuk Enuresis3AMengeluarkan urin berulang kali di tempat tidur atau pakaian (baik tidak disadari atau disengaja)

BPerilaku bermakna secara klinis yang dimanifestasikan oleh frekuensi 2 kali seminggu selama sekurangnya 3 bulan berturut-turut atau adanya penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, akademik (pekerjaan), atau fungsi penting lain.

CUsia kronologis kurang dari 5 tahu (atau tingkat perkembangan ekuivalen)

DPerilaku bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (seperti diuretik) atau suatu kondisi medis umum (seperti diabetes, spina bifida, atau gangguan kejang)

Sebutkan tipe:Hanya nokturnalHanya diurnalNokturnal dan diurnal

Tabel 2.2. ICD-10 Kriteria Diagnosis untuk Non-Organik Enuresis3AUsia kronologis dan usia mental kurang dari 5 tahun

BTidak disadari atau disengaja mengeluarkan urin di tempat tidur atau pakaian, terjadi sekurangnya 2 kali dalam 1 bulan untuk anak di bawah 7 tahun, dan sekurangnya 1 kali dama 1 bulan untuk anak usia 7 tahun atau lebih.

CEnuresis bukan karena efek dari serangan epilepsi atau inkontinensia neurologik, dan bukan karena efek langsung dari keabnormalan struktur dari traktus urinarius atau kondisi medis non-psikiatrik lain.

DTidak ditemukan bukti dari gangguan psikiatrik lain yang dijumpai untuk kriteria lain dari kategori ICD-10.

EDurasi dari gangguan sekurangnya 3 bulan.

Gambar 2.1. Digram Diagnosis Enuresis7

Tidak ada temuan laboratorium tunggal yang patognomonik untuk enuresis. Tetapi, klinisi harus menyingkirkan faktor organik, seperti adanya infeksi saluran kemih yang mungkin mempredisposisikan seorang anak untutk enuresis. Kelainan obstruktif struktrual mungkin ditemukan pada sampai 3 persen anak-anak yang datang dengan enuresis yang jelas. Pemeriksaannya radiografik canggih biasanya tidak dilakukan pada kasus enuresis sederhana tanpa tanda infeksi berulang atau masalah medis lain.3

E.DIAGNOSIS BANDINGPenyebab organik yang mungkin harus disingkarkan. Ciri organik paling sering ditemukan pada anak-anak dengan enuresis nokturnal maupun diurnal yang dikombinassikan dengan frekuensi dan urgensi urin. Ciri organik adalah (1) patologi genitourinariusstruktural, neurologis, dan infeksiseperti uropati obstruktif, spina bifida okulta, dan sistitis; (2) gangguan organik lain yang dapat menyebabkan poliuria dan enuresis, seperti diabetes melitus, dan diabetes insipidus; (3) gangguan kesadaran dan tidur, seperti kejang, intoksikasi, dan gangguan tidur sambil jalan, sejauh mana pasien miksi; dan (4) efek samping terapi dengan antipsikotiksebagai contoh, thioricazine (Mellaril).3

F.TERAPIKarena tidak ada penyebab enuresis yang dapat dikenali dan karena gangguan cenderung menghilang dengan spontan, kendatipun tidak diobati, beberapa keberhasilan telah dicapai dengan sejumlah metode.1.Latihan ToiletLatihan toilet yang tepat dengan dorongan dari orangtua harus diusahakan, terutama pada enuresis dimana gangguan tidak didahului oleh periode kontinensia urin. Jika latihan toilet belum pernah dicoba, orangtua dan pasien harus dibantu dalam melakukannya. Catatan dapat menolong dalam menentukan keadaan dasar dan mengikuti perkembangan anak dan catatan sendiri dapat menjadi pendorong. Kartu bintang mungkin cukup menolong. Teknik lain yang berguna adalah membatasi asupan cairan sebelum tidur dan latihan pergi ke toilet di malam hari bagi anak-anak.32.Terapi PerilakuPembiasaan klasik dengan perangkat bel (atau buzzer) dan pelapis biasanya merupakan terapi yang paling efektif untuk enuresis. Kekeringan dihasilkan pada lebih dari 50 persen kasus. Terapi adalah sama efektifnya pada anak-anak dengan dan tanpa gangguan mental penyerta, dan tidak terdapat bukti substitusi gejala. Kesulitan dapat berupa ketidakpatuhan anak dan keluarga, pemakaian perangkat yang tidak tepat, dan relaps.3,9Latihan kandung kemih, mendorong atau menghadiahi untuk menunda miksi dengan waktu yang semakin panjang selama terbangun juga dapat digunakan. Walaupun kadang-kadang efektif, metode tersebut dinyatakan di bawah bel dan pelapis.33.PsikoterapiPsikoterapi berguna dalam mengobati masalah psikiatrik penyerta dan kesulitan emosional dan keluarga yang timbul sekunder akibat gangguan.Walaupun banyak teori psikologis dan psikoanalitik tentang enuresis telah diajukan, penelitian terkendali telah menemukan bahwa psikoterapi saja bukan merupakan terapi efektif untuk enuresis.34.FarmakoterapiObat harus jarang digunakan untuk mengobati enuresis dan hanya sebagai usaha terakhir pada kasus yang tidak dapat disembuhkan yang menyebabkan kesulitan emosional serius bagi penderitanya. Imipramine (Tofranil) bermanfaat dan telah diizinkan untuk digunakan dalam mengobati enuresis masa anak-anak, terutama atas dasar jangka pendek. Awalnya, sampai 30 persen pasien enuretik mulai menjadi kering, dan sampai 85 persen adalah lebih jarang basah dibandingkan sebelum terapi. Tetapi, keberhasilan jarang bertahan lama. Toleransi berkembang setelah enam minggu terapi. Jika obat dihentikan, relaps dan enuresis dengan frekuensi sebelumnya biasanya terjadi dalam beberapa bulan. Masalah yang serius adalah efek merugikan dari obat, yang termasuk kardiotoksisitas.3,8Desmopresin (DDAVP), suatu senyawa antidiuretik yang tersedia sebagai sprai intranasal, telah menunjukkan keberhasilan awal dalam mengobati enuresis. Penurunan enuresis bervariasi mencapai 10-90% dengan penggunaan desmopresin. Pada kebanyakan penelitian, enuresis akan muncul kembali setelah penghentian obat ini. Efek samping yang terjadi adalah nyeri kepala, kongesti nasal, epistaksis, dan nyeri perut. Telah dilaporkan efek samping yang paling serius dari penggunaan desmopresin untuk enuresis adalah kejang hiponatremia pada anak.3Reboxetine (Edronax, Vestra), merupakan norepinephrine reuptake inhibitor tanpa efek samping kardiotoksisitas. Obat ini lebih aman dibandingkan imipramine dan dapat digunakan sebagai alternatif dalam pengobatan enuresis pada anak. Sebuah penelitian yang diikuti 22 anak yang mengalami enuresis yang tidak menggunakan enuresis alarm, desmopresin, atau antikolinergik, diberikan 4-8mg reboxetine sebelum tidur. Dari 22 anak, 13 orang (59%) mengalami kekeringan atau sembuh dengan penggunaan reboxetine saja, atau kombinasi dengan desmopresin.3

G.Perjalanan Penyakit dan PrognosisEnuresis biasanya berhenti sendiri. Anak akhirnya dapat tetap kering tanpa sekuel psikiatrik. Sebagian besar anak enuretik merasakan gejalanya ego distonik dan mengalami peningkatan harga diri dan perbaikan keyakinan sosial jika mereka menjadi kontinen.3Kira-kira 80 persen anak yang terkena tidak pernah mencapai periode kekeringan selama setahun. Enuresis setelah sekurangnya satu tahun kering biasanya dimulai antara usia 5 dan 8 tahun; jika terjadi lebih lambat, terutama selama masa dewasa, penyebab organik harus dicari. Beberapa bukti menyatakan bahwa onset enuresis yang lambat pada anak-anak lebih sering berhubungan dengan kesulitan psikiatrik penyerta dibandingkan enuresis tanpa sekurangnya satu tahun kering. Relaps terjadi pada penderita enuretik yang menjadi kering secara spontan dan pada mereka yang sedang diobati.3Kesulitan emosional dan sosial yang bermakna pada anak enuretik biasanya adalah citra diri yang buruk, rendah diri, rasa malu sosial dan pengekangan, dan konflik dalam keluarga.3

KESIMPULANEnuresis merupakan mengeluarkan urin berulang kali di tempat tidur atau pakaian minimal 2 kali dalam seminggu sekurangnya dalam 3 bulan berturut-turut pada anak di bawah 5 tahun. Enuresis didiagnosis hanya jika merupakan suatu perilaku, bukan karena kondisi medis. Penatalaksanaan enuresis dapat berupa latihan toilet, terapi perilaku, psikoterapi, dan obat-obatan. Farmakoterapi sebaiknya tidak digunakan, beberapa obat yang dapat digunakan adalah Imipramine (Tofranil), Desmopresin (DDAVP), Reboxetine (Edronax, Vestra).

DAFTAR PUSTAKA1. Daulay, R.S., 2008. Enuresis., Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Available from:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2019/1/08E00075.pdf [Accessed on 7 Juni 2015]2. Soetjiningsih., Windiani I.G.A., 2008. Prevalensi dan Faktor Risiko Enuresis pada Anak Taman Kanak-Kanak di Kotamadya Denpasar. Available from: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/10-3-2.pdf [Accessed on 7 Juni 2015]3. Sadock B.J., Sadock V.A. Elimination Disorders. In: Kaplan & Sadocks: Synopsis of Psychiatry. 10th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2007. 1427-1249.4. Maramis W.F., Maramis A.A. Enuresis. Dalam: Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi Kedua. Surabaya: Airlangga University Press. 2009. 5005. 5. Wm Lane M Robson, MA, MD, FRCP, FRCP(Glasg), FRSPH,. 2014. Enuresis. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/1014762-overview [Accessed on 7 Juni 2015]6. Noer, M.S., 2006. Enuresi., Fakultas Kedokteran Unair. Available from http://old.pediatrik.com/pkb/061022021950-2krg132.pdf [Accessed on 7 Juni 2015].7. AACP Official Action. Practice Parameter for the Assessment and Treatment of Children and Adolescents With Enuresis. J. Am. Acad. Child Adolesc. Psychiatry. 2004: 43(12); 1540-1550.8. Kay J, Tasman A. Childhood Disorders: Elimination Disorders and Childhood Anxiety Disorders. In: Essential of Psychiatry. USA: John Wiley & Sons. 2006. 353-358.9. Boris N.W. Elimination Disorders. In: Kliegman E.M. et al (Ed). Nelson Textbook of Pediatric. 18th edition. Philadelphia: Saunders Elseviers. 2007.10. Lask B., Taylor S., Nunn K.P. Enuresis and Encopresis. In: Practical Child Psychiatry: the Clinicians Guide. London: BMJ Publishing Group. 2003. 107-108.