daya tetas telur pesilangan entok dengan itik … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik...

25
DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK ALABIO DAN ENTOK DENGAN ITIK CIHATEUP DWI ANDARUWATI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: trinhhanh

Post on 10-Mar-2019

318 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif

DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK ALABIO DAN ENTOK DENGAN ITIK CIHATEUP

DWI ANDARUWATI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

Page 2: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif
Page 3: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Daya Tetas Telur

Persilangan Entok dengan Itik Alabio dan Entok dengan Itik Cihateup adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Dwi Andaruwati NIM D14100057

Page 4: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif

ABSTRAK

DWI ANDARUWATI. Daya Tetas Telur Persilangan Entok dengan Itik Cihateup dan Entok dengan Itik Alabio. Dibimbing oleh RUKMIASIH dan RUDI AFNAN.

Kebutuhan itik pedaging yang meningkat dapat dilakukan dengan menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif singkat. Hasil persilangan dari kedua spesies ini dikenal dengan tiktok/mandalung/serati atau mule duck. Penelitian ini melakukan persilangan antara entok dengan itik alabio (EA) dan entok dengan itik cihateup (EC). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan membandingkan daya tetas telur itik hasil persilangan EA dan EC serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas telur. Persentase daya tetas, fertilitas, bobot telur, bobot tetas dan indeks bentuk telur dianalisis dengan uji t. Hubungan bobot telur dengan bobot tetas dianalisis dengan uji korelasi dan regresi. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang nyata berturut-turut pada EA dan EC untuk bobot telur (65.16 ± 5.94 g dan 67.65 ± 4.59 g), bobot tetas (37.55 ± 4.76 g dan 42.06 ± 4.97 g), fertilitas (70.89 ± 16.83 g dan 33.17 ± 11.98 g) dan daya tetas (68.35 ± 10.82 g dan 48.73 ± 14.75 g). Analisi regresi menunjukkan hubungan yang erat antara bobot telur dan bobot tetas. Bobot telur yang tinggi menghasilkan bobot tetas yang tinggi pula. Kata kunci: daya tetas, fertilitas, itik alabio, itik cihateup

ABSTRACT

DWI ANDARUWATI. Egg Hatchability of Muscovy Duck with Alabio Duck crossbred and Muscovy Duck with Cihateup Duck Crossbred. Supervised by RUKMIASIH and RUDI AFNAN.

Crossing between male of muscovy duck (Cairina moschata) and female of duck (Anas plathyrhynchos) may produce duck crossbred with faster growth rate that produce meat in shorter period. This crossbred is well known as mule duck (tiktok, mandalung or serati). This research aimed to compare the egg hatchability of muscovy duck male with alabio duck female (EA) and Muscovy duck male with cihateup duck female (EC) crossbred and factors affecting to their egg hatchability. Hatchability, fertility, egg weight, hatching weight and egg shape index were analyzed by t-test. The colerration between egg weight and hatching weight was subjected to regression analyses. The study resulted significant differences between EA dan EC in egg weight (65.16 ± 5.94 g vs. 67.65 ± 4.59 g), hatching weight (37.55 ± 4.76 g vs. 42.06 ± 4.97 g), fertility (70.89 ± 16.83 g vs. 33.17 ± 11.98 g) dan hatchability (68.35 ± 10.82 g vs. 48.73 ± 14.75 g). Regression analyses revealed strong correlation between egg weight and hatching weight.

Keywords: alabio duck, cihateup duck, fertility, hatchability, muscovy duck

Page 5: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Peternakan pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK ALABIO DAN ENTOK DENGAN ITIK CIHATEUP

DWI ANDARUWATI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

Page 6: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif
Page 7: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif

Judul Skripsi : Daya Tetas Telur Persilangan Entok dengan Itik Alabio dan Entok dengan Itik Cihateup

Nama : Dwi Andaruwati NIM : D14100057

Disetujui oleh

Dr Ir Rukmiasih, MS Pembimbing I

Dr Rudi Afnan, SPt MScAgr Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Page 8: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini ialah Daya Tetas Telur Persilangan Entok dengan Itik Alabio dan Entok dengan Itik Cihateup.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Rukmiasih, MS dan Dr Rudi Afnan, SPt MScAgr selaku pembimbing skripsi, Dr Asep Gunawan, SPt MscAgr selaku dosen penguji sidang, Prof Em Peni S Hardjosworo, MSc yang banyak memberikan masukan selama penelitian, Eka Koswara, SPt yang telah banyak memberikan pembelajaran terkait teknis lapang, dan Bapak Jamhar yang telah banyak membantu selama penelitian berlangsung. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan satu tim penelitian Isnaini, Anita, dan Leonardus yang banyak membantu selama penelitian berlangsung dan sahabat-sabahat terbaik Hesti, Kartini, Laura, Egha, Wida, Novaria dan Suyadi yang tidak henti-hentinya memberikan semangat dan dukungan hingga akhir. Ungkapan terima kasih penulis haturkan kepada ayah, ibu, dan kakak tercinta atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi civitas akademika peternakan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Bogor, September 2014

Dwi Andaruwati

Page 9: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2 Waktu dan Tempat Penelitian 2 Bahan 2 Alat 2 Prosedur 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 Bobot dan Indeks Bentuk Telur 4 Suhu dan Kelembaban Mesin Tetas 6 Fertilitas dan Daya Tetas Telur 7 Kematian Embrio 8 Hubungan Bobot Telur dengan Bobot Tetas 9

SIMPULAN DAN SARAN 11 DAFTAR PUSTAKA 11 LAMPIRAN 14 RIWAYAT HIDUP 14

Page 10: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif

DAFTAR TABEL

1 Bobot telur, bobot tetas dan indeks bentuk telur EA dan EC 5 2 Suhu dan kelembaban mesin tetas selama penetasan 6 3 Presentase fertilitas dan daya tetas telur EA dan EC 7

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji T EA dan EC 14 2 Analisis regresi bobot telur dan bobot tetas EA 14 3 Analisis regresi bobot telur dan bobot tetas EA 14

DAFTAR GAMBAR

1 Kematian embrio (%) pada selang umur telur yang berbeda 8 2 Grafik hubungan antara bobot tetas dengan bobot telur EA 10 3 Grafik hubungan antara bobot tetas dengan bobot telur EC 10

Page 11: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Itik memegang peranan penting dalam menyediakan telur dan daging asal ternak lokal, terutama bagi masyarakat di pedesaan. Direktorat Jenderal Peternakan menyebutkan produksi daging itik di Indonesia sebanyak 28 183 ton pada tahun 2011 dan 30 053 pada tahun 2012 (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2013). Pemenuhan kebutuhan daging tersebut sebagian besar diperoleh dari itik petelur afkir dan sebagian kecil berasal dari itik pejantan, sehingga membutuhkan waktu pemeliharaan yang lama. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi daging itik, diantaranya dengan menyilangkan entok jantan (Chairina moschata) dengan itik betina lokal (Anas plathyrynchos).

Balai Penelitian Ternak Ciawi telah melakukan perkawinan silang antara entok jantan dengan itik mojosari betina (EM), dan entok jantan dengan itik alabio betina (EA), hasilnya menunjukkan bahwa pertumbuhan dan produksi daging EM dan EA lebih tinggi dari induknya (Widodo dan Purnama 2004). Itik lokal lainnya yang dapat digunakan pada persilangan ini adalah itik cihateup. Pada penelitian ini dilakukan persilangan antara entok jantan dengan itik cihateup betina dan entok jantan dengan itik alabio (Anas platyrhynchos borneo) betina, dengan harapan dari kedua rumpun itik yang digunakan tersebut diperoleh telur tetas yang banyak sehingga bila ditetaskan dalam kurun waktu tertentu akan diproduksi DOD (day old duck / itik umur sehari) dalam jumlah banyak. Namun demikian, pengembangan tiktok atau mule duck masih sangat terbatas. Hal ini karena rendahnya fertilitas dan daya tetas pada proses penetasan. Peran inseminasi buatan (IB) dalam upaya perkembangbiakan itik maupun untuk memproduksi mule duck menjadi sangat penting. Teknologi IB adalah suatu proses mendepositkan semen ke dalam saluran reproduksi betina yang sedang estrus dengan bantuan alat buatan manusia (Widodo dan Purnama 2004). Salah satu keuntungan inseminasi buatan adalah dapat mengatasi hambatan perkawinan antara dua spesies yang berbeda. Hambatan tersebut antara lain karena perbedaan bobot badan yang besar sehingga sulit terjadinya perkawinan secara alami. Indikator keberhasilan proses penetasan dapat dicirikan oleh daya tetas. Daya tetas tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya fertilitas, suhu, kelembaban, bobot telur, indeks bentuk telur, sistem pemeliharaan induk dan kualitas induk.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan membandingkan daya tetas telur hasil persilangan entok (Chairina moschata) dengan itik alabio (Anas platyrhynchos borneo) (EA) dan entok (Chairina moschata) dengan itik cihateup (Anas platyrhynchos javanica) (EC) serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas telur.

Page 12: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif

2

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah melakukan penetasan telur hasil persilangan entok jantan dengan itik betina alabio dan itik betina cihateup, menentukan fertilitas dan daya tetas dari kedua jenis telur hasil persilangan serta mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi daya tetas telur hasil persilangan tersebut. Selain itu diamati pula bobot telur, bobot tetas dan indeks bentuk telur untuk mendukung hasil daya tetasnya.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Divisi IPT Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai April 2014.

Bahan

Bahan yang digunakan adalah telur tetas hasil persilangan antara entok jantan dengan itik Alabio betina (EA) berumur 1-4 hari dan entok jantan dengan itik Cihateup betina (EC) berumur 1-5 hari. Larutan NaCl digunakan sebagai pengencer sperma entok dengan perbandingan 1 : 2. Bahan yang digunakan untuk fumigasi mesin dan telur tetas yaitu kalium permanganat (KMnO4) dan formalin 40%.

Alat

Mesin tetas yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin tetas manual dengan kapasitas tiga tray dengan masing-masing tray berkapasitas 60 sampai 70 butir telur. Mesin tetas ini menggunakan sumber panas yang berasal dari listrik. Peralatan mesin tetas yang digunakan terdiri atas lampu penerangan, bak air, termometer dan higrometer.

Peralatan lainnya yang digunakan pada penelitian ini adalah candler (peneropong), timbangan digital, sprayer untuk pendinginan telur, wadah dan tempat untuk fumigasi telur, jangka sorong, dan timbangan digital.

Prosedur Inseminasi Buatan

Perkawinan entok jantan dengan itik betina dilakukan melalui inseminasi buatan (IB) sehingga diharapkan dapat memperoleh fertilitas yang baik. Inseminasi buatan dilakukan setiap 3 hari di waktu pagi hari. Entok jantan yang diambil semennya dikandangkan dalam kandang individu (battery) terpisah dari betina. Pengumpulan sperma entok dilakukan dengan menggunakan vagina

Page 13: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif

3

buatan. Entok betina yang sedang birahi atau bertelur dimasukkan ke dalam kandang entok jantan. Tabung vagina buatan yang terbuat dari gelas plastik ditempatkan sejajar dengan kloaka betina pada posisi miring sehingga bila terjadi ejakulasi kelamin jantan yang berbentuk spiral akan masuk ke dalam tabung vagina buatan dan semen akan tertampung. Semen entok segar yang sudah tertampung kemudian diencerkan menggunakan larutan NaCl dengan perbandingan 1 : 2. Ternak itik yang di IB adalah itik betina fase produksi, beberapa jam setelah bertelur. Semen entok yang sudah diencerkan kemudian dimasukkan ke dalam saluran reproduksi itik betina dengan kedalaman sekitar 3 cm (deposisi semen intra vaginal) dengan dosis sebanyak 0.1 cc menggunakan alat suntik tanpa jarum (tuberculine syringe). Persiapan Mesin Tetas dan Telur Tetas

Mesin tetas dan peralatan yang digunakan disinfeksi dan difumigasi dengan dosis tiga kali kekuatan dari volume mesin tetas. Fumigan yang digunakan adalah KMnO4 sebanyak 8.5 gram dan formalin 40% sebanyak 17 ml untuk volume mesin tetas 0.4 m3. Fumigasi dilakukan bersama dengan tray yang digunakan dan semua peralatan yang masuk ke dalam mesin tetas seperti nampan air dan alat spray serta alat ukur suhu dan kelembaban. Mesin tetas diatur pada suhu 37 °C sampai 37.5 °C dan kelembaban 60%.

Telur tetas yang sudah dikumpulkan, dibersihkan dari kotoran yang menempel pada kerabang. Telur kemudian ditimbang bobotnya, diukur panjang dan lebarnya untuk menentukan indeks bentuk telur, serta diberi nomor telur. Telur difumigasi dengan dosis 2 kali kekuatan selama 10 menit menggunakan KMnO4 sebanyak 2.54 gram dan formalin 40% sebanyak 5.09 ml untuk ruang fumigasi 0.18 m3. Penetasan Telur Itik

Telur tetas EA dan EC yang sudah difumigasi selanjutnya dimasukkan ke dalam mesin setter selama 25 hari dan dipindah ke dalam mesin hatcher hingga menetas. Penetasan telur persilangan entok dengan itik alabio (EA) dan entok dengan itik cihateup (EC) menggunakan mesin tetas manual yang berbeda pada setiap perlakuan jenis telur yang berbeda. Suhu dan kelembaban mesin tetas selama penetasan dicatat setiap periode penetasan, yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Pemutaran telur dilakukan 3 kali sehari dimulai pada hari ke-3 hingga hari ke-25, yaitu pada pagi pukul 07.00 WIB, siang pukul 12.00 WIB dan sore hari pukul 17.00 WIB. Peneropongan telur dilakukan setiap minggu untuk mengetahui perkembangan dan kematian embrio selama proses inkubasi. Peneropongan pertama dilakukan pada hari ke-7 untuk penentuan telur fertil hidup, fertil mati dan infertil (kosong). Telur fertil mati dan infertil dikeluarkan dari mesin tetas.

Pendinginan telur dimulai pada umur 17 hari sampai 25 hari, sebanyak 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Setelah itu, pendinginan dilakukan sebanyak 3 kali sehari, yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Pendinginan dilakukan dengan cara mengeluarkan telur dari mesin tetas, menyemprotnya dengan air hangat bersuhu 35 °C lalu dibiarkan di luar mesin tetas selama 5 menit.

Page 14: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif

4

Analisis Data Uji T dilakukan untuk membandingkan persilangan jenis telur yang berbeda.

Model uji T yang digunakan menurut Walpole (1993) adalah

푇 = (푥 − 푥 )− (휇 − 휇 )

푠 +

Keterangan : xa : rataan sampel a

xb : rataan sampel b µa : rataan populasi a µb : rataan populasi b s : simpangan baku na : jumlah sampel a na : jumlah sampel b

Analisis regresi linier dilakukan untuk mengetahui hubungan antara bobot

telur dengan bobot tetas dan koefisien determinasinya untuk melihat kekuatan hubungan tersebut (Steel dan Torrie 1995). Model matematika yang digunakan:

Yij = α + β Xi + €ij

Keterangan : Yij : Bobot tetas α : Intersep β : Koefisien regresi Xi : Bobot telur ke-i (i= 1, 2, 3, ...., n) €ij : Galat ke-i

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah bobot telur, bobot tetas, indeks bentuk telur, fertilitas, daya tetas, dan kematian embrio. Perhitungan indeks telur merupakan nilai persentase perbandingan antara lebar dan panjang telur. Fertilitas dihitung dari persentase telur yang fertil dari jumlah telur yang ditetaskan. Daya tetas dihitung dari persentase telur yang menetas dari jumlah telur yang fertil. Kematian embrio dihitung dari persentase embrio yang mati selama proses penetasan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot dan Indeks Bentuk Telur

Rataan bobot telur, bobot tetas dan indeks bentuk telur dari hasil pengukuran disajikan pada Tabel 1.

Page 15: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif

5

Tabel 1. Bobot telur, bobot tetas dan indeks bentuk telur A dan C

Peubah Jenis telur A C

Bobot telur (g) 65.16 ± 5.94a 67.65 ± 4.59b Bobot tetas (g) 37.55 ± 4.76a 42.06 ± 4.97b Indeks bentuk telur (%) 80.46 ± 2.76 79.73 ± 2.56 Keterangan: a,b yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada taraf

uji 5% (P<0.05) Tabel 1 menunjukkan bobot telur persilangan entok jantan dengan itik

alabio betina (EA) nyata lebih kecil dibandingkan persilangan entok jantan dengan itik cihateup betina (EC). Telur persilangan entok jantan dengan itik betina (EA) memiliki bobot telur rata-rata sebesar 65.16 ± 5.94 gram lebih rendah dibandingkan dengan telur persilangan entok dengan itik cihateup (EC) yang memiliki bobot telur 67.65 ± 4.59 gram. Perbedaan bobot telur dipengaruhi oleh genetik. Bobot telur diwariskan dari tetua ke keturunannya, ini dibuktikan dengan adanya beberapa gen yang mempengaruhi ukuran telur, induk jantan dan betina memberikan jumlah gen yang seimbang. Ukuran telur mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi, peningkatan mutu genetik dalam bobot badan dapat meningkatkan bobot telur yang dihasilkan (Lestari et al. 2013). Bobot telur itik alabio berkisar antara 65 sampai 70 gram (Nggobe 2003) dan 68 gram untuk itik cihateup (Wulandari et al. 2005).

Bobot telur yang tinggi akan menghasilkan bobot tetas yang tinggi (Tabel 1). Bobot tetas persilangan entok dengan itik alabio (EA) nyata lebih rendah dibandingkan bobot tetas persilangan entok dengan itik cihateup (EC). Hal tersebut disebabkan oleh bobot telur EA lebih rendah dibandingkan bobot telur EC. Hermawan (2000) menyatakan ada hubungan yang sangat nyata antara bobot telur dan bobot tetas, semakin tinggi bobot telur yang ditetaskan akan menghasilkan bobot tetas yang lebih besar. DOD yang ditetaskan dari telur yang kecil, bobotnya akan lebih kecil dibandingkan dengan DOD dengan anakan yang berasal dari telur yang besar. Lestari et al. (2013) menyebutkan bobot telur dapat digunakan sebagai indikator bobot tetas. Bobot tetas dipengaruhi oleh bobot telur dan faktor genetik.

Indeks bentuk telur persilangan entok dengan itik alabio (EA) dan persilangan entok dengan itik cihateup (EC) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Indeks bentuk telur keduanya termasuk normal. Nilai indeks bentuk telur yang normal adalah 79%. Nilai indeks bentuk telur yang lebih kecil dari 79% akan memberikan penampilan telur yang lebih panjang dan nilai indeks lebih dari 79% penampilannya akan lebih bulat (Wulandari et al. 2005). Telur EA memiliki penampilan yang lebih bulat dibandingkan EC yang memiliki penampilan telur lebih panjang. Indeks bentuk telur yang mencerminkan bentuk telur sangat dipengaruhi oleh sifat genetik, bangsa, juga dapat disebabkan oleh proses-proses yang terjadi selama pembentukan telur, terutama pada saat telur melalui magnum dan isthmus (Dharma et al. 2001).

Page 16: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif

6

Suhu dan Kelembaban Mesin Tetas

Suhu adalah faktor lingkungan yang paling penting selama inkubasi untuk perkembangan embrio. Rataan suhu dan kelembaban mesin tetas selama penetasan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Suhu dan kelembaban mesin tetas selama penetasan

Periode EA EC ºC % ºC %

Setter 0-7 hari 38.00 ± 1.21 66.23 ± 2.22 36.60 ± 0.49 64.35 ± 2.55 8-25 hari 37.86 ± 0.56 66.00 ± 0.71 36.57 ± 0.52 63.80 ± 1.99

Hatcher >25 hari 37.25 ± 0.84 70.85 ± 2.43 36.01 ± 0.30 72.86 ± 0.81

Suhu dan kelembaban selama penetasan telur EA dan EC yang berbeda

dikarenakan telur EA dan EC ditempatkan pada dua mesin tetas yang berbeda. Penetasan dilakukan pada mesin tetas manual sehingga sering terjadinya fluktuasi suhu dan kelembaban pada mesin tetas. Selain itu frekuensi buka tutup pintu mesin tetas yang sering dilakukan untuk melakukan pemutaran telur yang dilakukan secara manual dan pendinginan telur mengakibatkan penurunan suhu mesin tetas karena ada transfer panas mesin tetas ke lingkungan yang memiliki suhu lebih rendah. Suhu mesin tetas menjadi lebih rendah dan memiliki waktu yang cukup lama untuk mencapai suhu dan kelembaban optimal karena menggunakan lampu pijar sebagai sumber panas (Darajah 2013).

Rataan suhu penetasan telur (EC) pada periode setter lebih rendah dari yang disarankan Mulyantini (2010) antara 37.2 – 38.2 ºC dan 37 – 37.5 ºC pada 3 hari terakhir penetasan (periode hatcher). Suhu penetasan telur EA pada penelitian ini sesuai dengan yang disarankan yaitu pada periode setter umur 0-7 hari 38.00 ± 1.21 dan 37.86 ± 0.56 umur 8-25 hari dan 37.25 ± 0.84 pada periode hatcher umur di atas 25 hari hingga menetas. Suhu inkubasi yang terlalu tinggi mengakibatkan mortalitas embrio meningkat dan suhu yang terlalu rendah akan menghambat pertumbuhan embrio. Perkembangan embrio di atas dan di bawah suhu optimal akan terganggu, sehingga dihasilkan DOD yang cacat dan daya tetas akan menurun. Suhu yang meningkat di atas optimal mengakibatkan periode penetasan yang lebih singkat, dan suhu penetasan yang lebih rendah mengakibatkan periode penetasan lebih panjang (Suprijatna et al. 2005). Bila pada penetasan telur itik terjadi kenaikan suhu 0.5 ºC selama 3 hari maka akan menurunkan daya tetas sampai 50% dari yang diharapkan (Suprijatna et al. 2005).

Penurunan suhu pada periode hatcher diperlukan karena pada periode ini embrio sudah bisa menghasilkan panas sendiri akibat proses metabolisme yang semakin meningkat selama proses penetasan dibandingkan pada periode setter. Kelebihan panas yang dihasilkan proses metabolisme embrio ditambah dengan akumulasi panas dan banyaknya telur berada di dalam mesin tetas dapat menyebabkan stres panas pada embrio, sehingga meningkatkan risiko kematian embrio dan menurunkan daya tetas telur itik. Kematian embrio yang cukup tinggi

Page 17: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif

7

diduga karena terjadinya perubahan panas metabolisme akibat meningkatnya aktivitas pertumbuhan embrio (Harun et al. 2001)

Kelembaban pada penelitian ini sesuai dengan yang disarankan oleh Kortlang (1985) yaitu di atas 60% pada periode setter, tetapi pada periode hatcher kelembaban mesin lebih rendah dari 80%-85%. Nuryati et al. (2000) menyatakan kelembaban perlu dinaikkan sampai 85% pada minggu terakhir menjelang menetas. Kelembaban udara di dalam mesin tetas berpengaruh terhadap penyusutan isi telur selama penetasan. Penyusutan isi telur yang terlalu tinggi akibat kelembaban yang terlalu rendah akan mengakibatkan anak yang dihasilkan kecil dan lemah karena mengalami dehidrasi. Sebaliknya, penyusutan isi telur yang rendah akibat kelembaban yang terlalu tinggi mengakibatkan anak yang dihasilkan terlalu besar dan abdomennya terlalu lembek (Suprijatna et al. 2005). Kelembaban juga berpengaruh pada proses peretakan telur oleh anak itik. Kelembaban yang rendah menyebabkan anak itik sulit memecahkan kulit telur, karena lapisannya menjadi keras dan anak itik melekat di selaput bagian dalam telur dan mati (Mulyantini 2010).

Fertilitas dan Daya Tetas Telur

Persentase fertilitas dan daya tetas telur persilangan entok dengan itik alabio (EA) dan persilangan entok dengan itik cihateup (EC) disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Persentase fertilitas dan daya tetas telur EA dan EC

Peubah Jenis telur EA EC

Fertilitas (%) 70.89 ± 16.83a 33.17 ± 11.98b Daya tetas (%) 68.35 ± 10.82a 48.73 ± 14.75b Keterangan: a,b yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada taraf

uji 5% (P<0.05)

Persentase fertilitas dan daya tetas telur EA nyata lebih tinggi dibandingkan telur EC. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fertilitas adalah kualitas sperma (Basran 2002). Persentase fertilitas telur EA dan EC pada penelitian ini lebih rendah dari penelitian yang dilakukan oleh Widodo dan Purnama (2004) sebesar 82.06%. Rendahnya fertilitas dapat diakibatkan oleh faktor kualitas sperma entok yang digunakan dalam inseminasi buatan. Semen entok yang digunakan memiliki motilitas spermatozoa rata-rata 56%. Fauzi et al. (2001) menyatakan motilitas semen entok yang terbaik adalah 80%.

Fertilitas dan daya tetas EC yang lebih rendah dari EA diduga karena faktor perbedaan sistem pemeliharaan induk pada awal pemeliharaan dan kualitas induk cihateup yang kurang baik. Induk cihateup diperoleh dari peternak di daerah Tasikmalaya dengan sistem pemeliharaan ekstensif (digembalakan) dan itik belum terseleksi keturunannya. Itik dipelihara di luar kandang dan itik mencari makannya sendiri sehingga asupan nutrisi yang diperoleh itik sangat tergantung pada ketersediaan pakan di lahan penggembalaan (Rohaeni et al. 2005). Kondisi ini mengakibatkan produktivitas itik rendah karena kualitas pakan yang rendah dan sedikitnya pakan yang dikonsumsi dilapangan (Suretno 2006). Pada

Page 18: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif

8

penelitian ini, produksi telur itik cihateup rendah dibandingkan itik alabio. Produksi telur berkorelasi positif dengan fertilitas. Itik yang memiliki produksi telur rendah akan berdampak pada rendahnya fertilitas (Suprijatna et al. 2005).

Itik alabio diperoleh dari BPTU-Pelaihari Kalimantan Selatan yang sudah melalui proses seleksi sehingga diperoleh induk yang dapat menghasilkan telur tetas berkualitas baik. Itik alabio dipelihara secara intensif di dalam kandang yang sudah tersedia pakan dan minum sehingga asupan nutrisi yang diterima itik sesuai dengan kebutuhan. Cahyono (2011) menyebutkan seleksi itik secara genetik akan meningkatkan produksi telur sebanyak 6.17%. Peningkatan produksi telur ini karena induk yang diperoleh dapat menghasilkan telur tetas berkualitas baik.

Fertilitas berpengaruh pada daya tetas, karena semakin tinggi fertilitas maka daya tetas yang dihasilkan akan semakin baik. Nuryati et al. (2000) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas adalah kondisi induk dan kondisi mesin tetas. Daya tetas telur EC yang rendah diakibatkan oleh rendahnya suhu dan kelembaban mesin tetas selama penetasan. Telur EC ditempatkan pada mesin tetas yang berbeda dengan telur EA sehingga terjadi perbedaan suhu dan kelembaban dan mengakibatkan perbedaan daya tetas. Suhu dan kelembaban mesin penetasan yang lebih rendah maupun lebih tinggi akan menghasilkan daya tetas rendah.

Kematian Embrio

Reproduksi tidak hanya tergantung pada jumlah telur yang dihasilkan dan fertilitasnya, tetapi juga pada jumlah kematian embrio selama atau sebelum inkubasi. Penyebab utama kematian embrio dapat diakibatkan oleh suhu dan kelembaban yang tidak optimal untuk perkembangan embrio. Kematian embrio pada umur telur yang berbeda selama penetasan disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kematian embrio (%) pada selang umur telur yang berbeda

Kematian embrio dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kematian embrio di awal (0-7 hari), tengah (8-25 hari) dan akhir pada periode hatcher (>25 hari) (Gambar 1). Penyebab utama kematian embrio dapat disebabkan oleh suhu dan kelembaban yang tidak mencapai suhu dan kelembaban optimal untuk

12,58

6,6211,26

16,211,7

25,14

0

5

10

15

20

25

30

0-7 8-25 >25

Kem

atia

n Em

brio

(%)

Umur telur (hari)

EAEC

Page 19: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif

9

perkembangan embrio. Kematian embrio di awal penetasan disebabkan karena embrio tidak mendapatkan suhu dan kelembaban yang sesuai. Embrio pada awal penetasan belum bisa menghasilkan panas sendiri sehingga produksi panas untuk perkembangan embrio masih tergantung pada panas dari lingkungannya. Selain itu, pembukaan pintu mesin tetas menyebabkan suhu dan kelembaban dalam mesin tetas tidak stabil sehingga mempengaruhi perkembangan embrio. Kematian embrio di awal fase penetesan (0-7 hari) memiliki ciri-ciri telur busuk dan terbentuk pembuluh darah namun sedikit. Kematian embrio di awal fase penetasan dapat disebabkan oleh kondisi dan lama penyimpanan telur (Setioko 2005). Sellier et al. (2005) menyebutkan kematian embrio di awal fase penetasan meningkat diakibatkan oleh lama penyimpanan telur daripada akibat perbedaan genetik.

Kematian embrio EC lebih tinggi dibandingkan EA akibat suhu dan kelembaban telur EC selama penetasan lebih rendah dibandingkan telur EA. Suhu yang terlalu rendah akan menghambat pertumbuhan embrio dan telur tidak menetas (Mulyantini 2010). Kematian embrio banyak terjadi pada periode hatcher >25 hari akibat rendahnya kelembaban seperti yang disarankan oleh Kortlang (1985) yaitu 80%-85%. Hari ke 26-28 merupakan masa kritis perkembangan embrio pada masa tersebut. Pada hari ke 26-28 embrio berusaha untuk meretakkan kerabang (Fujiwati et al. 2012). Kelembaban yang rendah selama penetasan menyebabkan embrio gagal menetas karena DOD sulit memecahkan kulit telur (lapisan kulit telur menjadi keras) dan berakibat DOD melekat pada selaput bagian dalam dan mati (Mulyantini 2010). Kelembaban udara di akhir penetasan harus lebih tinggi karena berfungsi menjaga cairan dalam telur dan merapuhkan kerabang telur.

Hubungan Bobot Telur dengan Bobot Tetas

Analisis regresi dan korelasi menunjukkan hubungan yang sangat nyata antara bobot telur dengan bobot tetas. Bobot telur dapat digunakan sebagai indikator untuk menghasilkan bobot tetas. Hal ini didukung oleh penelitian Lestari et al. (2013) yang menyatakan terdapat hubungan yang sangat erat antara bobot telur dan bobot tetas. Bobot tetas dipengaruhi oleh bobot telur, suhu dan kelembaban mesin tetas (Lestari et al. 2013). Hubungan antara bobot telur dengan bobot tetas EA disajikan pada Gambar 2.

Page 20: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif

10

Gambar 2. Grafik hubungan antara bobot tetas dengan bobot telur EA

Hubungan antara bobot telur dengan bobot tetas persilangan entok dengan itik alabio (EA) pada penelitian ini mengikuti persamaan Y = 2.07 + 0.54X yang menunjukkan setiap kenaikan 1 gram bobot telur akan meningkatkan 0.54 gram bobot tetas dengan nilai korelasi 0.676 dan koefisien determinasi 46.2%. Hal tersebut berarti 46.2% keragaman bobot tetas EA dipengaruhi oleh bobot telur dan 53.8% dipengaruhi oleh faktor lain. Persamaan ini menunjukkan adanya hubungan yang positif antara bobot telur dengan bobot tetas. Bobot telur yang tinggi akan menghasilkan bobot tetas yang tinggi pula.

Gambar 3. Grafik hubungan antara bobot tetas dengan bobot telur EC

Persilangan entok dengan itik cihateup (EC) menunjukkan hubungan yang positif antara bobot telur dengan bobot tetas dengan persamaan regresi Y = 2.83 +

Y = 2.07 + 0.54XR² = 46.2%r = 0.679

20

30

40

50

60

50 60 70 80 90

Bob

ot te

tas (

g)

Bobot telur (g)

Y = 2.83 + 0.54XR² = 28.7%r = 0.535

20

30

40

50

60

50 60 70 80 90

Bob

ot te

tas (

g)

Bobot telur (g)

Page 21: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif

11

0.58X yang menunjukkan setiap kenaikan 1 gram bobot telur akan meningkatkan bobot tetas sebesar 0.58 gram dengan koefisien determinasi 28.7% dan nilai korelasi 0.535 (Gambar 3). Sebesar 28.7% keragaman bobot tetas EC dipengaruhi oleh bobot telur dan 71.3% dipengaruhi faktor lain. Lestari et al. (2013) menyebutkan peningkatan satu gram bobot telur akan meningkatkan bobot tetas sebesar 0.5-0.7 g. Hal ini terjadi karena telur mengandung nutrisi, seperti vitamin, mineral dan air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan selama pengeraman. Nutrisi ini juga berfungsi sebagai cadangan makanan untuk beberapa waktu setelah menetas. Faktor lain yang dapat mempengaruhi bobot tetas diantaranya suhu dan kelembaban mesin tetas. Menurut Nuryati et al. (2000), suhu yang terlalu tinggi dan kelembaban ruang penetasan yang terlalu rendah bisa menyebabkan bobot tetas yang dihasilkan menurun karena mengalami dehidrasi selama proses penetasan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Daya tetas dan fertilitas telur persilangan entok dengan itik alabio (EA) lebih tinggi dibandingkan telur persilangan entok dengan itik cihateup (EC) akibat perbedaan suhu, kelembaban, sistem pemeliharaan dan kualitas induk. Telur EC lebih banyak mengalami kematian embrio akibat suhu dan kelembaban selama penetasan yang tidak optimal. Bobot telur berkorelasi positif terhadap bobot tetas, karena bobot telur yang tinggi akan menghasilkan bobot tetas yang tinggi pula.

Saran

Suhu dan kelembaban mesin tetas selama penetasan harus di kontrol agar suhu dan kelembaban lebih stabil. Penetasan telur sebaiknya dilakukan pada mesin yang sama dan penggunaan induk yang sudah terseleksi agar menghasilkan fertilitas dan daya tetas yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Basran. 2002. Fertilitas, daya tetas dan nisbah kelamin anak entok (Cairina moschata) yang diperoleh dari penetasan alami [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Darajah F. 2013. Pengaruh frekuensi pendinginan yang berbeda terhadap daya tetas telur itik persilangan cihateup alabio [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Dharma YA, Rukmiasih, Hardjosworo PS. 2001. Ciri-ciri fisik telur tetas itik mandalung dan rasio jantan dengan betina yang dihasilkan. Lokakarya Nasional Unggas Air [internet]. Bogor (ID): IPB. hlm 208-212; [diunduh 10 Juli 2014]. Tersedia pada; http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/25343.

Page 22: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif

12

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013. Statistik peternakan dan kesehatan hewan [Internet]. [diunduh 10 Juli 2014]. Tersedia pada: http://peternakan.litbang.deptan.go.id/statistik_peternakan/statistik_2013.pdf.

Fauzi MA, Rachmawati WS, Edy P. 2001. Pengaruh aras NaCl fisiologis dan lama penyimpanan pada suhu ruang terhadap motilitas dan abnormalitas spermatozoa entok. J. Anim. Prod. 2(3): 45-52.

Fujiwati WD, Sujana E, Darana S. 2012. Pengaruh konsentrasi asap cair tempurung kelapa pada fumigasi telur itik terhadap daya tetas dan kematian embrio [skripsi]. Jatinangor (ID): Universitas Padjadjaran.

Hermawan A. 2000. Pengaruh bobot dan indeks telur terhadap jenis kelamin anak ayam kampung pada saat menetas [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Kortlang CFHF. 1985. The Incubation of Duck Egg. In : Duck Production Science and World Practice. Farrel, DJ dan Stapleton P. Editor. University of New England, pp. 168-177.

Lestari E, Ismoyowati, Sukardi. 2013. Korelasi antara bobot telur dengan bobot tetas dan perbedaan susut bobot pada telur entok (Cairrina moschata) dan itik (Anas plathyrinchos). JIP. 1(1):163-169.

Mulyantini NGA. 2010. Ilmu Manajemen Ternak Unggas. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Press.

Nggobe M. 2003. Perkembangan bobot dan penampilan embrio itik alabio dan hasil persilangannya dengan entok jantan sebagai pedoman untuk menduga umur embrio [tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Nuryati T, Sutarto, Khamin M, Hardjosworo PS. 2000. Sukses Menetaskan Telur. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya.

Rohaeni ES, Subhan A, Setioko AR. 2005. Usaha penetasan itik alabio sistem sekam yang dimodifikasi di sentra pembibitan kabupaten Hulu Sungai Utara. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor (ID): Puslitbang Peternakan. hlm: 772-778.

Sellier N, Michel BJ, Madeleine RM, Batellier F, Dupuy V, Pierre BJ. 2005. Comparison of fertility and embryo mortality following articial insemination of common duck females (Anas Platyhyncos) with semen from common or Muscovy (Cairina Maoschata) drakes. Thereiogenology. 64:429-439.

Setioko AR. 2005. Fertilitas dan kematian embrio pada perkawinan silang entog jantan dan itik betina. Lokakarya Nasional Unggas Air II. Di dalam: Merebut peluang agribisnis melalui pengembangan usaha kecil dan menengah unggas air. 2005 Nov 16-17; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Peternakan. hlm: 271-280.

Steel RG, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik. Sumantri B, editor. Jakarta (ID): Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Terjamahan dari: Principles and procedures of statistics

Suprijatna E, Atmomarsono U, Kartasudjana R. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya.

Suretno ND. 2006. Kajian produktivitas dan fertilitas itik Cihateup [tesis]. Bogor (ID) : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Page 23: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif

13

Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. Ed ke-3. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari : Introduction to Statistics 3rd edition.

Widodo S, Purnama RD. 2004. Menyilangkan entog dan itik untuk mendapatkan itik pedaging (Tiktok). Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional. Bogor (ID) : Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm : 6-12.

Widodo S. 1999. Tatalaksana penetasan telur itik. Lokakarya Fungsional Non Peneliti. Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak. hlm: 126-131.

Wulandari WA, Hardjosworo PS, Gunawan. 2005. Kajian karakteristik biologis itik Cihateup dari Kabupaten Tasikmalaya dan Garut. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner ; 12 -13 September; Bogor, Indonesia. Bogor (ID) : Puslitbang Peternakan. hlm : 795 -803.

Page 24: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif

14

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil uji T EA dan EC

Peubah Persilangan Jumlah Rataan Standar deviasi Nilai P Keterangan

Bobot telur

EA 100 65.16 5.94 0.002 * EC 82 67.65 4.59 Bobot tetas

EA 100 37.55 4.76 0.000 * EC 82 42.06 4.97 Indeks bentuk telur

EA 100 80.46 2.76 0.066 tn EC 82 79.73 2.56

Fertilitas EA 6 70.90 16.8 0.002 * EC 6 33.20 12.0 Daya tetas

EA 6 68.30 10.8 0.027 * EC 6 48.70 14.8 Keterangan : * = nyata (P<0.05) ; tn = tidak nyata (P>0.05) Lampiran 2 Analisis regresi bobot telur dan bobot tetas EA

Analisis ragam SK db JK KT F P Persamaan regresi

Regresi 1 1 034.27 1 034.27 84.01 0.000 Y = 2.07 + 0.54 X Error 98 1 206.48 12.31 Total 99 2 240.75 S = 3.50870 R-sq = 46.2% R-sq(adj) = 45.6% Lampiran 3 Analisis regresi bobot telur dan bobot tetas EA

Analisis ragam SK db JK KT F P Persamaan regresi

Regresi 1 573.50 573.495 32.15 0.000 Y = 2.83 + 0.58 X Error 80 1 427.20 17.840 Total 81 2 000.70 S = 4.22374 R-sq = 28.7% R-sq(adj) = 27.8%

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Mei 1992 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak ke-dua dari dua bersaudara pasangan Bapak Marsiyo dan Ibu Sutilah. Penulis mengawali pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Sartika 1 Bogor (1998-2002) dan SD Negeri Polisi 3 Bogor (2002-2004). Pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 14 Bogor (2004-2007) serta sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Bogor (2007-2010). Penulis diterima sebagai mahasiswa S1 di Fakultas

Page 25: DAYA TETAS TELUR PESILANGAN ENTOK DENGAN ITIK … · menyilangkan ternak entok jantan dan itik betina, untuk menghasilkan itik pedaging yang mampu tumbuh lebih cepat dalam waktu relatif

15

Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2010. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan magang di D’Farm Bogor pada tahun 2012 dan menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Pengolahan Telur dan Daging Unggas di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2014.