data korupsi polda kalbar
DESCRIPTION
fyfihihiTRANSCRIPT
ANTARA NEWS
Pontianak, Antara Jateng- Kapolda Kalbar Brigjen (Pol) Arief Sulistyanto menyatakan Indonesia
saat ini masih perlu KPK dalam memberantas praktik korupsi di Indonesia.
"Masih diperlukannya KPK karena dia adalah lembaga yang super bodi dan tidak bisa
diintervensi dalam penanganan kasus-kasus korupsi," kata Arief Sulistyanto saat menjadi
pemateri pada seminar anti korupsi yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Untan Pontianak
dengan tema Generasi Muda Lawan KKN di Pontianak, Senin.
Ia menjelaskan praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) adalah musuh bersama sehingga
harus diberantas di bumi Indonesia.
"Memberantas korupsi harus dengan kekuatan yang luar biasa. Karena korupsi di indonesia
sudah mengakar, disitulah masih dibutuhkannya peran KPK yang juga harus bersinergi dengan
kejaksaan dan kepolisian," ungkapnya.
Selain itu, bentuk dukungan lain dalam memberantas KKN di Indonesia, yakni mulai dari
generasi sekarang yang harus menanamkan diri dan berkomitmen dalam memberantas korupsi,
karena korupsi musuh bersama.
"Saya lebih senang dimusuhi oleh penjahat, daripada disenangi penjahat. Sehingga tiga bulan
saya bertugas di Kalbar banyak yang akan melengserkan saya, karena aktivitas ilegal mereka
terganggu," katanya.
Menurut Kapolda Kalbar kolaborasi antarpenegak hukum, yakni KPK, Polri, dan kejaksaan akan
semakin kuat dalam memberantas korupsi, karena memang tidak bisa dijalankan sendiri-sendiri,
katanya.
Arief mencontoh jalan di Kalbar cepat rusak karena dikorupsi oleh para pelaksana proyek
sehingga perlu bersama-sama untuk pengawasannya.
Dalam kesempatan itu, Arief menyatakan dukungannya agar para koruptor dihukum mati saja,
seperti di Tiongkok, sehingga memberikan efek jera.
"Saya juga setuju, para koruptor itu dimiskinkan, sehingga harta-hartanya dari hasil korupsi
dirampas untuk negara. Karena kalau tidak dimiskinkan, ketika dia bebas nanti, maka akan
melakukan korupsi lagi," ujarnya.
KRIMINALITAS.COM
KRIMINALITAS.COM, Pontianak – Direktorat Kriminal Khusus Polda Kalbar, menetapkan
empat tersangka dalam dugaan pengelembungan anggaran jasa telekomunikasi tahun 2011-2014
di lingkungan Polda setempat sebesar Rp6,52 miliar, kata Dirkrimsus Polda Kalbar Kombes
Agus Nugroho.
“Keempat tersangka tersebut, yakni ET dengan pangkat terakhir AKBP sebagai Kabid TI Polda
Kalbar tahun 2011-2014, AY selaku ketua Kopegtel 2011-2014, FS selaku Ketuga Kopegtel
2014-2015, serta FR selaku Manager Keuangan Kopegtel,” kata Agus Nugroho di Pontianak,
Jumat (4/12)
Ia menjelaskan, sejak ditetapkannya status keempat orang tersebut sebagai tersangka, maka kini
status tersangka ET non job, tetapi tidak sampai dilakukan penahanan, karena keempat tersangka
tersebut cukup kooperatif.
“Penetapan AKBP ET sebagai tersangka, karena menyalahgunakan wewenang yang
menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dan menimbulkan kerugian keuangan negara dalam
belanja barang langganan daya jasa telekomunikasi pada satker Bidang TI Polda Kalbar periode
2011-2014. Temuan tersebut, setelah diaudit perhitungan kerugian keuangan negara kepada
auditor BPKP Perwakilan Provinsi Kalbar,” ungkapnya.
Terungkapnya kasus ini, berdasarkan laporan hasil Wasriksus Itwasda Polda Kalbar, terkait
penggunaan anggaran jasa telekomunikasi periode tahun 2008 sampai dengan 2014 pada Satker
Bidang TI Polda Kalbar tanggal 18 Maret 2015.
Sehingga, 20 Maret 2015, penyidik Subdit III/Tipikor Dit Reskrimsus Polda Kalbar memulai
proses penyelidikan penggunaan anggaran jasa telekomunikasi periode tahun 2008-2014, dan 12
Mei 2015, dilakukan gelar perkara, hasil penyelidikan diperoleh kesimpulan, terdapat
penyalahgunaan wewenang yang yang dilakukan oleh tersangka ET dan tiga rekannya.
“Kemudian berdasarkan audit penghitungan kerugian negara oleh BPKP, menemukan kerugian
negara sekitar Rp6,52 miliar, sehingga ditetapkanlah empat orang tersebut sebagai tersangka,”
ujarnya.
Modus tersangka ET dan rekannya, yakni pengelembungan atas jasa tagihan telekomunikasi
Rp100 juta/bulannya menjadi Rp250 juta/bulannya sehingga total kerugian negara sebesar
Rp6,52 miliar tersebut,” katanya.
“Saat ini kami sudah melakukan penyitaan terhadap satu rumah milik tersangka ET, tanah seluas
2,4 hektare, uang tunai yang dikembalikan Rp600 juta, atau total uang negara yang berhasil
diselematakan, yakni sekitar Rp4 miliar lebih,” kata Agus.
Hingga saat ini, kasus dugaan Tipikor anggaran jasa telekomunikasi tahun 2011-2014 sudah
dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Kalbar untuk proses hukum selanjutnya.
Keempat tersangka tersebut diancam pasal 2 dan 1, dan pasal 3 UU No. 31/1999 sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55
ayat (1) ke 1 KUHP dan pasal 64 ayat (1) KUHP.
DETIK NEWS
detikNews - Jakarta, Langkah Kapolda Kalbar Brigjen Arief Sulistyanto yang berani menetapkan
seorang perwira polisi berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP-sebelumnya ditulis
Kombes) menjadi tersangka korupsi dipuji. Arief dinilai melakukan tindakan berani bersih-
bersih. Apa yang dilakukan Arief menunjukkan revolusi mental di Polri.
"Tindakan kapolda ini sangat patut diapresiasi. Langkah Kapolda menetapkan seorang perwira
polisi sebagai tersangka ini akan memberikan efek balik yang positif bagi anggota kepolisian
lain," kata Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Hamidah, Sabtu (5/12/2015).
Menurut Hamidah, selama ini berbagai kasus yang melibatkan polisi biasanya selalu ditutupi dan
dilindungi. Kapolda Kalbar justru berani dan memberi penegasan Polri menjalankan revolusi
mental.
"Kita lihat dalam beberapa kasus perwira polisi yang terbukti melakukan pelanggaran bahkan
pelanggaran hukum selalu dilindungi dan ditutup-tutupi. Lebih aneh lagi, beberapa dari mereka
malah mendapat promosi," tambah dia.
Hamidah berharap, Kapolda Kalbar bisa mempertahankan sikap tegasnya dan menjaga integritas
korps Bhayangkara.
"Kompolnas berharap tindakan Kapolda Kalbar ini dipertahankan dan jadi contoh serta inspirasi
pimpinan satker (satuan kerja), pimpinan wilayah sampai pimpinan tinggi Polri," ungkap dia.
AKBP ET menjadi tersangka anggaran komunikasi 2011-2014 senilai Rp 6,5 miliar. ET diduga
menerima Rp 4,5 miliar. Temuan penyimpangan itu berdasarkan data BPK dan Irwasda Polda
Kalbar. (dra)
PONTIANAK POST
PONTIANAK- Seorang perwira menengah (pamen) berpangkat Ajun Komisaris Besar (AKBP)
berinisial ET diduga terlibat penyelewengan anggaran pembayaran telepon dan internet di
lingkungan Polda Kalbar dan jajarannya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Pontianak Post, AKBP berinisial ET merupakan mantan
Kepala Bidang Teknologi dan Informasi (TI). Dalam perkara ini, AKBP ET melakukan
punggutan selisih pembayaran telepon dan internet di lingkungan Polda Kalbar dan jajaran.ET
berperan sebagai orang yang memerintahkan pihak penyedia jasa, dalam hal ini Kopegtel
(koperasi pegawai telkom) untuk menaikan tagihan telepon dan internet di lingkungan Polda
Kalbar. Nilai selisih dari pembayaran diambil secara tunai oleh ET.
Akibatnya, Polda Kalbar mengalami kebocoran anggaran kurang lebih Rp6,5 miliar pada periode
2011-2014. Kasus ini terbongkar dan ditangani secara intern oleh Direktorat Reserse Kriminal
Khusus Polda Kalbar. Seiring perjalanan waktu dan perkembangan penyelidikan perkara, ET
ditetapkan sebagai tersangka. Dari informasi yang diperoleh, Polda Kalbar telah menyita aset
milik tersangka sebagai ganti kerugian negara. Namun demikian, perkara penyelewengan ini
tetap lanjut dan berkas perkara kasus itu masuk masuk tahap I Kejaksaan Tinggi Kalimantan
Barat.
Sumber Pontianak Post menyebut, ET bukan satu-satunya orang yang ditetapkan sebagai
tersangka dalam perkara itu. Setidaknya ada tiga orang lainnya yang juga terlibat dalam kasus
tersebut.
Pontianak Post mencoba mengkonfirmasi kebenaran kasus itu ke Polda Kalimantan Barat dengan
menemui Kabid Humas Polda Kalbar, AKBP Arianto pada 23 November 2015. Saat ditemui,
Arianto enggan berkomentar. "Saya belum dapat kronologis dan skema seperti apa kasusnya.
Nanti saya koordinasikan dengan Ditreskrimsus," kata Arianto singkat.Rentang beberapa jam
kemudian, melalui whatsapp, Arianto menyampaikan permohonan waktu untuk mempublis
kasus tersebut.
Sementara, secara terpisah, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat membenarkan telah menerima
pelimpahan perkara tahap I dari penyidik Polda Kalbar terkait pekara penyalahgunaan anggaran
pembayaran telpon dan internet di lingkungan Polda Kalbar yang menyeret ET tersebut. “Benar,
Minggu lalu berkas perkaranya kami kembalikan ke penyidik Polda Kalbar untuk dilengkapi,”
kata Juliantoro, jaksa Kejaksaan Tinggi Kalbar.
Menurut Juliantoro, berkas perkara dengan tersangka ET, merupakan berkas perkara ke tiga yang
masuk ke kejati. Sementara berkas perkara lainnya masih diteliti oleh JPU masing-masing.
Terkait perkara tersebut, tersangka disangkakan dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-
Undang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. AKBP ET sebelumnya menjabat
sebagai Kabid TI Polda Kalbar. Masa jabatannya berakhir pada Juni 2015 dan digantikan oleh
AKBP Nowo Winarti. Sementara ET nonjob pada posisi Pamen Polda Kalbar. (arf)
HARIAN RAKYAT MERDEKA
Kepala Bidang Teknologi Informatika (Telematika) Polda Kalimantan Barat Ajun Komisaris
Besar Edy Triswoyo menjadi tersangka kasus korupsi pembayaran tagihan jasa telekomunikasi
(jastel) kantornya. Bekerja sama dengan tiga pejabat Koperasi Pegawai Telkom (Kopegtel),
perwira menengah itu menilep miliaran rupiah.
Kapolda Kalbar Brigadir Jenderal Arief Sulistyanto mengungkapkan, praktik ini sudah dilakukan
sejak 2011. Edy bekerja sama dengan Ketua Kopegtel 2011-2014 berinisial AY, Ketua Kopegtel
2014-2015 berinisial FS, dan Manajer Keuangan Kopegtel FR.
Kasus ini baru terbongkar tahun 2015 setelah Inspektorat Pengawasan Polda (Irwasda)
menemukan kejanggalan dalam tagihan pembayaran telepon dan internet. Ada nomor telepon
yang sudah tak aktif, namun tetap ada tagihannya.
Menindaklanjuti temuan tim pengawas dan pemeriksa khusus Irwasda, Kapolda memerintahkan
Direktorat Kriminal Khusus melakukan penyelidikan.
Penyelidikan dimulai 20 Maret 2015. Penyidik menelusuri pembayaran tagihan beberapa tahun
ke belakang. Hasilnya ditemukan ada dugaan penggelembungan.
Setelah mendapatkan bukti yang cukup, penyidik melakukan gelar perkara 12 Mei 2015. Kasus
ini dinaikkan statusnya menjadi penyidikan.
Penyidik meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalbar melakukan
audit investigasi untuk menghitung jumlah kerugian negara. "Penyidik menemukanalat bukti
yang cukup untuk menjadikan perwira Polda Kalbar sebagai tersangka," kata Arief.
Bekas Direktur Ekonomi Khusus Bareskrim Polri mengungkapkan, modus korupsi Edy cs
sederhana. "Tagihan yang dikirim tak sesuai dengan tagihan yang sebenarnya," sebutnya.
Edy diduga menjadi otak dari tindak korupsi ini. Ia memerintahkan kepada pejabat Kopegtel
menggelembungkan tagihan jasa telekomunikasi yang dipakai Polda Kalbar.
FR membuatkan surat tagihan selama periode tahun 2011 sampai dengan 2014. Selanjutnya AY,
Ketua Kopegtel 2011-2014, dan FS, Ketua Kopegtel 2014-2015 yang menekan surat tagihan
kepada Polda Kalbar. Yang seharusnya tagihannya Rp 100 juta per bulan, dibuat menjadi Rp 250
juta. "Ini berlangsung sekitar tiga tahun," ungkap Arief.
Edy selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) lalu memerintahkan pembayaran tagihan itu. Total
pembayaran tagihan jasa telekomunikasi Polda selama periode itu mencapai Rp 11,6 miliar.
Sementara, data di PT Telkom Divisi Regional VI Kalimantan Balikpapan, kewajiban pemba-
yaran tagihan Polda Kalbar hanyaberjumlah Rp 4,879 miliar, ditambah realisasi penyerahan
voucher fisik ke Polda Kalbar Rp 13 juta, dan PPN yang telah disetorkan ke kas negara Rp
253,475 juta.
Edy cs diduga meraup sampai Rp 6,5 miliar dari hasil penggelembungan tagihan jasa
telekomunikasi selama tiga tahun. Tak hanya itu, Edy juga meminta jatah uang maintenance dan
biaya voucher. Edy kebagian sampai Rp 4,5 miliar.
Para tersangka dijerat melakukan korupsi sekaligus tindak pidana pencucian uang. Penyidik
menyita rumah mewah Edy di Kompleks Bhayangkara Permai, Blok C2 No 1, Sungai Raya
Dalam, pemondokan berukuran 40x60 meter di Mempawah, satu unit mobil Ford, serta
memblokir beberapa nomor rekening bank miliknya.
"Berkas perkara tersangka sudah pelimpahan tahap satu ke Kejaksaan Tinggi Kalbar," kata
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalbar Komisaris Besar Agus Nugroho.
Namun berkas perkara dikembalikan jaksa karena dianggapbelum lengkap. Penyidik
Ditreskrimsus tengah melengkapi berkas perkara sesuai petunjuk jaksa. Para tersangka tidak di-
tahan lantaran dinilai kooperatif. Edy telah mengembalikan sebagian yang ditilep sebesar Rp 650
juta.
Kilas Balik
Tidak Ditahan, Setiap Hari Wajib Apel Pagi
Kapolda Kalbar Brigadir Jenderal Arief Sulistiyanto menyatakan akan menindak tegas anak
buahnya yang melakukan korupsi.
"Kami tidak pandang bulu dan diskriminatif dalam memberantas korupsi. Siapa pun yang
korupsi akan kami proses sesuai undang-undang yang berlaku, walaupun pelakunya internal
Polda," tandas Arief.
Ajun Komisaris Besar Edy Triswoyo setelah dicopot dari jabatan sebagai Kepala Bidang
Telematika karena diduga menggelembungkan tagihan jastel Polda Kalbar.
"Begitu ditemukan ada dugaan penyimpangan, saya menonaktifkan jabatannya. Penyidik pun
menetapkan tersangka dan menyita aset-asetnya," kata bekas Direktur Ekonomi Khusus
Bareskrim Polri ini.
Kepala Bidang Humas Polda Kalbar Ajun Komisaris Besar Aryanto menandaskan, penetapan
tersangka Edy yang berpangkat perwira menengah ini merupakan implementasi revolusi mental
untuk memperbaiki institusi kepolisian.
"Ini komitmen bahwa kepolisian benar-benar ingin melakukan pembenahan ke arah yang lebih
baik," tandasnya.
Mabes Polri menyerahkan pengusutan kasus dugaan korupsi Edy kepada Polda Kalbar. "Kita
sudah terima laporan penanganan perkara tersebut," kata Kepala Penerangan Masyakarat Humas
Polri Brigadir Jenderal Agus Riyanto.
Melihat penanganan cepat yang dilakukan Kapolda Kalbar, menurut Agus, kasus tak ditarik ke
Mabes Polri. Sidang etik pun akan ditangani Polda Kalbar.
Mengenai sidang etik terhadap Edy, Arief mengatakan, baru akan digelar setelah proses
hukumnya selesai. "Kalau pidananya sudah inkracht, soal pelanggaran etika maupun pe-
mecatannya tinggal mengikuti saja," katanya.
Meski jadi tersangka, Edy tak ditahan. Arief menganggap Edy kooperatif menjalani proses hu-
kumnya. Namun penyidik tetap mengawasi gerak-gerik Edy.
"Yang bersangkutan tidak ditahan, karena kooperatif. Yang bersangkutan juga wajib apel pagi,"
kata Arief.
Lantaran tak punya jabatan, Edy kini luntang-lantung saja di Polda Kalbar. Setelah dicopot dari
jabatannya, Edy tak diberi jabatan apa pun. Ia menjadi Pamen Polda Kalbar. Jabatan Kabid
Telematika lalu diisi Ajun Komisaris Besar Nowo Winarti.
Komisi Kepolisian Nasional mengapresiasi tindakan Kapolda Kalbar yang menyeret sendiri anak
buahnya yang korupsi untuk disidik. "Ini patut dicontoh melakukan bersih-bersih, sesuai tekad
Kapolri," kata anggota Kompolnas Edi Hasibuan.
"Langkah Kapolda Kalbar ini menunjukkan Polri yang berubah, menuju revolusi mental,"
tambah dia.
Edi juga menilai, pengawasan internal di Polda Kalbar berjalan sehingga menindak pelanggaran
yang dilakukan perwira menengah. "Artinya sesama anggota Polri tidak melindungi kalau
bersalah," ujarnya.
KRIMINALITAS.COM
KRIMINALITAS.COM, Jakarta – Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane
menegaskan, Kapolda Kalimantan Barat Brigjen Arief Sulistyanto harus memberikan hukuman
berat terhadap Kepala Bidang Informasi dan Tekhonology, AKBP ET yang diduga telah
melakukan perbuatan tindak pidana korupsi.
“Di dalam menangani kasus di Polda Kaliamantan Barat ini hendaknya penyidik Polri
mengenakan pasal berlapis. Terhadap tersangka, pengadilan diharapkan dapat menjatuhkan
hukuman berat,” kata Neta kepada Kriminalitas.com, Senin (7/12).
IPW, Tambah Neta, mendukung langkah Brigjen Arief Sulistyanto, yang melakukan’bersih-
bersih’ ditubuh jajarannya.
“Apa yang dilakukan Kapolda Kalbar, Brigjen Arief Sulistyanto ini patut diapresiasi. Sebab apa
yang dilakukannya merupakan konsisten didalam penegakan hukum, dan ini sejalan dengan
konsep revolusi mental,” jelas Neta.
Sebab, menurut Neta, Polri harus memperbaiki internalnya terlebih dahulu, sebelum menegakan
hukum di masyarakat.
“Sikap Kapolda Kalbar ini patut ditiru oleh kapolda-kapolda lain, maupun elit-elit Mabes Polri.
Dengan demikian, tidak ada lagi sikap di internal Polri yang berusaha melindungi aparaturnya
yang brengsek,” pungkas Neta.
Seperti diberitakan sebelumnya, Brigjen Arief Sulistyanto menonaktipkan AKBP ET dari
jabatannya karena diduga melakukan dugaan korupsi, dengan modus menggelembungkan
tagihan jasa telekomunikasi Rp 100 juta perbulan. ET bekerjasama dengan Ketua Kopegtel dan
seorang manajer keuangan. Peran kedua tersangka yaitu memasukan tagihan tersebut dalam surat
utang untuk Polda Kalbar selama 2011-2014.
Kasus ini terungkap setelah BPK dan Irwasda Polda Kalbar mengusut kasus tersebut. AKBP ET
diduga menerima bagian Rp 4,5 miliar. Meski telah berstatus sebagai tersangka, AKBP ET tidak
dilakukan penahanan, karena dianggap kooperatif. Selain itu, Polda Kalbar telah menyita sebuah
tanah dan rumah milik AKBP ET karena diduga didapat dari hasil kejahatan.
MERDEKA.COM
Merdeka.com - Kepolisian Daerah (Polda) Provinsi Kalimantan Barat segera menyerahkan
berkas dugaan korupsi dalam penyewaan transponder satelit untuk memperluas jangkauan siaran
TVRI setempat ke Kejaksaan Tinggi.
"Pengiriman berkas perkara tahap pertama, rencananya Senin pekan depan," kata Direskrimsus
Polda Kalbar Kombes (Pol) Widodo melalui Kasubdit Tipikor Kompol Permadi Syahid Putra di
Pontianak, seperti dikutip dari Antara Rabu (30/4).
Menurut Widodo, semua tersangka dalam kasus yang menimbulkan kerugian negara mencapai
Rp 1,6 miliar itu telah selesai diperiksa. "Nanti jaksa akan meneliti berkas yang kami serahkan,
kalau lengkap, dinyatakan P-21, kalau kurang, P-19," kata dia.
P-21 artinya berkas dinyatakan lengkap, dan pihak kepolisian menyerahkan tersangka dan barang
bukti ke kejaksaan.
Ada tiga tersangka dalam kasus tersebut, yakni SW, direktur sebuah perusahaan media,
kemudian DLD, Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Kalbar, dan
MT, mantan pelaksana teknis pekerjaan untuk pengadaan transponder di dinas tersebut.
Pemprov Kalbar mempunyai program untuk membantu memperluas jangkauan siaran TVRI
setempat. Pada tahun 2009 - 2011, dialokasikan anggaran untuk menyewa transponder di satelit
telekomunikasi.
Tahun 2009, nilai anggaran sebesar Rp1,5 miliar. Setahun berikutnya naik menjadi Rp 2,1 miliar
dan tahun 2011 Rp 2,6 miliar.
Kemudian, untuk melaksanakan penyewaan tersebut, ditunjuklah perusahaan milik SW. Namun,
perusahaan tersebut bukan bergerak di bidang penyewaan transponder satelit untuk siaran
televisi melainkan hanya penerbitan media cetak.
Pekerjaan itu kemudian di-subkontrakkan ke PT Telkom. "Jadi, ada beberapa perbuatan yang
akhirnya menimbulkan kerugian negara," kata dia. Pertama, proses pengadaan tidak sesuai
dengan Peraturan Presiden dan Keputusan Presiden No 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
Berdasarkan aturan tersebut, batas untuk pengadaan langsung sebesar Rp 200 juta. "Di atas
angka tersebut, melalui mekanisme lelang," kata mantan Wakapolres Bengkulu ini menjelaskan.
Kedua, ada potongan harga sebesar 30 persen yang diberikan namun dananya tidak dikembalikan
ke kas negara.
1INDONEWS.COM
AKBP ET tidak ditahan. ET sudah ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi anggaran
komunikasi 2011-2014. ET diduga memark-up anggaran komunikasi senilai Rp 6,5 miliar.
“Yang bersangkutan tidak ditahan, karena kooperatif. Yang bersangkutan juga masih wajib apel
pagi,” jelas Kapolda Kalbar Brigjen Arief Sulistyanto, Sabtu (5/12/2015).
Modus yang dilakukan ET sebagai Kabid TI dengan menggelembungkan tagihan jasa
telekomunikasi Rp 100 juta perbulan. ET bekerjasama dengan Ketua Kopegtel dan seorang
manajer keuangan. Dua orang itu, Ketua Kopegtel dan Manajer Keuangan memasukan tagihan
itu dalam surat utang untuk Polda Kalbar selama 2011-2014. Tindakan ET ini terendus BPK dan
Irwasda Polda Kalbar. ET menerima bagian Rp 4,5 miliar..
Arief kemudian merapatkan temuan itu dengan perwira Polda Kalbar yang lain dan didapatkan
keputusan, yang selanjutnya dilaporkan ke Kapolri. Penyidikan kemudian dilakukan sejak
Oktober 2015 lalu. Polda Kalbar sudah menyita rumah, pondokan, dan tanah milik AKBP ET.
AKBP ET sudah dibebastugaskan dari jabatannya. Kasus ET ini juga sudah dilimpahkan ke
Kejaksaan Tinggi Kalbar.