dasar teori lemak
DESCRIPTION
lemakTRANSCRIPT
-
Lemak merupakan senyawa organik yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam zat pelarut
organik non polar, seperti aseton, alkohol, eter, benzena, kloroform dan sebagainya Lemak
tersusun atas rantai hidrokarbon panjang berantai lurus, bercabang, atau membentuk struktur
siklis. Lemak esensial merupakan prekursor pembentukan hormon tertentu seperti prostaglandin,
lemak juga berperan sebagai penyusun membran yang sangat penting untuk berbagai tugas
metabolisme, lemak juga dapat melarutkan berbagai vitamin, yaitu vitamin A, D, E dan K.
(Setiadji, 2007).
Setiadji. 2007. Kimia Oraganik. Jember : FTP UNEJ.
Senyawa-senyawa yang termasuk lipid ini dapat dibagi dalam beberapa golongan. Ada beberapa
cara penggolongan yang dikenal. Bloor membagi lipid dalam tiga golongan besar, yakni: (1)
lipid sederhana, yaitu ester asam lemak dengan berbagai alkohol, contohnya lemak atau gliserida
dan lilin (waxes); (2) lipid gabungan yaitu ester asam lemak yang mempunyai gugus tambahan,
contohnya fosfolipid, serebrosida; (3) derivat lipid, yaitu senyawa yang dihasilkan oleh proses
hidrolisis lipid, contohnya asam lemak, gliserol, dan sterol. Di samping itu, berdasarkan sifat
kimia yang penting, lipid dapat dibagi dalam dua golongan yang besar, yakni lipid yang dapat
disabunkan, yakni dapat dihidrolisis dengan basa, contohnya lemak, dan lipid yang tidak dapat
disabunkan, contohnya steroid (Poedjiadi dan Supriyanti, 2009).
Poedjiadi, Anna dan Supriyanti, F.M. Titin. 2009. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Menurut Buckle (1987), Lemak dalam tubuh mempunyai peranan yang penting, karena
lemak cadangan yang ada yang ada dalam tubuh dapat melindungi berbagai organ yang penting,
seperti ginjal, hati dan sebagainya, tidak saja sebagai isolator, tetapi juga kerusakan fisik yang
mungkin terjadi pada waktu kecelakaan. Lipid terdiri atas lemak dan minyak yang banyak
dihasilkan hewan dan tanaman. Lipid umumnya berupa trigliserida yang merupakan ester asam
lemak dan gliserol maupun gugus senyawa lain/komponen non lipid lain. Lipid memiliki sifat
kimia dan sifat fisik yang berbeda-beda, seperti:
Sifat fisik lipid:
Pada suhu kamar, lemak berwujud padat dan minyak berwujud cair, lemak padat
berwarna putih kekuningan, dapat membentuk kristal lemak, tidak larut dalam air, tetapi larut
-
dalam pelarut organik non polar seperti eter, alkohol, aseton, khloroform, benzene, lemak besifat
plastis, lipid jenuh (sedikit ikatan rangkap) memiliki titik lebur tinggi, lipid tidak jenuh (banyak
ikatan rangkap) memiliki titik lebur rendah, dan dapat melarutkan beberapa jenis vitamin, yaitu
vitamin A, D, E, dan K.
Sifat kimia lipid:
Lipid tersusun atas rantai hidrokarbon panjang berantai lurus, bercabang, atau berbentuk siklis,
terdiri atas ester asam lemak dengan gliserol atau dengan gugus senyawa lain, lemak banyak
mengandung asam lemak jenuh (sedikit ikatan rangkap), minyak banyak mengandung asam
lemak tidak jenuh (banyak ikatan rangkap), reaksi dengan alkali akan menghasilkan asam lemak
dan gliserol, sehingga mudah teroksidasi.
Buckle, K.A. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)
Hidrolisis
Enzime lipase menghidrolisis lemak, memecahnya menjadi gliserol dan asam lemak. Lipase
dapat terkandung secara alami pada lemak dan minyak, tetapi enzim itu dapat diinaktivasi
dengan pemanasan. Enzim ini dapat pula dihasilkan oleh mikroorganisme yang terdapat pada
bahan makanan berlemak. Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh reaksi ini dapat memberikan
rasa dan bau tidak sedap. Sebagai contoh, flavor tidak sedap dari mentega yang tengik sebagian
disebabkan oleh asam lemak yaitu asam butirat. Ketengikan hidrolitik mungkin juga terjadi jika
lemak atau minyak dipanaskan dalam keadaan ada air, misalnya pada penggorengan bahan
makanan yang lembab (Gaman, 1992).
Gaman, P. M. 1992. Ilmu Pangan ; Pengantar Ilmu Pangan, nutrisi dan Mikrobiologi. Gajah
Mada University Press : Yogyakarta.
Bila suatu lemak dipanaskan, pada suhu tertentu timbul asap tipis kebiruan. Titik ini disebut titik
asap (smoke point). Bila pemanasan diteruskan maka akan tercapai flash point, yaitu minyak
mulai terbakar (terlihat nyala). Jika minyak sudah terbakar secara tetap disebut fire point. Suhu
terjadinya smoke point ini bervariasi dan dipengaruhi oleh jumah asam lemak bebasnya. Jika
asam lemak bebas banyak, ketiga suhu tersebut akan turun. Demikian juga bila berat molekul
rendah, ketiga suhu tersebut akan lebih rendah. Sifat tersebut sangat penting dalam penentuan
mutu lemak yang digunakan sebagai minyak goreng (Winarno, 1982).
-
Winarno, F.G. 1982. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Pemanasan mengakibatkan 3 macam perubahan kimia dalam lemak yaitu: terbentuknya
peroksida dalam asam lemak tidak jenuh, peroksida berdekomposisi menjadi persenyawaan
karbonil, dan polimerasi oksidasi sebagian. Dekomposisi minyak dengan adanya udara terjadi
pada suhu lebih rendah (190C) daripada tanpa udara (pada suhu 240-260C). Minyak goreng
mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dalam molekul trigliserida. Reaksi-
reaksi degradasi selama proses penggorengan didasarkan atas reaksi penguraian asam lemak.
Kerusakan minyak selama proses menggoreng akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari
bahan pangan yang digoreng. Pada umumnya senyawa peroksida mengalami dekomposisi
oleh panas, sehingga lemak yang telah dipanskan hanya mengandung sejumlah kecil
peroksida. Dalam jangka waktu yang cukup lama peroksida dapat mengakibatkan destruksi
beberapa macam vitamin dalam bahan pangan berlema. Peroksida juga dapat mempercepat
proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika
jumlah peroksida dalam bahan pangan (lebih besar dari 100) akan bersifat sangat beracun dan
tidak dapat dimakan, disamping bahan pangan tersebut mempunyai bau yang tidak enak
(Ketaren, 1986).
Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta.
Sama pdf