dari penagih hingga pembunuh bayaran fileyang menjadi penyakit masyarakat akan kami tindak, siapa...

1
KAMI akan menindak pelaku aksi-aksi premanisme yang tersebar di Ibu Kota Jakarta. Kami akan menangkap mereka sesuai jalur hukum. Premanisme yang menjadi penyakit masyarakat akan kami tindak, siapa pun yang melakukan pe- langgaran pidana dan meng- ganggu ketenteraman masyarakat tanpa pandang bulu. Dalam menindak preman tidak akan ada pengecualian, semua akan ditindak jika memang ada alat bukti dan keterangan saksi yang memadai untuk dipro- ses secara hukum. Tidak ada masyarakat yang eksklusif, termasuk kami anggota Polri, kalau salah akan ditangkap. Saya akan meli- hat sejauh mana proses hukum dan akan mendorong untuk segera menyelesaikan proses-proses itu, apabila bukti-bukti cukup. Harus ada kepastiannya. Kalau bukti tidak cukup, harus kami hentikan, harus ada ketegasan. Dasarnya adalah alat bukti, fakta, data, dan keterangan saksi. Saya berharap di bawah kepemim- pinan saya, Jakarta akan menjadi aman dan tenteram. Harapan kita masyarakat Jakarta tenteram, tenang, dan tidak ada masalah. Polisi juga tidak ada yang melakukan pelanggaran. (FD/J-5) TRANSFORMASI dari para petugas informal menjadi para petugas formal penting. Ini menjamin kehidupan mereka agar lebih baik. Bagi petugas informal, tak ada kepastian bahwa perekonomian mereka akan lebih baik. Para petugas informal bukan orang-orang yang harus diberantas. Mereka akan lebih baik kalau direkrut menjadi petugas formal. Ada tiga latar belakang mengapa para petugas informal ada. Pertama, kemudahan mobilitas horizontal. Kemudahan itu mengakibatkan orang-orang mendapat kemudahan pergi ke mana pun. Kedua, ketidakseimbangan pembangunan. Ketidakseimbangan itu mem- buat orang-orang di desa-desa dan kota-kota kecil memutuskan pindah ke kota-kota besar. Ketiga, ketidakmampuan sektor-sektor formal merekrut semua orang. Walaupun mampu merekrut ba- nyak orang, tidak semua orang dapat memenuhi kualikasi untuk direkrut. Oleh karena itu, sektor-sektor informal berkembang, misalnya pihak bank yang ingin menagih utang menggunakan jasa mereka. Tapi, mereka pakai metode represif, bukan persuasif. (*/J-5) KEKERASAN modal utama bagi kelompok-kelompok yang ingin mendapat tempat di bi- dang bisnis jasa keamanan, penagihan utang, dan penghi- langan nyawa secara paksa. Kelompok-kelompok ini eksis dan mewarnai kehidupan me- tropolitan Jakarta. “Mereka hidup melalui pe- nyediaan jasa keamanan. Biasa- nya, di tempat hiburan, mereka ada,” kata Anto Baret, bos Bu- lungan kepada Media Indonesia di Jakarta, kemarin. Anto Baret menyatakan bah- wa kelompok itu adalah bagian dari kehidupan yang memiliki pola hidup tersendiri. “Meng- hilangkan kelompok-kelompok itu berarti menghilangkan tem- pat hiburan juga. Jadi, tidak perlu diingkari,” ucap Anto Baret. Nos Kei yang mengaku ang- gota kelompok Jhon Kei me- ngatakan bahwa kelompoknya pernah menangani keamanan dan pengelolaan parkir. “Sudah lama ditinggalkan seperti itu. Coba saja tanya sama satpam- satpam di banyak tempat, me- reka bukan orang kami,” ujar Nos Kei. Sementara itu, kelompok Ikatan Keluarga Besar Tanah Abang (IKBT) secara terbuka mengakui bahwa mereka masih menangani jasa keamanan di Tanah Abang. Pendiri IKBY, Muhammad Yusuf Muhi, yang biasa dipang- gil Bang Ucu mengatakan bah- wa dana IKBT berasal dari pe- ngelola pasar. Ada tender untuk menjadi penjaga keamanan di Pasar Tanah Abang. “Nama perusahaan saya PT Catu Badra Mandrawata,” ujar Ucu. Perusahaan itulah yang dulu memenangi tender untuk menjadi penjaga keamanan di Pasar Tanah Abang. Sejak 1 Oktober 2010, keamanan Pasar Tanah Abang dipimpin Haji Lulung Lung- gana yang kini Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta. Ia adalah pendiri Forum Komunikasi Pemuda dan Pemudi Tanah Abang. Ucu bersedia mendamaikan orang-orang yang terlibat per- tikaian di Diskotek Blowsh. “Kalau polisi minta tolong, saya bersedia mendamaikan me- reka.” Ucu pernah mendamaikan komunitas-komunitas yang terlibat perkelahian di Jakarta. Lu mo damai kagak? Kalo kagak, gue bertindak,” katanya dengan dialek Betawi. Ketua Umum Forum Betawi Rembuk (FBR) Lutfi Hakim mengatakan fakta bahwa peru- sahaan atau mal yang mem- pekerjakan masyarakat setem- pat tidak akan dijarah. “Masak pendaringan (dapur) kami mau kami rusak? Pasti dijaga kan,” kilahnya. Hercules Rosario Marshal atau biasa dipanggil Hercules menolak cap preman yang di- tujukan kepadanya. “Kita perlu perjelas lagi apa itu preman. Nah, memang ada preman yang mencuri, merampok, atau mengeroyok. Kalau menge- royok sama saja dengan pre- man, pejabat juga preman,” ujarnya, Jumat lalu. “Kami kan bekerja sebagai sekuriti (penjaga keamanan). Jadi, tak bisa disebut preman. Kalau ada yang bertamu dan membuat masalah lalu ribut dan terjadi kericuhan, nah itu baru preman,” tegasnya. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Boy Rai Amar mengatakan pihaknya selama ini memeta kelompok-kelom- pok pemuda yang sering ber- buat kejahatan. “Kami menye- butnya daerah hot spot . Itu menjadi daerah yang rawan konik, jika ada kelompok pre- man yang berpotensi konik dengan kelompok lainnya,” ujarnya. Polisi selama ini mengawasi daerah hot spot itu. “Kami meng- ajak masyarakat untuk ikut menjaga daerah hot spot itu.” Guru Besar UI Bidang Kri- minologi Muhammad Musto- fa mengatakan konsentrasi pekerjaan kelompok-kelom- pok preman berbeda-beda. Ada yang bergerak di bidang keamanan, seperti penga- manan tempat hiburan dan ada juga yang bergerak di bi- dang jasa debt collector (pena- gihan utang). “Dulu tokoh preman, itu to- koh sentral karena aktivitasnya melibatkan aparat pemerintah yang sentralistik. Sekarang ini, kelompok-kelompok preman itu menyebar,” katanya. Mereka, ujar Mustofa, tak enggan melakukan kekerasan. Bahkan bersedia sebagai pem- bunuh bayaran dan berkorban untuk kelompok tersebut. Bos hanya duduk-duduk,” ungkap- nya. (Dvd/Faw/FD/*/*/J-5) JUMAT, 8 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA | 23 Megapolitan RAZIA PREMAN: Petugas mendata warga yang diduga preman saat melaksanakan razia preman di kawasan Galur Raya, Jakarta Pusat, Senin (14/6). MI/RAMDANI Dari Penagih hingga Pembunuh Bayaran Blowfish di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (29/9). Bentrokan yang menggunakan senjata api dan senjata tajam ini mengakibatkan tiga korban MI/ADAM DWI PUTRA nuhan di Klub Malam Blowfish, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kanar Lolo (kiri) dan lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (6/10). Sekitar 900 personel gan di pengadilan itu. MI/ADAM DWI PUTRA MI/M IRFAN Imam Prasodjo Sosiolog UI Kelompok Jalanan MI/RAMDANI Irjen Sutarman Kapolda Metro Jaya

Upload: buinhu

Post on 08-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dari Penagih hingga Pembunuh Bayaran fileyang menjadi penyakit masyarakat akan kami tindak, siapa pun yang melakukan pe-langgaran pidana dan meng-ganggu ketenteraman masyarakat tanpa

KAMI akan menindak pelaku aksi-aksi premanisme yang tersebar di Ibu Kota Jakarta. Kami akan menangkap mereka sesuai jalur hukum. Premanisme y a n g m e n j a d i p e n y a k i t masyarakat akan kami tindak, siapa pun yang melakukan pe-langgaran pidana dan meng-g a n g g u k e t e n t e r a m a n masyarakat tanpa pandang bulu. Dalam menindak preman

tidak akan ada pengecualian, semua akan ditindak jika memang ada alat bukti dan keterangan saksi yang memadai untuk dipro-ses secara hukum. Tidak ada masyarakat yang eksklusif, termasuk kami anggota Polri, kalau salah akan ditangkap. Saya akan meli-hat sejauh mana proses hukum dan akan mendorong untuk segera menyelesaikan proses-proses itu, apabila bukti-bukti cukup. Harus ada kepastiannya. Kalau bukti tidak cukup, harus kami hentikan, harus ada ketegasan. Dasarnya adalah alat bukti, fakta, data, dan keterangan saksi. Saya berharap di bawah kepemim-pinan saya, Jakarta akan menjadi aman dan tenteram. Harapan kita masyarakat Jakarta tenteram, tenang, dan tidak ada masalah. Polisi juga tidak ada yang melakukan pelanggaran. (FD/J-5)

TRANSFORMASI dari para petugas informal menjadi para petugas formal penting. Ini menjamin kehidupan mereka agar lebih baik. Bagi petugas informal, tak ada kepastian bahwa perekonomian mereka akan lebih baik. Para petugas informal bukan orang-orang yang harus diberantas. Mereka akan lebih baik kalau direkrut menjadi petugas formal. Ada

tiga latar belakang mengapa para petugas informal ada. Pertama, kemudahan mobilitas horizontal. Kemudahan itu mengakibatkan orang-orang mendapat kemudahan pergi ke mana pun. Kedua, ketidakseimbangan pembangunan. Ketidakseimbangan itu mem-buat orang-orang di desa-desa dan kota-kota kecil memutuskan pindah ke kota-kota besar. Ketiga, ketidakmampuan sektor-sektor formal merekrut semua orang. Walaupun mampu merekrut ba-nyak orang, tidak semua orang dapat memenuhi kualifi kasi untuk direkrut. Oleh karena itu, sektor-sektor informal berkembang, misalnya pihak bank yang ingin menagih utang menggunakan jasa mereka. Tapi, mereka pakai metode represif, bukan persuasif. (*/J-5)

KEKERASAN modal utama bagi kelompok-kelompok yang ingin mendapat tempat di bi-dang bisnis jasa keamanan, penagihan utang, dan penghi-langan nyawa secara paksa. Kelompok-kelompok ini eksis dan mewarnai kehidupan me-tropolitan Jakarta.

“Mereka hidup melalui pe-nyediaan jasa keamanan. Biasa-nya, di tempat hiburan, mereka ada,” kata Anto Baret, bos Bu-lungan kepada Media Indonesia di Jakarta, kemarin.

Anto Baret menyatakan bah-wa kelompok itu adalah bagian dari kehidupan yang memiliki pola hidup tersendiri. “Meng-hilangkan kelompok-kelompok itu berarti menghilangkan tem-pat hiburan juga. Jadi, tidak perlu diingkari,” ucap Anto Baret.

Nos Kei yang mengaku ang-gota kelompok Jhon Kei me-ngatakan bahwa kelompoknya pernah menangani keamanan

dan pengelolaan parkir. “Sudah lama ditinggalkan seperti itu. Coba saja tanya sama satpam-satpam di banyak tempat, me-reka bukan orang kami,” ujar Nos Kei.

Sementara itu, kelompok Ikatan Keluarga Besar Tanah Abang (IKBT) secara terbuka mengakui bahwa mereka masih menangani jasa keamanan di Tanah Abang.

Pendiri IKBY, Muhammad Yusuf Muhi, yang biasa dipang-gil Bang Ucu mengatakan bah-wa dana IKBT berasal dari pe-ngelola pasar. Ada tender untuk menjadi penjaga keamanan di Pasar Tanah Abang.

“Nama perusahaan saya PT Catu Badra Mandrawata,” ujar Ucu. Perusahaan itulah yang dulu memenangi tender untuk menjadi penjaga keamanan di Pasar Tanah Abang.

Se jak 1 Oktober 2010 , keamanan Pasar Tanah Abang dipimpin Haji Lulung Lung-

gana yang kini Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta. Ia adalah pendiri Forum Komunikasi Pemuda dan Pemudi Tanah Abang.

Ucu bersedia mendamaikan orang-orang yang terlibat per-tikaian di Diskotek Blowfi sh. “Kalau polisi minta tolong, saya bersedia mendamaikan me-reka.”

Ucu pernah mendamaikan komunitas-komunitas yang terlibat perkelahian di Jakarta. “Lu mo damai kagak? Kalo kagak, gue bertindak,” katanya dengan dialek Betawi.

Ketua Umum Forum Betawi Rembuk (FBR) Lutfi Hakim mengatakan fakta bahwa peru-sahaan atau mal yang mem-pekerjakan masyarakat setem-pat tidak akan dijarah. “Masak pendaringan (dapur) kami mau kami rusak? Pasti dijaga kan,” kilahnya.

Hercules Rosario Marshal atau biasa dipanggil Hercules

menolak cap preman yang di-tujukan kepadanya. “Kita perlu perjelas lagi apa itu preman. Nah, memang ada preman yang mencuri, merampok, atau mengeroyok. Kalau menge-royok sama saja dengan pre-man, pejabat juga preman,” ujarnya, Jumat lalu.

“Kami kan bekerja sebagai sekuriti (penjaga keamanan). Jadi, tak bisa disebut preman. Kalau ada yang bertamu dan membuat masalah lalu ribut dan terjadi kericuhan, nah itu baru preman,” tegasnya.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Boy Rafl i Amar mengatakan pihaknya selama ini memeta kelompok-kelom-pok pemuda yang sering ber-buat kejahatan. “Kami menye-butnya daerah hot spot. Itu menjadi daerah yang rawan konfl ik, jika ada kelompok pre-man yang berpotensi konfl ik dengan kelompok lainnya,” ujarnya.

Polisi selama ini mengawasi daerah hot spot itu. “Kami meng-ajak masyarakat untuk ikut menjaga daerah hot spot itu.”

Guru Besar UI Bidang Kri-minologi Muhammad Musto-fa mengatakan konsentrasi pekerjaan kelompok-kelom-pok preman berbeda-beda. Ada yang bergerak di bidang keamanan, seperti penga-manan tempat hiburan dan ada juga yang bergerak di bi-dang jasa debt collector (pena-gihan utang).

“Dulu tokoh preman, itu to-koh sentral karena aktivitasnya melibatkan aparat pemerintah yang sentralistik. Sekarang ini, kelompok-kelompok preman itu menyebar,” katanya.

Mereka, ujar Mustofa, tak enggan melakukan kekerasan. Bahkan bersedia sebagai pem-bunuh bayaran dan berkorban untuk kelompok tersebut. Bos hanya duduk-duduk,” ungkap-nya. (Dvd/Faw/FD/*/*/J-5)

JUMAT, 8 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA | 23 Megapolitan

RAZIA PREMAN: Petugas mendata warga yang diduga preman saat melaksanakan razia preman di kawasan Galur Raya, Jakarta Pusat, Senin (14/6).

MI/RAMDANI

Dari Penagih hingga Pembunuh Bayaran

Blowfish di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (29/9). Bentrokan yang menggunakan senjata api dan senjata tajam ini mengakibatkan tiga korban

MI/ADAM DWI PUTRA

nuhan di Klub Malam Blowfish, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kanar Lolo (kiri) dan lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (6/10). Sekitar 900 personel

gan di pengadilan itu.

MI/ADAM DWI PUTRA

MI/M IRFAN

Imam PrasodjoSosiolog UI

Kelompok Jalanan

MI/RAMDANI

Irjen SutarmanKapolda Metro Jaya