dampak penggunaan teknologi pertanian terhadap perubahan sosial masyarakat desa balongmasin...

Upload: anditya-husnul-hasna

Post on 09-Oct-2015

57 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Irigasi dan drainase

TRANSCRIPT

DAMPAK PENGGUNAAN TEKNOLOGI PERTANIAN TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT DESA BALONGMASIN KABUPATEN MOJOKERTOBAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangPertanian merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat kita. Hal itu didukung dengan kondisi geografis negara kita yang merupakan suatu potensi dan sumber daya yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup masyarakat. Oleh karena itu, pembangunan pertanian perlu dikembangkan dan ditingkatkan. Era globalisasi merupakan perkembangan teknologi yang pesat. Tidak hanya di bidang IT, tapi juga teknologi pertanian ikut berkembang dari waktu ke waktu. Teknologi yang diciptakan tidak serta merta bisa langsung digunakan oleh petani-petani kita. Membutuhkan proses yang panjang dalam sosialisasinya. Dampak positif dan negatif selalu ada dalam segala hal. Dalam proposal ini akan dibahas lebih lanjut penemuan teknologi-teknologi pertanian serta dampak-dampak dari penggunaan teknologi tersebut dalam konteks perubahan sosial masyarakat pertanian. Dalam kegiatan pertanian tidak pernah lepas dari kegiatan pengolahan tanah, pemilihan bibit unggul, penyemaian, penanaman, pemupukan, pemeliharaan tanaman, dan pemanenan. Di samping itu tidak semua jenis tanaman memerlukan perlakuan yang sama dalam hal pemilihan bibit unggul, penanaman, pengairan, pemupukan, dan pemeliharaan tanaman.Pertanian adalah suatu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan proses pertumbuhan dari tanaman dan hewan. Semua itu merupakan hal yang penting. Secara garis besar, pengertian pertanian dapat diringkas menjadi proses produksi; petani atau pengusaha; tanah tempat usaha; usaha pertanian (farm business). Awal kegiatan pertanian terjadi ketika manusia mulai mengambil peranan dalam proses kegiatan tanaman dan hewan serta pengaturannya untuk memenuhi kebutuhan. Tingkat kemajuan pertanian mulai dari pengumpul dan pemburu, pertanian primitif, pertanian tradisional sampai dengan pertanian modern.Bertambahnya jumlah penduduk akan mempercepat habisnya pangan yang ada di alam sekitar mereka. Untuk memenuhi kebutuhannya, mereka berpindah-pindah tempat. Selanjutnya perpindahan tersebut tidak lagi dapat memecahkan masalah karena jumlah manusia sudah tidak seimbang lagi dengan persediaan pangan secara alami. Akhirnya, mereka mulai berpikir untuk mengetahui mengapa masalah itu timbulserta berusaha memecahkannya walaupun dengan cara atau tindakan yang menurut ukuran sekarang sangat sederhana. Pada saat manusia tidak melakukan apa pun untuk memenuhi kebutuhan pangan dari alam, maka tumbuhan, hewan, atau ikan akan terus tumbuh dan berkembang sampai dewasa dan memberikan suatu produk yang dapat dijadikan sebagai bahan pangan. Jadi, bahan tumbuhan atau hewan tersebut merupakan suatu masukan atauinputkemudian mengalami suatu proses sampai akhirnya memberikan suatu produk sebagai keluaran atauoutput(Soetriono, 2006:1-3).B. Studi KasusBerdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana tersebut di atas, maka mendapatkan rumusan studi kasus yang yaitu :1.Bagaimana keadaan sosial masyarakat Desa Balongmasin sebelum menggunakan alat-alat pertanian modern?2.Bagaimana keadaan sosial masyarakat Desa Balongmasin setelah menggunakan alat-alat pertanian modern?3.Bagaimana perbedaan keadaan ekologi lahan pertanian sebelum dan sesudah menggunakan alat-alat pertanian modern?Tujuan Pembuatan MakalahAdapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:1.Mengetahui keadaan sosial masyarakat Desa Balongmasin sebelum menggunakan alat pertanian modern.2.Mengetahui keadaan sosial masyarakat Desa Balongmasin setelah menggunakan alat-alat pertanian modern.3.Mengetahui perbedaan keadaan ekologi lahan pertanian sebelum dan sesudah menggunakan alat-alat pertanian modern.BAB IIKAJIAN PUSTAKAA.Discovery PertanianPenemuan-penemuan baru dari masyarakat atau yang disebut inovasi terjadi melalui dua tahap yaknidiscoverydaninvention.Discoveryadalah penemuan unsur kebudayaan baru berupa alat, gagasan, yang diciptakan individu atau serangkaian ciptaan para individu.Discoveryini baru akan diterima masyarakat apabila telah menerima, mengakui dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Penemuan baru biasanya berasal dari kesadaran individu-individu akan kekurangan dalam kebudayaannya, kualitas sumberdaya manusia yang handal dari sistem kebudayaan itu, serta adanya perangsang bagi aktivitas-aktivitas penemuan dalam masyarakat.Inovasi berarti pula suatu penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya.Perbedaaan antara pertanian primitif dengan pertanian yang lebih maju tampak pada penggunaan lahan. Pada pertanian primitif penggunaan lahan dilakukan secara berpindah-pindah. Sebidang tanah ditanami sekali atau dua kali kemudian tanah tersebut ditinggalkan. Mereka mencari tanah baru berupa belukar atau hutan untuk dibersihkan lalu ditanami satu atau dua kali kemudian ditinggalkan kembali. Pada pertanian primitif, kayu-kayu yang telah ditebang tidak dibuang dan ditanam, melainkan dibakar. Sistem pertanian itu kita kenal dengan nama huma ataushifting cultivation.Dalam pertanian modern, manusia menggunakan pikirannya untuk meningkatkan penguasaan terhadap semua faktor yang memengaruhi pertumbuhan tanaman dan hewan. Untuk pertanian merupakan usaha efisien. Masalah pertanian dihadapi secara alamiah. Penelitian irigasi dan drainase dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan hasil maksimum. Pemuliaan tanaman dilakukan untuk mendapatkan jenis varietas unggul yaitu berproduksi tinggi, respon terhadap pemupukan, umur genjah, dan tahan terhadap serangan penyakit. Susunan makanan ternak disiapkan secara ilmiah dikembangkan dengan metodeinput(bibit, air, pupuk, dan alat-alat pertanian) secara ilmiah serta didorong oleh motivasi ekonomi untuk mendapatkan hasil dan pendapatan yang lebih besar. Hasil pertanian dalam bentukbulkdiolah untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi, sedangkan cara pengawetan hasil pertanian dikembangkan untuk mendapatkan nilai yang lebih tinggi (Soetriono, 2006: 3-5).Berikut adalah temuan mesin-mesin pertanian yang membawa dampak bagi kehidupan sosial masyaratan pertanian:a)Traktor Roda Dua atau Traktor Tangan (Power Tiller)Traktor roda dua atau traktor tangan (power tiller/hand tractor) adalah mesin pertanian yang dapat dipergunakan untuk mengolah tanah dan pekerjaan pertanian lainnya dengan alat pengolah tanahnya digandengkan/dipasangkan di belakang mesin. Mesin ini mempunyai efisiensi tinggi, karena pembalikan dan pemotongan tanah dapat dikerjakan dalam waktu yang bersamaan. Traktor roda dua merupakan mesin serba guna karena dapat juga sebagai penggerak untuk alat-alat lain seperti pompa air, alat prosesing, gandengan (trailer) dan lain-lain. (Hardjosentono, 79-86:2002).b)Pompa Pengairan (water pumps)Kebanyakan petani tidak dapat mempergunakan air dari sumber air. Dan meskipun sumber air ada, mungkin akan lebih ekonomis bila seseorang memasang unit pompa untuk menyedotnya, asalkan sumber air itu cukup banyak mengandung persediaan air. Unit pompa yang dipasang harus disesuaikan dengan keadaan sumber air. Persediaan air yang ideal adalah sumur artesis atau dari sungai yang letaknya cukup tinggi, sehingga air dapat dipergunakan tanpa memakai pompa. Tetapi sumber air seperti itu sangat jarang, sedangkan sumber air lainnya seperti mata air, danau, sungai, dan sumur yang bermacam-macam dari mana air dapat dipompa lebih umum didapat.c)Mesin PenyemprotAlat penyemprot tangan/penyemprot gendong (hand sprayer) yang digunakan di kalangan pertanian adalah penyemprot tipe gendong. Dua jenis mesin penyemprot yang paling populer di Indonesia adalah penyemprot otomatis dan semi otomatis. Pengabut bermotor tipe gendong (power mist blower and duster) berdasarkan prinsip kerjanya dibagi menjadi dua, yakni: pengabut bermotor dengan perlengkapan pompa (mist pump)/agitasi mekanis dan pengabut bermotor dengan sistem tekanan udara (air pressure)/agitasi udara.Pengabut bermotor dengan sistem tekanan udara mempunyai konstruksi yang jauh lebih praktis, bobot yang sangat ringan, dan pelayanan untuk pergantian sebagian kecil perlengkapan untuk fungsi pengabutan yang sangat sederhana dan memerlukan waktu yang singkat (Hardjosentono, 104-113:2002).d)Mesin Prosesing HasilMesin perontok gabah (paddy thresher)Jenis padi yang ditanam di Indonesia ada dua macam, yaitu padi bulu dan padi cere (tak berbulu). Padi bulu umumnya tidak mudah rontok, dituai secara gedengan (buliran), dan dirontok ketika hendak digiling menjadi beras. Padi cere mudah rontok dan biasanya dipotong dengan tangkai pendek atau pada pangkal batang; kemudian dirontok. Cara merontok yang paling sederhana adalah dengandiiles(diinjak-injak dengan kaki). Alat-alat perontok yang sederhana berupa kayu atau bambu pemukul, tongkat perontok, sisir perontok, rak perontok pondok pengerik, dan lain-lain, bergantung pada kebiasaan di daerah masing-masing.Mesin perontok yang digerakkan dengan motor biasanya dilengkapi dengan alat (blower) pengembus kotoran-kotoran yang tidak diinginkan. Berdasarkan jumlah drumnya, ada mesin perontok dengan drum tunggal dan drum ganda. Butir-butir gabah yang masih menempel pada malai akan dihantam gigi-gigi perontok hingga rontok dari bulirnya. Gabah hendaknya sudah betul-betul tua dengan kadar air 20-22% (maksimum). Gabah akan hancur/pecah jika kadar airnya lebih besar. Cara pengoperasian alat ini berbeda-beda. Ada yang dipegangi pangkal malai/batang padi dan ada pula yang dilemparkan langsung ke dalam ruangan perontok.Pada sistem yang terakhir ini, malai padi dipotong sependek mungkin agar perontokan sempurna. Pada alat perontok tersebut terdapat saringan gabah yang terletak di bawah drum perontok yang berfungsi sebagai saringan kotoran. Gabah turun ke bawah dan melewati saringan itu. Kotorannya, yang tidak dapat melewati saringan, akan dihembuskan ke luar oleh kipas pengembus. Dengan sebuahscrew conveyor(pendorong berbentuk uliran/sekrup), gabah yang turun ke bawah ini didorong ke samping, ke luar dari badan perontok, dan ditampung dalam karung. Cara pembersihan gabah oleh alat pengembus dapat berlangsung dengan pemisahan tunggal, pemisahan ganda, maupun pemisahan 3 tingkat.Mesin pengupas gabah (huller)Penggilingan gabah menjadi beras sosoh, dimulai dengan pengupasan kulit gabah. Syarat utama proses pengupasan gabah adalah kadar keringnya gabah yang akan digiling. Gabah kering giling berarti gabah yang sudah kering dan siap untuk digiling. Ada beberapa model dan tipe mesin pengupas gabah. Besarnya kapasitas penggunaannya sangat bervariasi; ada yang kecil, sedang, dan besar. Mesin ini sering disebuthulleratauhusker. Beras yang dihasilkan dari alat ini dinamakan beras pecah kulit. Beras ini berwarna kelabu putih, karena masih dilapisi lapisan dedak halus. Untuk menyosohnya menjadi beras sosoh, dibutuhkan alat lain yang akan memproses lebih lanjut.Mesin Penyosoh BerasBeras pecah kulit yang dihasilkan alat pengupas kulit, berwarna gelap kotor dan tidak bercahaya, karena bagian luarnya masih dilapisi lapisan kulit ari. Kulit ari atau lapisan bekatul (dedak halus) dapat dilepaskan dari beras pecah kulit ini, sehingga berasnya nampak lebih putih, lebih bersih, dan bercahaya. Proses perubahan beras pecah kulit dengan cara menghasilkan bekatul menjadi beras sosoh disebut proses penyosohan (atau proses pemutihan beras). Hasil akhir proses ini adalah beras sosoh dengan hasil samping (ikutan) berupa bekatul atau dedak halus.Dewasa ini, berbagai macam model dan tipe mesin penyosoh beras yang sudah banyak digunakan di Indonesia, baik yang diimpor maupun yang telah dibuat di dalam negeri. Alat ini dapat berdiri sendiri dan terpisah dari alat pengupas gabah, atau dapat pula merupakan suatu kesatuan (unit) mesin pengupas gabah dan penyosoh beras yang digabungkan sekaligus. Masing-masing model mempunyai diri dan spesifikasi tertentu, yang harus diperhitungkan oleh pemilik dan operatornya. Keterampilan operator ikut menentukan tingginya efisiensi kerja mesin yang digunakan.e)PupukPetani memerlukan pupuk untuk merawat tanamannya. Sebelum ditemukannya pupuk anorganik, para petani menggunakan pupuk alami (pupuk kandang dan pupuk hijau). Tetapi setelah ditemukannya pupuk anorganik yang dipercaya bisa memaksimalkan hasil produksi tanamannya, sebagian besar petani pindah menggunakan pupuk kimia. Pupuk jenis ini selain bisa memaksimalkan hasil produksi juga bisa membuat kerusakan lingkungan. Berikut adalah bagan jenis-jenis pupuk baik organik maupun anorganik (Redaksi Agromedia, 2007).Jenis jenis pupuk: Kandang[3] Agro King 2000[4] Pupuk Nitrogen UreaKompos[5] Bio Fertilizer Pro[6] Pupuk Fosfat KCLHumus[7] Biopro[8] Pupuk Kalium TSPPupuk Hijau[9] Biosa[10] Pupuk Magnesium NPKKascing[11] Green Asri[12]Pupuk Guano[13] Mitra Flora[14] Nutrifarm AG[15] Organik Mineral[16] Organik Cair Sin Ye[17] Super Bionik[18]f)PestisidaSecara harafiah, pestisida berarti pembunuh hama (pest: hama,cide: membunuh). Berdasarkan SK Menteri Pertanian RI Nomor.434.1/Kpts/TP.270/7/2001, tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida, yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk beberapa tujuan: memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman, atau hasil-hasil pertanian; memberantas rerumputan; mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan; mengatur pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman (tetapi tidak termasuk dalam golongan pupuk); memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan piaraan atau ternak; memberantas hama-hama air; memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan, dan dalam alat-alat pengangkutan; serta memberantas atau mencegah binatang-binatang yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia.Penggunaan pestisida pertanianmenimbulkan dampak yang negatif bagi pengguna, konsumen, dan juga lingkungan.Penggunaan pestisida bisa mengontaminasi pengguna secara langsung sehingga mengakibatkan keracunan. Dalam hal ini, keracunan bisa dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu keracunan ringan, akut berat, dan kronis.Dampak bagi konsumen umumnya berbentuk keracunan kronis yang tidak segera terasa. Namun, dalam jangka waktu lama mungkin bisa menimbulkan gangguan kesehatan.Dampak penggunaan pestisida bagi lingkungan bisa dikelompokkan menjadi dua kategori.Bagi lingkungan umumPencemaran lingkungan (air, tanah, dan udara).Terbunuhnya organisme nontarget karena terpapar secara langsung.Terbunuhnya organisme nontarget karena pestisida memasuki rantai makanan.Menumpuknya pestisida dalam jaringan tubuh organisme melalui rantai makanan (biokumulasi).Pada kasus pestisida yang persisten (bertahan lama), konsentrasi pestisida dalam tingkat trofik rantai makanan semakin ke atas akan semakin tinggi (biomagnifikasi).Penyederhanaan rantai makanan alami.Penyederhanaan keragaman hayati.Menimbulkan efek negatif terhadap manusia secara tidak langsung melalui rantai makanan.Bagi lingkungan pertanian (agro-ekosistem)OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) menjadi kebal terhadap suatu pestisida (timbul resestensi OPT terhadap pestisida).Meningkatnya populasi hama setelah penggunaan pestisida.Timbulnya hama baru , bisa hama yang selama ini dianggap tidak penting maupun hama yang sama sekali baru.Terbunuhnya musuh alami hama.Perubahan flora, khusus pada penggunaan herbisida.Fitotoksik (meracuni tanaman) ( Djojosumarto, 2008:6-8)Kemudian dampak yang terakhir dari penggunaan pestisida dalam pertanian adalah dampak sosial ekonomi. Penggunaan pestisida yang tidak terkendali menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi; timbulnya hambatan perdagangan, misalnya tidak bisa ekspor karena residu pestisida tinggi; timbulnya biaya sosial, misalnya biaya pengobatan dan hilangnya hari kerja jika terjadi keracunan; serta publikasi negatif di media massa.B.Dampak Perkembangan Teknologi Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakata.Kehidupan sosial masyarakat pertanian sebelum dipergunakannya sistem pertanian modern (tradisional)Pekerjaan petanian dilakukan oleh wanita, baik penanaman, pemeliharaan maupun pemanenan. Panen selalu dikerjakan oleh wanita dengan menggunakan pisau kecil yang disebutani-aniuntuk memotong tangkai-tangkai padi itu satu demi satu. Oleh karena itu cara panen semacam itu sangat banyak membutuhkan tenaga tambahan, yang diperoleh dengan menyewanya dengan upah berupa bagian dari padi yang dipotong. Sementara menunggu penanaman padi tiga sampai empat bulan, petani penanam palawija. Cara untuk mengerahkan tenaga tambahan untuk pekerjaan mengolah lahan pertanian dilakukan secara gotong royong. Tenaga kerja diberi upah secara adat ataupun berupa uang. Sistem upah buruh tani di Jawa disebut sistembawon. Sistem pembayaran buruh tani secara adat bisa mempunyai akibat baik, karena buruh tani berusaha bekerja segiat-giatnya untuk menghasilkan sebanyak-banyaknya, sehingga upahnya pun dapat bertambah banyak.Upah berupa uang adalah suatu cara membayar buruh tani yang sudah lazim juga di seluruh Indonesia. Walaupun cara ini merupakan suatu sistem yang relatif baru di Indonesia. Para petani sering memiliki bantuan tenaga buruh yang tetap, yang memberikan bantuan dalam pertanian pada waktu-waktu sibuk, dan yang juga membantu dalam rumah tangga di waktu senggang. Tujuh puluh hingga sembilan puluh tahun yang lalu pemotong padi beramai-ramai datang untuk membantu menuai padi yang menurut adat boleh membawa pulang sebagian padi yang telah dipotong. Sistem ini disebut sistembawon. Hubungan kekerabatan menjadi sangat erat di kalangan tetanggga yang memunculkan hubunganpatron-klien. Secara sangat radikal, sekitar empat puluh tabuh yang lalu di Jawa timbul sistem pengerahan tenaga panen yang baru dengan cepat menghapus adat sistembawondengan sistem tebasan. Seorang pemilik usaha tani menjual sebagian besar padinya yang sudah menguning kepada pedagang dari luar desa untuk mengusahakan pemotongan padinya. Penebas membawa buruh potong padi jauh lebih sedikit orang, sekitar empat-lima orang saja. Mereka membabat sawah secara efisien dengan menggunakan sabit (Koentjaraningrat, 1984:105-110).b.Kehidupan sosial masyarakat pertanian setelah dipergunakannya sistem pertanian modernKira-kira sekitar empat puluh tahun yang lalu seorang petani meminta tolong kepada isteri tetangga atau kenalannya untuk menumbuk padinya. Mereka akan menerima sebagian dari padi yang mereka tumbuk sebagai kompensasi atas bantuannya. Kemudian masyarakat desa di Indonesia mengenal mesinhuller, yaitu mesin kecil penggiling padi yang dapat dibeli oleh petani-petani kaya. Mereka tidak memakai mesin itu untuk dirinya sendiri, sering juga menyewakannya kepada petani lain. Dengan menggunakan mesinhulleritu padi dapat digiling secara efisien tetapi sebaliknya wanita penumbuk padi akan kehilangan mata pencaharian tambahannya. Proses pergeseran cara pengerahan tenaga tani dari gotong royong menjadi sistem sewa menyebabkan tenaga buruh tani menjadi sangat murah.Petani-petani di Jawa masa kini biasanya memang banyak mempunyai sumber-sumber mata pencaharian lain di luar pertanian. Kecuali berdagang atau berjualan di desa, mereka juga berdagang atau berjualan di kota-kota yang dekat maupun yang jauh dari desa tempat tinggal mereka. Di samping itu mereka sering bekerja sebagai buruh musiman pada waktu-waktu mereka tidak sibuk dalam sektor pertanian atau bilaman pekerjaan dapat diserahkan kepada isteri atau buruh tani. Untuk menjadi buruh musiman mereka pergi ke kota-kota yang letaknya seringkali cukup jauh dari desa mereka, dan bekerja sebagai kuli atau buruh kasar di berbagai macam proyek pembangunan yang akhir-akhir ini ada di hampir semua kota di Jawa. Kecuali itu kita juga mengetahui bahwa banyak petani pergi ke kota-kota secara musiman untuk bekerja sebagai tukang becak, dan yang tidak dapat dilupakan tetapi tidak cukup mendapat perhatian dari Geertz, ialah bahwa rumah tangga petani di Jawa juga dapat memperoleh penghasilan tambahan dari berbagai macam kegiatan usaha yang dilakukan para isteri dan angota wanita dalam rumah tangga, serta dari aktivitas-aktivitas anaknya.Seorang petani yang tidak memiliki tanah mungkin juga memiliki sebuah warung yang diusahakan oleh isterinya, sedangkan ia sendiri pada awal musim bercocok tanam sibuk bekerja sebagai buruh tani pada petani-petani lain yang biasanya berasal dari desa lain. Sering juga petani yang tidak memiliki tanah itu menjadi buruh pekerja jalan atau pekerja bangunan dalam suatu jangka waktu yang pendek, yaitu misalnya selama tiga bulan, berdasarkan suatu kontrak. Mungkin juga ia pergi ke kota untuk bekerja sebagai tukang becak. Jadi walaupun ia masih cukup aktif dalam sektor pertanian, seorang petani yang tidak memiliki tanah itu tidak menyebut dirinya seorang petani. Ia juga tidak mau atau jarang menyebut dirinya buruh pekerja jalan atau buruh bangunan, tetapi lebih seirng menamakan dirinya pemilik warung, walaupun penghasilannya dari sektor ini tidak banyak. Menjadi tukang warung dirasakannya lebih menaikkan gengsinya daripada menjadi buruh tani, pekerja jalan, buruh pabrik, ataupun tukang becak.Menurut James C. Scott (1984:54) hirarki status yang konvensional di kalangan orang miskin di pedesaan biasanya adalah petani-petani tanah kecil, petani penyewa, dan buruh. Dalam musim tertentu penghasilannya mungkin tidak sebaik penghasilan petani-penyewa yang menggarap lahan besar, namun hak atas tanah miliknya jauh lebih kuat dan oleh karena itu subsistensinya pada umumnya lebih terjamin.Pemilik tanah dianggap lebih tinggi kedudukannya daripada penyewa tanah, dan penyewa tanah dianggap lebih tinggi daripada buruh lepas, karena meskipun dari segi penghasilan mungkin tidak. Ketidakstabilan pasar sangat menentukan harga padi petani. Hasil panen bisa lebih besar akan tetapi kemerosotan harga akan menurunkan nilai riilnya. Sejauh pasar menentukan hasil panen petani, maka sejauh itu pula rawan terhadap ketidakpastian dari mekanisme harga. Untuk membayar pajak, sewa, dan bunga dengan uang tunai, bisa terjadi petani harus melepas padi yang banyaknya dua kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, meskipun jumlah uang tunai yang harus dibayar itu dan hasil panen tidak berubah.Komersialisasi Pertanian dan Hubungan Kelas AgrarisSifat PerubahanEfek terhadap hubungan Kelas

1.Ketidakmerataan yang semakin besar dalam pemilikan tanahPenguasaan atas tanah menjadi landasan utama bai kekuasaaan kedudukan pemilik tanah menjadi lebih kuat dalam menghadapi orang-orang yang ingin menyewa tanah yang sudah dimiliki oleh segelintir orang

2.Petambahan pendudukKedudukan pemilik tanah dalam menghadapi penyewa dan buruh tani menjadi lebih kuat

3.Fluktuasi harga produsen dan konsumen serta penetapan harga pasarKedudukan pemilik tanah menjadi lebih kuat oleh karena penyewa semakin membutuhkan kredit untuk produksi dan konsumsi

4.Hilangnya sumber-sumber mata pencaharian di waktu senggang (tanah yang belum digarap, tanah umum untuk menggembalakan ternak, kayu bakar cuma-cuma, dan sebagainya)Hilangnya alternatif-alternatif memperlemah kedudukan penyewa dalam menghadapi pemilik tanah

5.Memburuknya mekanisme redistributif desaHilangnya alternatif-alternatif memperlemah kedudukan penyewa dalam menghadapi pemilik tanah

6.Negara kolonial yang melindungi hak milik pemilik tanah.Pemilik tanah kurang membutuhkan klien-klien setempat yang setia, karena ia bebas untuk mengutamakan keuntungan ekonomis

Dalam hampir semua komunitas desa, semua anggota pamong desa dan para guru desa, pasti memiliki tanah sawah dan tegalan. Sebagian dari tanah itu mereka sewakan, mereka bagi-hasilkan atau mereka gadaikan kepada petani lain yang tidak atau hanya memiliki tanah yang terbatas besarnya, tetapi sebagian lagi selalu mereka kerjakan sendiri. Dengan demikian mereka lebih sering berada di sawah atau tegalan mereka daripada berada di belakang meja tulis atau di ruang kelas. Meskipun demikian mereka lebih senang mengidentifikasikan dirinya sebagai pegawai pamong praja atau sebagai guru, karena dalam kebudayaan Indonesia pada umumnya, dan kebudayaan petani Jawa pada khususnya, menjadi pegawai membuatnya lebih gengsi daripada menjadi petani (Koentjaraningrat, 1984:116-118).Menurut Tjondronegoro (1999:83) revolusi hijau bukan saja memusatkan penguasaan tanah tetapi menyebarkan efisiensi dan turut mengikis pranata; gotong royong, hubungan tolong menolong, sistem pemerataan, dan sebagainya. Kerenggangan antar golongan di masyarakat pedesaan atas tenaga kerja semakin terpusat pada golongan-golongan yang berada di kota dan di desa kota. Lembaga simpan pinjam di tingkat desa yang didukung oleh petani kecil praktis tidak dapat berkembang karena modal bersama tidak cukup besar, organisasinya tidak dapat memberi jaminan yang cukup berharga untuk menarik kredit dari bank. Masing-masing anggota tidak cukup bermodal tanah untuk memperoleh jaminan dari manapun juga guna mendapatkan pinjaman.Dalam banyak kasus hancurnya hubungan patron-klien yang menambah resiko petani kecil karena terombang-ambing oleh kekuatan pasar bebas yang sulit dilawannya. Juga di pasaran tenaga kerja daerah pedesaan mengalami kesulitan karena kesempatan di luar sektor pertanian belum cukup banyak bertambah. Akhirnya sebagai buruh tani kedudukan semakin lemah karena tenaga kerja semakin menjadi satu-satunya modal yang dapat ditawarkan. Penguasaan tanah mempekerjakan buruh tani dengan persyaratan yang semakin berat bagi buruh tani.Salah satu dari banyakdampak perkembangan teknologi terhadap kehidupan sosial masyarakat adalah urbanisasi.Pada umumnya urbanisasi diartikan sebagai suatu proses berpindahnya bagian yang semakin besar penduduk di suatu negara untuk bermukim di pusat-pusat perkotaan. Faktor pendorong terjadinya urbanisasi adalah salah satunya kemiskinan di daerah pedesaan yang disebabkan oleh cepatnya pertambahan penduduk di desa sehingga menimbulkan ketimpangan dalam perimbangan antara jumlah penduduk dan luasnya lahan pertanian; terdesaknya pengolahan lahan pertanian secara manual oleh alat-alat mekanikal; dan terdesaknya kerajinan rumah tangga oleh produk industri modern. Dan faktor penariknya yaitu daya tarik ekonomi kota berupa kesempatan kerja, fasilitas-fasilitas pendidikan dan pengembangan bakat, rekreasi serta besarnya kesempatan untuk beremansipasi, karena renggangnya atau longgarnya kontrol masyarakat dan adat istiadat atas individu (S. Menno, 1992:70).DAFTAR PUSTAKA

A.J. Atmaja, I Ketut., Sudarja, I Nyoman., Theresia, Indrawati., dkk. 2007.Pertanian. Surabaya: SIC.Djojosumarto, Panut. 2008.Pestisida dan Aplikasinya.Jakarta: Agromedia Pustaka.Hardjosentono, Mulyoto., Wijanto., Elon Rachlan dkk. 2002.Mesin-mesin Pertanian.Jakarta: Bumi Aksara.Koentjaraningrat. 1984.Masalah-masalah Pembangunan: Bunga Rampai Antropologi Terapan.Jakarta. LP3ESMenno, S., Mustamin Alwi.Antropologi Perkotaan. 1992. Jakarta: Rajawali Press.Scott, James C. 1983.Moral Ekonomi Petani: Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara.Jakarta: LP3ES.Soetriono., Anik Suwandari., Rijanto. 2006.Pengantar Ilmu Pertanian.Malang: Bayumedia.Yuliati, Yayuk. & Mangku Poernomo. 2003.Sosiologi Pedesaan.Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama.Redaksi Agromedia. 2007.Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis: Petunjuk Pemupukan.Jakarta: Agromedia Pustaka.Tjondronegoro, Soediono M. P. 1999.Keping-keping Sosiologi dari Pedesaan.Tanpa kota terbit: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.