dampak kebijakan pajak pertanian …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/lhp_2012_sny.pdflaporan...

6
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI Oleh : Sri Nuryanti Delima H. Azahari Erna M. Lokollo Andi Faisal Suddin PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012

Upload: nguyenhanh

Post on 07-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_SNY.pdfLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN,

LAPORAN AKHIRPENELITIAN TA 2012

DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIANTERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DANKESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI

Oleh :Sri Nuryanti

Delima H. AzahariErna M. Lokollo

Andi Faisal Suddin

PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN2012

Page 2: DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_SNY.pdfLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN,

RINGKASAN EKSEKUTIF

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1. Pemerintah memberlakukan kebijakan pajak berupa BK untuk ekspor CPO dan

produk turunannya serta biji kakao. Disamping itu dipungut juga PPN pembelian TBS untuk perusahaan sawit yang terintegrasi. BK yang diterapkan bersifat progresif.

2. Menurut definisinya, pajak memiliki tiga fungsi, yaitu revenue, repricing dan redistribution. Dari tiga fungsi pajak tersebut, fungsi ketiga belum tampak.

Jastifikasi 3. Pemberlakuan BK CPO dan produk turunannya serta biji kakao yang diekspor

dan pungutan PPN TBS merupakan fungsi revenue pajak pertanian. Kedua kebijakan pajak pertanian (BK dan PPN) yang berlaku belum menunjukkan fungsi redistribusi.

4. Fungsi repricing dari tujuan penerapan BK perlu dikaji lebih lanjut. Tujuan 5. Melakukan review pajak pertanian (BK dan PPN) untuk sawit dan kakao. 6. Menganalisis dampak pajak pertanian terhadap kinerja produksi, perdagangan,

perdagangan, dan pendapatan petani. 7. Menduga besaran pajak pertanian yang layak untuk komoditi sawit dan kakao.

Keluaran yang Diharapkan 8. Review BK dan PPN komoditi sawit dan kakao. 9. Profil produksi, ekspor, dan pendapatan petani dengan adanya BK dan PPN. 10. Perkiraan besaran BK dan PPN yang layak untuk sawit dan kakao.

METODOLOGI PENELITIAN

Kerangka Pemikiran 11. Sebagai salah satu bentuk kebijakan fiskal, pajak pertanian berupa BK

diperkirakan akan menurunkan harga pembelian komoditi di tingkat produsen, sehingga pendapatan petani menjadi lebih rendah. Potensi dampak BK diperkirakan akan mempengaruhi produksi TBS dan biji kakao dan produk turunannya karena BK secara implisit terkandung dalam harga pembelian TBS dan biji kakao pada petani. Apabila produksi berkurang, maka proporsi yang diperdagangkan pun akan turun baik untuk pasar domestik maupun ekspor.

12. Sesuai dengan prinsip perlakuan yang sama terhadap semua WP, baik bagi usaha terpadu maupun tidak terpadu sebagaimana diatur dalam penjelasan pasal 16B ayat (1) Undang-Undang PPN. PM dalam rangka menghasilkan BKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN tidak dapat dikreditkan. PM atas perolehan BKP atau JKP yang nyata-nyata untuk kegiatan menghasilkan BKP, dapat dikreditkan. PM atas perolehan BKP atau JKP yang digunakan untuk kegiatan menghasilkan BKP sekaligus untuk kegiatan menghasilkan BKP Strategis, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran BKP terhadap peredaran seluruhnya.

Page 3: DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_SNY.pdfLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN,

Ruang Lingkup 13. Pajak pertanian yang dianalisis adalah BK yang berlaku untuk sawit (diwakili

CPO) dan kakao (diwakili biji kakao) serta PPN untuk pembelian TBS pada industri sawit.

Data 14. Data yang digunakan dalam penelitian adalah primer dan sekunder. Data primer

dihimpun dari hasil wawancara dan diskusi dengan 69 responden dari enam provinsi contoh. Data sekunder dihimpun dari studi pustaka, penelusuran laman, dan dokumen yang berasal dari para responden.

Metode Analisis 15. Review kebijakan pajak pertanian sawit dan kakao meliputi kinerja umum

komoditi; jenis, sifat dan besaran BK serta PPN; cara menurunkan BK sampai dengan harga ekspor dan harga petani; kebijakan BK negara pesaing ekspor dan BM importir utama dunia; dan posisi persaingan komoditi di negara tujuan ekspor utama dunia.

16. Analisis dampak pajak pertanian terhadap produksi, perdagangan, dan pendapatan rumah tangga petani dilakukan dengan analisis keseimbangan parsial menggunakan model persamaan simultan melalui penyusunan persamaan penduga untuk komoditi sawit dan kakao.

17. Menduga besaran pajak pertanian (BK) optimal menggunakan parameter hasil estimasi persamaan simulasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sawit 18. Produksi sawit didominasi oleh perkebunan swasta, disusul rakyat dan negara

dengan kecenderungan terus meningkat dan produktivitas rata-rata di bawah 3 ton/ha/tahun.

19. Industri sawit di tiga provinsi contoh tidak didukung infrastruktur produksi dan pemasaran yang cukup, sehingga pemerintah provinsi mengharapkan redistribusi dana BK CPO.

20. Ekspor sawit didominasi oleh CPO (53,8%) dan pesaing utama Indonesia adalah Malaysia. Indonesia dan Malaysia memberlakukan pajak untuk CPO dalam bentuk ad valorem, di Indonesia disebut BK dan di Malaysia disebut pajak ekspor (PE).

21. Ekspor CPO berasal dari 19 provinsi dan yang terbesar adalah Riau, disusul Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Lampung. Tidak semua provinsi penghasil CPO mempunyai pelabuhan ekspor, misalnya Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat.

22. Harga TBS petani plasma ditentukan di tingkat provinsi setidaknya satu kali dalam sebulan berdasarkan tujuh komponen data masukan untuk menghitung indeks ‘k’. Bersama nilai rendemen CPO dan PKO digunakan untuk menghitung harga TBS yang diturunkan dari harga ekspor yang telah mengandung besaran BK dengan merujuk harga referensi cif Rotterdam.

Page 4: DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_SNY.pdfLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN,

23. Negara importir utama antara lain China, India, Pakistan, dan Uni Eropah, termasuk Belanda dan Perancis. India menerapkan BM ad valorem, sedangkan Pakistan dan Perancis menerapkan BM spesifik.

24. Industri sawit menghadapi isu keberlanjutan dan banyak tantangan dalam pengembangan dari isu lingkungan.

25. Pajak pertambahan nilai tidak sesuai diterapkan untuk TBS karena merupakan bahan mentah.

26. Hasil simulasi menunjukkan bahwa penerapan BK CPO berdampak pada penurunan harga ekspor CPO, secara langsung menyebabkan penurunan harga TBS, sehingga pendapatan petani berkurang. Penurunan BK CPO yang dilakukan pada saat Malaysia menurunkan PE CPO akan mendorong peningkatan volume produksi, meningkatkan pendapatan petani dan eksportir, menghilangkan kerugian keduanya.

27. Kebijakan ekspor negara pesaing utama, Malaysia, berpengaruh terhadap kinerja ekspor CPO Indonesia.

28. Provinsi yang tidak memiliki pelabuhan ekspor CPO menunjukkan persentase kenaikan harga TBS yang lebih tinggi sebagai respon terhadap penurunan atau penghapusan BK CPO. Hal ini mencerminkan perlunya perbaikan dan penyediaan infrastruktur pemasaran sawit.

Kakao 29. Produksi kakao didominasi dari perkebunan rakyat dan terkonsentrasi di luar

Jawa. Kakao yang dihasilkan petani berupa biji kakao asalan, fermentasi dan asalan tersertifikasi.

30. Pemasaran biji kakao dari daerah penghasil tujuannya di Pulau Jawa, yaitu Jakarta atau Tangerang, sehingga DKI Jakarta menjadi sumber ekspor kakao tertinggi di Indonesia.

31. Perkebunan kakao di daerah asal beberapa lokasi mengalami konversi ke jenis tanaman lain yang lebih menguntungkan, misalnya sawit.

32. Tujuan utama ekspor kakao Indonesia adalah Malaysia. Pesaing utama ekspor kakao Indonesia adalah Ghana dan Pantai Gading di beberapa negara importir utama, yaitu Belanda, AS, dan Malaysia.

33. Selain dikurangi BK harga biji kakao yang diterima petani mengandung unsur diskon berjenjang berdasarkan harga rujukan New York. Rantai pemasaran biji kakao yang panjang menyebabkan harga yang diterima petani lebih rendah karena ada marjin keuntungan para middlemen.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Kesimpulan 34. Selama implementasi kebijakan BK, CPO masih mendominasi ekspor sawit,

mencapai 53,8%, dan berkontribusi 12% terhadap ekspor non migas. 35. Pemanfaatan CPO sebagai bahan baku industri mendorong sub sektor ekonomi

lain, pengembangan wilayah industri, dan proses alih teknologi; memberi devisa negara; dan menciptakan lapangan kerja.

Page 5: DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_SNY.pdfLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN,

36. Pengembangan industri sawit menghadapi isu keberlanjutan dan harus ditangani pemerintah dan sektor swasta.

37. Terkait pengembangan industri pengolahan sawit, pembebasan PPN dapat menghambat pengembangan industri hilir karena PPN pembelian faktor produksi tidak dapat dikreditkan dan menjadi beban biaya.

38. Dalam industi sawit, PPN hanya cocok untuk pembelian penjualan minyak goreng, biodiesel dan produk akhir lain, bukan TBS yang merupakan bahan mentah.

39. Selama implementasi BK, ekspor produk hulu kakao terus menurun, sedangkan produk hilir cenderung meningkat, sehingga mencerminkan adanya hilirisasi industri kakao.

40. Pajak pertambahan nilai di industri kakao sudah tidak menimbulkan masalah, sedangkan BK masih menjadi masalah karena petani tidak saja dibebani BK namun juga biaya pemasaran dan keuntungan eksportir, sehingga harga yang diterima petani semakin rendah.

41. Penurunan harga di tingkat petani menyebabkan daya tarik kakao lebih rendah dibanding komoditi lain dan memicu konversi tanaman di beberapa daerah produsen kakao.

42. Penurunan produksi kakao di tingkat petani mengakibatkan produksi kakao domestik turun, sehingga industri pengolahan kakao mengalami kekurangan bahan baku dan beroperasi di bawah kapasitas optimal.

43. Selama implementasi BK progresif untuk CPO dan produk turunannya, petani sawit dan eksportir CPO mengalami kerugian masing-masing sebesar 15,05% (petani Riau), 10,94% (petani Sumatera Selatan), 13,28% (petani Kalimantan Barat), dan 9,51% (eksportir). Di lain pihak, dengan kebijakan BK tersebut, pemerintah diperkirakan menerima dana Rp 22,5 trilyun atau 46,21% lebih besar dibandingkan kerugian petani dan eksportir.

44. Kerugian yang diderita petani dicerminkan oleh penurunan pendapatan. Secara statistik terbukti bahwa harga ekspor CPO dengan BK menurunkan harga pembelian TBS, menurunkan pendapatan petani, menurunkan produksi TBS, dan volume ekspor CPO.

45. Selama implementasi kebijakan BK, provinsi dengan jarak pemasaran CPO untuk pasar lokal maupun ekspor yang lebih jauh menunjukkan harga TBS yang lebih rendah karena faktor biaya pemasaran dan transportasi dalam perhitungan harga CPO.

46. Kebijakan ekspor CPO negara pesaing, Malaysia, mempengaruhi ekspor CPO Indonesia, sehingga Indonesia harus menyesuaikan BK CPO apabila Malaysia menurunkan PE CPO.

47. Selama implementasi BK progresif untuk biji kakao, petani kakao dan eksportir biji kakao mengalami kerugian masing-masing sebesar 7,64% (petani Sulawesi Barat), 45,36% (petani Sulawesi Selatan), dan 2,29% (eksportir). Pada saat yang sama pemerintah menerima dana Rp 929 milyar atau 68,02% lebih besar dibandingkan kerugian petani dan eksportir.

48. Kerugian yang ditanggung petani kakao jauh lebih besar dibandingkan kerugian eksportir karena eksportir membebankan biaya pemasaran serta mengambil sejumlah keuntungan dengan mengurangi harga pembelian pada petani, sehingga pendapatan berkurang. Secara statistik terbukti bahwa harga ekspor biji kakai dengan BK menurunkan harga pembelian biji kakao yang

Page 6: DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_SNY.pdfLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN,

mengakibatkan pendapatan petani turun, sehingga menurunkan volume produksi dan volume ekspor biji kakao.

49. Penurunan volume produksi biji kakao secara teknis diakibatkan konversi tanaman kakao ke tanaman lain yang lebih menguntungkan, misalnya kelapa sawit.

Pendugaan Besaran Pajak Pertanian

50. Besaran BK yang layak untuk CPO diperkirakan adalah flat 5% sedangkan untuk biji kakao harus lebih rendah dari 1,5%. Angka optimal untuk BK kedua komoditi tersebut masih harus dianalisis dan diuji lebih lanjut.

Implikasi Kebijakan

50. Tantangan penurunan tarif pajak ekspor Malaysia harus dijawab dengan merestrukturisasi tarif BK CPO Indonesia dengan mengikuti kebijakan tarif pajak ekspor Malaysia, yaitu menjadi flat 5%.

51. Pemerintah perlu menurunkan BK biji kakao di bawah 1,5% agar beban kerugian petani kakao berkurang.

52. Diperlukan skema pemanfaatan pungutan dana BK yang untuk distribusikan kembali kepada daerah penghasil, guna mengurangi beban bagi petani melalui penyediaan infrastruktur produksi dan pemasaran sawit dan kakao yang lebih baik, sehingga kinerja produksi dan perdagangan menjadi lebih baik dengan biaya pemasaran dan transportasi yang efisien.

53. Diperlukan pengembangan areal kakao yang luas untuk menciptakan manajemen stock yang lebih dan dapat mengantisipasi perkembangan pasar, terutama perubahan harga.

54. Petani kakao perlu diberi sosialisasi tentang BK dan keterbukaan struktur penentuan harga sebagaimana petani sawit dalam menentukan harga TBS.