dampak aktivitas pariwisata taman nasional ...repository.ub.ac.id/6085/1/fatmawati nur...
TRANSCRIPT
DAMPAK AKTIVITAS PARIWISATA TAMAN NASIONAL BROMO
TENGGER SEMERU TERHADAP PERUBAHAN
SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
(Di Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan)
SKRIPSI
Oleh
FATMAWATI NUR HABIBA
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
DAMPAK AKTIVITAS PARIWISATA TAMAN NASIONAL BROMO
TENGGER SEMERU TERHADAP PERUBAHAN
SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
(Di Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan)
SKRIPSI
Oleh
FATMAWATI NUR HABIBA
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
DAMPAK AKTIVITAS PARIWISATA TAMAN NASIONAL BROMO
TENGGER SEMERU TERHADAP PERUBAHAN
SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT
(Di Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan)
Oleh:
FATMAWATI NUR HABIBA
105040101111173
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana
Pertanian Strata Satu (S-1)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan
hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Skripsi
ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali dengan jelas ditujukan
rujukan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, Agustus 2017
Fatmawati Nur Habiba 105040101111173
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 9 November 1992 sebagai
puteri ketiga dari tiga bersaudara keluarga Bapak Mohammad Sifat dan Ibu Nanik
Setyowati, hidup di Taman Surya Agung RT 04, RW 06, Kecamatan Taman
Kabupaten Sidoarjo.
Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Kedungturi 1 pada tahun
1998 hingga tahun 2004, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Ulul
Albab hingga pertengahan tahun 2007, kemudian penulis melanjutkan pendidikan
menengah atas di SMAN 6 Surabaya pada tahun 2007 hingga tahun 2010. Setelah
menyelesaikan jenjang pendidikan menengah atas, pada tahun 2010 pula penulis
terdaftar sebagai mahasiswa Strata-1 Program Studi Agribisnis, Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.
LEMBAR PERSEMBAHAN
Bismillahirrahmanirrahim...
Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat yang
diberikan, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan segala
kekurangan dan kelebihannya.
Saya persembahkan karya sederhana ini kepada orang yang saya kasihi
dan sayangi,
Untuk Ibu dan Bapakku tersayang
Pada Ibu yang selalu ada disaat saya mengerjakan karya ini, yang rela cuti
dari pekerjaannya untuk mendampingi saya disaat saya sakit dan
membutuhkan support mental, dengan jerih payahnya memberikan saya
asupan gizi, menguatkan saya dengan segala kasih dan tutur katanya, tak
hentinya berdoa untuk kelancaran perjalanan saya dalam menyelesaikan
karya ini. Pada bapak yang selalu memberikan doa dan dukungannya, yang
secara diam-diam mulai mengikuti perjalanan saya dengan kerikil-kerikil
kecil di dalamnya, dan jerih payahnya selama ini. Memiliki orang tua
seperti kalian adalah berkah dan kebahagiaan yang luar biasa.
Untuk Kakakku tersayang
Untuk Dr. Nurul Massita, Sp. KFR yang tiada hentinya memotivasi saya
untuk menganut konsep “the power of now”, menguatkan saya dengan
caranya yang sederhana sehingga saya tegar, dengan jerih payahnya dalam
keadaan sakitpun bekerja dan memberikan support finansial selama ini, doa
yang dipanjatkannya, serta kupersembahkan untuk kakak iparku dan 2
keponakanku. Untuk Arief Noor Rakhman, SE kakak laki-laki yang selalu
mensupport dengan caranya, memberikan hadiah ketika saya mencapai
sesuatu, dan istrinya yang memberikan saya nasihat kecil, pandangan
tentang bagaimana saya bertindak dan keponakan ke 3 Saya. Mempunyai
keluarga seperti kalian adalah anugerah yang tidak ternilai meskipun
terkadang kita bersebrangan paham, tapi saling merindukan.
Dosen pembimbing Prof. Dr. Ir. Kliwon Hidayat, MS yang pada awal saya
membuat skripsi ini dibimbing beliau dengan segala bantuannya, saya
mengucapkan terima kasih banyak dan mohon maaf atas segala kekurangan
dan kesalahan yang saya perbuat. Seluruh dosen pengajar agribisnis,
terimakasih banyak atas semua ilmu, didikan, dan pengalaman yang teah
kalian berikan.
Kekasihku Dimas Mukti W, SP dengan segala drama di dalamnya mampu
menguatkan saya dalam keadaan apapun, kerja kerasnya untuk
menyenangkan saya dan keluarganya yang tiada hentinya memberikan
semangat agar saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini, sehingga saya
merasa memiliki keluarga kedua yang tidak kalah supportivenya
Sahabat
Sahabatku sejak 10 tahun lalu yang selalu ada di dalam suka maupun duka,
thea yang dengan caranya sendiri mampu menenangkan saya, ada di saat
saya menangis, mudah-mudahan kebersamaan ini untuk selamanya, dan
terimakasih atas motivasi kalian semua, rere, ika, ajeng, karin, seren, yuan,
yusvani, vivi, vio, ririz, sahabat alice tour and travel, teman-teman kelas G
dan semua teman yang tidak saya sebutkan satu per satu, kalian adalah
motivator hingga akhir perjuangan ini, semoga kita dapat sukses bersama,
see you on top guys!
Terimakasih kepada semua pihak yang terkait yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu, semoga semua doa dan kebaikan yang kalian berikan
kembali kepada kalian.
“Ya Allah, jadikanlah Iman, Ilmu, dan Amalku Sebagai lentera jalan
hidupku keluarga dan saudara seimanku.”
i
ABSTRAK
FATMAWATI NUR HABIBA. 105040101111173. Dampak Aktivitas
Pariwisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Terhadap Perubahan Sosial
Ekonomi Masyarakat (Di Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten
Pasuruan). Dibawah Bimbingan Wisynu Ari Gutama, SP., M.MA dan Mangku
Purnomo, SP., M. Si., Ph. D
Penelitian ini menganalisis tentang dampak pariwisata Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru (TNBTS) terhadap perubahan sosial ekonomi
masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui realitas obyektif
ekowisata dengan melihat sosio-kultural masyarakat dan sosio-ekonomi
masyarakat petani khususnya di Desa Wonokitri, serta realitas subyektif individu
dalam keterlibatannya di dalam aktivitas wisata TNBTS dalam memanfaatkan
peluang usaha/kerja yang tersedia.
Penelitian ini menggambarkan keadaan sebenarnya yang terjadi pada
pariwisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di Desa Wonokitri meliputi,
peluang usaha dan kerja yang tersedia karena adanya kegiatan pariwisata,
perubahan sosial ekonomi petani, dan pengaruhnya pada aktivitas usahatani.
Peneliti menganalisis bagaimana petani memanfaatkan peluang usaha dan kerja
yang tersedia, menganalisis perubahan sosial ekonomi masyarakat baik dari segi
positif dan negatif, dan mengkaji sejauhmana keterkaitan antara kegiatan
pariwisata dengan usahatani.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus, menurut John
W. Creswell studi kasus adalah penelitian dimana peneliti menggali suatu
fenomena tertentu (kasus) dalam waktu dan kegiatan (program, even,
institusi/kelompok sosial) serta mengumpulkan informasi secara terperinci dan
mendalam dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama
periode tertentu. Tipe studi kasus yang digunakan adalah tipe penelitian yang
bersifat deskriptif, untuk memahami implementasi aktivitas pariwisata TNBTS
terhadap perubahan struktur masyarakat. Analisa data dalam penelitian ini
menggunakan metode interaktif dengan mengumpulkan data langsung dari petani
di Desa Wonokitri dan metode deskriptif kualitatif yaitu penggambaran fakta-
fakta yang diperoleh di lapang dalam bentuk wacana/membuat eksplanasi melalui
interpretasi yang tepat dan sistematis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan pariwisata di Desa
Wonokitri telah mendorong terjadinya perubahan mata pencaharian masyarakat
dari sektor pertanian ke sektor pariwisata. Faktor yang melatarbelakangi mereka
untuk terlibat dalam sektor pariwisata pada umumnya karena mereka beranggapan
bahwa sektor ini lebih menguntungkan jika ditinjau secara ekonomi.
Berkembangnya pariwisata di Desa Wonokitri telah membawa perubahan-
perubahan yang cukup berarti bagi masyarakat, khususnya di bidang sosial, yaitu
pendidikan dan kekosmopolitanan petani. Dampak ekonomi yang dirasakan
adalah meningkatnya kesejahteraan masyarakat di Desa Wonokitri, khususnya
lapisan atas dan menengah. Manfaat ekonomi kurang dinikmati oleh petani
lapisan menengah kebawah karena pendapatan di sektor pariwisata hanya mampu
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Namun perkembangan ecotourism tidak
ii
berpengaruh pada eksistensi budaya suku Tengger. Atraksi adat dan budaya
Tengger menjadi daya tarik wisatawan untuk mengunjungi TNBTS, terutama
pada saat dilaksanakan upacara adat. Selain itu keterlibatan petani dalam aktivitas
jasa wisata tidak berdampak secara signifikan terhadap alokasi pendapatan dan
perhatian terhadap kegiatan usahatani. Persentase sebesar 76,67 persen
menunjukkan bahwa tidak adanya dampak terhadap alokasi waktu dan pendapatan
terhadap usahatani dari adanya keterlibatan petani dalam aktivitas jasa wisata.
iii
ABSTRACT
FATMAWATI NUR HABIBA. 105040101111173. Impact of Bromo Tengger
Semeru National Park Tourism Activities Toward Social Economic Change
Society (In Wonokitri Village, Sub Distrit of Tosari, Pasuruan District). Under
Guidance Wisynu Ari Gutama, SP., M.MA and Mangku Purnomo, SP., M. Si.,
Ph. D
This research analyzes about the impact of tourism of Bromo Tengger
Semeru National Park (BTSNP) to socio-economic change of society. The
purpose of this research is to find out the objective conditions of ecotourism by
observing socio-cultural society and socio-economic of farmer and subjective
conditions each Individuals in their involvement in taking business/work
opportunities that available due to tourism activities especially in Wonokitri
Village.
This research describes the actual situation that occurred in the tourism of
Bromo Tengger Semeru National Park in Wonokitri Village such as, business and
work opportunities that available due to tourism activities, socio-economic
changes of farmers, and the impact on farming activities. Researchers analyze
how farmers in taking business and work opportunities that available due to
tourism activity in BTSNP, analyze social and economic changes in both positive
and negative societies, and examine the linkages between tourism activities and
farming.
The research method used in this research is descriptive qualitative method
by using case study approach, according to John W. Creswell case study is
research where researcher dig a certain phenomenon (case) in time and activity
(program, event, institution/social group), collect detailed and in-depth
information using various data collection procedures over a period of time. The
type of case study used is descriptive type of research, to understand the
implementation of TNBTS tourism activities to changes in society structure. Data
analysis in this research use interactive method by collecting data directly from
farmer in Wonokitri Village and descriptive qualitative method to capture facts
obtained in location in the form of explanation through correct and systematic
interpretation.
The results showed that the development of tourism in Wonokitri Village
has stimulate the change of livelihood society from the agricultural sector to the
tourism sector. The factors behind their involvement in the tourism sector in
general because the tourism sector is more economically profitable. The
development of tourism in Wonokitri Village has brought significant changes for
the society, especially in education and the farmers' cosmopolite. The economic
impact has improved welfare of the society in Wonokitri Village, especially the
upper and middle class farmers, because they have enough capital to improve
farm. The economic benefits are less impact by middle-low farmers because the
income in the tourism sector is only able used for daily needs. Beside The
development of ecotourism has no effect on Tenggerese cultural existence.
Traditional and culture attractions of Tengger become a tourist attraction to visit
BTSNP, especially at the time of the ceremony held. Other than that farmers'
involvement in tourism activities has no significant impact on revenue and
iv
attention allocation to farming activities. The result showed that there is no impact
on the allocation of time and income to farming from the farmers involvement in
the activities of tourism services.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan berkat, rahmat, dan
karunia-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul
“Dampak Aktivitas Wisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Terhadap
Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat kelulusan di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
Penelitian skripsi ini berisi tentang dampak aktivitas pariwisata Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru terhadap perubahan sosial ekonomi masyarakat.
Aktivitas Pariwsata di kawasan TNBTS memberikan dampak pada perubahan
matapencaharian bagi masyarakat di sekitar kawasan wisata di Desa Wonokitri
sebagai salah satu pintu masuk ke kawasan wisata TNBTS. Masyarakat di Desa
Wonokitri mayoritas bekerja pada sektor pertanian dan sektor pariwisata dipilih
sebagai pekerjaan sampingan untuk mereka tekuni. Penulis melakukan analisis
kulitatif dengan pendekatan studi kasus untuk mengetahui dampak positif dan
negatif apakah yang didapatkan masyarakat akibat adanya aktivitas pariwisata
TNBTS terhadap perubahan sosial, ekonomi dan aktivitas usahatani masyarakat.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang
membantu dalam penyusunan skripsi, diantaranya :
1. Wisynu Ari Gutama, SP., M.MA dan Mangku Purnomo, SP. MP. Ph.D selaku
dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan nasihat, dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini
2. Vi’in Ayu Pertiwi, SP., MP. dan Neza Fadia Rayesa, S. TP.,M.Sc. selaku dosen
penguji telah memberikan bimbingan dan arahan yang bermanfaat bagi penulis.
3. Orang tua, Keluarga, dan Sahabat yang tiada hentinya memberikan doa dan
dukungan kepada penulis.
Semoga penelitian skripsi ini, dapat bermaanfaat bagi para pembacanya
dan dapat menjadi referensi dalam penelitian lainnya di masa yang akan datang.
Malang, 2017
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN........................................................................................... iSUMMARY.............................................................................................. iiiKATA PENGANTAR ............................................................................. vRIWAYAT HIDUP ................................................................................. viDAFTAR ISI ............................................................................................ viiDAFTAR GAMBAR ............................................................................... xDAFTAR TABEL.................................................................................... xiDAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xii
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitian............................................................................ 7 1.4 Kegunaan Penelitian....................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu........................................................................ 9 2.2 Pariwisata ........................................................................................ 11
2.2.1 Pengertian Wisata dan Pariwisata .......................................... 112.2.2 Faktor Pendorong Pariwisata .................................................. 132.2.3 Manfaat dan Tujuan Pariwisata .............................................. 142.2.4 Jenis-jenis Obyek Wisata ....................................................... 172.2.5 Sarana dan Prasarana Pariwisata ............................................ 17
2.2.5.1 Sarana Pariwisata ............................................................. 182.2.5.2 Prasarana Pariwisata ......................................................... 18
2.2.6 Pariwisata dan Kesempatan Berusaha atau Kerja .................. 19 2.3 Wisatawan ....................................................................................... 21
2.3.1 Pengertian Wisatawan ............................................................ 212.3.2 Jenis-jenis Wisatawan ............................................................ 22
2.4 Fungsi dan Peranan Pemerintah dalam Pariwisata.......................... 22 2.5 Pengaruh Wisata Terhadap Aspek Sosial dan Ekonomi ................. 24
2.5.1 Aspek Sosial ........................................................................... 242.5.2 Aspek Ekonomi ...................................................................... 24
2.6 Dampak Pariwisata.......................................................................... 252.6.1 Dampak Positif ....................................................................... 262.6.2 Dampak Negatif ..................................................................... 27
2.7 Stratifikasi Sosial ............................................................................ 27 2.8 Penelitian Kualitatif ........................................................................ 28 2.9 Metode Studi Kasus ........................................................................ 30
viii
III. KERANGKA TEORITIS 3.1 Kerangka Pemikiran ........................................................................ 34 3.2 Batasan Masalah.............................................................................. 36 3.4 Defenisi Operasional ....................................................................... 36
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ............................................................................. 39 4.2 Metode Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian............................ 41 4.3 Metode Penentuan Informan ........................................................... 42 4.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................. 43
4.5 Metode Analisis dan Keabsahan Data ............................................ 464.5.1 Teknik Analisis Data .............................................................. 464.5.2 Keabsahan Data ...................................................................... 48
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ................................................ 50 5.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif ......................................... 50 5.1.2 Kondisi Topografi ...................................................................... 51 5.1.3 Kondisi Hidrologi ...................................................................... 52 5.2 Keadaan Penduduk Daerah Penelitian ............................................. 52 5.2.1 Keadaan Penduduk Desa Wonokitri Berdasarkan Jenis
Kelamin ...................................................................................... 53 5.2.2 Keadaan Penduduk Desa Wonokitri Berdasarkan Kelompok
Umur........................................................................................... 53 5.2.3 Keadaan Penduduk Desa Wonokitri Berdasarkan Tingkat
Pendidikan .................................................................................. 54 5.2.4 Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian .................. 55 5.2.5 Keadaan Penduduk Berdasarkan Keyakinan Agama ................. 55 5.3 Pembahasan Penelitian ...................................................................... 56
5.3.1 Karakteristik Responden ........................................................... 56 5.3.1.1Petani Sampel Menurut Golongan Umur.............................. 56
5.3.1.2 Petani Sampel Menurut Tingkat Pendidikan ....................... 57 5.3.1.3 Petani Sampel Menurut Luas Lahan Garapan...................... 57 5.3.1.4 Petani Sampel Menurut Pemilikan Hubungan Dengan Birowisata ............................................................................ 58
5.3.1.5 Profil Responden dan Indikator Lapisan Masyarakat Desa Wonokitri ............................................................................ 58
5.3.2 Bentuk Pemanfaatan Peluang Usaha dan Kerja ........................ 60 5.3.3 Dampak Pariwisata Terhadap Perubahan Sosial dan Ekonomi Masyarakat ................................................................................. 67 5.3.3.1 Perubahan Struktur Ekonomi ............................................... 67 5.3.3.2 Perubahan Struktur Sosial .................................................... 70 5.3.4 Dampak Perkembangan Kunjungan Wisatawan Terhadap Kegiatan Usaha Tani ..................................................................... 74
ix
5.3.5 Tingkat Pendapatan Usaha dan Kerja Pariwisata .......................... 775.3.6 Potensi Obyek Wisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Sebagai Atraksi Wisata ................................................................. 79VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 85 6.2 Saran.................................................................................................. 86DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 88LAMPIRAN................................................................................................ 90
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ............................ 53
2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ...................... 53
3. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ................... 54
4. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ...................... 55
5. Petani Sampel Menurut Golongan Umur ....................................... 56
6. Petani Sampel Menurut Tingkat Pendidikan.................................. 57
7. Petani Sampel Menurut Luas Lahan Garapan ................................ 57
8. Petani Sampel Menurut Pemilikan Hubungan Dengan Biro
Wisata ............................................................................................. 58
9. Profil Responden Berdasarkan Lapisan Masyarakat ...................... 59
10. Dampak Kegiatan Jasa Wisata Terhadap Usahatani ...................... 75
11. Pendapatan Per Tahun dari Jasa Wisata ......................................... 78
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Model Analisis Data Kualitatif (Miles dan Hubberman) ............... 33
2. Kerangka Pemikiran Dampak Aktivitas Pariwisata TNBTS
Terhadap PerubahanSosial Ekonomi Masyarakat .......................... 35
3. Model Analisis Data Kualitatif (Miles dan Hubberman) ............... 51
4. Lokasi Penelitian di Desa Wonokitri ............................................. 53
5. Presentase Responden yang Berusaha dan Bekerjadi Sektor
Pariwisata Menurut Jenis Kegiatan ................................................ 61
6. Upacara Kasada .............................................................................. 80
7. Upacara Karo .................................................................................. 81
8. Upacara Unan-Unan ....................................................................... 82
9. Upacara Mayu Desa ....................................................................... 83
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri pariwisata menjadi salah satu industri terbesar di dunia. World
Travel and Tourism Council pada tahun 1998 menyebutkan bahwa sektor
pariwisata memiliki pertumbuhan yang cukup besar yaitu 4 persen per tahun dan
menyumbang sekitar 11,6 persen GDP dunia (Lienberg, 2002). Industri pariwisata
dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar, mampu meningkatkan
pendapatan dan perekonomian serta dapat memberikan kontribusi yang besar pada
suatu negara. Hal inilah yang mendorong banyak negara tertarik untuk
mengembangkan pariwisata sebagai salah satu sektor pembangunan, terutama
bagi negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Sebagai salah satu
industri terbesar di dunia, perkembangan pariwisata diharapkan mampu
meningkatkan perekonomian sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dimana dikembangkannya pariwisata tersebut. Selain itu pariwisata
dapat memberikan manfaat bagi pelestarian alam, budaya serta lingkungan dan
berkelanjutan.
Keberadaan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor andalan
pembangunan perekonomian nasional merupakan peran yang signifikan, jika
ditinjau dari perannya sebagai penghasil devisa negara. Secara nasional, sektor
pariwisata sejak awal tahun 1990an sudah dicanangkan menjadi sumber devisa
negara. Sektor pariwisata diharapkan negara sebagai sumber penghasilan lain di
luar migas, karena Indonesia memiliki potensi pariwisata yang sangat besar untuk
dikembangkan. Pada tahun 1999, sektor pariwisata di Indonesia telah
menunjukkan menjadi penghasil devisa nomor satu untuk sektor non migas
dengan jumlah US$ 4,7 miliar dimana pencapaian tersebut berada di atas sektor
garment, tekstil dan hasil hutan atau kayu. Dalam perkembangannya pada tahun
2015 sektor pariwisata mampu menyumbang devisa sebesar US$ 11,7 miliar
sedangkan dalam tiga tahun terakhir semua sektor usaha mengalami penurunan
tetapi tidak bagi pariwisata (Kemenpar, 2015).
Sektor pariwisata di Indonesia pada tahun 2015 untuk kunjungan
wisatawan mancanegara (wisman) mencapai 8,80 juta atau meningkat 3,23%
2
dibanding kunjungan wisman pada periode yang sama tahun sebelumnya, serta
menghasilkan devisa sebesar US$ 11,09 miliar tumbuh menjadi 7,20%
(Kemenpar, 2015). Langkah percepatan akselerasi pariwisata dilakukan antara
lain dengan mengembangkan 10 destinasi wisata prioritas, Bromo Tengger
Semeru merupakan salah satu destinasi prioritas yang dikembangkan. Badan Pusat
Statistik (BPS) mencatat jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman)
pada Juli 2016 mencapai rekor tertinggi dalam kurun waktu satu bulan yakni
mencapai 1,03 juta kunjungan. Lonjakan jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara yang sebesar 17,68% jika dibandingkan dengan periode yang sama
pada tahun lalu disebabkan adanya kampanye intensif dari pemerintah dan juga
adanya atraksi destinasi wisata yang menjadi daya tarik wisata di Indonesia (BPS,
2016).
Berbagai kebijakan pengembangan sektor pariwisata telah banyak
ditempuh oleh pemerintah, diantaranya melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2009 Tentang Kepariwisataan Pasal 4, yang menjelaskan bahwa sektor pariwisata
merupakan pilar strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional. Rencana
Pembangunan Nasional Jangka Pendek (RPJM) 2010-2014 juga menjelaskan
beberapa sasaran pembangunan pariwisata yaitu meningkatkan destinasi
pariwisata yang berdaya saing tinggi di pasar global, meningkatkan kesadaran,
dan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan, serta
mengembangkan usaha, industri dan investasi pariwisata.
Sebagai kelanjutan dari program pembangunan tersebut, maka disusun
Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang (RPJP) 2009-2025 dengan
tujuan meningkatkan keunggulan banding dan keunggulan saing kepariwisataan
Indonesia dalam peta kepariwisataan regional maupun internasional, membangun
sektor pariwisata sebagai salah satu pilar utama pembangunan perekonomian
nasional yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta membangun
sektor pariwisata sebagai instrumen strategis dalam rangka penanggulangan
kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat di berbagai wilayah dan destinasi
pariwisata.
Tetapi pariwisata bukan hanya masalah ekonomi, melainkan juga masalah
sosial, budaya, politik dan seterusnya. Pariwisata adalah suatu sistem yang multi
3
kompleks, dengan berbagai aspek yang saling terkait dan saling mempengaruhi
antar sesama. Dalam beberapa dasawarsa terakhir, pariwisata telah menjadi
sumber penggerak dinamika masyarakat dan menjadi salah satu prime mover
dalam perubahan sosial budaya (Pitana, 1999).
Pengembangan pariwisata pada daerah tujuan wisata diharapkan dapat
mampu memperhatikan kelestarian akan adat istiadat serta budaya lokal dan
mampu memberikan tambahan pendapatan pada masyarakat di daerah tujuan
wisata. Adanya pengembangan secara fisik serta arus keluar masuk wisatawan
sedikit banyak akan membawa pengaruh pada masyarakat lokal, sehingga
diperlukan perhatian sejak dini akan dampak pengembangan pariwisata di suatu
daerah tempat tujuan wisata guna mewujudkan pengembangan pariwisata yang
mampu menjaga kelestarian nilai budaya dan bermanfaat bagi masyarakat.
Pengembangan kawasan pegunungan untuk keperluan pariwisata di
Indonesia cenderung meningkat bersama dengan semakin digiatkannya bidang
kepariwisataan. Sektor pariwisata di kawasan pegunungan juga berpotensi untuk
meningkatkan kegiatan ekonomi lokal dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat pegunungan serta pembangunan wilayah di daerah
wisata yang bersangkutan. Salah satu kawasan pegunungan di Indonesia yang
berpotensi sebagai objek wisata adalah Pegunungan Tengger Semeru.
Kawasan ini dihuni oleh masyarakat Tengger dengan beragam
keunikannya. Pada umumnya masyarakat mempunyai mata pencaharian sebagai
petani sayuran, karena daerahnya memang cocok untuk usahatani sayuran seperti
kubis, wortel, kentang, bawang daun dan lain sebagainya. Oleh karena itu, daerah
ini merupakan salah satu daerah supplier sayuran di Jawa Timur. Mayoritas (95%)
warga masyarakat suku Tengger hidup dari sektor pertanian dengan bercocok
tanam di kebun, ladang, dan lahan pertanian yang terdapat di lereng pegunungan
Bromo-Semeru dan sebagian kecil dari masyarakat (5%) berprofesi sebagai
pegawai negeri, buruh, dan pengusaha jasa. Para pemuda, sebagian besar
berprofesi sebagai sopir angkutan pedesaaan, sebagian menyediakan jasa
transportasi dan penyewaan kendaraan bagi wisatawan yang datang ke Gunung
Bromo, yaitu kendaraan jenis jeep, hard top dan kuda tunggang. Kendaraan-
kendaraan ini untuk mengarungi lautan pasir hingga mendekati kawasan Pura
4
Luhur Poten dan kaldera Gunung Bromo. Beberapa orang memilih menjadi
pemandu wisata di Bromo, sedangkan para perempuan disamping bekerja di lahan
pertanian lereng gunung juga mencari kayu di hutan lereng pegunungan Bromo
dan Pananjakan, serta berdagang di kawasan wisata Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru.
Masyarakat lokal pada umumnya bermata pencaharian sebagai petani
sayuran karena kesuburan tanahnya yang tidak lepas dari 2 gunung yang masih
aktif yaitu Gunung Bromo dan Gunung Semeru. Hasil pertanian suku tengger
dijual keluar desanya dengan bantuan pengepul yang yang berasal dari
Probolinggo, Pasuruan dan kota besar lainnya karena hasil pertanian dari Suku
Tengger terkenal dengan kualitasnya yang tahan lama dibandingkan hasil
pertanian daerah lain.
Dengan adanya jenis pariwisata yang kemudian mendapatkan perhatian
dari pemerintah untuk dikembangkan di Indonesia saat ini adalah wisata alam,
wisata cagar alam, wisata yang memperhatikan konservasi alam yang kemudian
dikenal sebagai konsep ekowisata, dengan dikembangkannya ekowisata di
kawasan wisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru khususnya di Desa
Wonokitri menumbuhkan banyak harapan bagi masyarakat untuk mendapatkan
pekerjaan tambahan di luar sektor pertanian.
Desa Wonokitri merupakan salah satu diantara delapan desa yang berada
di bawah pemerintahan Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan dan merupakan
salah satu pintu masuk untuk menuju kawasan pariwisata Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru. Ramainya aktivitas pariwisata yang terjadi di desa ini yang
memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memanfaatkan peluang usaha dan
kerja yang dapat memberikan dampak pada perubahan sosial ekonomi masyarakat
sekitar khususnya petani sebagai mayoritas penduduk di desa Wonokitri. Hal ini
juga menumbuhkan cita-cita munculnya peluang meningkatkan pendidikan.
Pada penelitian di Desa Wonokitri ini peneliti menggunakan metode
analisis deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus, metode ini telah
digunakan peneliti sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Darajat (2014) dalam
mengkaji proses terbentuknya partisipasi masyarakat lokal memilih untuk terlibat
dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan ekowisata dengan mengacu pada
5
tiga dimensi strukturisasi Anthony Giddens. Selain itu analisis data deskriptif
dengan model interaktif menurut Miles dan Hubberman juga digunakan dalam
penelitan (Prasetia, 2015) untuk melihat partisipasi dan faktor pendorong
masyarakat dalam pengembangan ekowisata.
Berdasarkan uraian penelitian sebelumnya diketahui bahwa metode
analisis deskriptif kualitatif secara interaktif sebagian besar digunakan untuk
meneliti bentuk partisipasi masyarakat dalam pengembangan ekowisata.
Penelitian yang berkaitan dengan dampak pengembangan ekowisata masih belum
banyak dilakukan, sehingga penelitian ini menjadi menarik dilakukan dalam
menganalisis dampak yang terjadi akibat adanya aktivitas pariwisata TNBTS.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan
membuat eksplanasi secara sistematis mengenai pengembangan parwisata
TNBTS terhadap perubahan sosial ekonomi masyarakat, dan mengkaji
sejauhmana keterkaitan pengembangan pariwisata dengan aktivitas usahatani.
Kondisi pertanian untuk petani di Desa Wonokitri mengalami masalah
karena biaya usahatani semakin tinggi dan anomali iklim mebuat petani
mengalami kerugian. Jika hal ini terus berlanjut makan petani lapisan bawah akan
semakin sulit untuk mempertahankan usahataninya. Penelitian ini menjadi penting
untuk dilakukan karena konsep ekowisata yang memberikan manfaat
pemberdayaan sedang digiatkan untuk secara langsung maupun tidak langsung
meningkatkan kesejahteraan dan merupakan tulang punggung ekonomi
masyarakat sekitar objek wisata. Sehingga peneliti perlu meneliti perubahan yang
terjadi dalam keluarga petani akibat adanya kegiatan pariwisata di kawasan
TNBTS baik dampak positif maupun negatif dalam kehidupan sosial, ekonomi,
budaya, dan kegiatan usahatani masyarakat di Desa Wonokitri. Selain itu, analisis
ini penting dilaksanakan sebagai bahan pertimbangan petani dalam menghadapi
tantangan pertanian di masa yang akan datang. Dengan adanya teori tentang
kepariwisataan dalam perannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
peneliti berharap pariwisata mampu memberikan sumbangsi dalam kegiatan
usahatani dan kesejahteraan petani di Desa Wonokitri.
6
1.2 Rumusan Masalah
Masyarakat di Desa Wonokitri mayoritas memiliki profesi sebagai petani,
dalam melakukan kegiatan usahatani terdapat kendala yang dialami masyarakat,
yaitu semakin tingginya modal untuk usahatani, tidak adanya lembaga yang dapat
memberi pinjaman modal, anomali iklim yang menyebabkan cuaca dan kondisi
alam yang tidak menentu sehingga mengakibatkan rusaknya hasil panen, dan
harga jual produk yang rendah. Seiring dengan kemajuan pariwisata Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru berpengaruh terhadap perubahan
matapencaharian petani di Desa Wonokitri yang memanfaatkan peluang usaha dan
kerja di sekitar kawasan wisata sebagai pelaku usaha untuk mendapatkan
tambahan pendapatan di luar sektor pertanian.
Petani yang memiliki cukup modal memanfaatkan peluang usaha untuk
membuka bisnis home stay, transportasi lokal (jeep, menunggang kuda) dan
rumah makan. Sedangkan petani yang memiliki keterbatasan modal memilih
untuk menjadi pedagang asongan, penjual bunga, tukang ojek/kibir, dan
menyewakan jaket dan peralatan hangat sebagai pekerjaan sampingannya. Hal ini
selaras dengan salah satu prinsip ekowisata yaitu keberadaan ekowisata
memberikan manfaat dan pemberdayaan masyarakat yang tinggal di sekitar objek
wisata. Menurut Cochcran (1997) bahwa "dalam kondisi tertentu, wisata alam
dapat secara langsung dan tidak langsung bermanfaat bagi kesejahteraan ekonomi
rakyat”.
Pengembangan pariwisata di wilayah Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru dapat mempengaruhi terjadinya perubahan sosial, ekonomi, dan budaya
yang terjadi di dalam masyarakat di Desa Wonokitri, yakni perubahan dari
masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih, peningkatan pendidikan,
peningkatan kesejahteraan merupakan salah satu dampak yang dirasakan dengan
ditandai dengan adanya kesempatan kerja dan usaha, perubahan pekerjaan dan
pendapatan, perubahan bangunan tempat tinggal, aspek lingkungan yaitu
perubahan tata guna lahan diakibatkan dari pariwisata yang berkembang pesat saat
ini. Hal ini dirasakan oleh masyarakat di Desa Wonokitri khususnya petani
lapisan menengah keatas sedangkan petani lapisan menengah kebawah tidak
banyak merasakan dampak ekonomi dari pengembangan ekowisata, karena tidak
7
memiliki modal yang cukup, memiliki keterbatasan pendidikan dan pengetahuan
mengenai pariwisata, keterbatasan penguasaan bahasa yang berpengaruh terhadap
kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan sektor pariwisata sebagai pekerjaan
sampingan diluar sektor pertanian.
Pengembangan secara fisik serta arus keluar masuk wisatawan sedikit
banyak akan membawa pengaruh pada masyarakat lokal, sehingga diperlukan
perhatian sejak dini dari pihak terkait akan dampak pengembangan pariwisata di
suatu daerah tempat tujuan wisata guna mewujudkan pengembangan pariwisata
yang mampu memberikan dampak positif pada peningkatan pendapatan dan
kesejahteraaan bagi masyarakat sekitar objek wisata, mampu menjaga kelestarian
nilai budaya dan bermanfaat bagi petani. Analisis dampak pariwisata ini perlu
dilakukan untuk melihat perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan perbaikan
usahatani di masa depan sebagai dampak dari pengembangan. Berdasarkan uraian
diatas, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana dampak aktivitas pariwisata Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru terhadap peluang usaha dan kerja bagi masyarakat lokal?
2. Bagaimana dampak aktivitas pariwisata Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru terhadap perubahan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat di Desa
Wonokitri?
3. Bagaimana dampak aktivitas pariwisata Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru terhadap kegiatan usahatani di Desa Wonokitri?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka
tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui, mengidentifikasi,
dan menganalisis:
1. Dampak aktivitas pariwisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru terhadap
peluang usaha dan kerja bagi masyarakat lokal.
2. Dampak aktivitas pariwisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru terhadap
perubahan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat di Desa Wonokitri.
3. Dampak aktivitas pariwisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru terhadap
kegiatan usahatani di Desa Wonokitri.
8
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah
dipaparkan, maka hasil penelitian mengenai dampak pariwisata Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru terhadap masyarakat di Desa Wonokitri, Kecamatan
Tosari, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur di sekitar obyek wisata Bromo
diharapkan memberikan manfaat:
1. Bagi Pemerintah dan Lembaga Terkait
Sebagi bahan informasi, tambahan literatur, wawasan pengetahuan, dan
media evaluasi terutama bagi pihak-pihak yang bersangkutan baik pemerintah
dan lembaga dalam melakukan pengembangan dan pengelolaan pariwisata di
daerah pegunungan, sehingga kebijakan pengembangan pariwisata tidak hanya
untuk memperbesar perolehan devisa atau pendapatan daerah saja tapi juga
dapat meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Kawasan Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru khususnya di Desa Wonokitri.
2. Bagi Kelembagaan Pertanian dan Petani
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah
wawasan dan pengetahuan tentang keadaan pertanian dan pariwisata di Desa
Wonokitri sehingga potensi sumber daya yang ada dapat dikembangkan dan
dipergunakan secara berkelanjutan.
3. Bagi Pihak Lain
Dalam hal ini adalah Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya sebagai sarana dalam penerapan ilmu
yang telah diperoleh selama di bangku perkuliahan terhadap masalah penelitian
yang timbul khususnya pada usahatani, sebagai tambahan informasi keilmuan
untuk menambah wawasan pengetahuan, pedoman dan dapat juga digunakan
sebagai pembanding untuk pelaksanaan penelitian selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Telaah penelitian terdahulu berisi beberapa kajian dengan kesamaan objek,
variabel penelitian dan topik dengan penelitian ini, sehingga dapat dijadikan
bahan acuan dan pembanding dalam penelitian ini. Pada sub bab ini juga
dijelaskan beberapa perbedaan penelitian dengan penelitian sebelumnya.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dian (2011), Darajat (2014), dan
Megasari (2009) memiliki persamaan mendasar, yaitu alat analisis yang
digunakan dengan penelitian ini adalah penelitian dilakukan dengan metode
analisis deskriptif kualitatif. Dari ketiga penelitian tersebut perbedaannya terletak
pada tujuan dilakukannya penelitian, fokus penelitian, lokasi penelitan, masalah
pada daerah yang diteliti dan latar belakang masyarakat di lokasi penelitian.
Penjelasan lebih rinci tentang penelitian-penelitian tersebut diuraikan sebagai
berikut.
Penelitian yang dilakukan oleh Dian (2011) yang berjudul Dampak
Pariwisata Terhadap Peluang Usaha dan Kerja Luar Pertanian di Daerah Pesisir,
Kasus Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu
Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara sektor pertanian dan luar
pertanian di Pulau Pramuka ditunjukkan dengan meningkatnya permintaan
terhadap produk-produk di sektor perikanan yang ada di Pulau Pramuka terutama
sebagai bahan baku bagi beberapa usaha seperti rumah makan, perdagangan dan
jasa catering. Dari penelitian yang dilakukan di Pulau Pramuka dapat diperoleh
beberapa kesimpulan yaitu hadirnya sektor pariwisata di Pulau Pramuka telah
menciptakan peluang usaha dan kerja bagi penduduk di Pulau Pramuka. Usaha
tersebut diantaranya seperti homestay, rumah makan, pedagang, transportasi dan
jasa.
Persamaan penelitian Dian (2011) dengan penelitian ini adalah metode
analisis yang digunakan yaitu metode analisis deskriptif kualitatif menggunakan
konsep Miles dan Hubermas (1992), yaitu dengan melakukan tiga sub-proses
analisis meliputi reduksi data, penyajian data, dan pengambilan kesimpulan.
10
Perbedaannya adalah penentuan responden menggunakan metode penarikan
responden secara acak berstrata berdasarkan jenis usaha, sedangkan penelitian ini
menentukan responden secara purposive (sengaja) yang dilakukan untuk memilih
responden berdasarkan unit usaha dan kerja dengan strata lapisan menengah ke
atas dan menengah kebawah.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Darajat (2014) bertujuan untuk
menganalisis Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pengembangan
Kawasan Ekowisata Taman Nasional Baluran, tujuan dari penelitian ini mencoba
menganalisis proses terbentuknya partisipasi masyarakat lokal, serta mengetahui
bentuk partisipasi masyarakat dalam pengengelolaan dan pengembangan kawasan
ekowisata di Taman Nasional Baluran. Penelitian ini menggunakan teori
strukturisasi Anthony Giddens dengan melihat praktik sosial pada pembentukan
desa wisata Wonorejo sebagai implementasi dari pengembangan rantai pariwisata
di kawasan ekowisata Taman Nasional Baluran.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
observasi dan wawancara serta penentuan informan adalah dengan menggunakan
teknik purposive. Melalui proses penelitian yang dilakukan, pembentukan desa
wisata lebih banyak menekankan pada partisipasi dengan melibatkan masyarakat
sehingga memperlihatkan adanya praktik sosial baru berupa perubahan kondisi
masyarakat yang awalnya masyarakat sebagai perambah hutan menjadi aktor
pariwisata.
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah
menggunakan logika penjodohan pola, logika seperti ini membandingkan pola
yang didasarkan atas data empirik dengan pola yang diprediksikan (atau dengan
beberapa prediksi alternatif). Jila kedua pola ini ada persamaan, hasilnya dapat
menguatkan validitas internal studi kasus yang bersangkutan. Kesamaan dengan
penelitian yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan teknik analisis studi
kasus, namun perbedaan pada penelitian ini yang digunakan adalah menggunakan
pendekatan studi kasus dengan pembuatan eksplanasi bukan penjodohan pola.
Pembuatan eksplanasi bertujuan untuk menganalisis studi kasus dengan cara
membuat suatu eksplanasi tentang kasus yang bersangkutan. Penelitian ini
11
melibatkan pengumpulan data yang banyak karena peneliti mencoba untuk
membangungambaran yang mendalam dari suatu kasus. Untuk diperlukan suatu
analisis yang baik agar dapat menyusun suatu deskripsi yang terinci dari kasus
yang muncul. Peneliti mencoba untuk menggambarkan studi ini melalui teknik
seperti sebuah kronologi peristiwa-peristiwa utama yang kemudian diikuti oleh
suatu perspektif yang terinci tentang beberapa peristiwa.
Megasari (2009) menganalisis tentang konstruksi sosial masyarakat
Semeru terhadap ekowisata di TNGR. Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini
adalah untuk mengetahui realitas obyektif ekowisata dengan melihat sosio-
kultural masyarakat Semeru dan sosio-historis ekowisata di TNGR, serta realitas
subyektif individu dalam memaknai hutan, ekowisata, dan implementasi dari
pengetahuan masyarakat tentang ekowisata.
Peneliitian ini menggunakan teori yang dikemukakan oleh Peter L. Berger
untuk menganalisis konstruksi sosial masyarakat Semeru untuk memahami
implementasi pengetahuan ekowisata masyarakat Semeru terhadap pengembangan
ekowisata di TNGR. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah observasi, dokumen, serta wawancara dengan enam informan
utama dan lima informan pendukung.
Dari beberapa penelitian terdahulu terdapat persamaan mendasar, yaitu
alat analisis yang digunakan dengan penelitian ini adalah penelitian dilakukan
dengan metode analisis deskriptif kualitatif, perbedaannya adalah penelitian ini
menggunakan pendekatan studi kasus eksplanasi. Perbedaan antara penelitian ini
dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada tujuan dilakukannya
penelitian, fokus penelitian, lokasi penelitan, masalah pada daerah yang diteliti
dan latar belakang masyarakat di lokasi penelitian.
2.2 Pariwisata
2.2.1 Pengertian Wisata dan Pariwisata
Secara umum wisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan seseorang
untuk sementara waktu yang diselenggarakan hanya dalam satu tempat dengan
suatu perencanaan atau bukan maksud untuk mencari nafkah di tempat yang
12
dikunjunginya, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan rekreasi dalam
memenuhi keinginan yang beraneka ragam. Sedangkan, pariwisata merupakan
suatu perjalanan yang dilakukan seseorang baik individual ataupun kelompok dari
suatu tempat ke tempat lain dengan maksud bukan untuk business atau mencari
nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan
tersebut dalam rekreasi sehingga dapat memenuhi kebutuhan atau keinginan yang
beraneka ragam (Yoeti, 1996).
Selanjutnya, Musanef (1995) mengartikan pariwisata sebagai suatu
perjalanan yang dilaksanakan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari
satu tempat ke tempat lain untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya
dan rekreasi, melihat dan menyaksikan atraksi wisata lain atau memenuhi
keinginan yang beranekaragam. Biasanya pariwisata mencakup keinginan tentang,
keseluruhan fenomena alam atau buatan manusia yang dimanfaatkan untuk
kepentingan masyarakat, dan kegiatan-kegiatan yang ditunjukan untuk memenuhi
wisatawan dalam melakukan aktifitas.
Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan pengertian dari
pariwisata adalah perjalanan yang dilakukan bersifat sementara dari suatu tempat
ke tempat lain dan bertujuan untuk kesenangan atau menikmati keindahan suatu
tenpat yang dikunjungi atau dengan kata lain pariwisata adalah industri yang
kelangsungan hidupnya sangat ditentukan oleh baik-buruknya lingkungan.
Beberapa definisi terkait kepariwisataan menurut Undang-undang Republik
Indonesia No. 10/2009 dijelaskan sebagai berikut adalah:
1. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,
pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang
dikunjungi dalam waktu sementara.
2. Pariwisata adalah berbagai macam tempat kegiatan wisata dan didukung
berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
3. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.
Sedangkan pariwisata menurut Wahab (1994), adalah suatu aktivitas
manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara bergantian
13
diantara orang-orang dalam suata Negara itu sendiri atau diluar negeri, meliputi
pendiaman orang-orang dari daerah lain untuk sementara waktu mencari kepuasan
yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya, dimana ia
memperoleh pekerjaan tetap.
Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan pengertian dari
wisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan dalam jangka pendek dan hanya
dalam satu tempat saja. Sedangkan pariwisata adalah suatu perjalanan sementara
waktu, yang diselenggarakan dari satu tempat ke tempat lain untuk menikmati
perjalanan tersebut dalam rekreasi sehingga dapat memenuhi kebutuhan atau
keinginan yang beraneka ragam.
2.2.2 Faktor Pendorong Pariwisata
Meningkatnya kesejahteraan penduduk dunia membuat perjalanan wisata
menjadi suatu kebutuhan utama bagi kehidupan modern dalam dua dekade ini.
Proses globalisasi telah menjadikan dunia tanpa batas (borderless) yang memberi
kemudahan bagi orang-orang untuk saling berkunjung sehingga mendorong
peningkatan kunjungan wisatawan di waktu yang akan datang Prof. Dr.
Dorodjatun Kuntjarajakti (mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia) dalam Yoeti (2008) mengatakan bahwa suatu hal yang perlu
diperhatikan pada permulaan abad-21 adalah sektor pariwisata. Hal ini karena
pada awal abad tersebut akan terjadi “Three T Revolution” yang mampu
mendorong pertumbuhan pariwisata, dimana 3T itu diartikan masing-masing
sebagai: Transportation, Telecommunication, dan Tourism atau Travel.
1. Transportation: Beberapa tahun mendatang, diprediksi bahwa kemajuan
teknologi transportasi akan mengalami kemajuan yang sangat pesat. Industri
pesawat yang biasanya memproduksi pesawat dengan double decker akan
menghasilkan pesawat dengan triple decker sehingga kemampuan membawa
penumpang menjadi 900-1000 orang dengan kecepatan tinggi yang dapat
membuat jarak antara New York dan Biak ditempuh dalam waktu 3 jam saja.
Kemajuan transportasi yang pesat tersebut dapat mempermudah orang untuk
menempuh jarak jauh dengan waktu yang singkat.
2. Telecommunication: Munculnya teknologi komputer digital yang dapat diakses
ke rumah-rumah, kantor-kantor, dan bahkan di desa-desa serta munculnya one
14
touched system membuat informasi lebih mudah diterima. Terjadinya direct
communication melalui satelit yang makin berkembang dimana semua
peristiwa dunia dapat segera diketahui sehingga kegiatan promosi pariwisata
akan lebih banyak menggunakan internet daripada sarana lainnya.
3. Tourism (Travel): Akibat dari kemajuan dua T di atas, maka akan terjadi “mass
tourism” dimana rombongan wisatawan dapat meningkat dengan jumlah sekali
datang 900-1000 orang. Akibatnya akan diperlukan paling sedikit delapan
bandara setaraf bandara Soekarno-Hatta di delapan daerah tujuan wisata seperti
Juanda, Ujung Pandang, Manado, Sepinggan, Polonia, Kataping, Biak dan
Ngurah Ray. Selain itu, diperlukan sistem pelayanan imigrasi dan bea-cukai
yang lebih profesional untuk melayani wisatawan global yang datang secara
bergelombang dalam waktu yang bersamaan. Perlunya biro perjalanan wisata
dan pramuwisata yang profesional, pelayanan industri perhotelan dan restoran
yang berkualitas, pelayanan pusat-pusat perbelanjaan serta toko-toko
cenderamata yang menarik. Hal lainnya adalah perlunya sumberdaya manusia
dan sistem pendidikan pariwisata yang profesional serta kebijakan pariwisata
secara terpadu untuk menciptakan kerjasama yang efektif dengan departemen-
departemen terkait.
2.2.3 Manfaat dan Tujuan Pariwisata
Wisata memberikan manfaat bagi setiap manusia, karena wisata tersebut
dapat melepas penat dalam aktifitas sehari-hari. Menurut Roslita (2000), beberapa
manfaat pariwisata yang utama ialah sebagai berikut:
1. Multiplier Effect (Efek Berganda)
Pengeluaran wisatawan di suatu daerah wisata (misalnya untuk makanan,
cinderamata) masuk ke dalam ekonomi lokal. Sekian persen dari nilai tersebut
kemudian dibelanjakan oleh yang menerimanya (penjual makanan) dalam
masyarakat misalnya untuk membeli pakaian yang didapat oleh penjual
pakaian kemudian dibelanjakan lagi, demikian selanjutnya. Semakin besar
pengeluaran wisatawan yang masuk dalam perekonomian lokal dan semakin
besar presentase yang dibelanjakan secara lokal, maka semakin besar manfaat
ekonominya. Semakin mandiri suatu masyarakat (tidak tergantung pada produk
dari luar wilayah), semakin besar efek bergandanya.
15
2. Diversifikasi
Pariwisata dapat menciptakan diversifikasi produk, menjadikan ekonomi lokal
tidak hanya bergantung pada suatu sector utama, seperti pertanian,
pertambangan yang merupakan sektor-sektor yang sangat berfluktuatif.
3. Kesempatan kerja
Sektor pariwisata adalah industri yang padat karya dan menciptakan
kesempatan kerja yang besar bagi generasi muda yang baik pekerjaan part time
maupun full time.
4. Peningkatan Fasilitas bagi penduduk
Pertumbuhan sektor pariwisata menghasilkan penambahan dan perbaikan
fasilitas yang tidak hanya digunakan oleh wisatawan, tetapi juga oleh
penduduk.
5. Kesempatan Berusaha
Pariwisata juga menciptakan kesempatan bagi munculnya produk-produk baru,
fasilitas dan pelayanan dan pengembangan bisnis yang sudah ada.
6. Mempercepat Pengembangan Pemukiman
Kegiatan wanita mendorong tumbuhnya pemukiman penduduk yang akan
berusaha di sektor tersebut. Di banyak tempat pengunjung yang pertama-tama
melakukan perjalanan ke suatu daerah untuk liburannya, ada yang akhirnya
menjadi penduduk lokal.
7. Peningkatan Pelayanan Transportasi
Pariwisata juga dapat memacu pembangunan dan peningkatan pelyanan
transportasi dalam suatu wilayah.
8. Kesempatan Pendidikan
Sektor ini memberikan kesempatan yang makin luas kepada penduduk melalui
pengenalan pendidikan lanjutan dan kursus-kursus atau pelatihan khusus.
9. Preservasi Lingkungan
Pariwisata menggaris bawahi kebutuhan pengaturan yang tepat, melalui
kebijakan dan rencana yang efektif, untuk menjamin kelestarian lingkungan
suatu wilayah agar tetap terjaga.
10. Pengembangan Wawasan Sosial
16
Interaksi sosial antar masyarakat dengan wisatawan domestik maupun
internasional akan memperluas wawasan.
11. Peningkatan Infrastruktur
Pembangunan proyek pariwisata yang baru seringkali menghasilkan
pembangunan infrastruktur baru maupun peningkatan kualitas yang sudah ada,
yang tentu saja memberikan manfaat bagi masyarakat.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009,
Kepariwisataan bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan kesejahteraan rakyat, menghapus kemiskinan, mengatasi
pengangguran, melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya, memajukan
kebudayaan, mengangkat citra bangsa, memupuk rasa cinta tanah air,
memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa, dan mempererat persahabatan antar
bangsa.
Tujuan pengembangan pariwisata, bukan hanya sekedar peningkatan
perolehan devisa bagi Negara, akan tetapi lebih jauh diharapkan adanya wisata
dapat berperan sebagai katalisator pembangunan (agent of development). Dilihat
dari sudut ekonomi, sedikitnya ada delapan keuntungan menurut Yoeti (1996),
dalam pengembangan wisata di Indonesia, yaitu peningkatan kesempatan
berusaha, kesempatan kerja, peningkatan penerimaan pajak, peningkatan
pendapatan nasional, percepatan proses pemerataan pendapatan, meningkatkan
nilai tambah produk hasil kebudayaan, memperluas pasar produk dalam negeri,
dan memberikan dampak multiplier effect dalam perekonomian sebagai akibat
pengeluaran wisatawan, para investor, maupun perdagangan luar negeri.
Sedangkan tujuan kepariwisataan menurut Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia pasal 3 yaitu untuk memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan,
dan meningkatkan mutu objek dan daya tarik wisata, memupuk rasa cinta tanah
air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa, memperluas dan memeratakan
kesempatan berusaha dan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan nasional
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, serta
mendorong pendayagunaan produksi nasional.
17
2.2.4 Jenis-jenis Obyek Wisata
Di dalam dunia pariwisata, istilah obyek dan daya tarik wisata mempunyai
pengertian sebagai suatu kegiatan perjalanan yang dapat menjadi daya tarik bagi
seorang atau calon wisatawan untuk mengunjungi suatu daerah tujuan wisata
bersifat sementara. Obyek dan daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dapat
berupa obyek wisata alam, budaya, dan sejarah, tata hidup dan sebagainya
memiliki daya tarik untuk dikunjungi atau menjadi sasaran bagi wisatawan (Yoeti,
1996).
Setiap daerah mempunyai bermacam-macam jenis pariwisata yang
dikembangkan sebagai kegiatan yang lama-kelamaan mempunyai ciri-ciri
tersendiri. Untuk kepentingan pengembangan atau perencanaan sektor dari
pariwisata itu sendiri, perlu pula dibedakan untuk jenis pariwisata yang ada, agar
dapat ditentukan kebijakan apa yang mendukung dalam pariwisata ini, sehingga
jenis pariwisata yang dikembangkan akan dapat terwujud dengan apa yang
diharapkan (Pendit, 1994).
Obyek dan daya tarik wisata disebut juga atraksi wisata. Atraksi wisata alam
misalnya gunung, pantai dan laut, flora dan fauna, gua, air terjun, serta hutan yang
indah. Atraksi wisata budaya misalnya arsitektur rumah tradisional di desa, situs
arkeologi, benda-benda seni kerajinan, ritual dan upacara budaya, festival budaya,
kegiatan dan kehidupan masyarakat sehari-hari, keramah-tamahan, makanan.
Atraksi buatan misalnya acara olahraga, berbelanja, pameran, konferensi, festival
musik.
2.2.5 Sarana dan Prasarana Pariwisata
Dalam pengembangan sektor pariwisata tentu tidak lepas dari upaya
pengembangan sarana dan prasarana wisata, karena keduanya selalu berhubungan
erat. Sarana dan prasarana kepariwisataan dapat diartikan sebagai semua bentuk
perusahaan yang dapat memberikan pelayanan kepada para wisatawan, tetapi
hidup dan kehidupan tidak selamanya tergantung kepada wisatawan (Yoeti,
1996).
18
2.2.5.1 Sarana Pariwisata
Sarana wisata menurut Budhisantoso (1992), meliputi sarana pokok,
sarana pelengkap dan sarana penunjang. Untuk lebih jelasnya, dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Sarana pokok pariwisata
Sarana pokok wisata adalah fasilitas minimal yang harus terdapat pada suatu
daerah tujuan wisata. Pada dasarnya, perusahaan yang mengelola sarana ini
hidup dan kehidupannya sangat tergantung pada lalu lintas wisatawan. Adapun
yang termasuk dalam sarana pokok pariwisata ini seperti: sarana penghubung,
sarana angkutan wisata hotel dan jenis akomodasi lainnya.
b. Sarana pelengkap pariwisata
Sarana pelengkap pariwisata merupakan fasilitas-fasilitas yang dapat
melengkapi sarana pokok, sehingga fungsi sarana perlengkapan ini dapat
membuat wisatawan lebih lama tinggal di daerah tujuan atau tempat tinggal
yang dikunjungi. Adapun yang termasuk dalam sarana ini adalah sarana
olahraga dan lain sebagainya.
c. Sarana penunjang pariwisata
Sarana penunjang wisata diperlukan untuk menunjang sarana pokok dan sarana
pelengkap agar wisatawan lebih banyak membelanjakan uangnya ke tempat
yang dikunjungi. Adapun termasuk sarana ini misalnya bioskop dan lain
sebagainya
2.2.5.2 Prasarana Pariwisata
Prasarana merupakan semua fasilitas yang memproses perekonomian
berjalan lancar sedemikian rupa sehingga dapat memudahkan manusia untuk
dapat memenuhi kebutuhannya (Yoeti, 1996). Sedangkan menurut Beding (1990),
sesuai dengan pengertian tersebut, prasarana wisata dapat disimpulkan sebagai
semua fasilitas yang memungkinkan agar sarana wisata dapat hidup berkembang
dan memberikan kemudahan atau pelayanan yang baik bagi wisatawan.
Adapun yang termasuk dalam prasarana wisata adalah:
1. Prasarana ekonomi: termasuk didalamnya adalah angkutan, komunikasi, sistem
perbankan dan termasuk dalam kelompok utilitas. Misalnya listrik dan sumber
air.
19
2. Prasarana sosial: sebagai penunjang kegiatan wisata adalah seperti pelayanan
kesehatan, petugas yang langsung melayani wisatawan, pramuwisata, faktor
keamanan, dan sebagainya.
Tersedianya sarana pokok, sarana pelengkap, sarana penunjang wisata
juga prasarana ekonomi, dan prasarana sosial yang memadai dalam bidang
pariwisata akan dapat memberikan daya tarik bagi para wisatawan dan juga
kemudahan bagi wisatawan yang berkunjung pada daerah tujuan wisata yang ada.
2.2.6 Pariwisata dan Kesempatan Berusaha atau Kerja
Industri pariwisata merupakan industri yang sifatnya menyerap kebutuhan
tenaga kerja, sehingga pengembangan pariwisata berpengaruh positif pada
perluasan usaha dan kerja. Peluang usaha dan kerja lahir akibat adanya
permintaan wisatawan. Kedatangan wisatawan ke suatu daerah akan membuka
peluang bagi masyarakat untuk menjadi pengusaha hotel, warung, dagang dan
lain-lain. Freyer (1993) dalam Damanik dan Weber (2006) membagi industri
pariwisata dalam dua golongan utama yaitu :
1. Pelaku langsung : usaha wisata yang menawarkan jasa secara langsung kepada
wisatawan atau yang jasanya langsung dibutuhkan oleh wisatawan. Termasuk
dalam kategori ini adalah hotel atau penginapan, restoran, biro perjalanan,
pusat informasi wisata, atraksi hiburan dan lain-lain.
2. Pelaku tidak langsung : usaha yang mengkhususkan diri pada produk-produk
yang secara tidak langsung mendukung pariwisata, misalnya usaha kerajinan
tangan, penerbit buku atau lembar panduan wisata, penjual roti, pertanian,
perternakan dan sebagainya.
Menurut BPS dalam Tando (1992), peluang usaha dan kerja dapat
dibedakan atas usaha formal dan informal. Usaha informal adalah usaha
tradisional yang lokasinya tidak tetap, tidak memakai bangunan dan jam kerja
yang tidak teratur, mencakup usaha sendiri dan usaha dengan bantuan keluarga.
Usaha formal merupakan usaha yang lokasinya tetap, menggunakan bangunan dan
jam kerja yang teratur serta mencakup usaha dengan buruh tetap atau karyawan.
Kegiatan informal merupakan kegiatan yang padat karya, tingkat produktifitas
rendah, pelanggan yang sedikit, tingkat pendidikan formal yang rendah,
20
penggunaan teknologi menengah, sebagian pekerja keluarga, mudah keluar masuk
usaha, serta kurang dukungan dan pengakuan dari pemerintah.
BPS dalam Tando (1992) mengungkapkan bahwa penggunaan peluang
usaha dan kerja dipengaruhi oleh faktor individu yaitu pendidikan, jenis kelamin,
status perkawinan dan umur. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan
rendah akan menempati sektor informal sedangkan yang berpendidikan agak
tinggi cenderung memilih pekerjaan di sektor formal. Usaha formal pariwisata
umumnya membutuhkan tenaga kerja dan berhubungan dengan pelayanan
terhadap wisatawan (usaha penjualan jasa), sehingga sikap yang dibutuhkan
dalam usaha pariwisata umumnya dimiliki oleh perempuan.
Terdapat empat macam keterkaitan yang penting secara ekonomis
berkenaan dengan pengembangan industri pariwisata di suatu daerah yaitu
keterkaitan produksi, konsumsi, modal dan tenaga kerja (Sadono et al., 1992).
Keterkaitan produksi berlangsung dalam bentuk kerjasama pertukaran atau
pemasokan faktor input produksi antara usaha industri skala besar dan formal
dengan usaha-usaha masyarakat skala kecil. Jalinan ini terdapat pula pada aspek
permodalan, usaha ekonomi skala kecil didorong melalui permodalan dengan
skala usaha besar agar dapat tumbuh.
Industri pariwisata yang tumbuh nantinya akan memberikan efek
penyebarluasan penciptaan kesempatan kerja. Kunjungan wisatawan ke suatu
daerah tujuan wisata akan membelanjakan sebagian atau seluruh uang masyarakat
kepada produk atau jasa perdagangan yang ditawarkan masyarakat setempat.
Aliran uang ini sebagian akan diterima oleh tenaga kerja dan juga pengusaha yang
memasok barang dagangan di daerah tujuan wisata. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pariwisata mampu menciptakan kesempatan kerja sekaligus menciptakan
peluang pendapatan.
Penggunaan peluang usaha di pariwisata juga telah menyebabkan adanya
peralihan pemilikan sumberdaya alam antara penduduk lokal dengan penduduk
desa lain yang terlihat pada usaha pendirian penginapan. Hasil penelitian Sadono
et al. (1992) menunjukkan bahwa adanya kunjungan wisata berdampak pada
penciptaan kesempatan usaha dan kerja serta penciptaan pendapatan bagi
masyarakat terutama masyarakat desa lapisan bawah di sekitar objek wisata.
21
Usaha di sektor informal cukup beragam diantaranya adalah pengusaha makanan
atau minuman, penginapan, pedagang asongan dan usaha jasa seperti juru foto dan
WC umum, sedangkan usaha formal berupa hotel, rumah makan dan toko
cinderamata.
Pendapatan dari sektor pariwisata merupakan tambahan pendapatan yang
cukup berarti bagi masyarakat yang berusaha di sektor ini. Sebab masyarakat yang
terserap ke sektor pariwisata banyak yang bernafkah di sektor pertanian dengan
lahan yang dikuasai kurang dari 0,25 Ha. Penelitian juga menunjukkan bahwa
sektor pertanian mempunyai keterkaitan dengan sektor pariwisata. Sektor
pertanian menyediakan bahan baku untuk usaha rumah makan, pedagang sayuran,
dan disisi lain sektor pariwisata menyerap cukup banyak tenaga kerja dari
penduduk sekitar objek wisata yang berlatar belakang pertanian.
Munculnya pariwisata juga telah mendorong pembangunan sarana dan
prasarana untuk kegiatan pariwisata. Adanya peluang usaha dan kerja dalam
sektor pariwisata tidak terlepas dengan kebutuhan lokasi untuk berusaha. Tidak
jarang lokasi-lokasi yang dianggap strategis telah menjadi incaran bagi para
pemilik padat modal untuk dibeli dan digunakan untuk berusaha. Investor yang
masuk dapat saja menyingkirkan banyak usaha di sektor informal terutama
masyarakat yang terlebih dahulu berusaha di daerah tersebut.
2.3 Wisatawan
2.3.1 Pengertian Wisatawan
Menurut Undang-Undang Pariwisata no. 10 tahun 2009 menyatakan bahwa
wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan
pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam
jangka waktu sementara. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.
Seseorang atau lebih yang melakukan perjalanan wisata serta melakukan
kegiatan yang terkait dengan wisata disebut wisatawan. Wisatawan warga Negara
Indonesia yang melakukan perjalanan wisata disebut Wisatawan Nusantara
(Wisnus). Wisatawan warga Negara asing yang melakukan perjalanan wisata
disebut Wisatawan Mancanegara (Wisman).
22
2.3.2 Jenis-Jenis Wisatawan
Berdasarkan pengetahuan dan motivasinya dalam kegiatan wisatawan dapat
dibedakan menjadi dua kategori, yakni wisatawan biasa dan wisatawan eco-tourist
mempunyai motivasi mengunjungi destinasi wisata dengan maksud khusus.
Berdasarkan minatnya tersebut ecotourismt dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Hard core nature tourist, merupakan penelitian atau anggota paket tur atau
perjalanan yang memang didesain atau dirancang untuk pendidikan alam dan
penelitian.
2. Dedicated nature tourist, yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan,
terutama untuk mengunjungi atau melihat kawasan-kawasan lindung. Selain
itu, mereka ingin mengetahui kehidupan lanskap dan kekayaan hayati serta
budaya lokal.
3. Mainstream nature tourist, yaitu wisatawan yang ingin mendapatkan
pengalaman yang lain daripada yang telah didapatkan sebelumnya.
4. Casual nature tourist, yaitu wisatawan yang menginginkan pengalaman
menikmati alam sebagai bagian dari perjalanan yang lebih besar.
2.4 Fungsi dan Peranan Pemerintah dalam Pariwisata
Dengan adanya konsep otonomi daerah yang asas desentralisasi
mengakibatkan kewenangan penuh daerah otonomi untuk melaksanakan
perintahnya sendiri dan bertanggung jawab penuh atas proses pembangunan
daerah. Pemerintah daerah dalam rangka pengembangan wisata mempunyai
fungsi dan peranan yang penting dan cukup besar untuk memanfaatkan seoptimal
mungkin potensi di daerah. Kebijakan merupakan perencanaan jangka panjang
yang mencakup tujuan pembangunan wisata dan cara atau prosedur pencapaian
tujuan tersebut yang dibuat dalam pernyataan-pernyataan formal seperti hukum
dan dokumen-dokumen resmi lainya. Kebijakan yang dibuat pemerintah
seharusnya sepenuhnya dijadikan panduan dan ditaati oleh para stakeholders.
Kebijakan-kebijakan yang harus dibuat dalam wisata adalah kebijakan yang
berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesempatan kerja, dan
hubungan politik terutama politik luar negeri bagi daerah tujuan wisata yang
mengandalkan wisatawan mancanegara. Umumnya kebijakan adanya wisata
23
dimasukkan kedalam kebijakan ekonomi secara keseluruhan yang kebijakannya
mencakup struktur dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Kebijakan
ekonomi yang harus dibuat sehubungan dengan pembangunan wisata adalah
kebijakan mengenai ketenagakerjaan, penanaman modal dan keuangan, industri-
industri penting untuk mendukung kegiatan pariwisata dan perdagangan barang
dan jasa.
Fungsi pokok pemerintah menurut Pendit (1994), daerah di dalamnya
terdapat wisata adalah:
1. Sebagai pelaksana dan penanggung jawab penuh terhadap segala kegiatan
kepariwisataan dan pembangunan pariwisataan di daerahnya, serta hal-hal lain
yang berkaitan dengan urusan kepariwisataan.
2. Sebagai pelaksana dan penanggung jawab dari upaya pembangunan sektor
kepariwisataan yang ditugaskan oleh pemerintah pusat dan pemerintah tingkat
atasnya.
Dengan demikian, agar pemerintah daerah dapat melaksanakan fungsi dan
perannya secara optimal sebagaimana yang diharapkan, maka perlu adanya
dukungan atau kerjasama dengan badan atau organisasi lainnya yang berkaitan
langsung dengan sektor wisata tersebut, seperti Dinas Pariwisata Daerah
(Disparda), dimana tugas pokoknya adalah sebagai berikut:
1. Mengadakan penelitian, riset, merumuskan dan mengusulkan kebijakan
kepariwisataan pada tingkat kepala daerah, sehingga tercapai tujuan usaha yang
terkoordinir dan terarah menuju pengembangan kepariwisataan di daerah yang
bersangkutan secara menyeluruh.
2. Menggerakkan dan mendayagunakan seluruh potensi di daerah yang diarahkan
menuju pengembangan kepariwisataan di daerah yang bersangkutan.
3. Memberikan saran dan kebijaksanaan pengembangan kepariwisataan di daerah
kepada Gubernur Kepala Daerahnya.
4. Mengkoordinasikan pelaksanaan usaha-usaha pengembangan kepariwisataan
yang diselenggarakan bersama oleh pemerintah dan masyarakat di daerah yang
bersangkutan.
5. Ikut serta dalam kerjasama antar daerah dan mewakili daerahnya pada tingkat
pusat.
24
Dengan demikian peran pemerintah daerah dalam sektor kepariwisataan
adalah bagaimana pemerintah daerah sanggup menyediakan infrastruktur
memperluas berbagai bentuk fasilitas, melakukan koordinasi antar aparatur
pemerintah dengan pihak-pihak yang terkait lainnya. Langkah-langkah tersebut
diatas merupakan suatu usaha dalam pengembangan wisata untuk menjadikan
wisata itu sendiri sebagai salah satu bentuk industri perdagangan jasa yang dapat
memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan daerah, keuntungan pihak
pengelola dan masyarakat setempat.
2.5 Pengaruh Wisata Terhadap Aspek Sosial dan Ekonomi
2.5.1 Aspek Sosial
Dalam buku Musanef (1995), dijelaskan dunia kepariwisataan sangat
berpengaruh terhadap perubahan sosial. Hal ini sangat dimungkinkan sebab wisata
secara tidak langsung terjadi interaksi dan transformasi budaya dari berbagai
pengunjung. Sedangkan menurut Soekanto (2000), mengemukakan bahwa
interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial. Oleh karena itu, tanpa
interaksi sosial tak akan mungkina ada kehidupan bersama. Interaksi sosial
merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara
orang perorangan atau antara kelompok-kelompok manusia. Apabila dua orang
bertemu interaksi sosial dimulai pada saat itu mereka saling menegur, berjabat
tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Aktifitas-aktifitas
semacam itu merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial.
2.5.2 Aspek Ekonomi
Dalam buku Tarungmingkeng (1994), perbedaan tingkat sosial ekonomi
masyarakat nelayan sejak dahulu sampai sekarang secara turun-menurun tidak
mengalami perubahan. Wisata merupakan fenomena kemasyarakatam yang
menyangkut manusia, masyarakat, kelompok organisasi, kebudayaan, dan
sebagainya yang merupakan objek kajian sosiologi. Namun demikian kajian
sosiologi belum begitu lama dilakukan terhadap wisata, meskipun sudah
mempunyai sejarah yang sangat panjang. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa
wisata pada awalnya lebih dipandang sebagai kegiatan ekonomi, dan tujuan utama
25
pengembangan wisata adalah untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, baik bagi
masyarakat maupun daerah (Negara).
Sebagaimana halnya dengan pembangunan secara umum, ada beberapa hal
yang menyebabkan aspek-aspek sosial atau sosiologis kurang mendapat perhatian.
Dengan menikuti teori modernisasi klasik, pembangunan di dunia ketiga umunya
memberikan penekanan pada aspek ekonomi. Paradigma dari program-program
dengan penekanan aspek ekonomi seringkali bertentangan dengan program-
program dengan penekanan aspek sosial. Dalam konflik kepentingan ini, aspek
sosial lebih sering dikalahkan. Masih dalam kaitan fokus ekonomi, salah satu
tujuan setiap program pembangunan adalah untuk mengejar produktivitas, dan
dalam usaha ini manusia (tenaga kerja) dipandang sebagai faktor produksi yang
mekanis, maka berbagai aspek sosial kurang mendapatkan perhatian.
2.6 Dampak Pariwisata
Banyak wisatawan yang datang di suatu lokasi wisatawan berasal dari
tempat yang jauh, bahkan ada yang dari luar negeri. Banyak pula lokasi wisata
yang letaknya di daerah pedesaan dan wisatawan datang dari kota. Jadi wisatawan
itu banyak mempunyai latar belakang kebudayaan yang berbeda dari kebudayaan
penduduk lokal. Sudah sewajarnya terjadi saling mempengaruhi antara penduduk
lokal dengan wisatawan. Dalam interaksi ini terjadi hal-hal yang positif, dan ada
pula yang negatif.
Pariwisata terutama pariwisata internasional termasuk dalam program
pembangunan nasional di Indonesia sebagai salah satu sektor pembangunan
ekonomi. Dari pariwisata diharapkan dapat diperoleh devisa, baik dalam
pengeluaran uang para wisatawan di Negara kita, maupun sebagai penanaman
modal asing dalam industri pariwisata. Selanjutnya menurut Hartono mengatakan
bahwa peranan pariwisata salam pembangunan negara pada garis besarnya
berintikan tiga segi, yaitu segi ekonomis (sumber devisa, pajak-pajak), segi sosial
(penciptaan lapangan kerja, dan segi budaya , memperkenalkan kebudayaan kita
kepada wisatawan asing).
Namun perlu diperhatikan bagi negara-negara berkembang seperti
Indonesia, bahwa pembangunan kepariwisataan membangun konsekuensi.
26
Konsekuensi itu adalah timbulnya dampak sosial budaya yang meruguikan
kelestarian kebudayaan yang bersangkutan. Selain itu, dapat mengisyaratkan
bahwa dalam pembangunan kepariwisataan tetap dijaga terpeliharanya
kepribadian bangsa dan kelestarian serta mutu lingkungan hidup.
Bahwa timbulnya dampak sosial budaya sebagai konsekuensi dari
pengembangan pariwisata itu dapat dilihat sebagai dampak yang positif dan
dampak yang negatif dapat ditelusuri sebagai kerugian yang timbul akibat
pengembangan pariwisata. Pada hakekatnya ada tiga bidang pokok yang kuat
dipengaruhi, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan (Erawan, 1997).
2.6.1 Dampak Positif
Dampak positif yang menguntungkan adalah dalam bidang ekonomi.
Adanya pariwisata mendatangkan pendapatan devisa negara dan terciptanya
kesempatan kerja yang berarti mengurangi jumlah pengangguran serta adanya
kemungkinan bagi masyarakat di daerah wisata untuk meningkatkan pendapatan
dan standart hidup mereka. Menurut Yoeti (1996) juga bahwa dampak dari
pariwisata terhadap perekonomian di Indonesia adalah memperbaiki kesempatan
kerja atau dapat mengurangi pengangguran, peningkatan penerimaan pajak dan
retribusi daerah, meningkatkan pendapatan nasional, memperkuat posisi neraca
pembayaran, meningkatkan efek multiplier dalam perekonomian setempat.
Di Indonesia penyerapan tenaga kerja yang bersifat langsung dan
menonjol adalah di bidang perhotelan, biro-biro perjalanan, pramuwisata atau
pemandu wisata (guides), pusat-pusat rekreasi, instansi pariwisata pemerintah
memerlukan pula tenaga terampil. Sebagian besar adalah tenaga kerja tetap biro-
biro perjalanan, sedang sebagian kecil guides free-lace. Untuk memberikan
kesempatan kerja di beberapa daerah diselenggarakan ujian-ujian pramuwisata
untuk mendapatkan licensing
Dampak positif yang lain dengan hadirnya pariwisata ini adalah
perkembangan atau kemajuan kebudayaan, terutama pada unsur budaya teknologi
dan sistem pengetahuan. Kemajuan teknologi yang dibarengi dengan tingkat
pengetahuan yang maju pula akan membawa masyarakat penerima wisatawan
mampu menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman atau modernisasi. Walau di
27
satu pihak kehadiran pariwisata ini akan menimbulkan dampak negatif terhadap
kebudayaan sehingga perlu diwaspadai.
2.6.2 Dampak Negatif
Dampak negatif yang merupakan kerugian tampak menonjol dalam bidang
sosial, yaitu pada gaya hidup masyarakat ini tampak pada perubahan sikap,
tingkah laku, perilaku karena kontak langsung dengan para wisatawan yang
berasal dari budaya yang berbeda. Gaya hidup wisatawan asing diperhatikan oleh
warga masyarakat dan ditiru begitu saja (Mantra, 2004).
Dalam bidang kebudayaan terjadi komersialisasi budaya. Tempat suci atau
ziarah diangkat dijadikan obyek wisata tari-tarian sakral dan adat istiadat diangkat
dari lingkungan yang normal dipergelarkan untuk memuaskan kebutuhan para
wisatawan. Kemudian dalam bidang lingkungan hidup terjadi pengrusakan
lingkungan alam, penebangan pohon digunakan untuk tempat pembangunan.
Selain itu juga, pencemaran kebudayaan dan hilangnya sifat kepribadian negara
yang menerima kedatangan wisatawan melalui urbanisasi dan modernisasi untuk
meningkatkan lalu lintas wisatawan. Sering terjadi pengrusakan yang sifatnya
vandalism yang dapat merubah kepribadiam dan cara hidup dengan
mengkomersilkan keramah-tamahan yang dimiliki penduduk setempat.
2.7 Stratifikasi Sosial
Soekanto (1990) menjelaskan bahwa stratifikasi sosial merupakan
pembedaan posisi seseorang atau suatu kelompok dalam kedudukan yang
berbeda-beda secara vertikal. Stratifikasi sosial merupakan pembedaan anggota
masyarakat berdasarkan status yang dimilikinya. Ukuran yang biasa digunakan
untuk menggolongkan anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan menurut
Soekanto (1990) adalah, ukuran kekayaan, dimana lapisan teratas biasanya yang
memiliki kekayaan yang paling banyak, kekayaan disini bisa berbentuk rumah,
kendaraan dan pakaian, ukuran kekuasaan, lapisan teratas adalah yang paling
memiliki kekuasaan atau wewenang terbesar, ukuran kehormatan, dimana orang-
orang yang paling dihormati dan disegani berada di lapisan teratas, dan ukuran
ilmu pengetahuan, dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan,
terkadang berakibat negatif karena yang dihargai adalah gelarnya bukan ilmu
28
yang dimilikinya. Sistem pelapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya
dalam proses pertumbuhan masyarakat itu, meskipun adapula yang sengaja
disusun untuk mengejar tujuan bersama. Hal-hal yang biasa menjadi alasan
terbentuknya lapisan masyarakat menurut Soekanto (1990) adalah kepandaian,
tingkat umur, sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat dan
harta dalam batas-batas tertentu.
2.8 Penelitian Kualitatif
Pengertian Deskriptif Kualitatif yaitu suatu prosedur penelitian yang
menggunakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan pelaku yang dapat diamati.” Sama halnya menurut arif Furchan, Pendekatan
kualitatif, yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari subyek itu
sendiri.
Penelitian deskriptif kualitatif menafsirkan dan menuturkan data yang
bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang
terjadi di dalam masyarakat, pertentangan 2 keadaan atau lebih, hubungan
antarvariabel, perbedaan antar fakta, pengaruh terhadap suatu kondisi, dan lain-
lain. masalah yang diteliti dan diselidiki oleh penelitian deskriptif kualitatif
mengacu pada studi kuantitatif, studi komparatif, serta dapat juga menjadi sebuah
studi korelasional 1 unsur bersama unsur lainnya. Biasanya kegiatan penelitian ini
meliputi pengumpulan data, menganalisis data, meginterprestasi data, dan diakhiri
dengan sebuah kesimpulan yang mengacu pada penganalisisan data tersebut.
Begitu juga menurut Kasiran dalam bukunya Metodologi Penelitian
Kuantitatif dan Kualitaif, Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang bersifat atau
memiliki karakteristik bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan kewajaran atau
sebagaimana adanya (natural setting) dengan tidak dirubah dalam bentuk simbol
atau bilangan, sedangkan perkataan penelitian pada dasarnya berarti rangkaian
keggiatan atau proses pengungkapan sesuatu yang belum diketahui dengan
mempergunakan cara bekerja atau metode yang sistematis, terarah dan dapat
dipertanggungjawabkan.
29
Berikut adalah macam-macam penelitian kualitatif:
1. Biografi Penelitian adalah studi tentang individu dan pengalamannya yang
dituliskan kembali dengan mengumpulkan dokumen dan arsip-arsip. Tujuan
penelitian ini adalah mengungkap turning point moment atau epipani yaitu
pengalaman menarik yang sangat mempengaruhi atau mengubah hidup
seseorang. Peneliti menginterpretasi subjek seperti subjek tersebut
memposisikan dirinya sendiri.
2. Fenomenologi Penelitian mencoba menjelaskan atau mengungkap makna
konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi
pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami,
sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang
dikaji.
3. Grounded theory, walaupun suatu studi pendekatan menekankan arti dari suatu
pengalaman untuk sejumlah individu, tujuan pendekatan grounded theory
adalah untuk menghasilkan atau menemukan suatu teori yang berhubungan
dengan situasi tertentu. Situasi di mana individu saling berhubungan, bertindak,
atau terlibat dalam suatu proses sebagai respon terhadap suatu peristiwa. Inti
dari pendekatan grounded theory adalah pengembangan suatu teori yang
berhubungan erat kepada konteks peristiwa dipelajari.
4. Etnograf adalah uraian dan penafsiran suatu budaya atau sistem kelompok
sosial. peneliti menguji kelompok tersebut dan mempelajari pola perilaku,
kebiasaan, dan cara hidup. Etnografi adalah sebuah proses dan hasil dari
sebuah penelitian. Sebagai proses, etnografi melibatkan pengamatan yang
cukup panjang terhadap suatu kelompok, dimana dalam pengamatan tersebut
peneliti terlibat dalam keseharian hidup responden atau melalui wawancara
satu per satu dengan anggota kelompok tersebut. Peneliti mempelajari arti atau
makna dari setiap perilaku, bahasa, dan interaksi dalam kelompok
5. Studi kasus, penelitian studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu
masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang
mendalam, dan menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian ini dibatasi
oleh waktu dan tempat, dan kasus yang dipelajari berupa program, peristiwa,
aktivitas, atau individu. “Penelitian mendalam mengenai unit sosial tertentu
30
yang hasilnya merupakan gambaran yang lengkap dan terorganisasi baik
mengenai unit tersebut.” Tujuan dari studi kasus adalah “untuk mempelajari
secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi
lingkungan sesuatu unit sosial : individu, kolompok, lembaga atau
masyarakat”.
Dalam penenlitian kualitatif masalah yang dibawa harus oleh peneliti
masih remang-remang, bahkan gelap komplek dan dinamis, oleh karena itu masih
bersifat sementara, tentatif dan akan berkembang atau berganti setelah peneliti
berada di lapangan. Akan ada tiga kemungkinan masalah yang akan dibawa oleh
peneliti:
1. Masalah yang dibawa peneliti adalah masalah tetap, jadi judul dari penelitian
deskriptif kualitatif mulai awal pengajuan proposal hingga akhir laporan tetap
sama.
2. Masalah yang diajukan oleh peneliti menjadi berkembang serta lebih
mendalam sesudah peneliti melakukan penelitian tersebut di lapangan, jadi
tidak terlalu banyak hal yang berubah, maka cukup disempurnakan saja.
3. Masalah yang diajukan oleh peneliti sesudah melakukan penelitian tersebut di
lapangan akan berubah total, jadi objek masalah dan judul wajib diganti secara
menyeluruh.
Analisis deskriptif kualitatif yaitu dengan memberikan ulasan atau
interpretasi terhadap data yang diperoleh sehingga menjadi lebih jelas dan
bermakna dibandingkan dengan sekedar angka-angka. Langkah-langkahnya
adalah reduksi data, penyajian data dengan bagan dan teks, kemudian penarikan
kesimpulan.
2.9 Metode Studi Kasus
Creswell mengemukakan beberapa karakteristik dari suatu studi kasus
yaitu mengidentifikasi “kasus” untuk suatu studi, kasus tersebut merupakan
sebuah “sistem yang terikat” oleh waktu dan tempat, studi kasus menggunakan
berbagai sumber informasi dalam pengumpulan datanya untuk memberikan
gambaran secara terinci dan mendalam tentang respons dari suatu peristiwa dan
31
menggunakan pendekatan studi kasus, peneliti akan “menghabiskan waktu” dalam
menggambarkan konteks atau setting untuk suatu kasus, (Creswell, 1998).
Berdasarkan paparan di atas, dapat diungkapkan bahwa studi kasus adalah
sebuah eksplorasi dari “suatu sistem yang terikat” atau “suatu kasus/beragam
kasus” yang dari waktu ke waktu melalui pengumpulan data yang mendalam serta
melibatkan berbagai sumber informasi yang “kaya” dalam suatu konteks. Sistem
terikat ini diikat oleh waktu dan tempat sedangkan kasus dapat dikaji dari suatu
program, peristiwa, aktivitas atau suatu individu. Dengan perkataan lain, studi
kasus merupakan penelitian dimana peneliti menggali suatu fenomena tertentu
(kasus) dalam suatu waktu dan kegiatan (program, even, proses, institusi atau
kelompok sosial) serta mengumpulkan informasi secara terinci dan mendalam
dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama periode
tertentu
Menurut Creswell, pendekatan studi kasus lebih disukai untuk penelitian
kualitatif. Seperti yang diungkapkan oleh Patton bahwa kedalaman dan detail
suatu metode kualitatif berasal dari sejumlah kecil studi kasus. Oleh karena itu
penelitian studi kasus membutuhkan waktu lama yang berbeda dengan disiplin
ilmu-ilmu lainnya. Tetapi pada saat ini, penulis studi kasus dapat memilih
pendekatan kualitatif atau kuantitatif dalam mengembangkan studi kasusnya.
Seperti yang dilakukan oleh Yin (1989) mengembangkan studi kasus kualitatif
deskriptif dengan bukti kuantitatif.
Pengumpulan data dalam studi kasus dapat diambil dari berbagai sumber
informasi, karena studi kasus melibatkan pengumpulan data yang “kaya” untuk
membangun gambaran yang mendalam dari suatu kasus. Yin mengungkapkan
bahwa terdapat enam bentuk pengumpulan data dalam studi kasus yaitu:
1. dokumentasi yang terdiri dari surat, memorandum, agenda, laporan-laporan
suatu peristiwa, proposal, hasil penelitian, hasil evaluasi, kliping, artikel.
2. rekaman arsip yang terdiri dari rekaman layanan, peta, data survei, daftar
nama, rekaman-rekaman pribadi seperti buku harian, kalender.
3. wawancara biasanya bertipe open-ended
4. observasi langsung
5. observasi partisipan, dan
32
6. perangkat fisik atau kultural yaitu peralatan teknologi, alat atau instrumen,
pekerjaan seni.
Lebih lanjut Yin (2011) mengemukakan bahwa keuntungan dari keenam
sumber bukti tersebut dapat dimaksimalkan bila tiga prinsip berikut ini diikuti,
yaitu menggunakan bukti multisumber; menciptakan data dasar studi kasus,
seperti : catatan-catatan studi kasus, dokumen studi kasus, bahan-bahan tabulasi,
narasi, dan memelihara rangkaian bukti.
Menganalisis data studi kasus adalah suatu hal yang sulit karena strategi
dan tekniknya belum teridentifikasikan secara baik. Tetapi setiap penelitian
hendaknya dimulai dengan strategi analisis yang umum yang mengandung
prioritas tentang apa yang akan dianalisis dan mengapa. Demikian pun dengan
studi kasus, oleh karena itu Creswell memulai pemaparannya dengan
mengungkapkan tiga strategi analisis penelitian kualitatif, yaitu: strategi analisis
menurut Bogdan & Biklen (1992), Huberman & Miles (1994) dan Wolcott
(1994).
Analisis dalam penelitian ini berdasarkan kepada pendapat Miles dan
hubberman (1992) yang menjelaskan bahwa analisis terdiri dari tiga alur kegiatan,
yaitu:
1. Reduksi data, yaitu proses pemilihan atau seleksi, pemusatan perhatian atau
pemfokusan, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data-data
“kasar” yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Reduksi data dilakukan
terus-menerus selama kegiatan penelitian berlangsung. Lebih dari sekedar itu
sebenarnya reduksi data dilakukan sejak sebelum data benar-benar terkumpul
secara lengkap.
2. Penyajian data, yaitu data berupa sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Dengan penyajian data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang
sedang terjadi dan harus melakukan apa untuk analisis lebih lanjut suatu
tindakan, yang didasarkan atas pemecahan tersebut. Penyajian data dalam
penelitian ini berupa tabel, gambar, hasil wawancara dan data-data
dokumentasi lain yang mendukung. Dalam bentuk yang sederhana penyajian
data merupakan uraian deskriptif yang merupakan kumpulan dari sejumlah
33
data yang diperoleh peneliti, dan siap untuk dianalisis serta diinterpretasikan
pada kesimpulan-kesimpulan.
3. Menarik kesimpulan atau verifikasi, yaitu kegiatan menyimpulkan makna-
makna yang muncul dari data yang harus diuji kebenarannya, kekokohannya,
dan kecocokannya. Kemudian data yang telah disimpulkan harus diverifikasi,
maksudnya dicari data untuk menguji keabsahan atau validitas baru.
Tiga komponen tersebut aktifitasnya berbentuk interaksi dengan proses
pengumpulan data berbentuk siklus. Dalam bentuk ini peneliti tetap bergerak
diantara ketiga komponen pengumpulan data selama proses pengumpulan data
berlangsung. Sesudah pengumpulan data kemudian bergerak diantara data
reduksi, sajian data dan penarikan kesimpulan. Untuk lebih jelasnya, proses
analisis model interaktif dapat dilihat pada bagan dibawah ini
Gambar 1. Model Analisis Data Kualitatif (Miles dan Huberman, 1992).
Pengumpulan Data
Reduksi Data Penarikan
Kesimpulan atau
Ferivikasi
Penyajian Data
III. KERANGKA TEORITIS
3.1 Kerangka Pemikiran
Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting. Dan inti yang akan dibahas pada penelitian kali ini adalah dampak
pariwisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru terhadap kondisi sosial dan
ekonomi masyarakat yang berada di Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari,
Kabupaten Pasuruan.
Menurut Yoeti (1996) juga bahwa dampak dari pariwisata terhadap
perekonomian di Indonesia adalah memperbaiki kesempatan kerja atau dapat
mengurangi pengangguran, peningkatan penerimaan pajak dan retribusi daerah,
meningkatkan pendapatan nasional, memperkuat posisi neraca pembayaran,
meningkatkan efek multiplier dalam perekonomian setempat. Hadirnya kegiatan
pariwisata di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru akan menyebabkan adanya
permintaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh wisatawan seperti
penginapan, rumah makan, transportasi, perdagangan, dan jasa. Kebutuhan-
kebutuhan tersebut merupakan peluang usaha atau kerja terutama bagi masyarakat
di kawasan objek wisata. Pemanfaatan peluang usaha dan kerja juga dapat
mempengaruhi pendapatan petani, hal ini dapat dilihat dari rata-rata pendapatan
usaha atau kerja. Selain itu, adanya peluang usaha dan kerja dapat memunculkan
suatu keterkaitan antara sektor pertanian dan luar pertanian yang dilihat melalui
penggunaan hasil (surplus atau keuntungan) usaha atau kerja dalam kegiatan
pertanian.
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) adalah kawasan
pariwisata yang memiliki daya tarik dan sangat potensial untuk peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sekaligus dapat mendongkrak pertumbuhan
ekonomi di daerah tersebut. Desa Wonokitri merupakan salah satu pintu masuk
akses wisata TNBTS, hal ini berdampak pada ramainya aktivitas pariwisata di
sekitar masyarakat lokal dan mempengaruhi pendapatan masyarakat, termasuk
dalam bidang pertaniannya.
35
Ativitas pariwisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru diharapkan
dapat memberikan dampak positif dalam berbagai aspek, baik aspek ekonomi
dalam mengurangi tingkat pengangguran, meningkatkan kesejahteraan dan
pendapatan masyarakat, aspek sosial yaitu dengan semakin terbukanya cara
berfikir masyarakat, peningkatan keinginan untuk memperoleh pendidikan, aspek
lingkungan baik kelestarian lingkungan alam maupun sosial budaya setempat.
Pariwisata menjadikan ekonomi lokal tidak hanya bergantung pada sektor utama,
seperti sektor pertanian yang sangat berfluktuatif. Berbagai peluang usaha dan
jasa wisata yang biasa dilakukan oleh masyarakat di Desa Wonokitri di luar sektor
pertanian meliputi, persewaan mobil jeep, tukang ojek, makelar atau kibir,
penyedia homestay, penjual bunga, penyedia sewa jaket, pedagang asongan, dan
souvenir atau cindera mata. Hal ini diharapkan dapat memberikan manfaat
langsung bagi masyarakat lokal yaitu terwujudnya kesejahteraan dan peningkatan
pendapatan petani. Secara ringkas skema kerangka pemikiran dari penelitian ini
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Dampak Aktivitas Pariwisata Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi
Masyarakat.
Pengembangan
Ekowisata TNBTS
Pelapisan
Masyarakat Petani Lapisan Atas
Usaha di Bidang Pariwisata:
1. Penyedia Homestay
2. Persewaan Jeep
3. Warung Makan
Petani Lapisan Bawah
Usaha di Bidang Pariwisata:
1. Pedagang Asongan
2. Tukang Ojek/Kibir
3. Penjual Bunga
Kontribusi Terhadap Kehidupan Petani
Kegiatan Usahatani Perubahan Ekonomi Perubahan Sosial
Peningkatan Kesejahteraan Petani
36
3.2 Batasan Masalah
Untuk memfokuskan ruang lingkup dalam melakukan penelitian ini, maka
diberikan batasan-batasan yaitu:
1. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten
Pasuruan. Khususnya di Dusun Sanggar
2. Responden penelitian adalah petani dan petani yang terlibat dalam aktivitas
pariwisata sebagai pekerjaan sampingan.
3. Penelitian ini dilakasanakan pada tahun 2016 dengan asumsi sudah memenuhi
seasonality wisata peak dan low season. Peak season adalah keadaan ramai
kunjungan wisata, seperti: libur akhir minggu, libur sekolah, hari raya,
sedangkan low season seperti: hari kerja dan ramadhan.
4. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan analisis
pendekatan studi kasus, yaitu penelitian dimana peneliti menggali suatu
fenomena tertentu dalam suatu waktu dan kegiatan, serta mengumpulkan
informasi secara terperinci dan mendalam menggunakan prosedur
pengumpulan data selama periode tertentu.
5. Penelitian ini hanya meneliti jumlah tambahan pendapatan setahun petani
dalam tahun 2016.
3.3 Definisi Operasional
Untuk menghindari adanya kesalahan dalam penafsiran serta untuk
memperoleh keseragaman dalam mengintrepetasikan pengertian tentang variabel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah atau instansi-
instansi terkait yang berhubungan dengan kepariwisataan untuk merubah atau
menjadikan suatu daerah yang semula kurang efektif dan efisien dalam
kegunaannya dengan jalan memperbaiki sarana dan prasarana fisik pada daerah
yang bersangkutan, serta pemberian program bimbingan dan pembinaan
kepada masyarakat yang terlibat secara langsung dalam memberikan pelayanan
kepada wisatawan.
2. Dampak merupakan pengaruh dari suatu kegiatan terhadap suatu obyek atau
sasaran program. Dalam hal ini yang dimaksud adalah pengaruh
37
pengembangan ekowisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru terhadap
perubahan sosial dan ekonomi masyarakat di Desa Wonokitri.
3. Ukuran yang biasa digunakan untuk menggolongkan anggota masyarakat ke
dalam suatu lapisan menurut Soekanto (1990) adalah, ukuran kekayaan,
dimana lapisan teratas biasanya yang memiliki kekayaan yang paling banyak,
kekayaan disini bisa berbentuk rumah, kendaraan dan pakaian ukuran ilmu
pengetahuan. Sistem pelapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya
dalam proses pertumbuhan masyarakat itu, meskipun adapula yang sengaja
disusun untuk mengejar tujuan bersama.
4. Ekowisata merupakan usaha dan kegiatan kepariwisataan yaitu dengan
penyelenggaraan perjalanan ke daerah-daerah lingkungan alam, disertai
kesadaran penuh tentang adanya tanggung jawab yang tinggi terhadap
pelestarian lingkungan alam dan peningkatan kesejahteraan penduduk
setempat.
5. Usaha jasa wisata adalah kegiatan usaha atau pekerjaan sampingan yang
dilakukan petani untuk memperoleh tambahan pendapatan di luar kegiatan
usahatani.
6. Perubahan Struktur Masyarakat merupakan berubahnya jalinan unsur-unsur
pokok dalam suatu kelompok manusia yang sedikit banyak mempunyai
kesatuan, tersusun dalam aktivitas kolektif
7. Perubahan Sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan
kebudayaan mencakup semua bagian yaitu kesenian, ilmu pengetahuan,
teknologi, pola-pola perilaku dan interaksi sosial, filsafat bahkan perubahan-
perubahan dalam bentuk serta aturan-aturan organisasional (Soekanto, 2001).
Antara perubahan sosial dan perubahan budaya sangat sulit untuk menemukan
garis pemisahnya, kedua gejala sosial itu dapat ditemukan hubungan timbal
balik sebagai sebab akibat.
8. Perkembangan pariwisata seringkali mampu mempengaruhi atau mampu
merubah tata kehidupan masyarakat di mana pariwisata tersebut
dikembangkan. Perubahan yang tampak jelas biasanya adalah perubahan pada
struktur ekonomi masyarakat, karena dengan adanya pengembangan pariwisata
ini masyarakat bisa memanfaatkan situasi tersebut untuk mencari rejeki
38
misalnya saja berjualan makanan dan minuman, cinderamata di lokasi wisata.
Dengan demikian akan terjadi suatu perubahan matapencaharian pada
masyarakat dari tani ke pariwisata.
9. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif,
analasis dalam penelitian ini berdasarkan kepada pendapat Miles dan
hubberman 1992 yang menjelaskan bahwa analisis terdiri dari tiga alur
kegiatan, yaitu reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan atau
verifikasi.
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penentuan metode penelitian ini diperlukan untuk membatasi teknik dan
prosedur penelitian. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
metode deskriptif kualitatif, dengan kata lain peneliti menganalisa dan
memaparkan keadaan secara sistematik, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta
yang bersifat subyektif yang diperoleh dari selama melakukan penelitian. Analisis
data dalam penelitian kualitatif bersifat induktif guna membangun suatu tema utuh
dari berbagai informasi yang utuh, dengan makna informasi yang didapatkan dari
informan bukan dari literatur atau penulis lain. Penelitian kualitatif juga dapat
melalui tahapan proses penelitian yang dapat berkembang sesuai dengan keadaan
di lapangan. Penelitian kualitatif dianalisis menggunakan perspektif teoritis
diawali dengan identifikasi permasalahan, bersifat penafsiran atau interpretasi dari
peneliti, sehingga menghasilkan pandangan menyeluruh berdasarkan kompleksitas
permasalahan penelitian (Bungin, 2001).
Jenis penelitian yang dipakai harus sesuai dengan rumusan masalah untuk
menghindari pembiasan dari penelitian. Karakteristik tersebut bisa digunakan
sebagai acuan dalam melakukan penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa
penelitian kualitatif pada dasarnya adalah memahami dan memaknai apa yang
terjadi pada individu, sebuah masyarakat, atau objek lain. Definisi tersebut
digunakan sebagai landasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif adalah
karena menurut Moleong (1996) penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Sehingga
penelitian kualitatif tepat digunakan dalam penelitian ini.
Penelitian ini menggambarkan keadaan sebenarnya yang terjadi pada
pariwisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang meliputi peluang usaha
dan kerja yang tumbuh karena adanya kegiatan pariwisata, bagaimana masyarakat
memanfaatkan peluang tersebut dan menganalisis faktor yang melatarbelakangi
dan menghambat ketelibatannya dalam kegiatan pariwisata, mengkaji sejauhmana
keterkaitan antara kegiatan pariwisata dengan aktivitas usahatani, serta
40
menganalisis perubahan struktur masyarakat baik dari segi sosial dan ekonomi
sebagai dampak dari kegiatan pariwisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
baik positif maupun negatif.
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif
dengan menggunakan pendekatan studi kasus, seperti yang diungkapkan Patton
bahwa kedalaman dan suatu metode kualitatif berasal dari sejumlah kecil studi
kasus. Menurut John W. Creswell studi kasus adalah penelitian dimana peneliti
menggali suatu fenomena tertentu (kasus) dalam waktu dan kegiatan (program,
even, institusi/kelompok sosial) serta mengumpulkan informasi secara terperinci
dan mendalam dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama
periode tertentu.
Tipe studi kasus yang digunakan adalah tipe penelitian yang bersifat
deskriptif. Penelitian deskriptif menggunakan data serta informasi yang
dimaksudkan untuk menggambarkan permasalahan secara sistematis, faktual, dan
aktual yang terjadi di lokasi penelitian. Penelitian deskriptif adalah penelitian
yang menggambarkan tentang situasi atau proses yang diteliti secara mendalam.
Sehingga tipe penelitian deskriptif ini akan dilakukan secara intensif, terperinci
dan mendalam terhadap permasalahan petani dan dampak yang diakibatkan oleh
aktivitas pariwisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dalam memberikan
peluang atau kesempatan kerja bagi petani untuk meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan keluarganya, hal ini dapat membantu peneliti dalam menjabarkan
penelitian yang dilakukan.
Alasan dari pemilihan desain penelitian studi kasus adalah
kondisi/keadaan petani di Desa Wonokitri yang mengalami kendala dalam
melakukan usahatani, akan tetapi setelah adanya pengembangan pariwisata Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru memberikan peluang usaha dan kerja untuk
petani sehingga bisa menjadi alternatif/tambahan pendapatan petani di luar sektor
pertanian. Sehingga diperlukan studi kasus terhadap kegiatan/aktivitas petani
apakah pariwisata berdampak pada perubahan sosial ekonomi masyarakat. Dalam
penelitian jenis ini peneliti ingin memahami suatu permasalahan atau situasi
Pariwisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dengan sangat mendalam dan
dapat mengidentifikasi kasus yang kaya informasi, detail dan secara holistik atau
41
menyeluruh. Penekanan kedalaman dan kerincian hasil penelitian diperoleh
melalui pengumpulan data dari berbagai sumber informasi, dengan berusaha
mengembangkan konsep dan menghimpun fakta dengan cermat tanpa melakukan
hipotesa, akan tetapi memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.
4.2 Metode Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) sesuai dengan tujuan
penelitian, yaitu di Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan,
Jawa Timur yang merupakan daerah sekitar kawasan lereng pegunungan Bromo
Tengger Semeru. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari tahun 2016
hingga selesai. Penelitian dilakukan di obyek wisata Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru dengan pertimbangan bahwa:
1. Lokasi tersebut merupakan obyek wisata handal yang sekaligus primadona
Jawa Timur sehingga dapat mendatangkan wisatawan baik wisatawan
Nusantara (Wisnus) maupun wisatawan Mancanegara (Wisman).
2. Di Lokasi tersebut selain untuk tujuan pariwisata, Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru berfungsi pula untuk: Penelitian, Pengembangan Ilmu
Pengetahuan, Pendidikan, Konservasi, dan Pembinaan Cinta Alam.
3. Lokasi menjadi tempat strategis untuk penelitian karena Desa Wonokitri
merupakan desa yang letaknya tertinggi sebelum menuju ke Gunung Bromo
dan posisinya sebagai pintu gerbang memasuki kawasan wisata Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru melalui Pasuruan dan Nongkojajar.
4. Penduduk di Desa Wonokitri mayoritas berprofesi sebagai petani, karena
adanya pengembangan ekowisata petani mulai terlibat menjadi pelaku dalam
penyediaan jasa/usaha di daerah pariwisata Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru.
5. Kegiatan pariwisata di Desa Wonokitri juga menjadi tulang punggung ekonomi
di wilayah Bromo Tengger selain bercocok tanam masyarakat banyak yang
memanfaatkan peluang usaha dan kerja di bidang pariwisata, baik usaha
penginapan atau homestay, usaha rumah makan (warung nasi), transportasi
(termasuk didalamnya ojek, penyewaan jeep/hard top), usaha perdagangan
(termasuk didalamnya pedagang asongan, pedagang makanan dan minuman,
42
penjual cinderamata seperi bunga edelweis), dan jasa (termasuk di dalamnya
jasa pemandu wisata, biro perjalanan, dan penyedia sewa jaket).
6. Perlunya penelitian ini adalah sebagai langkah awal mengetahui dampak
pariwisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru terhadap perubahan
struktur sosial dan ekonomi masyarakat sekitar, serta mengetahui sejauh mana
keterkaitan antara sektor pariwisata dengan usahatani di Desa Wonokitri dalam
upaya memanfaatkan peluang usaha dan kerja yang muncul karena adanya
kegiatan pariwisata di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, sehingga
peneliti merasa perlu untuk mengadakan penelitian di tempat ini guna melihat
dampak yang timbul akibat dari industri pariwisata tersebut dari segi
lingkungan, sosial budaya, juga ekonomi baik positif maupun negatif yang
nantinya peneliti dapat memberikan pandangan terhadap penelitian yang
dihasilkan dan saran bagi pihak terkait.
4.3 Metode Penentuan Informan
Pengambilan informan dalam penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling. Sampling yang purposif adalah sampel yang dipilih dengan
cermat sehingga relevan dengan desain penelitian. Sampling purposive dilakukan
dengan mengambil orang-orang yang benar-benar terpilih oleh peneliti menurut
ciri-ciri spesfifik yang dimiliki oleh sampel itu. Untuk itu sampel yang diambil
dari populasi harus betul-betul representatif/mewakili dan memenuhi persyaratan
sebagai “informan” yang dapat memberikan jawaban atas pertanyaan penelitian
sebanyak yang dianggap cukup memadai untuk memperoleh data penelitian.
Maksudnya, data dari sampel purposif tersebut dianggap sudah bisa
menggambarkan (menjawab) apa yang menjadi tujuan dan permasalahan
penelitian (Sugiyono, 2008).
Populasi untuk penelitian ini adalah petani hortikultura di Desa
Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan. Dalam penelitian ini
informan/responden termasuk ke dalam lapisan menengah kebawah dan lapisan
menengah keatas yang diklasifikasikan berdasarkan perspektif masyarakat lokal
seperti luas kepemilikan lahan, tingkat pendidikan, sistem penguasaan lahan,
kepemilikan ternak, dan profesi.
43
Metode purposive sampling diterapkan pada 30 orang/informan yang terdiri dari
petani dan petani yang terlibat sebagai pelaku usaha/kerja di kawasan wisata
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru baik dari kalangan menengah keatas
maupun menengah kebawah. Alasan dari penentuan informan pada petani ini
karena mewakili tujuan yang akan ditelititi, hal ini juga didasarkan pada
perspektif masyarakat lokal yang menentukan kategori petani berdasarkan lapisan
tertentu.
Peneliti akan membaur bersama masyarakat untuk mencari informan
dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk menggali informasi
mendalam mengenai adanya aktivitas pariwisata terhadap tersedianya peluang
usaha dan kerja yang ada di sekitar kawasan Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru di Desa Wonokitri, mencari informasi tentang dampak pariwisata Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru terhadap perubahan sosial ekonomi di daerah
tersebut. Disamping itu sebagai informasi pendukung peneliti juga menentukan
informan yang dipilih adalah orang yang mengetahui dan mengerti baik tentang
kebudayaaan dan lingkungannya, seperti aparat desa atau masyarakat lokal.
4.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
dengan kuisioner, wawancara, observasi, dokumentasi, dan studi kepustakaan.
a. Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan pengumpulan data dengan jalan tanya jawab
sepihak yang dilakukan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan
penelitian Menurut Sugiono (2011), wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari informan yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya sedikit atau kecil.
Teknik wawancara dilakukan secara mendalam (indepth interview)
yang telah dipersiapkan terlebih dahulu sesuai kajian penelitian terhadap
informan/responden yang telah dipilih sebelumnya. Wawancara dalam
penelitian ini dituntun dengan kuisioner namun hal-hal yang menarik dapat
44
dieksplorasi lebih lanjut sehingga diharapkan dapat menggali informasi yang
lengkap dan menyeluruh. Alasan peneliti menggunakan tipe wawancara semi
terstruktur adalah agar tercipta suasana santai dan tidak terlalu kaku antara
peneliti dengan informan saat wawancara berlangsung.
Dalam hal ini wawancara secara mendalam lebih diutamakan
dilakukan untuk mendapatkan keterangan dari informan/responden yang
dianggap mengerti tentang permasalahan yang menyangkut masalah penelitian.
Peneliti tidak perlu hanya terpaku pada skenario atau struktur wawancara,
tetapi lebih mengikuti alur percakapan dengan informan tanpa keluar dari fokus
permasalahan penelitian. Wawancara ini menuntun peneliti untuk memperoleh
informasi melalui informan mengenai kegiatan atau aktivitas pariwisata yang
terjadi di sekitar Desa Wonokitri, dan petani yang terlibat dalam penyedia
jasa/usaha wisata yang berkaitan dengan peran masing-masing pihak.
Peneliti akan mempertahankan kemurnian informasi dengan
menggunakan alat perekam dalam penggalian data. Selain untuk
mempertahankan kemurnian informasi, peneliti akan menggunakan hasil
rekaman wawancara yang sistematis untuk mendengarkan dengan seksama dan
berulang ulang sehingga informasi yang didapat lebih akurat dan peneliti juga
dimudahkan saat pengolahan data. Dalam hal ini informan kunci dan informan
pendukung cukup menentukan keberhasilan peneliti dalam mendapatkan data
dan informasi yang berkaitan dengan topik.
b. Pengamatan Partisipan (Participant Observation)
Observasi ialah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
gejala-gejala yang diteliti (Usman dan Akbar, 2006). Observasi menjadi salah
satu teknik pengumpulan data apabila sesuai dengan tujuan penelitian,
direncanakan dan dicatat secara sistematis, serta dapat dikontrol keandalannya
(realibilitas) dan validitasnya. Dalam menggunakan teknik observasi yang
terpenting adalah mengandalkan pengamatan dan ingatan peneliti.
Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah untuk
mengetahui dampak pariwisata TNBTS terhadap perubahan struktur sosial dan
ekonomi masyarakat di Desa Wonokitri. Adapun observasi pada penelitian ini
dilakukan dengan melihat pada kondisi di sekitar kawasan wisata Taman
45
Nasional Bromo-Tengger Semeru dan Kondisi usahatani masyarakat.
Pengamatan juga dilakukan untuk melihat kondisi keseluruhan obyek wisata
seperti kegiatan wisata, atraksi, dan keadaan masyarakat sekitar wisata di Desa
Wonokitri khususnya.
Observasi dilakukan secara langsung pada obyek penelitian seperti
daerah kawasan wisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, lahan
pertanian masyarakat Desa Wonokitri, dan Pos-pos jasa wisata. Peneliti juga
masuk ke dalam kegiatan/aktivitas masyarakat sekitar seperti kegiatan
usahatani dan usaha jasa wisata. Peneliti juga ikut membantu sedikit saat petani
sedang melakukan kegiatan di tegalnya. Sehingga peneliti berkesempatan
mengamati perilaku masyarakat saat melakukan kegiatan/aktivitas baik di
sektor pertanian maupun sektor pariwisata.
c. Dokumentasi
Ira (2011), studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data
yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian. Dokumen dapat
dibedakan menjadikan dokumen primer (dokumen yang ditulis oleh orang yang
langsung mengalami suatu peristiwa), dan dokumen sekunder (jika peristiwa
dilaporkan kepada orang lain yang selanjutnya ditulis orang) contohnya
biografi. Adapun dokumentasi pada penelitian ini dilakukan dengan cara
melihat arsip ataupun data di kantor desa maupun kantor kecamatan setempat
yang terkait data profil desa wonokitri dan pengelolaan wisata gunung bromo
baik berupa foto-foto atau arsip-arsip yang lainnya.
Metode pengumpulan data secara dokumenter dilakukan dengan
mengumpulkan dokumen-dokumen serta arsip seperti profil dan sejarah Taman
Nasional Bromo, kegiatan masyarakat setempat, data monografi penduduk,
dokumentasi berupa foto-foto yang bersangkutan dengan kegiatan wisata dan
pertanian, serta data-data yang berhubungan dengan penelitian, data yang telah
tersedia, baik dari arsip, internet, penelitian sebelumnya, dan sumber-sumber
lain yang mendukung. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang
mungkin tidak bisa diperoleh melalui wawancara dan sebagai informasi
tambahan yang bermanfaat untuk menambah hasil penelitian.
46
4.5 Metode Analisis dan Keabsahan Data
4.5.1. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan upaya mencari dan menata data secara sistematis
untuk mengingatkan tentang instrumen yang akan diteliti. Proses analisis data
dalam penelitian kualitatif dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul
dari berbagai sumber meliputi: wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan
dalam catatan lapang, gambar atau foto dan sumber pendukung lainnya.
Singkatnya analisa data merupakan suatu kegiatan pengolahan data agar menjadi
lebih sederhana, mudah dipahami dan dapat dipergunakan dalam pemecahan
masalah atau dapat dipergunakan untuk menggambarkan kondisi yang terjadi
secara jelas.
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode interaktif dengan
mengumpulkan data langsung dari petani di Desa Wonokitri dan metode
deskriptif kualitatif yaitu penggambaran fakta-fakta yang diperoleh di lapang
dalam bentuk ungkapan bahasa atau wacana melalui interpretasi yang tepat dan
sistematis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bungin (2003) bahwa metode
interaktif merupakan studi yang mendalam dengan menggunakan teknik
pengumpulan data secara langsung dari orang yang berada dalam lingkungan
alamiahnya. Analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang
pertama, kedua, dan ketiga adalah deskriptif kualitatif. Metode analisis deskriptif
kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan jenis penelitian
yaitu studi kasus.
Analisis deskriptif dengan pendekatan studi kasus dalam penelitian ini
digunakan untuk mendeskripsikan dampak pariwisata TNBTS terhadap perubahan
keadaan sosial ekonomi masyarakat di Desa Wonokitri. Analisis dalam penelitian
ini berdasarkan kepada pendapat Miles dan hubberman 1992 yang menjelaskan
bahwa analisis terdiri dari tiga alur kegiatan, yaitu:
a. Reduksi data, yaitu proses pemilihan/seleksi, pemusatan
perhatian/pemfokusan, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data-
data “kasar” yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Reduksi data
dilakukan terus-menerus selama kegiatan penelitian berlangsung. Lebih dari
sekedar itu sebenarnya reduksi data dilakukan sejak sebelum data benar-benar
47
terkumpul secara lengkap. Data yang berupa catatan lapang dikumpulkan
secara lengkap berupa data informasi perkembangan usahatani dan jasa wisata,
selanjutnya membuat kategori berdasarkan urutan perumusan masalah,
selanjutnya melakukan pengarsipan data yang disesuaikan dengan kegiatan
agar sewaktu-waktu peneliti lebih mudah ketika mencari data/catatan
tambahan, kemudian membuang data-data yang tidak diperlukan dan tidak
sesuai dengan perumusan masalah agar tidak melebar dari topik utama.
b. Penyajian data, yaitu data berupa sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Dengan penyajian data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang
sedang terjadi dan harus melakukan apa untuk analisis lebih lanjut suatu
tindakan, yang didasarkan atas pemecahan tersebut. Penyajian data dalam
penelitian ini berupa tabel, gambar, hasil wawancara dan data-data
dokumentasi lain yang mendukung. Dalam bentuk yang sederhana penyajian
data merupakan uraian deskriptif yang merupakan kumpulan dari sejumlah
data yang diperoleh peneliti, dan siap untuk dianalisis serta diinterpretasikan
pada kesimpulan-kesimpulan, sesuai judul penelitian “Dampak Aktivitas
Pariwisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Terhadap Perubahan
Sosial Ekonomi Masyarakat”. Dapat berupa sitasi/penulisan kembali yang
berisi keterangan asli dari informan/responden terkait dalam kegiatan pertanian
maupun penyedia jasa/usaha wisata, dan skema yang menjelaskan hubungan
usahatani dan jasa wisata.
c. Menarik kesimpulan atau verifikasi, yaitu kegiatan menyimpulkan makna-
makna yang muncul dari data yang harus diuji kebenarannya, kekokohannya,
dan kecocokannya. Kemudian data yang telah disimpulkan harus diverifikasi,
maksudnya dicari data untuk menguji keabsahan atau validitas baru.
Ketuntasan dalam jawaban terhadap perumusan masalah, dapat diketahui
jika petani memanfaatkan peluang usaha dan kerja akibat adanya aktivitas
pariwisata, terdapat perubahan pada kehidupan sosial ekonomi petani setelah
terlibat dalam jasa wisata, juga kecenderungan pada lapisan tertentu terhadap
profesi yang ditekuni pada masing-masing lapisan, yang terakhir adalah
48
ditemukannya kecenderungan pada lapisan masyarakat tertentu yang memiliki
hubungan antara kegiatan/aktivitas jasa wisata dan pengelolaan usahatani.
Tiga komponen tersebut aktifitasnya berbentuk interaksi dengan proses
pengumpulan data berbentuk siklus. Dalam bentuk ini peneliti tetap bergerak
diantara ketiga komponen pengumpulan data selama proses pengumpulan data
berlangsung. Sesudah pengumpulan data kemudian bergerak diantara data
reduksi, sajian data dan penarikan kesimpulan. Untuk lebih jelasnya, proses
analisis model interaktif dapat dilihat pada bagan dibawah ini
Gambar 3. Model Analisis Data Kualitatif (Miles danHuberman, 1992)
4.5.2. Keabsahan Data
Stake (1995) menyatakan bahwa suatu studi kasus memerlukan verifikasi
yang ekstensif melalui triangulasi dan member check. Stake menyarankan
triangulasi informasi yaitu mencari pemusatan informasi yang berhubungan secara
langsung pada “kondisi data” dalam mengembangkan suatu studi kasus.
Triangulasi membantu peneliti untuk memeriksa keabsahan data melalui
pengecekan dan pembandingan terhadap data. Untuk member check, Stake
merekomendasikan peneliti untuk melakukan pengecekan kepada anggota yang
terlibat dalam penelitian studi kasus ini dan mewakili rekan-rekan mereka untuk
memberikan reaksi dari dari segi pandangan dan situasi mereka sendiri terhadap
data yang telah diorganisasikan oleh peneliti. Hal ini dapat dicapai dengan:
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang
dikatakan secara pribadi.
c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian
dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.
Pengumpulan Data
Reduksi Data Penarikan
Kesimpulan atau
Verifikasi
Penyajian Data
49
d. Membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan
pandangan orang.
e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian
5.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif
Desa Wonokitri merupakan salah satu diantara delapan desa yang berada
di bawah pemerintahan Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan. Desa lain yang
termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Tosari antara lain Desa
Kandangan, Mororejo, Ngadiwono, Podokoyo, Tosari, Baledono dan Sedaeng.
Desa Wonokitri merupakan desa yang letaknya tertinggi sebelum menuju ke
Gunung Bromo dengan ketinggian 2.900 mdpl dan posisi sebagai pintu gerbang
memasuki kawasan wisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS)
melalui Pasuruan dan Nongkojajar, oleh karena itu Desa Wonokitri termasuk
wilayah “Lereng Atas”. Wilayah Tengger merupakan salah satu dari kompleks
pegunungan, yang terdiri dari 120 Gunung dan membentuk tulang punggung
Timur-Barat Pulau Jawa. Wilayah Pegunungan Tengger ini dibagi ke dalam empat
wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo,
Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang (Yuliati, 2011). Jarak dari Ibu Kota
Provinsi Jawa Timur sekitar 126 km dengan aksesibilitas jalannya cukup mudah
dilalui sehingga mempengaruhi kosmopolitan penduduknya. Kondisi suhu yang
ada di Desa Wonokitri sangat dingin berkisar 8oc
- 20
oc serta curah hujan rata-
ratanya berkisar 2.200 mm, sehingga kondisi geografis ini sangat cocok untuk
budidaya tanaman hortikultura.
Luas keseluruhan wilayah Desa Wonokitri adalah 1.120,295 Ha (Kantor
Desa Wonokitri, 2014). Batas-batas administratif wilayah Desa Wonokitri, antara
lain:
1. Sebelah Utara : Desa Sedaeng, Kecamatan Tosari
2. Sebelah Selatan : Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
3. Sebelah Barat : Desa Tosari, Kecamatan Tosari; dan
4. Sebelah Timur : Desa Keduwung, Kecamatan Puspo
51
Lokasi daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar ini diambil
menggunakan aplikasi Google Earth pada tanggal 4 September 2014 dengan jarak
pandang sekitar 11.408 ke bumi.
Gambar 4. Lokasi Penelitian di Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten
Pasuruan, Jawa Timur
Sumber : Google Earth, 2014
Desa Wonokitri berdasarkan status administrasinya dibagi menjadi dua
dusun, yaitu Dusun Wonokitri dan Dusun Sanggar yang terdiri dari 26 Rukun
Tetangga (RT) dan 5 Rukun Warga (RW). Pada Dusun Wonokitri terbagi menjadi
3 RW dan pada Dusun Sanggar terdapat 2 RW.
5.1.2 Kondisi Topografi
Desa Wonokitri berada di pegunungan Tengger dengan topografi bentang
alam datar sampai berombak (20%), berombak sampai berbukit (40%) dan
berbukit hingga bergunung (40%) dengan ketinggian antara 1700-2900 mdpl.
Desa Wonokitri memiliki wilayah yang sebagian besar berupa lereng dengan
kemiringan yang curam berkisar antara 45o hingga hampir mencapai 90
o (>50%)
(Kantor Desa Wonokitri, 2014). Wilayah Desa Wonokitri yang sebagian besar
memiliki kemiringan yang curam ini menyebabkan Desa Wonokitri rawan akan
bencana tanah longsor. Kondisi topografi tersebut akan mempengaruhi terhadap
suhu, kelembaban, cahaya, serta kondisi tanah di suatu daerah. Selain itu,
topografi juga dapat mempengaruhi terhadap penyebaran makhluk hidup.
52
Penggunaan lahan yang dilakukan di Desa Wonokitri berupa tegal/ladang. Ladang
atau tegal merupakan tanah yang menjadi sumber mata pencaharian utama yang
dibuat dalam bentuk terasering atau “pemetakan”. Sedangkan lahan yang
topografinya agak datar cukup dibuat petak-petakan yang terdiri dari guludan,
kalen, dan gelengan yang berfungsi sebagai pembatas antara petak satu dengan
yang lainnya dan berfungsi sebagai penahan air, longsoran dan jalan setapak.
5.1.3 Kondisi Hidrologi
Kondisi hidrologi atau pengairan di Desa Wonokitri berupa sumber mata
air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air penduduk. Kebutuhan air di
Desa Wonokitri baik untuk air irigasi ladang/ tegalan dan kebutuhan penduduk
sehari-hari berasal dari sumber mata air, yaitu sumber mata air Tangor,
Gelangsari, Ngerong, Krecek, Muntur serta Blok Dengklik. Sistem distribusi air
dari sumber mata air ke rumah-rumah penduduk menggunakan sistem perpipaan
atau paralon. Di Desa Wonokitri terdapat beberapa sungai yaitu Jurang Sari,
Banyu Gede, Curing, serta Kucur, namun karena sungai-sungai yang ada tersebut
umumnya kering/tidak ada airnya, sehingga tidak dapat digunakan untuk mengairi
ladang/tegalan milik warga. Beberapa sungai tersebut hanya berfungsi sebagai
saluran pembuangan air dari rumah tangga.
5.2 Keadaan Penduduk Daerah Penelitian
5.2.1 Keadaan Penduduk Desa Wonokitri Berdasarkan Jenis Kelamin
Kombinasi jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin yang ada di Desa
Wonokitri sebanyak 3031 jiwa. Perbedaan jumlah antara kaum laki-laki dan
perempuan nantinya menjadi pembagi dalam suatu pekerjaan, dimana apabila
kaum perempuan lebih banyak daripada laki-laki maka tidak heran apabila
pekerjaan yang seharusnya dikerjakan penuh oleh kaum laki-laki, bisa juga
dikerjakan oleh kaum perempuan.
Penyebaran jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel
1, sebagai berikut.
53
Tabel 1. Keadaan Penduduk Desa Wonokitri Berdasarkan Jenis Kelamin, tahun
2014
No. Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1. Laki-laki 1497 49,39
2. Perempuan 1534 50,61
Jumlah 3031 100,00
Sumber : Kantor Desa Wonokitri, 2014
Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk berjenis
kelamin perempuan lebih banyak daripada jumlah penduduk berjenis kelamin
laki-laki. Selisih jumlah penduduk perempuan dan laki-laki sebanyak 37 jiwa atau
1,23 persen. Hal ini pada kenyataannya memang sangat berpengaruh terhadap
usahatani yang ada di Desa Wonokitri, hampir semua kaum perempuan
menghabiskan waktunya untuk bekerja sebagai petani di lahan. Berbeda dengan
kaum laki-laki yang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk pekerjaan
sampingannya selain menjadi petani seperti menjadi tukang, pencari rumput atau
pakan ternak, penebang pohon dan terlibat dalam jasa wisata lainnya. Namun pada
umumnya dalam mengelolah pembiayaan usahataninya, kaum laki-laki masih
memegang peranan utama karena dalam pengambilan keputusan kaum laki-laki
dinilai lebih berani dan tepat.
5.2.2 Keadaan Penduduk Desa Wonokitri Berdasarkan Kelompok Umur
Kondisi penduduk berdasarkan kelompok umur merupakan salah satu
persentase penyebaran penduduk dan tingkat kepadatannya yang ada di Desa
Wonokitri. Keadaan penduduk berdasarkan kelompok umur yang ada di Desa
Wonokitri dapat dilihat pada Tabel 2, sebagai berikut :
Tabel 2. Keadaan Penduduk Desa Wonokitri Berdasarkan Kelompok Umur, tahun
2014
No. Kelompok Umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1. 0 - 5 80 2,64
2. 6 – 8 279 9,20
3. 9 – 14 963 31,78
4. 15 – 60 1.208 39,86
5. 61 keatas 501 16,52
Jumlah 3031 100,00
Sumber : Kantor Desa Wonokitri, 2014
Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa penduduk di Desa Wonokitri
paling banyak yang interval berumur 15-60 tahun sebanyak 39,86 persen atau
54
1.208 jiwa. Persentase tertinggi ini sudah bisa dikatakan masyarakat di Desa
Wonokitri sebagian besar sudah siap bekerja menjadi petani yang memang
menjadi pekerjaan utamanya, baik laki-laki atau perempuan dan termasuk ke
dalam kategori umur produktif. Hal ini dikarenakan rata-rata hasil survei, umur 15
tahun atau tamat SMP/Sederajat masyarakat memilih tidak melanjutkan ke
SMA/Sederajat dan lebih memilih untuk bekerja di ladang/tegal.
5.2.3 Keadaan Penduduk Desa Wonokitri Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan
pembangunan di suatu wilayah yang akan sangat mempengaruhi perkembangan
kuantitas dan kualitas penduduknya, karena dalam sautu pembangunan itu
diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dalam segala hal. Dari
sini dapat dilihat betapa pentingnya pendidikan, tetapi tidak semua manusia dapat
mengenyam pendidikan, hal ini dikarenakan rendahnya kemampuan ekonomi
masyarakat. Masyarakat yang ekonominya tidak mampu maka sulit untuk
mendapatkan pendidikan. Selain itu, fasilitas sarana prasarana sekolah yang ada di
Desa Wonokitri hanya sampai tingkat SMP, sehingga butuh biaya transportasi
nantinya jika sekolah SMA ke Tosari. Parameter penduduk yang memiliki tingkat
pendidikan tinggi akan lebih kreatif dan mudah mengadopsi inovasi yang ada
demi pengembangan ilmu pengetahuan dan rasa ingin terus lebih maju. Keadaan
penduduk Desa Wonokitri berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada
Tabel 3, sebagai berikut :
Tabel 3. Keadaan Penduduk Desa Wonokitri Berdasarkan Tingkat Pendidikan,
tahun 2014
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1. Tamat SD 325 28,95
2. Tamat SMP/ Sederajat 702 62,51
3. Tamat SMA/ Sederajat 89 7,92
4. Perguruan Tinggi 7 0,62
Jumlah 1.123 100,00
Sumber : Kantor Desa Wonokitri, 2014
Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa sebanyak 1123 jiwa telah
menempuh pendidikan secara formal. Tingkat pendidikan para penduduk Desa
Wonokitri paling banyak ditempuh adalah pendidikan SMP/ Sederajat yaitu
sebanyak 62,51 persen atau 702 jiwa. Sedangkan penduduk yang memiliki
55
pendidikan sampai ke perguruan tinggi hanya 0,62 persen atau 7 jiwa. Jadi bisa
disimpulkan masyarakat di Desa Wonokitri sebagian besar hanya menempuh
jenjang pendidikan hingga SMP. Hal ini dikarenakan fasilitas sarana dan
prasarana sekolah yang ada hanya sampai tingkat SMP/ Sederajat dan jika
meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu SMA/ Sederajat harus ke
Kecamatan Tosari yang jaraknya ± 3 km dari Desa Wonokitri. Selain itu
kebanyakan penduduk Desa Wonokitri lebih memilih untuk bekerja sebagai petani
secara turun-temurun, dan terlibat aktif dalam penyedia jasa/usaha wisata seperti
menjadi tukang ojek, supir jeep, penjual bunga, maupun berdagang di sekitar
pananjakan Bromo.
5.2.4 Keadaan Penduduk Desa Wonokitri Berdasarkan Mata Pencaharian
Penduduk Desa Wonokitri bekerja di berbagai sektor guna memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Keadaan penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat
dilihat pada Tabel 4, sebagai berikut :
Tabel 4. Keadaan Penduduk Desa Wonokitri Berdasarkan Mata Pencaharian,
tahun 2014
No. Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1. Petani Pemilik 647 63,99
2. Petani Penggarap 150 14,84
3. Buruh Tani 155 15,34
4. PNS/ABRI 2 0,19
5. Pedagang/Perancangan/Toko/Warung 25 2,48
6. Usaha Jasa 2 0,19
7. Tukang Batu/Kayu 30 2,97
Jumlah 1011 100,00
Sumber : Kantor Desa Wonokitri, 2014
Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa 63,99 persen atau sebanyak
647 jiwa penduduk Desa Wonokitri bekerja pada sektor pertanian yaitu sebagai
petani pemilik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mata pencaharian dalam
sektor pertanian masih memegang peranan utama bagi masyarakat di Desa
Wonokitri dalam mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
5.2.5. Keadaan Penduduk berdasarkan Keyakinan Agama
Terkait dengan agama yang dianut oleh masyarakat Tengger Desa
Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, mayoritas beragama Hindu.
Agama Hindu yang diyakini oleh masyarakat Desa Wonokitri adalah Hindu
56
Tengger. Dari keseluruhan penduduk Desa Wonokitri, 98% beragama Hindu dan
sisanya adalah beragama Islam. Dapat dikatakan hampir keseluruhan penduduk
Desa Wonokitri beragama Hindu Tengger. Agama Hindu Tengger sangat kuat,
dikarenakan peninggalan-peninggalan leluhur dan kawasan kramat yang diyakini
oleh masyarakat Tengger suatu amanah yang tidak bisa ditinggalkan. Keyakinan
terhadap agama Hindu Tengger mengantarkan kondisi masyarakat Tengger di
Desa Wonokitri sebagai makhluk yang taat pada agama dan egaliter/bersifat sama
sampai saat ini.
5.3 Pembahasan Penelitian
5.3.1 Karakteristik Responden
Petani di desa Wonokitri baik yang terlibat maupun yang tidak terlibat
dalam aktivitas pariwisata sebagai penyedia jasa/usaha memiliki karakteristik
tertentu yang melekat pada dirinya dan keluarganya. Adapun karakteristik yang
akan diuraikan di bawah ini adalah umur petani, tingkat pendidikan, luas lahan
garapan, dan memiliki hubungan atau tidak dengan biro wisata. Masing-masing
karakteristik tersebut akan diuraikan di bawah ini.
5.3.1.1 Petani Sampel Menurut Golongan Umur
Sebaran petani sampel menurut golongan umur baik pada petani yang
terlibat dalam aktivitas jasa wisata dan yang tidak dapat diikuti pada tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Petani Sampel Menurut Golongan Umur di Desa Wonokitri, 2016
Golongan Umur Petani (tahun) Jumlah(org) Persentase(%)
≤ 30 6 20,00
31-40 11 36,67
41-50 9 30,00
≥ 51 4 13,33
Jumlah 30 100,00
Sumber : Data Primer Diolah, 2016
Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa sebagian besar 36,7 % petani sampel
termasuk pada golongan umur 31-40 tahun, kemudian diikuti oleh petani yang
termasuk pada golongan umur 41-50 tahun, yaitu sebesar 30 %. Petani sampel
terkecil adalah yang tergolong pada umur ≥51 tahun, yaitu sebesar 13,3 % persen.
57
5.3.1.2 Petani Sampel Menurut Tingkat Pendidikan
Pada karakteristik petani menurut tingkat pendidikan dapat diikuti pada
tabel 6 dibawah ini.
Tabel 6. Jumlah Petani Sampel Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Wonokitri,
2016
Tingkat Pendidikan
formal Petani
Jumlah(org) Persentase(%)
SD 20 66,67
SMP 5 16,67
SMA 4 13,33
>SMA 1 3,33
Jumlah 30 100,00
Sumber : Data Primer Diolah, 2016
Dari tabel 6 dapat diketahui bahwa petani sampel dengan tingkat
pendidikan formal SD memliki jumlah tertinggi sebanyak 20 orang dengan
persentase sebesar 66,7 persen dari total 30 orang petani sampel. Sedangkan
jumlah terendah terdapat pada petani sampel dengan tingkat pendidikan diatas
SMA sebanyak 1 orang dengan persentase sebesar 3,33 persen dari total 30 orang
petani sampel.
5.3.1.3 Petani Sampel Menurut Luas Lahan Garapan
Sebaran petani sampel menurut golongan luas lahan garapan petani
sampel yang terlibat dalam aktivitas jasa wisata dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Jumlah Petani Sampel Menurut Golongan Luas Lahan Garapan di Desa
Wonokitri, 2016
Golongan Luas Lahan
Garapan (ha)
Jumlah(org) Persentase(%)
˂1,00 11 36,67
1,00-2,00 9 30,00
˃2,00 10 33,33
Jumlah 30 100,00
Sumber : Data Primer Diolah, 2016
Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa petani sampel dengan golongan luas
lahan garapan sebesar kurang dari 1,00 Ha memiliki jumlah tertinggi sebesar 11
orang dengan persentase sebesar 36,7 persen dari total 30 orang petani sampel.
Sedangkan jumlah terendah terdapat pada petani sampel dengan golongan luas
58
lahan garapan seluas diatas 2 Ha sejumlah 10 orang dengan persentase sebesar
33,33 persen dari total 30 orang petani sampel.
5.3.1.4 Petani Sampel Menurut Pemilikan Hubungan Dengan Biro Wisata
Pada karakteristik petani yang memiliki hubungan atau tidak dengan biro
wisata oleh petani sampel dapat diikuti pada tabel 8 dibawah ini.
Tabel 8. Jumlah Petani Sampel Menurut Memiliki Hubungan atau tidak dengan
Biro Wisata di Desa Wonokitri, 2016
Pemilikan Hubungan
dengan Biro Wisata
Jumlah(org) Persentase(%)
Punya 9 30,00
Tidak Punya 21 70,00
Jumlah 30 100,00
Sumber : Data Primer Diolah, 2016
Pada tabel 8 dapat diketahui bahwa petani sampel yang tidak memiliki
pemilikan dengan biro wisata memiliki jumlah tertinggi sebesar 21 orang dengan
persentase sebesar 70 persen dari total 30 orang petani sampel. Sedangkan jumlah
terendah terdapat pada petani sampel yang mempunyai pemilikan dengan biro
wisata yang berjumlah 9 orang dengan persentase sebesar 30 persen dari total 30
orang petani sampel.
5.3.1.5 Profil Responden dan Indikator Lapisan Masyarakat Desa Wonokitri
Soekanto (1990) menjelaskan bahwa stratifikasi sosial merupakan
pembedaan posisi seseorang atau suatu kelompok dalam kedudukan yang
berbeda-beda secara vertikal. Stratifikasi sosial merupakan pembedaan anggota
masyarakat berdasarkan status yang dimilikinya. Ukuran yang biasa digunakan
untuk menggolongkan anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah, ukuran
kekayaan, dimana lapisan teratas biasanya yang memiliki kekayaan yang paling
banyak, kekayaan disini bisa berbentuk rumah, kendaraan dan pakaian, ukuran
kekuasaan, lapisan teratas adalah yang paling memiliki kekuasaan atau wewenang
terbesar, ukuran kehormatan, dimana orang-orang yang paling dihormati dan
disegani berada di lapisan teratas, dan ukuran ilmu pengetahuan, dipakai oleh
masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Sistem pelapisan masyarakat
dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat itu,
meskipun adapula yang sengaja disusun untuk mengejar tujuan bersama. Hal-hal
yang biasa menjadi alasan terbentuknya lapisan masyarakat menurut Soekanto
59
(1990) adalah kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian keanggotaan kerabat
seorang kepala masyarakat dan harta dalam batas-batas tertentu.
Hasil dari pengamatan dan wawancara di lapang dengan informan untuk
pelapisan petani berdasarkan perspektif masyarakat lokal, setidaknya telah
diketahui ciri yang identik pada masing-masing lapisan jika dilihat dari sudut
pandang pekerjaan sampingan atau usaha di bidang wisata, dan kepemilikan luas
lahan petani/kekayaan yang dimiliki (tabel 9).
Tabel 9. Profil Responden berdasarkan Lapisan Masyarakat Desa Wonokitri
No Nama Pekerjaan Luas Lahan
(Ha)
Utama Sampingan
Petani Lapisan Menengah Keatas
1 Suwoko Petani Homestay+ Pemilik Jeep 3.00
2 Supayadi Petani+Dukun adat Sewa Jeep 3.00
3 Syukur Petani Supir Jeep+Pemilik 2.50
4 Sunoto Petani Supir Jeep+Pemilik 2.00
5 Suryadi Petani Homestay+Sewa jeep+Warung 8.00
6 Suerno Petani Homestay +Sewa Jeep 4.00
7 Ponadi Petani Homestay 2.00
8 Ogak Petani Ojek+Kibir 2.00
9 Sadiun Petani - 1.75
10 Pujiono Petani - 2.50
11 Mistono Petani - 5.00
12 Seneli Petani - 3.00
13 Suryadi Petani - 2.25
14 Hadi Petani Sekertaris Desa 1.5
15 Suyaman Petani Warung+Jual Bunga+Sewa Jaket 2
Petani Lapisan Menengah Kebawah
16 Junaidi Petani Supir Jeep 1.00
17 Sugiandro Petani Supir Jeep+Pemilik 1.00
18 Sumarno PNS Homestay+Persewaan Jeep 0.50
19 Ito Petani Ojek+Jual Souvenir 0.50
20 Sugiono Petani Ojek+Jual Souvenir 0.25
21 Mariyono Petani Pedagang Asongan 1.00
22 Irmawati Petani Pedagang Asongan 1.00
23 Margono Petani Pedagang Asongan 0.25
24 Mawanto Petani Jual bunga+Kibir+Sewa Jaket 0.25
25 Siadi Petani Jual bunga+Kibir+Sewa Jaket 0.25
26 Ian Petani Jual bunga+Kibir+Sewa Jaket 0..25
27 Piyati Petani Warung Makan 0.25
28 Siamat Petani Warung Makan 0.50
29 Sugiyono Petani Ojek+Jual Bunga+Jual Souvenir 0.25
30 Brahma Petani Supir Jeep+Ojek 0.50
Sumber Data Primer 2016
Dari data diatas, menunjukkan bahwa petani yang berada pada lapisan
bawah memiliki luas lahan tidak lebih dari 1,50 Hektar. Untuk lapisan atas petani
memiliki luas lahan diatas 1,50 Hektar, adapun yang memiliki luas lahan terbesar
60
yaitu 8,0 Ha dan yang terkecil adalah 0,25 Ha. Data tersebut tentunya bukan atas
dasar pengukuran dan pengamatan langsung di lapang, akan tetapi atas keterangan
langsung yang disampaikan oleh informan berdasarkan perspektif masyarakat
setempat. Selain luas lahan kriteria yang membedakan masing-masing lapisan
masyarakat yaitu Masyarakat Lapisan Menengah Keatas memiliki ciri-ciri seperti
kepemilkan lahan lebih dari 1,5 Ha, tingkat pendidikan tinggi (mampu
menyekolahkan anak hingga jenjang SMA/Kuliah, memiliki aset modal untuk
usahatani, memiliki ternak lebih dari 5 ekor, dan multiprofesi, sedangkan
Masyarakat Lapisan Menengah Kebawah yaitu kepemilikan lahan sempit atau
kurang dari 1,5 Ha, tingkat pendidikan rendah, aset modal usahatani terbatas,
kepemilikan ternak kurang dari 5 ekor, dan profesinya terbatas karena
keterbatasan modal atau aset untuk melakukan usaha atau kerja.
Selain luas lahan, karakteristik yang membedakan masing-masing lapisan
masyarakat yaitu pekerjaan sampingan yang ditekuni. Dari data tersebut
menunjukkan, bahwa pada lapisan menengah keatas cenderung dari petani yang
memiliki pekerjaan sampingan sebagai penyedia/pemilik Jeep dan home stay,
untuk lapisan menengah kebawah kebanyakan dari petani memiliki usaha warung
sebagai usaha sampingan, dan petani yang pada lapisan bawah kebanyakan
memiliki profesi sampingan sebagai jasa ojek, kibir, jual bunga dan pedagang
asongan. Penentuan lapisan masyarakat yang tergolong lapisan atas dan bawah,
tentunya berangkat dari perspektif masyarat lokal Desa Wonokitri, Kecamatan
Tosari, Kabupaten Pasuruan terhadap aset-aset yang dimiliki warga disekitarnya
berdasarkan indikator-indikator menurut masyarakat Desa Wonokitri. Indikator
tersebut muncul, karena atas dasar kesamaan informan dalam menjelaskan ukuran
dan parameter masyarakat yang tergolong mampu/cukup dan biasa/kurang
mampu.
5.3.2 Bentuk Pemanfaatan Peluang Usaha dan Kerja
Peluang usaha dan kerja yang tumbuh sebagai dampak adanya
pengembangan pariwisata di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru bila dilihat
berdasarkan jenis kegiatan, yaitu terdiri dari kegiatan usaha homestay, pedagang
asongan, warung makan, transportasi dan jasa. Dari 30 Responden yang
61
diwawancarai beberapa petani yang terlibat dalam penyedia jasa/usaha wisata
terdapat 25 responden, 5 responden merupakan petani murni yang tidak terlibat
dalam kegiatan/aktivitas wisata TNBTS. Dari 30 Responden yang diwawancarai
terdapat 42 persen responden yang termasuk ke dalam sektor jasa, 22 persen
termasuk ke dalam sektor pedagang, 13 persen termasuk ke dalam sektor
transportasi, 13 persen termasuk ke dalam sektor homestay dan 10 persen yang
termasuk dalam sektor warung makan. Persentase responden yang berusaha dan
bekerja di sektor pariwisata menurut jenis kegiatan di kawasan Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru ditunjukkan pada gambar 5.
Gambar 5. Persentase Responden yang Berusaha dan Bekerja di Sektor Pariwisata
Menurut Jenis Kegiatan di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Tahun 2016.
Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan beberapa peluang usaha dan
kerja di luar sektor pertanian yang tersedia dan dimanfaatkan oleh petani akibat
dampak dari kegiatan/aktivitas pariwisata di Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru, diantaranya adalah:
1. Sektor jasa
Sektor Jasa dan pedagang merupakan sektor yang cukup dominan
dalam memanfaatkan peluang usaha dan kerja pariwisata di Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru. Peningkatan pertumbuhan usaha yang paling terlihat
drastis adalah pada usaha jasa persewaaan kendaraan jeep. Salah satu yang
menjadi daya tarik kawasa wisata TNBTS adalah ekosistem lautan pasir atau
sering disebut „pasir berbisik‟. Lautan pasir menjadi medan yang harus dilalui
oleh pengunjung menuju Gunung Bromo, oleh karena itu perlu sarana
transportasi yang menunjang dan memudahkan pengunjung untuk melalui
medan lautan pasir tersebut.
Pada tahun 2005 pengunjung mulai ramai dan menggunakan jasa mobil
jeep sebagai alat transportasi menuju kawasan wisata TNBTS. Hingga saat ini
sering terjadi kemacetan saat musim liburan, terutama di simpangan dingklik.
Jasa
42% Pedagang
22% Transport
13%
Homestay
13% Warung
Makan
10%
62
Paguyuban Jeep telah berdiri lama di Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari,
Kabupaten Pasuruan bertujuan untuk memberikan fasilitas sarana transportasi
bagi para pengunjung melintasi beberapa objek wisata yang menarik untuk
dikunjungi. Melewati medan lautan pasir menggunakan sarana transportasi
Jeep menjadi kepuasan tersendiri bagi wisatawan pengguna Jeep, yang banyak
diminati oleh pengunjung sehingga pelaku jasa Persewaan Jeep menjadi
sasaran utama bagi pengunjung untuk menggunakan jasanya. Pelaku jasa ini
tidak pernah sepi pelanggan, terlebih lagi pada hari libur/hari besar yang
menghabiskan persediaan armada Jeep di hari itu, sehingga paguyuban jasa
Jeep semakin berkembang seiring dengan pertumbuhan jumlah
pengunjung/wisatawan di kawasan wisata Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru.
Fenomena penduduk lokal Desa Wonkitri yang mengikuti
perkembangan Pariwisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
mempengaruhi keadaan psikologis petani, beberapa orang yang termasuk
dalam petani lapisan menengah ke bawah mulai “ikut-ikutan” membeli mobil
jeep padahal petani tidak memiliki cukup uang untuk membelinya dan terlibat
hutang dengan pihak bank yang membelitnya dengan bunga yang cukup tinggi.
Hal ini disampaikan oleh salah satu informan yang merupakan Sekertaris Desa
Wonokitri, kutipannya sebagai berikut:
“Penyempitan lahan yang terjadi setiap tahun yang diakibatkan
oleh pembagian lahan warisan yang semakin sedikit, sehingga
dengan lahan yang sempit dan biaya usahatani yang semakin mahal,
maka banyak petani yang memiliki lahan sempit beralih untuk
membeli mobil jeep untuk membiayai kehidupan keluarganya,
karena dengan memiliki mobil jeep maka mereka dapat terlibat
dalam penyedia jasa wisata dan memperoleh upah tiap hari,
dibandingkan dengan melakukan usahatani yang pendapatannnya
diperoleh setelah 1 kali musim tanam yaitu selama 4 bulan pada
saat panen kentang. Hal demikian menyusahkan pihak perangkat
desa seperti saya dalam membagikan bantuan dari pemerintah,
karena menurut data mereka termasuk dalam golongan kurang
mampu tetapi pada saat di survey mereka memiliki mobil jeep
sehingga termasuk ke dalam golongan mampu dan tidak
memperoleh bantuan padahal mereka terlibat hutang.” (Hadi, 26
tahun).
Kunjungan wisatawan yang meningkat membuat masyarakat setempat
berinisiatif untuk membeli kendaraan berjenis jeep ini. Pada era milenia saat ini
banyak wisatawan baik wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara
mengabadikan momen wisata dengan penggunaan gadget, hal ini berimplikasi
pada keinginan wisatawan untuk menyewa jasa jeep selain sebagai alat
transportasi juga sebagai alat pendukung atau properti untuk mengabadikan
63
momen dalam bentuk foto yang nantinya akan disimpan atau dibagikan dalam
media sosial. Hal ini juga dimanfaatkan sebagai pengusaha jeep dalam
mempromosikan jasa persewaan jeepnya. Tarif penyewaan jeep satu kali jalan
ke pananjakan seharga Rp. 600.000. Selain persewaan jeep beberapa
masyarakat dengan keterbatasan modal juga menyediakan sewa alat untuk
tahan cuaca dingin, seperti sewa jaket, topi, dan syal.
2. Pedagang
Selain usaha jasa penyewaan jeep, usaha yang tumbuh di kawasan
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah pedagang asongan dan penjual
bunga. Pedagang asongan umumnya menjual berbagai macam makanan dan
minuman hangat seperti kopi, teh, rokok, air mineral, mi instan, bakso dan
aneka jajanan ringan lainnya. Kebanyakan pedagang tersebut berjualan di
daerah Pananjakan, Simpangan Dingklik, kawasan ekosistem pasir Pura Punten
yang berhadapan dengan Gunung Batok, Kawah Bromo dan titik terminal jeep
Wonokitri yang merupakan lokasi strategis dan mudah dijangkau oleh para
wisatawan. Pada low season atau hari-hari biasa yaitu senin sampai jumat
hanya ada 1 hingga 2 pedagang yang berjualan di kawasan pasir gunung
bromo, sedangkan pada peak season yaitu pada hari libur seperti hari raya atau
pada hari sabtu dan minggu merupakan hari yang ramai pengunjung sehingga
cukup banyak pedagang asongan yang berkeliling menjual dagangannya.
Banyaknya wisatawan yang berkunjung kerap menginginkan oleh-oleh
untuk dibawa pulang, sehingga banyak pedagang yang menjual souvenir
seperti bunga edelweis yang merupakan bunga sepanjang masa dan banyak
sekali diminati oleh wisatawan. Sebelumnya petani mendapatkan bunga dari
kawasan hutan lindung, seiring dengan semakin langkanya tanaman ini
sehingga petani tidak boleh lagi mengambil bunga dari kawasan hutan lindung,
pihak pengelola TNBTS telah menyediakan lahan khusus untuk budidaya
edelweis. Hal ini seperti yang dituturkan oleh responden saat kegiatan
wawancara:
“Penjualan bunga langka atau edelweis sudah menjadi perhatian
oleh kapolsek setempat, beberapa teman saya kemarin telah
ditangkap oleh polisi karena penjualan edelweis hasil dari hutan,
kemudian petugas kapolsek mengontrakan lahan khusus untuk
membudidayakan bunga edelweis, hal ini juga mulai dipromosikan
64
lewat internet, sekarang penduduk tidak boleh mencari di hutan
untuk dijual bebas, harus membudidayakannya dulu kemudian di
jual karena bunga edelweis merupakan komoditas langka dan
dilindungi.” (Gono, 32 tahun).
Terdapat 3 jenis bunga edelweis yang dibudidayakan, yaitu edelweis
putih yang harganya lebih mahal dengan harga yang ditawarkan yaitu Rp.
25.000, edelweis merah yang harganya lebih murah, dan edelweis kuning yang
baunya harum. Harga bunga edelweis yang berwarna putih lebih mahal karena
tahan lama atau abadi sedangkan yang bewarna merah atau ungu tidak tahan
lama, warnanya menjadi coklat dan mudah rontok dan dijual dengan harga
Rp.15.000 dengan diukir sedemikian rupa menjad bentuk-bentuk yang unik
sehingga dapat menarik perhatian wisatawan untuk membeli.
3. Homestay
Penginapan juga merupakan sektor yang cukup dominan dalam
memanfaatkan peluang usaha dan kerja pariwisata di Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru, hanya saja responden yang ada pada penelitian ini hanya
mewakili sebagian kecil dari pemilik usaha homestay. Kecamatan Tosari
mencatat bahwa semenjak tahun 2005 hingga kini, pertumbuhan penginapan
meningkat setiap tahunnya, hal ini di dorong oleh program-program
pengembangan wisata Bromo, seperti promosi lewat media massa maupun
media sosial dan penyediaan paket wisata. Tarif yang dikeluarkan oleh pemilik
homestay bergantung pada fasilitas yang disediakan. Berdasarkan penuturan
responden yang saya teliti berikut tarif yang diberikan beliau:
“Saya menyediakan homestay untuk wisatawan yang akan menginap
dengan harga sewa per kamar Rp. 150.000/malam sedangkan harga
sewa per rumah/3 kamar Rp. 700.000/malam.Untuk kegiatan
pemasaran sudah saya buatkan instagram dan bisa dicari di google.
Di depan juga sudah saya pasang plat informasi yang bisa dilihat
wisatawan yang melewati homestay ini, sudah lengkap dengan
nomer yang bisa dihubungi”. (Suwoko, 40 tahun).
Sebagai pelaku usaha homestay pak Suwoko bersiap 24 jam, karena
kebetulan rumahnya bersebelahan dengan penginapan yang beliau sewakan,
apabila ada wisatawan yang ingin menyewa penginapan dapat menghubungi
pak Suwoko sebagai pemilik secara langsung, namun terkadang terdapat
kibir/makelar yang menghubungi pemilik homestay. Paguyuban homestay
memberikan kemudahan kepada pengunjung untuk menikmati tempat
peristirahatan dan penginapan. Pada awalnya para pemilik dan pengelola
homestay belum terorganisir dengan baik, sehingga keberadaan homestay
sebagai jasa penginapan tidak terlalu banyak diketahui oleh pengunjung. Selain
itu belum ada koordinasi dengan pihak pos informasi atau pelaku jasa yang lain
65
untuk saling memberikan informasi terkait homestay. Setelah dilakukan
kesepakatan fee/upah antara pemilik homestay dengan pihak yang
menginformasikan, sampai mengantarkan ke lokasi homestay, maka akses para
pengunjung untuk menginap di home stay lebih mudah.
4. Transportasi
Sektor transportasi yang juga memberikan peluang usaha dan kerja di
pariwisata yaitu usaha angkutan ojek. Petani yang masuk di komunitas ojek
biasanya tidak fokus pada satu profesi tertentu, petani lebih memilih untuk
pekerjaan-pekerjaan alternatif /tambahan untuk menunjang pendapatan dari
hasil mengojeknya. Biasanya para ojek juga berprofesi sebagai guide lokal atau
(kibir) menurut istilah lokal masyarakat, tukang angkut (hasil panen).
Eksistensi masyarakat dalam aktivitas ekonomi tidak ditunjukkan dari
kinerja yang baik dari profesi ojeknya, tetapi banyaknya jenis perkerjaan yang
dapat diakses oleh petani untuk menunjang kebutuhan pokok sehari-hari.
Untuk menjadi seorang ojek, harus berstatus warga lokal yang berasal dari
Desa Wonokitri dan memilik jenis kendaraan sepeda motor yang layak pakai
untuk mobilisasi petani, guna mendapatkan penumpang atau mengangkut hasil
panen pertanian milik petani. Pekerjaan sebagai tukang ojek dipilih oleh
masyarakat kalangan menengah ke bawah karena semakin mahalnya biaya
untuk melakukan usahatani, sehingga petani perlu mencari alternatif tambahan
pendapatan sebagai tukang ojek di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah satu orang pelaku kerja ojek:
“Kendala yang saya alami dalam usahatani yang dijalaninya saat
ini adalah cuaca, bulan desember kemarin gagal panen karena
curah hujan yang tinggi di malam hari, yang meyebabkan bibit
kentang yang baru berbuah langsung busuk basah, sehingga
sekarang lahan saya tanami jagung untuk dikonsumsi sendiri.Selain
karena cuaca, tenaga saya kurang dan biaya usahatani yang
semakin tinggi, yaitu bibit kentang grade biasa seharga Rp.
17.000/kg dan grade bagus Rp. 25.000/kg. Jadi tukang ojek lebih
besar dan menguntungkan karena setiap hari selalu ada wisatawan,
tarif yang saya keluarkan dari pananjakan ke pendopo sebesar Rp.
100.000, pananjakan bromo Rp 50.000, ke savana Rp. 50.000,
sedangkan paket ke 4 lokasi yaitu sebesar Rp. 150.000, saya juga
menjual bunga dan topi saat musim libur sekolah pada bulan
september dan akhir tahun, karena pada saat itu kawasan TNBTS
ramai pengunjung dan menghasilkan banyak keuntungan.”
(Sugiyono, 32 tahun).
Hal ini juga selaras dengan informasi yang diberikan oleh Mas Hadi
selaku Sekdes bahwa petani lahan sempit lebih condong terlibat dalam
penyedia jasa wisata karena biaya usahatani yang tinggi dan pendapatan
66
pendapatan diperoleh setelah 4 bulan setelah tanam/per musim tidak setiap hari
seperti penyedia jasa wisata.
Guide lokal atau (kibir) istilah lokal masyarakat, merupakan profesi
yang melayani segala informasi terkait objek wisata, home stay, villa dan
keinginan lainnya yang diperlukan oleh wisatawan. Di situasi tertentu kibir
dapat juga berprofesi sebagai jasa ojek saat diperlukan wisatawan untuk
mengantarkan ke lokasi tujuan wisata. Dapat dikatakan juga, kibir adalah jasa
pelaku wisata yang menyediakan informasi dan mengantarkan/memandu para
wisatawan untuk menuju lokasi sasaran mulai dari tempat penginapan,
perisirahatan dan objek-objek wisata.
Sasaran utama yang dituju adalah wisatawan yang beranggotakan hanya
2 orang (1 Sepeda motor) atau rombongan (1 mobil). Kibir belum diresmikan
menjadi sebuah paguyuban, karena pelakunya yang kebanyakan tergolong
petani lintas profesi, artinya berpindah-pindah profesi dengan melihat situasi
yang menguntungkan bagi petani.
5. Warung Makan
Di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru tidak terdapat
mini market maupun super market seperti di kota-kota besar maupun di tempat
wisata pada umumnya, sehingga dalam membeli kebutuhan tertentu, para
wisatawan akan mendatangi warung-warung yang ada sekitar kawasan wisata.
Adanya wisatawan secara tidak langsung turut menambah penghasilan dan
penjualan barang di warung sembako yang didirikan oleh masyarakat setempat.
Pelaku usaha warung sembako atau warung makan adalah petani yang terlibat
dalam aktivitas/kegiatan usaha/jasa wisata. Warung ini berlokasi di sekitar Pos
Pusat Informasi serta di sepanjang jalan menuju Gunung Pananjakan. Menurut
responden yang saya teliti, beliau menuturkan bahwa:
Sebagai petani saya mengolah sendiri lahan tegalan milik saya,
namun pada tahun 2014 digarap oleh Pak Gono dan selama 3 tahun
terakhir lahan saya tidak menghasilkan. Pada saat ini saya dan istri
fokus pada penyedia jasa wisata yaitu menyewakan jaket di
pananjakan dan menjual bunga, sedangkan isti dan anak saya
bergantian berjualan di warung makan. Menurut saya lebih banyak
menghasilkan keuntungan, penghasilan 1 hari ramai di kawasan
TNBTS bisa mencapai Rp. 1.000.000.(Suyaman, 41 tahun).
67
5.3.3. Dampak Pariwisata Terhadap Perubahan Sosial dan Ekonomi
Masyarakat
5.3.3.1. Perubahan Struktur Ekonomi
Pariwisata merupakan salah bentuk industri modern yang selama ini
dipilih oleh pemerintah sebagai salah satu sektor yang diharapkan dapat
menyumbang devisa. Akan tetapi berlainan dengan kebanyakan industri,
pariwisata memperdagangkan barang dan jasa di tempat bukannya dengan cara
mengirimkannya ke tempat pembeli. Oleh karena itu pembangunan dan
pengembangan kepariwisataan akan membawa konsekuensi terhadap pemerintah
dan terutama terhadap masyarakat yang tinggal di daerah tujuan wisata.
Sebenarnya timbulnya dampak pariwisata sebagai konsekuensi dari
pengembangan pariwisata itu jika dilihat dari segi ekonomi merupakan dampak
yang positif, karena pariwisata mendatangkan devisa negara dan bagi masyarakat
yang tinggal di daerah tujuan wisata. Perkembangan pariwisata tersebut berarti
terbukanya kesempatan kerja yang berarti mengurangi jumlah pengangguran dan
adanya kemungkinan bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatan dan
standar hidup masyarakat.
Menyadari bahwa apabila pada suatu daerah tujuan wisata yang
berkembang baik dengan sendirinya akan memberikan dampak positif pada
daerah itu, karena itu dapat menciptakan lapangan kerja yang cukup luas bagi
penduduk sekitar, alasan utama pengembangan pariwisata sangat erat
hubungannya dengan pembangunan ekonomi di daerah tempat di mana daerah
tujuan wisata itu berada.
Dengan dikembangkan ekowisata dapat diharapkan akan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, namun demikian perlu kita
sadari pada dasarnya pariwisata merupakan suatu industri yang multi kompleks
dengan menyentuh segala aspek kehidupan, sehingga perkembangannya dapat
membawa akibat atau dampak dan tidak jarang dapat merubah tata kehidupan
masyarakat baik struktur ekonomi maupun sosial.
Berbagai peluang ataupun kesempatan bagi masyarakat setempat muncul
terutama di sektor informal yang lebih mempunyai nilai kesejahteraan yang tinggi,
sehingga orang akan meningkatkan pendidikan untuk meraih apa yang dapat
dimanfaatkan dari pengembangan ini. Sehingga akan terjadi suatu perubahan
matapencaharian yang semula bermata pencaharian dari bertani ke sektor informal
dari pariwisata, seperti sebagai pemilik homestay, persewaan jeep, pedagang
asongan, penjual bunga, warung makanan dan minuman, tukang ojek dan
pemandu wisata/kibir dan lain-lain.
Dalam perkembangannya arus ekonomi uang yang semakin pesat dapat
menimbulkan sikap komersial di dalam kehidupan bersama dalam masyarakat dan
akan mengikis rasa saling kebersamaan yang telah ada dalam masyarakat,
68
sehingga perlu mendapat perhatian dan langkah pengembangan yang lebih
terarah. Perubahan ekonomi yang terjadi di Desa Wonokitri adalah:
1. Perubahan Matapencaharian
Sebelum TNBTS berkembang seperti sekarang ini kondisi perekonomian
agak statis. Kondisi ini tercermin dalam jenis mata pencaharian penduduknya
yang kurang beragam, karena sebagian besar masyarakat Desa Wonokitri,
terutama yang tinggal di sekitar obyek wisata bermata pencaharian pokok sebagai
petani baik itu petani pemilik, petani penggarap maupun sebagai buruh tani. Hal
ini seperti yang diungkapkan oleh responden berikut ini :
“Ya kalau sebelum ada pariwisata belum ramai seperti saat ini.
Masyarakat pada umumnya hidup biasa-biasa saja, artinya mata
pencaharian yang dimiliki adalah bercocok tanam khususnya
tanaman sayur-sayuran ada juga yang sebagai pedagang. Sebelum
berkembangnya kegiatan kepariwisataan di Desa Wonokitri,
masyarakat kebanyakan hanya mengandalkan hidupnya pada sektor
pertanian.” (Irmawati, 30 tahun).
Rata-rata hasil yang diperoleh dari sektor pertanian tersebut masih
tergolong rendah dan pada umumnya hanya cukup dipakai untuk memenuhi
kebutuhan pokok keluarga saja, sehingga pada saat itu sebagian besar masyarakat
Desa Wonokitri, terutama yang tinggal di daerah tujuan wisata hidup secara
sederhana. Namun setelah Desa Wonokitri berkembang menjadi daerah tujuan
wisata seperti saat ini banyak sekali perubahan yang terjadi pada masyarakat.
Dengan semakin ramainya Desa Wonokitri oleh kunjungan para wisatawan yang
biasanya bersifat massal dan temporal ternyata juga mampu mempengaruhi atau
merubah tata kehidupan masyarakat sekitarnya, terutama masyarakat yang tinggal
di sekitar lokasi obyek wisata. Perubahan tersebut merupakan salah satu bentuk
usaha penyesuaian diri (adaptasi) yang dilakukan oleh masyarakat untuk
mengatasi suatu keadaan alam biologi dan lingkungan sosial tertentu untuk dapat
memenuhi syarat-syarat dasar yang ada agar dapat melangsungkan hidupnya.
Perkembangan pariwisata tersebut telah mendorong masyarakat untuk
membuka usaha ekonomi bebas yang ada hubungannya dengan sektor pariwisata
tersebut, seperti berdagang, membuka usaha penginapan, menyewakan kamar
mandi, persewaan jeep, penjual bunga, ojek, kibir tukang parkir dan lain
sebagainya. Disamping itu, perkembangan pariwisata di Desa Wonokitri juga
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bekerja sebagai karyawan
69
harian Dinas Pariwisata, seperti sebagai petugas TPR maupun sebagai petugas
kebersihan di obyek wisata.
Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pariwisata di Desa Wonokitri
telah mendorong terjadinya perubahan matapencaharian masyarakat dari sektor
pertanian ke sektor pariwisata. Faktor yang melatar belakangi petani untuk beralih
profesi ke sektor pariwisata pada umumnya karena petani beranggapan bahwa
sektor ini lebih menguntungkan jika ditinjau secara ekonomi.
2. Peningkatan Pendapatan
Dari segi ekonomi perkembangan pariwisata di Desa Wonokitri sedikit
banyak mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan berkembangnya
pariwisata pada suatu daerah biasanya secara otomatis akan memberikan
kontribusi yang positif terhadap masyarakat, karena dengan perkembangan
pariwisata tersebut maka masyarakat dapat mengambil keuntungan dari para
wisatawan yang datang. Sejak obyek wisata TNBTS berkembang menjadi obyek
wisata yang ramai dikunjungi oleh para wisatawan, tingkat perekonomian
masyarakat di sekitar obyek wisata mulai mengalami peningkatan.
Dari informasi-informasi yang berhasil dikumpulkan di lapangan, dapat
disimpulkan bahwa perkembangan di tempat yang sekarang menjadi tempat
tujuan wisata demikian pesat, terutama untuk masalah ekonominya. Melihat
peluang ekonomi yang bisa diraih dari suatu kegiatan pariwisata seringkali
mendorong peningkatan pendapatan. Hal ini sesuai dengan penuturan responden:
Sebagai pelaku penyedisa jasa wisata yang menurut saya lebih besar
dan menguntungkan pendapatannya karena setiap hari selalu ada
wisatawan. Selain itu peningkatan pendapatan masyarakat di Desa
Wonokitri dapat dilihat dari semakin baiknya kondisi bangunan dan
tempat tinggal warga yang dulunya terbuat dari anyaman bambu,
sekarang bisa menjadi homestay yang nyaman, tempat sanitasi yang
lebih baik, dan kondisi jalan yang telah diperbaiki
Sebagai petani saya mengolah sendiri tegalan saya, namun pada
tahun 2014 digarap oleh Pak Gono dan selama 3 tahun terakhir
lahan saya tidak menghasilkan. Pada saat ini saya fokus pada
penyedia jasa wisata yang menurut saya lebih banyak menghasilkan
keuntungan, menurut saya penghasilan 1 hari ramai di kawasan
TNBTS bisa mencapai Rp. 1.000.000 pada saat ramai.
Dengan adanya peningkatan pendapatan yang dirasakan oleh masyarakat
seperti tersebut di atas maka salah satu tujuan pembangunan pariwisata telah dapat
dicapai yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perkembangan
70
ecotourism TNBTS telah mengingkatkan ekonomi masyarakat Tengger,
khususnya kelas atas dan menengah. Karena petani memiliki modal, maka petani
mampu untuk mendirikan usaha home stay, membeli jeep, kuda dan sepeda
motor untuk jasa transportasi turis. Warga kelas menengah kebawah belum
banyak menikmati dampak ekonomi dari perkembangan ecotourism, karena petani
tidak memiliki modal yang cukup, pendidikan dan pengetahuan dalam bahasa
Indonesia (Inggris) dan kepariwisataan rendah/lemah. Oleh karena itu, petani
perlu mendapat pendidikan non formal tentang pemandu wisata dan
kepariwisataan. Pemerintah perlu membuat suatu program atau strategi seperti
melaksanakan kegiatan bimbingan, supervisi dan apresiasi pengembangan
kebudayaan dan pariwisata serta meningkatkan efektivitas peran sebagai
regulator dan fasilitator dalam peningkatan komoditas SDM di bidang
kebudayaan dan pariwisata. Dengan demikian, petani memiliki kesempatan lebih
besar sebagai pemandu lokal yang baik dan peluang usaha atau kerja lainnya.
Pada kelas menengah keatas yang telah menikmati dampak ekonomi dari
perkembangan ecotourism, telah merubah cara masak masyarakat dari
menggunakan kayu bakar menjadi menggunakan LPG. Namun secara
keseluruhan, jumlah rumah tangga yang merubah cara masak tersebut tidak
signifikan, karena jumlah rumah tangga kelas menengah keatas lebih kecil dari
kelas menangah kebawah. Oleh karena itu, sebagian besar cara masak suku
Tengger masih menggunakan kayu bakar yang berasal dari hutan di TNBTS.
Dengan demikian, dampak perkembangan ecotourism terhadap konservasi hutan
tidak signifikan. Untuk mengurangi tekanan terhadap hutan, maka harus ada
bahan bakar alternatif untuk masak di luar kayu bakar dan itu dapat dijangkau
oleh rumah tangga kelas bawah.
5.3.3.2.Perubahan Struktur Sosial
Industrialisasi dalam perspektif sosiologi dipandang menjadi penggerak
utama (prime mover) dari terjadinya perubahan sosial. Industrialisasi dapat
menjadi penggerak utama dari terjadinya perubahan sosial karena industrialisasi
dapat merubah hubungan-hubungan produksi antar manusia, memberikan efek
sosial primer (urbanisasi, mobilitas horizontal dan vertikal. Perubahan kelas sosial
sekunder (perubahan kehidupan keluarga atau lembaga sosial lainnya).
71
Dalam hal ini pariwisata sebagai bentuk industri modern juga dapat
dipandang sebagai penyebab terjadinya perubahan sosial masyarakat karena
pariwisata biasanya akan datang pada suatu kawasan/daerah dengan memaksakan
bahasa prinsip dagangannya dan dengan segala jalan akan membengkokkan nilai-
nilai agraris tradisional yang telah ada pada daerah yang didatanginya.
Perkembangan pariwisata diharapkan dapat membawa kemajuan bagi masyarakat,
baik kemajuan di bidang kehidupan sosial seperti kemajuan pendidikan atau
tingkat ilmu pengetahuan. Dan kemajuan ini diharapkan pula dapat menaikkan
atau merubah status sosial masyarakat.
Berkembangnya pariwisata di Desa Wonokitri telah membawa perubahan-
perubahan yang cukup berarti bagi masyarakat, khususnya di bidang pendidikan.
Dengan perkembangan pariwisata tersebut telah mengakibatkan masuknya
teknologi ke desa Wonokitri dan adanya peningkatan status ekonomi yang
dirasakan oleh masyarakat. Peningkatan status sosial ekonomi tersebut, telah
mendorong masyarakat terutama penduduk di sekitar obyek wisata untuk
berpartisipasi dan lebih meningkatkan pendidikan anak-anaknya. Pandangan
masyarakat tentang pendidikan formal yang ada sekarang sudah mulai terbuka.
Pada saat sekarang sudah tidak didapatkan lagi anak-anak yang menginjak usia
sekolah tapi tidak sekolah. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bu Ponamu
berikut :
“Kita nggak bisa memungkiri. Ini memang jelas ada sekali
peningkatan itu ada jaman dulu orang tua sangat kewalahan karena
hanya mengandalkan sektor pertanian. Tapi akhir-akhir ini
kecenderungan untuk pendidikan anak sudah semakin baik. Dan
merupakan suatu pertanda ekonomi sekarang ini semakin baik, yang
otomatis pendidikan tinggi ditunjang dengan kemampuan ekonomi
yang tinggi pula, namun di untuk mengenyam pendidikan SMA
masih sulit karena lokasi yang jauh.”. Dengan adanya
perkembangan parriwisata TNBTS membuat saya menjadi warga
yang aktif, karena sempat diundang ke Universitas Brawijaya
sebagai pembicara yang memberikan informasi terkait denan
upacara yang biasa dilakukan masyarakat Tengger di kawasan
TNBTS, saya juga menghadiri rapat di kelurahan yang membahas
tentang pembangunan desa. Ponamu, 35 tahun).
Dari keadaan di atas dapat disimpulkan bahwa sekarang para orang tua
sudah mulai menyadari mengenai arti penting dari pendidikan anak-anaknya, ini
disebabkan karena meningkatnya status ekonomi masyarakat. Masyarakat juga
72
mulai menyadari bahwa dengan pendidikan tinggi akan dapat lebih menjamin
untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik atau paling tidak dapat hidup lebih
baik daripada para orang tua mereka. Perkembangan TNBTS juga memberikan
dampak sosial pada masyarakat sehingga masyarakat mulai mempelajari bahasa
indonesia, kondisi sebelumnya masyarakat hanya menggunakan bahasa Tengger,
masyarakat juga mulai lebih terbuka dan dapat memberikan pengetahuan atau
infromasi mengenai berbagai keadaan sosial, adat, dan budaya tengger kepada
masyarakat luas.
Selain perubahan dalam pendidikan, diteliti juga mengenai perubahan
sosial budaya masyarakat di daerah sekitar obyek wisata TNBTS, perubahan
utama yang terjadi adalah pada pola kerja penduduk baik laki-laki maupun
perempuan. Dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidup menyebabkan
masyarakat terpaksa mengadopsi cara-cara baru yang sejalan dengan industri
pariwisata, namun karena budaya Tengger akan bercocok tanam sangat kental
sehingga masyarakat tidak meninggalkan pertaniannya. Hal ini diperkuat dengan
keterangan responden yaitu:
“Saya beragama hindu, bekerja sebagai petani dan memiliki
pekerjaan sampingan sebagai supir jeep dan tukang ojek.
Sebelumnya saya sudah pernah mencoba merantau dan melakukan
pekerjaan di luar wilayah TNBTS sebagai guru, namun saya kembali
lagi bertani karena saya merasa bertani adalah jiwa saya dan sudah
sejak keci saya lakoni.Saya tidak menjual lahan saya seperti
beberapa orang yang memilih untuk membeli jeep, alasannya adalah
sampai kapanpun tanah bisa diolah sedangkan besi tidak. Saya
masih melakukan ritual setiap jum’at legi dengan membawa sesaji di
lahan yang juga dekat dengan pendopo dengan membaca mantra
agar tanaman tumbuh dengan baik dan memberi rejeki sesuai
kehendak Tuhan.” (Brahma, 28 tahun).
Berdasarkan pernyataan responden diatas apabila dikaitkan dengan
perspektif sosial dan budaya, maka adanya aktivitas pariwisata di kawasan Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru tidak berdampak pada keyakinan petani dan
profesi utama sebagai petani masih mutlak dilakukan oleh masyarakat lokal
karena ciri khas Tengger adalah bertani, berbagai macam ritual juga masih
dilakukan dalam kegiatan bercocok tanam.
Keunikan budaya suku Tengger dapat dilihat dari 3 hal, yaitu memiliki
beragam upacara adat (kesada, karo, unan-unan, entas-entas dll), kegiatan adat
73
dipimpin oleh dukun adat yang memiliki peranan dan pengaruh yang sangat besar
dalam masyarakat. bahasa yang digunakan oleh masyarakat adalah bahasa Jawa
(kuno) dengan dialek Tengger. Karena keunikan ini, menjadi daya tarik
wisatawan untuk mengunjungi TNBTS, terutama pada saat dilaksanakan upacara
adat kesada. Ketiga unsur kebudayaan suku Tengger tersebut hingga kini masih
dilaksanakan dalam kehidupan masyarakat. Ini berarti bahwa perkembangan
ekowisata di TNBTS selama ini tidak berpengruh terhadap budaya suku Tengger.
Masyarakat Suku Tengger yang mendiami desa-desa di dalam enclave
taman nasional masih memegang tradisi nenek moyangnya sehingga masih
banyak kegiatan upacara adat dan keagamaan Suku Tengger yang dilakukan oleh
masyarakat hingga sekarang. Masyarakat Suku Tengger umumnya memeluk
agama Hindu Tengger, namun berkembang pula agama Islam, Kristen dan Budha.
Toleransi dan kerukunan yang tinggi antar pemeluk agama terlihat dari warga
yang saling menghormati antar pemeluk agama yang berbeda dan partisipasi
semua warga dalam setiap pelaksanaan kegiatan adat.
Kegiatan adat Suku Tengger dipimpin oleh dukun adat yang memiliki
peranan dan pengaruh yang sangat besar dalam masyarakat. Masyarakat sangat
percaya dan mau mengikuti perkataan dukun adat. Dukun adat dipilih secara turun
temurun dan diangkat melalui upacara adat yang dilaksanakan di Gunung Bromo.
Selain upacara pengangkatan dukun adat, berbagai upacara adat lainnya seringkali
dilaksanakan di sekitar Gunung Bromo dan Laut Pasir yang berada dalam
kawasan TNBTS.
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat adalah bahasa Jawa dengan
dialek Tengger. Ciri yang paling mencolok dari bahasa ini yaitu masih
mempergunakan kata-kata di dalam bahasa Jawa kuno seperti ingsun (aku), rika
(kamu), paran (apa). Dalam masyarakat berlaku dua salam, yaitu salam yang
mendapat pengaruh Hindu yakni “Om Swastyastu” dan salam yang bersifat adat
yakni “Hong Ulun Basuki Langgeng”.
Ciri masyarakat Tengger lainnya adalah penggunaan sarung oleh hampir
semua masyarakat mulai usia muda sampai tua, laki-laki dan perempuan. Sarung
dipercaya memiliki fungsi untuk mengendalikan perilaku dan ucapan masyarakat,
74
selain fungsinya untuk menahan udara dingin di pegunungan. Kesenian campur
sari dan jaranan masih hidup dan digemari oleh masyarakat Suku Tengger.
Hingga kini, perkembangan ecotourism tidak berpengaruh pada eksistensi
budaya suku Tengger. Karena kuatnya keyakinan masyarakat kepada adat dan
dukun sebagai pemimpin masyarakat. Disamping itu, pemerintah pusat dan daerah
mendukung atau melindungi keunikan budaya Tengger, dengan cara memberi
otonomi (otoritas) penuh kepada pemimpin adat Tengger (Dukun). Otoritas itu
adalah untuk mengelola acara-acara ritual, baik pada level wilayah Tengger
maupun level desa. Pada masa yang akan datang kebijakan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah yang bersifat melindungi budaya Tengger perlu tetap
dipertahankan.
5.3.4 Dampak Perkembangan Kunjungan Wisatawan Terhadap
Kegiatan Usahatani.
Usahatani merupakan mata pencaharian utama bagi masyarakat desa
Wonokitri. Pada umumnya masyarakat mempunyai mata pencaharian sebagai
petani sayuran karena, daerah ini memang cocok untuk usahatani sayuran seperti
kubis, wortel, kentang, bawang daun dan lain sebagainya. Oleh karena itu, daerah
ini merupakan salah satu daerah supplier sayuran di Jawa Timur. Keterlibatan
petani desa Wonokitri dalam aktivitas jasa wisata merupakan tantangan bagi
petani dalam mengatur jadwal kegiatan harian. Tingginya biaya usahatani
merupakan alasan utama bagi petani untuk turut terlibat dalam aktivitas jasa
wisata. Adanya tambahan kegiatan yang harus dilakukan petani untuk mencukupi
kebutuhan pokok harian berpeluang memberi dampak terhadap alokasi waktu,
pendapatan dan perhatian terhadap kegiatan usahatani yang dijalani. Apakah
keterlibatan petani dalam aktivitas jasa wisata benar-benar berdampak terhadap
alokasi waktu, pendapatan dan perhatian terhadap kegiatan usahatani, hal tersebut
dapat dilihat pada tabel 10.
75
Tabel 10. Dampak kegiatan usaha/jasa wisata terhadap alokasi waktu, pendapatan
dan perhatian terhadap usahatani di Desa Wonokitri, 2016
No
Dampak kegiatan jasa wisata terhadap
alokasi waktu dan perhatian terhadap
usahatani
Jumlah
(org) Persentase (%)
1 Tidak berdampak
23 76,67
2 Ya, berdampak
7 23,00
Jumlah 30 100,00
Sumber : Data Primer, 2016 (diolah)
Pada tabel 10 dapat dilihat bahwa keterlibatan petani dalam aktivitas jasa
wisata tidak berdampak secara signifikan terhadap alokasi dan perhatian terhada
kegiatan usahatani. Persentase sebesar 76,7 persen menunjukkan bahwa tidak
adanya dampak terhadap alokasi waktu dan perhatian terhadap usahatani dari
adanya keterlibatan petani dalam aktivitas jasa wisata. Petani yang terlibat dalam
aktivitas jasa wisata harus membagi waktu dengan cara mengurangi waktu tidur
dan istirahat agar dapat melakukan aktivitas jasa wisata. Petani harus bangun lebih
awal untuk mempersiapkan diri dan bersiaga di tempat-tempat yang biasanya
menjadi titik wisatawan berkumpul untuk mencari penyedia jasa wisata yang
dibutuhkan.
Dampak terhadap pendapatan dalam aktivitas wisata yang dialokasikan
pada usahatani dimiliki oleh sebagian besar petani lapisan menengah keatas yang
mengalokasikan pendapatan dari aktivitas jasa/usaha pariwisata ke dalam
pengelolaan usahataninya, sedangkan untuk petani lapisan menengah ke bawah
mengalokasikan pendapatan wisata hanya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-
hari. Tantangan yang dihadapi petani adalah kepemilikan lahan petani yang
tergolong sempit dengan biaya usahatani yang semakin mahal menjadikan posisi
petani terhimpit dan lebih memilih untuk terlibat dalam aktivitas pariwisata
TNBTS, hal ini sesuai dengan penuturan salah satu responden, yaitu:
“Wisata TNBTS berkontribusi terhadap pendapatan perkapita
masyarakat di Desa Wonokitri, namun tidak untuk kondisi
pertaniannya. Banyak faktor yang menyebabkan tidak majunya
kondisi pertanian di Desa Wonokitri, yaitu kurang adanya akses
modal, bisnis alsintan, sehingga sangat dibutuhkan alat-alat
pertanian yang dapat membantu usahatani petani di Desa
Wonokitri, selain itu untuk petani kelas menengah ke bawah lebih
memilih untuk menjadi penyedia jasa wisata karna biaya usahatani
76
yang semakin tinggi, sehingga pendapatan dari jasa wisata diakui
dapat mencukupi kebutuhan hdup sehari-hari serta kepercayaan
bahwa modal untuk usahatani dan penyedia jasa wisata harus
dipisahkan, hasil dari jasa wisata hanya digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari bukan digunakan untuk tambahan modal
usahatani. Desa Wonokitri memiliki kelompok tani yang bernama
TANI SUBUR I-IV namun tidak banyak warga yang menjadi
anggota dari kelompok tani tersebut dan tidak ada kegiatan yang
mendukung pertanian di Desa ini.” (Hadi, 26 tahun).
Sedangkan petani kalangan menengah keatas memaknai aktivitas
pariwisata TNBTS memberikan sumbangsi terhadap kegiatan usahatani yang
dilakukannya, hal ini selaras dengan penuturan responden kami yaitu Pak Suwoko
yang memiliki homestay dan persewaan jeep beliau memiliki luas lahan 3 hektar,
menurut penuturan beliau:
“Penghasilan dari bertani lebih besar dibandingkan dengan
keterlibatan saya dalam menyediakan jasa wisata, saya juga
termasuk orang yang mengalokasikan pendapatan wisata ke
usahatani yang saya jalankan untuk membeli obat-obatan pertanian,
hal ini saya lakukan untuk memutar modal/penghasilan. Untuk
melakukan usahatani saya meminjam modal kepada salesman obat 7
pupuk pertanian yang akan dibayar dengan keuntungan saat panen.
Hasil panen kentang langsung dijual ke tengkulak dengan kisaran
harga Rp. 7.000 – Rp. 7.500. Kerjasama saya dengan buruh tani
yang dimilikinya dengan menggunakan sistem 1/3an/mertelu.”
(Suwoko, 40 tahun).
Beberapa keterangan tambahan yang dipaparkan oleh responden mengenai
kegiatan pertanian dan keterlibatannya dalam penyedia usaha/jasa wisata adalah
sebagai berikut:
“Di Desa Wonokitri juga sulit untuk mendapatkan kuli/buruh tani
karena mereka lebih memilih terlibat dalam penyedia jasa wisata,
hal ini juga yang mengakibatkan biaya usahatani mahal selain dari
biaya saprodi dan alsintan yang memang semakin tinggi, sehingga
banyak yang melakukan kemitraan (1/3an) untuk kalangan
menengah kebawah. Desa Wonokitri merupakan daerah penghasil
kentang dengan grade super yang banyak di kirim ke Batu, sehingga
menjadikan batu sebagai daerah kentang dan olahan kentang yang
cukup dikenal, lain halnya dengan Wonokitri yang hanya mensuplai
kentangnya ke pasar di sejumlah kota, padahal telah ada pelatihan
dari disperindag tentang pengolahan kentang, namun hal ini tidak
direspon oleh masyarakat di desa Wonokitri. Belum ada Usaha
Mikro Kecil Menengah di Desa penghasil kentang ini. Wisata
TNBTS berkontribusi terhadap pendapatan perkapita masyarakat di
Desa Wonokitri, namun tidak untuk kondisi pertaniannya. Banyak
faktor yang menyebabkan tidak majunya kondisi pertanian di Desa
Wonokitri, yaitu kurang adanya bisnis alsintan, sehingga sangat
77
dibutuhkan alat-alat pertanian yang dapat membantu usahatani
petani di Desa Wonokitri.” (Supayadi, 56 tahun).
Berdasarkan beberapa informasi di atas dapat dianalisis dan disimpulkan
bahwa keberadaan sektor pariwisata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
perkembangan kegiatan usahatani di Desa Wonokitri, berdasarkan observasi di
lapang dan informasi dari responden berbanding lurus sesuai dengan konsep
analisis Miles dan Hubberman untuk pengecekan keabsahan data. Salah satu
responden dalam penelitian ini yang merupakan perangkat desa menangkap
peluang untuk memajukan kondisi usahataninya tidak hanya on farm tapi juga off
farm, seperti pengolahan hasil pertanian kentang menjadi keripik untuk oleh-oleh,
kentang goreng spiral untuk jajanan di sekitar kawasan wisata, kentang
goreng/french fries yang merupakan makanan ringan yang disukai wisatawan
lokal maupun mancanegara, atau kentang frozen yang dapat disuplai ke
supermarket atau daerah lain yang sulit mendapatkan kentang. Meskipun TNBTS
yang diunggulkan adalah wisata alamnya namun tidak ada kerugian apabila
mendirikan usaha pengolahan kentang yang dapat menyediakan oleh-oleh
unggulan desa Wonokitri di jalan yang dilalui wisatawan sebelum kawasan
TNBTS dibantu oleh PNPM, selain itu dapat berupa pembangunan desa wisata.
Hal inilah yang perlu diperhatikan dan direspon oleh stakeholder,
sehingga perkembangan wisata dan pertanian di Desa Wonokitri beriringan dan
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Sesuai dengan teori
(Cochran, 1997), Wisata alam secara langsung dan tidak langsung bermanfaat
bagi kesejahteraan ekonomi rakyat, hasilnya juga menunjukkan bahwa pendapatan
penduduk dari kegiatan ekowisata lebih besar daripada pendapatan usahatani.
5.3.5 Tingkat Pendapatan Usaha dan Kerja Pariwisata
Semenjak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru berkembang menjadi
wisata pemukiman, telah terjadi beberapa perubahan seperti TNBTS dikenal oleh
masyarakat luas, wawasan orang pegunungan meningkat, dan munculnya sumber
penghasilan tambahan meskipun kegiatan pariwisata masih bersifat siklikal.
Kunjungan wisatawan cenderung meningkat pada saat akhir pekan maupun pada
hari libur tertentu seperti tahun baru, natal dan lainnya. Jumlah dan persentase
responden berdasarkan tingkat pendapatan usaha pariwisata di Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru disajikan pada Tabel 11.
78
Tabel 11. Pendapatan Per Tahun dari Jasa Usaha Wisata Di Kawasan Bromo
N
o
Jenis aktivitas
jasa wisata
Pendapatan petani dari jasa wisata
Sepi (Rp/bln) Biasa
(Rp/bln)
Ramai
(Rp/bln)
1 Jeep 600.000 3.900.000 7.000.000
2 Homestay 150.000 1.200.000 2.300.000
3 Ojek 150.000 1.600.000 3.800.000
4 Pedagang
Asongan 40.000 750.000 2.100.000
5 Jual Bunga 30.000 700.000 1.500.000
6 Warung Makan 700.000 2.800.000 3.500.000
Rata-rata 340.000 1.400.000 3.150.000
Sumber : Data Primer, 2016 (diolah)
Dari data tabel 10 dapat dilihat bahwa pada bulan-bulan sepi kunjungan
wisatawan, petani hanya mendapat tambahan pendapatan rata-rata sebesar Rp.
340.000,- per bulan, sedangkan pada saat bulan yang mengalami kondisi
kunjungan wisatawan biasa, petani mendapatkan tambahan pendatan rata-rata
sebesar Rp. 1.400.000,- per bulan. Pada saat bulan yang mengalami kondisi ramai
kunjungan wisatawan, petani mendapatkan tambahan pendapatan rata-rata sebesar
Rp. 3.150.000,- per bulan. Kondisi ramai kunjungan wisatwan biasanya terjadi
pada bulan, Agustus, September, Desember, dan Januari. Kebanyakan wisatawan
mengunjungi Bromo pada bulan tersebut, dikarenakan kondisi liburan panjang
sekolah, libur akhir tahun, dan tahun baru. Bulan dengan kondisi sepi akan
kunjungan wisatawan biasanya terjadi pada bulan Maret, dikarenakan pada bulan
tersebut merupakan puncak musim hujan sehingga terdapat kabut tebal yang
menutupi pandangan, sehingga selain wisatawan tidak dapat melihat keindahan
matahari terbit, kondisi tersebut juga membahayakan keselamatan wisatawan dan
para pelaku jasa wisata.
Penghasilan menjadi masalah karena harga kebutuhan bahan pokok terus
meningkat. Maka, tantangan yang dihadapi dalam mengelola pendapatan dari
aktivitas jasa wisata dalam rumah tangga adalah mendapatkan penghasilan yang
cukup untuk memenuhi hidup. Selain untuk pemenuhan kebutuhan hidup juga
untuk modal dalam melakukan kegiatan usahatani, semakin tingginya biaya
usahatani menjadi kendala, namun hanya sedikit masyarakat yang menggunakan
penghasilannya untuk melakukan kegiatan usahatani. Kesempatan kerja/usaha dan
pendapatan yang diperoleh melalui penyediaan usaha/jasa wisata dirasa cukup
79
oleh petani, sesuai dengan pendapat (Yoeti, 1996) bahwa dampak dari pariwisata
adalah memperbaiki kesempatan kerja, mengurangi pengangguran, dan
meningkatkan efek multiplier dalam perekonomian setempat.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa kondisi sosial masyarakat
Desa Wonokitri masih menjunjung tinggi nilai-nilai adat istiadat. Adat istiadat di
Desa Wonokitri sangat unik, penduduknya beragama Hindu, menurut masyarakat
disinilah petani menghabiskan hidup hanya dengan bertani dan menggantungkan
harapan dari pariwisata. Karena menurut masyarakat wonokitri bertani adalah
salah satu cara menghormati alam atau bumi dan menurut masyarakat mereka
adalah bagian dari bumi yang kelak akan kembali ke bumi. Penghormatan
masyarakat Wonokitri terhadap alam sangat terihat dari kondisi persawahan yang
bersih dan kondisi lingkungan yang asri. Hal ini menjadikan bentang alam di desa
wonokitri sebagai potensi penarik minat wisatawan. Merantau bukanlah salah satu
kebiasaan warga Desa Wonokitri. Hanya disini mereka lahir, hanya disini mereka
belajar hingga disini pula mereka kembali kepada Sang Hyang Widi.
5.3.6 Potensi Obyek Wisata Budaya Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru Sebagai Atraksi Wisata
Obyek wisata budaya merupakan obyek wisata fisik dan kebudayaan
seperti kesenian, peninggalan bersejarah, adat istiadat masyarakat (upacara
tradisional, tata kehidupan sehari-hari), cultural events, special event, dan lain
sebagainya. Terdapat banyak potensi dan kearifan lokal dari desa wonokitri yang
bisa di jadikan dan sudah menjadi sarana pengembangan ekonomi kreatif desa.
Diantaranya kearifan lokal masyarakat secara adat seperti upacara-upacara adat
bisa menjadi sarana atau atraksi wisata yang menarik bagi wisatawan nusantara
maupun wisatawan mancanegara, sehingga dapat mempengaruhi efek multiplier
yang secara langsung ataupun tidak dapat mempengaruhi perubahan sosial dan
ekonomi masyarakat. Dibawah ini adalah daftar Upacara Adat yang ada didesa
Wonokitri yaitu:
1. Upacara Kasada
Perayaan Kasada atau hari raya Kasada atau Kasodoan yang sekarang
disebut Yadnya Kasada, adalah hari raya kurban orang Tengger yang
80
diselenggarakan pada tanggal 14, 15, atau 16, bulan Kasada, yakni pada saat bulan
purnama sedang menampakkan wajahnya di lazuardi biru. Hari raya kurban ini
merupakan pelaksanaan pesan leluhur orang Tengger yang bernama Raden
Kusuma alias Kyai Kusuma alias Dewa Kusuma, putra bungsu Rara Anteng dan
Jaka Seger, yang telah merelakan dirinya menjadi kurban demi kesejahteraan
ayah, ibu, serta para saudaranya. Kasodoan merupakan sarana komunikasi antara
orang Tengger dengan Hyang Widi Wasa dan roh-roh halus yang menjaga
Tengger. Komunikasi itu dilakukan melalui dukun Tengger, pewaris aktif tradisi
Tengger. Pelaksanaanya di lautan pasi, sisi utara kaki Gunung Batok, dan upacara
pengorbanannya di tepi kawah Bromo.
Gambar 6. Upacara Kasada (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Pasuruan)
Upacara ini sering disebut sebagai upacara kurban. Biasanya lima hari sebelum
upacara Yadnya Kasada, diadakan berbagai tontonan seperti; tari-tarian, balapan
kuda di lautan pasir, jalan sanatai, pameran, menurut Prof. Dr simanhadi
widyaprakosa, akademisi yang meneliti Tengger, dalam bukunya Masyarakat
Tengger, Latar Belakang Daerah Taman Nasional Daerah Bromo, sesajen
persembahan disebut Ongkek terdiri dari 30 macam-macam buah-buahan dan kue.
Ongkek inilah yang akan dibuang di kawah Gunung Bromo. Bahan pembuatan
ongkek diambil dari desa yang selama setahun tidak memiliki warga yang
meninggal. Upacara kasada juga dipakai untuk mewisuda calon dukun baru.
Disebut diksa widhi. Disamping itu ada pula upacara penyucian umat yang
disebut palukatan.
Kepergian dukun Tengger ke Bromo bukan hanya untuk berdoa,
melainkan juga untuk minta berkah kepada yang menjaga Gunung Bromo.
Permintaan itu ditujukan kepada Sang Dewa Kusuma yang dikurbankan (dilabuh)
81
di Kawah Bromo. Selain meminta sesuatu, dukun Tengger juga memberi sesuatu,
yaitu melaksanakan amanat Raden Kusuma yang diucapkan pada masa lalu yang
berbunyi sebagai berikut: “Dulurku sing isih urip ana ngalam donya, ngalam
padang, mbesuk aku saben wulan Kasada kirimana barang samubarang sing ana
rupa tuwuh, rupa sandhang pangan, saanane sandhang pangan sing rika pangan
ana ngalam donya, weruh rasane, apa sing rika suwun mesti keturutan
kekarepane rika, ya keturutan panjaluke rika ya mesti kinabulna.” (“Saudara-
saudaraku yang masih hidup di dunia, di alam terang, kelak setiap bulan Kasada,
kirimkan kepadaku hasil pertanianmu, dan makanan yang kalian makan di dunia,
agar aku dapat merasakannya. Keinginanmu dan permintaanmu pasti
kukabulkan”).
2. Upacara Karo
Upacara ini bertujuan untuk kembali ke Satyayoga, yakni kesucian.
Upacara Karo juga merupakan upacara besar. Paling besar setelah kasada.
Gambar 7. Upacara Karo (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Pasuruan)
Masyarakat Tengger mempercayai, pada hari Rayo karo inilah sang Hyang
Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) menciptakan “Karo”, yakini dua manusia
berjenis lelaki dan perempuan sebagai leluhurnya, yakni Rara Anteng dan Jaka
Seger. Upacara Karo dilaksanakan 12 hari. Masyarakat Tengger mengenakan
pakaian baru, perabot baru. Makanan melimpah pada hari raya, dan antar keluarga
saling mengunjungi.
Perayaan Karo atau hari raya Karo orang Tengger yang jatuh pada bulan
ke-2 kalender Tengger (bulan Karo) sangat mirip dengan perayaan Lebaran atau
hari raya Fitri yang dirayakan umat Islam. Pada hari berbahagia tersebut orang
Tengger saling berkunjung, baik ke rumah sanak saudara maupun tetangga, untuk
memberikan ucapan selamat Karo dan bermaaf-maafan. Perayaan ini berlangsung
82
83
84
sumber air sebagai sumber kehidupan warga suku Tengger di Gunung Bromo.
Sedangkan upacara tradisi Mayu Desa dilakukan agar warga masyarakat serta
desa yang ditinggalinnya aman dari sengkala (bencana).
9. Upacara Bari‟an
Upacara ini dilakukan setelah terjadi bencana alam, juga dilaksanakan
sebagai wujud ungkapan syukur kepada Sang Hyang Widi. Selain upacara adat
yang ada di desa wonokitri wisatawan juga bisa diajak untuk menikmati
keindahan alam yang menyejukkan mata, Sistem pertanian yang unik di dataran
tinggi bromo terutama desa wonokitri pun bisa menjadi objek wisata berupa
wisata ekologi dan tracking bagi wisatawan yang berminat.
Uraian di atas menunjukkan, meskipun kawasan Tengger mendapat
tekanan baik yang berdimensi ekonomi, agama, dan budaya, para dukun Tengger
masih tetap berperan sebagai pewaris aktif tradisi Walandhit dan Majapahit. Itu
berarti bahwa masyarakat masih melaksanakan peribadatan sesuai dengan
kepercayaan masyarakat dan menggunakan alat-alat ritual yang bercitra Hindu
seperti Gentha, Kropak, Prasen (tempat air suci) dan Prapen (tempat api dan
kemenyan), dan mengenakan sampet (selendang, yang biasa dipakai oleh pendeta
Indu pada zaman Majapahit). Masyarakat juga masih memuliakan Gunung Bromo
dan gunung-gunung lain di sekitarnya. Meskipun begitu, masyarakat tidak
membutuhkan media politik untuk meraih status sosial, prestise, atau akses
menuju kekuasaan dan oleh karenanya tidak pernah terlibat konflik politik secara
berarti. Masyarakat, meskipun sudah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi,
lebih memilih sebagai petani daripada profesi lain. Semangat pluralisme yang
diejawantahkan melalui sikap budaya dan agama membuat orang Tengger
terbebas dari konflik yang berdimensi etnis dan keagamaan.
Adanya lembaga Rukun Wisata yang memfasilitasi hal ini sangat penting
peranannya sebagai ujung tombak penyebar informasi terhadap wisatawan dengan
mengeksplorasi semua sudut dan potensi yang ada di desa Wonokitri sehingga
tingkat intensitas kedatngan wisatawan bertambah dan tidak hanya selalu terpusat
pada gunung Bromo saja. Selain itu Desa Wonokitri sebagai desa terkahir dan
sebagai pintu masuk sebelum menuju penanjakan mendapatkan dampak dari segi
ekonomi (multiplier efect).
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Wonokitri,
Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, dihasilkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Peluang Usaha dan Kerja Bagi Masyarakat Lokal.
Kunjungan wisatawan ke kawasan Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru telah menciptakan perubahan matapencaharian dan beberapa peluang
usaha dan kerja di luar sektor pertanian. Petani lapisan menengah keatas yang
memiliki cukup modal memanfaatkan peluang usaha dengan membuka bisnis
home stay, transportasi lokal jeep dan warung makan. Sedangkan petani
lapisan menengah kebawah yang memiliki keterbatasan modal memilih
menjadi, tukang ojek, kibir, penjual bunga, dan pedagang asongan.
2. Dampak Sosial, Ekonomi dan Budaya
a. Dampak sosial yang terjadi yaitu peningkatan status sosial telah mendorong
masyarakat sekitar obyek wisata untuk berpartisipasi dan meningkatkan
pendidikan anak-anaknya, masyarakat mulai mempelajari bahasa diluar
bahasa tengger, dan masyarakat mulai terbuka sehingga dapat membagikan
pengetahuan atau informasi mengenai berbagai adat dan budaya Tengger
kepada masyarakat luas.
b. Dampak ekonomi yang terjadi adalah pariwisata telah meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di Desa Wonokitri, khususnya lapisan menengah
keatas karena petani memiliki modal untuk membuka peluang usaha.
Namun manfaat ekonomi kurang dirasakan oleh petani lapisan menengah
kebawah karena pendapatan di sektor pariwisata hanya mampu memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari. Pariwisata mampu memperbaiki kesempatan
kerja, mengurangi pengangguran, dan meningkatkan efek multiplier dalam
perekonomian setempat.
c. Dampak terhadap budaya, perkembangan ecotourism tidak berpengaruh
pada eksistensi budaya suku Tengger. Karena pemerintah pusat dan daerah
mendukung atau melindungi keunikan budaya Tengger, dengan cara
memberi otonomi (otoritas) penuh kepada pemimpin adat Tengger (Dukun).
86
Ketiga unsur kebudayaan suku Tengger seperti upacara adat, kegiatan adat,
dan bahasa yang digunakan hingga kini masih dilaksanakan dalam
kehidupan masyarakat.
3.Dampak Aktivitas Pariwisata TNBTS Terhadap Kegiatan Usahatani
Persentase sebesar 76,67 persen menunjukkan bahwa keterlibatan
petani dalam aktivitas jasa wisata tidak berdampak secara signifikan terhadap
alokasi pendapatan dan perhatian terhadap kegiatan usahatani. Masyarakat
Desa Wonokitri lapisan menengah keatas mengalokasikan pendapatan dari
sektor pariwisata ke dalam pengelolaan usahataninya, sedangkan untuk lapisan
menengah ke bawah mengalokasikan pendapatan wisata untuk pemenuhan
kebutuhan sehari-hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan yang
diterima petani dari aktivitas wisata TNBTS lebih besar daripada pendapatan
usahatani untuk petani kalangan menengah kebawah, sedangkan untuk petani
kalangan menengah keatas memiliki pendapatan yang lebih besar dari sektor
pertanian.
6.2 Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan dari hasil analisis penelitian ini,
dikemukakan saran-saran yang dianggap penting sebagai masukan untuk aktivitas
usahatani dan aktivitas pariwisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di
Desa Wonokitri, diantaranya sebagai berikut:
1. Bagi Pemerintah dan Lembaga Pariwisata, perlu memberikan pengetahuan,
pelatihan, bimbingan, supervisi dan apresiasi pengembangan kebudayaan dan
pariwisata serta meningkatkan efektivitas peran sebagai regulator dan
fasilitator dalam peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang
kebudayaan dan pariwisata agar masyarakat lebih kompeten dalam
memanfaatkan peluang usaha dan kerja yang muncul akibat adanya aktivitas
pariwisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan bermanfaat bagi
kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Selain itu perlu program
peminjaman modal untuk pengembangan usahatani di Desa Wonokitri agar
masyarakat lapisan menengah kebawah tidak kesulitan mencari modal
sehingga petani dapat mempertahankan usahataninya, dan diperlukan adanya
87
inisiasi dari instansi-instansi terkait dengan kegiatan pertanian, konservasi, dan
pariwisata agar terjadi perkembangan ekowisata yang berkelanjutan dan ramah
lingkungan.
2. Bagi Petani, petani hendaknya dapat mengoptimalkan sumber daya yang ada
untuk mendukung kesejahteraannya, seperti membangun desa wisata atau
dengan melakukan pengolahan pasca panen untuk meningkatkan harga jual
komoditas pertaniannya.
3. Bagi Peneliti, penelitian selanjutnya diperlukan adanya analisis komparatif
antara pendapatan petani di sektor pertanian dan petani di sektor pariwisata di
daerah penelitian setempat. Hal ini perlu dilakukan sebagai pembanding,
sehingga dapat terlihat secara jelas perbedaan pendapatan dan perubahan
kondisi ekonomi petani di daerah peneltian setempat
DAFTAR PUSTAKA
Ariesta, Ira. 2011. Pengaruh Diversifikasi Usaha terhadap Profitabilitas dengan
Leverage sebagai Variabel Intervening Studi Empiris pada Perusahaan
Sektor Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
Tahun 2008-2010. Yogyakarta : Universitas Atma Jaya.
Badan Pusat Statistik. 2016. BPS: Kunjungan Wisman ke Indonesia Capai Rekor
Tertinggi. http://traveling.bisnis.com ( 04 Januari 2017).
Bungin, B. 2001. Metodologi Penelitian Sosial (Format-Format Kuantitatif dan
Kualitatif). Surabaya : Airlangga University Press.
Damanik, Janianton dan Helmut F. Weber. 2006. Perencanaan Ekowisata.
Yogyakarta : Penerbit Andi.
Erawan, I Nyoman. 1994. Pariwisata dan Pembangunan Ekonomi (Bali Sebagai
Kasus). Denpasar : UPADA Sastra.
John W. Creswell. (1998). Qualitative Inquiry And Research Design: Choosing
Among Five Traditions. London : SAGE Publications.
Kemenpar. 2015. Pariwisata Kini Jadi Andalan Pendulang Devisa Negara. http://
kemenpar.go.id (17 Agustus 2017).
Kemenpar. 2016. Siaran Pers Kunjungan Wisman 2015 Lampaui Target.
http://kemenpar.go.id (04 Januari 2017)
Lindberg,K dan Hawkins,D.E. (2002). Ekowisata: Petunjuk untuk perencanaan
dan pengelolaan. Jakarta : Yayasan Alami Mitra Indonesia.
Mantra, Ida Bagoes. 2007. Demografi Umum. Edisi Kedua. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Miles, M. B. dan A. M. Huberman. 1984. Analisis Data Kualitatif. Jakarta : UI-
Press.
. 1992. Analisa Data Kualitatif, Jakarta : UI
Press.
Miles, Mattew B dan A. Michael Huberman (2007). Analisis Data Kuaitatif,
Buku sumber tentang metode-metode baru. Jakarta : Universitas Indonesia
Press.
Musanef. 1995. Manajemen Usaha Pariwisata di Indonesia. Jakarta : PT. Toko
Gunung Agung.
89
Nazir , Moh. 2002. Metode Analisis Deskriptif. Yogyakarta : Penerbit Erlangga.
Pendit, Nyoman S. 1994. Ilmu Pariwisata Pengantar Perdana. Jakarta : Pradnya
Paramita
. 2006. Ilmu Pariwisata. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.
Pitana, I Gde. 1999. Pelangi Pariwisata Bali. Denpasar : Penerbit Bali Post.
. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta : CV Andi Offset.
Robert K. Yin. (1989). Case Study Research Design and Methods. Washington
COSMOS Corporation.
Sadono, Dwi, Soeryo Adiwibowo, dan Arya H. Dharmawan. 1992. Dampak
Pariwisata terhadap Peluang Usaha dan Kerja Luar Pertanian di
Pedesaan: Kasus di Daerah Wisata Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa
Barat. Bogor : Pusat Studi Pembangunan - Lembaga Penelitian IPB.
Santoso, Budi, dan Hessel Nogi S Tangkilisan. 1992. Strategi Pengembangan Sektor
Pariwisata, Perspektif Manajemen Strategik Sektor Publik. Yogyakarta :
YPAPI
Soekanto, Soerjono. 1987. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Press.
Stake, R.E. 1995. The Art of Case Study Research. Thousand Oaks, CA: Sage
Publications.
Sugiono 2011. Metode Penelitian Pendidikan ( Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.
Undang-Undang Republik Indonesia Pasal 3 Tujuan Kepariwisataan.
Usman, dan Akbar. 2006. Pengantar Statistika. Jakarta : Bumi Aksara
Wahab, Saleh. 1994. Manajemen Pariwisata.Jakarta : PT Pradya Paramitha.
Yin, K. Robert. 2011. Studi Kasus (Desain dan Metode). Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada (Rajawali Press)
Yoeti, Oka A. 1996. Anatomi Pariwisata Terpadu. Bandung : Penerbit Angkasa.
. 2008. Ekonomi Pariwisata. Jakarta : Buku Kompas