daftar isi halaman sampul dalam i halaman … fileiv tinjauan yuridis kendaraan bermotor roda dua...
TRANSCRIPT
i
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DALAM ....................................................................... i
HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM....................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI .............................. iii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .......................................................... iv
HALAMAN KATA PENGANTAR................................................................... v
HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ........................................ ix
HALAMAN DAFTAR ISI.................................................................................. x
ABSTRAK ........................................................................................................... xiii
ABSTRACT ......................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah..................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 6
1.3. Ruang Lingkup Masalah .................................................................... 7
1.4. Orisinalitas Penelitian ........................................................................ 7
1.5. Tujuan Penelitian ............................................................................... 9
1.5.1.Tujuan Umum........................................................................... 9
1.5.2.Tujuan Khusus .......................................................................... 9
1.6. Manfaat Penelitian ............................................................................. 10
1.6.1.Manfaat Teoritis ....................................................................... 10
1.6.2.Manfaat Praktis......................................................................... 10
1.7. Landasan Teoritis ............................................................................... 11
1.7.1. Teori Negara Hukum ............................................................... 11
1.7.2. Teori Kewenangan ................................................................... 13
ii
1.7.3. Kebijakan dan Keputusan ........................................................ 15
1.7.4. Teori Intepretasi Hukum dan Teori Konstruksi Hukum .......... 17
1.8. Metode Penelitian............................................................................... 22
1.8.1. Jenis Penelitian ......................................................................... 22
1.8.2. Jenis Pendekatan....................................................................... 23
1.8.3.Sumber Bahan Hukum.............................................................. 24
1.8.4.Teknik Pengumpulan Bahan Hukum........................................ 25
1.8.5.Teknik Analisis Bahan Hukum................................................. 26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kendaraan Bermotor Berdasarkan Aturan Hukum Di Indonesia ...... 27
2.1.1 Definisi Kendaraan Bermotor................................................... 27
2.1.2 Kendaraan Bermotor Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan .......................................................................................... 28
2.1.3 Kendaraan Bermotor Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaaraan............................. 29
2.2. Tinjauan Umum Tentang Angkutan dan Kendaraan Bermotor
Umum................................................................................................. 30
2.2.1 Definisi Angkutan..................................................................... 30
2.2.2 Definisi Kendaraan Bermotor Umum....................................... 31
2.3. Tinjauan Umum Mengenai Kebijakan, Perizinan dan Peran
Pemerintah Dalam Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.......................... 31
2.3.1.Pengertian Mengenai Kebijakan............................................... 31
2.3.2.Pengertian Mengenai Perizinan ................................................ 34
iii
2.3.3.Peran Pemerintah ...................................................................... 35
2.3.4.Pembagian Urusan Pemerintahan Dalam Sektor
Perhubungan ............................................................................. 40
BAB III PENGATURAN KENDARAAN RODA DUA SEBAGAI
KENDARAAN BERMOTOR UMUM
3.1. Pengaturan Kendaraan Bermotor Dalam Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ...... 42
3.2. Keberadaan Kendaraan Roda Dua (Gojek) Sebagai Kendaraan
Bermotor Umum Berdasarkan Aturan Hukum Di Indonesia............. 45
3.2.1. Kendaraan Roda Dua Dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ........... 45
3.2.2. Kendaraan Roda Dua Dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2014 tentang
Angkutan Jalan........................................................................ 47
BAB IV KEBIJAKAN DAN PERIZINAN KENDARAAN RODA DUA
SEBAGAI KENDARAAN BERMOTOR UMUM
4.1. Kebijakan dan Perizinan Pemerintah Terhadap Kendaraan Roda
Dua Sebagai Kendaraan Bermotor Umum ........................................ 50
4.2. Teori Konstruksi Hukum Dalam Mengisi Kekosongan Norma ........ 65
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 68
5.2. Saran................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RINGKASAN SKRIPSI
iv
TINJAUAN YURIDIS KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA SEBAGAIKENDARAAN BERMOTOR UMUM DALAM UNDANG-UNDANGNOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTANJALAN
ABSTRAK
Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh maraknya penyediaan layananjasa angkutan umum berbasis online pada media sosial yang berkembang pesatpada era modern ini. Permasalahan yang penulis angkat adalah penggunaankendaraan bermotor roda dua berfungsi sebagai kendaraan bermotor umum padaangkutan umum. Pada tepatnya dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tidak diatur bahwa kendaraan bermotorroda dua sebagai kendaraan bermotor umum. Metode penelitian yang digunakandalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif yang merupakan penelitianhukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem hukummengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan.Pengumpulan bahan-bahan hukum dalam penulisan ini diperoleh melaluiPengumpulan bahan hukum primer dan Pengumpulan bahan hukum sekunder.Setelah bahan diperoleh barulah dimulai penelitian dan menganalisis yangmenggunakan teknik deskripsi, teknik sistematisasi, teknik interpretasi, teknikevaluasi, teknik argumentasi. Penyediaan jasa angkutan umum yangmenggunakan kendaraan roda dua dikenal dengan sebutan gojek, merupakansebuah terobosan baru terhadap ide-ide dari pengusaha muda. Namun, yang tidakdisadari adalah tidak adanya pengaturan terhadap kendaraan roda dua tersebutsebagai kendaraan bermotor umum dalam angkutan umum. Menanggapifenomena ini Pemerintah Indonesia (Presiden) mengemukakan sebuah himbauanyang diteruskan oleh Menteri Perhubungan bahwa memperbolehkan kendaraanbermotor roda dua beroperasi sebagai kendaraan bermotor umum dalam angkutanumum, namun dengan batasan-batasan tertentu sampai tersedianya prasarana yangmemadai dan terbentuknya aturan lebih lanjut. Serta melihat dari kemanfaatan,keefektifan, dan efesiensi dari kendaraan roda dua yang sangat dirasakan olehmasyarakat Indonesia. Perlunya membentuk sebuah aturan ataupun kebijakanmerupakan bagian dari regulasi pemerintahan agar nantinya tidak ada lagigesekan-gesekan antar kelompok masyarakat. Mengenai saran untukmenggunakan teori konstruksi hukum yakni peranalogian untuk membentuk suatuaturan atau hukum.
Kata Kunci: Kendaraan Roda Dua, Kendaraan Bermotor Umum,Kebijakan.
v
JUDICIAL REVIEW: TWO WHELLS VEHICLE AS PUBLICTRANSPORTATION ACCORDING TO LAW NUMBER 22 YEAR 2009
CONCERNING THE ROAD TRAFFIC AND TRANSPORTATION
ABSTRACT
Thesis writing is motivated by the rise of the provision of public transportservices online based on the rapidly growing social media in this modern era. Theproblems that the author adopted is the use of two-wheel motor vehicles functionas public vehicles on public transport. At precisely in Law Number 22 Year 2009regarding Traffic and Road Transportation does not stipulate that the two-wheeled motor vehicles as public vehicles. The method used in this paper is anormative legal research is a study law laying down the law as a legal systembuilding on the principles, norms, rules of the legislation. The collection of legalmaterials in this paper obtained through the collection of primary legal materialsand the collection of secondary law. Once the material is obtained only begunresearch and analyze the use of description techniques, techniquessystematization, interpretation techniques, evaluation techniques, techniques ofargumentation. The provision of public transport services which use two-wheeledvehicles known as gojek, is a breakthrough to the ideas of young entrepreneurs.However, the unconscious is the absence of regulations for two-wheeled vehiclessuch as public vehicles in public transport. In response to this phenomenon theGovernment of Indonesia (President) suggested an appeal forwarded by theMinistry of Transportation that allow two-wheel motor vehicles operating aspublic vehicles in public transportation, but with certain limitations to theavailability of adequate infrastructure and the establishment of more rules. Aswell as view of the usefulness, effectiveness, and efficiency of the two-wheeledvehicle that is felt by the people of Indonesia. The need to create a rule or policyis part of a government regulation that will no longer friction betweencommunities. Regarding the suggestion to use the legal construction theoryperanalogian to establish a rule or law.
Keywords: Two-Wheeled Vehicles, public transportation, Policy.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Transportasi dapat didefinisikan sebagai suatu usaha dan kegiatan
mengangkut atau membawa barang dan/atau penumpang dari suatu tempat ke
tempat lainnya.1Dengan kata lain transportasi diartikan sebagai suatu usaha
pemindahan sesuatu dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan
kendaraan. Sedangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (yang selanjutnya disingkat
dengan UU LLAJ), angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu
tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas
jalan.Transportasi sendiri dibagi 3 yaitu, transportasi darat,laut, dan
udara.2Kompetensi transportasi adalah mencakup semua unsur yang termasuk
didalam sistem. Dalam sistem transportasi ada lima unsur pokok, yaitu:
a. Orang/ Barang yang membutuhkan;
b. Kendaraan sebagai alat angkut;
c. Jalan sebagai prasarana angkutan;
d. Terminal;
e. Organisasi sebagai pengelola angkutan.3
1 Herry Gunawan, 2014, Pengantar Transportasi dan Logistik, Cetakan I, Raja GrafindoPersada Jakarta, h.1.
2 https://id.wikipedia.org/wiki/Transportasi diakses tanggal 20 Oktober 20153 Herry Gunawan, loc.cit.
2
Lalu lintas menurut UULLAJ, adalah gerak kendaraan dan orang dalam
ruang lalu lintas jalan. Dari penjelasan menurut UU LLAJ diatas dapat dijelaskan
kembali bahwa lalu lintas adalah keadaan dimana gerak kendaraan dan orang
merupakan suatu keadaan atau kegiatan yang berada dalam suatu cakupan ruang
lalu lintas jalan. Selanjutnya yang dimaksud ruang lalu lintas jalan yang terdapat
dalam UU LLAJ adalah prasarana yang diperuntukan bagi gerak pindah
kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung.
Lalu lintas dan angkutan jalan harus dikembangkan potensi dan perannya untuk
mewujudkan keamanan, kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas dan angkutan
jalan demi pembangunan ekonomi, pengembangan ilmu pengetahuan, dan
teknologi.4
Di Indonesia pada umumnya pengenaan seputaran kegiatan lalu lintas dan
angkutan jalan secara umum diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Jenis angkutan menurut UU LLAJ adalah kendaraan bermotor dan
kendaraan tidak bermotor. Angkutan bermotor adalah moda transportasi yang
menggunakan kendaraan bermotor sebagai fasilitas yang bergerak di jalan
raya.5Kendaraan bermotor atau angkutan bermotor dibagi berdasarkan jenis dan
fungsinya. Kendaraan bermotor berdasarkan jenisnya yaitu; sepeda motor, mobil
penumpang, mobil bus, dan mobil barang. Sedangkan kendaraan bermotor
berdasarkan fungsinya dibagi dua yaitu; kendaraan bermotor perseorangan dan
kendaraan bermotor umum. Peranan angkutan jalan pada era sekarang sangatlah
4 Nomensen Sinamo, 2014, Hukum Administrasi Negara (Suatu Kajian Kritis TentangBirokrasi Negara), Jala Permata Aksara, Jakarta, h. 147.
5 Herry Gunawan, op.cit, h. 57.
3
penting dalam sistem transportasi, diibaratkan seperti anatomi tubuh manusia
tanpa tangan dan kaki ialah sebagai suatu alat penggerak.
Kendaraan bermotor dikatakan sebagai kendaraan umum atau angkutan
umum yang terdapat penjelasan pada UU LLAJ harus memenuhi unsur adanya
tarif dasar dan kesepakatan tarif dengan pengguna jasa angkutan umum ataupun
perseorangan. Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah menyediakan ruang
lalu lintas dengan tujuan memberikan dan menyediakan ruang gerak untuk
masyarakat dan memberikan pengusaha untuk bergerak pada bidang angkutan
umum. Hal ini kewenangan pemerintah adalah dalam bentuk penyediaan sistem
pelayanan jasa transportasi.6 Pemerintah sendiri mempunyai sasaran dan fungsi
dalam penyediaan pelayanan ini yaitu terwujudnya keselamatan dengan angka
kecelakaan yang rendah, menjangkau semua daerah, serta adanya jaringan antar
wilayah.7Selain hal-hal yang terurai diatas, diketahui dalam UU LLAJ pada Pasal
48 ayat (1) dan Pasal 49 ayat (1) mengatakan kendaraan bermotor yang beroperasi
pada jalan raya harus memenuhi persyaratan teknis, laik jalan dan wajib
melaksanakan pengujian tipe dan penujian berkala.
Pada umumnya di Indonesia penggunaan kendaraan bermotor umum sangat
efektif dilihat dari segi manfaatnya apalagi dalam ibukota yang tingkat
kemacetannya sangat tinggi, karena hal tersebut bisa mengurangi jumlah
kemacetan pada kota-kota besar di seluruh daerah Indonesia. Penggunaan pada
jasa angkutan umum untuk orang dari mobil yang berjenis taksi, bus kota yang
6 Herry Gunawan, op.cit. h. 33.7 Herry Gunawan. op.cit. h. 34.
4
kita sering dengar kabarnya di ibukota Jakarta yaitu Trans Jakarta sampai dengan
angkutan door to door yang sering dikenal dengan sebutan ojek.
Pada masa ini terdengar berita yang sangat membuat penulis lebih masuk
kedalamnya. Kehadiran ojek yang sering disapa dengan nama ojek online(Gojek)
sebuah usaha yang bergerak di bidang jasa angkutan mengenalkan dirinya yang
menggunakan fasilitas melalui jaringan internet dengan sebutan sekarang
penggunaan pada aplikasi yang terdapat pada smartphone. Gojek pun hadir
dengan empat jasa layanan seperti; pengantaran barang, jasa angkutan,
belanja, kerjasama dengan perusahaan untuk jasa kurir yang menekankan
keunggulan dalam Kecepatan, Inovasi dan Interaksi Sosial.8Gojek hadir dengan
keunggulan tersebut membuat meningkatnya kepercayaan masyarakat untuk
menggunakan jasa ojek atau gojek karena sistem pelayanan yang baik dan
didukung dengan teknologi serta membantu masyarakat yang belum mempunyai
pekerjaan.9 Gojek pun telah melebarkan sayapnya dengan menyebarkan
armadanya ke beberapa daerah seperti Jakarta, Bandung, Bali, dan Surabaya.10
Provinsi Bali merupakan provinsi kecil yang tidak seperti daerah lain di
Indonesia yang luas daerahnya 5 kali lipat dari daerah Provinsi Bali. Luas
Provinsi Bali hanya 0,29% (5.632,86 km2) dari luas seluruh Indonesia dengan
jumlah penduduknya yang lebih dari tiga juta jiwa.11 Walaupun dengan luas yang
persekian tidak menunjukkan bahwa Provinsi Bali terhindar dalam keadaan yang
8 http://obendon.com/2015/03/12/gojek-indonesia/, diaskses pada tanggal 21 Oktober 2015.9 update-aplikasi-terbaru.blogspot.co.id/2015/08/efek-fenomena-ojek-motor-gojek.html,
diakses pada tanggal 21 Oktober 2015.10 http://www.indotipstricks.net/2015/08/apa-itu-gojek.html, diakses pada tanggal 21 Oktober
2015.11 I Putu Anom, M. et. al., 2010, Pariwisata Berkelanjutan Dalam Pusaran Krisis Global,
Udayana University Presss, Denpasar, h.45.
5
sering terjadi yaitu kemacetan. Dengan penduduk yang lebih dari tiga juta jiwa
tidak menutup kemungkinan kemacetan terjadi, apalagi di daerah perkotaan.
Kehadiran gojek di Provinsi Bali memang sangat berpampak yang
diklasifikasikan kedalam dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif
yang dihadirkan disini adalah jangkuan pelayanan door to door yang ada dan
pelayanan belanja barang yang banyak dirasakan oleh remaja kalangan ini.
Sedangkan dampak negatif bisa dilihat dari perebutan lahan dan memungkinkan
adanyagesekan percekcokan dengan ojek-ojek pada umumnya.
Adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, pada Pasal 47 mengatur kendaran berupa mobil penumpang,
mobil bus, dan mobil barang dikelompokkan sebagai kendaraan bermotor
perseorangan dan kendaraan bermotor umum. Walaupun sepeda motor masuk
kedalam kelompok kendaraan bermotor yang digerakkan oleh mesin tetapi dalam
UU LLAJ tidak menyebutkan bahwa sepeda motor termasuk kedalam kendaraan
bermotor umum namun, dalam Pasal 1 angka 20 hanya menyebutkan pengertian
dari sepeda motor. Lebih spesifik diatur bahwa sepeda motor masuk ke dalam
kendaraan bermotor perseorangan yaitu milik pribadi. Sedangkan keadaan yang
kita sekarang hadapi adalah sepeda motor sering kita lihat digunakan sebagai
kendaraan bermotor umum, khususnya pada perusahaan gojek yang katanya
bergerak di jasa angkutan.
Pengoperasian gojek pada empat Kota yang disebutkan diatas mempunyai
kelebihan sendiri yang dirasakan langsung oleh masyarakatnya, bagaimana
manfaat gojek yang hadir di kota-kota mereka tentupun tidak menutup
6
kemungkinan menemukan suatu kendala yang sangat berarti. Terdapat kendala
yang memang sangat dirasakan oleh penulis sendiri yakni, dari segi kekosongan
norma yang mengatur hal tersebut dan solusi dari hadirnya gojek ini. Salah satu
organisasi terkait yaitu Organisasi Angkutan Darat (Organda) menilai
bahwaapapun angkutan yang tidak masuk dalam Undang-Undang maka dianggap
sebagai angkutan ilegal, termasuk ojek yang menggunakan kendaraan roda dua.12
Dengan demikian hal ini bisa dikatakan sebagai sumber dari pergesekan antar
kelompok masyarakat yang belakangan ini terjadi.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
penulis dapat menyimpulkan beberapa permasalahan tersebut dalam karya tulis
yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS KENDARAAN BERMOTOR RODA
DUA SEBAGAI KENDARAAN BERMOTOR UMUMDALAMUNDANG-
UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN
ANGKUTAN JALAN“.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan kendaraan roda duasebagai kendaraan
bermotor umum terkait keberadaan Gojek dalam Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan?
12 http://bisnis.liputan6.com/read/2323699/organda-ini-kemunduran-jika-ojek-jadi-angkutan-umum, diakses pada tanggal 21 Oktiber 2015.
7
2. Bagaimanakah kebijakan dan perizinan dari Pemerintah terhadap tidak
adanya pengaturan kendaraan roda duasebagai kendaraan bermotor
umum dalam Undang-Undang terkait keberadaan Gojek?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Untuk memperoleh pembahasan yang tidak jauh menyimpang dari pokok
permasalahan dan jangkauan materi, maka perlu diberikan ruang lingkup
permasalahan yang akan dibahas.
Terhadap permasalahan pertama, pengaturan yang dimaksud baik regulasi
maupun legislasi pemerintah berkenaan dengan pengaturan objek sepeda motor
sebagai kendaraan bermotor umum terkait keberadaan Gojek. Kedua, kebijakan
yang dimaksud adalah bagaimana pengaturan selain Undang-Undang yang tidak
ada pengaturan terhadap objek, sedangkan makin maraknya sepeda motor yang
awalnya sebagai kendaraan bermotor perseorangan menjadi kendaraan yang
digunakan sebagai kendaraan bermotor umum dengan keberadaan Gojek.
1.4. Orisinalitas Penelitian
Penelitian ini meneliti objek kendaraan bermotor roda dua yang sering
digunakan sebagai kendaraan bermotor umum dari segi perundang-undangan.
Selain hal tersebut penelitian ini juga meneliti bentuk kebijakan pemerintah dalam
sekup perizinan yang menghendaki bahwa kendaraan bermotor roda dua layak
digunakan dan masuk ke dalam kelompok kendaraan bermotor umum. Adapun
penelitian yang memiliki kemiripan dengan penelitian ini adalah:
8
No. Judul Penelitian Penulis Permasalahan
1. PENEGAKAN
PERATURAN DAERAH
KOTA DENPASAR
NOMOR 26 TAHUN
2001 TENTANG
PENYELENGGARAAN
PENGUJIAN
KENDARAAN
BERMOTOR
I Made Aditya
Wiryadarma
1. Bagaimana
pelaksanaan
pengujian kendaraan
bermotor berdasarkan
UU Nomor 23 Tahun
2014?
2. Faktor-faktor apa
yang menyebabkan
terhambatnya
pelaksanaan
pengujian kendaraan
bermotor di Kota
Denpasar?
Terdapat sedikit kemiripan objek yang diteliti dari penelitian ini atau baru
dengan penelitian yang sudah ada, namun dapat dilihat perbedaan dari penelitian
ini adalah:
Penelitian Baru Penelitian yang Sudah Ada
1. Penelitian berpacu pada
penelitian hukum normatif.
2. Objek penelitian lebih khusus,
yakni meneliti kendaraan
1. Penelitian berpacu pada
penelitian hukum empiris.
2. Objek penelitian umum, yaitu
meneliti dari kelompok
9
bermotor roda dua.
3. Penelitian dikhususkan lebih
kepada pengaturan kendaraan
bermotor roda dua.
kendaraan bermotor.
3. Penelitian terhadap
penyelenggaraan pengujian
kendaraan bermotor.
1.5. Tujuan Penelitian
Setiap pembahasan pasti memiliki tujuan tertentu, baik tujuan umum
maupun tujuan khusus dalam pembuatannya. Adapun tujuan tersebut adalah:
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan hukum yang ada agar sejalan dengan paradigma science as
a process (ilmu dalam proses). Melalui penulisan ini, turut diupayakan
untuk melakukan pengembangan pada bidang hukum administrasi
negara, khususnya hukum pemerintahan.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengidentifikasi dan menganalisa pengaturan tentang sepeda
motor sebagai kendaraan bermotor umum terkait keberadaan Gojek
dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
2. Untuk mengidentifikasi dan menganalisa kebijakan pemerintah dari
sudut pandang perizinan operasi terhadap fenomena yang ada terkait
10
sepeda motor sebagai kendaraan bermotor umum dengan keberadaan
Gojek.
1.6. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah:
a. Manfaat Teoritis
1. Penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi perkembangan ilmu hukum dalam bidang hukum administrasi
Negara, khususnya hukum pemerintahan.
2. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
referensi bagi para pihak untuk mengetahui bagaimana kebijakan
pemerintah dalam hal sepeda motor sebagai kendaraan bermotor
umum.
b. Manfaat Praktis
1. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan tentang
mekanisme pengaturan sepeda motor yang berawal sebagai
kendaraan bermotor perseorangan menjadi kendaraan bermotor
umum.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan karya
ilmiah dari penulis dalam perkembangan Hukum Pemerintahan
khususnya dan bermanfaat bagi penulis lain dalam penulisan dalam
penulisan pada masa yang akan datang
11
1.7. Landasan Teoritis
1.7.1. Teori Negara Hukum
Negara Indonesia adalah negara yang pada umumnya berdasarkan
atas hukum (rechstaat)walaupun ada kekuasaan tetapi tidak berdasarkan
atas kekuasaan belaka (machtstaat). R. Djokosutomomenyatakan, bahwa
negara hukum menurut UUD 1945 adalah berdasarkan pada kedaulatan
hukum.13Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesisa 1945 bahwa “Negara Indonesia adalah negara
hukum.” Oleh karena itu, negara tidak boleh melaksanakan aktivitasnya atas
dasar kekuasaan belaka,tetapi harus berdasarkan pada hukum.
Secara teori, negara hukum (rechstaat) adalah negara bertujuan
untuk menyelenggarakan ketertiban hukum, yakni tata tertib yang umumnya
berdasarkan hukum yang terdapat pada rakyat. Negara hukum menjaga
ketertiban hukum supaya jangan terganggu, dan agar semua berjalan
menurut hukum.14
Seiring dengan perkembangan negara hukum itu sendiri, kini suatu
negara dapat dikategorikan sebagai negara hukum asalkan memenuhi dua
belas prinsip, yakni:
1. Supremasi Hukum (supremacy of law);2. Persamaan dalam Hukum (equality before The Law);
3. Asas legalitas (due process of law);
4. Pembatasan kekuasaan;
13 C.S.T Kansil dan Christine S.T., 2008, Hukum Tata Negara Republik Indonesia (PengertianHukum Tata Negara dan Perkembangan Pemerintah Indonesia Sejak Proklamasi Kemerdekaan1945 Hingga Kini), cetakan I, PT Rineka Cipta, Jakarta, h. 86.
14 Hans Kelsen, 2006, Teori Tentang Hukum dan Negara, cetakan I, Penerbit Nusamedia danPenerbit Nuansa, Bandung, h. 382.
12
5. Organ-organ eksekutif independen;
6. Peradilan bebas dan tidak memihak;
7. Peradilan tata usaha negara;
8. Peradilan tata negara;
9. Perlindungan hak asasi manusia;
10. Bersifat demokratis (democratische rechtstaat);
11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara (welfarerechtstaat);
12. Transparansi dan kontrol sosial.15
Aristoteles berpendapat suatu Negara yang baik adalah Negara
yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum. 16Utrecht dan
Rachmat Soemitro memberikan dua macam asas yang merupakan ciri
negara hukum, yaitu asas legalitas dan asas perlindungan terhadap
kebebasan setiap orang dan terhadap hak-hak asasi manusia lainnya.17
Philipus M. Hadjon memberikan ciri-ciri negara hukum sebagai
berikut:
1. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat;2. Hubungan fungsional yang proposional di antara kekuasaan
negara;3. Penyelesaian sengketa melalui musyawarah, peradilan sarana
terakhir;4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.18
15 Jimly Assiddhiqie, 2004, Konstitusi dan Konstitualisme, Mahkamah Konstitusi dan PusatStudi Hukum Tata Negara FH UI, Jakarta, h.124.
16 Ni’matul Huda, 2012, Ilmu Negara, cetakan I, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 91, dikutipdari Aristoteles, Politica, Benyamin J., trans, Modern Library Book, New York, h. 170.
17 E. Utrecht, 1966, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, cetakan IX, Penerbit UniversitasIndonesia, Jakarta, h. 305.
18 Philipus M. Hadjon, 1994, Fungsi Normatif Hukum Administrasi Negara DalamMewujudkan Pemerintahan Yang Bersih, Surabaya, h. 45.
13
Dari sejarah kelahiran, perkembangan, maupun pelaksanaannya di
berbagai negara, konsep negara hukum sangat dipengaruhi dan tidak dapat
dipisahkan dari asas kedaulatan rakyat, asas demokrasi, serta asas
konstitusional.19 Hukum yang hendak ditegakkan dalam negara hukum
agar hak-hak asasi warganya benar-benar terlindungi hendaklah hukum
yang benar dan adil, yaitu hukum yang bersumber dari aspirasi rakyat,
untuk rakyat, dan oleh rakyat melalui wakil-wakilnya yang dibuat secara
konstitusional tertentu. Teori negara hukum menggambarkan bahwa
Negara Hukum adalah adanya kegiatan-kegiatan ketatanegaraan yang
bertumpu pada keadilan.
1.7.2. Teori Kewenangan
Wewenang merupakan hal yang esensial dalam kajian hukum
administrasi negara karena berhubungan dengan pertanggungjawaban
hukum dan penggunaan wewenang tertentu.Prajudi Atmosudirdjo
berpendapat tentang pengertian wewenang dalam kaitannya dengan
kewenangannya sebagai berikut:
Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaanyang berasal dari Kekuasaan Legislatif (diberikan oleh Undang-Undang) atau dari Kekuasaan Eksekutif/Administratif.Kewenangan adalah kekuasaan terhadap segolongan orang-orangtertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan(atau bidang urusan) tertentu yang bulat, sedangkan wewenanghanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Di dalamkewenangan terdapat wewenang-wewenang. Wewenang adalahkekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak hukum publik.20
19 Murtir Jeddawi, 2012, Hukum Administrasi Negara, cetakan I, Penerbit Total Media,Yogyakarta h. 44.
20 Prajudi Atmosudirdjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 29.
14
Secara teori kewenangan yang bersumber dari peraturan
perundang-undangan diperoleh dengan tiga cara, yaitu atribusi, delegasi,
dan mandat. Dalam hal ini, van Wijk mendefinisikan hal-hal tersebut
sebagai berikut:
1. Atribusi; adalah pemberian wewenang pemerintahan olehpembuat undang-undang kepada organ pemerintahan.
2. Delegasi; adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satuorgan pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya.
3. Mandat; terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkankewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.21
Kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian
kekuasaan negara oleh undang-undang dasar, sedangkan kewenangan
delegasi dan mandat adalah kewenangan yang berasal dari “pelimpahan”.22
Dengan dicabutnya UU tentang Pemerintahan Daerah yang diganti
menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah dapat dijelaskan beberapa kewenangan
sebagai berikut:
1. Absolut, kewenangan dipegang secara penuh oleh pemerintah
pusat.
2. Konkuren, kewenangan yang berisi hak dan kewajiban dari
pemerintahan daerah.
21 M. Hutanuruk, 1978, Asas-Asas Ilmu Negara, Erlangga, Jakarta, h.102.22 Ni Nyoman Mariadi, “Kewenangan Pemerintah dalam Menetapkan Penguasaan dan
Pemilikan Luas Tanah Pertanian”, Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Hukum UniversitasUdayana, Denpasar, 2011, h.27.
15
3. Umum, kewenangan dipegang oleh pemerintah pusat, namun
pemerintah daerah sebagai penyelenggara urusan
pemerintahan.
1.7.3. Kebijakan dan Keputusan
Harrold Lasswell yang mengembangkan pernyataan dari Jhon
Dewey berendapat, Ilmu kebijakan adalah studi tentang proses pembuatan
keputusan dan mengevaluasi informasi yang tersedia untuk memecahkan
masalah-masalah tertentu.23Kebijakan memunyai tujuan, dasar eksistensi,
dan pertanggungjawaban. Bertujuan kepuasan dan kententraman antara
pemerintah dan rakyat, mempunyai dasar eksistensi yakni berdasarkan
pada moralitas hukum dan faktual, dan dapat dipertanggungjawabkan
secara moral dan hukum.24Konsep Negara Hukumyang tertuang dalam
Pasal 1 ayat(3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 serta perkembangan dari masa ke masa menimbulkan suatu
kesadaran bahwa hukum merupakan instrumen untuk mewujudkan tujuan-
tujuan tertentu, digunakan sebagai sarana pengatur, dan melalui bentuk
hukum yaitu peraturan-peraturan.25 Dalam demokrasi modern, kebijakan
berisikan pendapat dan cetusan pikiran dari pejabat Negara yang
harusmemenuhi porsi dengan opini publik yang mencerminkan
23 Miftah Thoha, 1986, Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara,cetakan II,Rajawali, Jakarta, h. 54.
24 Willy D.S. Voll, 2013, Dasa-Dasar Ilmu Hukum Administrasi Negara, cetakan I, SinarGrafika, Jakarta, h. 134-135.
25 Bambang Sunggono, 1994, Hukum Dan Kebijaksanaan Publik, cetakan I, Sinar Grafika,Jakarta, h. 3.
16
kebijaksanaan publik yang harus selalu berorientasi pada kepentingan
publik.26
Salah satu bentuk dari kebijakan tersebut selain peraturan
perundang-undangan yang juga disebut sebagai produk hukum adalah
Keputusan (beschikking). Menurut Undang-Undang Nomor 51 Tahun
2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Keputusan Tata Usaha
Negara adalah dalam Pasal 1 ayat (9), suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisikan
tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkrit, individual dan final ,
menimbulkan akibat hukum bagi seseroang atau badan hukum perdata.
Van Der Wel memberikan pengertian, ketetapan adalah suatu
perbuatan hukum oleh suatu alat pemerintahan dalam hal konkrit
meneguhkan tanpa turut serta kehendak lain suatu hubungan hukum yang
telah ada, guna menimbulkan yang baru atau menolak untuk
diteguhkannya suatu hubungan hukum yang telah ada atau menimbulkan
hukum baru.27
H.D. van Wijk/ Willem Konijnenbelt, beschikingatau keputusan
merupakan keputusan pemerintahan untuk hal yang bersifat konkret dan
26 Ibid, h.11.27 Victor Situmorang, 1989, Dasar-Dasar Hukum Administrasi Negara, Bina Aksara, Jakarta,
h. 110.
17
individual, dan sejak dulu dijadikan instrument yuridis pemerintahan yang
utama.28
1.7.4. Teori Interpretasi Hukum dan Teori Konstruksi Hukum
Kekosongan norma adalah suatu keadaaan dimana perkara atau
peristiwa terjadi dalam masyarakat namun suatu aturan atau pengaturannya
belum ada atau tidak ada. Maka dari itu sudah seharusnya hukum itu
ditemukan atau yang sering dikenal dengan istilah penemuan hukum.
Menurut Paul Scholten, menyatakan bahwa penemuan hukum adalah sesuatu
yang lain dari pada hanya penerapan peraturan pada peristiwa, karena sering
terjadi bahwa peraturannya harus ditemukan baik dengan jalan interpretasi
maupun jalan analogi atau rechtsvervijning.29 Kemudian penemuan hukum ini
dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu : interpretasi hukum yang juga
digunakan dengan istilah penafsiran dan konstruksi hukum.30
Terdapat beberapa metode penafsiran atau interpretasi, yakni
sebagai berikut: 31
1) Metode penafsiran letterlijk atau literal, merupakan metode
yang memfokuskan pada arti atau makna kata (word).
2) Metode penafsiran gramatikal (bahasa), merupakan penafsiran
yang menekankan pada makna teks yang didalamnya kaidah
28 Ridwan HR, 2013, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, RajaGrafindo Persada,Jakarta, h. 141, dikutip dari H.D. Van Wijk/Willem Konijnenbelt, Hoofdstukken vanAdministratief Recht, Vuga, s’Gravenhage, 1995
29 H. Zaeni Asyhadie, Arief Rahman, 2014, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan II, RajaGrafindoPersada, Jakarta, h.166.
30 Ibid, h.167.31 Jimly Asshiddiqie, 2015, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, h. 233-242.
18
hukum dinyatakan yang bertolak dari makna bahasa sehari-hari
atau makna teknis yuridis yang sudah dilazimkan.
3) Metode penafsiran restriktif, dilakukan dengan cara membatasi
penafsiran sesuai dengan kata yang maknanya sudah tertentu.
4) Metode panfsiran ekstensif, dilakukan dengan cara memperluas
makna sehingga penafsiran dilakukan tidak hanya terbatas
kepada makna teknis dan gramatikal kata-kata yang terkandung
dalam suatu rumusan norma hukum yang bersangkutan.
5) Metode penafsiran autentik, merupakan penafsiran sesuai
dengan tafsir yang dinyatakan oleh pembuat undang-undang
(legislator) dalam undang-undang itu sendiri yang dapat
dijelaskan dalam pasal atau dalam penjelasannya.
6) Metode penafsiran sistematik, dilakukan dengan menafsirkan
menurut sistem yang ada dalam hukum itu sendiri, yakni
dengan memperhatikan naskah-naskah hukum lain yang
memiliki keterkaitan.
7) Metode penafsiran sejarah undang-undang, mendasarkan diri
pada makna historis yang terkandung dalam perumusan
undang-undang itu sendiri dengan mempelajari latar belakang
sejarah penyusunan undang-undang tersebut.
8) Metode penafsiran historis dalam arti luas, bertujuan untuk
mencari makna historis suatu pengertian normatif dalam
undang-undang yang dikaitkan dengan konteks
19
kemasyarakatan masa lampau yang merujuk pada pendapat-
pendapat pakar dan hukum-hukum masa lampau yang relevan.
9) Metode penafsiran sosio-historis, mempertimbangkan
perkembangan masyarakat yang melahirkan norma dengan
memusatkan perhatian pada konteks sejarah masyarakat yang
memengaruhi terbentuknya rumusan naskah ketika norma
hukum yang bersangkutan terbentuk di masa lalu.
10) Metode penafsiran sosiologis, mendasarkan diri pada
penafsiran yang bersifat sosiologis, yakni memusatkan
perhatian pada konteks sosial (peristiwa yang terjadi di
masyarakat) ketika suatu naskah dirumuskan.
11) Metode penafsiran teleologis, memusatkan perhatian pada
persoalan, apa tujuan yang hendak dicapai oleh norma hukum
yang ditentukan dalam teks.
12) Metode penafsiran holistik, merupakan aspek keseluruhan
unsur yang terkait dengan cara mengaitkan penafsiran suatu
naskah hukum dengan konteks keseluruhan jiwa dari naskah
hukum tersebut.
13) Metode penafsiran tematis-sistematis, memusatkan perhatian
pada persoalan apa yang menjadi makna dari pasal-pasal yang
dirumuskan atau bagaimana cara untuk mengerti makna dari
pasal-pasal yang dirumuskan dalam kelompok pasal atau bab.
20
14) Metode penafsiran antisipatif atau futuristik, dilakukan dengan
cara merujuk suatu rancangan undang-undang yang sudah
mendapat persetujuan bersama, tetapi belum disahkan secara
formal.
15) Metode penafsiran evolutif-dinamis, digunakan karena adanya
perubahan pandangan dalam dinamika kehidupan masyarakat.
Ciri dari penafsiran ini yaitu diabaikannya maksud pembentuk
undang-undang dari keharusan untuk dijadikan referensi karena
adanya kebutuhan nyata untuk menegakkan keadilan di
lapangan.
16) Metode penafsiran komaparatif, dilakukan dengan cara
membandingkan berbagai sistem hukum yang dimaksudkan
untuk memahami prinsip hukum sendiri atau untuk
menemukan prinsip-prinsip yang berlaku umum dari objek-
objek yang diperbandingkan guna menyelesaikan permasalahan
hukum.
17) Metode penafsiran filosofis, memusatkan fokus perhatian pada
aspek filosofis yang terkandung dalam nroma hukum yang
hendak ditafsirkan.
18) Metode penafsiran interdisipliner, menggunakan logika
penafsiran dengan menggunakan bantuan banyak cabang ilmu
pengetahuan, banyak cabang ilmu hukum itu sendiri ataupun
dari berbagai metode penafsiran.
21
19) Metode penafsiran multidisipliner, dilakukan cukup dengan
menggunakan suatu cabang ilmu di luar ilmu hukum sesuai
dengan kasus atau permasalahan hukum yang dihadapi.
Disamping interpretasi juga dikenal dengan 3 bentuk konstruksi
hukum, serta konstruksi hukum ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi
kekosongan norma.32 Jenis-jenis konstruksi hukum itu adalah sebagai
berikut:33
1) Analogi atau peranalogian, yaitu penemuan hukum yang
mencari esensi dari suatu peristiwa hukum khusus, ke
peraturan yang bersifat umum. Inti dari penemuan hukum
ini adalah mempersamakan dengan cara memperluas makna
peraturan yang khusus menjadi ketentuan umum, tidak
berpegang pada bunyi ketentuan, namuntetap menyatu
dalam sistem hukum.
2) Argumentum a’contrario, yaitu penalaran terhadap
ketentuan undang-undang pada peristiwa hukum tertentu,
sehingga secara a’contrario ketentuan tersebut tidak boleh
diberlakukan pada hal-hal lain.
3) Rechvijnings (pengkonkretan hukum, atau penyempitan,
atau penghalusan hukum), yaitu mengonkretkan suatu
ketentuan dalam undang-undang yang terlalu luas
cakupannya.
32 Philipus M. Hadjon, Tatiek Sri Djatmiati, 2014, Argunentasi Hukum, Cetakan keenam,Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, h.27.
33 H. Zaeni Asyhadie, Arief Rahman, Op.cit, h.172-173.
22
4) Fiksi Hukum, yaitu penemuan hukum dengan
menggambarkan suatu peristiwa, kemudian
menganggapnya ada sehingga peristiwa tersebut menjadi
suatu fakta baru. Penggunaan fiksi hukum tersebut karena
adanya asas bahwa setiap orang dianggap mengetahui
hukum, artinya apabila suatu peraturan perundang-
undangan telah diundangkan dan diberlakukan, maka
dianggap semua orang telah mengetahuinya.
1.8. Metode Penelitian
1.8.1. Jenis Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah dalam penulisan
ini, maka jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah
penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian
hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem hukum
mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan,
putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).34
Perlunya penelitian normatif yang dilakukan dalam penulisan ini
adalah berawal dari keberadaan yang Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pada Pasal 47 mengatur
kendaran berupa mobil penumpang, mobil bus, dan mobil barang
dikelompokkan sebagai kendaraan bermotor perseorangan dan kendaraan
bermotor umum. Walaupun sepeda motor masuk kedalam kelompok
34 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris,Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 34.
23
kendaraan bermotor yang digerakkan oleh mesin tetapi dalam UU Lalu
Lintas tidak menyebutkan bahwa sepeda motor termasuk kedalam
kendaraan bermotor umum. Lebih spesifik diatur bahwa sepeda motor
masuk ke dalam kendaraan bermotor perseorangan yaitu milik pribadi.
Sedangkan keadaan yang kita sekarang hadapi adalah sepeda motor sering
kita lihat digunakan sebagai kendaraan bermotor umum, khususnya pada
perusahaan gojek yang katanya bergerak di jasa angkutan. Berawal dari
fakta yang terdapat bisa ditarik kesimpulan bahwa adanya kekosongan
norma yang mengatur bahwa kendaraan roda dua atau sepeda motor
termasuk kedalam angkutan umum.
1.8.2. Jenis Pendekatan
Penulisan ini menggunakan pendekatan fakta (the fact approach),
pendekatan perundang-undangan (the statutory approach) dan pendekatan
analisis konsep hukum (analitical and conseptual approach). Pendekatan
fakta (the fact approach) pada umumnya dilakukan dengan melihat
keadaan nyata di wilayah penelitian.35Pendekatan perundang-undangan
(the statute approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan
menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut sesuai
hukum yang ditangani.36 Dan pendekatan analisis konsep hukum
(analitical and conseptual approach) digunakan untuk memahami konsep-
35 Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2009, Pedoman Pendidikan Fakultas HukumUniversitas Udayana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 60.
36 Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum Edisi I, Cetakan V, Kencana, Jakarta, h.93.
24
konsep yang diterapkan dalam menyelesaikan pertentangan norma yang
terjadi.
1.8.3. Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum merupakan sumber- sumber untuk
melaksanakan penelitian baik penelitian hukum normative maupun
empiris. Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini yakni:
1) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah sumber bahan hukum yang
mengikat yakni berupa norma, kaidah dasar dan peraturan yang
berkaitan, yang bersifat mengikat.37Perwujudan kaidah dasar
dan norm ini berupa: Peraturan Perundang-undangan dalam arti
luas, Perjanjian, dan Keputusan Tata Usaha Negara.38
2) Bahan Hukum Sekunder
Sumber bahan hukum sekunder yakni bahan hukum yang
meliputi buku-buku, literatur, makalah, skripsi, tesis, dan
bahan-bahan hukum tertulis lainnya yang berhubungan dengan
permasalahan penelitian.39 Selain itu, bahan hukum yang
diperoleh melalui internet juga termasuk sebagai bahan hukum
sekunder dengan mencantumkan alamat situsnya.
3) Bahan Hukum Tersier
37 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmmudji, 1988, Penulisan Hukum Normatif, Rajawali Press,Jakarta, h. 34
38 Fakultas Hukum Universitas Udayana, loc.cit.39 Peter Mahmud Marzuki, op. cit, h. 141.
25
Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
sekunder, seperti kamus besar bahasa Indonesia dan kamus
hukum serta ensiklopedia hukum.40
1.8.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan-bahan hukum yang digunakan dalam
penulisan ini adalah teknik studi dokumen (study document). Penelusuran
bahan hukum dilakukan dengan sistem kartu (card system)41 yaitu melalui
proses membaca, mencatat dan memahami isi dari masing-masing
informasi yang diperoleh dari bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder secara sistematis sesuai dengan permasalahan penelitian. Selain
teknik pengumpulan bahan yang dijelaskan di atas temasuk dalam
penelitian hukum normatif, namun ada sedikit tambahan teknik
pengumpulan bahan yaknimelalui wawancara atau interview yaitu situasi
peran antarpribadi bertatap muka (face to face), ketika seseorang yakni
pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk
memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian
kepada para pejabat yang memiliki kewenangan terkait dengan
permasalahan yang dibahas.
40 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penulisan Hukum, RajagrafindoPersada, Jakarta, h. 119.
41 Fakultas Hukum Universitas Udayana, op.cit. h. 76.
26
1.8.6. Teknik Analisis Bahan Hukum
Dalam memahami dan membei arti dari fenomena yang kompleks
harus menggunakan prinsip analisis yang kompleks.42Setelah bahan-bahan
hukum terkumpul kemudian dilakukan analisis terhadap bahan hukum
tersebut. Untuk menganalisa bahan hukum tersebut, perlulah kemudian
digunakan beberapa teknis analisis. Teknik analisis bahan hukum yang
digunakan dalam penulisan ini, yaitu: 43
- Teknik Deskripsi, berupa uraian terhadap suatu kondisi
hukum maupun non-hukum.
- Teknik Sistematisasi, berupa upaya mencari kaitan rumusan
suatu konsep hukum antara perundang-undangan yang
sederajat maupun yang tidak sederajat.
- Teknik Interpretasi, berupa penggunaan jenis-jenis
penafsiran dalam ilmu hukum seperti penafsiran gramatikal,
historis, sistematis, teleologis, kontektual, dan lain-lain.
- Teknik Evaluasi, berupa penilaian tepat tidak atau tepat,
setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah
terhadap suatu pandangan, pernyataan rumusan norma baik
yang terdapat dalam bahan hukum primer maupun bahan
hukum sekunder.
- Teknik Argumentasi, berupa penilaian yang bersifat
penalaran hukum.
42 Bambang Sunggono, 2013, Metode Penelitian Hukum, cetakan 14, RajaGrafindo Persada,Jakarta, h. 49.
43 Fakultas Hukum Universitas Udayana, op.cit. h. 76-77.
27