daftar ab building code provinsi buku 1
DESCRIPTION
Standar Acuan PembangunanTRANSCRIPT
-
i
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
D A F T A R I S I
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
D A F T A R I S I i
BAGIAN I KETENTUAN UMUM
I.1. PENGERTIAN 1
I.1.1. Umum 1
I.1.2. Teknis 2
I.2. MAKSUD DAN TUJUAN 6
I.2.1. Maksud 6
I.2.2. Tujuan 6
I.3. LINGKUP PENGATURAN 6
BAGIAN II PERSYARATAN TATA BANGUNAN
II.1. PERUNTUKAN LOKASI DAN INTENSITAS BANGUNAN RUMAH
TINGGAL SEDERHANA 7
II.1.1. Umum 7
II.1.2. Bangunan Rumah Tinggal Sederhana Pada Zona I 8
II.1.3. Bangunan Rumah Tinggal Sederhana Pada Zona II 9
II.1.4. Bangunan Rumah Tinggal Sederhana Pada Zona III 10
II.1.5. Bangunan Rumah Tinggal Sederhana Pada Zona IV 10
II.2. ARSITEKTUR 12
II.2.1. Umum 12
II.2.2. Persyaratan Penampilan Bangunan Rumah Tinggal Sederhana 12
II.2.3. Persyaratan Tata Ruang Dalam 12
II.2.4. Persyaratan Tata Letak Bangunan 14
II.2.5. Ruang Terbuka Hijau 15
II.2.6. Persyaratan Sirkulasi, Pintu Keluar Masuk Lingkungan Permukiman,
dan Pintu Rumah Tinggal Sederhana 16
II.3. PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN 17
II.3.1. Ketentuan Pengendalian Dampak Lingkungan 17
II.3.2. Persyaratan Bangunan Rumah Tinggal Sederhana Pada Daerah
Rawan Bencana 18
-
ii
BAGIAN III KEANDALAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA
III.1. KEANDALAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA 19
III.2. KESELAMATAN 19
III.2.1. Struktur Bangunan 19
III.2.2. Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran 29
III.2.3. Bangunan dan Jalur Penyelamatan 31
III.2.4. Sistem Penangkal Petir 33
III.2.5. Instalasi Listrik 33
III.3. KESEHATAN 34
III.3.1. Ventilasi dan Pengkondisian Udara 34
III.3.2. Pencahayaan 34
III.3.3. Sanitasi Pada Bangunan Rumah Tinggal Sederhana 35
III.3.4. Penggunaan Bahan Bangunan 40
III.4. KENYAMANAN 40
III.5. KEMUDAHAN 41
BAGIAN IV TATA LAKSANA
IV.1. UMUM 42
IV.2. PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG 42
IV.2.1. Persyaratan Administratif 42
IV.2.2. Perencanaan Teknis 46
IV.2.3. Pelaksanaan Konstruksi 47
IV.2.4. Pengawasan Konstruksi 48
IV.2.5. Sertifikat Laik Fungsi 48
INDEKS 50
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN II
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAGIAN I
KETENTUAN UMUM
I.1. PENGERTIAN I.1.1. Umum
Dalam pedoman teknis ini yang dimaksud dengan:
1. Provinsi adalah Daerah Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD).
2. Kepala daerah provinsi adalah Gubernur Kepala Daerah Otonomi Khusus
NAD.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi yang selanjutnya disebut
DPRD Provinsi adalah lembaga perwakilan rakyat daerah Provinsi NAD
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Daerah adalah kabupaten atau kota di Provinsi NAD yang berhak
mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya dalam rangka
pelaksanaan otonomi khusus.
5. Kepala daerah kabupaten/kota adalah bupati atau walikota di kabupaten/
kota dalam wilayah Provinsi NAD.
6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya
disebut DPRD Kabupaten/Kota adalah lembaga perwakilan rakyat daerah
kabupaten/kota yang berada di Provinsi NAD sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
7. Dinas/instansi teknis adalah dinas/instansi teknis di daerah yang
mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan pengaturan, pembinaan dan
pengendalian pembangunan, dan pemanfaatan bangunan rumah tinggal
sederhana yang berada di daerah yang bersangkutan.
8. Pengawas/penilik bangunan rumah tinggal sederhana adalah pejabat
fungsional teknis tata bangunan dan perumahan yang ditunjuk berdasarkan
keputusan bupati/walikota sesuai ketentuan yang berlaku untuk bertugas
mengawasi pelaksanaan konstruksi bangunan rumah tinggal sederhana.
1
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN II
I.1.2. Teknis Dalam pedoman teknis ini yang dimaksud dengan:
1. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang
menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat
manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal,
kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun
kegiatan khusus.
2. Bangunan gedung umum adalah bangunan gedung yang fungsinya untuk
kepentingan publik, baik berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun
fungsi sosial dan budaya.
3. Bangunan induk adalah bangunan gedung yang mempunyai fungsi utama
dalam suatu kaveling/ persil.
4. Rumah adalah bangunan gedung yang terdiri atas ruangan atau gabungan
ruangan yang berhubungan satu sama lain, yang berfungsi sebagai tempat
tinggal atau hunian.
5. Rumah tinggal sederhana adalah bangunan gedung tidak bertingkat
termasuk rumah panggung dengan total luas lantai maksimal 36 m2.
6. Rumah darurat adalah bangunan gedung rumah tinggal yang fungsinya
hanya digunakan untuk sementara dengan konstruksi tidak permanen.
7. Demolisi adalah kegiatan merobohkan atau membongkar bangunan gedung
secara total.
8. Qanun adalah peraturan daerah sebagai pelaksanaan undang-undang di
wilayah Provinsi NAD.
9. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota adalah hasil
perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota yang telah ditetapkan
dengan qanun (peraturan daerah).
10. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan (RDTRKP) adalah
penjabaran dari RTRW kabupaten/kota ke dalam rencana pemanfaatan
kawasan perkotaan.
11. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan
rancang bangun suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang
yang memuat rencana program bangunan dan lingkungan, rencana umum
2
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN II
dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana,
dan pedoman pengendalian pelaksanaan.
12. Izin Mendirikan Bangunan Gedung (IMB) adalah perizinan yang
diberikan oleh pemerintah kabupaten/ kota kepada pemilik bangunan
rumah tinggal sederhana untuk membangun baru, mengubah, memperluas,
mengurangi, dan/atau merawat bangunan rumah tinggal sederhana sesuai
dengan persyaratan administratif dan teknis yang berlaku.
13. Permohonan IMB Gedung adalah permohonan yang dilakukan oleh
pemilik bangunan rumah tinggal sederhana kepada pemerintah daerah
untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan rumah tinggal sederhana.
14. Kepadatan Bangunan adalah angka presentase berdasarkan perbandingan
antara luas lantai dasar seluruh bangunan di dalam satu kawasan terhadap
batas luas kawasan yang dimaksud.
15. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka presentase perbandingan
antara luas lantai dasar bangunan rumah tinggal sederhana dan luas
lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana
tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
16. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka presentase perbandingan
antara luas seluruh lantai bangunan rumah tinggal sederhana dan luas
tanah/perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata
ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
17. Koefisien Daerah Hijau (KDH) adalah angka presentase perbandingan
antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan rumah tinggal sederhana
yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan
rencana tata bangunan dan lingkungan.
18. Daerah Hijau Bangunan (DHB) adalah ruang terbuka pada
kaveling/persil yang dimanfaatkan untuk penghijauan.
19. Pekarangan adalah bagian dari suatu kaveling/persil, termasuk DHB, yang
tidak merupakan bagian dari bangunan rumah tinggal sederhana.
20. Garis sempadan sungai adalah garis batas yang diukur dari batas
permukaan air sungai tertinggi.
3
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN II
21. Garis sempadan pantai adalah garis batas yang diukur dari batas
permukaan air laut tertinggi (high water level).
22. Garis sempadan bangunan (GSB) rumah tinggal sederhana adalah
garis batas yang diukur dari:
a. Batas daerah milik jalan atau daerah milik jalan rel;
b. Batas tepi sungai, atau batas yang diukur dari batas permukaan air laut
tertinggi;
c. Saluran, jaringan listrik tegangan tinggi, jaringan pipa gas, dan
sebagainya;
terhadap bidang terluar suatu massa bangunan rumah tinggal sederhana
yang diizinkan.
23. Jarak antar bangunan rumah tinggal sederhana adalah jarak yang
diukur dari bidang terluar antara massa bangunan rumah tinggal sederhana
di dalam satu kaveling/persil.
24. Tinggi bangunan rumah tinggal sederhana adalah jarak yang diukur dari
lantai dasar ke bagian tertinggi dari konstruksi bangunan rumah tinggal
sederhana tersebut.
25. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan
tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
26. Lingkungan adalah bidang tanah dengan batas-batas yang jelas yang di
atasnya dibangun sarana hunian termasuk prasarana, sarana, dan fasilitas
sosial dan fasilitas umumnya, yang secara keseluruhan merupakan kesatuan
tempat permukiman.
27. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan
perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya.
28. Dampak Reversible adalah dampak atau kerusakan yang dapat diperbaiki
atau dikendalikan, baik alami maupun buatan.
29. Dampak Irreversible adalah dampak atau kerusakan yang tidak dapat
diperbaiki atau dikendalikan, baik alami maupun buatan.
4
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN II
30. Standar teknis adalah standar yang dibakukan sebagai standar tata cara,
standar spesifikasi, dan standar metode uji baik berupa Standar Nasional
Indonesia maupun standar internasional yang diberlakukan dalam
penyelenggaraan bangunan gedung.
31. Jaringan saluran umum kota adalah jaringan prasarana saluran umum
perkotaan yang berupa jaringan sanitasi dan jaringan drainase.
32. Air bersih adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses
pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan.
33. Air kotor atau air limbah adalah air yang tercampur dengan kotoran yang
berasal dari dapur, kamar mandi, kakus, dan sarana pembuangan lainnya.
34. Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan yang bersumber dari usaha
atau kegiatan dalam tingkat bunyi dan jangka waktu tertentu yang
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
35. Tingkat kebisingan adalah tingkat bunyi dalam ambang yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan,
yang dinyatakan dalam satuan desibel, disingkat dB.
36. Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang
diperbolehkan tersebar ke lingkungan sekitar dari usaha atau kegiatan
sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan.
37. Rehabilitasi adalah upaya perbaikan kerusakan kawasan lingkungan
permukiman yang meliputi bangunan gedung, prasarana, fasilitas sosial dan
fasilitas umum untuk memulihkan dan meningkatkan tata kehidupan dan
penghidupan masyarakat akibat bencana alam gempa bumi dan tsunami di
Provinsi NAD.
38. Rekonstruksi adalah upaya penataan dan pembangunan kembali kawasan
lingkungan permukiman yang musnah meliputi bangunan gedung,
prasarana, fasilitas sosial dan fasilitas umum untuk memulihkan dan
meningkatkan tata kehidupan dan penghidupan masyarakat akibat bencana
alam gempa bumi dan tsunami di Provinsi NAD.
39. Signage adalah pertandaan termasuk papan iklan/reklame yang
penempatannya pada bangunan rumah tinggal sederhana, kaveling, pagar,
atau ruang publik.
5
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN II
I.2. MAKSUD DAN TUJUAN I.2.1. Maksud
Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung Untuk Rumah Tinggal Sederhana
ini dimaksudkan sebagai acuan persyaratan administratif dan teknis yang
diperlukan dalam penyelenggaraan pembangunan rumah tinggal sederhana di
Provinsi NAD.
I.2.2. Tujuan Tujuan dari Pedoman Pembangunan Rumah Tinggal Sederhana ini untuk
mewujudkan bangunan rumah tinggal sederhana yang sesuai dengan fungsi
yang ditetapkan dan memenuhi persyaratan administratif dan teknis serta sesuai
dengan tata bangunan rumah tinggal sederhana, andal, serasi dan selaras
dengan lingkungannya.
I.3. LINGKUP PENGATURAN Lingkup pengaturan pedoman pembangunan bangunan rumah tinggal
sederhana di Wilayah Provinsi NAD meliputi persyaratan tata bangunan dan
lingkungan, persyaratan keandalan, dan tata laksana penyelenggaraan
bangunan rumah tinggal sederhana.
6
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN II
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAGIAN II
PERSYARATAN TATA BANGUNAN
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
II.1. PERUNTUKAN LOKASI DAN INTENSITAS BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA
II.1.1. Umum 1. Penetapan peruntukan lokasi dan intensitas bangunan rumah tinggal
sederhana di Provinsi NAD didasarkan pada arahan zonasi berdasarkan
tingkat kerusakan yang terjadi sebagai akibat bencana gempa bumi dan
tsunami, yakni:
a. Zona I : adalah zonasi tingkat kerusakan hancur total, dengan arahan
peruntukan bangunan untuk permukiman desa sangat terbatas pada
permukiman nelayan, dan permukiman petani, dengan arahan
Kepadatan Bangunan Sangat Rendah.
b. Zona II : adalah zonasi tingkat kerusakan yang hanya terjadi pada
struktur bangunannya, dengan arahan peruntukan bangunan untuk
permukiman desa terbatas, dengan arahan Kepadatan Bangunan
Rendah.
c. Zona III : adalah zonasi tingkat kerusakan ringan, dengan arahan
peruntukan bangunan untuk perumahan dan permukiman baru,
permukiman lama, dengan arahan Kepadatan Bangunan Sedang.
d. Zona IV : adalah zonasi yang tidak mengalami kerusakan, dengan
arahan peruntukan bangunan untuk perumahan dan permukiman baru,
permukiman lama, dengan arahan Kepadatan Bangunan Tinggi.
2. Untuk kabupaten/kota yang belum ditetapkan zonasinya sebagaimana pada
butir 1, maka peruntukan lokasi dan intensitas bangunan gedungnya
mengikuti ketentuan RTRW Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
3. Untuk kabupaten/kota yang belum ditetapkan zonasinya sebagaimana pada
butir 1 dan belum memiliki RTRW Kabupaten/Kota, maka peruntukan
lokasi dan intensitas bangunan gedungnya ditetapkan berdasarkan
kesepakatan daerah.
7
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN II
4. Penetapan peruntukan lokasi dan intensitas bangunan gedung sebagaimana
dimaksud dalam butir 3 dapat disesuaikan setelah ditetapkannya zoning
code sebagai ketentuan lebih rinci dari RTRW untuk masing-masing
kabupaten/kota di Provinsi NAD.
5. Pada kawasan lindung tidak boleh dibangun bangunan rumah tinggal
sederhana baik pada Zona I, II, III, maupun pada Zona IV, kecuali:
a. Bangunan-bangunan gedung penelitian, keamanan, navigasi,
pemeliharaan tambak dan perikanan, bangunan arkeologi, fasilitas
pelabuhan, pembangkit energi dan industri pariwisata pantai, pada Zona
I, dan
b. Bangunan-bangunan gedung arkeologi, keamanan dan mitigasi pada
Zona II, III, dan IV.
II.1.2. Bangunan Rumah Tinggal Sederhana Pada Zona I 1. Peruntukan Lokasi
a. Permukiman nelayan terbatas, permukiman perdesaan terbatas pada
kawasan budidaya pertanian, serta bangunan-bangunan yang
mendukung kegiatan hutan produksi, pertambangan, pariwisata pantai,
kawasan lindung pantai, pelabuhan, industri perikanan, dan cagar
budaya.
b. Permukiman yang semula telah ada di zona ini tidak boleh diperluas,
namun boleh ditingkatkan kualitasnya.
2. Intensitas Bangunan
a. KDB kurang dari 15%.
b. KLB untuk rumah tinggal sederhana maksimal adalah 0,3.
c. GSB pada sepanjang pantai, sungai, tepi danau, waduk, mata air dan
sungai yang terpengaruh pasang surut-air laut; jalan, rel kereta api, dan
jaringan listrik tegangan tinggi, mengikuti ketentuan perundangan yang
berlaku.
d. Jarak bebas bangunan rumah tinggal sederhana terhadap utilitas kota
sesuai ketentuan di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota setempat.
8
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN II
e. Jarak bebas bangunan rumah tinggal sederhana terhadap batas persil:
sesuai ketentuan Rencana Detail Tata Ruang Kota atau Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan setempat.
f. Jarak bebas bangunan rumah tinggal sederhana terhadap utilitas kota
minimal 3 m.
g. Jarak bebas bangunan rumah tinggal sederhana terhadap batas persil:
1) Persil besar:
a) Batas samping minimal 4 m.
b) Batas belakang minimal 5 m.
2) Persil sedang:
a) Batas samping minimal 2 m.
b) Batas belakang minimal 3 m.
3) Persil kecil, batas belakang minimal 1,50 m.
h. Jarak bebas antar bangunan rumah tinggal sederhana:
1) Jarak massa/blok bangunan rumah tinggal sederhana dengan
bangunan sekitarnya yang berbeda persil minimal 6 m.
2) Untuk bangunan rumah tinggal sederhana di dalam satu persil yang
sama dengan ketinggian maksimal 8 m minimal 3 m dengan
ketentuan air curahan tidak jatuh di atas tembok atau melewati
tembok batas persil.
3) Untuk bangunan rumah tinggal sederhana dengan ketinggian diatas
8 m sekurang-kurangnya tinggi bangunan dikurangi 1 m dengan
ketentuan air curahan tidak jatuh di atas tembok atau melewati
tembok batas persil.
i. Jumlah lantai bangunan rumah tinggal sederhana maksimal 2 lantai.
II.1.3. Bangunan Rumah Tinggal Sederhana Pada Zona II 1. Peruntukan Lokasi
a. Permukiman nelayan dan petani terbatas.
b. Tidak disarankan untuk kegiatan komersial atau kegiatan sosial lainnya
terutama untuk daerah yang mempunyai jarak 5 Km dari garis pantai.
c. Permukiman yang semula telah ada di zona ini tidak boleh diperluas,
namun boleh ditingkatkan kualitasnya.
9
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN II
2. Intensitas Bangunan
a. KDB untuk rumah tinggal sederhana 15% - 30%.
b. KLB untuk rumah tinggal sederhana maksimal adalah 0,6.
c. GSB pada zona ini ditetapkan sama dengan Zona I (II.1.2.2.c.)
d. Jarak bebas bangunan rumah tinggal sederhana terhadap utilitas kota;
sama dengan Zona I (II.1.2.2.d.)
e. Jarak bebas bangunan rumah tinggal sederhana terhadap batas persil;
sama dengan Zona I (II.1.2.2.e.)
f. Jarak bebas antar bangunan rumah tinggal sederhana; sama dengan
Zona I (II.1.2.2.f.);
g. Jumlah lantai bangunan rumah tinggal sederhana maksimal 2 lantai.
II.1.4. Bangunan Rumah Tinggal Sederhana Pada Zona III 1. Peruntukan Lokasi
a. Permukiman, bangunan gedung komersial, fasilitas pendidikan,
kesehatan, ibadah, perdagangan, sosial dan pemerintahan dengan
pelayanan skala gampong/kelurahan dan kecamatan.
b. Permukiman yang semula telah ada ditingkatkan kualitasnya, tidak
boleh diperluas/dikembangkan/ditambah baru hingga menjadi
kepadatan tinggi.
2. Intensitas Bangunan
a. KDB untuk rumah tinggal sederhana 30%-50%.
b. KLB untuk rumah tinggal sederhana maksimal adalah 1,5.
c. GSB pada sama dengan Zona I (II.1.2.2.c.)
d. Jarak bebas bangunan rumah tinggal sederhana terhadap utilitas kota
minimal sama dengan sempadan bangunannya.
e. Jarak bebas bangunan rumah tinggal sederhana terhadap batas persil
sama dengan Zona I (II.1.2.2.e.)
f. Jarak bebas antar bangunan non rumah tinggal sama dengan Zona I
(II.1.2.2.f.)
II.1.5. Bangunan Rumah Tinggal Sederhana Pada Zona IV 1. Peruntukan Lokasi
a. Permukiman, bangunan gedung komersial, fasilitas umum dan
pemerintahan dengan pelayanan skala kota.
10
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN II
b. Permukiman dapat diperluas dengan persyaratan bangunan dan
lingkungan yang ketat sesuai dengan rencana tata ruang di tiap daerah.
2. Intensitas Bangunan
a. KDB untuk rumah tinggal sederhana maksimal 60%.
b. KLB untuk rumah tinggal sederhana, minimal adalah 1,8.
c. GSB sama dengan Zona I (II.1.2.2.c.)
d. Jarak bebas bangunan rumah tinggal sederhana terhadap utilitas kota
sama dengan Zona III (II.1.4.2.d.).
e. Jarak bebas bangunan rumah tinggal sederhana terhadap batas persil
sama dengan Zona I (II.1.2.2.e.)
f. Jarak bebas antar bangunan non rumah tinggal sama dengan Zona I
(II.1.2.2.f.)
6 M 3 M 1/2T- 1 M
T = 8 M T 8 M
1,5 M
2 M 2 M
3 M
4 M 4 M
5 M
J A L A N
Persil Kecil 90 m2 s/d 200 m2
Persil Sedang 200 m2 s/d 450 m2
Persil Besar Min 450 m2
Gambar 2.1. Jarak Antar Bangunan Rumah Tinggal Sederhana
Gambar 2.2. Jarak Bebas Bangunan Rumah Tinggal Sederhana Terhadap Batas Persil
11
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN II
II.2. ARSITEKTUR II.2.1. Umum
1. Arsitektur bangunan rumah tinggal sederhana yang dibangun di wilayah
Provinsi NAD mempertimbangkan kaidah-kaidah estetika bentuk,
karakteristik arsitektur, kaidah-kaidah agama, sosial, budaya yang ada.
2. Persyaratan Arsitektur meliputi: persyaratan penampilan bangunan rumah
tinggal sederhana, persyaratan tata ruang dalam, persyaratan tata letak
bangunan yang mempertimbangkan keseimbangan, keserasian, dan
keselarasan bangunan rumah tinggal sederhana dengan lingkungannya.
II.2.2. Persyaratan Penampilan Bangunan Rumah Tinggal Sederhana 1. Penampilan bangunan rumah tinggal sederhana harus dirancang dengan
mempertimbangkan kaidah-kaidah estetika bentuk, karakteristik arsitektur,
dan lingkungan yang ada di sekitarnya.
2. Penampilan bangunan rumah tinggal sederhana yang didirikan
berdampingan dengan bangunan gedung yang dilestarikan, harus dirancang
dengan mempertimbangkan kaidah estetika bentuk dan karakteristik dari
arsitektur bangunan gedung yang dilestarikan.
3. Bangunan rumah tinggal sederhana yang didirikan bercirikan tradisi
setempat:
a. Penggunaan pola rumah panggung dan/atau di atas tanah.
b. Pemakaian ornamen budaya lokal Aceh menggunakan ragam hias
tumbuhan ataupun pola geometri arsitektur Islam.
c. Atap bangunan berbentuk pelana atau variannya.
d. Arah hadap bangunan disesuaikan dengan budaya lokal.
e. Arah kloset tidak menghadap Barat Timur (tidak menghadap
membelakangi kiblat).
f. Pemakaian warna untuk seluruh bagian bangunan disesuaikan dengan
adat setempat yang dipengaruhi oleh budaya Islam seperti warna alami
(kayu, batu) dan warna buatan (hijau, coklat, putih dan warna pastel).
12
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN II
II.2.3. Persyaratan Tata Ruang Dalam 1. Tata ruang dalam harus mempertimbangkan fungsi ruang, arsitektur
bangunan rumah tinggal sederhana, dan keandalan bangunan rumah tinggal
sederhana.
2. Tata ruang dalam terkait dengan fungsi ruang mencakup:
a. Pemenuhan kebutuhan minimal jumlah ruang misalnya untuk bangunan
rumah tinggal adalah:
1) 1 ruang tidur;
2) 1 ruang utama (dapat digunakan sebagai ruang tamu, ruang
keluarga, dan/atau ruang makan);
3) 1 ruang servis (KM/WC, gudang dan dapur).
b. Pengembangan dan perubahan ruang dapat dilakukan sesuai dengan
fungsi dan kebutuhan ruang sepanjang tidak melanggar KDB dan KLB.
3. Tata ruang dalam terhadap arsitektur bangunan rumah tinggal sederhana:
a. Rancangan ruang dalam rumah tinggal sederhana didasarkan pada
konsep budaya Aceh yang berlandaskan agama Islam.
b. Teras depan sebagai perwujudan serambi depan, berhubungan langsung
dengan ruang utama.
c. Teras sebagai perwujudan konsep serambi pada rumah tradisional
Aceh, dirancang pada bagian depan dan belakang bangunan rumah
tinggal. Teras depan digunakan untuk menerima tamu asing, tamu laki-
laki dan kegiatan adat, sedangkan teras belakang digunakan untuk
menerima tamu perempuan dan kegiatan servis.
d. Ruang servis diletakkan pada bagian belakang bangunan, bisa sebagai
bagian dari rumah induk maupun dibangun terpisah secara struktural.
e. Pengembangan rumah induk sedapat mungkin diupayakan untuk
menambah ruang privat (kamar tidur) yang mampu mewadahi privasi
anggota keluarga khusus (orang tua, kaum wanita, pengantin baru).
f. Semua ruangan berorientasi ke arah kiblat dan terdapat pemisah antara
ruang yang digunakan untuk aktivitas bagi kaum laki-laki dan kaum
perempuan.
g. Antara ruang utama dengan ruang privat (kamar) untuk orang tua atau
kaum wanita terdapat dinding pemisah yang jelas dan tegas.
13
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN II
h. Ruang utama semi privat dapat dipakai untuk berbagai aktifitas bersama
seperti ruang santai keluarga, sholat berjamaah, dan acara adat.
i. Ruang utama semi publik dapat dipakai untuk berbagai aktifitas seperti
menerima tamu, dan ruang tidur tamu.
4. Tata ruang dalam terhadap keandalan bangunan rumah tinggal sederhana
a. Perluasan bangunan rumah induk jika sifatnya semi permanen, maka
sebaiknya terpisah secara struktural agar aman terhadap pengaruh
gempa.
b. Untuk mengantisipasi keamanan struktur, sudah harus dipikirkan
bentuk perluasan yang memberikan jarak aman terhadap batas
lahan/persil dan bangunan tetangga.
c. KM/WC dan sumur terpisah dari bangunan induk rumah jika bangunan
utama rumah berstruktur panggung, tetapi dapat dibuat menyatu di
dalam rumah jika bangunan utama rumah terbuat dari beton dan bata
(bukan panggung).
d. KM/WC terletak di belakang rumah induk dengan jarak yang cukup
aman dari sumur.
e. Dapur dapat dibuat di dalam rumah induk atau dibuat terpisah secara
struktural, sesuai dengan tipe struktur dan tingkat bahaya terhadap
kebakaran.
II.2.4. Persyaratan Tata Letak Bangunan 1. Tata letak bangunan dalam satu lingkungan mengikuti persyaratan:
a. Tata letak bangunan rumah tinggal sederhana tidak boleh mengganggu
keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan, dan/atau fungsi
prasarana dan sarana umum yang bersangkutan.
b. Deretan bangunan dalam satu blok tidak boleh bergandengan hingga
lebih dari 60 m, setiap 60 m panjang blok bangunan harus dipisahkan
dengan jalan darurat sebagai akses penyelamatan.
J A L A N
60 M
14Gambar 2.3. Batas Panjang Blok Bangunan Rumah
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN II
2. Orientasi Tata Bangunan Rumah Tinggal Sederhana:
a. Bangunan-bangunan rumah tinggal tradisional ditata dengan arah atap
membujur timur-barat atau menghadap kiblat.
b. Bangunan-bangunan rumah tinggal sederhana sebaiknya ditata dengan
orientasi terhadap pola dan arah jalan, sungai, serta orientasi matahari
dan arah datangnya angin.
3. Kelengkapan Gampong
Dalam satu gampong harus mempunyai minimal sebuah meunasah dan
kelengkapan sarana lingkungan minimal sesuai dengan Kepmen
Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2001.
II.2.5. Persyaratan Ruang Terbuka Hijau (RTH) 1. Untuk bangunan rumah tinggal sederhana yang diatur mencakup Ruang
Terbuka Hijau Pekarangan (RTHP).
2. RTHP berfungsi sebagai tempat tumbuhnya tanaman, peresapan air,
sirkulasi, unsur-unsur estetik, baik sebagai ruang kegiatan dan maupun
sebagai ruang ameniti.
3. Syarat-syarat RTHP ditetapkan di dalam rencana tata ruang dan tata
bangunan baik langsung maupun tidak langsung dalam bentuk ketetapan
GSB, KDB, KDH, KLB, Ruang terbuka untuk parkir atau perkerasan
lainnya.
4. Luasan dan ketentuan lebih lanjut tentang ketentuan RTH mengikuti SNI
03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan Kota.
II.2.6. Persyaratan Sirkulasi, Pintu Keluar Masuk Lingkungan Permukiman, dan Pintu Rumah Tinggal Sederhana
1. Sirkulasi
a. Sistem sirkulasi yang direncanakan harus memperhatikan kepentingan
bagi aksesibilitas pejalan kaki.
b. Sirkulasi harus memungkinkan adanya ruang gerak dan lebar jalan yang
sesuai untuk pencapaian darurat oleh kendaraan pemadam kebakaran,
dan kendaraan pelayanan lainnya, serta bebas dari portal dan polisi
tidur.
15
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN II
c. Sirkulasi dilengkapi dengan tanda penunjuk jalan, rambu-rambu, papan
informasi sirkulasi, elemen pengarah sirkulasi guna mendukung sistim
sirkulasi yang jelas dan efisien serta memperhatikan unsur estetika.
2. Pintu Keluar Masuk Lingkungan Permukiman
a. Zona I
1) Terdapat sekurang-kurangnya 1 pintu keluar-masuk lingkungan ke
arah bangunan dan bukit penyelamatan.
2) Lokasi pintu masuk dan keluar lingkungan permukiman harus
mudah dijangkau.
b. Zona II, III, dan IV
1) Terdapat sekurang-kurangnya 2 jalan pintu keluar-masuk
lingkungan ke arah zona lingkungan yang berdekatan.
2) Lokasi pintu masuk dan keluar lingkungan harus mudah dijangkau.
3. Pintu Pada Bangunan Rumah Tinggal Sederhana
a. Pintu masuk dan keluar pada bangunan rumah tinggal sederhana
sekurang-kurangnya 2 buah.
b. Akses masuk dan keluar bangunan rumah tinggal sederhana tidak boleh
terhalang, berada di bagian depan dan belakang bangunan, serta
lokasinya mudah dijangkau.
c. Lebar pintu yang juga digunakan sebagai pintu darurat sekurang-
kurangnya 1 m.
4. Pola Sirkulasi Jalan
a. Pola sirkulasi jalan berbentuk pita dari jalan lingkungan terhubung
langsung ke jalan lokal, kolektor, dan/atau primer ke arah dataran lebih
tinggi.
b. Pola cluster dan cul-de-sac terhubung dengan jalur jalan penyelamatan
ke arah dataran lebih tinggi.
5. Fasilitas Parkir
1) Parkir pada bangunan rumah tinggal sederhana diupayakan berada
pada pekarangan rumah yang bersangkutan.
2) Parkir pada bangunan rumah tinggal sederhana tidak boleh
mengganggu kelancaran lalu lintas tetangga dan lingkungannya.
16
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN II
5. Sarana Keamanan dan Keselamatan Lingkungan
Pada bagian pintu masuk dan keluar lingkungan terdapat sarana keamanan
dan keselamatan berupa gardu/pos dan kelengkapannya.
6. Tanda dan Rambu-Rambu Lalu Lintas serta Rambu Keselamatan
Tanda dan rambu-rambu lalu lintas serta rambu keselamatan diletakkan
pada titik bebas pandang sebelum masuk daerah yang bersangkutan, tidak
boleh terhalang tanaman, papan dan/atau bangunan.
II.3. PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN II.3.1. Ketentuan Pengendalian Dampak Lingkungan
1. Setiap kegiatan dalam pembangunan bangunan rumah tinggal sederhana
dan lingkungannya yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak besar
dan penting harus dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) berdasarkan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001.
2. Setiap kegiatan dalam pembangunan bangunan rumah tinggal sederhana
dan lingkungannya yang menimbulkan dampak tidak penting terhadap
lingkungan, atau secara teknologi sudah dapat dikelola dampak pentingnya,
tidak perlu dilengkapi dengan AMDAL, tetapi diharuskan melakukan
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL) sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999
tentang AMDAL.
3. Kegiatan pembangunan bangunan rumah tinggal sederhana dan
lingkungannya yang diperkirakan mempunyai dampak besar dan penting
terhadap lingkungan adalah bila rencana kegiatan tersebut akan
berpengaruh pada :
a. Jumlah manusia terkena dampak
b. Luas wilayah persebaran dampak
c. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
d. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak
e. Sifat kumulatif dampak
f. Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak
17
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN II
II.3.2. Persyaratan Bangunan Rumah Tinggal Sederhana Pada Daerah Rawan Bencana
1. Suatu daerah dapat ditetapkan sebagai daerah rawan bencana, daerah banjir,
longsor, kebakaran dan bencana lainnya.
2. Pada daerah rawan bencana dapat ditetapkan larangan membangun atau
menetapkan tata cara dan persyaratan khusus di dalam membangun, dengan
memperhatikan keamanan, keselamatan, kesehatan dan ekosistem
lingkungan.
3. Lingkungan bangunan rumah tinggal sederhana yang mengalami kebakaran
dapat ditetapkan sebagai daerah tertutup dalam jangka waktu tertentu,
dibatasi, atau dilarang membangun bangunan rumah tinggal sederhana.
4. Bangunan-bangunan rumah tinggal sederhana pada lingkungan yang
mengalami bencana, diizinkan untuk dilakukan perbaikan darurat dengan
penggunaan bangunan sementara.
18
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
----------------------------------------------------------------------------------------------------
BAGIAN III
KEANDALAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA
----------------------------------------------------------------------------------------------------
III.1. KEANDALAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA Persyaratan keandalan bangunan rumah tinggal sederhana meliputi persyaratan
keselamatan, kesehatan, kemudahan, dan kenyamanan.
III.2. KESELAMATAN Persyaratan keselamatan meliputi persyaratan kemampuan struktur bangunan
rumah tinggal sederhana untuk mendukung beban muatan, khususnya terhadap
bahaya gempa dan tsunami serta kemampuan bangunan rumah tinggal
sederhana dalam pengamanan terhadap bahaya kebakaran dan bahaya petir.
III.2.1. Struktur bangunan rumah tinggal sederhana 1. Umum
Persyaratan struktur bangunan rumah tinggal sederhana yang dibangun di
provinsi NAD bertujuan untuk:
a. memberikan kriteria minimal untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya keruntuhan.
b. meminimalkan risiko kehilangan nyawa dan kerugian harta benda
apabila terjadi keruntuhan struktur akibat beban yang timbul melampaui
pembebanan maksimum yang direncanakan.
2. Persyaratan Perencanaan Struktur
a. Struktur bangunan rumah tinggal sederhana direncanakan sedemikian
rupa sehingga memenuhi persyaratan keselamatan (safety), kelayanan
(serviceability), dan keawetan (durability).
b. Struktur bangunan rumah tinggal sederhana direncanakan sedemikian
rupa sehingga apabila kondisi pembebanan maksimum yang
direncanakan benar-benar tercapai, keruntuhan yang terjadi
menimbulkan kondisi struktur yang masih dapat mengamankan
penghuni, harta benda dan masih dapat diperbaiki.
c. Struktur bangunan rumah tinggal sederhana direncanakan mampu
memikul semua beban dan atau pengaruh luar yang mungkin bekerja
19
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
selama kurun waktu umur layan bangunan, termasuk kombinasi
pembebanan yang kritis (antara lain: beban gempa yang mungkin terjadi
sesuai dengan zona gempanya), dan beban-beban lainnya yang secara
logis dapat terjadi pada struktur.
3. Persyaratan Bahan Bangunan
a. Bahan bangunan yang digunakan, diusahakan semaksimal mungkin
menggunakan dan menyesuaikan bahan baku dengan memanfaatkan
kandungan lokal.
b. Bahan bangunan yang dipakai sudah memenuhi semua persyaratan
keamanan, termasuk keselamatan terhadap lingkungan dan pengguna
bangunan, serta sesuai standar teknis (SNI) yang terkait.
c. Dalam hal belum diatur dalam SNI, maka bahan bangunan tersebut
harus memenuhi ketentuan teknis yang sepadan dari negara/produsen
yang bersangkutan.
d. Bahan bangunan yang dibuat atau dicampurkan di lapangan, diproses
sesuai dengan standar tata cara yang baku untuk keperluan yang
dimaksud.
e. Untuk rumah tinggal sederhana yang dibangun dengan bahan
prefabrikasi, sistem hubungannya harus dirancang secara baik dan
mampu bertahan terhadap gaya-gaya yang mungkin terjadi pada saat
pemasangan/pelaksanaan dan gaya-gaya yang mungkin bekerja selama
masa umur layan struktur.
4. Zonasi
Untuk keperluan perencanaan struktur, zonasi (penentuan letak suatu
daerah) ditentukan berdasarkan tiga pertimbangan, yaitu :
a. Elevasi muka tanah terhadap 0,00 m LWS (Low Water Spring/ surut
terendah). Elevasi dibagi dalam tiga kategori, yaitu :
1) Elevasi H 5 m LWS
2) Elevasi 5< H < 15 m LWS
3) Elevasi H 15 m LWS
b. Jarak (D) dari garis pantai (batas air laut dan daratan pada saat 0,00 m
LWS). Jarak dibagi dalam tiga kategori, yaitu :
1) Jarak D 5 Km
20
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
2) Jarak 5 < D < 20 Km
3) Jarak D 20 Km
c. Tingkat kegempaan dibagi dalam empat kategori, yaitu :
1) Zona 3 (percepatan maksimum di batuan 0,15 g)
2) Zona 4 (percepatan maksimum di batuan 0,20 g)
3) Zona 5 (percepatan maksimum di batuan 0,25 g)
4) Zona 6 (percepatan maksimum di batuan 0,30 g)
5. Perencanaan struktur bangunan rumah tinggal sederhana harus memenuhi
persyaratan yang terdapat dalam:
a. SNI 03-1727 Tata cara perencanaan pembebanan untuk rumah dan
gedung.
b. SNI 03-1726 Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan
gedung.
c. Pt-T-02-2000-C tata cara perencanaan rumah sederhana tahan gempa.
d. SNI 03-2397 Tata Cara Perencanaan Bangunan Sederhana Tahan Angin
6. Persyaratan tata letak bangunan terhadap gempa:
a. Tata Letak bangunan rumah tinggal sederhana diusahakan sederhana,
simetris, seragam, dan satu kesatuan.
Gambar 3.1. Tata Letak Bangunan Rumah Tinggal Sederhana Yang Simetris
b. Bentuk bangunan yang tidak beraturan, diperbolehkan sepanjang tidak
ada tonjolan/coakan yang melebihi 25 % dari panjang sisi di arah
tonjolan/coakan. Dalam hal tonjolan/coakan tersebut melebihi 25 %,
diupayakan terdiri atas beberapa bagian dengan siar dilatasi.
Gambar 3.2. Perletakan Dilatasi
21
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
c. Sumbu tegak terpanjang dari massa bangunan rumah tinggal sederhana
diarahkan tegak lurus terhadap garis pantai untuk meminimalkan
bahaya gelombang pasang/tsunami.
d. Perlindungan terhadap bahaya tsunami untuk bangunan yang berada di
daerah dengan jarak
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
Pemisahan struktur
Pemisahan struktur
Gambar 3.4. Denah Bangunan yang Dianjurkan
4) Penempatan dinding-dinding penyekat dan lubang-lubang
pintu/jendela diusahakan simetris terhadap sumbu-sumbu denah
bangunan rumah tinggal sederhana.
Gambar 3.5. Penempatan Dinding Bangunan Rumah Tinggal Sederhana
5) Bidang-bidang dinding sebaiknya membentuk ruang tertutup
Gambar 3.6. Penempatan Bidang-Bidang Dinding
6) Penggunaan bahan atap dan dinding diusahakan seringan mungkin.
(a) Kurang Baik (b) Baik
Gambar 3.7. Atap Bangunan Rumah Tinggal Sederhana
23
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
7) kolom pengaku pada bangunan rumah tinggal sederhana dipasang
dan diikat secara kaku pada struktur pondasi untuk setiap:
i. luasan dinding 6 m2 di zona 5 dan 6;
ii. luasan dinding 9 m2 di zona 4;
iii. luasan dinding 12 m2 di zona 3.
Kolom Pengaku
Gambar 3.8. Penempatan Kolom Pengaku
minimum 8mmjarak minimum 150mm
minimum 8mmjarak minimum 100mm
sloof (beton tulang)
kolom penga-ku dinding(beton tulang)
minimum 12mm
minimum 12mm
kolom pengaku dinding(beton tulang)
sloof(beton tulang)
pondasi
TAMPAK SAMPINGPOTONGAN MELINTANG
Gambar 3.9. Hubungan Kolom Pengaku Beton Bertulang dengan Pondasi
paku minimal 4 buah
paku minimum 4 buah
POTONGAN MELINTANG TAMPAK SAMPING
sloof(beton tulang)
kolom pengaku dinding(kayu)
kayu sebagai jangkar
pasak kayuuntuk angker
pasak kayu
angkerdari kayu
Gambar 3.10. Hubungan Kolom Pengaku Kayu dengan Pondasi
24
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
8) Lubang/bukaan pada dinding diberi sistem perkuatan horisontal
berupa balok lintel/latai. Balok latai diikat secara kaku ke kolom
pengaku dinding
d = diameter tulangan lintel
minimum 12mm
lintel(beton tulang)
lintel(beton tulang)
minimum 12mmkolom pengaku dinding (beton tulang)
40 d
Gambar 3.11. Hubungan Balok Latai dengan Kolom Pengaku
9) Struktur pondasi (termasuk pondasi dinding pengisi) sebaiknya
dibuat menerus tanpa terputus mengelilingi bangunan. Untuk
pondasi perlu dipasang balok pengikat/sloof sepanjang pondasi
tersebut. Pondasi-pondasi setempat perlu dipasang sloof untuk
menyatukan struktur pondasi tersebut.
10) Dipasang balok keliling (ring balk) yang diikat secara kaku dengan
kolom.
d = diameter tulangan lintel
minimum 12mm
lintel(beton tulang)
lintel(beton tulang)
minimum 12mmkolom pengaku dinding (beton tulang)
40 d
Gambar 3.12. Hubungan Ring Balk dengan Kolom Pengaku
minimum 12mm
minimum 12mm
kolom pengaku dindingd = diameter tulangan
ring balkbeton tulang
40 d
kolom pengaku dinding(beton tulang)
Gambar 3.13. Tampak Atas Pertemuan Ring Balk
25
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
11) Seluruh kerangka bangunan rumah tinggal sederhana dari atap
sampai pondasi terikat secara kaku dan kokoh sebagai satu kesatuan
struktur baik dalam arah vertikal maupun horizontal.
12) Bila memakai kayu, gunakan bahan kayu yang kering.
13) Bila dinding memakai pasangan bata/batako, pasang angker dengan
diameter minimum 8 mm untuk setiap jarak vertikal 30 cm yang
dijangkarkan secara baik ke kolom.
14) Antara tembok dengan kusen pintu/jendela juga perlu diadakan
pengikatan dengan jangkar-jangkar.
15) Rangka atap/kuda-kuda perlu dijangkarkan pada dinding dengan
besi berdiameter minimum 12 mm.
minimum 12mm
kuda-kuda atap
dinding bata
ring balk beton tulang
baut minimum 12mm
baut angker
Gambar 3.14. Hubungan Kuda-Kuda dengan Ring Balk
seng BWG 28atau lebih tebal
mur plat
ring balk kayu
dinding bata
kuda2 atap
TAMPAK SAMPING
murplat
pasak kayu
pasak kayu
(a)
26
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
ring balk beton tulang
Kuda2 atapmurplat
TAMPAK SAMPING
ALTERNATIF BENTUK PENAMPANGDAN TULANGAN RING BALK
minimum 14mm
mur plat
baut minimum 12mm
ring balk beton tulang
kuda-kuda atap
minimum 12mm
baut angker
(b)
Gambar 3.15. Alternatif Bentuk Penampang dan Tulangan Ring Balk
16) Komposisi campuran untuk beton dan spesi/adukan adalah sebagai
berikut :
a) Beton (1 semen : 2 pasir : 3 kerikil).
b) Spesi (1 semen : 3 pasir)
17) Dimensi dan penulangan yang diperlukan untuk sloof, balok latai,
kolom utama dan kolom pengaku dinding dapat dilihat pada
Lampiran Matriks Persyaratan Struktur.
7. Persyaratan Pembebanan
Analisa Struktur dilakukan dengan memeriksa tanggap struktur terhadap
beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layan struktur, dengan
memperhitungkan beban tetap, beban sementara (angin, gempa) dan beban
khusus.
8. Konstruksi Struktur Bangunan Atas
a. Konstruksi Beton
b. Konstruksi Baja
c. Konstruksi Kayu
d. Konstruksi Dengan Bahan dan Teknologi Khusus
9. Konstruksi Struktur Bangunan Bawah
a. Perencanaan Umum
1) Definisi
a) Jenis Pondasi :
i. Pondasi dangkal, jika D/B < 4.
ii. Dikatakan setempat, bila L/B 10
iii. Pondasi semi dalam, jika 4 < D/B < 10
27
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
iv. Pondasi dalam, jika D/B > 10
b) Jenis Tanah :
i. Lempung (clay) : < 0.002 mm ii. Lanau (silt) : 0.002 mm < < 0.075mm
iii. Pasir (sand) : 0.075 mm < < 2 mm iv. Kerikil (gravel) : 2 mm < < 76.2 mm
Lempung (clay) dan Lanau (silt) tergolong cohesive soil, sedangkan pasir (sand) dan kerikil (gravel) tergolong cohesionless soil. (Sumber : American Association of State Hihgway and Transportation (AASHTO) & Massachusetts Institute of Technology, MIT)
Gambar 3.16 Jenis Pondasi dan Dimensinya
D
B
D
BD
B
s
Gambar 3.17 Differential Settlement
Keterangan Gambar 3.13 dan 3.14 : L = panjang dasar pondasi dangkal B = lebar atau diam pondasi D = kedalaman dasar pondasi dari muka tanah = diam butiran solid tanah = differential settlement s = bentang antar pondasi atau kolom
2) Dimensi dan material pondasi tergantung pada :
a) Beban kerja (SNI 03-1727 Tata cara perencanaan pembebanan
untuk rumah dan gedung, dan SNI 03-1726 Tata cara
perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan gedung).
28
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
b) Jenis dan kepadatan tanah yang dituangkan dalam bentuk
bearing capacity,
c) Safety factor terhadap bearing capacity > 5
Kedalaman dan lebar dasar pondasi dangkal minimum untuk
kategori rumah tinggal dengan 15
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
2) Pondasi Setempat :
a) Pondasi Batu Kali
b) Pondasi Beton
III.2.2. Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran 1. Umum
a. Setiap bangunan rumah tinggal sederhana harus dilindungi terhadap
bahaya kebakaran dengan sistem proteksi pasif.
b. Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi
risiko kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau
jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan rumah tinggal sederhana.
2. Sistem Proteksi Pasif
a. Sistem proteksi pasif merupakan sistem proteksi kebakaran yang
berbasis pada disain struktur dan arsitektur sehingga bangunan rumah
tinggal sederhana itu sendiri secara struktur tetap stabil dan dapat
menghambat penjalaran api/panas dan asap, meliputi :
1) Kemampuan stabilitas struktur dan elemennya;
2) Konstruksi tahan api;
3) Kompartemenisasi dan pemisahan/penyekatan ruang;
4) Proteksi pada bukaan dinding.
Gambar 3.18. Kompartemenisasi untuk Mencegah Penjalaran Api
b. Persyaratan teknis mengenai sistem proteksi pasif meliputi :
1) SNI 03-1735 Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses
lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan
gedung.
30
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
2) SNI 03-1736 Tata cara perencanaan struktur bangunan untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung.
3) SNI 03-1740 Metode pengujian bakar bahan bangunan untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung.
4) SNI 03-1746 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan
keluar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada
gedung.
5) SNI 03-6718 Spesifikasi bahan bangunan untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan rumah dan gedung.
6) SNI 03-7565 Spesifikasi bahan bangunan untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan rumah dan gedung.
c. Persyaratan yang lebih detail mengenai sistem proteksi pasif dapat
dilihat pada Kepmeneg PU Nomor 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan
Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan Bab IV.
III.2.3. Bangunan Dan Jalur Penyelamatan 1. Bencana Tsunami, Banjir dan Gempa
a. Bangunan Penyelamatan
1) Bangunan ibadah, sekolah, balai pertemuan, perkantoran dan
bangunan tinggi lainnya dapat dipergunakan sebagai bangunan
penyelamat apabila memiliki konstruksi yang kokoh, dapat dicapai
dalam waktu 15 menit, mempunyai radius pelayanan maksimum 2
km, dan dapat menampung orang banyak.
2) Pada Zona I, bangunan penyelamat mempunyai ketinggian lantai
lebih dari 2 m diatas permukaan tanah.
31
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
Gambar 3.19. Contoh Bangunan Penyelamatan
b. Jalur Penyelamatan
1) Zona I dan II
a) Untuk mempercepat evakuasi penduduk menjauhi pantai, perlu
disediakan jalur penyelamatan berupa jalan lingkungan utama
yang tegak lurus dengan garis pantai menuju kearah bangunan
dan/atau bukit penyelamatan dan jalan darurat.
b) Jalur penyelamatan tersebut harus terhubung secara baik dengan
jalan lokal, kolektor maupun arteri, dengan badan jalan dua jalur
tanpa hambatan masing-masing dengan lebar minimal 6 m.
c) Jalan darurat merupakan jalan terpendek keluar lingkungan ke
arah jalan lokal dan kolektor yang tanpa hambatan, dengan lebar
badan jalan minimal 6 m.
d) Pada jalur penyelamatan harus dilengkapi dengan rambu-rambu
pertandaan dan arah penyelamatan, yang mudah terlihat, kuat
dan terpelihara.
2) Zona III dan IV
a) Jalan lingkungan utama sebagai jalur penyelamatan harus
terhubung secara baik dengan jalan lokal, kolektor maupun
arteri, dengan lebar badan jalan tanpa hambatan dua jalur
minimal 12 m dan jalan darurat.
32
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
b) Jalan darurat merupakan jalan terpendek keluar lingkungan ke
arah jalan lokal dan kolektor tanpa hambatan dengan lebar
badan jalan minimal 6 m.
c) Jalan keluar dari setiap bangunan rumah tinggal sederhana harus
disediakan minimal satu jalur yang tidak boleh melewati
bangunan rumah tinggal sederhana tetangga, dan harus langsung
ke jalan lingkungan dan/atau jalan darurat.
d) Pada jalur penyelamatan harus dilengkapi dengan rambu-rambu
pertandaan dan arah penyelamatan, yang mudah terlihat, kuat
dan terpelihara.
e) Jalan lingkar luar kota merupakan jalur utama tanpa hambatan
sebagai jalur evakuasi/penyelamatan utama kota.
2. Bencana Kebakaran
a. Untuk penanggulangan kebakaran setiap bangunan rumah tinggal
sederhana dan lingkungan perumahan perlu disediakan:
1) Sumur atau sumber air yang memadai untuk sarana pemadam
kebakaran.
2) Kantong-kantong pasir yang diletakkan pada tiap unit bangunan
rumah tinggal.
b. Jalur Evakuasi Kebakaran
1) Dalam lingkungan perumahan harus disediakan jalur evakuasi
kebakaran berupa jalan lingkungan dengan lebar perkerasan jalan
minimal 4 m tanpa hambatan.
2) Akses jalan lingkungan minimal 45 m masuk kedalam lingkungan
dari jalan masuk utama, harus mudah diakses oleh kendaraan
pemadam kebakaran dan sirkulasi petugas pemadam kebakaran.
3) Ketentuan mengenai akses evakuasi kebakaran pada lingkungan
mengacu pada Kepmeneg PU Nomor 10/KPTS/2000 tentang
Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada
Bangunan Gedung Dan Lingkungan.
33
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
III.2.4. Sistem Penangkal Petir Setiap bangunan rumah tinggal sederhana yang berdasarkan letak, sifat
geografis, bentuk dan penggunaannya diperhitungkan mempunyai risiko
terkena sambaran petir, diberi instalasi penangkal petir.
III.2.5. Instalasi Listrik 1. Setiap bangunan rumah tinggal sederhana yang dilengkapi dengan instalasi
listrik termasuk sumber daya listriknya harus dijamin aman, andal, dan
akrab lingkungan.
2. Sistem instalasi listrik terdiri dari sumber daya, jaringan distribusi, papan
hubung bagi, beban listrik, serta transformator distribusi outdoor dan
indoor.
3. Sistem instalasi listrik dan penempatannya mudah diamati, dipelihara, tidak
membahayakan, mengganggu dan merugikan bagi manusia, lingkungan,
bagian bangunan dan instalasi lainnya.
4. Persyaratan teknis mengenai instalasi listrik mengikuti :
a. SNI 04-0225 Persyaratan umum instalasi listrik.
b. Untuk hal-hal yang belum tercakup menggunakan standar baku dan
ketentuan teknis yang berlaku.
III.3. KESEHATAN III.3.1. Ventilasi dan Pengkondisian Udara
1. Bangunan rumah tinggal sederhana untuk memenuhi persyaratan sistem
penghawaan harus mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi
mekanik/buatan sesuai dengan fungsinya.
2. Bangunan rumah tinggal sederhana harus mempunyai bukaan permanen,
kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat
dibuka untuk kepentingan ventilasi alami.
3. Tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem ventilasi
alami mengikuti standar baku dan ketentuan teknis yang berlaku.
III.3.2. Pencahayaan 1. Setiap bangunan rumah tinggal sederhana harus mempunyai bukaan untuk
pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan.
34
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
2. Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi masing-
masing ruang.
3. Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang
dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dengan mempertimbangkan efisiensi,
penghematan energi.
4. Tata cara perencanaan, pemasangan, operasi dan pemeliharaan sistem
pencahayaan buatan pada bangunan rumah tinggal sederhana mengikuti
pedoman atau standar teknis yang berlaku.
III.3.3. Sanitasi Pada Bangunan Rumah Tinggal Sederhana 1. Sistem penyediaan air bersih
a. Harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan sumber
air bersih, kualitas air bersih, sistem distribusi, dan penampungannya.
b. Sumber air bersih dapat diperoleh dari sumber air berlangganan
dan/atau sumber air lainnya serta yang memenuhi persyaratan
kesehatan sesuai peraturan perundang-undangan.
c. Kualitas air bersih memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990.
d. Penampungan air bersih dalam bangunan rumah tinggal sederhana
diupayakan sedemikian rupa agar menjamin kualitas air dan memenuhi
persyaratan kelaikan fungsi bangunan rumah tinggal sederhana.
e. Tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem
penyediaan air bersih, mengikuti pedoman atau standar teknis yang
berlaku
2. Sistem Pembuangan Air Kotor/Limbah
a. Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah harus direncanakan
dan dipasang dengan mempertimbangkan jenis air kotor dan/atau air
limbah.
b. Tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem
pembuangan air kotor dan air limbah pada bangunan rumah tinggal
sederhana mengikuti pedoman atau standar teknis yang berlaku.
35
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
3. Sistem Penyaluran Air Hujan
a. Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas
tanah, dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota.
b. Setiap bangunan rumah tinggal sederhana dan pekarangannya harus
dilengkapi dengan sistem penyaluran air hujan.
c. Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke dalam
tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan sebelum
dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
d. Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang
dapat diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara
lain yang dibenarkan oleh instansi yang berwenang.
e. Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah
terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran.
f. Tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem
penyaluran air hujan pada bangunan rumah tinggal sederhana mengikuti
pedoman atau standar teknis yang berlaku, seperti:
1) SNI 03-2453 Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk
lahan pekarangan.
2) SNI 03-2459 Spesifikasi sumur resapan air hujan untuk lahan
pekarangan.
4. Sistem Pengelolaan Sampah
a. Sistem pembuangan kotoran dan sampah direncanakan dan dipasang
dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya.
b. Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk
penyediaan tempat penampungan kotoran dan sampah pada masing-
masing bangunan rumah tinggal sederhana, yang diperhitungkan
berdasarkan jumlah penghuni, volume kotoran dan sampah.
c. Pertimbangan jenis kotoran dan sampah diwujudkan dalam bentuk
penempatan pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak
mengganggu kesehatan penghuni, masyarakat dan lingkungannya.
36
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
d. Ketentuan pengelolaan sampah
1) Kriteria besaran timbulan sampah untuk rumah tinggal di NAD
adalah 2,1 ltr/orang/hari, sedangkan untuk non-rumah tinggal 24
ltr/unit/hari.
2) Setiap bangunan rumah tinggal sederhana atau perluasannya
dilengkapi dengan fasilitas pewadahan yang memadai, sehingga
tidak mengganggu kesehatan dan kenyamanan bagi penghuni,
masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
3) Bagi pengembang perumahan yang membangun 80 unit rumah
wajib menyediakan wadah sampah, alat pengumpul dan tempat
pembuangan sampah sementara, sedangkan pengangkutan dan
pembuangan akhir sampahnya bergabung dengan sistem yang sudah
ada.
4) Sampah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) adalah buangan yang
besifat mudah meledak, mudah terbakar, infeksius, korosif, reaktif,
dan beracun harus diolah mengikuti ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
e. Tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem
pengolahan sampah mengikuti pedoman atau standar teknis yang
berlaku, seperti SNI 19-2454 Penentuan tempat penampungan
sementara sampah.
5. Sistem Sanitasi Komunal
a. Hidran Umum
1) Sistem penyediaan air bersih komunal disediakan pada permukiman
bila tidak tersedia sistem penyediaan air bersih secara individual.
Penyediaan air bersih secara komunal dilayani melalui hidran
umum. (Gambar 3.20)
37
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
Gambar 3.20. Hydran Umum
Tampak Depan
Tampak Depan
Potongan
Denah Hidran Umum
38
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
2) Perancangan hidran umum/kran umum didasarkan atas kebutuhan
yaitu setiap kran dapat melayani antara 30 ltr/orang/hari sampai
dengan 50 ltr/orang/hari.
3) Untuk sumber air dari sumur gali atau sumur pompa tangan,
diperhitungkan setiap sumur dapat melayani 10 kepala keluarga.
b. MCK (mandi, cuci, kakus) Umum
1) MCK umum dibangun di permukiman yang tidak tersedia fasilitas
MCK pribadi.
2) Pemilihan kokasi MCK umum hendaknya memperhatikan hal-hal
berikut :
a) lokasi mudah dijangkau.
b) dapat dibangun di daerah yang sempit.
3) Terdapat sumber air, baik dari PAM atau sumur.
4) Banyaknya ruangan pada setiap satu kesatuan MCK umum untuk
jumlah pemakai tertentu dapat menampung pelayanan pada jam-jam
sibuk. Banyaknya ruangan pada satu kesatuan MCK umum dapat
dilihat pada Tabel 3.1. Sedangkan gambar contoh tata letak MCK
umum tercantum pada Gambar 3.2.1. Tabel 3.1. Banyaknya Ruangan Pada Satu Kesatuan MCK Umum Berdasarkan Jumlah Pemakai Untuk Keperluan Pria Maupun Wanita yang Dipisahkan.
Banyaknya ruangan Jumlah pemakai (orang) Mandi Cuci Kakus 10 20 2 1 2 21 40 2 2 2 41 - 80 2 3 4
81 100 2 4 4 101 120 4 5 4 121 160 4 5 6 161 - 200 4 6 6
Sumber : NSPM Kimpraswil, Metoda, Spesifikasi dan Tata Cara, Bagian 11 : Lalu lintas, Lingkungan jalan, Sanitasi dan Persampahan
39
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
KM WANITA
KM PRIA
TEMPAT CUCI
SEPTIKTANK
KM WANITA
KM PRIA
Gambar 3.2.1. Tata Letak MCK Umum
5) Sistem plambing pada MCK umum mengikuti sistem plambing air
bersih dan air limbah pada peraturan ini.
6) Bangunan MCK umum dipisahkan antara MCK untuk laki-laki
dengan MCK untuk perempuan.
7) Tata cara perencanaan bangunan MCK umum mengacu pada SNI
03-2399 Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK Umum.
8) Pengolahan limbah dari MCK umum dilakukan menggunakan
septik tank, dengan kapasitas yang ditentukan berdasarkan jumlah
pemakai MCK, kecuali tersedia saluran air limbah umum kota.
9) Jarak tangki septik dan resapan dengan sumber air bersih minimal
10 m mengacu pada SNI-03-6379 Spesifikasi dan tata cara
pemasangan perangkap bau.
c. Pewadahan dan Pengumpulan Sampah Komunal
1) Wadah sampah komunal disediakan bagi pemukiman yang sulit
dijangkau oleh alat angkut.
2) Penyediaan wadah sampah komunal dapat dilakukan oleh instansi
berwenang atau swadaya masyarakat maupun pihak swasta.
3) Wadah sampah komunal ditempatkan sedekat mungkin dengan
sumber sampah, tidak menganggu pemakai jalan atau sarana umum
40
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
lainnya, di ujung gang atau jalan kecil, fasilitas umum dan jarak
antar wadah sampah untuk pejalan kaki minimal 100 m.
4) Pola pengumpulan sampah komunal terdiri dari pola langsung dan
pola komunal tidak langsung.
5) Frekuensi pengumpulan dilakukan terpisah antara sampah basah
(organik) dan sampah kering (anorganik). Frekuensi pengumpulan
untuk sampah basah paling lama setiap 2 hari sekali, sedangkan
untuk sampah kering dapat dilakukan paling lama setiap 3 hari
sekali.
III.3.4. Penggunaan Bahan Bangunan 1. Bahan bangunan rumah tinggal sederhana yang digunakan harus aman bagi
kesehatan pengguna dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan.
2. Pemanfaatan dan penggunaan bahan bangunan lokal harus sesuai dengan
kebutuhan dan memperhatikan kelestarian lingkungan.
3. Tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan bahan bangunan
mengikuti standar baku dan ketentuan teknis yang berlaku.
III.4. KENYAMANAN 1. Persyaratan kenyamanan bangunan rumah tinggal sederhana meliputi
kenyamanan ruang gerak, hubungan antarruang, kondisi udara dalam ruang,
dan tingkat kebisingan.
2. Untuk mendapatkan kenyamanan ruang gerak dan hubungan antarruang
dalam bangunan rumah tinggal sederhana, harus mempertimbangkan :
a. fungsi ruang, jumlah pengguna, perabot/peralatan, aksesibilitas ruang,
di dalam bangunan rumah tinggal sederhana; dan
b. persyaratan keselamatan dan kesehatan.
3. Untuk mendapatkan kenyamanan kondisi udara ruang di dalam bangunan
rumah tinggal sederhana harus mempertimbangkan temperatur dan
kelembaban.
4. Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada
bangunan rumah tinggal sederhana harus mempertimbangkan jenis
kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau sumber bising lainnya.
41
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN III
5. Tata cara perencanaan kenyamanan pada bangunan rumah tinggal
sederhana mengikuti standar baku dan ketentuan teknis yang berlaku.
III.5. KEMUDAHAN 1. Persyaratan kemudahan merupakan kemudahan aksesibilitas dalam
bangunan rumah tinggal sederhana.
2. Kemudahan aksesibilitas pada bangunan rumah tinggal sederhana berupa
tersedianya pintu dan jalur sirkulasi yang memadai.
3. Jumlah, ukuran, dan jenis pintu, dalam suatu ruangan dipertimbangkan
berdasarkan besaran ruang, fungsi ruang, dan jumlah pengguna ruang.
4. Arah bukaan daun pintu dalam suatu ruangan dipertimbangkan berdasarkan
fungsi ruang dan aspek keselamatan.
5. Ukuran jalur sirkulasi sebagai akses horizontal antarruang dipertimbangkan
berdasarkan fungsi ruang dan jumlah pengguna.
6. Tata cara perencanaan kemudahan aksesibilitas dalam bangunan rumah
tinggal sederhana mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
42
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN IV
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAGIAN IV
TATA LAKSANA
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
IV. 1. UMUM
1. Pembangunan rumah tinggal sederhana diselenggarakan melalui proses
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
2. Tata laksana penyelenggaraan rumah tinggal sederhana meliputi tata laksana
pembangunan dan pemanfaatan.
3. Pembangunan rumah tinggal sederhana dapat dilakukan baik di tanah milik
sendiri maupun di tanah milik pihak lain.
4. Pembangunan rumah tinggal sederhana di tanah milik pihak lain dilakukan
berdasarkan atas perjanjian tertulis antara pemilik tanah dan pemilik rumah
tinggal sederhana.
5. Penyelenggara pembangunan rumah tinggal sederhana berkewajiban
memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan
fungsi rumah tinggal.
6. Pembangunan rumah tinggal sederhana dapat dilaksanakan setelah rencana
teknis rumah tinggal sederhana disetujui oleh Pemerintah Daerah dalam
bentuk Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
7. Rencana teknis rumah tinggal sederhana yang diselenggarakan oleh lembaga
non pemerintah, organisasi kemasyarakatan, perguruan tinggi, swasta, dalam
rangka rehabilitasi dan rekonstruksi, sebelum dilaksanakan harus mendapat
rekomendasi terlebih dahulu dari instansi teknis yang bertanggungjawab
terhadap pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung di wilayah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam.
IV.2. PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG
IV.2.1 Persyaratan Administratif 1. Status Kepemilikan Tanah
43
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN IV
a. Setiap rumah tinggal sederhana yang akan dibangun harus didirikan
pada tanah yang status kepemilikannya jelas, baik milik sendiri
maupun milik pihak lain.
b. Dalam hal tanah milik pihak lain, rumah tinggal sederhana yang
akan dibangun hanya dapat didirikan dengan izin pemanfaatan
tanah dari pemegang hak atas tanah, atau pemilik tanah dalam
bentuk perjanjian tertulis antara pemegang hak atas tanah atau
pemilik tanah dengan pemilik rumah tinggal sederhana.
c. Perjanjian tertulis dimaksud harus memuat paling sedikit hak dan
kewajiban para pihak, luas, letak, dan batas-batas tanah, serta fungsi
rumah tinggal sederhana, dan jangka waktu pemanfaatan tanah.
2. IMB Rumah Tinggal Sederhana
a. Permohonan Izin Mendirikan Bangunan.
1) IMB diproses melalui permohonan untuk mendirikan
bangunan rumah tinggal sederhana oleh pemilik, dapat berupa
permohonan dari perorangan, dan/atau dari penanggungjawab
lembaga non pemerintah, organisasi kemasyarakatan,
perguruan tinggi, atau swasta.
b. Permohonan IMB diajukan secara tertulis oleh pemohon kepada
Bupati/Walikota, dengan mengisi formulir yang tersedia dan
melampirkan persyaratan sebagai berikut :
1) Surat keterangan Rencana Detail Tata Ruang, dan/atau Surat
Keterangan Rencana Kabupaten/Kota, dan/atau surat keterangan
lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.
2) Fotocopy kartu tanda penduduk pemohon atau bukti identitas
lain sesuai peraturan perundang-undangan.
3) Fotocopy surat tanda bukti status pemilikan hak atas tanah atau
bukti lainnya berdasarkan hasil kesepakatan/musyawarah warga
dan para tokoh masyarakat atau bukti lainnya sesuai peraturan
perundang-undangan.
4) Gambar rencana teknis (denah/siteplan, rencana arsitektur,
rencana struktur, rencana instalasi) dan dicantumkan nama
penanggung jawab perencana (arsitektur, struktur, utilitas),
44
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN IV
penanggung jawab pengawasan pembangunan dan penanggung
jawab pelaksana konstruksi.
5) Gambar rencana teknis, untuk pembangunan gedung dan atau
rumah secara massal harus dilengkapi dengan gambar rencana
penataan bangunan dan lingkungan dan/atau master plan
penataan lingkungan/kawasan.
6) Bagi bangunan gedung tertentu yang menimbulkan dampak
penting lingkungan diwajibkan memiliki Analisis lingkungan
(UKL/UPL atau AMDAL).
7) Untuk permohonan IMB atas bangunan tambahan dan/atau
perubahan desain bangunan lama yang telah memiliki IMB,
selain mengajukan kelengkapan permohonan IMB di atas, harus
melampirkan dokumen yang lama.
3. Pemberian Izin Bangunan.
a. IMB rumah tinggal sederhana diberikan kepada pemohon setelah
memenuhi persyaratan adiministratif dan teknis.
b. IMB rumah tinggal sederhana diberikan atas keputusan
Bupati/Walikota atau Pejabat yang ditunjuk, secara cepat.
c. Waktu pernyelesaian permohonan IMB akan ditetapkan dalam
Peraturan Daerah/Qanun atau paling lambat 1 (satu) bulan setelah
permohonan dinyatakan lengkap dan diterima.
d. Untuk wilayah yang terkena bencana gempa dan tsunami waktu
penerbitan IMB paling lambat 14 (empat belas) hari setelah
permohonan dinyatakan lengkap dan diterima.
e. IMB hanya berlaku kepada nama yang tercantum dalam Surat Izin
Mendirikan Bangunan.
f. Perubahan nama pada Surat IMB dikenakan bea balik nama sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
g. IMB dapat diberikan dengan masa berlaku sementara oleh
Bupati/Walikota, atau Pejabat yang ditunjuk untuk jangka waktu 1
(satu) tahun.
45
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN IV
4. Tidak diperlukan Izin Mendirikan Bangunan
IMB tidak diperlukan dalam hal :
a. Bangunan bedeng atau direksi keet;
b. Pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan bangunan;
c. Membuat lubang ventilasi, penerangan dan lain sebagainya yang
luasnya tidak lebih 1 meter persegi dengan sisi terpanjang mendatar
tidak lebih dari 2 meter;
d. Kandang untuk pemeliharaan hewan piaraan atau bangunan untuk
pemeliharaan tanaman, sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Daerah/Qanun, dengan syarat-syarat :
1) Ditempatkan di halaman belakang;
2) Luas tidak melebihi 10 (sepuluh) meter persegi dan tingginya
tidak lebih dari 2 (dua) meter;
e. Membuat kolam hias, taman dan patung, tiang bendera, di
halaman/pekarangan rumah tinggal sederhana.
f. Membongkar bagian bangunan yang menurut pertimbangan Dinas
Teknis terkait tidak membahayakan.
5. Penolakan Izin Mendirikan Bangunan
a. Rumah tinggal sederhana yang akan didirikan pada lokasi yang
penggunaannya tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan.
b. Rumah tinggal sederhana yang akan didirikan tidak memenuhi
persyaratan administratif dan teknis.
c. Kegiatan mendirikan dan/atau menggunakan rumah tinggal
sederhana berpotensi melanggar ketertiban umum dan/atau
merugikan kepentingan umum.
d. Adanya keberatan yang diajukan dan dibenarkan oleh Dinas Teknis
terkait.
e. Bertentangan dengan Undang-undang, Perda/Qanun Provinsi atau
peraturan lainnya yang setingkat dengan Perda/Qanun tersebut.
6. Pencabutan Izin Mendirikan Bangunan
a. Dalam waktu 6 (enam) bulan setelah tanggal penetapan izin belum
dimulai pelaksanaan pembangunannya.
46
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN IV
b. Pekerjaan yang telah dilaksanakan tidak diteruskan dan dianggap
hanya berupa pekerjaan persiapan.
c. Dalam waktu 6 (enam bulan) berturut-turut pelaksanaan
pembangunan terhenti sebagian atau seluruhnya sehingga bangunan
tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
d. Dikemudian hari ternyata keterangan atau lampiran persyaratan
permohonan izin yang diajukan ternyata palsu atau dipalsukan baik
sebagian maupun seluruhnya.
e. Pelaksanaan pekerjaan mendirikan bangunan tidak sesuai dengan
izin serta ketentuan lainnya yang berlaku.
f. Pencabutan dilakukan setelah diberi peringatan terlebih dahulu
sebanyak 3 (tiga) kali kepada pemegang IMB dengan tenggang
waktu 1 bulan untuk masing-masing surat peringatan.
g. Pencabutan IMB ditetapkan oleh Bupati/Walikota, atau Pejabat
yang ditunjuk.
h. Terhadap bangunan yang telah dicabut izin bangunannya, 6 (enam)
bulan terhitung sejak pencabutannya dan tidak ada penyelesaian
lanjutan, maka bangunan harus dibongkar sendiri atau dibongkar
paksa oleh petugas, dengan biaya pemilik bangunan.
7. Permohonan Banding Kepada Bupati/Walikota.
a. Permohonan banding kepada Bupati/Walikota dapat dilakukan
dalam hal terjadi penolakan dan pencabutan IMB Bupati/Walikota
atau Pejabat yang ditunjuk.
b. Ketentuan mengenai permohonan banding diatur dalam Peraturan
Daerah (Qanun) Kabupaten/Kota tentang Bangunan Gedung.
IV.2.2 Perencanaan Teknis. 1. Perencanaan teknis adalah kegiatan penyusunan rencana teknis rumah
tinggal sederhana termasuk desain prototipe, mulai dari pembuatan
gambar prarencana sampai dengan dokumen rencana teknis untuk
pelaksanaan konstruksi.
2. Bila perencanaan teknis rumah tinggal sederhana dilakukan oleh
penyedia jasa perencanaan, maka harus berdasarkan kerangka acuan
47
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN IV
kerja dan dokumen ikatan kerja, dengan lingkup kegiatan perencanaan
teknis meliputi:
a. pembuatan gambar prarencana;
b. pengembangan gambar rencana;
c. pembuatan gambar rencana detail;
d. pembuatan dokumen pelaksanaan konstruksi;
e. pemberian penjelasan dan evaluasi pengadaan jasa pelaksanaan;
f. pengawasan berkala pelaksanaan konstruksi bangunan gedung.
3. Dokumen rencana teknis rumah tinggal sederhana berupa rencana-
rencana teknis arsitektur, struktur dan konstruksi, dalam bentuk gambar
rencana, gambar detail pelaksanaan, rencana kerja dan syarat-syarat
administratif, syarat umum dan syarat teknis, rencana anggaran biaya
pembangunan, dan/atau laporan perencanaan.
4. Dokumen perencanaan teknis harus disusun berdasarkan persyaratan
teknis sebagaimana diatur dalam Bagian II Persyaratan Tata Bangunan
dan Lingkungan, dan Bagian III Keandalan Bangunan Gedung Rumah
Tinggal Sederhana.
5. Pengadaan jasa perencanaan teknis rumah tinggal sederhana dilakukan
melalui cara pelelangan, pemilihan langsung, penunjukan langsung atau
sayembara.
6. Hubungan kerja antara penyedia jasa perencanaan teknis dan pemilik
rumah tinggal sederhana dilaksanakan berdasarkan ikatan kerja yang
dituangkan dalam perjanjian tertulis sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
IV.2.3 Pelaksanaan Konstruksi 1. Pelaksanaan konstruksi rumah tinggal sederhana dimulai setelah
pemilik memperoleh IMB.
2. Pelaksanaan konstruksi rumah tinggal harus berdasarkan pada
dokumen rencana teknis yang telah disetujui dan disahkan oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota setempat.
48
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN IV
3. Pelaksanaan konstruksi rumah tinggal sederhana berupa pembangunan
baru, perbaikan, penambahan, dan/atau perubahan, dapat dilakukan
oleh pemilik atau oleh penyedia jasa pelaksana konstruksi.
4. Pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa pelaksana
konstruksi meliputi kegiatan pemeriksaan dokumen pelaksanaan,
persiapan lapangan, kegiatan konstruksi, pemeriksaan akhir pekerjaan
konstruksi dan penyerahan hasil akhir pekerjaan, dengan mengikuti
ketentuan perundang-undangan tentang jasa konstruksi.
IV.2.4 Pengawasan Konstruksi 1. Pengawasan konstruksi rumah tinggal sederhana dapat dilakukan oleh
penyedia jasa pengawasan konstruksi atau oleh dinas teknis terkait.
2. Dalam hal pengawasan dilakukan oleh penyedia jasa pengawasan
konstruksi, lingkup pengawasan meliputi pengawasan biaya, mutu, dan
waktu pada tahap pelaksanaan konstruksi, serta pemeriksaan kelaikan
fungsi bangunan gedung, dengan mengikuti ketentuan perundang-
undangan tentang jasa konstruksi.
3. Pemeriksaan kelaikan fungsi rumah sederhana meliputi pemeriksaan
kesesuaian fungsi, persyaratan tata bangunan, keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan kemudahan, terhadap IMB gedung yang telah
diberikan.
4. Dinas teknis terkait melakukan pengawasan berkala dalam rangka
pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung dan berwenang untuk:
a. Memasuki dan memeriksa tempat /lokasi pembangunan setiap saat
pada jam kerja.
b. Memeriksa Surat Ijin Membangun Bangunan, pelaksanaan K3,
ketertiban dan kebersihan lokasi pembangunan.
5. Pemilik IMB wajib memberitahukan kepada Pemerintah Daerah saat
selesai seluruh pekerjaan mendirikan rumah tinggal sederhana.
IV.2.5 Sertifikat Laik Fungsi 1. Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan sertifikat laik
fungsi terhadap rumah tinggal sederhana yang telah selesai dibangun
49
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN IV
dan telah memenuhi persyaratan kelaikan fungsi berdasarkan hasil
pemeriksaan kelaikan fungsi oleh penyedia jasa pengawasan atau oleh
dinas teknis terkait sebagai prasyarat untuk dapat dimanfaatkan.
2. Pemberian sertifikat laik fungsi rumah tinggal sederhana dilakukan
dengan mengikuti prinsip-prinsip pelayanan prima dan tanpa dipungut
biaya.
3. Sertifikat laik fungsi untuk bangunan rumah tinggal sederhana berlaku
selama 20 (dua puluh) tahun.
4. Untuk rumah tinggal sederhana tipe 36 tidak diperlukan perpanjangan
sertifikat laik fungsi.
50
-
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (BUILDING CODE) PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
BAGIAN IV
A
AMDAL 17, 45 Analisa Struktur 27
B
B3 37 Bangunan Penyelamatan 31
G
Gampong 15 GSB 8
H
Hidran Umum 37
I
IMB 3, 45 Instalasi Listrik 34 Intensitas Bangunan 8, 10, 11 Izin Mendirikan Bangunan 43, 44, 45, 46
J
Jalur Penyelamatan 31, 32 Jarak bebas bangunan 8, 9, 10, 11
K
kawasan lindung 4, 8 Kebakaran 30, 31, 33 kemudahan 19, 42 kenyamanan 5, 19, 37, 41, 42 Kepadatan Bangunan 3, 7 Konstruksi Struktur Bangunan Atas 27 Konstruksi Struktur Bangunan Bawah 27
M
mangrove 22 MCK 39, 40 meunasah 15
P
pemeliharaan 46 penambahan 49 Penangkal Petir 34 Pencahayaan 34, 35 Pengkondisian Udara 34 penyelenggaraan 43, 49 perbaikan 49 Perencanaan 27, 28, 43, 47 Persyaratan 27, 29, 43, 48 Persyaratan Bahan Bangunan 20 Persyaratan Tata Letak Bangunan 14, 21 perubahan 49
R
RTRW 44
S
Sampah Komunal 40 Sistem Pembuangan Air Kotor 35 Sistem Pengelolaan Sampah 36 Sistem Penyaluran Air Hujan 36 Sistem penyediaan air bersih 35, 37 Sistem Sanitasi Komunal 37 Status Kepemilikan Tanah 43 Struktur pondasi 25
T
Tingkat Kegempaan 21
U
UKL 45 UPL 45
V
Ventilasi 34
Z
Zonasi 20
51
Daftar Isi Buku 1 RTS.docBuku 1 RTS.docBAGIAN II