daftar isibppp.kemendag.go.id/media_content/2019/10/majalah_warta... · 2019-10-08 · tambah dari...
TRANSCRIPT
Daftar IsiDari Redaksi
Indonesia sebagai salah satu produsen nanas dunia, memiliki potensi besar untuk mengoptimalkan potensi pasar Jepang yang masih terbuka sebagai negara tujuan ekspor buah nanas. Namun, perlu mewaspadai Filipina yang merupakan pemasok utama nanas impor Jepang. Dimana, Filipina mendapatkan keuntungan dari sisi pengenaan TRQ dan tarif BM karena adanya investasi Jepang di bidang pertanian.
Banyaknya toko online telah membantu masyarakat dalam mendapatkan barang dan jasa secara lebih mudah dan efisien. Namun, konsumen harus cerdas dalam memastikan bahwa barang atau jasa yang diperoleh dari belanja secara online tidak merugikan.
Ekspor kayu manis Indonesia sebagian besar dalam bentuk gulungan dan broken. Belum banyak industri yang memberi nilai tambah dari kayu manis (cassiavera), sehingga Indonesia hanya mengekspor bahan mentah. Sehingga, pemerintah perlu menyusun target peningkatan ekspor produk kayu manis secara nasional.
Defisit neraca perdagangan dapat berdampak pada defisit neraca transaksi berjalan yang melebar dan akan menekan nilai tukar. Pada akhirnya akan menjadikan suatu negara tidak dapat berdaya saing. Oleh karena itu, salah satu upaya memperbaiki neraca perdagangan bisa dilakukan dengan mencari mitra dagang baru, misalnya ke pasar non-tradisional.
Adanya kerjasama perdagangan antara Indonesia dengan Mozambik dalam bentuk PTA akan memberikan beberapa manfaat salah satunya adalah daya saing produk Indonesia relatif menjadi lebih baik di pasar Mozambik karena adanya tarif bea masuk preferensi. Indonesia sendiri memiliki produk yang bisa diandalkan untuk meningkatkan ekspor ke Mozambik, dimana produk tersebut diimpor Mozambik dari dunia namun Indonesia belum mengekspornya atau nilainya relatif masih kecil.
Mengelola kebijakan bukan tarif khususnya sistem kuota pada impor daging sapi bukanlah tugas yang mudah. Implementasi sistem kuota pada impor daging sapi di Indonesia tidak hanya menciptakan kegagalan pasar yang ditunjukkan oleh tingginya harga daging sapi yang harus ditanggung konsumen, tetapi juga dapat menyebabkan penyalahgunaan secara administratif sehingga berujung pada korupsi. Pemerintah Indonesia mungkin perlu memikirkan kebijakan alternatif yang bersifat jangka panjang sampai harga daging sapi yang terjangkau bagi konsumen tercapai.
Penguatan hubungan ekonomi antara Indonesia dan negara-negara EFTA melalui Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif akan memungkinkan peningkatan dan diversifikasi perdagangan dan investasi dua arah. Sebagai pasar besar dengan daya beli tinggi, EFTA memiliki reputasi sebagai mitra perdagangan dan investasi jangka panjang yang terpercaya. Diharapkan kerjasama ini dapat meningkatkan akses pasar perdagangan barang Indonesia ke EFTA, khususnya untuk produk-produk perikanan, tekstil, furnitur, sepeda, elektronik, dan ban mobil, kopi dan kelapa sawit.
Potensi dan Tantangan Ekspor Buah Nanas
di Pasar Jepang
Berbelanja Online Secara Cerdas dalam Rangka
Perlindungan Konsumen di Indonesia
Pengembangan Ekspor Produk Kayu
Manis Indonesia
Ketuk Pintu Ekspor Ke Pasar Non-Tradisional: Strategi Memperbaiki
Defisit Neraca Perdagangan
Peluang Ekspor Indonesia Ke Mozambik Semakin
Terbuka
Kebijakan Bukan Tarif Impor Hewan dan Produk Hewan:
Tantangan dan Alternatif Kebijakan
Membuka Peluang Pasar Indonesia
Melalui EFTA di Kawasan Eropa
Hal. 2
Hal. 11
Hal. 25
Hal. 14
Hal. 21
Hal. 17
Hal. 6 Berita Pendek PerdaganganHalaman 29
Serba SerbiHalaman 32
Statistik PerdaganganHalaman 34
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 2019 1
ISU PERDAGANGAN
Keterbatasan wilayah yang digunakan untuk perkebunan,
aging farmers dan tingkat kelembaban yang tinggi
mengakibatkan jumlah produksi buah-buahan di Jepang
terbatas. Hal tersebut kemudian dijadikan peluang bagi produsen
buah-buahan di luar Jepang untuk mengekspor hasil produksinya
ke Jepang (Ito & Dyck, 2010). Masih rendahnya produksi dalam
negeri membuka potensi ekspor buah-buahan salah satunya
nanas. Skala produksi buah nanas di Jepang yang masih sangat
rendah membuat potensi ekspor nanas ke pasar Jepang masih
terbuka. Indonesia merupakan produsen ke sembilan nanas dunia
dengan total produksi di tahun 2016 mencapai 1,4 juta ton atau
menyumbang 5,0% dari total produksi nanas dunia (FAO stat, 2018).
Sebagai salah satu produsen nanas dunia, Indonesia diharapkan
dapat mengoptimalkan potensi pasar Jepang sebagai negara
tujuan ekspor buah nanas Indonesia.
Peluang Pasar
Jepang merupakan negara importir nanas ke-9 dunia dengan
pangsa di tahun 2017 mencapai 4,8%. Di tahun 2017, impor nanas
Jepang mencapai USD 125,6 Juta yang terdiri dari impor nanas
segar (fresh pineapple) dan nanas kering (dried pineapple) dengan
nilai impor masing-masing mencapai USD 125,2 juta dan USD 0,4
juta. Selama kuartal I 2018, impor nanas Jepang mencapai USD
26,9 juta, mengalami penurunan 6,1% YoY. Meskipun demikian, tren
impor nanas di Jepang selama tiga tahun terakhir masih mengalami
pertumbuhan positif dengan peningkatan mencapai 7,2% per tahun
(ITC Trademap, 2018). Nanas terutama popular untuk dikonsumsi
pada saat musim panas yaitu antara bulan Mei sampai Agustus.
Masyarakat Jepang menilai bahwa kandungan vitamin C dan B1
pada nanas dapat membantu dan mengurangi kelelahan di musim
panas. Selain itu, konsumsi buah nanas dipercaya bagus untuk kulit
(okinawatravelinfo.com, 2018).
Meskipun sebesar 99,7% impor nanas Jepang merupakan
nanas dalam bentuk segar (fresh pineapple), namun diprediksi
penjualan nanas dalam bentuk dried pada masa mendatang akan
meningkat. Hal tersebut terlihat dari perubahan struktur impor nanas
Jepang. Pada kuartal I 2017, pangsa impor dried pineapple hanya
POTENSI DAN TANTANGAN EKSPOR
BUAH NANAS DI PASAR JEPANGSeptika Tri Ardiyanti & Fitria Faradila
mencapai 0,2% dari total impor nanas Jepang, sedangkan di kuartal
I 2018 pangsanya mengalami peningkatan menjadi 0,6% (Gambar
1).
Gambar 1. Struktur Impor Nanas Jepang
Sumber: ITC Trademap (2018), diolah
Keterangan: Q1 : Kuartal I
Filipina masih mendominasi dan menjadi pemasok utama pasar
nanas Jepang. Di tahun 2017, pangsa impor Jepang dari Filipina
mencapai 91,9%, kemudian diikuti oleh Kosta Rika (5,3%), Indonesia
berada pada urutan ketiga (1,3%) dan Taiwan berada di posisi
keempat (0,8%). Tingginya pangsa pasar yang dimiliki oleh Filipina
tidak terlepas dari adanya investasi Jepang di bidang pertanian di
Filipina dengan nilai mencapai USD 1 Milyar di tahun 2016. Nilai
investasi tersebut, terdiri dari kerjasama di bidang pengembangan
project biomass dan persetujuan untuk peningkatan dan ekspor
buah pisang, nanas dan alpukat Filipina ke pasar Jepang.
Meskipun demikian, tren pertumbuhan impor nanas Jepang dari
Filipina mengalami perlambatan. Selama tiga tahun terakhir, impor
Jepang dari Filipina meningkat sebesar 4,3% per tahun, jauh lebih
rendah jika dibandingkan dengan peningkatan impor dari Kosta
Rika dan Indonesia yang masing-masing mengalami pertumbuhan
sebesar 367,6% per tahun dan 80,6% per tahun. Berbeda dengan
ketiga negara pemasok utama tersebut, impor nanas Jepang dari
Taiwan justru mengalami penurunan sebesar 25,3% per tahun.
Kondisi ini dapat dijadikan peluang bagi Indonesia untuk merebut
pangsa pasar Filipina dan Taiwan di pasar Jepang (Tabel 1).
Fresh Pineapple
, 99.8
Dried Pineapple
, 0.2
QI 2017
Fresh Pineapple
, 99.4
Dried Pineapple
, 0.6
QI 2018
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 20192
EksportirNilai (USD Juta) Tren (%)
15-17Perub. (%)
18/17Pangsa(%) 20172013 2014 2015 2016 2017 Q1 2017 Q1 2018
Dunia 118.0 117.4 109.4 127.0 125.6 28.6 26.9 7.2 (26.1) 100.0Filipina 116.8 115.5 106.1 119.6 115.5 26.4 25.3 4.3 - 91.9Kostarika 0.0 0.3 0.3 4.6 6.6 1.5 1.0 367.7 - 5.3Indonesia - 0.0 0.5 0.8 1.6 0.4 0.1 80.6 (67.0) 1.3Taiwan 0.8 1.1 1.8 1.7 1.0 0.1 0.2 (25.3) - 0.8Malaysia 0.0 0.1 0.1 0.2 0.8 0.1 0.2 280.5 100.0 0.6Uganda 0.0 0.1 0.0 0.0 0.1 0.0 0.0 25.5 42.1 0.1Thailand 0.1 0.1 - 0.1 0.0 - - - - 0.0Sri Langka 0.1 0.1 0.0 0.0 0.0 - 0.1 32.3 - 0.0Ekuator - 0.0 - - 0.0 - 0.0 - - 0.0Vietnam - - 0.3 0.0 0.0 - 0.0 (83.9) - 0.0Korea Selatan - - - - 0.0 - 0.0 - - 0.0RRT 0.0 - - 0.0 0.0 - 0.0 - - 0.0Amerika Serikat 0.0 0.0 0.0 0.1 0.0 - - (71.1) - 0.0Meksiko 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 - 0.0 (72.3) - 0.0Kolombia - - - 0.0 - - - - - -Rep. Dominika - - - 0.0 - - - - - -Panama 0.1 0.0 0.3 - - - - - - -Peru 0.0 - - - - - - - - -Togo - - 0.0 0.0 - - - - - -
Sumber: Trademap, 2018 (diolah)
Tren Produk dan Saluran Distribusi
Santo dan Uchiyama (2014) menyatakan bahwa sekitar 70%
fresh pineapple yang dijual ke pasar Jepang berbentuk buah yang
telah dipotong (cut pineapple). Lebih lanjut, berdasarkan survey
yang dilakukan oleh Macromill Inc (2011) dengan menggunakan
multiple answer questionnaire, sebanyak 51% masyarakat Jepang
lebih memilih mengkonsumsi nanas dalam bentuk cut pineapple.
Sementara, 29,9% diantaranya lebih menyukai nanas dalam bentuk
kaleng (canned pineapple), lalu diikuti oleh nanas yang telah
dikupas sebagian (with peel pineapple) sebanyak 28,6%; nanas
yang dikupas seutuhnya (whole peeled pineapple) sebesar 13,9%
dan dried pineapple sebesar 5,2% (Gambar 2).
Gambar 2. Beberapa Bentuk Buah Nanas yang paling diminati
di Pasar Jepang
Sumber: Macromill (2011) dalam Santo dan Uchiyama (2014)
Masyarakat Jepang lebih menyukai nanas dengan rasa manis
dan sedikit asam. Sekitar 60,8% dari total responden memilih rasa
manis dan asam (sweet & sour), lalu diikuti oleh rasa manis (sweet)
Tabel 1. Negara Supplier Nanas di Pasar Jepang sebesar 47,6%; rasa alami (natural taste) sebesar 13,1% dan asam
(sour) sebesar 4% (Gambar 3).
Gambar 3. Beberapa Pilihan Rasa Buah Nanas yang paling
diminati di Pasar Jepang
Sumber: Macromill (2011) dalam Santo dan Uchiyama (2014)
Jenis produk buah, terutama nanas yang popular di pasar
Jepang adalah nanas yang memiliki banyak kandungan brix. Brix
merupakan indikitor atau pengukuran yang menentukan kadar
kemanisan. Produk makanan dengan kandungan brix yang besar
memiliki lebih banyak kandungan nutrisi. Bahkan di sektor ritel buah-
buahan di Jepang, high brix merupakan salah satu penentu tingginya
kualitas produk tersebut. Nanas dengan high brix cenderung
memiliki harga jual yang lebih tinggi. Selain kemasan yang bersih,
kemasan nanas dan buah tropical lainnya wajib mencantumkan
lokasi produksi (traceability).
Produk nanas impor didistribusikan ke supermarket, industri
jasa makanan dan pengecer melalui jaringan distribusi domestik.
Beberapa importir utama yang sangat mendominasi pasar nanas
Jepang antara lain Dole Japan Co., Ltd. (DJ), Fresh Del Monte
Japan Co., Ltd., dan Chiquita Unifrutti Japan Ltd. DJ merupakan
importir dengan pangsa terbesar mencapai 53% dari total nanas
impor segar (fresh pineapple) di pasar Jepang. Selain melalui
jaringan importir besar tersebut, importir dan distributor dapat
melakukan melalui Agricultural Cooperative Association (JA),
distributor resmi supermarket dan melalui produsen buah di Jepang
yang juga merangkap sebagai importir. DJ sebagai importir terbesar
memiliki preferensi bahwa nanas yang akan diimpor adalah nanas
yang memiliki rasa manis dan asam serta memiliki ukuran besar.
Ukuran nanas besar menjadi penting untuk memudahkan dalam
pemotongan karena sebagian besar fresh pineapple dijual dalam
bentuk nanas potong (cut pineapples)(Santo dan Uchiyama, 2014).
Ketentuan Produk
Di sisi regulasi, produk nanas yang masuk ke pasar Jepang
harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Food Sanitation
Law. Food Safety Committee mengeluarkan aturan Acceptable Daily
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 2019 3
Intake (ADI) yang memuat daftar dan kandungan pestisida yang
diijinkan untuk digunakan dalam proses produksi pada perkebunan
nanas dan buah lainnya. Selain pestisida, kandungan radiasi
pada produk nanas juga menjadi fokus utama konsumen Jepang.
Setelah bencana kebocoran radiasi nuklir pada tahun 2011, saat ini
konsumen Jepang sangat memperhatikan efek dari radiasi tersebut.
Salah satunya dengan memperhatikan traceability (ketelusuran)
produk tersebut dimana suatu produk harus memiliki informasi yang
jelas mengenai nama produsen, lokasi produksi, kandungan radiasi
dan penggunaan bahan kimia.
Ministry of Agriculture, Forestry dan Fishery (MAFF)
juga menerapkan Food Communication Project (FCP) untuk
meningkatkan realibility dari suatu produk. Berdasarkan konsep
FCP, supplier makanan harus patuh pada proses audit, public
relation dan credibility. Nanas dan buah-buahan impor juga harus
memiliki sertifikat Good Agricultural Practices (GAPs). Sertifikat
ini menunjukkan bahwa proses produksi atau perkebunan telah
mengaplikasikan konsep well-manageable mulai dari tahap
penanaman, produksi dan pergudangan. Salah satu ciri suatu produk
yang sudah mengaplikasikan GAPs adalah dengan mencantumkan
logo Japanese Agricultural Standard (JAS) (JETRO, 2011).
Lebih lanjut, masyarakat Jepang sangat sensitif terhadap
kemasan suatu produk. Selain kemasan yang unik, kemasan juga
harus bersih dan aman. Penampilan luar suatu produk merupakan
salah satu kriteria utama distribusi makanan di Jepang.
Gambar 4. Contoh Kemasan Buah Nanas di Pasar Jepang
Sumber: Rakuten (2018)
Kompetitor dan Tarif Bea Masuk (BM) Nanas di Pasar Jepang
Filipina masih menjadi pemasok utama nanas impor Jepang.
Berdasarkan hasil studi, nanas asal Filipina memiliki tiga keunggulan
antara lain (i) durasi transportasi antara Filipina dan Jepang
tergolong singkat; (ii) Keberagaman jenis, seperti jenis “sweetio”
dan “MG-3” yang rasanya sesuai dengan preferensi konsumen
Jepang serta jenis “smooth cayenne” yang rasa dan teksturnya
cocok dijadikan canned pineapples; dan (iii) keunggulan lokasi area
produksi di kawasan gunung berapi Mindanao yang mendukung
untuk buah nanas dengan kualitas yang baik. Sementara itu, nanas
dari Indonesia juga memiliki varietas yang cukup beragam salah
satunya adalah Paair Kelud (PK-1) yang memiliki karakteristik aroma
dan rasa yang sedikit berbeda dengan MG-3. Sentra produksi
nanas di Indonesia yang tersebar di berbagai daerah antara lain:
Kupaten Subang, Pemalang, Prabumulih, Kediri, Blitar, Kubu Raya,
Mempawah, Muaro Jambi, Kampar, Lampung Tengah dan Karimun
(Detikfinance, 2018)
Secara umum, tarif Bea Masuk (BM) yang dikenakan Jepang
untuk buah nanas bagi anggota WTO masih relatif tinggi yaitu
sebesar 17% untuk fresh pineapple dan 7,2% untuk dried pineapple
(Japan Customs, 2018). Sedangkan tarif BM yang ditetapkan oleh
Jepang untuk buah nanas Indonesia sesuai dengan hasil Indonesia-
Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) adalah sebagai
berikut:
• Fresh Pineapple:
- Fresh pineapple Indonesia masih dikenakan Tariff Rate
Quota (TRQ) dimana untuk buah nanas dengan satuan
berat kurang dari 900 gr selama jumlah ekspornya belum
melebihi pooled quota yang ditetapkan dibebaskan dari
tarif BM, dan untuk produk fresh pineapple lainnya (berat
satuan lebih dari 900 gr) dan atau telah melebihi pooled
quota yang ditetapkan akan dikenakan tarif Bea Masuk
sebesar 17% (Japan Custom, 2018).
- Besaran kuota impor buah nanas (fresh pineapple) yang
ditetapkan Jepang untuk Indonesia selama 1 April 2018-
31 Maret 2019 sebesar 300 Metric Tonnes (MT) (Ministry of
Agriculture, Forestry and Fisheries Japan, 2018).
- Impor nanas Jepang dari Indonesia di tahun 2017 telah
mencapai 2.449 Metric Tonnes (MT) sehingga volume
yang melebihi kuota diharuskan untuk membayar tarif Bea
Masuk. (ITC Trademap, 2018).
• Dried Pineapple:
- Produk dried pineapple dari Indonesia justru dikecualikan
dari berbagai komitmen EPA yang berarti bahwa dried
pineapple Indonesia tetap dikenakan tarif biasa yaitu
sebesar 7,2%.
Berbeda dengan Indonesia, Filipina sebagai kompetitor
utama mendapatkan keuntungan yang lebih dari
sisi pengenaan Tariff Rate Quota (TRQ) dan tarif BM
dibandingkan dengan Indonesia. Meskipun untuk produk
fresh pineapple Filipina, juga dikenakan TRQ namun
kuota yang diberikan Jepang kepada Filipina jauh lebih
besar. Tarif BM yang ditetapkan oleh Jepang untuk buah
nanas Filipina sesuai dengan Japan-Philippines Economic
Partnership Agreement adalah sebagai berikut:
Nanas Potong Nanas Utuh
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 20194
• Fresh Pineapple:
- Fresh pineapple Filipina juga dikenakan Tariff Rate Quota
(TRQ) dimana untuk buah nanas dengan satuan berat
kurang dari 900 gr selama jumlah ekspornya belum
melebihi pooled quota yang ditetapkan dibebaskan dari
tarif BM, dan untuk produk fresh pineapple lainnya (berat
satuan lebih dari 900 gr) dan atau melebihi pooled quota
yang ditetapkan akan dikenakan tarif Bea Masuk sebesar
17% (Japan Custom, 2018).
- Besaran kuota impor buah nanas (fresh pineapple) yang
ditetapkan Jepang untuk Filipina selama 1 April 2018-31
Maret 2019 sebesar 1.800 Metric Tonnes (MT), atau enam
kali lipat lebih besar jika dibandingkan dengan Indonesia
(Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries Japan,
2018).
- Impor nanas Jepang dari Filipina di tahun 2017 telah
mencapai 145,7 Ribu Metric Tonnes (MT) (ITC Trademap,
2018).
• Dried Pineapple:
- Produk dried pineapple dari Filipina masuk ke dalam
kategori b10 yang berarti bahwa dried pineapple Filipina
akan mendapat manfaat pengurangan tarif secara berkala
dan pada tahun ke-10 setelah pelaksanaan Japan-
Philippines Economic Agreement akan mendapatkan tarif
BM sebesar 0%.
- Sebagai informasi, Japan-Philippines Economic Agreement
dimulai di tahun 2006, dengan demikian produk dried
pineapple dari Filipina saat ini sudah menikmati preferensi
tarif BM sebesar 0%.
Strategi yang perlu diambil
Keuntungan yang diperoleh Filipina baik dari segi investasi pertanian
dan khususnya pengenaan tarif yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan Indonesia, tentu menjadi tantangan bagi Indonesia dalam
bersaing dengan Filipina di pasar Jepang. Oleh karena itu,
diperlukan negosiasi atau review antara Indonesia-Jepang dalam
kerangka perjanjian perdagangan IJEPA jika memungkinkan untuk
menurunkan tarif dimaksud sehingga Indonesia dapat meningkatkan
daya saing di pasar nanas Jepang.
Selain itu, terdapat pula tantangan dalam hal pemasaran dan
regulasi yang harus dipenuhi oleh Indonesia, antara lain:
• Rantai distribusi retail untuk masuk ke pasar Jepang untuk
produk buah tentu tidak mudah dibandingkan dengan Filipina
yang telah memperoleh investasi dari Jepang. Terkait hal
tersebut, diharapkan semua stakeholders Indonesia dapat
secara aktif meningkatkan jaringan bisnis baik secara langsung
dengan importir, wholesaler dan berbagai channel distribusi di
Jepang.
• Konsumen Jepang cenderung demanding, khususnya pada
produk yang dikonsumsi secara langsung. Untuk dapat
mengatasi hal tersebut, diharapkan eksportir nanas di Indonesia
dapat memahami dan mematuhi segala persyaratan yang
ditetapkan oleh pemerintah Jepang, antara lain Implementasi
Good Agricultural Practice (GAPs), Food Communication
Project (FCP) yang memuat berbagai informasi mengenai asal
produk atau original distribution, quality and functionality; serta
safety & disclosure.
• Selain itu, buah nanas Indonesia juga harus diupayakan untuk
dapat disesuaikan dengan cita rasa yang manis serta ukuran
yang sesuai dengan preferensi konsumen Jepang.
Sumber : http://faktualnews.co
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 2019 5
Bisnis Online adalah sebuah pendekatan saluran pemasaran
(marketing channel) yang terbuka, beragam, dan secara
terus-menerus mengalami perubahan (Pancaningrum dan
Risdwiyanto, 2013). Fasilitas online membuat informasi dan data
yang tersedia semakin meningkat variasi, jumlah, kecepatan dan
kualitasnya. Perkembangan bisnis secara online sudah ada sejak
tahun 1990an terutama untuk bidang pemasaran. Marketing channel
online pada awalnya dilakukan kamunikasi satu arah yaitu dari
pelaku usaha ke konsumen, namun perkembangan terbaru perlu
adanya komunikasi dua arah antara pelaku usaha dan konsumen
karena akan membantu kedua belah pihak mendapatkan informasi
yang dibutuhkan. Tempat untuk melakukan pertukaran informasi
antara pelaku usaha dan konsumen online biasanya dilakukan di
toko online.
Banyaknya toko online telah membantu masyarakat dalam
mendapatkan barang dan jasa secara lebih mudah dan efisien.
Konsumen dengan mudah berbelanja untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari tanpa harus mengalami kemacetan di jalan
atau membayar parkir di toko konvensional. Dunia usaha juga bisa
dengan mudah mempromosikan dan menjual barang dan jasa
yang mereka produksi atau mendistribusikannya secara langsung
ke konsumen. Pada akhirnya diharapkan kesejahteraan pelaku
usaha dan konsumen dapat meningkat karena adanya efisiensi dan
efektivitas dalam bertransaksi. Namun perlu adanya kepastian atas
barang atau jasa yang diperoleh dari perdagangan online tanpa
mengakibatkan kerugian bagi konsumen maupun pelaku usaha.
Pada kenyataannya pihak konsumen seringkali menjadi pihak yang
relatif lebih lemah dibandingkan pelaku usaha yang berbadan hukum
dan memiliki modal besar. Oleh karena itu diperlukan perlindungan
bagi konsumen supaya hak-haknya bisa terpenuhi.
Perlindungan Konsumen (PK)
Konsumen atau customers yaitu semua orang yang
menggunakan barang dan atau jasa yang diperjualbelikan di
masyarakat untuk keperluan sendiri, keluarga, orang lain atau
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperjualbelikan lagi (Setiawati,
2015). Konsumen online di Indonesia semakin berkembang dan
sangat menyukai berbelanja melalui internet, terlebih saat ini banyak
toko online yang memberikan kemudahan fasilitas aplikasi online
yang bisa didownload dari handphone konsumen secara langsung.
Kemudahan fasilitas yang diberikan toko online terkadang membuat
konsumen melakukan tindakan spontan dalam berbelanja. Biasanya
konsumen terlena dengan iklan barang/jasa yang terlihat menarik
dan harga yang relatif murah. Pada saat itulah oknum pelaku usaha
memanfaatkan kelengahan konsumen untuk mengambil untung
secara berlebihan atau memperdaya konsumen. Oleh karena itu
perlu adanya payung hukum supaya konsumen bisa dilindungi dari
oknum pelaku usaha yang ingin menipu konsumen.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen atau customers protection, definisi PK
yaitu segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberikan perlindungan kepada konsumen. Asas dari PK yaitu
manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan
konsumen, serta kepastian hukum. Tujuan dari PK yaitu: (1)
meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri; (2) mengangkat harkat dan martabat konsumen
dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian
barang dan/atau jasa; (3) meningkatkan pemberdayaan konsumen
dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai
konsumen; (4) menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi
serta akses untuk mendapatkan informasi; (5) menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung
jawab dalam berusaha; (6) meningkatkan kualitas barang dan/atau
jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/
atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.
Penjelasan PK diatas masih sebatas yang ada di peraturan
perundang-undangan yang berlaku, pada kenyataannya realitas di
lapangan akan relatif berbeda. Konsumen terkadang kurang sadar
akan apa kewajiban mereka sebelum melakukan transaksi jual beli
terutama di toko online. Berikut adalah beberapa hal yang dilakukan
oleh konsumen/customers cerdas:
Kumara Jati
BERBELANJA ONLINE SECARA CERDAS DALAM RANGKA
PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 20196
1. Teliti Sebelum Membeli
Kita perlu waspada dan berhati-hati dalam berbelanja online.
Ada oknum-oknum penjual yang terkadang hanya menginginkan
profit besar tanpa perlu memberikan pelayanan dan kontinuitas
dalam berdagang. Penipuan yang sering terjadi dalam belanja
online yaitu barang tidak dikirim, barang yang diterima konsumen
tidak sesuai dengan gambar dan tidak sama dengan kualitas yang
dijanjikan pelaku usaha sehingga seringkali merugikan pembeli
(Nurwita, 2015). Konsumen perlu cerdas teliti dalam berbelanja
karena dana yang dimiliki terbatas sedangkan keinginan untuk
berbelanja relatif tidak terbatas.
Khusus untuk pembelian produk makanan, minuman atau produk
tidak tahan lama atau voucher belanja. Perhatikan masa berlaku
barang/expired date product yang dibeli. Pastikan barang yang
dibeli akan masih bisa digunakan/dikonsumsi. Jangan sampai
kecewa setelah menerima barang ternyata makanan/minumannya
sudah kadaluarsa atau voucher belanjanya sudah habis masa
berlakunya.
2. Perhatikan Standar Barang yang akan Dibeli
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan disebutkan bahwa standar adalah persyaratan teknis
atau sesuatu yang dibakukan, termasuk tata cara dan metode
yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak/Pemerintah/
keputusan internasional yang terkait dengan memperhatikan
syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman, serta
perkembangan pada masa kini dan masa depan untuk memperoleh
manfaat yang sebesar-besarnya. Barang yang dibeli di Indonesia
sebaiknya memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang
ditetapkan oleh lembaga yang menyelenggarakan pengembangan
dan pembinaan di bidang Standardisasi.
Barang yang berlabel SNI dapat melindungi konsumen supaya
terhindar dari spesifikasi produk yang tidak sesuai standar baku
yang ada serta dari barang-barang yang tidak memenuhi unsur
Keselamatan, Keamanan, Kesehatan dan Lingkungan Hidup (K3LH).
Pelanggaran yang terjadi terhadap barang yang tidak sesuai dengan
persyaratan teknis SNI didominasi oleh produk impor sebesar 61%
dan produk lokal sebesar 39% (BPPKP, 2013). Terkait dengan hal
ini, otoritas terkait berupaya memperketat pengawasan barang yang
beredar dalam rangka perlindungan dan pemberdayaan konsumen
salah satunya dengan cara peningkatan status SNI yang bersifat
sukarela menjadi SNI yang berlaku menjadi wajib.
3. Teliti Profile atau Latar Belakang Penjual
Sebelum membeli barang di toko online ada beberapa hal
penting yang perlu diperhatikan terkait dengan profile atau latar
belakang penjual:
a) Lihat Track Record atau Rekam Jejak Penjual
Bukan hanya calon pemimpin daerah atau calon anggota
legislatif saja yang memiliki track record, penjual juga memiliki
track record (rekam jejak berjualan) yang perlu dicermati
diantaranya yaitu: (1) apakah pernah dilaporkan pihak lain
terkait penipuan, (2) apakah pernah ada testimoni dari penjual
lain di internet terkait penjual tersebut, (3) apakah penjual
pernah diblokir di salah satu toko online yang ada, (4) apakah
penjual menawarkan barang yang Dilarang dan Dibatasi
(Lartas). Kalau memang ada salah satu unsur dari keempat hal
diatas, maka pembeli perlu waspada karena itikad baik penjual
dalam memperdagangkan barang/jasa secara berkelanjutan
patut dipertanyakan.
b) Barang yang Sudah Terjual
Pastikan barang yang akan dibeli sudah pernah ada yang
terjual sebelumnya atau penjual sudah pernah menjual
barang sejenis. Lebih baik membeli barang ke penjual yang
sudah berpengalaman menjual banyak barang dan mendapat
respon positif dari pembeli. Apabila penjualnya baru saja
mulai berdagang terkadang sulit untuk membantu pembeli
apabila ada permasalahan dalam proses jual-beli yang terjadi.
Meskipun memang ada juga beberapa pedagang baru
(newcomers) di toko online juga memiliki komitmen kuat dalam
berusaha dengan baik dan benar.
c) Seberapa Cepat Respon Penjual terhadap Pertanyaan
Pembeli
Dalam toko online yang bagus terdapat fasilitas chat/pesan
atau menulis pertanyaan/testimony di wall/dinding website
dengan pengelola toko. Kalau memang pesan yang dikirim
oleh pembeli dibalas dengan cepat oleh penjual maka bisa
terjadi penyamaan persepsi. Ketidaksetaraan informasi/
Asimetric information bisa teratasi dengan baik. Kemungkinan
miskomunikasi dan komplain menjadi semakin kecil. Pelayanan
penjual kepada pembeli menjadi baik dan bisa menjadi relasi
yang kuat antara penjual dan pembeli untuk jangka panjang
dalam berbisnis.
Selain hal-hal tersebut diatas, konsumen juga memiliki beberapa
hal yang penting dan perlu diperhatikan diantaranya yaitu:
1. Bandingkan Barang Sejenis dengan Toko Online yang Lain.
Ada baiknya mengetahui spesifikasi/harga barang yang akan
dibeli dari toko lain (pernah lihat film bioskop “Cek Toko Sebelah”?,
kurang lebih seperti itu). Akan ada persaingan baik dari sisi harga,
kualitas, kuantitas maupun pelayanan antara toko online yang
menjual barang sejenis. Akan lebih bagus kalau kita mendapatkan
harga relatif lebih murah, kualitas yang bagus dengan pelayanan
yang terbaik. Jangan sampai setelah membeli barang, kita kecewa
dengan kualitas barang yang sudah kita beli karena tidak sesuai
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 2019 7
dengan yang dijanjikan atau toko sebelah ternyata memberikan
harga yang lebih baik.
Brand suatu toko online dan produk yang diperjualbelikan akan
berkembang sesuai dengan tingkat pelayanan yang diberikan oleh
provider toko online dan pedagang yang ada. Ada enam unsur
Brand yang perlu diperhatikan (Kotler, 1994): (1) attributes: suatu
brand memiliki atribut tertentu ke dalam alam pikiran konsumen;
(2) benefits/manfaat: brand dari barang atau jasa bisa memberikan
manfaat tambahan secara emosional dan fungsional kepada
konsumen; (3) values: nilai tertentu dari suatu brand terhadap
konsumen; (4) culture: budaya tertentu bisa disajikan suatu brand;
(5) personality: kepribadian tersendiri bisa ditunjukkan dari suatu
brand; (6) user: konsumen brand tertentu yang sudah terkenal
dengan harga yang relatif mahal biasanya penggunanya berasal
dari kelas ekonomi menengah/atas. Pengalaman suatu toko online
serta afiliasi dengan pelaku usaha lain dapat menjadi pertimbangan
konsumen dalam memilih brand tertentu dalam berbelanja. Semakin
lama jam terbang serta semakin banyak kerjasama dengan bisnis
lain maka dapat meningkatkan brand image mereka.
2. Perhitungkan Biaya Pengiriman
Biaya pengiriman memberikan kontribusi signifikan terhadap
keputusan konsumen untuk membeli atau tidak suatu produk.
Permasalahan pengiriman produk diantaranya pemilihan jasa kurir
pengirim barang. Terkadang pelaku usaha sudah memiliki beberapa
rekanan kurir pengirim barang sedangkan konsumen hanya memilih
siapa kurir yang diinginkan dan berapa lama waktu yang dibutuhkan
dalam mengirim barang.
Hal lain yang perlu diperhatikan dengan seksama yaitu lokasi
toko online yang menjual barang/jasa dan lokasi tujuan pengiriman
barang. Apabila jaraknya dekat maka biasanya ada kecenderungan
biaya pengiriman akan relatif lebih murah. Apabila memang hanya
itu toko online satu-satunya yang menjual barang yang diinginkan
dan lokasinya jauh maka perhitungkan biaya pengiriman barang,
jangan sampai biaya pengiriman barang melebihi harga barang
yang dibeli.
Apabila dana terbatas didalam rekening pribadi dan
menghindari resiko penipuan dalam mentransfer dana berlebihan
atau resiko barang tidak terkirim, ada baiknya memanfaatkan toko
online yang terdapat fasilitas Cash on Delivery (CoD/pembayaran
pada saat barang diterima) atau bahkan fasilitas Free Ongkir
(gratis ongkos/biaya pengiriman). CoD merupakan bentuk transaksi
keuangan dimana pembayaran dilakukan setelah barang diterima
oleh konsumen. Lebih baik lagi kalau ada pilihan free ongkir atau
bebas ongkos kirim, artinya barang yang dibeli secara online tidak
dipungut biaya pengiriman atau dengan kata lain penjual/ provider
toko online menanggung biaya pengiriman.
3. Gunakan Asuransi Pengiriman untuk Pembelian Barang
Berharga/Barang yang Mahal/Langka
Pada saat proses pengiriman barang terdapat pilihan
penggunaan asuransi pengiriman barang. Biasanya biaya asuransi
relatif murah dan mengurangi resiko apabila memang barang yang
dibeli merupakan barang berharga/barang yang mahal harganya
atau langka. Namun sebenarnya asuransi ini pada awalnya hanya
digunakan untuk kegiatan ekspor-impor, saat ini kesadaran konsumen
makin tinggi sehingga permintaan akan penggunaan asuransi juga
naik. Kenapa asuransi pengiriman barang ini dibutuhkan? Pada
kenyataannya, pihak ekspedisi relatif kebal terhadap segala tuntutan
kerugian yang diakibatkan adanya bahaya-bahaya yang bersifat
accidental. Oleh karena itu, diperlukan pihak ketiga atau asuransi
yang bisa membantu mengganti biaya kerugian yang terjadi apabila
barang rusak dan atau hilang.
Konsumen juga perlu hati-hati dalam memilih asuransi yang
ada karena adakalanya terjadi kasus barang yang dikirim rusak atau
hilang, sedangkan ada pelaku usaha yang cenderung menghindari
biaya penggantian. Pelaku usaha terkadang bisa berlindung dibalik
pasal-pasal yang ada didalam Terms and Condition (T&C)/syarat
dan ketentuan yang berlaku dalam asuransi pengiriman barang
yang dibuat oleh perusahaan. Posisi konsumen akan lemah kalau
memang ada syarat dan ketentuan tertentu yang terlanggar pada
saat pengiriman barang secara eksplisit tercantum dalam T&C.
4. Jangan Beli hanya karena Diskon, tetapi Beli Barang karena
Kebutuhan, bukan karena Keinginan
Pada momen-momen tertentu, toko online juga memberikan
diskon dengan tujuan mempromosikan barang atau bahkan cuci
gudang supaya bisa diisi dengan produk baru. Konsumen perlu
hati-hati apabila terjadi seperti ini karena biasanya kita membeli
karena iming-iming potongan harga atau buy one-get one free atau
bentuk promosi yang lain yang membuat kita sebenarnya tidak
membutuhkan barang tersebut tetapi jadi membelinya. Prioritaskan
membeli barang yang dibutuhkan.
Kebutuhan merupakan sesuatu barang/jasa yang harus dimiliki
seseorang karena tingkat keperluan dan urgensinya yang relatif
tinggi; sedangkan keinginan merupakan suatu barang/jasa yang
bersifat subyektif dan tidak terlalu berpengaruh pada kelangsungan
hidup manusia. Apabila anggaran terbatas, sebaiknya membeli
barang lebih kepada kebutuhan barang tersebut untuk keperluan
yang mengikat dan bermanfaat berdasarkan fungsinya yang ada.
Namun kalau memang ada anggaran berlebih dan waktu yang
tersedia untuk browsing toko online, bisa juga kita membeli sesuai
dengan keinginan sekedar untuk memenuhi kepuasan diri, mengikuti
tren terbaru serta pemenuhan kebutuhan tersier.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 20198
5. Sebaiknya Mentransfer uang ke Rekening Pelaku Usaha yang
berbentuk badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
dalam wilayah hukum Indonesia.
Ada beberapa testimony/pengakuan dari pembeli online yang
terkena penipuan dari oknum penjual online yang tidak bertanggung
jawab. Biasanya penjual online ini menggunakan akun atas nama
pribadi, alamat kurang jelas dan tidak valid serta tidak ada itikad
baik dalam berusaha. Pada kenyataannya semua pelaku usaha yang
melakuan kegiatan usaha perdagangan harus memiliki ijin dalam
bidang perdagangan. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun
2014 tentang Perdagangan Pasal 106 bahwa pelaku usaha yang
melakukan kegiatan usaha Perdagangan tidak memiliki perizinan di
bidang Perdagangan dapat dipidana penjara paling lama 4 tahun
atau denda paling banyak Rp 10 miliar. Meskipun demikian, untuk
kasus-kasus tertentu seperti UMKM (Usaha Menengah Kecil dan
Mikro) atau pedagang individu yang modalnya relatif kecil bisa
mendapat pengecualian-pengecualian khusus terkait perizinan.
6. Hindari gunakan situs Media Sosial atau Blog kecuali sudah
kenal dekat dengan penjual secara pribadi.
Ada kalanya memang produk-produk tertentu atau penjual
tertentu hanya ada di Media Sosial atau blog; jadi sulit bagi
konsumen untuk menggunakan fasilitas toko online resmi untuk
membeli barang yang dia inginkan. Oleh karena itu, tidak sedikit
konsumen yang berbelanja online karena promosi dari Media
Sosial/blog tertentu karena sekaligus membuka akun Media Sosial,
sekaligus berbelanja (sekali dayung, dua-tiga pulau terlampaui).
Terkadang saya pribadi juga melihat Media Sosial terdapat penjual
yang menjajakan barangnya, kemudian kita tertarik dengan barang
tersebut dan ingin membelinya karena dari sisi tampilan terlihat
sangat menarik.
Persoalannya adalah Media Sosial/blog bukan merupakan
toko online untuk melakukan aktivitas jual-beli secara resmi. Media
Sosial tersebut tidak menyediakan fasilitas khusus untuk berinteraksi
atau untuk melakukan transaksi jual-beli barang/jasa. Bahkan yang
lebih riskan adalah tidak adanya sistem/mekanisme pengiriman
barang atau transfer uang untuk membayar barang/jasa yang dibeli.
Mekanisme untuk melakukan komplain apabila barang/jasa yang
dibeli tidak sesuai dengan yang diharapkan juga tidak mudah,
tidak ada pihak ketiga/provider media sosial yang bisa menjadi
penengah apabila terjadi transaksi jual beli. Bisa saja pihak penjual
dengan mudah melakukan blokir terhadap akun pembeli di media
sosial dan masalahnya dianggap selesai serta pembeli tidak bisa
melakukan komplain lagi. Sistem pengembalian barang/retur atau
pengembalian uang juga tidak ada di Media Sosial/Blog karena
memang fungsinya bukan untuk melakukan transaksi jual-beli
barang/jasa.
Tabel 1. Perbedaan Kebutuhan dan Keinginan dalam Membeli Barang/Jasa di Toko Online
Kebutuhan Keinginan
Sudut Pandang Konsumen Obyektif Subyektif
Sifat Mengikat Tidak Mengikat
Urgensi Perlu/Harus Terpenuhi Tidak Harus Terpenuhi
Dampak yang terjadi Manfaat/Benefit Kepuasan/Satisfaction
Tolak Ukur Fungsi dari barang/jasa Selera Konsumen/ gaya hidup
Sumber: Rahmani (2017), diolah
Sumber : http://marketingjoss.comSumber : http://okezone.com
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 2019 9
Data dan Informasi Pembeli dan Pelaku Usaha
Toko online sebaiknya bisa membedakan pembeli bertindak
sebagai konsumen akhir dan sebagai distributor. Apabila pembeli
sebagai konsumen akhir biasanya pembelian dalam jumlah yang
sedikit dan harga normal. Namun jika pembeli sebagai distributor/
retailer maka jumlah yang dibeli relatif lebih banyak dan bisa
meminta harga promo atau lebih murah dari harga normal dengan
penawaran-penawaran khusus. Ada baiknya ada pilihan khusus
dalam aplikasi toko online apabila memang pembeli ingin menjual
kembali produk yang dibelinya supaya data dan informasi tersebut
tersimpan di database pelaku usaha yang bisa digunakan untuk
memberikan promosi khusus kepada pembeli tertentu.
Pertukaran data dan informasi dalam proses belanja online
merupakan perdagangan melalui sistem elektronik. Berdasarkan
UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan terutama Pasal 65
yang berbunyi bahwa setiap pelaku usaha yang memperdagangkan
Barang dan/atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik wajib
menyediakan data dan/atau informasi secara lengkap dan benar
yaitu: (1) identitas dan legalitas pelaku usaha sebagai produsen
atau pelaku usaha distribusi; (2) persyaratan teknis barang yang
ditawarkan; (3) persyaratan teknis atau kualifikasi jasa yang
ditawarkan; (4) harga dan cara pembayaran dan/atau jasa; (5) cara
penyerahan barang. Apabila peraturan ini dipatuhi pelaku usaha
maka konsumen tidak perlu khawatir apabila terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan seperti penipuan dalam bertransaksi di toko online.
Menurut (Nurwita, 2015), dunia maya (online) merupakan dunia
tanpa batas dimana penegak hukum membutuhkan waktu apabila
terjadi penipuan dalam proses jual-beli online sebagai akibat dari
tidak jelasnya identitas pelaku usaha.
Bila terjadi sengketa terkait dengan transaksi dagang melalui
sistem elektronik, orang atau badan usaha yang mengalami sistem
elektronik, atau badan usaha yang mengalami sengketa dapat
menyelesaikan sengketa tersebut melalui pengadilan atau melalui
mekanisme penyelesaian sengketa lainnya. Konsumen perlu tahu
bahwa pelaku usaha memiliki kewajiban apabila memperdagangkan
barang atau jasa dengan menggunakan sistem elektronik yang tidak
menyediakan data dan/atau informasi secara lengkap dan benar
maka dapat dikenai sanksi administrasi berupa pencabutan izin.
Apabila ada indikasi terjadi wanprestasi/kelalaian penjual dalam
melaksanakan kewajibannya maka pembeli memiliki hak untuk bisa
melakukan pelaporan melalui: (1) Langsung pada pelaku usaha/
provider toko online yang menyediakan jasa jual-beli; (2) Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) setempat;
(3) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) terdekat; (4)
Dinas yang menangani perlindungan konsumen di Kabupaten/Kota;
(5) Pos layanan informasi dan pengaduan konsumen.
Sosialisasi Konsumen Cerdas dalam Rangka Perlindungan
Konsumen
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen
dan Tertib Niaga, Kementerian Perdagangan (2017) Indeks
Keberdayaan Konsumen (IKK) di Indonesia masih sebesar 30,86.
Hasil ini memperlihatkan bahwa konsumen di Indonesia berada pada
level “Paham”. Konsumen Indonesia sudah mengetahui hak dan
kewajiban sebagai konsumen. Namun belum bisa menggunakan/
memanfaatkan hak dan kewajiban sebagai konsumen, serta belum
memiliki peran yang aktif dalam rangka memperjuangkan hak
sebagai konsumen. IKK sendiri terbagi dalam beberapa bagian
dimana 0-20,0 (sadar); 20,1-40,0 (paham); 40,1-60,0 (mampu); 60,1-
80,0 (kritis); dan 80,1-100 (berdaya). Kalau kita bandingkan dengan
IKK dari negara-negara di Eropa sudah mencapai 51,3 yang masuk
kedalam kategori “Mampu” memperjuangkan hak mereka sebagai
konsumen cerdas.
Perlu adanya peran stakeholder yang tergabung dalam Penta
Helix (ABGCM): Academia, Business, Government (Pemerintah
pusat dan Pemerintah daerah), Community dan Media dalam
membantu mensosialisasikan bagaimana menjadi Konsumen
Cerdas (Koncer). Academia (Peneliti/Dosen/Guru) perlu menambah
porsi penulisan dan pengajaran terkait pentingnya Konsumen
Cerdas. Business perlu memberikan pemahaman terkait bagaimana
memilih barang yang berkualitas dengan standar bisnis yang ada
di perusahaan Indonesia. Pemerintah perlu mensosialisasikan
kewajiban, hak serta regulasi yang harus dipenuhi oleh konsumen
dan pelaku usaha. Komunitas dan Media massa perlu ikut serta
dalam memberdayakan konsumen dengan informasi dan data yang
berguna bagi konsumen untuk bisa memilih barang dan jasa yang
berkualitas dan aman.
Sumber : http://carajualan.com Sumber : http://shotanomad.com
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 201910
Sekilas Produk Kayu Manis
Kayu manis adalah sejenis rempah-rempah yang diperoleh
dari kulit bagian dalam beberapa spesies pohon Genus
Cinnamomum yang memberikan rasa manis dan sedap pada
masakan. Kayu manis diperoleh dengan cara mengelupas bagian kulit
luar pohon dan bagian kulit dalam untuk mendapatan lapisan kayu
manis. Selanjutnya kayu manis dikeringkan dan dipotong menjadi
batang kayu manis atau dihancurkan menjadi bubuk rempah-rempah.
Indonesia merupakan salah satu produsen utama kayu manis di
dunia. Berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO),
tahun 2016 produksi kayu manis Indonesia adalah terbesar kedua
setelah Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Produksi kayu manis
dari RRT mencapai 52% dan Indonesia sekitar 30% dari total kayu
manis di dunia. Negara lain yang juga menghasilkan kayu manis
adalah Vietnam dan Sri Lanka dengan masing-masing total produksi
sebesar 12% dan 6% dari total produksi dunia.
Persistence Marker Research mengeluarkan penelitian
mengenai prospek industri kayu manis di dunia pada tahun 2017.
Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran orang akan
pola hidup sehat dan konsep kembali ke alam telah mendorong
permintaan kayu manis di seluruh dunia meningkat pesat. Kebutuhan
akan kayu manis sudah tidak lagi terbatas pada industri makanan
dan minuman tetapi juga dalam industri kosmetik dan farmasi.
Aroma yang khas dari kayu manis telah menyebabkan industri
makanan semakin memanfaatkan kayu manis sebagai campuran
Endah Ayu Ningsih
PENGEMBANGAN EKSPOR PRODUK KAYU MANIS
INDONESIA
roti, pastry, serta hidangan coklat dan manisan. Kayu manis juga
menjadi alternatif sebagai campuran minuman kesehatan contohnya
untuk dicampurkan dengan madu, teh dan kopi.
Kayu manis kaya akan kandungan antioksidan, anti jamur,
anti kanker dan anti inflamasi sehingga banyak produsen farmasi
di dunia terus mengembangkan kayu manis sebagai bahan baku
pembuatan obat dan suplemen (Emilda, 2018). Penggunaan kayu
manis untuk farmasi terutama pada obat diabetes, gangguan
pernapasan dan pencernaan. Selain itu semakin banyak pula
produsen kosmetik yang menggunakan kayu manis sebagai
produk perawatan terutama untuk mengatasi gangguan kulit seperti
jerawat dan eksim. Peningkatan produksi kosmetik dan obat-obatan
berbahan baku kayu manis telah menciptakan momentum dalam
pertumbuhan pasar global untuk produk kayu manis.
109 130
202247
339
468497
642
42 4776 83
121 132159
203
1523
36 48 61107
94148
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Dunia
Sri Lanka
Indonesia
Data dalam USD Juta
Gambar 1. Perkembangan Ekspor Kayu Manis Dunia 2001-2017
Sumber: Trade Map (2018), diolah
Sumber : http://kanal247.com
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 2019 11
Gambar 1 menunjukkan sejak tahun 2009 tren permintaan
kayu manis global secara konsisten mengalami peningkatan.
Pertumbuhan ekspor kayu manis dunia sejak 2009 hingga 2017
rata-rata meningkat sebesar 14% per tahun. Pertumbuhan ekspor
Indonesia sendiri untuk periode yang sama sebesar 18% per tahun.
Indonesia Termasuk Pemasok Utama Kayu Manis di Dunia
Ekspor kayu manis dunia tahun 2017 mencapai USD 641,7
juta. Sri Lanka merupakan eksportir utama kayu manis di dunia
dengan nilai ekspor tahun 2017 mencapai USD 202 juta. Indonesia
merupakan eksportir terbesar ke-dua dengan nilai ekspor sebesar
USD 148 juta. Pertumbuhan ekspor kayu manis dalam 5 tahun
terakhir dalam nilai adalah 13% per tahun namun secara kuantitas
ekspornya hanya meningkat 2% per tahun pada periode yang sama.
Hal tersebut menunjukkan bahwa harga kayu manis mengalami
peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir (lihat
Gambar 1).
Gambar 2. Negara Eksportir kayu Manis dan Bunga Kayu Manis
(HS 0906) ke Dunia, 2017
Sumber: Trade Map (2018), diolah
Secara kuantitas, eksportir kayu manis terbesar adalah RRT
di mana pada tahun 2017 ekspornya sebesar 57 ribu ton, diikuti
oleh Indonesia 50 ribu ton, Vietnam 35 ribu ton dan Sri Lanka 17
ribu ton. Namun harga kayu manis Sri Lanka relatif lebih tinggi
jika dibandingkan dengan negara penghasil kayu manis lainnya
menyebabkan nilai ekspor kayu manis Sri Lanka adalah yang
tertinggi di dunia. Sri Lanka memiliki varietas kayu manis yang
disebut Ceylon Cinnamon yang merupakan varietas asli dari Sri
Lanka. Ceylon Cinnamon memiliki aroma terbaik dari jenis lainnya
karena kandungan kimia didalamnya sehingga nilai jualnya lebih
tinggi dari jenis lainnya. Kayu manis jenis ini banyak digunakan
sebagai bahan makanan. Sementara itu kayu manis dari RRT,
Indonesia dan Vietnam adalah kayu manis jenis Cassia. Kayu manis
jenis Cassia memiliki khasiat dalam pengobatan yang menyebabkan
permintaanya terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan data Trade Map tahun 2017, kayu manis Sri Lanka
berharga hingga USD 12 ribu per ton sementara Indonesia hanya USD
3 ribu per ton, RRT USD 2 ribu per ton dan Vietnam USD 2.500 per
ton. Harga ekspor kayu manis paling tinggi berdasarkan data Trade
Map adalah yang berasal dari Czeh Republic yaitu sebesar USD 17
ribu per ton. Czeh Republic mengekspor kayu manis dalam bentuk
olahan bubuk kayu manis dengan kualitas yang sangat baik dan hanya
diekspor ke internal Uni Eropa sehingga harganya relatif tinggi.
Sumatera Menyumbang Ekspor Nasional Terbesar
Berdasarkan data Statistik Perkebunan Indonesia tahun
2014, perkebunan kayu manis di Indonesia tersebar hampir di
seluruh nusantara dan semuanya merupakan perkebunan rakyat.
Namun demikian luas wilayah perkebunan kayu manis sebagian
besar berada di wilayah Sumatera yaitu mencapai 95% dari luas
perkebunan kayu manis seluruh Indonesia dengan menyumbang
97% dari total produksi nasional. Sentra produksi kayu manis di
Sumatera terletak di Jambi yaitu kabupaten Kerinci dan Propinsi
Sumatera Barat yang meliputi daerah Padang Pariaman, Kabupaten
Agam dan Kabupaten Tanah Datar.
Gambar 3. Ekspor Kayu Manis Indonesia Berdasarkan Propinsi
Sumber: Badan Pusat Statistik (2018), diolah
Walaupun produksi kayu manis di Indonesia berlimpah namun
belum banyak industri pengolahan kayu manis yang memberikan
nilai tambah lebih pada produk tersebut sehingga ekspor kayu
manis Indonesia masih berupa bahan mentah. Pengolahan kayu
manis sebagian besar masih dalam tahap pengeringan dan
dilakukan seleksi kualitas untuk ekspor. Para pengepul kayu manis
mengumpulkan kayu manis dari petani di daerah sentra produksi
untuk kemudian diekspor.
Sesuai dengan data sebaran perkebunannya (Gambar 3),
ekspor kayu manis terbesar berasal dari Sumatra Barat. Lampung
Riau dan Jambi juga penyumbang ekspor kayu manis terbesar untuk
total ekspor Indonesia. Namun demikian, Jakarta dan Jawa Timur
walaupun tidak menghasilkan kayu manis tercatat memberikan
kontribusi masing-masing sebesar 33,3% dan 14,5% dari total
ekspor kayu manis. Aktifitas ekspor kayu manis tidak dilakukan oleh
petani yang umumnya berasal dari perkebunan rakyat. Eksportir
kayu manis mengumpulkan kayu manis dari petani atau dari para
pengepul. Faktor tersebut yang menyebabkan banyak ekspor kayu
manis dari Jakarta dan Jawa Timur karena eksportir kayu manis
banyak berlokasi di propinsi tersebut.
Sri Lanka; 31%
Indonesia; 23%
Rep. Rakyat Tiongkok; 17%
Viet Nam; 14%
Belanda; 3% Amerika Serikat; 2%
Germany; 2%
Madagaskar; 1%
Perancis; 1%
India; 1%
Lainnya; 5%
Lainnya ; 8%
Sumatera Barat; 76,5
Jakarta; 33,3
Jawa Timur; 14,5
Sumatera Utara; 11,8
Lampung; 9,5
Jawa Tengah; 2,3
Lainnya; 0,2
Data dalam USD Juta
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 201912
Permintaan Kayu Manis di Negara Importir Tumbuh Positif
Gambar 5. Negara Importir Terbesar Kayu Manis Tahun 2017
Sumber: Trade Map (2018)
Pasar Tujuan Ekspor Kayu Manis Indonesia Mengalami Pertumbuhan yang signifikan.
Gambar 4. Ekspor Kayu Manis Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan, 2017
Sumber: Trade Map (2018), diolah
peningkatan impor dalam satu tahun terakhir lebih tinggi dari rata-
rata peningkatan lima tahun terakhirnya.
Saat ini kayu manis Indonesia belum mempunyai nilai tambah
yang tinggi karena industri pengolahannya masih tradisional. Petani
juga belum dapat menikmati keuntungan langsung dari tingginya
kebutuhan kayu manis untuk ekspor karena eksportasi dilakukan
oleh pengusaha eksportir. Untuk mengatasi masalah tersebut
pemerintah dapat melakukan edukasi maupun pelatihan kepada
petani untuk melakukan teknik pengolahan yang lebih baik dari
yang sudah ada agar nilai tambah kayu manis dapat ditingkatkan.
Produsen kayu manis sudah tersentralisasi di daerah-daerah sentra
perkebunannya sehingga faktor tersebut dapat memudahkan
pemerintah dalam menyusun target peningkatan ekspor produk
kayu manis secara nasional.
69,0
17,4
8,2 6,6 6,4 5,1 4,13,4 2,7 2,6
1,6 1,6 1,4 1,4 1,4 1,2 1,1 1,1 1,0 0,90
10
20
30
40
50
60
70
80
15%
15%-2%
Pertumbuhan Ekspor Indonesia 2013-2017
Nilai Ekspor 2017 (USD Juta)
30% 21% 15% 27% 15%8% 39% 17%
12% -2% -3% -2% 14% 44% 5% 27% -17% 4%
25
yaitu 14% per tahun. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan ekspor kayu manis ke negara tujuan
yang hampir semuanya mengalami peningkatan (lihat Gambar 4).
Permintaan Kayu Manis di Negara Importir Tumbuh Positif
Gambar 5. Negara Importir Terbesar Kayu Manis Tahun 2017
Sumber: Trade Map (2018)
Importir terbesar kayu manis di dunia adalah Amerika Serikat di mana pada tahun 2017
impornya mencapai USD 122,2 juta, diikuti oleh Meksiko, India, dan Belanda masing-masing sebesar
USD 89,6 juta, USD 57 juta, dan USD 20,2 juta. Gambar 5 menunjukkan bahwa hampir semua negara
importir kayu manis mengalami peningkatan permintaan impornya dalam lima tahun terakhir.
Terlebih lagi peningkatan impor dalam satu tahun terakhir lebih tinggi dari rata-rata peningkatan lima
tahun terakhirnya.
Saat ini kayu manis Indonesia belum mempunyai nilai tambah yang tinggi karena industri
pengolahannya masih tradisional. Petani juga belum dapat menikmati keuntungan langsung dari
tingginya kebutuhan kayu manis untuk ekspor karena eksportasi dilakukan oleh pengusaha eksportir.
Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah dapat melakukan edukasi maupun pelatihan kepada
petani untuk melakukan teknik pengolahan yang lebih baik dari yang sudah ada agar nilai tambah
kayu manis dapat ditingkatkan. Produsen kayu manis sudah tersentralisasi di daerah-daerah sentra
Ekspor kayu manis Indonesia pada tahun 2017 mencapai USD
148 juta, di mana 46% nya diekspor ke Amerika Serikat atau sebesar
USD 69,0 juta. Selebihnya, ekspor kayu manis Indonesia tersebar
ke Belanda USD 17,4 juta, Brazil USD 8,2 juta, Vietnam 6,6 juta,
Malaysia USD 5,1 juta. Total ekspor kayu manis Indonesia selama
lima tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu
14% per tahun. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan ekspor
kayu manis ke negara tujuan yang hampir semuanya mengalami
peningkatan (lihat Gambar 4).
Importir terbesar kayu manis di dunia adalah Amerika Serikat di
mana pada tahun 2017 impornya mencapai USD 122,2 juta, diikuti
oleh Meksiko, India, dan Belanda masing-masing sebesar USD 89,6
juta, USD 57 juta, dan USD 20,2 juta. Gambar 5 menunjukkan bahwa
hampir semua negara importir kayu manis mengalami peningkatan
permintaan impornya dalam lima tahun terakhir. Terlebih lagi
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 2019 13
Sekilas Tentang Mozambik
Mozambik terletak di pantai timur Afrika berbatasan
langsung dengan samudra Hindia. Dari enam negara
yang berbatasan dengan Mozambik, empat diantaranya
adalah landlock sehingga sangat bergantung pada Mozambik
dalam perdagangan luar negerinya, negara tersebut adalah Malawi,
Zambia, Zimbabwe, dan Zwaziland. Dua negara lainnya yang
berbatasan dengan Mozambik adalah Tanzania dan Afrika Selatan.
Bank Dunia menilai Mozambik memiliki peran yang sangat signifikan
tidak hanya dalam pertumbuhan ekonomi di kawasan tetapi juga
stabilitas sosial, politik di Afrika Selatan secara keseluruhan (World
Bank, 2018). Ekonomi Mozambik tumbuh rata-rata 8% per tahun
selama dua dekade terakhir dan tercatat sebagai yang tertinggi
di kawasan Afrika. Pertumbuhan ekonomi tersebut didorong oleh
manajemen ekonomi makro yang sehat, proyek investasi asing
berskala besar terutama pada industri pertambangan, stabilitas
politik dan dukungan donor yang signifikan. Mozambik tergabung
dalam kerjasama Southern African Development Community
(SADC) yang beranggotakan Botswana, Lesotho, Madagascar,
Malawi, Mauritius, Mozambik, Namibia, Seychelles, Afrika Selatan,
Eswatini, Tanzania, Zambia dan Zimbabwe. SADC sendiri telah
menandatangani Free Trade Agreement (FTA) dengan Uni Eropa.
Secara umum struktur tarif Mozambik sudah relatif rendah. Rata-rata
tarif impor Mozambik sebesar 7,5% dengan tarif tertinggi mencapai
20% dan sebanyak 34,8% jumlah pos tarif tidak dikenakan tarif.
Dilihat dari kinerja perdagangan luar negeri Mozambik, tahun
2017 keranjang produk ekspor Mozambik sangat terbatas dan
hanya terdiri dari 1.207 produk dalam HS 6 dijit dengan nilai USD 3,2
miliar, didominasi oleh produk aluminium, batu bara dan gas. Impor
Mozambik sebesar USD 7,9 miliar untuk 3.899 jenis produk yang
PELUANG EKSPOR INDONESIA KE MOZAMBIK SEMAKIN TERBUKA
Endah Ayu Ningsih & Deky Paryadi
Gambar 1. Kinerja Perdagangan Bilateral Indonesia dengan Mozambik
Sumber: Badan Pusat Statistik (2018), diolah
28
meningkatkan akses pasar Indonesia ke pasar non-tradisional dikawasan Afrika, khususnya
Mozambik.
Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Mozambik
Perdagangan Indonesia dengan Mozambik selama periode 2013-2017 mengalami penurunan
sebagai imbas dari krisis global, namun pada tahun 2017 perdagangan kedua negara mengalami
peningkatan yang signifikan. Ekspor Indonesia ke Mozambik Januari-September 2018 mencapai USD
47 juta meningkat 16% jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu impor
Indonesia dari Mozambik pada periode yang sama hanya tumbuh 3% menjadi USD 25 juta pada
Januari-September 2018. Produk ekspor Indonesia ke Mozambik didominasi oleh produk minyak
sawit (USD 29 juta), Sabun (USD 10,5 juta), produk kimia (USD 4 juta). Sementara produk impor
Indonesia dari Mozambik didominasi oleh kacang tanah USD 13 juta), besi baja (USD 8,5 juta),
tembakau (USD 3 juta ), dan kapas (USD 2,6 juta).
Gambar 1. Kinerja Perdagangan Bilateral Indonesia dengan Mozambik
Sumber: Badan Pusat Statistik (2018), diolah
Dampak Kerjasama Perdagangan Indonesia-Mozambik
Nilai ekspor Indonesia ke Mozambik tahun 2017 sebesar USD 54 juta yang terdiri dari hampir
100 jenis produk yang berbeda. Produk Indonesia menghadapi tarif impor yang bervariasi antara 3%-
20%. Jika dirata-rata produk Indonesia menghadapi tarif sekitar 14% di pasar Mozambik. Sementara
itu impor Indonesia dari Mozambik sebesar USD 27 juta yang hanya terdiri dari 8 jenis produk yang
berbeda. Produk impor asal Mozambik dikenakan tarif antara 0-5%.
44.3 27.4 28.8
103.5 99.9
120.8 115.0
103.0
35.1
54.1
20.4
12.2 23.9
27.2 21.1
57.9
26.7 16.5
9.4 27.3
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
ekspor impor
Data dalam USD Juta
diimpor, 34% diantaranya merupakan produk konsumen dan 26%
merupakan bahan baku. Negara tujuan ekspor Mozambik belum
banyak terdiversifikasi, 57% ekspor Mozambik hanya mencakup tiga
negara yaitu India (28%), Afrika Selatan (19%), dan Belanda (10%).
Dibandingkan dengan Mozambik, kinerja perdagangan Indonesia
dapat dikatakan lebih unggul. Keranjang produk ekspor Indonesia
terdiri dari 3.889 produk dalam HS 6 dijit senilai USD 144,5 miliar.
Pada Konferensi Tingkat Tinggi Indian Ocean Rim Association
(IORA) pada tahun 2017 di Jakarta, kedua kepala negara sepakat
untuk membentuk meningkatkan kerjasama antara negara melalui
pembentukan Preferential Trade Agreement (PTA). Kerjasama
Perdagangan ini di anggap dapat meningkatkan akses pasar
Indonesia ke pasar non-tradisional dikawasan Afrika, khususnya
Mozambik.
Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Mozambik
Perdagangan Indonesia dengan Mozambik selama periode
2013-2017 mengalami penurunan sebagai imbas dari krisis global,
namun pada tahun 2017 perdagangan kedua negara mengalami
peningkatan yang signifikan. Ekspor Indonesia ke Mozambik
Januari-September 2018 mencapai USD 47 juta meningkat 16% jika
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara
itu impor Indonesia dari Mozambik pada periode yang sama hanya
tumbuh 3% menjadi USD 25 juta pada Januari-September 2018.
Produk ekspor Indonesia ke Mozambik didominasi oleh produk
minyak sawit (USD 29 juta), Sabun (USD 10,5 juta), produk kimia
(USD 4 juta). Sementara produk impor Indonesia dari Mozambik
didominasi oleh kacang tanah USD 13 juta), besi baja (USD 8,5 juta),
tembakau (USD 3 juta ), dan kapas (USD 2,6 juta).
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 201914
Dampak Kerjasama Perdagangan Indonesia-Mozambik
Nilai ekspor Indonesia ke Mozambik tahun 2017 sebesar USD
54 juta yang terdiri dari hampir 100 jenis produk yang berbeda.
Produk Indonesia menghadapi tarif impor yang bervariasi antara 3%-
20%. Jika dirata-rata produk Indonesia menghadapi tarif sekitar 14%
di pasar Mozambik. Sementara itu impor Indonesia dari Mozambik
sebesar USD 27 juta yang hanya terdiri dari 8 jenis produk yang
berbeda. Produk impor asal Mozambik dikenakan tarif antara 0-5%.
Ekspor Indonesia ke Mozambik tahun 2016/2017 tumbuh 54%.
Sementara untuk periode Januari-September 2018 ekspornya
tumbuh 16% dibandingkan tahun sebelumnya. Jika angka
pertumbuhan ekspor periode Januari-September 2018 stabil
hingga akhir tahun 2018 maka diproyeksikan ekspor Indonesia ke
Mozambiqe tahun 2018 akan menjadi USD 63 juta.
Prediksi perubahan perdagangan antara Indonesia dan
Mozambik dihitung menggunakan simulasi Keseimbangan Parsial.
Jika Indonesia dan Mozambik melakukan kerjasama perdagangan
untuk menghapuskan tarif antara kedua negara maka dampak
peningkatan ekspor Indonesia ke Mozambik diperkirakan sebesar
USD 12 juta atau sebesar 16% dari basis perdagangan tahun
2017. Selain keuntungan peningkatan ekspor, Indonesia juga bisa
mengurangi biaya akibat tarif impor sebesar USD 10 juta. Produk
yang mengalami kenaikan ekspor tertinggi diantaranya adalah
palm oil, fatty acids, kertas, margarin, produk tekstil dan alas
kaki. Sementara bagi Mozambik, PTA akan memberikan potensi
peningkatan ekspor ke Indonesia sebesar USD 1,3 juta. Sektor/
produk dalam negeri yang siap berdaya saing dalam kerjasama
Indonesia-Mozambik PTA diantaranya adalah tembakau, tekstil, dan
kacang-kacangan.
Gambar 2 menjelaskan skema ekspor Indonesia di bawah dua
asumsi, pertama tanpa adanya PTA kedua ada skema PTA. Jika
Indonesia melakukan kerjasama dalam bentuk PTA, maka pada
tahun pertama ekspor akan menjadi USD 68,2 juta, sementara jika
Indonesia tidak melakukan kerjasama PTA, maka kenaikan ekspor
Indonesia akan sebesar USD 62,7 juta pada tahun pertama. Prediksi
dalam lima tahun kedepan, adanya PTA akan meningkatkan ekspor
Indonesia menjadi USD 129,89 juta.
Manfaat PTA Untuk Eksportir Indonesia Peluang Produk
Indonesia di Mozambik
Adanya kerjasama perdagangan antara Indonesia dengan
Mozambik, akan memberikan beberapa manfaat, diantaranya:
• Menjadikan daya saing produk Indonesia relatif menjadi
lebih baik di pasar Mozambik karena adanya tarif bea masuk
preferensi akibat PTA.
• Sejumlah pos tarif akan menikmati keringanan bea masuk mulai
dari penurunan tarif 100% hingga 40% dari tarif Most Favoured
Nation (MFN) yang berlaku.
• Indonesia sendiri memiliki produk yang bisa diandalkan untuk
meningkatkan ekspor ke berbagai negara terutama di kawasan
Mozambik.
Adapun beberapa produk yang selama ini menjadi penopang
ekspor Indonesia ke Mozambik dalam HS 6 digit adalah sebagai
berikut:
Minyak Sawit: Produk minyak sawit dan turunannya menjadi
komoditas andalan ekspor Indonesia ke kawasan Mozambik,
terbukti dalam nilai ekspor produk tersebut ke Mozambik pada
tahun 2017 mencapai USD 28,7 juta atau sekitar 53,2% dari total
ekspor Indonesia ke Mozambik. Namun, para eksportir Indonesia
mengalami hambatan dalam sisi tarif karena produk minyak sawit
dan turunannya dikenai tariff masuk ke Mozambik yang cukup tinggi
sebesar 20%, sehingga mereka harus membayar sebesar USD 5,7
juta akibat dari dikenakannya tariff bea masuk untuk produk tersebut.
Diharapkan dengan adanya kesepakatan terkait penurunan tarif bea
Gambar 2. Hasil Simulasi Keseimbangan Parsial Dampak PTA antara Indonesia dan Mozambik
Sumber: Trademap (2018), diolah
29
Ekspor Indonesia ke Mozambik tahun 2016/2017 tumbuh 54%. Sementara untuk periode Januari-
September 2018 ekspornya tumbuh 16% dibandingkan tahun sebelumnya. Jika angka pertumbuhan
ekspor periode Januari-September 2018 stabil hingga akhir tahun 2018 maka diproyeksikan ekspor
Indonesia ke Mozambiqe tahun 2018 akan menjadi USD 63 juta.
Prediksi perubahan perdagangan antara Indonesia dan Mozambik dihitung menggunakan
simulasi Keseimbangan Parsial. Jika Indonesia dan Mozambik melakukan kerjasama perdagangan
untuk menghapuskan tarif antara kedua negara maka dampak peningkatan ekspor Indonesia ke
Mozambik diperkirakan sebesar USD 12 juta atau sebesar 16% dari basis perdagangan tahun 2017.
Selain keuntungan peningkatan ekspor, Indonesia juga bisa mengurangi biaya akibat tarif impor
sebesar USD 10 juta. Produk yang mengalami kenaikan ekspor tertinggi diantaranya adalah palm oil,
fatty acids, kertas, margarin, produk tekstil dan alas kaki. Sementara bagi Mozambik, PTA akan
memberikan potensi peningkatan ekspor ke Indonesia sebesar USD 1,3 juta. Sektor/produk dalam
negeri yang siap berdaya saing dalam kerjasama Indonesia-Mozambik PTA diantaranya adalah
tembakau, tekstil, dan kacang-kacangan.
Gambar 2 menjelaskan skema ekspor Indonesia di bawah dua asumsi, pertama tanpa adanya
PTA kedua ada skema PTA. Jika Indonesia melakukan kerjasama dalam bentuk PTA, maka pada tahun
pertama ekspor akan menjadi USD 68,2 juta, sementara jika Indonesia tidak melakukan kerjasama
PTA, maka kenaikan ekspor Indonesia akan sebesar USD 62,7 juta pada tahun pertama. Prediksi
dalam lima tahun kedepan, adanya PTA akan meningkatkan ekspor Indonesia menjadi USD 129,89
juta.
Gambar 2. Hasil Simulasi Keseimbangan Parsial Dampak PTA antara Indonesia
dan Mozambik Sumber: Trademap (2018), diolah
62,77 72,82
84,47
97,98
113,6668,18
80,93
95,29
111,51
129,89
Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5
Tidak Ada PTA Ada PTA
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 2019 15
masuk untuk produk minyak sawit dan turunannya menjadi 0% maka
akan memberi manfaat dan dapat mengurangi biaya dari tarif impor
hingga USD 5,7 juta.
Sabun: permintaan Mozambik akan kebutuhan sabun dari
Indonesia terbilang cukup tinggi. Pada tahun 2017 nilai ekspor
produk sabun Indonesia ke Mozambik mencapai USD 8,5 juta
atau sekitar 15,7% dari total ekspor Indonesia ke Mozambik.
Seperti halnya minyak sawit, Indonesia mendapat hambatan tarif
untuk produk sabun hingga 20% yang berakibat pada kewajiban
membayar sebesar USD 1,7 juta. Dengan adanya penurunan tariff
hingga menjadi 0% diharapkan akan menghemat tarif bea masuk
hingga USD 1,7 juta.
Asam Lemak: Asam lemak untuk industri, monokarboksilat,
dan minyak asam dari penyulingan termasuk dalam produk ekspor
Indonesia ke Mozambik dengan nilai ekspor sebesar USD 3,5 juta
atau sebesar 6,6% dari total ekspor Indonesia ke Mozambik pada
tahun 2017 pada . Produk tersebut dikenakan tarif bea masuk
sebesar 8% sehinngga eksportif harus membayar sebesar USD 288
ribu.
Untuk produk ekspor Indonesia lainnya dikenakan tarif rata-rata
sebesar 10,52%. Jika produk ekspor lainnya diberikan pembebasan
tarif maka dapat mengurangi biaya eksportir sebesar USD 1 juta.
Dalam Gambar 3 menunjukkan beberapa contoh produk
Indonesia yang memiliki potensi untuk diekspor ke Mozambik.
Beberapa produk tersebut diimpor Mozambik dari dunia namun
Indonesia belum mengekspornya ke Mozambik atau nilainya relatif
masih kecil. Total nilai potensial ekspor Indonesia ke Mozambik
mencapai USD 47,4 juta, adapun produk tersebut diantaranya:
• Obat-obatan
• Aluminium
• Klinker semen
• Vessel/bejana kapal termasuk sekoci
• Minyak sawit mentah
• Struktur dan bagian struktur dari besi atau baja
• Campuran zat
• Vaksin untuk obat manusia
• Suku cadang dan aksesori untuk traktor dan kendaraan
bermotor
• Bagian-bagian mesin penggalian, crane, buldoser, dll.
Dukungan Pemerintah Dalam Pengembangan Ekspor Produk
Indonesia
Kerjasama Perdagangan yang akan dilakukan oleh Pemerintah
Indonesia dengan Mozambik dalam bentuk Preferential Trade
Agreement (PTA), diharapkan akan mendorong pelaku usaha
untuk mengeksplorasi negara-negara non-tradisional di kawasan
Afrika. Untuk mewujudkan cita-cita ini, maka diperlukan peran aktif
pemerintah dalam mendorong tercapainya kerjasama ini. Beberapa
dukungan pemerintah yang diperlukan diantarnya adalah:
• Meningkatkan peran Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
(LPEI) untuk dapat membantu pelaku usaha dalam melakukan
eksportasi ke kawasan Afrika.
• Perlindungan bagi pelaku usaha melalui trade remedies
(dumping, safeguard, subsidy) melalui mekanisme WTO jika
suatu saat terjadi perselisihan dagang dalam skema kerjasama
Indonesia Mozambik PTA.
• Memperbanyak sosialisasi kerjasama perdagangan Indonesia
Mozambik PTA dan juga akan melibatkan pelaku usaha dalam
skema Kerjasama Indonesia Mozambik PTA.
• Promosi produk ekspor Indonesia melalui perwakilan
perdagangan di negara akreditasi.
• Program fasilitasi untuk eksportir dalam kerangka utilisasi
skema preferensi Indonesia Mozambik PTA, jika kerjasama ini
sudah implementasi.
Gambar 3. Potensial Ekspor Indonesia
Sumber: Trademap (2018), diolah
31
Untuk produk ekspor Indonesia lainnya dikenakan tarif rata-rata sebesar 10,52%. Jika produk ekspor
lainnya diberikan pembebasan tarif maka dapat mengurangi biaya eksportir sebesar USD 1 juta.
Dalam Gambar 3 menunjukkan beberapa contoh produk Indonesia yang memiliki potensi untuk
diekspor ke Mozambik. Beberapa produk tersebut diimpor Mozambik dari dunia namun Indonesia
belum mengekspornya ke Mozambik atau nilainya relatif masih kecil. Total nilai potensial ekspor
Indonesia ke Mozambik mencapai USD 47,4 juta, adapun produk tersebut diantaranya:
Obat-obatan
Aluminium
Klinker semen
Vessel/bejana kapal termasuk sekoci
Minyak sawit mentah
Struktur dan bagian struktur dari besi
atau baja
Campuran zat
Vaksin untuk obat manusia
Suku cadang dan aksesori untuk traktor
dan kendaraan bermotor
Bagian-bagian mesin penggalian, crane,
buldoser, dll.
Gambar 3. Potensial Ekspor Indonesia
Sumber: Trademap (2018), diolah
Dukungan Pemerintah Dalam Pengembangan Ekspor Produk Indonesia
Kerjasama Perdagangan yang akan dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dengan Mozambik
dalam bentuk Preferential Trade Agreement (PTA), diharapkan akan mendorong pelaku usaha untuk
mengeksplorasi negara-negara non-tradisional di kawasan Afrika. Untuk mewujudkan cita-cita ini,
- 200 400 600 800
1,000 1,200 1,400 1,600
Ribu
USD
Nilai Ekspor Potensial 2017
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 201916
E uropean Free Trade Association (EFTA) adalah organisasi
antar-pemerintahan yang didirikan untuk mendorong
perdagangan bebas dan integrasi ekonomi untuk
kepentingan negara-negara anggotanya (Islandia, Liechtenstein,
Norwegia dan Swiss) serta negara mitranya. Perundingan ini
merupakan bagian penting dari strategi EFTA untuk memperoleh
pangsa pasar di Asia Tenggara. Perundingan Persetujuan Kemitraan
Ekonomi Komprehensif Indonesia-EFTA Comprehensive Economic
Partnership Agreement (IE-CEPA) dimulai melalui pembentukan
Joint Study Group (JSG). Hasil resmi JSG diterbitkan tahun 2007.
Perundingan IE-CEPA ke-1 hingga ke-9 dilakukan pada periode
2011-2014 dan diberhentikan sementara tahun 2014 karena
pergantian pemerintahan di Indonesia. Pada tahun 2016 kedua
belah pihak sepakat melakukan reaktivasi perundingan IE-CEPA.
Pada tanggal 16 Desember 2018 perundingan IE-CEPA diselesaikan
dan ditandatangani.
Kerjasama Perdagangan IE-CEPA ini tidak hanya mencakup
barang, namun juga mencakup beberapa sektor yang diperjanjikan
untuk dilakukan kerjasama, yaitu Trade in Goods; Trade in Services;
Investment; Intellectual Property Rights; Government Procurement;
Competition; Trade and Sustainable Development; Cooperation and
Capacity Building; Institutional Provisions; Dispute Settlement; dan
Final Provisions. Melalui Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif
IE-CEPA diharapkan meningkatkan perdagangan dan investasi
di kedua negara. Peningkatan perdagangan dan investasi akan
membuka kesempatan baru bagi dunia usaha, tenaga kerja, serta
konsumen yang akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan
di Indonesia dan negara-negara EFTA.
Total perdagangan Indonesia-EFTA selama periode 2013-
2017 mengalami tren peningkatan yang sangat signifikan. Dalam
lima tahun terakhir ekspor Indonesia naik signifikan yaitu sebesar
95,5%, sementara impor Indonesia dari EFTA juga mengalami
kenaikan sebesar 5,6% dalam periode yang sama. Dalam periode
tiga tahun terakhir (2015-2017) Indonesia mengalami surplus neraca
perdagangan yang cukup besar, namun pada tahun 2017 neraca
Indonesia mengalami tren penurunan, dari USD 1,2 miliar pada
tahun 2016 menjadi USD 210,8 juta.
Perdagangan Indonesia dengan EFTA
Ekspor Indonesia ke negara-negara EFTA didominasi oleh sektor
non migas. Pada tahun 2017 sektor industri menjadi tumpuan ekspor
Indonesia ke EFTA dengan pangsa pasar sebesar 99,6% dan tren
peningkatan ekspor selama periode lima tahun sebesar 97,1%.
Deky Paryadi
MEMBUKA PELUANG PASAR INDONESIA MELALUI EFTA
DI KAWASAN EROPA
Gambar 1. Neraca Perdagangan Indonesia-EFTA
Sumber: BPS (2018), diolah PDSI Kementerian Perdagangan
34
Gambar 1. Neraca Perdagangan Indonesia-EFTA
Sumber: BPS (2018), diolah PDSI Kementerian Perdagangan
Perdagangan Indonesia dengan EFTA
Ekspor Indonesia ke negara-negara EFTA didominasi oleh sektor non migas. Pada tahun 2017
sektor industri menjadi tumpuan ekspor Indonesia ke EFTA dengan pangsa pasar sebesar 99,6% dan
tren peningkatan ekspor selama periode lima tahun sebesar 97,1%.
Tabel 1. Realisasi Ekspor Indonesia ke EFTA Berdasarkan Sektor
Sumber: BPS (2018), diolah PDSI Kementerian Perdagangan
Trend (%) Share (%)2013 2014 2015 2016 2017 13-17 2017
EKSPOR TOTAL 154,87 199,27 1.137,57 2.276,92 1.309,64 95,54 100,00
EKSPOR MIGAS - - 0,00 - - - 0,00
1 Minyak Mentah - - - - - - 0,00
2 Hasil Minyak - - 0,00 - - - 0,00
3 Gas - - - - - - 0,00
EKSPOR NON MIGAS 154,87 199,27 1.137,57 2.276,92 1.309,64 95,54 100,00
1 Pertanian 4,37 5,42 2,69 1,83 4,76 -8,74 0,36
2 Industri 150,39 193,78 1.134,68 2.274,62 1.304,48 97,06 99,61
3 Hasil Tambang - - - 0,00 - - 0,00
4 Lainnya 0,12 0,07 0,20 0,48 0,40 53,84 0,03
No. URAIAN NILAI (Juta USD)
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 2019 17
Tabel 1. Realisasi Ekspor Indonesia ke EFTA Berdasarkan Sektor
Sumber: BPS (2018), diolah PDSI Kementerian Perdagangan
Impor Indonesia dari EFTA didominasi oleh barang konsumsi
dengan pangsa pasar 10,5%, barang modal dengan pangsa
pasar 11,2% dan bahan baku penolong dengan pangsa pasar
11,1%. Dalam periode tahun 2013-2017 tren peningkatan impor
barang konsumsi Indonesia ke EFTA mencapai 9,7% sedangkan
tren peningkatan impor bahan baku penolong sebesar 11,1%.
Sementara Impor bahan modal Indonesia dari EFTA cenderung
menurun sebesar 14,8%.
Beberapa produk ekspor impor utama Indonesia ke dan dari
negara EFTA, diantaranya adalah:
Ekspor Utama Indonesia• perhiasan (USD 525 Juta); • lensa kontak (USD 65,2 Juta); • emas batangan (USD 22,7
Juta); • monitor/proyektor televisi
(USD 9,2 Juta); • essensial oil (USD 5,3
Juta).
Impor Utama Indonesia• emas batangan (USD 203,7
Juta);• minyak petroleum mentah
(USD 41,5 Juta); • turbin hidrolik (USD 35,5 Juta); • minyak petroleum (USD 34,3
Juta); • alumunium (USD 33,7 Juta).
Dari neraca perdagangan produk utama Indonesia-EFTA,
produk dalam negeri yang harus siap berdaya saing diantaranya
adalah emas/perhiasan, dikarenakan Indonesia juga merupakan
eksportir perhiasan dan emas. Beberapa produk yang selama ini
menjadi penopang ekspor Indonesia ke EFTA mendapatkan konsesi
atas kerjasama IE-CEPA, diantaranya adalah sebagai berikut:
Perhiasan: Perhiasan menjadi komoditas andalan ekspor
Indonesia ke Swiss dengan pangsa sebesar 78,5% dari total
ekspor Indonesia ke Swiss. Nilai ekspor produk perhiasan
ke Swiss pada tahun 2018 sebesar USD 525,9 juta. Adanya
kerjasama IE-CEPA akan menurunkan tarif bea masuk produk
Indonesia ke Swiss menjadi 0%. Adanya eliminasi tarif ini
diharapkan dapat mendorong ekspor perhiasan Indonesia ke
negara EFTA khususnya Swiss.
Kontak Lensa: permintaan Swiss untuk kontak lensa dari
Indonesia terbilang cukup tinggi. Pada tahun 2018 nilai ekspor
kontak lensa Indonesia ke Swiss mencapai USD 65,2 juta, atau
sekitar 9,7% total ekspor Indonesia, karena tarif bea masuk
produk kontak lensa ini sudah 0%.
Suku Cadang Televisi: pada tahun 2018 ekspor suku cadang
televisi Indonesia ke Norwegia senilai USD 7,9 juta atau sekitar
13,2% dari total ekspor Indonesia ke Norwegia, Produk suku
cadang televisi ini masih mendapatkan tarif bea masuk sekitar
14%, namun dengan adanya kerjasama IE-CEPA ini tarif bea
masuk menjadi 0%.
Casing Tube Stainless Steel: produk stainless steel pada tahun
2018 mencapai USD 5 juta atau 8,3% dari total eskpor Indonesia
ke Norwegia dan sudah memperoleh tarif bea masuk 0%.
Arang Batok Kelapa: Ekspor produk arang kelapa Indonesia
ke Norwegia cukup besar yaitu USD 4,7 juta atau 7,8% dari total
ekspor Indonesia ke Norwegia. Produk ini sudah memperoleh
tarif bea masuk 0%.
Tabel 2. Realisasi Impor Indonesia ke EFTA Berdasarkan Sektor
Sumber: BPS (2018), diolah PDSI Kementerian Perdagangan
35
Impor Indonesia dari EFTA didominasi oleh barang konsumsi dengan pangsa pasar 10,5%,
barang modal dengan pangsa pasar 11,2% dan bahan baku penolong dengan pangsa pasar 11,1%.
Dalam periode tahun 2013-2017 tren peningkatan impor barang konsumsi Indonesia ke EFTA
mencapai 9,7% sedangkan tren peningkatan impor bahan baku penolong sebesar 11,1%. Sementara
Impor bahan modal Indonesia dari EFTA cenderung menurun sebesar 14,8%.
Tabel 2. Realisasi Impor Indonesia ke EFTA Berdasarkan Sektor
Sumber: BPS (2018), diolah PDSI Kementerian Perdagangan
Beberapa produk ekspor impor utama Indonesia ke dan dari negara EFTA, diantaranya adalah:
Ekspor Utama Indonesia
perhiasan (USD 525 Juta);
lensa kontak (USD 65,2 Juta);
emas batangan (USD 22,7 Juta);
monitor/proyektor televisi (USD 9,2 Juta);
essensial oil (USD 5,3 Juta).
Impor Utama Indonesia
emas batangan (USD 203,7 Juta);
minyak petroleum mentah (USD 41,5 Juta);
turbin hidrolik (USD 35,5 Juta);
minyak petroleum (USD 34,3 Juta);
alumunium (USD 33,7 Juta).
Trend (%) Share (%)2013 2014 2015 2016 2017 13-17 2017
IMPOR TOTAL 937,26 842,65 861,17 1.058,68 1.098,84 5,62 100,001 BARANG KONSUMSI 71,38 134,10 166,95 129,17 115,44 9,68 10,51
1. Makanan dan Minuman (Belum Diolah) Untuk Rumah Tangga
0,36 3,35 8,28 22,78 21,69 175,201,97
2. Makanan dan Minuman (Olahan) Untuk Rumah Tangga 19,14 17,49 16,74 25,02 25,74 9,98 2,343. Bahan Bakar dan Pelumas (Olahan) 0,03 0,04 0,01 0,01 0,01 -25,89 0,004. Mobil Penumpang - - - - 0,06 - 0,015. Alat Angkutan bukan untuk Industri 4,13 0,11 0,01 0,00 - - 0,006. Barang Konsumsi Tahan Lama 5,05 8,14 13,49 10,78 16,87 30,92 1,547. Barang Konsumsi Setengah Tahan Lama 2,30 2,69 3,13 5,56 8,07 38,26 0,738. Barang Konsumsi Tidak Tahan Lama 40,19 93,94 65,96 61,56 41,37 -3,58 3,769. Barang Yang Tidak Diklasifikasikan 0,19 8,35 59,32 3,46 1,62 40,33 0,15
2 BAHAN BAKU PENOLONG 622,23 525,77 560,54 785,87 860,17 11,07 78,281. Makanan dan Minuman (Belum diolah) Untuk Industri 0,00 - 0,12 0,01 0,45 - 0,042. Makanan dan Minuman (Olahan) Untuk Industri 13,58 15,20 17,25 14,60 13,85 0,00 1,263. Bahan Baku (Belum Diolah) Untuk Industri 24,80 22,57 16,76 10,90 9,45 -23,33 0,864. Bahan Baku (Olahan) Untuk Industri 365,24 319,73 352,21 426,57 545,58 11,53 49,655. Bahan Bakar dan Pelumas (Belum Diolah) - - 3,31 141,28 34,38 - 3,136. Bahan Bakar Motor - - - - 123,75 - 11,267. Bahan Bakar dan Pelumas (Olahan) 0,41 0,69 0,32 0,56 27,51 126,66 2,508. Suku Cadang dan Perlengkapan Barang Modal 105,86 110,20 77,43 99,11 83,10 -5,73 7,569. Suku Cadang dan Perlengkapan Alat Angkutan 112,33 57,38 93,15 92,83 22,10 -24,20 2,01
3 BARANG MODAL 243,66 182,79 133,68 143,64 123,23 -14,82 11,211. Barang Modal Kecuali Alat Angkutan 230,39 173,61 133,26 126,50 123,15 -14,52 11,212. Mobil Penumpang - - - - 0,06 - 0,013. Alat Angkutan Untuk Industri 13,27 9,18 0,42 17,14 0,01 -74,64 0,00
No. URAIAN NILAI (Juta USD)
Trend (%) Share (%)2013 2014 2015 2016 2017 13-17 2017
EKSPOR TOTAL 154,87 199,27 1.137,57 2.276,92 1.309,64 95,54 100,00
EKSPOR MIGAS - - 0,00 - - - 0,00
1 Minyak Mentah - - - - - - 0,00
2 Hasil Minyak - - 0,00 - - - 0,00
3 Gas - - - - - - 0,00
EKSPOR NON MIGAS 154,87 199,27 1.137,57 2.276,92 1.309,64 95,54 100,00
1 Pertanian 4,37 5,42 2,69 1,83 4,76 -8,74 0,36
2 Industri 150,39 193,78 1.134,68 2.274,62 1.304,48 97,06 99,61
3 Hasil Tambang - - - 0,00 - - 0,00
4 Lainnya 0,12 0,07 0,20 0,48 0,40 53,84 0,03
No. URAIAN NILAI (Juta USD)
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 201918
Ban Mobil: produk Ban Mobil banyak diekspor oleh Indonesia
ke Islandia, pada tahun 2018 nilai ekspor sebesar USD 922 ribu
atau 35,6% dari total ekspor Indonesia dan sudah memperoleh
tarif bea masuk 0%.
Kayu Manis: ekspor kayu manis Indonesia masih terbilang
kecil ke negara Islandia namun merupakan ekpor terbesar ke
dua Indonesia ke Islandia yaitu sebesar USD 90 ribu atau 3,5%
dan sudah memperoleh tarif bea masuk 0%.
Dukungan Pemerintah Dalam Bidang Jasa Dan Investasi
Indonesia
Ditandatanganinya kerjasama Perdagangan Indonesia-EFTA
CEPA ini diharapkan akan mendorong ekpor Indonesia ke EFTA dan
dapat memperbaiki defisit neraca perdagangan Indonesia dengan
EFTA. Selain itu adanya kerjasama IE CEPA ini diharapkan dapat
menjadi trigger pelaku usaha untuk meningkatkan akses pasar
Indonesia di kawasan Eropa.
Kerjasama ini juga diharapkan dapat membuka peluang sektor
jasa dan investasi Indonesia di pasar Eropa sehingga meningkatkan
daya saing sektor jasa Indonesia. Kerjasama di bidang teknologi,
transfer ilmu pengetahuan dan pengembangan kapasitas SDM akan
meningkatkan daya saing dan kualitas pekerja Indonesia.
Selain itu dalam kerjasama IE CEPA diharapkan dapat
meningkatkan investasi dalam bentuk Foreign Direct Investment
(FDI) sehingga membuka kesempatan yang lebih luas bagi
dunia usaha dan terciptanya lapangan kerja untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Investasi dari negara maju juga
akan membawa dampak positif dari segi transfer teknologi dan
pengetahuan sehinga dapat meningkatkan daya saing produk dan
jasa domestik di pasar internasional.
Potensi dan Peluang Produk Indonesia di Negara Kawasan EFTA
EFTA merupakan negara tujuan ekspor ke-32 dan negara
asal impor ke-27 terbesar bagi Indonesia. Pada tahun 2018, total
perdagangan Indonesia-EFTA mencapai USD 1,7 miliar. Nilai ekspor
Indonesia ke EFTA sebesar USD 732,8 miliar dan impor Indonesia
dari EFTA sebesar USD 1,06 miliar. Indonesia mengalami defisit
perdagangan dengan EFTA sebesar USD 331,9 juta (BPS, 2018).
Pangsa pasar produk impor dari Indonesia di negara EFTA
pada tahun 2017 adalah sebesar 0,5% dari total impor EFTA dengan
dunia (Trademap, 2018). Namun demikian terdapat beberapa
produk Indonesia yang memiliki potensi ekspor dan peluang untuk
dipasarkan di negara-negara EFTA. Beberapa produk tersebut
diantaranya: emas, perhiasan, kendaran bermotor, furnitur, ban
kendaraan, kopi, alas kaki, nikel, pakaian, dan bahan makanan.
Gambar 2. Ekspor Potensial Produk Indonesia ke Indonesia
Sumber: Trademap (2018), diolah
38
Gambar 2. Ekspor Potensial Produk Indonesia ke Indonesia
Sumber: Trademap (2018), diolah
Proyeksi Perdagangan Indonesia-EFTA
Untuk memperoleh proyeksi kenaikan ekspor Indonesia pasca implementasi IE-CEPA, dapat
dilihat dengan menggunakan tren kenaikan ekspor Indonesia ke EFTA. Dalam kurun waktu 2015-2017
tren kenaikan ekspor Indonesia ke EFTA mencapai 7,7%, sehingga proyeksi kenaikan ekspor Indonesia
akan terlihat seperti pada Gambar 3 yang merupakan proyeksi kenaikan ekspor jika dilakukan IE-CEPA
dan jika tidak dilakukan kerjasama IE-CEPA.
Jika Indonesia melakukan kerjasama dengan EFTA, maka pada tahun pertama ekspor akan
meningkat menjadi sebesar USD 1,5 miliar, sementara jika Indonesia tidak melakukan kerjasama,
maka kenaikan ekspor Indonesia akan sebesar USD 1,4 miliar. Proyeksi ekspor ini di buat dalam
rentang waktu 5 tahun, dengan proyeksi peningkatan ekspor tahun ke-5 bagi Indonesia sebesar USD
2,2 miliar dalam skema IE-CEPA.
- 100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 600.000 700.000 800.000 900.000
1.000.000Nilai Ekspor Potensial Indonesia ke Pasar EFTA
Sumber : http://berita.baca.co.id
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 2019 19
Proyeksi Perdagangan Indonesia-EFTA
Untuk memperoleh proyeksi kenaikan ekspor Indonesia pasca
implementasi IE-CEPA, dapat dilihat dengan menggunakan tren
kenaikan ekspor Indonesia ke EFTA. Dalam kurun waktu 2015-2017
tren kenaikan ekspor Indonesia ke EFTA mencapai 7,7%, sehingga
proyeksi kenaikan ekspor Indonesia akan terlihat seperti pada
Gambar 3 yang merupakan proyeksi kenaikan ekspor jika dilakukan
IE-CEPA dan jika tidak dilakukan kerjasama IE-CEPA.
Jika Indonesia melakukan kerjasama dengan EFTA, maka pada
tahun pertama ekspor akan meningkat menjadi sebesar USD 1,5
miliar, sementara jika Indonesia tidak melakukan kerjasama, maka
kenaikan ekspor Indonesia akan sebesar USD 1,4 miliar. Proyeksi
ekspor ini di buat dalam rentang waktu 5 tahun, dengan proyeksi
peningkatan ekspor tahun ke-5 bagi Indonesia sebesar USD 2,2
miliar dalam skema IE-CEPA.
Manfaat EFTA Untuk Eksportir dan Konsumen Indonesia
Adanya kerjasama perdagangan antara Indonesia dengan EFTA,
akan memberikan beberapa manfaat, diantaranya:
penghapusan tarif pada 6,333 pos tarif Norwegia atau 90.97%
dari total pos tarif yang mencakup 99.75% nilai impor Norwegia
dari Indonesia;
penghapusan tarif pada 8,100 pos tarif Islandia atau 94.28%
dari total pos tarif yang mencakup 99.94% nilai impor Islandia
dari Indonesia;
penghapusan tarif pada 7,042 pos tarif Swiss atau 81.74% dari
total pos tarif yang mencakup 99.65% nilai impor Swiss dari
Indonesia;
Keuntungan lain bagi eksportir adalah implementasi self
declaration pada Surat Keterangan Asal;
Memperluas akses pasar dan peningkatan daya saing bagi
produk pertanian, perikanan, industri, dan kehutanan Indonesia
ke kawasan Eropa;
Transfer teknologi dari EFTA ke Indonesia;
Penurunan bea masuk untuk impor barang yang bersifat barang
modal, bahan baku dan penolong juga akan menguntungkan
pelaku usaha dalam negeri. Harga bahan baku akan semakin
murah sehingga biaya produksi dapat ditekan dan pada
gilirannya daya saing produk Indonesia akan meningkat;
Perjanjian IE-CEPA akan mengeliminasi tarif bea masuk barang
impor dari negara EFTA. Bagi konsumen, hal ini akan membuat
harga barang akan menjadi lebih murah. Masuknya barang
impor dari negara EFTA juga membuat pilihan produk bagi
konsumen akan semakin beragam;
EFTA dapat dijadikan pintu masuk produk Indonesia ke Uni
Eropa, mengingat pasar negara-negara anggota EFTA telah
terintegrasi dengan Uni Eropa.
Gambar 3. Simulasi proyeksi ekspor Indonesia-EFTA CEPA
Sumber: hasil simulasi
39
Gambar 3. Simulasi proyeksi ekspor Indonesia-EFTA CEPA
Sumber: hasil simulasi
Manfaat EFTA Untuk Eksportir dan Konsumen Indonesia
Adanya kerjasama perdagangan antara Indonesia dengan EFTA, akan memberikan beberapa
manfaat, diantaranya:
penghapusan tarif pada 6,333 pos tarif Norwegia atau 90.97% dari total pos tarif yang
mencakup 99.75% nilai impor Norwegia dari Indonesia;
penghapusan tarif pada 8,100 pos tarif Islandia atau 94.28% dari total pos tarif yang mencakup
99.94% nilai impor Islandia dari Indonesia;
penghapusan tarif pada 7,042 pos tarif Swiss atau 81.74% dari total pos tarif yang mencakup
99.65% nilai impor Swiss dari Indonesia;
Keuntungan lain bagi eksportir adalah implementasi self declaration pada Surat Keterangan
Asal;
Memperluas akses pasar dan peningkatan daya saing bagi produk pertanian, perikanan,
industri, dan kehutanan Indonesia ke kawasan Eropa;
Transfer teknologi dari EFTA ke Indonesia;
Penurunan bea masuk untuk impor barang yang bersifat barang modal, bahan baku dan
penolong juga akan menguntungkan pelaku usaha dalam negeri. Harga bahan baku akan
semakin murah sehingga biaya produksi dapat ditekan dan pada gilirannya daya saing produk
Indonesia akan meningkat;
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 201920
Penggunaan izin impor (import licensing) dan kebijakan bukan
tarif (Non Tariff Measures/NTMs) lainnya untuk menghambat
perdagangan, semakin penting. Hal itu seiring dengan
semakin menurunnya penggunaan tarif karena meningkatnya
perjanjian perdagangan baik multilateral, regional, dan bilateral.
Global Trade Alert (GTA) (2017) memperkirakan 73,5% dari ekspor
G20 menghadapi berbagai jenis distorsi perdagangan di pasar luar
negeri. Angka ini sepuluh kali lipat cakupan kebijakan proteksionisme
yang dilaporkan oleh World Trade Organisation (WTO). Hal itu tidak
mengherankan mengingat berdasarkan data GTA, jumlah tindakan
yang bersifat proteksionis yang diberlakukan diseluruh dunia rata-
rata mencapai tiga kali lipat dibanding tindakan yang bersifat
meliberalisasi perdagangan. Sebagai contoh antara tahun 2016-
2018 jumlah tindakan yang bersifat proteksionis sebanyak 777
tindakan sementara tindakan yang bersifat meliberalisasi hanya 265
tindakan. Dalam laporan GTA yang dipublikasikan pada Juni 2012,
juga dilaporkan jumlah tindakan proteksionis yang diberlakukan
hanya 26 buah. Setahun kemudian jumlah dihitung untuk Kuartal IV
2012 dan Kuartal I 2013 hampir lima kali lebih tinggi, masing-masing
pada 127 dan 125 buah (Evenett, 2013 ).
United Nation Conference on Trade and Development
(UNCTAD) (2012) mengkategorikan izin impor ke dalam tindakan
teknis (technical measures) dan tindakan non-teknis (non-
technical measures). Dalam kategori technical measures, izin
impor dapat berupa persetujuan impor baik untuk alasan Sanitary
and phytosanitary (SPS) dan alasan hambatan teknis untuk
perdagangan (Technical Barrier to Trade/TBT). Sementara izin impor
yang masuk non-technical measures, dapat dikategorikan sebagai
non-automatic license atau import licensing selain untuk alasan SPS
atau TBT.
Menariknya, diantara berbagai kebijakan izin impor yang
dikeluarkan oleh Indonesia selama 2016, kebijakan impor hewan
dan produk hewan merupakan salah satu kebijakan yang menerima
banyak keluhan dari importir. Hal ini didasarkan pada data WTO
terkait kasus penyelesaian sengketa yang dikeluhkan di Indonesia
dari 2013 hingga 2016. Keluhan dipicu oleh penerapan Peraturan
Menteri Perdagangan No. 24/M-DAG/PER/9/2011 tentang Ketentuan
Impor dan Ekspor Hewan dan Produk Hewan. Diberlakukannya
kebijakan tersebut menyebabkan produk daging menjadi berita
utama selama 2013 karena harga yang melonjak akibat kekurangan
impor (World Bank, 2013). Tulisan ini berfokus pada berbagai isu
yang terjadi terkait dengan kebijakan impor Indonesia untuk hewan
dan produk hewan.
Kebijakan Perizinan Impor Hewan dan Produk Hewan dan
Dampaknya
Peraturan tentang izin Impor Hewan dan Produk Hewan
banyak disorot khususnya sejak dikeluarkannya Peraturan Menteri
Perdagangan No. 24/M-DAG/PER/9/2011. Izin impor untuk Hewan
dan Produk hewan sedikit berbeda dengan kebijakan impor
Indonesia pada umumnya karena impor hewan dan produk hewan
juga tunduk pada aturan kuota. Situasi yang melatarbelakangi
diberlakukannya kuota impor untuk Hewan dan produk Hewan
ditunjukkan pada Kotak 1.
TINJAUAN PERDAGANGAN
Ernawati Munadi
KEBIJAKAN BUKAN TARIF IMPOR HEWAN DAN PRODUK HEWAN:
TANTANGAN DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN
Kotak 1. Cerita Dibalik Kuota Impor
Indonesia mulai mengimpor ternak hidup dari Australia sejak tahun 1990 dengan jumlah impor sapi sebanyak 8.061 ekor. Sejak itu impor
tumbuh sangat pesat. Impor sapi hidup dari Australia mencapai 428.077 ekor pada tahun 1997 atau naik 53 kali lipat. Impor mencapai
puncaknya pada tahun 2009 dengan 772.868 ekor. Angka ini merupakan impor tertinggi selama 20 tahun sejak 1990 (MLA, 2014),
dengan nilai impor mencapai 4,8 triliun rupiah. Pada saat yang sama, Indonesia juga mengimpor daging dan usus beku sebesar 110
ribu ton senilai 2,5 triliun sehingga total Indonesia harus membayar 7,3 triliun Rupiah untuk mengimpor sapi hidup dan daging beku. Nilai
tersebut merupakan jumlah uang yang tidak sedikit dan telah menyebabkan penurunan peternak sapi lokal. Hal ini dapat dimengerti
jika kemudian pemerintah Indonesia bertekad untuk menerapkan kebijakan mencapai swasembada daging sapi pada tahun 2014, dan
sebagai salah satu cara untuk secara bertahap mengontrol impor daging sapi dan ternak hidup.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 2019 21
Rezim perizinan impor untuk Hewan dan produk hewan telah
ada sejak 2006. Hingga tahun 2011 rezim perizinannya tidak banyak
permasalahan mengingat pertimbangan utama pada impor Hewan
dan Produk Hewan sebelum 2011 adalah penyakit Mulut dan
Kuku (Foot and Mouth Desease/FMD) atau Aphthae Epizooticae
(AE) dan penyakit sapi gila (Bovine spongiform Encephalopathy/
BSE). Aspek keamanan pangan impor daging sapi tersebut diatur
dalam peraturan tentang Ternak dan Kesehatan Hewan dimana
sejak tahun 1990 Indonesia telah dinyatakan bebas FMD tanpa
vaksinasi oleh Office International des Epizooties (OIE). Status
ini terus dipertahankan dan dikejar dengan menerapkan sistem
peringatan dini yang konsisten dan teratur. Dalam menanggapi
masalah keamanan pangan yang berlaku, Kementerian Pertanian
mengeluarkan Permentan No.64/Permentan/OT.140/4/2006 Jo.
Permentan No. 61/Permentan/OT.140/4/2007 Jo. Permentan No.
27/Permentan/OT.140/3/2007 yang mengatur rincian teknis tentang
asal impor daging sapi khususnya terkait Penyakit Mulut dan Kuku
serta BSE serta prosedur operasi standar tentang cara meninjau
kesehatan dan keselamatan standar untuk sapi hidup impor dan
daging sapi.
Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Perdagangan No.
24/M-DAG/PER/9/2011, kewenangan untuk mengeluarkan izin impor
beralih dari Kementerian Pertanian ke Kementerian Perdagangan.
Meskipun izin impor tetap memerlukan persetujuan dari
Kementerian Pertanian dalam bentuk rekomendasi. Rekomendasi
Kementerian Pertanian untuk memberikan persetujuan didasarkan
pada alasan keamanan pangan, yaitu berdasarkan pada
pengembangan teknologi pengetahuan dan informasi penyakit oleh
Kantor Internasional des Epizooties (OIE)/Organisasi Dunia untuk
Kesehatan Hewan (WOAH). Pengalihan kewenangan atas impor
Hewan dan Produk Hewan tersebut dipicu oleh perselisihan terkait
dugaan perlakuan tidak manusiawi terhadap ekspor ternak hidup
Australia ke Indonesia tahun 2011. Hal ini mengakibatkan Australia
memberlakukan larangan sementara terhadap ekspor ternak hidup
ke Indonesia. Tidak mau kalah, Indonesia membalas tindakan
Australia ini dengan melakukan pembatasan terhadap impor daging
sapi dan sapi dari Australia (Marks, 2015).
Sebagai hasil dari situasi tersebut, pada 2011, Indonesia
mengeluarkan peraturan untuk membatasi impor ternak dan produk
ternak. Dipicu oleh visi pemerintah untuk mencapai swasembada
daging sapi pada tahun 2014, rezim perizinan impor Indonesia
pada Hewan dan Produk Hewan yang diperketat pada tahun 2011
direlaksasi pada Oktober 2013, dan diperketat lagi pada awal
2015 karena melindungi produsen daging sapi lokal (Marks, 2015).
Perubahan kebijakan ini tentu saja bukan tanpa biaya. Akibat dari
kebijakan-kebijakan tersebut, harga relatif daging sapi adalah
17,2% lebih tinggi di Indonesia dibandingkan dengan harga di
Amerika Serikat ketika pembatasan berlaku (Marks, 2015). Studi lain
yang dilakukan oleh Cali dan Puzzello, (2017) juga menunjukkan
bahwa NTM secara signifikan mengurangi impor Indonesia.
Karena kebijakan tarif dan NTMs Indonesia mengalami penurunan
kesejahteraan rata-rata 0,68% dari PDB setiap tahun dari 2008
hingga 2014.
Relaksasi Perizinan Impor, Namun Sistem Kuota Impor Daging
Sapi Dipertahankan
Setelah September 2015, rezim perizinan impor di Indonesia
direlaksasi melalui reformasi ekonomi di bawah kepemimpinan
Presiden Jokowi yang dikenal dengan Paket Kebijakan Ekonomi
(PKE). PKE Bertujuan untuk mempertahankan momentum reformasi
serta untuk meningkatkan kepercayaan terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Reformasi ekonomi ini dimulai pada bulan
September 2015. Hingga Agustus 2017, 15 paket kebijakan
ekonomi telah dirilis dengan menggunakan Instruksi Presiden
(Inpres) No. 12/2015 tentang peningkatan daya saing industri
sebagai dasar hukum. Dari 15 PKE tersebut, PKE I berkontribusi
paling besar dalam membuat peraturan perizinan impor Indonesia
menjadi kurang ketat. PKE I ditargetkan untuk menghilangkan
Kebijakan pemerintah untuk mengontrol impor daging sapi tersebut telah sangat mempengaruhi pasokan dan harga daging sapi di
Indonesia. Pada tahun 2009 misalnya, terjadi kelebihan pasokan daging sapi di pasar karena impor berlebih. Sementara pada akhir tahun
2011 dan setelahnya, pasar daging sapi Indonesia dicirikan oleh harga tinggi karena kurangnya pasokan daging sapi mengakibatkan
harga daging melonjak. Dengan argumen untuk melindungi kesehatan konsumen dan keamanan pangan, kuota impor daging sapi
diperkenalkan pada 2011. Kementerian Perdagangan mengeluarkan peraturan menteri No. 24/2011. Khususnya pada Pasal 3 dari
Peraturan Menteri Perdagangan No. 24/2011 menetapkan hal-hal berikut:
• Impor Produk Hewan hanya dapat dilakukan apabila produksi dan pasokan Produk Hewan di dalam negeri belum mencukupi
kebutuhan konsumsi masyarakat dengan harga terjangkau.
• Alokasi nasional untuk Hewan dan Produk Hewan segar yang dapat diimpor ditetapkan setiap tahun berdasarkan hasil Rapat
Koordinasi pada tingkat Menteri dengan mempertimbangkan produksi dan kebutuhan konsumsi di dalam negeri.
• Alokasi impor Hewan dan Produk Hewan segar untuk masing-masing IT-Hewan dan Produk Hewan ditetapkan untuk setiap semester
berdasarkan hasil Rapat Koordinasi pada tingkat Eselon I dengan memperhatikan alokasi nasional.
• Penetapan alokasi impor Hewan dan Produk Hewan berdasarkan pertimbangan: (a). Kapasitas instalasi karantina hewan sementara;
(b). Loading Capacity Maximal; dan (c). Nilai past performance.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 201922
hambatan birokrasi dan peraturan (regulatory and bureaucratic red
tape). Untuk mencapai target ini, PKE I direkomendasikan untuk
(a) menghapus persyaratan rekomendasi untuk mendapatkan izin
perdagangan, persyaratan importir produsen, persyaratan laporan
surveyor, dan wajib mendapatkan Sertifikat Nasional Indonesia
(SNI) untuk barang-barang tertentu, (b) menggunakan Identifikasi
Importir Number (API) sebagai lisensi utama. Berbagai kebijakan
deregulasi dan birokrasi kemudian diimplementasikan (Kementerian
Perdagangan, 2016).
Di bawah PKE I, 134 peraturan diubah melalui program
deregulasi dan debirokrasi. Dari 134 peraturan, 32 peraturan
(24%) dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan. Pada saat itu
Kementerian Perdagangan mengatur 121 lisensi ekspor-impor, 74
lisensi melibatkan rekomendasi 20 Kementerian/Lembaga. Dalam
paket deregulasi ini, Kementerian Perdagangan menghapus dan/
atau menghilangkan 38 lisensi yang mencakup empat jenis lisensi
Eksportir Terdaftar (ET), 21 jenis lisensi Importir Terdaftar (IT), dan 13
jenis izin Produsen Importir atau 31,4% (Kementerian Perdagangan,
2015).
Sebagai bagian dari PKE, pemerintah Indonesia juga
merelaksasi peraturan impor Hewan dan Produk Hewan yang
tercakup dalam PKE IX Januari 2016 yang terfokus untuk
mempercepat pembangunan infrastruktur listrik dan menjamin
ketersediaan stok ternak dan produknya. Menanggapi paket
kebijakan ekonomi ini, menteri perdagangan mengeluarkan
Peraturan No. 59/M-DAG/PER/8/2016 tentang ketentuan ekspor
dan impor Hewan dan Produk Hewan yang telah mengalami dua
kali perubahan yaitu Permendag No. 13/M-DAG/PER/2/2017 dan
Permendag No. 20 tahun 2018. Melalui peraturan tersebut, impor
sapi dan daging sapi direlaksasi. Akses pasar meningkat dengan
membuka lebih banyak negara asal, persyaratan impor cukup
longgar. Beberapa kesimpulan reformasi yang dilakukan melalui
Permendag No. 59/M-DAG/PER/8/2016 adalah sebagai berikut:
1. Impor produk yang tercantum dalam lampiran II dan III hanya
dapat dilakukan oleh perusahaan pemilik API, BUMN dan/atau
BUMD. Angka Pengenal Importir (API) adalah ID importir untuk
dapat mengimpor produk ke Indonesia. Sebelumnya API hanya
merupakan dokumen prasyarat untuk mendapatkan lisensi
importir seperti registrasi importir (IT) atau importir produsen
(IP) dan persetujuan impor. Pada peraturan baru ini IP/IT tidak
lagi diperlukan.
2. Impor Hewan dan Produk Hewan hanya dapat dilakukan
setelah mendapatkan persetujuan impor (SPI) dari Menteri.
Dengan dihapuskannya persyaratan IT/IP, maka impor hanya
memerlukan persetujuan impor.
3. Persyaratan pelabelan hanya diterapkan ketika barang
diperdagangkan di Indonesia. Sebelumnya, peraturan tersebut
mewajibkan pelabelan untuk dilampirkan sebelum barang
masuk ke wilayah Indonesia.
Persyaratan lain seperti pengemasan, sertifikasi (sertifikat
kesehatan dari negara asal) dan laporan yang disetujui tentang
realisasi impor tidak berbeda dengan peraturan sebelumnya.
Reformasi yang paling signifikan adalah bahwa kebutuhan Pre-
shipment dan pembatasan pelabuhan tidak lagi diperlukan untuk
mengimpor prime cuts meat. Sayangnya, PKE IX ini tidak melakukan
relaksasi terhadap sistem kuota impor Hewan dan Produk Hewan
khususnya sapi. Penentuan kuota impor yang dilakukan melalui rapat
koodinasi terbatas (Rakortas) sering menyebabkan debat publik,
dan juga menyebabkan penundaan proses impor dan berbagai
dampak sosial seperti yang akan dibahas dibagian berikut.
The Way Forward: Tarif bukan Kuota
Belajar dari pengalaman Indonesia dalam mengelola kebijakan
bukan tarif khususnya sistem kuota pada impor daging sapi
bukanlah tugas yang mudah. Implementasi sistem kuota pada
impor daging sapi di Indonesia tidak hanya menciptakan kegagalan
pasar yang ditunjukkan oleh tingginya harga daging sapi yang
harus ditanggung Konsumen, tetapi juga telah menyebabkan
penyalahgunaan secara administrative sehingga berujung pada
korupsi. Pada tahun 2017 misalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi
Indonesia (KPK) melakukan operasi tangkap tangan terhadap
hakim Mahkamah Konstitusi, dalam kasus dugaan suap judicial
review UU No. 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan, termasuk pemberi suap yang merupakan importir daging
sapi (Tempo, Juni 2017). Kasus serupa juga terjadi dalam kaitannya
dengan penyuapan impor daging sapi yang menyeret mantan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada 2013 yang menggunakan
wewenang untuk mempengaruhi kebijakan kuota daging impor.
Kasus ini tidak hanya menyebabkan kemerosotan kepercayaan
publik di lembaga peradilan tetapi juga telah terbukti adanya korupsi
dalam sistem negara, khususnya UU No. 41 tahun 2014 tentang
Peternakan dan Kesehatan.
Pemerintah Indonesia mungkin perlu memikirkan kebijakan
alternatif, dan kebijakan tarif dapat menjadi alternatif karena lebih
baik daripada sistem kuota. Sistem tarif dapat mencapai tujuan
yang sama dengan sistem kuota untuk mengontrol impor, tanpa
peluang korupsi. Namun, tarif harus ditentukan pada tingkat yang
mampu mendorong harga daging sapi naik dengan cukup yang
memungkinkan permintaan daging sapi turun ke jumlah kuota
yang sama per tahun. Tarif mampu mengontrol harga barang, dan
pada saat yang sama mengontrol jumlah barang yang dijual karena
interaksi penawaran dan permintaan.
Sistem kuota impor juga cenderung menciptakan
penyelundupan. Penentuan tarif dan kuota pada tingkat yang tidak
wajar akan menyebabkan penyelundupan. Sebagai contoh, jika tarif
daging sapi ditetapkan pada 95% kemungkinan seseorang akan
mencoba menyelundupkan daging sapi ke negara tersebut, seperti
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 2019 23
halnya jika kuota hanya sebagian kecil dari permintaan produk.
Tantangannya adalah pemerintah harus menetapkan tarif atau kuota
pada tingkat yang wajar.
Melihat data tarif applied-MFN Indonesia untuk daging
sapi (daging binatang bovine, segar atau dingin), tarif tersebut
tergolong sangat rendah sebesar 5% jika dibandingkan dengan
tarif pada produk yang sama di negara lain seperti yang disajikan
pada Tabel 1 kecuali untuk beberapa negara seperti Australia,
Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura yang memiliki tarif
applied-MFN 0%. Menariknya, Kanada yang pada tahun 2015 telah
menerapkan tarif applied-MFN pada Daging binatang bovine, segar
atau dingin sebesar 13,3% telah meningkatkan tarif yang diterapkan
MFN menjadi 26,5% jauh lebih tinggi dari tarif yang terikat (bound
tariff) pada 13,3%.
Table 1 Rata-rata tarif MFN applied dan tarif terikat (Bound Tariff)
pada berbagai jenis daging (bovine animals, fresh or chilled di
berbagai negara, 2016-2017
No. Negara Tarif MFN (%)Tarif Terikat
(%)
1. Australia 0 02. Brunei Darussalam 0 203. Kamboja 35 38,34. Kanada 26,5 13,35. Republik Rakyat Tiongkok 14,7 14,76. India 30 1007. Indonesia 5 508. Jepang 38,5 509. Malaysia 0 1510. Myanmar 15 16511. Selandia Baru 0 012. Filipina 10 38,513. Thailand 50 5014. Vietnam 21,3 21,315. Singapura 0 3.3
Sumber: Integrated Database (IDB) notifications, WTO (2018)
Catatan: Tarif MFN Kanada untuk impor daging sapi meningkat dari
13,3% di 2015 menjadi 26,5% di 2017
Implementasi tarif juga lebih baik daripada sistem kuota ketika
ada perubahan permintaan pada tingkat yang sangat signifikan.
Daging sapi selalu menjadi favorit di Indonesia selama perayaan
Idul Fitri. Kuota impor pada angka tertentu, katakanlah 5.000 ton
mungkin masuk akal jika permintaan untuk produk tersebut akan
mencapai 6.000 ton. Tapi seandainya permintaan kini melonjak
menjadi 18.000 dengan kuota impor 5.000 ton, akan ada kekurangan
besar-besaran dan penyelundupan impor daging sapi akan menjadi
sangat menguntungkan. Sistem tarif tidak memungkinkan terjadinya
masalah ini. Sistem tarif tidak memberikan batasan terhadap
jumlah barang yang diimpor. Jadi jika permintaan meningkat,
jumlah daging sapi yang terjual akan naik, dan pemerintah akan
mengumpulkan lebih banyak pendapatan. Hal ini mengindikasikan
bahwa impor terus terjadi pada tingkat tidak pasti untuk berhenti
selama permintaan belum bisa dicukupi oleh produksi dalam negeri.
Kondisi ini sering digunakan sebagai argumen terhadap tidak
dipilihnya kebijakan tarif karena pemerintah tidak dapat memastikan
bahwa jumlah impor akan tetap di bawah tingkat tertentu. Namun
menurut teori perdagangan bebas,tarif dan kuota bukan merupakan
solusi terbaik dalam jangka panjang. Pergeseran dari sistem kuota
ke sistem tarif seharusnya hanya dibuat sebagai periode transisi
untuk mencapai tujuan kebijakan untuk menurunkan harga daging
sapi yang terjangkau bagi konsumen.
Sekadar ilustrasi, Malaysia merupakan negara tetangga
yang ketergantungan pada impor daging sapi bahkan lebih
besar dibanding Indonesia. Tingkat produksi domestik Indonesia
sebenarnya lebih besar (jika dilihat dari persentase total konsumsi).
Untuk tahun 2013, pasokan daging sapi Malaysia dari swasembada
produksi dalam negeri hanya sekitar 25,67% dibandingkan dengan
Indonesia pada 78% (Nixon dan Whitehead, 2013). Pada akhir 2018
harga rata-rata daging sapi (bovine, segar atau dingin) Malaysia
sekitar Rp 80.000 per kilogram, sedangkan harga di Indonesia rata-
rata Rp 120.000 per kilogram. Oleh karena itu, periode transisi harus
dijaga untuk mencapai harga yang sama seperti di Malaysia.
Guna memperbaiki sistem perizinan impor hewan dan produk
hewan, maka diperlukan tinjauan rutin terhadap kebijakan dan
peraturan yang ada untuk mengidentifikasi kebijakan/peraturan
yang berdampak negatif terhadap berbagai pemangku kepentingan
(stakeholders) dan yang tidak mencapai tujuan pemerintah. Belajar
dari pengalaman penggunaan kuota dalam mekanisme impor
Hewan dan Produk Hewan telah banyak menimbulkan dampak
negatif tidak hanya pada konsumen tetapi ekonomi Indonesia secara
umum. Untuk itu penggunaan tarif dianggap lebih baik, namun
pengalihan kebijakan dari kuota ke sistem tarif tidak dapat menjadi
kebijakan jangka panjang bagi Indonesia tetapi hanya digunakan
untuk sementara waktu sampai tujuan tercapainya harga daging
sapi yang terjangkau bagi konsumen tercapai. Pada akhirnya kedua
kebijakan tersebut tentu saja sedikit demi sedikit harus dihilangkan.
Biodata PenulisNama : Ernawati MunadiProfesi : Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Wijaya
Kusuma SurabayaEmail : [email protected]
Sumber : http://satujam.com
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 201924
Potensi Ekspor Indonesia di Pasar Non-tradisional
Laporan Neraca Pembayaran Indonesia yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (BI) (2018) menunjukkan bahwa sejalan dengan permintaan domestik yang menguat, defisit neraca transaksi
berjalan pada triwulan III 2018 mengalami peningkatan sebesar USD 8,8 miliar (3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dibandingkan defisit triwulan sebelumnya yaitu sebesar USD 8,0 miliar (3,02% dari PDB). Namun demikian BI menegaskan bahwa secara kumulatif defisit neraca transaksi berjalan sampai dengan triwulan III 2018 masih berada dalam kisaran aman yaitu 2,86% dari PDB. Salah satu faktor yang bertanggungjawab terhadap meningkatnya defisit neraca transaksi berjalan adalah penurunan neraca perdagangan barang dan meningkatnya defisit neraca jasa.
Sebagai gambaran umum, perdagangan Indonesia selama ini relatif lebih didominasi oleh empat negara mitra dagang utama yaitu Jepang, Amerika Serikat, China dan Singapura. Tabel 1 menggambarkan nilai perdagangan Indonesia ke negara tujuan utama mulai tahun 2012 sampai 2016.
Ketergantungan yang tinggi terhadap pasar tertentu dapat memberikan dampak negatif bagi aktivitas ekspor terutama jika terjadi goncangan di negara yang bersangkutan dan guncangan ekonomi dunia. Pertumbuhan rata-rata ekspor Indonesia ke negara tujuan utama sebagian besar bernilai negatif artinya ekspor Indonesia ke negara tradisional mulai mengalami penurunan. Penurunan ekspor ke pasar tradisional mengharuskan Indonesia untuk mencari pasar ekspor baru ke negara yang selama ini belum menjadi mitra utama (pasar non-tradisional). Diversifikasi pasar merupakan salah satu jalan keluar yang dapat dilakukan untuk meminimisasi dampak krisis global terhadap kinerja neraca perdagangan dan perekonomian Indonesia (Oktaviani et al, 2008). Diversifikasi pasar tujuan ekspor dibutuhkan Indonesia dalam melakukan ekspansi atau perluasan pasar baru khususnya pasar non-tradisional.
Beberapa penelitian memiliki definisi yang agak berbeda mengenai negara non-tradisional. Hasil penyaringan antara negara tradisional dan non-tradisional Indonesia yang dilakukan oleh Internasional Trade Analysis and Policy Studies (ITAPS), Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Bank Indonesia (2018) menunjukkan bahwa terdapat 116 negara yang tergolong sebagai pasar non-tradisional Indonesia. Penyaringan dilakukan melalui beberapa tahapan yang digambarkan oleh Tabel 2.
Berdasarkan filtering tahap 3, maka negara yang didefinisikan sebagai negara tradisional dalam tulisan ini adalah (1) Jepang, (2) Singapura, (3) USA, (4) EU 27 (termasuk Inggris), (5) Korea Selatan, (6)
Hongkong, (7) Malaysia, (8) Australia, (9) Saudi Arabia, (10) Thailand, (11) Filipina , (12) China, dan (13) India. Selanjutnya dengan analisis Structural Match Indeks (SMI) dan Demand Indeks (DI) diidentifikasi negara non-tradisional potensial ekspor Indonesia. Dalam melakukan analisis SMI dan DI jumlah negara yang telah tersaring sebanyak 105 Negara dari 111 Negara yang telah difiltering diakibatkan keterbatasan data tersebut. Negara yang dikeluarkan tersebut yaitu Venezuela, Yaman, Kuba, Yugoslavia, Djibouti dan Montenegro. Penelitian ITAPS dan BI (2018) mengelompokkan negara-negara yang tersaring tersebut menjadi empat kuadran. Kuadran II merupakan kelompok negara non-tradisional yang memiliki Demand Indeks tinggi yang menunjukkan permintaan impor yang tinggi oleh negara pengimpor dan Structural Match Indeks (SMI) rendah yang menunjukkan kecocokan yang tinggi dari ekspor Indonesia terhadap kebutuhan negara-negara mitra non-tradisional. Berdasarkan kuadran II terpilih 19 negara Kanada, Myanmar, Meksiko, Switzerland, Mesir, Brazil, Kuwait, Turki, Oman, Tanzania, Bangladesh, Nigeria, Qatar,Uni Emirad Arab (UEA), Kongo, Pantai Gading, Guinea, Grenada, Islandia. Dari 19 negara, berdasarkan pertimbangan skala prioritas maka terpilih 8 negara yang didefinisikan sebagai negara non-tradisional yang potensial yaitu Kanada, Brazil, Mesir, Kuwait, Meksiko, UEA, Qatar, Nigeria, dan ditambah dengan satu negara yang tergabung di SACU yaitu Afrika Selatan.
Berbeda dengan penelitian ITAPS dan BI (2018), Sabaruddin (2016) melakukan clustering tujuan pasar ekspor Indonesia menjadi dua macam yaitu pasar tradisional dan pasar non-tradisional (pasar ekspor sudah berkembang dan untapped markets). Hasil analisis menyimpulkan bahwa negara-negara yang masuk dalam kategori pasar tradisional bagi Indonesia sebanyak 12 negara yaitu: Australia, Jerman, Italia, Jepang, Korea Selatan, Belanda, Malaysia, Filipina, Singapura, Inggris, Amerika Serikat, dan China (termasuk Hong Kong). Sedangkan, pada kategori pasar non-tradisional, untuk klasifikasi negara-negara ekspor sudah berkembang ditemukan terdapat sebanyak sembilan negara yaitu Belgia, Perancis, India, Arab Saudi, Uni Sovyet (dan Federasi Rusia), Spanyol, Thailand, Trinidad, Tobago, dan Vietnam. Sedangkan untuk kategori pasar yang belum digarap (untapped market) adalah seluruh negara dan entitas ekonomi selain diatas (sebanyak 219 negara dan entitas ekonomi).
Hasil kajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Tahun 2014 berjudul “Kajian Potensi Pengembangan Ekspor ke Pasar Non-tradisional”, negara tradisional didefinisikan sebagai negara (pasar) yang memiliki kriteria/syarat berupa syarat keharusan yakni ekspor
Widyastutik
KETUK PINTU EKSPOR KE PASAR NON-TRADISIONAL:
STRATEGI MEMPERBAIKI DEFISIT NERACA PERDAGANGAN
Tabel 1. Negara ekspor tujuan utama Indonesia, 2012 – 2016 (Juta USD)
Negara Tujuan 2012 2013 2014 2015 2016
Jepang 30.135,1 27.086,3 23.117,5 18.020,9 16.089,6
Amerika Serikat 14.874,4 15.691,7 16.530,1 16.240,8 16.141,4
China 21.659,5 22.601,5 17.605,9 15.046,4 16.790,8
Singapura 17.135,0 16.686,3 16.728,3 12.632,6 11.861,0
Sumber : BPS (2018)
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 2019 25
ke negara tersebut sudah berlangsung lebih dari 40 tahun serta syarat kecukupan yakni tidak terpengaruh oleh kondisi perekonomian negara lain, konsumsi terhadap struktur PDB lebih dari 50% dan net ekspor terhadap struktur PDB kurang dari 5%. Dalam hasil kajian juga Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa (UE) didefinisikan sebagai negara tradisional. Selain tiga negara tradisional, tujuh negara tujuan ekspor Indonesia yang sudah terjadi selama lebih dari lima tahun adalah China, India, Singapura, Malaysia, Korea Selatan, Thailand dan Taiwan yang selanjutnya disebut dengan negara mitra dagang utama Indonesia. Sedangkan negara non-tradisional termasuk di dalamnya mitra dagang utama dan non mitra dagang utama yang terdiri dari Australia, Philipina, Hongkong, UEA, Vietnam, Saudi Arabia, Pakistan, Brasil, Turki, Afrika Selatan, Bangladesh, Mesir, Rusia dan lainnya. Secara detil, ekspor Indonesia ke negara tradisional dan non-tradisional berdasarkan definisi Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Tahun 2014 selama tahun 2011-2014 dapat dilihat pada Tabel 3.
Berdasarkan pertimbangan metode analisis yang digunakan, penulis sepakat dengan definisi ITAPS dan BI (2018) mengenai negara non-tradisional. Metode SMI dan DI memberikan “guidance” yang lebih komprehensif karena mempertimbangkan 2 hal sekaligus yaitu kecocokan antara ekspor Indonesia terhadap kebutuhan negara-negara mitra non-tradisional dan sekaligus pertimbangan mengenai permintaan terhadap impor yang semakin tinggi.
Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) pada Juni 2018 menunjukkan bahwa sepertiga dari pangsa pasar ekspor Indonesia didominasi oleh hanya tiga negara yaitu China, Amerika Serikat dan Jepang. Artinya ketiga negara tersebut mencakup 36,48% dari total nilai ekspor nonmigas Indonesia. Ditambah dengan negara-negara tujuan utama lain yakni Singapura, Malaysia, Thailand, Jerman, Belanda, Italia, India, Australia, Korea Selatan dan Taiwan, angka tersebut menjadi 71,31% pada Januari sampai April 2018. Hal ini berarti puluhan negara yang ada di dunia selain tiga belas negara
tersebut hanya mencakup 28,69% dari pasar ekspor Indonesia. Hal ini tentunya peluang dan sekaligus tantangan bagi Indonesia untuk melakukan diversifikasi pasar ke negara yang didefinisikan sebagai negara non-tradisional tersebut. Dengan membangun basis ekspor yang lebih luas, diversifikasi ekspor dapat mengurangi instabilitas penerimaan ekspor, meningkatkan penerimaan ekspor, meningkatkan nilai tambah, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui berbagai saluran. Lebih lanjut, negara-negara non-tradisional tersebut berpotensi sebagai hub ekspor Indonesia ke negara lainnya yang bermitra dengan negara non-tradisional.
Tantangan Diversifikasi Pasar Ekspor ke Negara Non-tradisionalKurangnya informasi produk Indonesia di mata konsumen dan
sedikitnya perjanjian perdagangan dengan negara-negara non-tradisional menjadi salah satu tantangan bagi upaya diversifikasi Indonesia. Tantangan lainnya adalah risiko-risiko yang terdapat pada pasar non-tradisional. Pemikiran bahwa pasar Non-tradisional lebih mudah untuk dimasuki oleh Eksportir Indonesia tidaklah sepenuhnya benar (Sthitaprajna, et al 2018). Apabila dicermati secara umum, maka negara-negara yang masuk dalam kelompok pasar Non-tradisional adalah negara-negara yang secara politis, ekonomi dan hukum belum stabil dan modern sebagai contoh adalah Amerika Tengah, Amerika Selatan, Timur Tengah dan Afrika, dimana prinsip coup d’etat (kudeta) adalah hal yang dianggap lumrah. Tidak hanya masalah politis dan keamanan, isu-isu ekonomi seperti fluktuasi nilai mata uang, lemahnya kapasitas membayar – baik importir maupun bank, juga relatif banyak ditemukan. Hal-hal tersebut tentunya bukanlah kondisi yang dapat mendukung serta kondusif bagi aktivitas bisnis, terlebih lagi untuk kegiatan ekspor (Batuparan, 2012). Salah satu contoh pengaruh non ekonomi terhadap kerjasama perdagangan adalah tertundanya pelaksanaan Comprehensive Economic Partnership (CEPA) antara Indonesia dengan Turki dikarenakan masalah politik yang melanda negara Turki (katadata, 2019). Turki sendiri merupakan potensi pasar
Tabel 2. Filtering negara tradisional dan Non-tradisional
Tahapan Filter Total Negara
1 Negara mitra dagang Indonesia berdasarkan data wits dari 1967 sitc rev 1 250 negara
2 Filter WTO Member dan EU Member 123 Negara dan 1 Region
3 Filter 13 negara yang konsisten sebagai mitra ekspor non migas Indonesia selama 30 sampai 40 tahun merupakan negara tradisional
111 negara
4 Analisis SMI dan demand indeks digunakan 105 Negara 105 negara non-tradisional
Sumber : ITAPS, FEM IPB dan Bank Indonesia (2018)
Gambar 1. Filtering Negara Non-tradisional Potensial Berdasarkan Structural Match Index dan Demand IndexSumber: Kajian ITAPS, FEM IPB dan BI (2018)
52
negara yang tersaring tersebut menjadi empat kuadran. Kuadran II merupakan kelompok negara non-
tradisional yang memiliki Demand Indeks tinggi yang menunjukkan permintaan impor yang tinggi oleh
negara pengimpor dan Structural Match Indeks (SMI) rendah yang menunjukkan kecocokan yang
tinggi dari ekspor Indonesia terhadap kebutuhan negara-negara mitra non-tradisional. Berdasarkan
kuadran II terpilih 19 negara Kanada, Myanmar, Meksiko, Switzerland, Mesir, Brazil, Kuwait, Turki,
Oman, Tanzania, Bangladesh, Nigeria, Qatar,Uni Emirad Arab (UEA), Kongo, Pantai Gading, Guinea,
Grenada, Islandia. Dari 19 negara, berdasarkan pertimbangan skala prioritas maka terpilih 8 negara
yang didefinisikan sebagai negara non-tradisional yang potensial yaitu Kanada, Brazil, Mesir, Kuwait,
Meksiko, UEA, Qatar, Nigeria, dan ditambah dengan satu negara yang tergabung di SACU yaitu Afrika
Selatan.
1,61,51,41,31,21,11,00,90,8
8
7
6
5
4
3
2
1
0
SMC
Dem
and
Inde
x
1,1591
2,210
NAM
LSOBWA
TJK
SLBVUT
UKR
TON SYC WSM
RWANPL MNGMDA
MDV
KGZ
KAZ
JAM
ISL
HTI
GRD
GEO GMBFJISLV
DMA
CRI
BDI
BLZBRB
ARMATGMUS
DOMTCD
BRN
RUS
BFA ZWEMWIALB
TGO
ISR
BEN
MLI GAB
PRY
NICGUY
GIN
CIVCOG
NER
ARE
QAT
HND
CAF
BHR
SLEUGAECUCMRAGO ZMB
URYGTM
BOLMRT
GHA
VNM
PNGMOZ
KHM
SEN
TUN
ZAF
LAO
COL
TTO
NGA
MDGLBR
BGD
TZA
PER
OMN
PAN
MAR
ARG
LKA CHL
TUR
SUR
KWT
KEN
BRA
JOREGY
CHE
MEX
PAK
NOR
NZL
MMR
CAN
Scatterplot of Demand Index vs SMC
Gambar 1. Filtering Negara Non-tradisional Potensial Berdasarkan Structural Match Index dan
Demand Index
Sumber: Kajian ITAPS, FEM IPB dan BI (2018)
Berbeda dengan penelitian ITAPS dan BI (2018), Sabaruddin (2016) melakukan clustering
tujuan pasar ekspor Indonesia menjadi dua macam yaitu pasar tradisional dan pasar non-tradisional
(pasar ekspor sudah berkembang dan untapped markets). Hasil analisis menyimpulkan bahwa
I II
III IV
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 201926
Tabel 3. Ekspor Indonesia ke Negara Tradisional dan Non-tradisional, 2011-2014
Sumber: Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan (2014)
yang besar bagi Indonesia yang nilai perdagangan year to date bertumbuh 10,16 % dibandingkan tahun lalu (BPS, 2017). Produk Indonesia yang diekspor ke Turki merupakan karet dan bahan-bahan karet. Pertumbuhan ekspor untuk produk karet dan non karet ke Turki bertumbuh 62 % antara Januari hingga Oktober 2017 (BPS, 2017).
Khusus untuk negara di Afrika dan Amerika Latin, tantangan yang harus dihadapi Indonesia adalah upaya melakukan negosiasi secara multilateral, tidak hanya bilateral, karena mereka tergabung dalam blok perdagangan seperti ECOWAS (Economic Community of West African States) (BPPP, 2015) dan MERCOSUR (Mercado Comun del Sur). ECOWAS beranggotakan Benin, Burkina Faso, Tanjung Verde, Pantai Gading, Gambia, Ghana, Guinea, Guinea Bissau, Liberia, Mali, Niger, Nigeria, Senegal, Sierra Leone, and Togo. Sedangkan MERCOSUR beranggotakan Argentina, Brasil, Uruguay, Venezuela (Kemlu, 2019). Pada tingkat bisnis, tantangan diversifikasi pasar ekspor yang dihadapi pelaku-pelaku bisnis Indonesia adalah masalah di bidang pembiayaan dan penjaminan. Pembiayaan perdagangan luar negeri yang melibatkan pasar non-tradisional dipersepsikan memiliki risiko yang lebih tinggi dibanding pembiayaan ke pasar yang sudah familiar. Risiko yang harus ditanggung oleh pengusaha adalah tanggungan bunga lebih besar dan membayar biaya penjaminan yang lebih tinggi mengingat lembaga pembiayan ekspor perlu beradaptasi dengan struktur risiko yang dihadapi di pasar non-tradisional tersebut. Berdasarkan data International Chamber of Commerce (2013), secara global tingkat gagal bayar untuk pembiayaan perdagangan internasional berada di bawah 1%. Akan tetapi, ketika dilihat berdasarkan pasar tujuan, transaksi yang melibatkan negara Afrika dan negara berkembang lain cenderung menunjukkan tingkat gagal bayar yang lebih tinggi. Hal ini diakibatkan karena adanya ketidaksempurnaan pasar dan kemungkinan terkena guncangan yang tidak terduga.
Strategi Ketuk Pintu Ekspor ke Negara Non-tradisionalKetika Indonesia mulai “menengok” ke pasar-pasar non-
tradisional, China, India, Korea, bahkan negara-negara maju pun telah berlomba-lomba untuk memanfaatkan potensi di pasar Non-tradisional. Kondisi ini membuat pasar-pasar tersebut tidak lagi merupakan pasar yang sepi, melainkan dipenuhi oleh para pelaku yang agresif dengan pemain-pemain besar yang telah berada di pasar tersebut yang ternyata telah melakukan penetrasi pasar untuk jangka waktu yang cukup lama. Hal tersebut bukan hanya merupakan respon sesaat atas upaya meningkatkan surplus atau
memperbaiki neraca perdagangan mereka yang defisit namun telah menjadi bagian dari strategi jangka panjang para pemain-pemain lama untuk mendiversifikasi pasar ekspor mereka. Berbagai tahapan strategi ekspor pun telah mereka tempuh mulai dari survey melalui riset mendalam, pemberian bantuan dan hibah oleh pemerintah untuk “menanam jasa”, membangun jaringan distribusi yang luas, membangun infrastruktur keuangan untuk transaksi, pembiayaan dan penjaminan dan banyak persiapan lainnya yang telah dilakukan jauh-jauh hari (Sthitaprajna, et al 2018). Dengan kata lain, bukanlah hal yang terbilang mudah dan tidak dalam jangka waktu pendek bagi pendatang baru seperti Indonesia untuk menghadapi situasi tersebut.
Bukan berarti tidak mungkin apabila Indonesia berkeinginan kuat untuk melakukan diversifikasi ke pasar ekspor. Adalah sangat mungkin apabila Indonesia melakukan penetrasi ekspor ke pasar non-tradisional yang tentunya diperlukan strategi yang komprehensif. Strategi ketuk pintu ekspor diadopsi dari strategi Ketuk Pintu Layani Dengan Hati (KPLDH) yang merupakan program kesehatan di Jakarta berbasis jemput bola. Program ini diluncurkan pada tanggal 24 Mei 2015 di Rusun Pinus Elok, Cakung, Jakarta Timur oleh Gubernur DKI Basuki Tjahja Purnama. Tidak jauh berbeda dengan KPLDH, ketuk pintu ekspor merupakan strategi ekspor dengan jemput bola. Secara sederhana strategi ini kebalikan dari sistem konvensional dimana pelaku ekspor Indonesia yang berperan sebagai penjual harus lebih aktif. Keuntungan sistem ini adalah negara non-tradisional sebagai konsumen akan semakin dimudahkan mendapatkan informasi dan penawaran terkait produk yang mungkin mereka butuhkan. Terkait dengan tujuan melakukan diversifikasi ekspor, strategi yang dapat dilakukan dalam upaya ketuk pintu ekspor Indonesia ke negara non-tradisional adalah sebagai berikut:1. Intelijen pasar dan promosi ekspor dengan mengoptimalkan
perwakilan Indonesia di luar negeri. Intelijen pasar diperlukan untuk memperoleh informasi mengenai peluang pasar, informasi kebutuhan produk, selera konsumen serta hambatan perdagangan di pasar non-tradisional. Dalam rangka meningkatkan kegiatan Intelijen pasar maupun promosi ekspor melalui kegiatan pameran di luar negeri, peran perwakilan Kementerian Perdagangan di luar negeri maupun KBRI perlu dioptimalkan. Ada 19 perwakilan melalui Indonesian Trade Promotion Center (ITPC), 24 Atase Perdagangan, Konsul Dagang di Hong Kong, dan Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei. Indonesia jangan sampai kalah dengan negara tetangga ASEAN, yaitu Thailand yang secara agresif melakukan
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 2019 27
promosi ekspor. Thailand memiliki satu bagian khusus yang bertugas untuk mempromosikan dan mengembangkan ekspor. Departemen Promosi Perdagangan Internasional Department of International Trade Promotion (DITP) yang didirikan di bawah Kementerian Perdagangan Kerajaan Thailand membantu dalam pengembangan ekspor produk Thailand. Di bawah pengawasan DITP terdapat Pusat Perdagangan Luar Negeri (TTC) yang terletak di kota-kota besar di seluruh dunia. Lembaga ini terletak di berbagai negara di dunia yang berperan untuk mendukung penerapan kebijakan pengembangan ekspor. Fokus utama adalah memperkuat hubungan perdagangan antara eksportir Thailand dan importir potensial. Selain itu, lembaga ini juga menganalisis informasi yang relevan dan memberikan laporan tentang tren dan perkembangan pasar ekspor (intelegensi pasar) (Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2014).
2. Mendirikan gerai/outlet/konter yang merupakan show case untuk produk unggulan ekspor Indonesia di pasar non-tradisional. Strategi ini dipandang perlu untuk memperkenalkan produk-produk buatan Indonesia di pasar non-tradisional. Dengan adanya show case yang berfungsi memamerkan produk-produk buatan Indonesia maka akan memudahkan pelaku usaha dari pasar non-tradisional untuk mengenal produk buatan Indonesia tanpa harus datang berkunjung ke Indonesia. Gerai/outlet/konter ini juga harus dilengkapi database pelaku usaha dari Indonesia yang menyediakan produk ekspor buatan Indonesia. Strategi pendirian show case untuk produk ekspor Indonesia diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, Kementerian Perdagangan khususnya untuk pengembangan ekspor di daerah perbatasan melalui pendirian marketing point-marketing point di wilayah perbatasan.
3. Asistensi dan capacity building untuk pelaku usaha (eksportir) agar produk ekspor Indonesia memenuhi persyaratan kebijakan/aturan yang diberlakukan oleh pasar non-tradisional.
Walaupun tidak seintens negara maju, negara non-tradisional juga kerapkali menetapkan standar dan mutu yang harus dipenuhi produk ekspor Indonesia. Sebagian besar negara non-tradisional adalah negara dengan pendapatan menengah ke atas. Hummels dan Lugovskyy (2009) menyatakan bahwa rata-rata unit value dari impor suatu negara cenderung meningkat dengan semakin meningkatnya tingkat pendapatan. Dengan atau tanpa standar, konsumen secara natural akan mengubah produk yang dikonsumsinya ke produk yang memiliki kualitas tinggi dan produk yang aman sejalan dengan pendapatannya yang meningkat yang dikenal dengan “income effect (IE) hypothesis”. Oleh karena itu asistensi dan capacity building diperlukan agar pelaku ekspor mampu memenuhi persyaratan yang diajukan oleh negara non-tradisional. Salah satu capacity building yang dilakukan oleh lembaga keuangan khusus milik pemerintah yaitu LPEI kepada UMKM adalah program Coaching Program for New Exporters (CPNE). Tidak hanya pendampingan, LPEI juga memiliki Digital Handholding Program yang merupakan pelatihan bagi UMKM agar siap masuk ke pasar internasional diantaranya pasar non-tradisional via marketplace global.
4. Fasilitasi perdagangan melalui harmonisasi regulasi dan kebijakan antara Indonesia dengan negara non-tradisional.
Untuk menjembatani permasalahan disharmonisasi regulasi dan kebijakan antara Indonesia dan negara non-tradisional Pemerintah seyogyanya mendirikan semacam “FTA Center” yang berfungsi memfasilitasi pelaku usaha dengan memberikan layanan konsultasi dan advokasi apabila terjadi disharmonisasi dalam regulasi yang diberlakukan oleh negara tujuan ekspor non-tradisional.
5. Insentif pembiayaan ekspor dan instrumen hedging Mengingat negara yang masuk ke dalam pasar Non-tradisional
umumnya negara berkembang dimana karakter umum yang
dimiliki negara-negara ini adalah tingginya permintaan barang dan jasa namun diiringi rendahnya kemampuan membayar maka diperlukan insentif pembiayaan ekspor berupa fasilitas pinjaman berbunga rendah atau bertenor panjang atau kombinasi keduanya. Pinjaman seperti ini dikenal sebagai Buyer’s Credit atau Export Credit yang dikelola oleh export agency dalam hal ini dapat dilakukan oleh LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia). Optimalisasi lembaga pembiayaan ekspor Indonesia dalam rangka menguatkan pembiayaan industri yang berorientasi ekspor dan sekaligus penyedia instrumen hedging untuk transaksi ekspor dan penyedia asuransi terkait ekspor diharapkan akan mengurangi kekhawatiran atas risiko terkait ekspor, apakah dari sisi gagal bayar atau kegagalan dalam hal pengiriman barang. Dengan demikian hal ini akan memberikan kenyamanan bagi pelaku usaha yang melakukan ekspor ke negara non-tradisional. Selain itu Pemerintah dapat menerapkan kebijakan dengan mewajibkan lembaga pembiayaan untuk mencapai porsi menyalurkan pembiayaan ke sektor produktif dalam rangka merangsang ekspor ke pasar non-tradisional.
6. Skema kerjasama yang lebih luas tidak hanya penurunan tarif namun juga skema kerjasama investasi.
Strategi keenam adalah membidik skema kerjasama perdagangan yang lebih mendalam baik melalui skema kerjasama bilateral maupun regional dengan negara non-tradisional untuk membuka akses pasar barang, jasa dan sekaligus investasi. Kajian ITAPS bekerjasama dengan BI (2018) dan Kemenko (2018) menunjukkan gain yang diperoleh Indonesia dan negara mitra non-tradisional akan semakin meningkat apabila skema kerjasama tidak hanya sekedar penurunan tarif barang dan jasa tapi juga skema investasi. Pendirian hub perdagangan dan investasi dirasa penting agar negara mitra non-tradisional juga memperoleh nilai tambah dari kerjasama tersebut. Model bisnis ekspor dengan mengikutsertakan FDI relatif lebih menjamin keberlanjutan hubungan kerjasama antar kedua belah pihak, Indonesia dengan negara non-tradisional. Salah satu pasar non-tradisional yang telah dibidik Indonesia adalah Chile. Indonesia telah menandatangani Indonesia-Chile Comprehensive Economic Partnership Agreement (IC-CEPA) pada tanggal 14 Desember 2017. Kedua belah pihak secara khusus juga bersepakat untuk memperluas kerja sama di sektor jasa dan investasi menyusul penerapan perjanjian perdagangan barang (Trade in Goods/TIGs). Negosiasi khusus untuk sektor jasa dan investasi direncanakan akan dimulai pada tahun 2020. Terkait dengan kerjasama bilateral lainnya, Indonesia sudah merintis kegiatan kerjasama dengan beberapa negara di kawasan Amerika Selatan walaupun beberapa belum sampai pada keputusan akhir seperti negara Brazil yang merupakan anggota dari Mercosur. Selain dengan Brazil, kerjasama Indonesia dengan Peru juga tengah dijajagi melalui Joint Study Group (JSG) untuk melihat potensi dan kelayakan kerjasama antar kedua negara.
7. Penguatan koordinasi dan sinergi antar KL Enam strategi yang diuraikan diatas tentunya tidak cukup
apabila tidak disertai dengan penguatan koordinasi antar K/L dan stakeholder yang terlibat dalam ketuk pintu ekspor ke negara non-tradisional. Koordinasi dan sinergi antar K/L dan stakholder yang terlibat merupakan syarat mutlak agar strategi ini memberikan gain bagi perekonomian Indonesia.
Biodata PenulisNama : WidyastutikJabatan : Direktur Eksekutif ITAPS, Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Universitas IPBEmail : [email protected]
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 201928
Pada tahun 2018 kondisi ekonomi Jawa Tengah mengalami
pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan tahun 2017.
Ekonomi Jawa Tengah tahun 2018 tumbuh 5,32%, menguat
dibandingkan tahun 2017 sebesar 5,26% (BPS, 2018). Ada
beberapa faktor yang mendorong naiknya pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah. Beberapa factor tersebut diantaranya beroperasinya
beberapa tol di Jawa Tengah, peningkatan jumlah penumpang
kereta api, inflasi Jawa Tengah yang terkendali pada kisaran 2,82%,
dan peningkatan belanja online rumah tangga dari 16,14% tahun
2017 menjadi 29,20% tahun 2018. Salah satu program unggulan
pemerintah Provinsi Jawa Tengah tahun 2019-2023 di sektor
perdagangan adalah merevitalisasi pasar rakyat sesuai Standar
Nasional Indonesia (SNI) (Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Provinsi Jawa Tengah, 2019).
Dari 35 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah,
laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah masih didominasi oleh
Kota Semarang. Kota Semarang merupakan ibu kota provinsi Jawa
Tengah dengan luas 373,7 km2 dan dihuni sekitar 1,6 Juta jiwa
(Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Semarang, 2018).
Kota Semarang sebagai penyangga utama pertumbuhan ekonomi
Provinsi Jawa Tengah dengan nilai 161,2 dan mempunyai laju inflasi
terendah kedua dari enam Kota Besar di Jawa Tengah setelah
BERITA PENDEK PERDAGANGAN
Kota Surakarta dan terendah kedua dari enam Kota Besar di Pulau
Jawa setelah Yogyakarta (BPS, 2018). Salah satu faktor pendukung
tumbuhnhya perekonomian dan inflasi yang terkendali di Kota
Semarang berasal dari sektor perdagangan, terutama transaksi
yang terjadi di pasar-pasar rakyat. Kota Semarang mempunyai 52
pasar dari 16 Kecamatan dan mempunyai total 13.239 pedagang
besar, menengah, dan kecil (Dinas Perdagangan Kota Semarang,
2019).
Melalui Dinas Perdagangan Kota Semarang, Pemerintah
berencana akan menuntaskan revitalisasi pasar tradisional di Kota
Semarang hingga 2021 mendatang. Dari total 52 pasar tradisional
yang ada di Kota Semarang, tercatat sudah ada 35 pasar yang telah
selesai direvitalisasi sampai dengan tahun 2018. Sementara itu 17
pasar lainnya, rencananya akan diselesaikan hingga tahun 2021
mendatang. Untuk anggaran revitalisasi pasar tradisional nantinya
akan dicarikan dari beberapa sumber pendanaan seperti Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Dana Alokasi Khusus
(DAK) dan Dana Bantuan Tugas pembangunan (BTP). Hingga
Triwulan I 2019, beberapa pembangunan pasar rakyat yang telah
selesai diantaranya adalah Pasar Simongan, Pasar Banyumanik,
dan Pasar Johar (Hasil Wawancara Tim Survey Warta, 2019).
(DwiYulianto)
Perkembangan Perekonomian dan Revitalisasi Pasar di Kota Semarang
Sumber : http://tribunnews.com
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 2019 29
Pemerintah Indonesia memiliki target program swasembada
daging sapi pada tahun 2026, dengan target produksi sapi
domestik dapat memenuhi minimal 90% permintaan daging
sapi nasional. Target ini akan sulit dipenuhi jika tidak didukung oleh
sistem produksi sapi dalam skala besar.
Berdasarkan siaran pers Direktur Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian (Kontan,
2019) menyebutkan bahwa ketersediaan produksi daging sapi lokal
tahun 2018 belum mencukupi kebutuhan nasional. Produksi daging
sapi di dalam negeri tahun 2018 sebesar 403.668 ton, sementara,
kebutuhan daging sapi di dalam negeri 2018 sebesar 663.290
ton. Angka tersebut memperlihatkan bahwa produksi daging sapi
Indonesia masih rendah dan produksi dalam negeri hanya mampu
memenuhi kebutuhan daging sapi nasional sebesar 60,9%.
Faktor yang mempengaruhi kekurangan pasokan daging sapi
ini antara lain jenis sapi (sapi potong dan sapi indukan), produksi
pakan yang terbatas, ketersediaan lahan yang terbatas, dan
kurangnya insentif peternak sapi potong. Selain itu, pengetahuan
dan keterampilan peternak yang kurang memadai tentang
pemeliharaan sapi potong yang baik.
Di Indonesia, produksi sapi potong didominasi 99% oleh
peternak kecil yang memelihara rata-rata dua ekor sapi. Mereka
memelihara sebagai kegiatan sampingan (selain bercocok tanam)
untuk mengumpulkan modal atau sebagai cadangan keuangan
saat gagal panen. Hasil penjualan sapi biasanya digunakan untuk
menutupi berbagai macam kebutuhan hidupnya yang memerlukan
pengeluaran besar.
Karakteristik kegiatan sampingan ini menunjukkan bahwa
peternak tersebut tidak begitu memperhatikan aspek pemeliharaan
ternak, sehingga berdampak pada rendahnya kualitas dan kuantitas
sapi yang dipelihara. Selain itu, mereka juga memiliki keterbatasan
pengetahuan tentang memelihara sapi yang baik dan tidak
mau meningkatkan pengetahuannya. Misalnya, peternak dalam
menghemat pakan ternak lebih memilih memberikan rumput di
pinggir jalan, tepi sungai, atau di pinggir lapangan sehingga kualitas
daun yang diberikan tidak jelas.
Selain itu, keterbatasan informasi pemasaran menyebabkan
posisi tawar peternak lemah dan tidak berdaya ketika dihadapkan
pada harga jual yang murah. Sehingga, peternak di desa sering rugi
karena mereka bergantung kepada pedagang sapi yang menekan
harga jual ternak. Akibatnya, para peternak tersebut mungkin akan
enggan terlibat dalam produksi sapi potong.
Penguatan Posisi Tawar Peternak
Salah satu cara untuk meningkatkan insentif produksi sapi
potong domestik adalah dengan meningkatkan daya tawar
peternak, misalnya melalui pengembangan kelompok peternak sapi
potong yang berorientasi laba. Dimana, semua anggota kelompok
dapat memelihara ternak di kandang kolektif atau di kandang
masing-masing, namun tidak boleh menjual sapi secara langsung
ke pembeli. Pengelola kelompok ini yang bertanggungjawab
terhadap pemasaran, sehingga harus memiliki informasi tentang
harga jual sapi dan potensi pembelinya untuk menentukan pembeli
yang menawarkan harga jual tertinggi. Kemudian ditentukan sistem
bagi hasilnya, misalnya apakah dengan bagi hasil keuntungan atau
dengan cara bagi hasil keturunan, atau dengan cara keduanya.
Selain itu, cara lain untuk meningkatkan insentif produksi
sapi potong domestik adalah dengan merangsang peternak untuk
memproduksi sapi yang berkualitas. Misalnya dengan mengadakan
kontes-kontes sapi sehat secara berkala, dengan menentukan
kategori-kategori tertentu. Tentunya hal ini akan menarik peternak
untuk menjaga kualitas sapinya dan mereka akan lebih tertarik untuk
mempelajari cara meningkatkan kualitas sapinya sehingga secara
tidak langsung meningtakan kualitas sapi potong domestik.
Guna mewujudkan program swasembada daging sapi pada
tahun 2026, diperlukan banyak pembentukan kelopok peternak sapi
potong untuk menggenjot produksi sapi potong di Indonesia. Selain
itu, pemerintah perlu bersinergi meningkatkan daya tarik kelompok
peternak sehingga peternak perorangan akan mendapatkan insentif
lebih tinggi jika bergabung dalam suatu kelompok. (Reni K. Arianti)
Optimisme Peningkatan Swasembada Daging Sapi
Sumber : http://majalahinfovet.com
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 201930
Pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan perekonomian daerah, salah satunya dengan pengembangan ekonomi kreatif, termasuk Pemerintah Kota Balikpapan (Pemkot
Balikpapan). Pemkot Balikpapan menggarap enam subsektor industri kreatif dari total 16 subsektor ekonomi kreatif, diantaranya sektor kriya (Go Batik), aplikasi dan games, kuliner, film, videografi, fotografi, fashion, desain, dan seni pertunjukan hingga riset dan pengembangan wisata. Sedangkan kegiatan ekonomi kreatif yang berpotensi diunggulkan di Kota Balikpapan diantaranya aplikasi dan games serta kerajinan dan kuliner guna menunjang Balikpapan sebagai smart city.
Dalam empat tahun terakhir, Pemkot Balikpapan cukup konsisten dalam mengembangkan ekonomi kreatif di kota yang mempunyai sebutan “Kota Minyak” ini. Bahkan, pada peringatan HUT ke-122 Kota Balikpapan tahun 2019, tema yang diangkat fokus pada ekonomi kreatif. Balikpapan juga sudah mendapatkan penghargaan bidang Ekonomi Kreatif untuk tingkat Nasional dari Harian Sindo pada tahun 2017.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan Ekonomi Kreatif, telah diterbitkan Keputusan Walikota Balikpapan Nomor 188.45-455/2016 Tanggal 28 November 2016 tentang Kepengurusan Balikpapan Creative Forum (BCF)/Forum Ekonomi Kreatif Balikpapan (FEKB). Keberadaan Forum Ekonomi Kreatif di Balikpapan bertujuan untuk mendorong dan mengembangkan para pelaku ekonomi kreatif, tidak hanya sekedar merumuskan, menetapkan dan mengkoordinasikan tapi juga mensinkronisasi seluruh kebijakan terkait ekonomi kreatif.
Program yang dilaksanakan meliputi pelatihan-pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan para pelaku ekonomi kreatif, event dan kerjasama dengan banyak pihak terkait. Bahkan pada bulan Februari 2019 telah dilaksanakan peresmian Balikpapan Creative Center. Untuk program kegiatan tersebut diberikan dukungan anggaran melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp 293 juta pada tahun 2018 dan Rp 390 juta untuk tahun 2019 serta dana Coorporate Sosial Responsibility (CSR).
Jumlah pelaku ekonomi kreatif di Kota Balikpapan mencapai 300 pelaku usaha dari berbagai subsektor dan yang terbesar bergerak di bidang kerajinan dan kuliner. Dalam hal kerajinan, salah satu identitas daerah yang tercermin dalam produk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) khas Balikpapan adalah Kerajinan Etnis Dayak. Identitas tersebut terus berkembang mengikuti tren masa kini, namun tetap menjaga ciri khasnya sebagai satu dari jutaan cinderamata karya budaya Indonesia.
Kerajinan yang banyak dijadikan cinderamata adalah manik-manik. Manik-manik adalah salah satu produk dari tradisi yang telah lama dikenal masyarakat Kalimantan sejak abad ke-10 Masehi. Jenis manik-manik yang ditemukan di situs arkeologi Kalimantan dan sekitarnya terbuat dari bahan tanah liat, kerang, tulang, batu dan kaca. Sudah lama manik-manik menjadi bagian dari suku Dayak asli Kalimantan dan warna manik-manik memiliki makna yang berbeda-beda. Suku Dayak biasanya memakai warna merah, kuning, hijau, biru dan putih yang berarti semangat hidup, kekuatan, keagungan inti alam dan kesucian.
Saat ini bahan baku manik-manik telah diganti dengan bahan sintetis yang bentuk dan warnanya lebih artistik dan beraneka ragam. Manik-manik dijahit dan dirangkai sehingga membentuk motif khas Dayak untuk dijadikan berbagai macam perhiasan dan barang kerajinan etnik lainnya seperti kerajinan anjat (anyaman tas), baju adat dan lainnya. Barang- barang kerajinan tersebut dengan mudah di dapat di Pasar
Inpres Kebun Sayur, pasar yang khusus menjual barang kerajinan dari Kalimantan. Pasar Inpres Kebun sayur diresmikan pada tahun 1983 oleh Walikota Balikpapan pada waktu itu atas instruksi Presiden Suharto pada tahun 1981, hingga sampai sekarang nama”Inpres” masih dipakai dan terpampang di bagian depan pasar.
Pasar Inpres Kebun Sayur barangkali adalah semacam surga kecil bagi penggemar kerajinan etnik Kalimantan. Banyak aksesoris dari manik-manik dan batuan baik asli maupun sintetis, berbentuk gelang, kalung, bros dompet sampai tas terpajang dengan harga yang menggoda. Aksesoris wanita dari manik-manik misalnya kalung, dijual dari harga satuan Rp 20 ribu hingga jutaan rupiah tergantung dari bahannya, asli atau sintetis.
Selain aksesoris wanita, di pasar tersebut dijual pula berbagai kerajinan kayu ukir khas Dayak, senjata khas Dayak seperti Mandau dan tamengnya yang dijual dari harga Rp 50 ribu hingga Rp 2 juta. Produk lain yang dijual adalah baju adat, batik dengan motif khas Kalimantan, sarung Samarinda, songket Kalimantan, kain bordir, tenun, hingga kaos bertulis dan kerajinan rotan yang berupa tikar lampit hingga tas dan dompet. Harga yang ditawarkan sangat bervariasi dan terjangkau mulai dari Rp 50 ribu hingga jutaan Rupiah, dan apabila membeli lebih dari tiga barang akan mendapatkan harga yang spesial. Selain barang kerajinan, di Pasar Inpres Kebun Sayur juga dijual beragam batu mulia yang berasal dari Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Batu mulia yang dijual terdiri dari beragam jenis, seperti batu kecubung, batu akik, zamrud, safir, delima, hingga berlian. Batu mulia tersebut dijual dalam berbagai bentuk perhiasan maupun masih dalam bentuk mentah (belum dijadikan bentuk perhiasan). Harganya bervariasi, mulai yang berharga hanya puluhan ribu rupiah hingga puluhan juta rupiah, tergantung kualitasnya. Barang-barang kerajinan yang dijual di Pasar Inpres Kebun Sayur ini didatangkan dari daerah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, seperti tas anyam rotan didatangkan dari Melak Kabupaten Kutai Barat dan Lampit dari Kalimantan Selatan. Selain barang kerajinan, di pasar tersebut juga dijual makanan khas Kalimantan seperti amplang.
Walaupun barang yang tersedia bagus-bagus, bernilai seni tinggi dan harganya bersahabat, tapi penjual mengaku sepi pembeli. Omzet masing-masing penjual yang biasanya bisa mencapai diatas Rp 5 juta per hari, sekarang jauh berkurang karena daya beli masyarakat menurun.
Suasana Pasar Inpres Kebun Sayur BalikpapanSumber: Balikpapan Pos (2017)
Saat ini bangunan pasar masih bersifat sementara setelah pada tahun 2015 yang lalu terjadi kebakaran. Rencananya Pemerintah Kota Balikpapan akan merenovasi sekitar 100 kios pada bangunan pasar ini secara bertahap disesuaikan dengan dana yang tersedia sehingga akan menjadi salah satu tujuan wisata yang nyaman. (Dyah Ekowati Sulistyarini)
Melongok Pasar Inpres Kebun Sayur sebagai Pasar Kerajinan di Balikpapan
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 2019 31
SERBA SERBI
1. DISEMINASI HASIL KAJIAN I BPPP DI JAKARTA
Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) menyelenggarakan Diseminasi Hasil Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan dengan tema Penguatan Daya Saing Ekspor dan Neraca Perdagangan Indonesia, yang berlangsung di Auditorium Kantor Kementerian Perdagangan Jakarta, pada tanggal 14 Februari 2019. Diseminasi dibuka secara resmi oleh Kepala BPPP Kasan, dihadiri para pejabat Eselon II di lingkungan BPPP, perwakilan unit Eselon II dan perwakilan dari Instansi terkait. Dalam sambutan pembukaannya, Kepala BPPP antara lain mengatakan bahwa penetrasi ekspor ke pasar non tradisional membutuhkan strategi yang tepat, baik dari sisi produk maupun pemilihan negara. Dikatakan bahwa pada tahun 2018 BPPP telah melakukan beberapa analisis terkait perluasan akses pasar ekspor Indonesia termasuk juga strategi peningkatan daya saing ekspor serta pengendalian impor.
2. DISEMINASI HASIL KAJIAN II BPPP DI UNIVERSITAS BRAWIJAYA, MALANG
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP), Kasan membuka Diseminasi Hasil Kajian BPPP dengan tema Penguatan Pasar Dalam Negeri, sekaligus sosialisasi Rumusan Raker Kementerian Perdagangan pada tanggal 18 Maret 2019 di Aula Gedung F, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.
2. DISEMINASI HASIL KAJIAN II BPPP DI UNIVERSITAS BRAWIJAYA, MALANG
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP), Kasan membuka Diseminasi Hasil Kajian BPPP dengan tema Penguatan Pasar Dalam Negeri, sekaligus sosialisasi Rumusan Raker Kementerian Perdagangan pada tanggal 18 Maret 2019 di Aula Gedung F, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.
Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
(BPPP) menyelenggarakan Diseminasi Hasil Pengkajian dan
Pengembangan Perdagangan dengan tema Penguatan Daya Saing
Ekspor dan Neraca Perdagangan Indonesia, yang berlangsung
di Auditorium Kantor Kementerian Perdagangan Jakarta, pada
tanggal 14 Februari 2019. Diseminasi dibuka secara resmi oleh
Kepala BPPP Kasan, dihadiri para pejabat Eselon II di lingkungan
BPPP, perwakilan unit Eselon II dan perwakilan dari Instansi
terkait. Dalam sambutan pembukaannya, Kepala BPPP antara
lain mengatakan bahwa penetrasi ekspor ke pasar non tradisional
membutuhkan strategi yang tepat, baik dari sisi produk maupun
pemilihan negara. Dikatakan bahwa pada tahun 2018 BPPP telah
melakukan beberapa analisis terkait perluasan akses pasar ekspor
Indonesia termasuk juga strategi peningkatan daya saing ekspor
serta pengendalian impor.
Diseminasi Hasil Kajian I BPPP di Jakarta
Diseminasi Hasil Kajian II BPPP di Universitas Brawijaya, Malang
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
(BPPP), Kasan membuka Diseminasi Hasil Kajian BPPP dengan
tema Penguatan Pasar Dalam Negeri, sekaligus sosialisasi Rumusan
Raker Kementerian Perdagangan pada tanggal 18 Maret 2019 di
Aula Gedung F, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya,
Malang, Jawa Timur.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 201932
3. DISEMINASI HASIL KAJIAN II BPPP DI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN, BALI
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP), Kasan, membuka acara Diseminasi Hasil Pengkajian BPPP Tahun 2018 di Ruang Auditorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Kementerian Pertanian, Denpasar, Bali pada tanggal 11 April 2019. Dalam diseminasi dengan tema Peningkatan Daya Saing dan Perluasan Akses Pasar Ekspor, para peneliti BPPP memaparkan empat hasil kajian dengan judul: (1) Analisis Komoditas Unggulan Daerah yang Berpotensi Masuk Dalam Global Value Chain; (2) Kajian Dampak Pembebasan Bea Masuk Impor Suku Cadang Pesawat Terbang Terhadap Daya Saing dan Ekspor Jasa Pemeliharaan Pesawat; (3) Kajian Pengembangan Kerjasama Perdagangan Perdagangan Indonesia - Inggris Pasca Referendum Brexit; dan (4) Kajian BIaya dan Manfaat Trade Preferential System of THe Organization of Islamic Cooperation (TPS-OIC). Hadir dalam acara tersebut, Kepala Dinas Perdagangan Provinsi Bali, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Bali, perwakilan dari Dinas/Kementerian terkait, Akademisi dan pelaku usaha.
3. DISEMINASI HASIL KAJIAN II BPPP DI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN, BALI
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP), Kasan, membuka acara Diseminasi Hasil Pengkajian BPPP Tahun 2018 di Ruang Auditorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Kementerian Pertanian, Denpasar, Bali pada tanggal 11 April 2019. Dalam diseminasi dengan tema Peningkatan Daya Saing dan Perluasan Akses Pasar Ekspor, para peneliti BPPP memaparkan empat hasil kajian dengan judul: (1) Analisis Komoditas Unggulan Daerah yang Berpotensi Masuk Dalam Global Value Chain; (2) Kajian Dampak Pembebasan Bea Masuk Impor Suku Cadang Pesawat Terbang Terhadap Daya Saing dan Ekspor Jasa Pemeliharaan Pesawat; (3) Kajian Pengembangan Kerjasama Perdagangan Perdagangan Indonesia - Inggris Pasca Referendum Brexit; dan (4) Kajian BIaya dan Manfaat Trade Preferential System of THe Organization of Islamic Cooperation (TPS-OIC). Hadir dalam acara tersebut, Kepala Dinas Perdagangan Provinsi Bali, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Bali, perwakilan dari Dinas/Kementerian terkait, Akademisi dan pelaku usaha.
4. WORKSHOP PENYUSUNAN PROSIDING BERTARAF INTERNASIONAL
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP), Kasan memberikan pengarahan kepada peserta workshop penyusunan prosiding bertaraf internasional, di Hotel AONE Jakarta pada tanggal 6-7 Mei 2019. Kepala BPPP menekankan bahwa workshop ini merupakan rangkaian kegiatan The 3rd International Conference on Trade 2019 yang akan diselenggarakan pada bulan September 2019. Sehingga, di akhir pelaksanaan workshop ini, semua peserta langsung submit abstrak dengan bimbingan para narasumber.
Suku Cadang Pesawat Terbang Terhadap Daya Saing dan Ekspor
Jasa Pemeliharaan Pesawat; (3) Kajian Pengembangan Kerjasama
Perdagangan Perdagangan Indonesia - Inggris Pasca Referendum
Brexit; dan (4) Kajian BIaya dan Manfaat Trade Preferential System
of THe Organization of Islamic Cooperation (TPS-OIC). Hadir dalam
acara tersebut, Kepala Dinas Perdagangan Provinsi Bali, Kepala
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Bali, perwakilan dari
Dinas/Kementerian terkait, Akademisi dan pelaku usaha.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
(BPPP), Kasan memberikan pengarahan kepada peserta workshop
penyusunan prosiding bertaraf internasional, di Hotel AONE Jakarta
pada tanggal 6-7 Mei 2019. Kepala BPPP menekankan bahwa
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
(BPPP), Kasan, membuka acara Diseminasi Hasil Pengkajian
BPPP Tahun 2018 di Ruang Auditorium Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian, Kementerian Pertanian, Denpasar, Bali pada tanggal
11 April 2019. Dalam diseminasi dengan tema Peningkatan
Daya Saing dan Perluasan Akses Pasar Ekspor, para peneliti
BPPP memaparkan empat hasil kajian dengan judul: (1) Analisis
Komoditas Unggulan Daerah yang Berpotensi Masuk Dalam Global
Value Chain; (2) Kajian Dampak Pembebasan Bea Masuk Impor
Diseminasi Hasil Kajian III BPPP di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Bali
Workshop Penyusunan Prosiding Bertaraf Internasional
workshop ini merupakan rangkaian kegiatan The 3rd International
Conference on Trade 2019 yang akan diselenggarakan pada bulan
September 2019. Sehingga, di akhir pelaksanaan workshop ini, semua
peserta langsung submit abstrak dengan bimbingan para narasumber.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 2019 33
Bulan
Beras Daging Ayam Ras
Daging Sapi
Susu Kental Manis
Minyak Goreng
Gula Pasir
Tepung Terigu
Cabai Rawit
Cabai Merah
Telur Ayam Ras
Ikan Kembung
(kg) (kg) (kg)(385
gram)(liter) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
Maret 14,347 40,931 107,314 10,122 14,500 12,488 8,375 50,178 48,366 21,396 34,203
April 14,056 41,922 106,992 10,098 14,483 12,483 8,337 46,224 48,632 21,681 33,823
Mei 13,900 44,161 107,334 10,085 14,428 12,454 8,219 40,538 44,153 23,550 34,442
Juni 13,835 45,433 108,901 10,123 14,422 12,442 8,170 43,825 43,190 22,688 34,983
Juli 13,838 47,977 107,594 10,147 14,449 12,452 8,185 49,272 40,737 25,100 35,259
Agustus 13,837 47,301 106,841 10,179 14,430 12,386 8,180 45,838 38,154 23,243 35,136
September 13,877 43,101 106,520 10,181 14,367 12,303 8,196 41,002 34,648 22,195 34,918
Oktober 13,910 42,648 107,415 10,182 14,272 12,238 8,230 42,109 38,674 21,234 35,114
November 14,007 42,413 107,254 10,212 14,178 12,163 8,274 39,747 38,098 21,565 35,328
Desember 14,119 44,674 107,436 10,248 14,134 12,142 8,304 40,506 37,096 24,120 35,413
Januari ‘19 14,274 45,420 107,221 10,297 14,145 12,130 8,316 42,118 35,397 24,422 35,905
Februari 14,313 43,376 107,232 10,372 14,070 12,071 8,338 37,346 31,252 23,015 36,074
Maret 14,211 42,305 107,854 10,484 14,062 12,153 8,370 36,405 31,061 22,329 36,352
April 14,021 41,928 107,886 10,492 14,037 12,233 8,388 36,860 34,900 22,811 36,232
April’19 thd Maret’19 -1.34 -0.89 0.03 0.08 -0.18 0.66 0.22 1.25 12.36 2.16 -0.33
April’19 thd April’18 (dalam persen)
-0.25 0.01 0.84 3.90 -3.08 -2.00 0.61 -20.26 -28.24 5.21 7.12
Sumber: BPS (2019)
DATA STATISTIK PERDAGANGAN
HARGA ECERAN BEBERAPA KOMODITAS BAHAN POKOK MARET 2018–APRIL 2019 (RUPIAH)
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 201934
URAIAN
DALAM NILAI : JUTA (USD)
2019
JANUARI FEBRUARI MARET APRIL*
TOTAL EKSPOR 13,928 12,556 14,122 12,597
MIGAS 1,235 1,110 1,140.5 741.9
NON MIGAS 12,693.2 11,445.7 12,981.4 11,855.0
TOTAL IMPOR 14,991 12,226 13,451 15,099
MIGAS 1,657 1,584 1,520.8 2,235.4
NON MIGAS 13,334.8 10,642.0 11,930.3 12,863.4
TOTAL PERDAGANGAN 28,919 26,366 29,094 27,696
MIGAS 2,891 12,226 13,451 2,977.29
NON MIGAS 26,028 14,140 15,643 24,718.4
NERACA -1,063 330 671 -2,502
MIGAS -422 -474 -380 -1,494
NON MIGAS -642 804 1,051 -1,008
NERACA PERDAGANGAN INDONESIA PERIODE 2019 (BULANAN)
Keterangan *) : Angka SementaraSumber: BPS (2019), diolah Pusat Data dan Sistem Informasi, Kementerian Perdagangan
NO Uraian
Nilai : JUTA (USD) Januari-April Perub. % Trend %
2014 2015 2016 2017 2018 2018 2019* 19/18 14-18
I EKSPOR 175,980 150,366 145,186 168,828 180,215 58,715.5 53,202.5 -9.39 1.65
- MIGAS 30,019 18,574 13,105 15,744 17,405 5,166.3 4,227.3 -18.18 -11.80
- NON MIGAS 145,961 131,792 132,081 153,084 162,810 53,549.2 48,975.2 -8.54 3.75
II IMPOR 178,179 142,695 135,653 156,986 188,711 60,120.8 55,767.3 -7.24 2.13
- MIGAS 43,460 24,613 18,739 24,316 29,868 9,061.2 6,996.8 -22.78 -7.34
- NON MIGAS 134,719 118,082 116,914 132,670 158,843 51,059.6 48,770.5 -4.48 4.56
III Total 354,159 293,061 280,839 325,814 368,926 118,836.3 108,969.8 -8.30 1.89
- MIGAS 73,479 43,188 31,845 40,060 47,273 14,227.5 11,224.1 -21.11 -9.13
- NON MIGAS 280,680 249,874 248,994 285,753 321,653 104,608.8 97,745.7 -6.56 4.15
IV NERACA -2,199 7,671 9,533 11,843 -8,496 -1,405.3 -2,564.8 82.51 0
- MIGAS -13,441 -6,039 -5,634 -8,572 -12,464 -3,894.9 -2,769.5 -28.89 0
- NON MIGAS 11,242 13,710 15,167 20,414 3,967 2,489.6 204.7 -91.78 -15.51
NERACA PERDAGANGAN INDONESIAPERIODE : 2014-2019 (JANUARI-APRIL)
*) = Angka sementara
Sumber: BPS (2019), diolah Pusat Data dan Sistem Informasi, Kementerian Perdagangan
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 2019 35
2014 2015 2016 2017 2018 Jan-Apr 2018 Jan-Apr 2019
E K S P O R 175,980 150,366 145,186 168,828 180,215 58,716 53,203
I M P O R 178,179 142,695 135,653 156,986 188,711 60,121 55,767
0
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
140,000
160,000
180,000
200,000
EKSPOR-IMPOR INDONESIA2014-2019 (JANUARI-APRIL)
E K S P O R I M P O R
-15,000
-10,000
-5,000
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
2014 2015 2016 2017 2018 Januari -April 2019
MIGAS -13,441 -6,039 -5,634 -8,572 -12,464 -2,769.5
NON MIGAS 11,242 13,710 15,167 20,414 3,967 204.7
NERACA PERDAGANGAN INDONESIAPERIODE 2014-2019 (JANUARI-APRIL)
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I, No. 17, Tahun 201936