ppi brief seriesppidunia.org/wp-content/uploads/2019/07/policy-briefs11.pdfkeberhasilan program...

10
PPI Brief Series Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia PPI Brief no. 11 / 2019 Leonardus Meta Noven Hendranto Ambisi Kedaulatan Pangan dan Tantangan Sektor Pertanian Indonesia

Upload: others

Post on 31-Dec-2019

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PPI Brief SeriesPerhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia

PPI Brief no. 11 / 2019

Leonardus Meta Noven Hendranto

Ambisi Kedaulatan Pangan dan Tantangan

Sektor Pertanian Indonesia

PPI Brief

Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia

RINGKASAN EKSEKUTIF

Indonesia memasang target untuk menjadi lumbung pangan dunia pada 2045 nanti. Target ini selaras dengan cita-cita kedaulatan pangan yang sudah diupayakan sejak zaman Orde Lama. Kedaulatan pangan merujuk pada berdaulat terhadap produksi dan hasil, serta pen-gelolaan pasar tanpa ada intervensi dari negara lain.

Situasi pangan nasional Indonesia masih jauh dari sempurna. Beberapa masalah terkait pangan masih terjadi, seperti ketergantungan terhadap impor pangan, petani belum sejahtera, keterbatasan lahan, dan produktivitas sektor pertanian yang belum optimal.

Pemerintah perlu menyiapkan langkah-langkah fundamental, seperti meningkatkan kese-jahteraan petani, memercayakan kedaulatan pangan terhadap petani dan menjembatani kerjasama petani dengan korporasi pangan, juga menjaga dan mempromosikan keberag-aman pangan di Indonesia.

PENDAHULUAN

Indonesia punya seluruh potensi untuk menjadi negara agraris dan bagi negara agraris, kedaulatan pangan adalah idealisme yang harus dicapai. Kedaulatan pangan merupakan situasi di mana kita berdaulat terhadap produksi dan hasil pertanian, serta pengelolaan pasar tanpa ada intervensi dari negara lain. Untuk mencapai kedaulatan pangan, Indonesia harus merealisasikan swasembada pangan terlebih dulu, di mana kita mampu memenuhi kebutuhan pangan negeri sendiri tanpa harus impor, bahkan jika memungkinkan kita bisa mengekspor ke negara lain.

Sejarah mencatat bahwa Indonesia pernah diakui berhasil menjalankan program swasembada pangan, terutama beras, pada tahun 1984-1986 di bawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pada 14 November 1985, Food and Agriculture Organization (FAO) memberikan penghargaan atas keberhasilan program swasembada pangan tersebut. Bahkan, Indonesia mampu mengekspor beras 106 ribu ton pada 1985 dan 231 ribu ton pada 1986. Namun, prestasi itu tak bertahan lama. Pada awal 1990-an Indonesia kembali menjadi salah satu importir beras terbesar di dunia. Program swasembada pangan pada masa Orde Baru belum memperhatikan kesinambungan, sehingga impian kedaulatan pangan tidak bertahan lama.

1

PPI Brief

Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia

2

Sampai saat ini Indonesia masih menjadi importir beras. Selama beberapa tahun terakhir, Indonesia memasok beras dari negeri tetangga seperti Thailand dan Vietnam dalam jumlah yang cukup bervariasi. Pada 2016 kita mengimpor beras sebesar 1,28 juta ton, sedangkan tahun 2017 impor beras bisa ditekan menjadi 305 ribu ton, namun setahun kemudian 2018 impor beras kembali melonjak sebesar 2,5 juta ton. Meski begitu, rezim Joko Widodo (2014-2019) mempunyai ambisi besar terkait sektor pertanian dan pangan, yaitu menargetkan Indonesia menjadi lumbung pangan dunia pada 2045 nanti, terutama dalam hal swasembada beras.

Cita-cita menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan tersebut cukup menantang mengingat jumlah penduduk Indonesia diprediksi mencapai 314 juta jiwa dan penduduk dunia mencapai 9,5 miliar tahun 2045 nanti. Ditambah lagi, seiring berjalannya waktu, kapasitas dan kemampuan produksi pangan dunia semakin berkurang, mengingat berkurangnya ketersediaan lahan, menurunnya kesuburan tanah, dan fenomena perubahan iklim global.

Gambar 1: Jumlah Impor Beras Indonesia 1969 – 2018(Sumber: https://faisalbasri.com/2018/11/19/impor-beras-sejak-orde-baru-soeharto-hingga-kini/)

PPI Brief

Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia

3

Memang, ditilik dari sisi ekonomi, kinerja sektor pertanian mengalami penurunan setiap tahunnya. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), struktur dan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB tahun 2018 mengalami penurunan. Tahun 2017, sektor pertanian menduduki posisi kedua setelah industri dengan persentase 13,14% (katadata.co.id, 2018a). Pada tahun 2018, sektor pertanian hanya memberikan kontribusi 10,88% terhadap PDB dengan laju pertumbuhan hanya 3,87% (Badan Pusat Statistik (BPS), 2019). Posisinya turun menjadi nomor empat digeser oleh sektor perdagangan (13%) dan konstruksi (11,11%). Semakin menurunnya kontribusi PDB pertanian menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor ini relatif stagnan dibandingkan dengan sektor industri, perdagangan, dan konstruksi.

Permasalahan utama yang bisa kita pahami dari sini adalah cita-cita menjadi lumbung pangan dunia akan sangat sulit dicapai jika kinerja sektor pertanian tidak ada perbaikan. Dalam Brief ini, penulis memberikan analisa masalah dan rekomendasi dari sudut pandang akademis.

TANTANGAN SEKTOR PERTANIAN

Menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia 2045 memang mimpi ambisius, terutama setelah menyadari bahwa untuk mencapai swasembada pangan yang berkelanjutan pun Indonesia masih terseok-seok. Setidaknya ada dua hal besar yang perlu diperhatikan sebagai modal realisasi mimpi ambisius ini, yaitu validitas data produksi pertanian serta revitalisasi lahan dan peran petani.

Gambar 2: Struktur dan Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan IV 2018 (year-on-year) (Sumber: BPS, Berita Resmi Statistik, 6 Februari 2019, halaman 12,

https://www.bps.go.id/website/materi_ind/materiBrsInd-20190206101224.pdf)

PPI Brief

Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia

4

Inkonsistensi Klaim Data Produksi Pertanian

Satu polemik yang terjadi baru-baru ini adalah adanya inkonsistensi klaim data tentang produksi beras antara Kementerian Pertanian dengan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), dimana Kementerian Pertanian mengklaim bahwa total produksi beras 2018 sebanyak 46,5 juta ton, sedangkan konsumsi total sepanjang tahun tersebut adalah 33,47 juta ton (katadata.co.id, 2018b). Maka itu, perkiraan surplus mencapai 13,03 juta ton. Sedangkan Kemenko Perekonomian mempunyai estimasi tahun lalu yang berbeda, yaitu total produksi beras di Indonesia hanya mencapai 32,4 juta ton dalam bentuk gabah kering panen, menyisakan selisih 2,8 juta ton setelah mengalami penyusutan menjadi gabah kering giling dan dikonsumsi secara nasional (katadata.co.id, 2018b). Untuk itu, Menteri Darmin Nasution (Kemenko Perekonomian), bersikeras untuk impor.

Praktiknya, tahun 2018 Indonesia melakukan impor beras sebesar 2,5 juta ton, meningkat tajam daripada dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 305,3 ribu ton. Meskipun kementerian pertanian bersikeras bahwa ketersediaan beras lebih dari cukup, kenyataannya harga beras di pasar baik grosir maupun eceran terus naik. Ini berarti ketersediaan beras bagi masyarakat belum stabil.

Revitalisasi Lahan dan Peran Petani

Semakin mengecilnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDB dan ketidakstabilan stok menunjukkan bahwa produktivitas sektor tersebut tidak optimal. Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, luas lahan pertanian yang semakin menyusut karena konversi lahan pertanian yang dialihfungsikan menjadi sektor non-pertanian seperti properti, industri, tambang, dan sebagainya. BPS mencatat bahwa luas lahan sawah baku 2018 total ada 7,1 juta hektar, mengalami penyusutan dari tahun 2013 yang waktu itu luasnya masih 7,75 juta hektar (kontan.co.id, 2018).

Dwi Andreas Santosa, Guru Besar Institut Pertanian Bogor berpendapat bahwa lahan menjadi kunci pokok produksi pertanian, dimana hal ini kontradiktif dengan kondisi petani di Indonesia dengan kepemilikan lahan yang sangat terbatas (BeritaSatu, 2018). Kepemilikan lahan garapan (lahan sawah dan lahan kering) per kapita rata-rata petani Indonesia adalah 528 m2 pada 2018. Jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Vietnam, petani memiliki luas lahan rata-rata 960 m2, sedangkan Thailand bisa mencapai 5226 m2 per kapita. Para petani negara tetangga tentunya punya peluang lebih besar untuk memproduksi pangan lebih banyak.

PPI Brief

Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia

5

Kedua, rendahnya tingkat kesejahteraan petani. Dengan kepemilikan lahan yang terbatas itu, petani pun tidak bisa memproduksi pangan secara optimal. Banyak petani tidak memiliki lahan, dan mereka mau tidak mau harus mengandalkan keahliannya sebagai buruh tani kepada pemilik tanah atau petani lain yang memiliki lahan dan modal lebih besar. Selain itu sistem pasar tidak berpihak pada usaha tani, di mana para petani masih kesulitan mendapatkan input produksi (benih, pupuk, dan alat tani) dengan harga terjangkau ataupun menjual output produk taninya (padi, jagung, dan cabe) dengan harga tinggi. Maka, tak heran jika banyak petani mengalami kesulitan untuk mengembangkan usaha taninya.

Tingkat kesejahteraan petani Indonesia yang rendah bisa dilihat dari ketidakstabilan Nilai Tukar Petani (NTP). NTP adalah perbandingan harga yang diterima petani dengan indeks harga yang harus dibayarkan petani. Menurut data BPS, pada Desember 2018, NTP meningkat 0,04% dari level 103,12 pada November 2018 menjadi 103,16 sebulan kemudian. Penurunan NTP terus menurun sampai data terakhir bulan Maret 2019 yang menyentuh level 102,73.

Ketiga, keterbatasan lahan dan rendahnya kesejahteraan petani membuat bertani tidak bisa lagi dijadikan sebagai mata pencaharian utama. Banyak anak petani atau pemuda desa pada umumnya memilih beralih ke profesi lain yang mereka anggap bisa lebih memberikan jaminan terhadap kesejahteraan, misalnya sektor finansial, teknologi informasi, ekonomi kreatif, dan jasa. Dalam 30 tahun terakhir, kelompok usia petani di bawah umur 35 tahun mengalami penurunan dari 25% menjadi 13%, sedangkan kelompok petani berumur di atas 55 tahun, mengalami kenaikan dari 18% menjadi 33% (Pikiran Rakyat, 2018). Salah satu dampak yang paling terasa dari penurunan jumlah petani muda adalah besarnya gelombang urbanisasi, perpindahan dari desa ke kota. Begitu pula dengan sedikitnya generasi penerus yang tertarik untuk mengembangkan sektor pertanian ini.

Keempat, ketergantungan pada beras yang tinggi. Sebenarnya, Indonesia memiliki potensi kurang lebih 800 jenis tanaman pangan, yang terdiri dari 77 jenis tanaman sumber karbohidrat, 75 jenis tanaman sumber lemak/minyak, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, 40 jenis bahan minuman dan 110 jenis tumbuhan rempah dan bumbu-bumbuan (Mongabay, 2014). Makanan utama di beberapa daerah di Indonesia juga berbeda-beda. Misalnya, jagung menjadi pangan utama masyarakat Madura dan Nusa Tenggara. Masyarakat Maluku dan Papua mengkonsumsi sagu. Selanjutnya, beras sebagai makanan utama untuk masyarakat Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi walaupun ada juga yang menjadikan singkong, ubi, dan sorgum sebagai bahan makanan utama.

PPI Brief

Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia

6

REKOMENDASI STRATEGI

Pemerintah memang telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan sektor pertanian. Meskipun begitu, upaya tersebut terlihat masih belum optimal. Hal ini terlihat dari indikator struktur PDB sektoral di mana pertanian semakin melemah. Indikator tersebut menunjukkan bahwa target kedaulatan pangan masih sangat menantang untuk dicapai. Untuk itu, ada beberapa hal yang masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian:

- Meningkatkan kesejahteraan petani

Kesejahteraan petani merupakan fondasi pembangunan pertanian di Indonesia. Sektor pertanian bisa dikatakan kembali vital apabila mampu menjadi landasan pembangunan ekonomi Indonesia dan membawa hasil akhir peningkatan kesejahteraan petani (Arifin, 2013). Pembangunan pertanian harus berorientasi pada petani, sebab petani bukan sekadar alat melainkan pelaku utama dalam sektor ini. Kedaulatan pangan tak bisa lepas dari kedaulatan petani. Kesejahteraan petani merupakan tujuan sekaligus prasyarat keberhasilan pembangunan pertanian.

Meningkatkan kesejahteraan petani berarti mengupayakan petani bisa menjalani hidup layak dari mata pencaharian pertaniannya, tanpa harus melakukan pekerjaan sambilan. Tentu saja hal ini mencakup peningkatan pendapatan, kepemilikan lahan dan faktor produksi yang terus berkembang. Beberapa hal yang bisa diupayakan melalui langkah-langkah yang lebih signifikan, seperti distribusi dan penambahan lahan yang lebih luas kepada petani (yang sudah dimulai dengan sertifikasi) sebagai bentuk peningkatan ekstensifikasi pertanian.

Untuk ekstensifikasi, pemerintah bisa lebih fokus dalam mengembangkan wilayah khusus pertanian, terutama bagi petani kecil di daerah rural. Selain itu pemerintah perlu mendorong peningkatan produktivitas pertanian dengan intensifikasi yang sudah dimulai dengan modernisasi pertanian dan program upaya khusus padi, jagung, dan kedelai (upsus pajale). Selanjutnya, yang tak kalah penting adalah pemerintah perlu mendorong terciptanya mekanisme pasar yang menguntungkan petani, mulai dari stabilitas harga input dan output pertanian.

- Memperkuat peran petani dalam program menuju swasembada pangan

Petani perorangan cenderung mengelola usaha taninya lebih berkelanjutan daripada pertanian besar berbasis korporasi (Ploeg, 2013). Petani lebih mengutamakan keseimbangan

PPI Brief

Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia

7

antara usaha atau biaya yang dikeluarkan dengan pendapatan yang diperoleh. Sebisa mungkin usaha taninya mampu memenuhi kebutuhan keluarga dan mencukupi biaya perawatan aset. Berbeda dengan pertanian berbasis korporasi yang lebih mengutamakan keuntungan usaha, akan cenderung lebih eksploitatif, dan kurang memprioritaskan keberlangsungan jangka panjang. Kedaulatan pangan tentu lebih memerlukan keberlangsungan jangka panjang.

Pemerintah bisa mengeluarkan berbagai macam kebijakan yang bisa memperkuat produktivitas dan otonomi petani. Beberapa di antaranya adalah kebijakan tentang kemudahan akses petani terhadap modal dan pasar, kebijakan yang mampu menjembatani kerjasama antara petani dengan perusahaan pangan, di mana bisa saling menguntungkan kedua belah pihak.

- Menjaga keberagaman pangan di Indonesia

Basis pangan di Indonesia sangat beraneka ragam. Meskipun beras saat ini masih menjadi komoditas pangan utama, tidak semua masyarakat daerah mengonsumsi beras. Setiap daerah juga mempunyai keunggulan pangan masing-masing. Misalnya, Pulau Jawa memiliki lahan sawah yang sangat luas sehingga cocok untuk budidaya padi. Sistem pertanian di Indonesia memang sejarahnya demikian. Sedangkan pulau lain seperti Sumatera dan Kalimantan cenderung lebih optimal pada budidaya hutan.

Sektor pertanian mencakup subsektor yang cukup luas, mulai dari tanaman pangan, hortikultura, kehutanan, perkebunan, perikanan, dan peternakan. Semua subsektor itu mempunyai peran yang sangat penting untuk mendukung program kedaulatan pangan kita. Oleh karena itu, alangkah baiknya apabila semua subsektor tersebut bisa dikembangkan secara optimal, sesuai dengan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh masing-masing daerah.

Leonardus Meta Noven Hendranto merupakan Mahasiswa Pascasarjana Science for Cooperation and Development di University of Calabria, Italia, sedang mengembangkan proyek tesisnya mengenai Peran Ekonomi Digital terhadap Pembangunan Daerah Rural, dan aktif sebagai Ketua Divisi Kajian Komisi Ekonomi PPI Dunia 2018/2019.

TENTANG PENULIS

PPI Brief

Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia

8

Arifin, Bustanul. (2013). Ekonomi Pembangunan Pertanian. Bogor: IPB Press.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2019). Berita Resmi Statistik. Dikutip dari BPS Web Site: https://www.bps.go.id/website/materi_ind/materiBrsInd-20190206101224.pdf

katadata.co.id. (2018a, April 6). Industri Masih Mendominasi Kontribusi Perekonomian Indo-nesia. Dikutip dari katadata Web Site: https://databoks.katadata.co.id/datapub-lish/2018/04/06/industri-masih-mendominasi-kontribusi-perekonomian-indonesia

katadata.co.id. (2018b, Oktober 23). Hitungan BPS, Produksi Beras 2018 Lebih Rendah 30% dari Data Kementan. Dikutip dari katadata Web Site: https://katadata.co.id/ber-ita/2018/10/23/darmin-produksi-beras-2018-diramal-lebih-kecil-dari-data-kementan

Kontan.co.id. (2018, Oktober 22). Luas lahan baku sawah Indonesia turun menjadi 7,1 juta hek-tare. Dikutip dari Kontan Web Site: https://nasional.kontan.co.id/news/luas-lahan-ba-ku-sawah-indonesia-turun-menjadi-71-juta-hektare

Kontan.co.id. (2019, Februari 11). Intervensi pemerintah masih dianggap minim jaga stabilitas harga pangan. Dikutip dari Kontan Web Site: (https://nasional.kontan.co.id/news/interven-si-pemerintah-masih-dianggap-minim-jaga-stabilitas-harga-pangan)

REFERENSI

PPI Brief adalah analisis bulanan PPI Dunia atas Kondisi nasional dan internasional terkini. Kritik dan saran bisa ditujukan langsung ke [email protected]

Dewan Redaktur: Ahmad Rizky M. Umar, Bening Tirta Muhammad, dan Tim Pusat Kajian & Gerakan PPI Dunia 2018/2019

PPI Brief

Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia

9

Mongabay.co.id. (2019, Oktober 2014). Sia-Siakan Keanekaragaman Sumber Pangan, Indonesia Terjebak Kebijakan Pangan Monokultur Beras. Dikutip dari Mongabay Web Site: https://ww-w.mongabay.co.id/2014/10/24/sia-siakan-keanekarag-aman-sumber-pangan-indonesia-terjebak-kebijakan-pangan-monokultur-beras/

Pikiran-rakyat.com (2018, Oktober, 16). Regenerasi menurun ini penyebab anak muda enggan menjadi petani. Dikutip dari Web site: https://www.pikiran-rakyat.com/nasion-al/2018/10/16/regenerasi-menurun-ini-penyebab-anak-muda-enggan-menjadi-petani-431691 Ploeg, Jan Douwe van der. (2013). Peasants and the Art of Farming: A Chayanovian Manifesto. Winnipeg: Fernwood Publishing.

Sulaiman, Andi Amran, et al. (2017). Sukses Swasembada: Indonesia Menjadi Lumbung Pangan Dunia 2045. Jakarta: Kementerian Pertanian.

Tempo.co. (2017, Maret 31). BI: Kontribusi Sektor Pertanian ke PDB Hanya 13 Persen . Dikutip dari Tempo Web Site: https://bisnis.tempo.co/read/861152/bi-kontribusi-sektor-per-tanian-ke-pdb-hanya-13-persen.