iv. hasil dan pembahasan · 4.1.2. pt. united tractors pandu engineering . pt. ... sejak tahun 1996...
TRANSCRIPT
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum
Objek studi merupakan perusahaan-perusahan industri komponen alat berat
yang berlokasi di Kawasan Industri Cikarang, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa
Barat. Perusahan-perusahaan tersebut antara lain; PT. Katsushiro Indonesia, PT.
United Tractors Pandu Engineering (UTPE), dan PT. Hanken Indonesia. Ketiga
perusahaan ini memiliki lokasi yang berdekatan satu sama lain. Lokasi ketiga
perusahaan ini disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Lokasi studi.
4.1.1. PT. Katsushiro Indonesia
PT. Katsushiro Indonesia adalah perusahaan patungan yang didirikan pada
tahun 1995 dengan modal awal US $ 7.400.000 dan merupakan perusahaan PMA
yang berkedudukan di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat yang menempati lahan seluas
30.384 m 2 dengan melakukan operasional kerjanya di dalam bangunan pabrik
lokasi studi
Kawasan Industri Cikarang
U
46
seluas 15.631 m 2 . Semua kegiatan dan proses produksi di pabrik ini
menggunakan mesin-mesin modern berteknologi canggih serta didukung oleh
tenaga terampil dan profesional.
Untuk menjaga mutu dan kualitas yang dihasilkan, maka perusahaan ini
telah menerapkan sistem manajemen mutu terpadu dari mulai proses produksi
hingga pengawasan akhirnya. Adapun visi dari perusahaan ini adalah “Menjadi
perusahaan penghasil produk dari plat baja yang terbesar di Asia dengan
mengoperasikan mesin dan peralatan berteknologi tinggi dan pelayanan bertaraf
internaisonal”. Sedangkan misi dari perusahaan ini adalah:
• Menghasilkan produk dari baja lembaran untuk alat-alat berat, pekerjaan sipil
dan industri permesinan umum.
• Mampu bersaing secara global berdasarkan kompetensi seperti pengadaan
bahan baku, menghasilkan produk dengan mempergunkana peralatan yang
canggih, pasar global, dan pelayanan dengan standar internasional.
• Berdasarkan pada QCDSM, ramah lingkungan, pengembangan berkelanjutan
dan tidak berkompromi dengan MUDA, MURA dan MURI.
• Berorientasi kepada laba yang wajar dengan maksimalisasi stakeholder
• Meningkatkan tanggung jawab dan turut serata dalam meningkatakan
kesejahteraan bangsa.
4.1.2. PT. United Tractors Pandu Engineering
PT. United Tractors Pandu Engineering (UTPE) merupakan anak
perusahaan PT. United Tractors Tbk. PT. United Tractors Tbk. sendiri merupakan
distributor tunggal alat berat Komatsu di Indonesia. Perusahaan ini berdiri pada
tanggal 13 Oktober 1972 dan mencatatkan saham perdana pada tanggal 19
September 1989 di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya dengan kode
perdagangan UNTR, dimana PT Astra International menjadi pemegang saham
mayoritas. Selain dikenal sebagai distributor alat berat terkemuka di Indonesia,
Perseroan juga aktif bergerak di bidang kontraktor penambangan dan bidang
pertambangan batu bara.
PT. UTPE merupakan anak perusahaan PT. United Tractors Tbk. yang
khusus bergerak dalam bidang industri komponen alat berat. Perusahaan ini
47
berlokasi di Jl. Jababeka XI Blok H 30 – 40, Kawasan Industri Jababeka,
Cikarang – Kabupaten Bekasi.
4.1.3. PT. Hanken Indonesia
PT. Hanken Indonesia juga merupakan PMA yang bergerak dalam industri
komponen alat berat yang menjadi rekanan PT. Komatsu Indonesia. Perusahaan
yang memiliki kantor seluas 600 ㎡ dan pabrik seluas 10,560㎡ ini menempati
lahan seluas 30.010 m2
4.2. Kinerja Lingkungan Manajemen Perusahaan Komponen Alat Berat
di Kawasan Industri MM2100 Blok DD-8, Cikarang
Barat, Bekasi, Jawa Barat, Indonesia.
Perusahaan ini selama 10 tahun terakhir lebih banyak memproduksi
komponen alat berat untuk pasaran luar negeri (ekspor). Sejak tahun 1996 PT.
Hanken memiliki kecenderungan mengekspor komponen alat berat secara
meningkat dari jumlah di bawah 1.000.000 unit hingga mencapai angka di atas
8.000.000 unit pada tahun 2006. Sementara produksi untuk pasaran dalam negeri
baru menembus angka di atas 2.000.000 unit pada tahun 2004, serta bertahan pada
angka tersebut hingga tahun 2006.
4.2.1. Parameter Fisik dan Kimia Lingkungan Industri
Limbah yang dihasilkan dari berbagai kegiatan di industri komponen alat
berat terdiri dari limbah padat, cair, gas dan debu. Limbah padat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu limbah padat pabrik dan limbah padat domestik. Limbah padat
pabrik terdiri dari bermacam-macam jenis yaitu sisa potongan baja yang
berbentuk scrap yang dihasilkan dari proses cutting dan bersifat baja inert. Bentuk
limbah padat pabrik yang lainnya adalah cone tembaga, gram, kerak cat, bekas
kaleng cat, bekas kaleng thiner, kain majun dan sarung tangan, debu blasting yang
semua limbahnya berbentuk padat. Limbah padat pabrik yang dihasilkan ada
yang berbahaya dan ada yang tidak berbahaya.
A. PT. Katsushiro Indonesia
Limbah padat pabrik yang pertama adalah jenis limbah bekas kemasan non
B-3 berbentuk pellet kayu dengan kapasitas 3,9 m/bulan, karton, kardus dan
48
stripping plastik rusak dengan kapasitas 2,2 ton/bulan yang semuanya berasal dari
bekas kemasan bahan baku dan penolong. Disamping itu juga dihasilkan bekas
kemasan non B-3 berbentuk drum wire dan bobbin wire yang berasal dari
kemasan wire. Limbah pabrik bekas kemasan non B-3 ini termasuk jenis limbah
yang tidak membahayakan dan di PT Katsushiro telah dikelola sejak bulan Maret
1997 dengan cara dikumpulkan lalu diambil pihak ketiga. Tidak banyak dampak
yang ditimbulkan dari limbah padat pabrik jenis ini, dampak yang ditimbulkan
hanya sebatas menurunkan estetika.
Selanjutnya limbah padat pabrik yang kedua adalah jenis limbah bekas
kemasan B-3 berupa drum, kaleng/jerigen yang berasal dari bekas kemasan bahan
penolong dengan kapasitas produksi limbah 46 drum 26 kaleng setiap bulan.
Pengelolaan limbah telah dilakukan sejak bulan maret tahun 1997 dengan cara
dikumpulkan selanjutnya digunakan sebagai kemasan oli bekas atau dikembalikan
ke supplier. Dampak yang ditimbulkan dari limbah ini adalah bisa menurunkan
kualitas air tanah.
Jenis limbah padat pabrik lainnya adalah scrap besi berbentuk potongan
baja yang dihasilkan dari proses produksi tahap stamping dengan kapasitas limbah
41,9 ton/bulan. Limbah yang pengelolaannya telah dilakukan sejak bulan maret
1997 ini tidak memberikan dampak yang membahayakan hanya saja menurunkan
estetika. Setelah dikumpulkan limbah ini diambil oleh pengumpul besi bekas.
Limbah padat pabrik yang keempat adalah debu dari dust collector sand blasting
berbentuk gumpalan/ hablur yang berasal dari proses produksi melting (peleburan
logam), RCS dengan kapasitas produksi limbah 18,5 ton/bulan. Walaupun tidak
berbahaya, limbah ini bisa menurunkan kualitas air tanah. Pengelolaannya telah
dilakukan sejak bulan maret 1997 dengan cara dikumpulkan lalu dikirim ke pihak
ketiga.
Selanjutnya jenis limbah padat pabrik lainnya yang berbahaya dan juga
dapat menurunkan kualitas air tanah adalah sludge painting berbentuk gumpalan
cat yang dihasilkan dari proses produksi spray booth painting dan limbah padat
pabrik APD bekas majun dan sarung tangan bekas yang juga dihasilkan dari
proses produksi. Berbeda dengan limbah APD yang pengelolaannya telah lama
dilakukan sejak maret 1997, limbah padat sludge painting pengelolaannya baru
49
dilakukan sejak 2007 yang lalu. Kedua jenis limbah tersebut penanganannya
dilakukan dengan cara dikumpulkan dan selanjutnya dikirim ke PPLI.
Jenis limbah padat lainnya adalah limbah domestik yang berbentuk limbah
organik; kertas plastik yang semuanya berasal dari kegiatan di kantor, kantin dan
pemeliharaan taman. Limbah yang dihasilkan sebesar 42 ton/bulan. Penanganan
limbah padat domestik ini telah dilakukan sejak bulan Maret 1997 dengan cara
dikumpulkan dan dibuang ke TPA oleh pengelola kawasan. Meskipun tidak
berbahaya, tetapi keberadaan limbah ini bisa menurunkan estetika, menimbulkan
bau yang tidak sedap sehingga menyebabkan banyak lalat.
Limbah berikutnya yang dihasilkan dari kegiatan pabrik adalah jenis limbah
cair. Sama halnya dengan limbah padat, limbah cair juga dikelompokkan menjadi
dua jenis, yaitu limbah cair pabrik dan limbah cair domestik. Ada tiga jenis
limbah cair pabrik, yaitu: (1) oli bekas (23 drum/bulan) yang berasal dari kegiatan
maintenance compressor dan genset, pengelolaannya telah dilakukan sejak bulan
maret 1997. Meskipun limbah ini menimbulkan dampak dapat menurunkan
kualitas air tanah, namun dengan penanganan yang baik limbah jenis ini masih
bisa dimanfaatkan lagi sebagai pelumas mesin yang lain atau dikumpulkan dan
dikirim ke pengumpul oli bekas. (2) coolant (2,33 m³/bulan) yang berasal dari
proses produksi stamping. Limbah ini pengelolaannya baru saja dilakukan mulai
tahun 2007 dengan cara dikirimkan ke PPLI. Dampak yang ditimbulkan adalah
bisa menurunkan kualitas air tanah. (3) jenis limbah cair yang berasal dari seluruh
kegiatan produksi seperti pada proses pencucian, blown down cooling tower.
Pengelolaannya telah dilakukan sejak Maret 2007 dengan cara pemisahan
kandungan minyak dengan oil trap, sedimentasi dan dialirkan ke WWTP
kawasan. Keberadaan limbah ini dapat menimbulkan dampak yaitu menambah
beban WWTP kawasan.
Limbah cair domestik berasal dari kegiatan pabrik dan kantor, yaitu : berasal
dari pencucian alat kantin dan sanitasi dengan kapasitas limbah yang dihasilkan
sebesar 100 m³/hari. Penanganannya telah dilakukan sejak Maret 1997 dengan
cara menambah beban WWTP kawasan. Hal yang penting dari semua jenis
limbah cair yang dihasilkan pabrik adalah sifatnya yang berbahaya sehingga
penangananya perlu dilakukan dengan baik.
50
Jenis limbah terakhir yang dihasilkan pabrik adalah gas dan debu, yang
dihasilkan dengan kapasitas/satuan waktu adalah selama 24 jam/hari, 6
hari/minggu. Gas dihasilkan dari kegiatan proses produksi di pabrib, demikian
juga dengan debu dihasilkan dari berbagai kegiatan proses produksi baik pada
wilayah ruang kerja plant I, ruang kerja plant II serta pada emisi painting. Gas dan
debu yang dihasilkan sifatnya berbahaya sehingga diperlukan penanganan khusus
seperti dengan cara pemakaian masker, pemasangan exhaust fan, ventilasi yang
cukup, scrubber, dust collector serta dengan mengalirkan buangan emisi lewat
cerobong yang dilengkapi bagian filter. Penanganan ini telah dilakukan oleh
pabrik ini sejak bulan maret 1997. Dampak yang ditimbulkan dari gas dan debu
yang dihasilkan dapat menurunkan kualitas udara ruang kerja juga lingkungan
pabrik, menyebabkan iritasi mata dan saluran pernafasan.
Selain menghasilkan limbah, kegiatan di pabrik juga menimbulkan
kebisingan dan kebauan. Kebisingan ditimbulkan dari operasional mesin produksi.
Tentu saja kebisingan ini membahayakan karena mengganggu pendengaran
apalagi kebisingan yang ditimbulkan berlangsung selama 24 jam/hari, 6
hari/minggu. Namun demikian pihak pengelola pabrik telah melakukan
penanganan sejak bulan Maret 1997, dengan cara mengisolasi sumber bising dan
dengan pemakaian ear plug. Dampak yang ditimbulkan dari kebisingan adalah
menimbulkan bising di ruang kerja dan mengganggu pendengaran karyawan.
Sementara itu kebauan yang dihasilkan berasal dari proses produksi painting
dengan kapasitas kebauan selama 24 jam/hari, 6 hari/minggu. Kebauan ini
sifatnya berbahaya karena menimbulkan dampak dapat menurunkan kualitas
udara ruang kerja, menyebabkan iritasi mata dan saluran pernafasan. Pengelolaan
terhadap kebauan telah dilakukan sejak bulan Maret 1997 dengan cara pemakaian
masker, exhaust fan, ventilasi yang cukup, dan scrubber. Adapun komposisi
limbah yang dihasilkan dari operasional industri komponen alat berat pada PT.
Katsushiro seperti terlihat pada Tabel 2.
51
Tabel 2. .......... Komposisi Fisik-Kimia Limbah yang dihasilkan PT. Katsushiro No Jenis Limbah Bentuk Fisik Kapasitas per
satuan waktu Baku mutu yang
digunakan Sistem pengelolaan yang
dilakukan Kualitas Parameter
yang > BML 1. Padat
a. Limbah Pabrik • Bekas kemasan non
B-3 • Bekas kemasan B-3 • Scrap besi • Debu dari dust
collector sand blasting • Sludge/ painting • ADP bekas majun dan
sarung tangan bekas b. Limbah domestik
• Pellet kayu • Kartoon, kardus &
stripping plastik rusak
• Drum wire & Bobbin wire
• Drum • Kaleng/ Jerigen Potongan baja Gumpalan/ hablur Gumpalan cat Majun sarung tangan bekas Limbah organik, kertas, plastik
3,9 m/ bulan 2,2 ton/ bulan 46 drum/ bulan 20 kaleng/ bulan 41,9 ton/ bulan 18,5 ton/ bulan 42 ton/ bulan
Tidak ada Tidak ada Tidak ada PP No. 18/ 1999 PP No. 85/ 1999 Tidak ada Tidak ada PP No. 18/ 1999 PP No. 85/ 1999 PP No. 18/ 1999 PP No. 85/ 1999 Tidak ada
Dikumpulkan dan diambil pihak ketiga Dikumpulkan dan diambil pihak ketiga Dikumpulkan dan diambil pihak ketiga Dikumpulkan dan dipakai untuk kemasan oli bekas/ dikembalikan ke supplier Dikumpulkan dan diambil pengumpul besi bekas Dikumpulkan dan dikirim ke pihak ketiga Dikumpulkan dan dikirim ke PPLI Dikumpulkan dan dikirim ke PPLI Dikumpulkan dan dibuang ke TPA oleh pengelola kawasan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
52
No Jenis Limbah Bentuk Fisik Kapasitas per satuan waktu
Baku mutu yang digunakan
Sistem pengelolaan yang dilakukan
Kualitas Parameter yang > BML
2. Cair a. Limbah Pabrik
b. Limbah domestik
• Oli bekas • Coolant • Limbah cair dari
seluruh kegiatan produksi
Limbah cair domestik dari pabrik dan kantor
23 drum/ bulan 2,33 m³/ bulan 80 m³/ hari 100 m³/ hari
PP No. 18/ 1999 PP No. 85/ 1999 PP No. 18/ 1999 PP No. 85/ 1999 Estate Regulation pH : 6 – 9 TSS : 400 mg/ lt NO 2 : 2 mg/ lt
NO 3 : 30 mg/ lt
NH 3 : 10 mg/ lt F : 2 mg/ lt CL 2 : 20 mg/ lt
H 2 S : 0,1 mg/ lt BOD : 500 mg/ lt COD : 800 mg/ lt Fe : 5 mg/ lt Mn : 2 mg/ lt Pb : 0,1 mg/ lt Cd : 0,05 mg/ lt Estate regulation kawasan Jababeka
Digunakan untuk pelumas mesin lain/ dikumpulkan dan dikirim ke pengumpul oli bekas Dikirim ke PPLI Pemisahan kandungan minyak dengan oil trap, sedimentasi dan dialirkan ke WWTP kawasan Dialirkan ke WWTP kawasan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
53
No Jenis Limbah Bentuk Fisik Kapasitas per satuan waktu
Baku mutu yang digunakan
Sistem pengelolaan yang dilakukan
Kualitas Parameter yang > BML
3.
Udara a. Kebisingan b. Gas c. Kebauan d. Debu
• Ruang kerja plant I • Ruang kerja plant II • Emisi painting
Bising Gas Gas Partikel debu Partikel debu Partikel debu
Selama 24 jam/ hari, 6 hari/ minggu Selama 24 jam/ hari, 6 hari/ minggu Selama 24 jam/ hari, 6 hari/ minggu Selama 24 jam/ hari, 6 hari/ minggu Selama 24 jam/ hari, 6 hari/ minggu Selama 24 jam/ hari, 6 hari/ minggu
SK Menaker No. KEP-51/MEN/99 Bising : 85 dBA SE Menaker No. SE-01/Men/97 NO 2 : 5600µg/m³ SO 2 : 5200µg/m³ CO: 10000 µg/m³ SE Menaker No. SE-01/MEN/97 Benzen: 32mg/m³ Toluen:188mg/m³ Xylen:434m g/m³ SE Menaker No. SE-01/MEN/97 Debu : 10 mg/ m³ Pb : 0,05 mg/ m³ SE Menaker No. SE-01/MEN/97 Debu : 10 mg/ m³ Pb : 0,05 mg/ m³ SE Menaker No. SE-01/MEN/97 Debu: 350 mg/ m³ Pb : 0,05 mg/ m³
• Isolasi sumber bising • Pemakaian ear plug • Pemakaian masker • Exhaust Van • Ventilasi yang cukup • Scrubber • Pemakaian masker • Exhaust fan • Ventilasi yang cukup • Scrubber • Pemasangan exhaust fan, dust
collector • Pemakaian masker • Pemasangan exhaust fan, dust
collector • Pemakaian masker Mengalirkan buangan emisi lewat cerobong yang dilengkapi bagian filter
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
54
B. PT. United Tractors Pandu Engineering
Limbah padat cone tembaga dihasilkan dari kegiatan fabrikasi, limbah padat
jenis gram, kain majun dan sarung tangan dihasilkan dari proses machining,
sedangkan limbah padat jenis kerak cat, bekas kaleng cat, bekas kaleng thiner dan
debu blasting dihasilkan dari proses pengecatan. Sifat dari limbah cone tembaga
dan gram tidaklah berbahaya dan limbah padat pabrik lainnya (limbah kerak cat,
bekas kaleng cat, bekas kaleng thiner, kain majun dan sarung tangan, debu
blasting) merupakan limbah yang bersifat limbah B3. Kapasitas limbah yang
dihasilkan persatuan waktu adalah sisa-sisa potongan baja: 20 ton/bulan, cone
tembaga: 200 pcs/bulan, gram: 2 m²/bulan, kerak cat: 1 kg/bulan, bekas kaleng
cat: 30 kaleng/bulan, bekas kaleng thiner 15 jerigen/bulan, kain majun dan sarung
tangan: 2 kg/hari, debu blasting: 3 drum/bulan.
Pengelolaan limbah jenis sisa-sisa potongan baja, cone tembaga, gram telah
dilakukan sejak Januari 1996 dengan cara dikumpulkan untuk kemudian dijual ke
Bapak Haji Abdul Gofur. Sementara itu untuk kerak cat dikumpulkan lalu
kemudian dikirim ke PPLI. Limbah yang lainnya seperti bekas kaleng cat, bekas
kaleng thiner, kain majun dan sarung tangan, debu blasting pengelolaannya baru
dimulai sejak oktober 2005 dengan cara dikembalikan ke suplier dan kerja sama
dengan PPLI. Apabila tidak dilakukan pengelolaan yang baik maka bisa
menimbulkan beberapa dampak yang merugikan seperti mengurangi estetika,
menurunkan kualitas air tanah, mengganggu saluran pernafasan
Jenis limbah padat yang lainnya adalah limbah padat domestik. Limbah
padat domestik pabrik ini berupa sisa kertas HVS dengan kapasitas 20 kg/ hari
yang berasal dari kegiatan kantor. Limbah ini termasuk jenis limbah yang tidak
berbahaya namun tetap memerlukan pengelolaan karena akan mengganggu
estetika. Pengelolalaanya telah dilakukan sejak januari 1996 dengan cara
dikumpulkan lalu dibuang ke TPA.
Selanjutnya jenis limbah yang kedua adalah limbah cair. Limbah cair yang
pertama berupa limbah cair pabrik yang berasal dari proses pendinginan dan
proses painting dengan kapasitas 5 m³/ bulan – 10 m³/ bulan. Limbah cair yang
kedua adalah limbah cair domestik yang berasal dari proses kegiatan kantor dan
kantin dengan kapasitas 13,5 m³/ hari. Kedua jenis limbah ini tidak berbahaya
55
namun telah dilakukan pengelolaan sejak januari 1996 dengan cara dibuang ke
jalur WWT kawasan Jababeka sehingga sebagai dampaknya otomatis akan
menambah beban WWT kawasan Jababeka. Limbah cair yang ketiga adalah olie
yang dihasilkan dari kegiatan maint dan assembling dengan kapasitas 3 liter setiap
bulannnya. Pengelolaan limbah telah dilakukan sejak Januarai 1996 dengan cara
dikumpulkan dan selanjutnya dijual ke PT Tipar Nirmala. Sesama, karena jika
tidak dilakukan pengelolaan dengan baik maka dampak yang ditimbulkan adalah
bisa menurunkan kualitas air tanah. Limbah cair yang terakhir adalah collant yang
berasal dari kegiatan machining dengan kapasitas 2 liter setiap bulannya.
Pengelolaannya telah dilakukan sejak bulan Desember 2005 melalui kerja sama
dengan PPLI. Limbah olie dan collant termasuk golongan B3.
Limbah sampingan lainnya yang dihasilkan adalah debu dan gas. Debu yang
dihasilkan berada di dalam maupun di luar ruangan produksi berupa partikel debu.
Di dalam ruang produksi debu dihasilkan dari proses cutting dan fabrikasi dengan
kapasitas terus menerus selama 16 jam/ hari, 6 hari/ minggu. Penanggulangan
partikel debu dalam ruang produksi ini telah dilakukan sejak bulan januari tahun
1996 dengan cara mewajibkan setiap karyawan pabrik untuk memakai masker dan
memperbaiki proses produksi, karena jika tidak dilakukan penanganan yang baik
maka tentunya debu yang berbahaya ini bisa mengganggu kesehatan karyawan.
Sementara itu partikel debu yang dihasilkan di luar ruang proses produksi berasal
dari kegiatan kawasan industri, proses cutting dan fabrikasi. Sifatnya yang
berbahaya membuat partikel debu ini bisa memberikan dampak selain
mengganggu kesehatan tenggorokan dan saluran pernafasan juga akan
menurunkan kualitas udara. Untuk mengatasi hal ini, maka sejak januari 1995
telah dilakukan penambahan pohon penghijauan di lingkungan pabrik.
Limbah yang terakhir adalah gas baik yang di dalam ruang produksi
maupun di luar ruang produksi. Partikel gas dari dalam ruang produksi berasal
dari proses fabrikasi dengan kapasitas terus menerus selama 16 jam/ hari, 6 hari/
minggu. Sifatnya yang berbau mengharuskan karyawan untuk memakai masker
dan melakukan perbaikan proses produksi karena jika tidak tentu akan
mengganggu kesehatan karyawan. Sementara itu partikel gas di luar ruang
produksi dihasilkan dari kawasan industri dan atau lalu lintas serta dari proses
56
fabrikasi. Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan maka sejak januari tahun
1996 telah dilakukan penambahan pohon hijau.
Berbagai kegiatan di pabrik selain menghasilkan limbah juga menimbulkan
efek kebisingan baik di dalam maupun di luar ruang proses produksi. Kebisingan
ditimbulkan dari mesin produksi, proses produksi dan kegiatan lainnya di kawasan
industri. Kebisingan yang ditimbulkan melalui gelombang atau getaran ini
berlangsung terus menerus selama 16 jam/ hari, 6 hari/ minggu. Untuk itu
diperlukan penanganan agar tidak berdampak pada kesehatan pendengaran
karyawan. Penanganan terhadap kebisisngan telah dilakukan sejak januari 1996
melalui perbaikan terhadap proses produksi dan pemakaian ear plug pada
karyawan. Adapun komposisi limbah yang dihasilkan dari operasional industri
komponen alat berat pada PT. United Tractors Pandu Engineering seperti
disajikan pada Tabel 3.
57
Tabel 3. Komposisi Fisik-Kimia Limbah yang dihasilkan PT. United Tractors Pandu Engineering No Jenis Limbah Kapasitas per satuan
waktu Baku mutu yang
digunakan Sistem pengelolaan yang
dilakukan Kualitas Parameter
yang > BML 1. PADAT
a. Limbah pabrik • Sisa-sisa potongan baja • Cone tembaga • Gram • Kerak cat • Bekas Kaleng cat • Bekas kaleng thinner • Kain majun dan sarung tangan • Debu blasting b. Limbah domestik • Sisa kertas HVS
20 ton/ bulan 200 pcs/ bulan 2 m²/ bulan 1 kg/ bulan 30 kaleng/ bulan 15 jerigen/ bulan 2 kg/ hari 3 drum/ bulan 20 kg/ hari
Estetika Estetika Estetika PP No. 18/ 1999 Jo PP 85/ 1999 PP No. 18/ 1999 Jo PP 85/ 1999 PP No 85 Tahun 1999 Estetika
Dikumpulkan dan dijual Dikumpulkan dan dijual Dikumpulkan dan dijual Dikumpulkan dan dikirim ke PPLI Dikembalikan ke suplier Dikembalikan ke suplier Kerja sama dengan PPLI Kerja sama dengan PPLI Dikumpulkan dan dibuang ke TPA
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
2. CAIR a. Limbah pabrik
b. Limbah domestik c. Olie
d. Collant
5-10 m³/ bulan 13,5 m³/ hari 3 lt/ bulan 2 lt/ bulan
Estate regulation Suhu : 40 ºC pH : 6-9 BOD : 500 mg/ ltr Estate regulation PP No. 85 Th. 1999 PP No. 85 Th. 1999
Dibuang ke jalur WWT Kawasan Jababeka Dibuang ke jalur WWT Kawasan Jababeka Dikumpulkan & dijual ke PT.Tipar Nirmala Sesama Kerjasama dengan PPLI
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
58
No Jenis Limbah Kapasitas per satuan waktu
Baku mutu yang digunakan
Sistem pengelolaan yang dilakukan
Kualitas Parameter yang > BML
3. a. Kebisingan • Di dalam ruang produksi • Di luar ruang produksi b. Debu • Di dalam ruang produksi • Di luar ruang produksi c. Gas • Di dalam ruang produksi • Di luar produksi
Terus menerus selama 16 jam/ hari, 6 hari/ minggu Terus menerus selama 16 jam/ hari, 6 hari/ minggu Terus menerus selama 16 jam/ hari, 6 hari/ minggu Terus menerus selama 16 jam/ hari, 6 hari/ minggu Terus menerus selama 16 jam/ hari, 6 hari/ minggu Terus menerus selama 16 jam/ hari, 6 hari/ minggu
SK Menaker No Kep-Th 1999 SK Gub Dati I Jabar No 660.31/SK/694-BKPMD/82 SE Menaker No. SE-01/Men/1997 PP No 41 Th 1999 • SE Menaker No SE-
01/Men 1997 • PP No 41 Tahun
1999 • PP No 41 Tahun
1999 • SK Gub Dati I Jabar
No 660.31/ SK/694-BKPMD/82
• Memperbaiki proses
produksi • Karyawan dianjurkan
menggunakan ear plug
Sda
• Karyawan dianjurkan memakai masker
• Memperbaiki proses produksi
Penambahan pohon penghijauan • Karyawan dianjurkan
memakai masker • Memperbaiki proses
produksi Penambahan pohon penghijauan
Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
59
C. PT. Hanken Indonesia
Jenis limbah padat pabrik yang tidak berbahaya adalah scrap logam, bekas
kemasan bahan baku dan penolong. Scrap logam berbentuk kerak besi dan scrap
yang berasal dari proses produksi. Meskipun sifatnya tidak berbahaya tetapi
keberadaan limbah ini mengurangi estetika, sehingga sejak tetap diperlukan
penanganan khusus. Penanganan limbah scarp logam ini telah dilakukan sejak
november 1995 dengan cara dikumpulkan di TPS lalu selanjutnya dijual ke pihak
ketiga. Sementara itu bekas kemasan bahan baku dan penolong pengelolaanya
telah dilakukan sejak april 1996 dengan cara dikumpulkan di TPS lalu dijual pada
pihak ketiga sedangkan untuk pelet kayunya dipakai lagi untuk packing dan sisa
potongan plat dipakai lagi untuk produki dengan size yang lebih kecil. Sementara
itu limbah padat pabrik yang berbahaya meliputi kain majun dan sarung tangan,
kerak cat, kaleng cat dan kaleng thinner. Kain majun dan sarung tangan serta
kaleng thinner dihasilkan dari proses produksi. Apabila tidak dilakukan
pengelolaan dengan baik maka semua jenis limbah berbahaya ini dapat
menurunkan kualitas air tanah. Pengelolaan jenis limbah ini telah dilakukan sejak
april tahun 1996 dengan cara dikumpulkan di TPS selanjutnya dibuang ke PT.
PPLI untuk limbah kain majun dan sarung tangan serta kerak cat; dibersihkan
dengan kain majun lalu dijual ke pihak ketiga untuk kaleng thinner; sementara
kaleng cat setelah dikumpulkan akan dijual ke pihak ketiga.
Limbah padat yang terakhir adalah limbah padat domestik yang berbentuk
campuran. Limbah ini dihasilkan dari kegiatan domestik karyawan. meskipun
tidak berbahaya tetapi keberadaan limbah ini tetap perlu mendapatkan penanganan
khus karena limbah ini bisa mengurangi estetika. Oleh karena itu sejak bulan
november tahun 1995 telah dilakukan penanganan dengan cara megumpulkan
limbah ini ke TPS lalu diambil oleh pihak ketiga.
Limbah kedua yang dihasilkan oleh pabrik ini adalah limbah cair. Limbah
berbentuk cair ini terbagai atas bebebarapa jenis yaitu: limbah cair; limbah
domestik; olie dan minyak pelumas. Limbah cair dihasilkan dari proses painting
booth dengan sifat yang tidak berbahaya. Penanganannya telah dilakukan sejak
november 1995 dengan cara diolah di WWTP kawasan industri Jababeka
sehingga secara otomatis akan menambah beban IPAL kawasan.
60
Limbah cair kedua adalah limbah domestik. Limbah ini berasal dari
kegiatan mandi, cuci dan kakus karyawan. Meskipun limbah ini tidak berbahaya
namun pengelolaannya telah dilakukan sejak april 1996 dengan dialirkan ke
WWTP kawasan melalui pipa air limbah akibatnya akan menimbulkan dampak
menambah beban IPAL kawasan.
Limbah cair yang terakhir adalah olie dan minyak pelumas. Olie dan minyak
pelumas yang dihasilkan berasal dari pelumas mesin dan pembuatan mould atau
dies. Keberadaan limbah jenis olie dan minyak pelumas ini dapat menurunkan
kualitas air dan tanah sehingga sejak bulan januari tahun 1996 untuk
mengatasinya telah dilakukan penanganan dengan cara ditampung dalam dalam
drum dan dikumpulkan di TPS.
Berbagai kegiatan di pabrik juga menimbulkan efek kebisingan bagi
lingkungan sekitarnya, sehingga perlu mendapat perhatian khusus. Kebisingan
akan dibahas dalam dua bagian yaitu di dalam dan di luar ruangan. Kebisingan di
dalam maupun di luar ruangan produksi berlangsung selama 12 jam/hari, selama
lima hari. Sejak bulan november tahun 2005 telah dilakukan penanganan untuk
mengatasi masalah kebisingan ini, yaitu dengan cara pemasangan ear plug atau
ear muff, karena jika tidak ditanggulangi dengan serius maka kebisisngan yang
ditimnbulakan ini bisa membahayakan kesehatan karyawan. Demikian pula
halnya kebisingan yang terjadi di luar ruangan produksi. Penanggulangan
terhadap dampak kebisingan di luar ruangan juga telah dilakukan sejak bulan
november tahun 2005 dengan melakukan penanaman pohon di sekitar areal
perusahaan untuk menghambat bising keluar pabrik. Adapun komposisi limbah
yang dihasilkan dari operasional industri komponen alat berat pada PT. United
Tractors Pandu Engineering seperti disajikan pada Tabel .4.
61
Tabel 4. Komposisi Fisik-Kimia Limbah yang dihasilkan PT. Hanken Indonesia No Jenis Limbah Kapasitas per satuan
waktu Baku mutu yang digunakan Sistem pengelolaan yang dilakukan
Kualitas Parameter yang > BML
1. PADAT a. Limbah Pabrik
• Scrap logam • Bekas kemasan bahan baku &
penolong • Sisa potongan plat
• Kain majun & sarung tangan
• Kerak cat
• Kaleng cat
• Kaleng thinner
b. Limbah Domestik
10 ton/ bulan 32 kg/ hari 5 ton/ bulan 5 kg/ bulan 0,06 ton/ bulan 120 bh/ bulan 10 bh/ bulan 10 kg/ hari
Estetika Estetika Estetika PP No. 18 Th 1999 Jo. PP No. 85 Th 1999 PP No. 18 Th 1999 Jo. PP No. 85 Th 1999 PP No. 18 Th 1999 Jo. PP No. 85 Th 1999 PP No. 18 Th 1999 Jo. PP No. 85 Th 1999 Estetika
Dikumpulkan dan dijual Dikumpulkan dan dijual Dikumpulkan dan didaur ulang Dikumpulkan dan diambil pihak ketiga Dikumpulkan dan dikirim ke LPPI Dikumpulkan dan dijual Dibersihkan dan diambil pihak ketiga Dikumpulkan dan dibuang
Tidak ada Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada 2. CAIR
e. Limbah Cair produksi f. Limbah Domestik
g. Olie & Minyak pelumas
508,87 m³/ bulan 508,58 m³/ bulan 100 lt/ tahun
Estate Regulation - PP No. 18 Th 1999 Jo. PP No. 85 Th 1999
Disalurkan ke WWTP kawasan Disalurkan ke WWTP kawasan melalui pipa khusus Dikumpulkan dan dijual
F dan Cl 2
Tidak ada
Tidak ada
3. UDARA a. Kebisingan di dalam ruang
produksi
Selama 12 jam/hr, 5 hr/ minggu
SK Menaker No.51/MEN/1999. Kebisingan: 85 dBA
Pemasangan Ear plug/ ear muff
Tidak ada
62
No Jenis Limbah Kapasitas per satuan waktu Baku mutu yang digunakan Sistem pengelolaan yang
dilakukan Kualitas Parameter yang
> BML
• Area plasma cutting belakang • Area plasma cutting weld IV
• Area robot weld tank
• Area Turret punt
b. Kebisingan di luar ruang produksi
c. Gas dalam ruang produksi • Area plasma cutting weld III
• Area plasma cutting weld IV
Selama 12 jam/hr, 5 hr/ minggu Selama 12 jam/hr, 5 hr/ minggu Selama 12 jam/hr, 5 hr/ minggu Selama 12 jam/hr, 5 hr/ minggu Selama 12 jam/hr, 5 hr/ minggu Selama 12 jam/hr, 5 hr/ minggu Selama 12 jam/hr, 5 hr/ minggu
SK Menaker No.51/MEN/1999. Kebisingan: 85 dBA SK Menaker No.51/MEN/1999. Kebisingan: 85 dBA SK Menaker No.51/MEN/1999. Kebisingan: 85 dBA SK Menaker No.51/MEN/1999. Kebisingan: 85 dBA SK Gub Jabar No. 660.31/694-BKPMD/82 SE Menaker No.SE-01/ MEN/ 1997: NO 2 : 5600 µg/ m³
SO 2 : 5200 µg/ m³
NH 3 : 17000 µg/ m³ SE Menaker No.SE-01/ MEN/ 1997: NO 2 : 5600 µg/ m³ SO 2 : 5200 µg/ m³
NH 3 : 17000 µg/ m³
Pemasangan Ear plug/ ear muff Pemasangan Ear plug/ ear muff Pemasangan Ear plug/ ear muff Pemasangan Ear plug/ ear muff Penanaman pohon di area sekitar pabrik untuk mengahambat bising ke luar pabrik • Pemakaian masker para
pekerja di ruang produksi • Exhaust Fan • Pemakaian masker para
pekerja di ruang produksi • Exhaust Fan • Pemakaian masker para
pekerja di ruang produksi • Dust Colector • Pemakaian masker para
pekerja di ruang produksi
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kebisingan di pekarangan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
63
No Jenis Limbah Kapasitas per satuan waktu Baku mutu yang digunakan Sistem pengelolaan yang
dilakukan Kualitas Parameter yang
> BML d. Debu
• Area plasma cutting weld III • Area plasma cutting weld IV
e. Kebauan/ Volatile organic (Area
proses painting) f. Emisi Cerobong Oven Painting
Selama 24 jam/hr, 5 hr/ minggu Selama 24 jam/hr, 5 hr/ minggu Selama 24 jam/hr, 5 hr/ minggu Selama 12 jam/hr, 5 hr/ minggu
CO : 29000 µg/ m³ H 2 S : 14000 µg/ m³ SE Menaker No.SE-01/ MEN/ 1997: Debu : 10.000 µg/ m³ SE Menaker No.SE-01/ MEN/ 1997: Debu : 10.000 µg/ m³ SE Menaker No.SE-01/ MEN/ 1997: Toluene: 188 mg/ m³ Xylene : 434 mg/ m³ Benzene : 32 mg/ m³ SK MENLH No.13/MENLH/3/95 :
• Dust Colector Pemakaian masker para pekerja di area painting Cerobong yang dilengkapi dengan filter
Tidak ada
Tidak ada
64
4.2.2. Sumberdaya Manusia Dalam Pengelolaan Lingkungan
Pengambilan data responden dikhususkan pada karyawan bagian produksi
yang berhubungan langsung dengan sumber kegiatan yang menghasilkan limbah.
Karyawan yang menjadi responden diambil mulai dari level operator sampai
dengan level manajer, dengan tingkat pendidikan bervariasi mulai dari SMP
sampai Sarjana (Gambar 10). Umumnya karyawan telah lebih dari tiga tahun
bekerja di perusahaan pada divisi mereka saat ini (Gambar 11). Tingkat
pendapatan karyawan umumnya 1-3 juta per bulan, dan pendapatan totalnya
antara 1-3 juta per bulan sampai 3-5 juta per bulan (Gambar 12). Tingkat
pendapatan total karyawan selain berasal dari gaji juga berasal dari tunjangan
jabatan, lembur (overtime), bonus dan koperasi karyawan. Umumnya tingkat
persepsi karyawan terhadap manajemen perusahaan cukup baik. Hal ini terlihat
dari sebagian besar karyawan (95,55%) menyatakan bahwa ada jenjang karir
dalam pekerjaan mereka, hanya 6,45 % yang menyatakan tidak ada jenjang karir.
Gambar 10. Tingkat pendidikan karyawan perusahaan komponen alat berat.
Gambar 11. Lama bekerja karyawan di perusahaan dan divisi.
TINGKAT PENDIDIKAN KARYAWAN
36.17%
40.43%
9.57%
10.64%2.13%1.06%
SMP SMA STM DIPLOMA SARJANA MAGISTER
0
12.77
87.23
1.06
23.40
75.54
0102030405060708090
< 1 Tahun 1-3 Tahun > 3 Tahun < 1 Tahun 1-3 Tahun > 3 Tahun
Perusahaan Divisi
65
Gambar 12. Tingkat pendapatan karyawan.
Manajemen perusahaan harus memperhatikan tingkat kesejahteraan
karyawan dan tingkat keselamatan kerja di lingkungan perusahaan. Dari hasil
penelitian terhadap gangguan kesehatan yang dialami oleh karyawan
menunjukkan bahwa umumnya karyawan mengalami gangguan penglihatan,
gangguan pernafasan, dan gangguan pendengaran, serta gangguan kesehatan
lainnya (hepatitis, thypus, usus buntu dan sakit lambung). Dari berbagai gangguan
kesehatan yang dialami karyawan tersebut, perusahaan umumnya telah
memberikan pelayanan yang maksimal dalam bentuk pengobatan cuma-cuma dan
kompensasi (Gambar 13).
Gambar 13. Bentuk pelayanan perusahaan terhadap karyawan yang mengalami gangguan kesehatan.
Menjadikan perusahaan yang mampu berkembang dan eksis sepanjang masa
adalah impian semua pemilik perusahaan. Kenyataan menunjukkan bahwa
beberapa perusahaan kelas dunia merupakan bagian kecil dari jutaan perusahaan
64.52
24.73
10.75
48.91
36.96
11.13
0
10
20
30
40
50
60
70
1-3 Juta 3-5 Juta > 5 Juta 1-3 Juta 3-5 Juta > 5 Juta
Pendapatan Per Bulan Pendapatan Total
65%
21%
0%14%
Pengobatan Cuma-Cuma Kompensasi Tidak ada Tindaka Lainnya
66
yang mampu bertahan hingga ratusan tahun. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa
banyak perusahaan yang tadinya termasuk kategori perusahaan besar akhirnya
jatuh bangkrut. Eksisnya suatu perusahaan untuk bertahan lama sangat ditentukan
oleh kinerja manajemen perusahaan yang bersangkutan.
Suatu perusahaan yang memiliki kinerja manajemen yang baik, dituntut
untuk mampu mengidentifikasi, mengelola, dan memperbaiki proses bisnis yang
penting. Hal itu agar perusahaan memperoleh keunggulan kompetitif dan dapat
bertahan di tengah persaingan ketat dunia usaha. Pengukuran keberhasilan kinerja
manajemen perusahaan tidak lagi hanya bisa dilihat dari ukuran fiansial seperti
jumlah keuntungan yang diperoleh perusahaan karena ukuran-ukuran finansial
saja tidak mampu mencerminkan kompleksitas dan nilai yang melekat dalam
perusahaan dengan orientasi proses, tetapi juga perlu dilihat dari ukuran non
finasial termasuk kinerja manajemen perusahaan dalam pengelolaan lingkungan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) beserta peraturan-peraturan
pelaksanaannya, kinerja pengelolaan lingkungan wajib dilakukan oleh setiap
orang/penanggung-jawab kegiatan/perusahaan yang selanjutnya dilaporkan
kepada instansi yang berwenang; kecuali AMDAL dan pengendalian pencemaran
udara, seluruh informasi kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan biasanya
hanya disampaikan kepada instansi lingkungan hidup, sedangkan masyarakat
yang ingin mengetahui harus mencari akses sendiri. Di era keterbukaan saat ini
dan dengan adanya penerapan corporate governance pada perusahaan, maka
selayaknya perusahaan dapat membuka akses dan peran serta kepada masyarakat
bersama instansi yang terkait untuk menilai kinerja pengelolaan lingkungan.
Dalam menilai kinerja manajemen perusahaan diperlukan alat-alat dan
sarana (tools). Tools merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai hasil yang
ditetapkan yang dikenal dengan istilah 6M, yaitu men, money, materials,
machines, method, dan markets. Man merujuk pada sumber daya manusia yang
dimiliki oleh organisasi. Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling
menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan
proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab
pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul
67
karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan.
Money atau uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan.
Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan
dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu
uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala
sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan
berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat
yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu
organisasi.
Material terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi.
Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang
ahli dalam bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai
salah satu sarana. Materi dan manusia tidaki dapat dipisahkan, tanpa materi tidak
akan tercapai hasil yang dikehendaki.
Machine atau mesin digunakan untuk memberi kemudahan atau
menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta menciptakan efesiensi kerja.
Sedangkan metode adalah suatu tata cara kerja yang memperlancar jalannya
pekerjaan manajer. Sebuah metode daat dinyatakan sebagai penetapan cara
pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-
pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan
waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun metode baik,
sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai
pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan
utama dalam manajemen tetap manusianya sendiri.
Market atau pasar adalah tempat di mana organisasi menyebarluaskan
(memasarkan) produknya. Memasarkan produk sangat penting sebab bila barang
yang diproduksi tidak laku, maka proses produksi barang akan berhenti. Artinya,
proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti
menyebarkan hasil produksi merupakan faktor menentukan dalam perusahaan.
Agar pasar dapat dikuasai maka kualitas dan harga barang harus sesuai dengan
selera konsumen dan daya beli (kemampuan) konsumen.
68
4.3. Kinerja Industri Komponen Alat Berat Dalam Pengelolaan Limbah
Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa model yang dikembangkan
memiliki tingkat validitas yang cukup tinggi yang ditujukkan oleh nilai minimum
fit Chi-square sebesar 87,95(P=0.00100). Berdasarkan model tersebut terlihat
bahwa kinerja perusahaan dalam pengelolaan limbah sangat ditentukan oleh
integritas karyawan dan objektivitas karyawan baru disusul kemudian oleh
independensi karyawan dalam mengolah limbah (Gambar 15). Integritas
memiliki bobot sebesar 0,98 yang merupakan bobot tertinggi dibandingkan
dengan faktor lainnya. Selanjutnya bobot kedua ditempati oleh objektivitas
dengan nilai sebesar 0,88. Sementara independensi menempati urutan terakhir
dengan bobot sebesar 0,43.
Gambar 15. Model SEM pengelolaan limbah industri komponen alat berat.
Faktor yang terpenting yang menentukan integritas karyawan dalam
pengelolaan limbah dalam model tersebut adalah kejujuran, kebijaksanaan setiap
individu, dan rasa tanggung jawab. Faktor terpenting dalam obyektivitas
karyawan dalam pengolahan limbah adalah dukungan data yang akurat dalam
setiap laporan pengelolaan limbah yang dilakukan perusahaan dan adanya
69
transparansi pelaporan yang dilakukan perusahaan. Sedangkan faktor yang
menentukan independensi karyawan adalah kepentingan perusahaan, rasa sukarela
karyawan, dan keterbukaan antara perusahaan dan karyawan.
4.4. Tingkat Partisipasi Karyawan Dalam PLIKAB
4.4.1. Partisipasi dalam Pengelolaan Limbah Padat yang Bernilai Ekonomi
Tingkat partisipasi karyawan dalam pengelolaan limbah padat yang masih
bernilai ekonomi dilihat dari sikap mereka terhadap penanganan limbah,
pemanfaatan limbah secara langsung, penjualan limbah, aturan perusahaan dalam
pengelolaan limbah, dan minimisasi limbah.
Sikap karyawan terhadap penanganan limbah adalah 84,04% memilih
limbah padat tersebut dikumpulkan, dipilah sesuai dengan jenis dan kualitasnya
kemudian diwadahi sebelum limbah tersebut di jual, sedangkan yang memilih
limbah padat tersebut dibiarkan saja hanya 2,13% (Gambar 16)
Gambar 16. Sikap terhadap penanganan limbah padat bernilai ekonomi.
Gambar 17 menunjukkan sikap terhadap pemanfaatan limbah secara
langsung, dimana 62,76% karyawan tidak ingin memanfaatkan limbah padat
tersebut secara langsung. Ini menunjukkan bahwa persepsi karyawan terhadap
pengelolaan limbah padat yang bernilai ekonomi cukup baik. Sementara itu yang
ingin memanfaatkan limbah padat tersebut secara langsung hanya 37,23%, nilai
ini masih cukup tinggi. Hal ini akan berdampak terhadap motivasi karyawan
Sikap terhadap penanganan limbah (%)
84.046.396.39 1.06 2.13
Dikumpulkan, dipilah dan diwadahi Dikumpulkan dan dipilahDikumpulkan dan diwadahi DikumpulkanDibiarkan
70
dalam bekerja, karena jika mereka terlibat secara langsung dalam pemanfaatan
limbah padat yang masih memiliki nilai ekonomi akan mempengaruhi motivasi
mereka dalam bekerja. Pada akhirnya mereka tidak akan fokus pada tugas dan
tanggung jawab mereka dan dapat menimbulkan konflik baru di lingkungan
perusahaan. Oleh karena itu, harus ada penjelasan dan sosialisasi yang lebih
intensif kepada karyawan tentang tugas dan tanggung jawab mereka serta
pemahaman tentang pengelolaan limbah agar mereka dapat merasakan manfaat
ekonomi walaupun tidak memanfaatkan limbah tersebut secara langasung.
Gambar 17. Sikap terhadap pemanfaatan limbah secara langsung.
Untuk sikap terhadap penjualan limbah, sebanyak 73,4% karyawan memilih
limbah padat yang bernilai ekonomi dijual melalui koperasi atau paguyuban
karyawan (Gambar 18). Hal ini menunjukkan bahwa karyawan pada umumnya
ingin agar supaya koperasi karyawan di perusahaan dapat diberdayakan, sehingga
mereka dapat merasakan manfaat dari penjualan limbah padat tersebut.
Gambar 18. Sikap terhadap penjualan limbah.
Kenyataan yang ada, koperasi karyawan belum optimal dalam pengelolaan
Sikap terhadap pemanfaatan limbah secara langsung (%)
37.23
62.76
Tidak memanfaatkan Memanfaatkan
Sikap terhadap penjualan limbah (%)
8.51
13.83 2.13073.4
Dijual melalui Koperasi/ Paguyuban Dijual melalui Koperasi dan perantaraDijual melalui Perantara Dijual melalui Perantara dan Indiv iduDijual secara Indiv idu
71
limbah padat tersebut, hal ini dapat dilihat dari limbah padat yang berbentuk
potongan (scrub) masih di kelola oleh perusahaan dan yang dikelola koperasi
hanya jenis yang lebih kecil seperti tai besi dan pasir besi. Sementara itu, yang
memilih dijual melalui perantara juga masih cukup tinggi yaitu 13,83%. Hal ini
disebabkan karena harga limbah yang masih cukup mahal dan mereka tidak
mendapat manfaat dari pengelolaan limbah tersebut.
Umumnya karyawan memiliki sikap yang baik terhadap aturan-aturan
perusahaan dalam pengelolaan limbah padat (Gambar 19). Hal ini dapat dilihat
dari 76,6% karyawan menyatakan bahwa mereka memahami dan melaksanakan
SOP yang ada di perusahaan; tetapi karyawan yang tidak tahu, tidak memahami,
dan melaksanakan SOP jumlahnya masih cukup tinggi. Hal ini berarti perusahaan
harus mensosialisasikan pemahaman tentang pengelolaan limbah dengan SOP
yang ada secara rutin.
Gambar 19. Sikap terhadap aturan perusahaandalam pengelolaan limbah.
Untuk upaya meminimisasikan limbah, sebanyak 80% karyawan memilih
melakukan nesting efficient dan minimisasi no good dalam pekerjaan mereka
(Gambar 20). Berdasarkan data tersebut di atas, umumnya karyawan memiliki
tingkat partisipasi yang tinggi terhadap pengelolaan limbah padat yang bernilai
ekonomi. Hal ini disebabkan oleh keinginan mereka untuk mendapat manfaat
secara ekonomi dari limbah tersebut.
Sikap terhadap aturan perusahaan dalam pengelolaan limbah
76.6
6.38
11.7 5.32
Memahami dan melaksanakan SOP Mengetahui, memahami tetapi tidak melaksanakan SOPMengetahui tetapi tidak memahami SOP Tidak tahu
72
Gambar 20. Sikap terhadap minimisasi limbah.
4.4.2. Partisipasi terhadap Pengelolaan Limbah Padat yang Tidak Bernilai Ekonomi
Tingkat partisipasi karyawan terhadap pengelolaan limbah padat yang tidak
bernilai ekonomi dilihat dari sikap mereka terhadap penanganan limbah, dan
aturan perusahaan dalam pengelolaan limbah. Gambar 21 menunjukkan sikap
terhadap penanganan limbah padat yang tidak bernilai ekonomi, dimana sebanyak
60,64 % karyawan memilih limbah tersebut dikumpulkan, dipilah sesuai jenis dan
kualitasnya, dan diwadahi. Sementara itu 22,34% memilih dikumpulkan dan
langsung diwadahi tanpa dipilah-pilah sesuai dengan jenis dan kualitas limbah.
Jumlah karyawan yang memahami dan melaksanakan SOP dalam pengelolaan
limbah sebanyak 74,47% (Gambar 22). Angka ini menunjukkan bahwa rata-rata
karyawan mengetahui aturan-aturan perusahaan dalam pengelolaan limbah,
khususnya limbah padat.
Gambar 21. Sikap terhadap penanganan limbah padat tidak bernilai ekonomi.
Sikap terhadap minimisasi limbah (%)
80.85
10.647.45 00
Nesting efficient dan minimisasi no goods Nesting efficientminimisasi no goods Nesting tidak efisien atau banyak no goodNesting tidak efisien dan banyak no goods
Sikap terhadap penanganan limbah (%)
60.646.38
22.34
10.64 0
Dikumpulkan, dipilah dan diwadahi Dikumpulkan dan dipilah Dikumpulkan dan diwadahi Dikumpulkan Dibiarkan
73
Gambar 22. Sikap terhadap aturan perusahaan dalam pengelolaan limbah.
4.4.3. Partisipasi Terhadap Pengelolaan Limbah Cair yang Bernilai Ekonomi
Tingkat partisipasi karyawan terhadap pengelolaan limbah cair yang masih
bernilai ekonomi dilihat dari sikap mereka terhadap penanganan limbah,
pemanfaatan limbah secara langsung, penjualan limbah, aturan perusahaan dalam
pengelolaan limbah, dan minimisasi limbah. Gambar 23 menunjukkan sikap
karyawan terhadap penanganan limbah, dimana sebanyak 18,09% memilih limbah
tersebut dikumpulkan dan langsung diwadahi, sementara sebanyak 4,26%
memilih membiarkan limbah tersebut sampai ada petugas kebersihan yang
mengambil.
Gambar 23. Sikap terhadap penanganan limbah cair yang bernilai ekonomi.
Untuk sikap terhadap pemanfaatan limbah secara langsung terlihat masih
banyak karyawan yang ingin memanfaatkan limbah tersebut (62,77%) (Gambar
24). Sedangkan yang memilih tidak memanfaatkan hanya 35,11%. Hal ini
menunjukkan bahwa umumnya karyawan memiliki keinginan untuk terlibat
secara langsung dalam pengelolaan limbah terutama jenis limbah yang masih
bernilai ekonomi.
Sikap terhadap Penanganan Limbah (%)
2.13
18.09
5.32
4.26
Dikumpulkan dan dipilah Dikumpulkan dan diwadahiDikumpulkan Dibiarkan
Sikap terhadap aturan perusahaan dalam pengelolaan limbah (%)
74.47
6.38
14.89 4.26
Memahami dan melaksanakan SOP Mengetahui, memahami tetapi tidak melaksanakan SOPMengetahui tetapi tidak memahami SOP Tidak tahu
74
Gambar 24. Sikap terhadap pemanfaatan limbah secara langsung.
Sama halnya dengan sikap terhadap penjualan limbah padat yang bernilai
ekonomi, untuk limbah cair yang bernilai ekonomi umumnya karyawan memilih
dijual melalui koperasi atau paguyuban karyawan (72,34%), sebanyak 11,7%
memilih dijual melalui perantara (Gambar 25). Hal ini menunjukkan bahwa
karyawan lebih memilih untuk melibatkan koperasi atau paguyuban mereka dalam
penjualan limbah yang bernilai ekonomi, sehingga mereka dapat merasakan
manfaat dari keberadaan limbah tersebut.
Gambar 25. Sikap terhadap penjualan limbah.
Sementara itu, umumnya karyawan memahami dan melaksanakan SOP
tentang pengelolaan limbah yang ada, yaitu 70,21%; walaupun yang tidak tahu,
tidak memahami dan tidak melaksanakan masih cukup banyak (Gambar 26). Hal
tersbut menunjukkan bahwa karyawan mengetahui aturan-aturan perusahaan
dalam pengelolaan limbah, namun demikian sosialisasi tentang SOP dan
pemahaman tentang limbah terhadap karyawan terutama pada level operator harus
Sikap terhadap pemanfaatan limbah secara langsung (%)
35.11
62.77
Tidak memanfaatkan Memanfaatkan
Sikap terhadap penjualan limbah (%)
72.34
8.51
11.7 2.130
Dijual melalui Koperasi/ Paguyuban Dijual melalui Koperasi dan perantara Dijual melalui Peranta
Dijual melalui Perantara dan Indiv idu Dijual secara Indiv idu
75
terus dilakukan.
Gambar 26. Sikap terhadap aturan perusahaan dalam pengelolaan limbah.
4.4.4. Partisipasi terhadap Pengelolaan Limbah Cair yang Tidak Bernilai Ekonomi Tingkat partisipasi karyawan terhadap pengelolaan limbah cair yang tidak
bernilai ekonomi dilihat dari sikap mereka terhadap penanganan limbah, dan
aturan perusahaan dalam pengelolaan limbah. Gambar 27 menunjukkan 55,32%
karyawan memilih limbah cair tersebut dikumpulkan, dipilah dan kemudian
diwadahi; 23,4% memilih dikumpulkan dan langsung diwadahi tanpa dipilah;
masing-masing 9,57% memilih dikumpulkan dan dipilah, serta hanya
dikumpulkan saja tanpa dipilah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran
karyawan terhadap pengelolaan limbah sudah cukup tinggi. Ini juga dapat dilihat
dari sikap mereka terhadap aturan-aturan perusahaan dalam pengelolaan limbah,
dimana umumnya mengetahui, memahami dan melaksanakan SOP yang ada
(Gambar 28).
Gambar 27. Sikap terhadap penanganan limbah cair tidak bernilai ekonomi.
Sikap terhadap aturan perusahaan dalam pengelolaan limbah (%)
70.21
5.32
12.77
9.57
Memahami dan melaksanakan SOPMengetahui, memahami tetapi tidak melaksanakan SOPMengetahui tetapi tidak memahami SOPTidak tahu
Sikap terhadap penanganan limbah (%)
55.32
0
23.4
9.579.57
Dikumpulkan, dipilah dan diwadahi Dikumpulkan dan dipilahDikumpulkan dan diwadahi Dikumpulkan Dibiarkan
76
Gambar 28. Sikap terhadap aturan perusahaan dalam pengelolaan limbah.
4.5. Bentuk Kemitraan dalam PLIKAB Setiap perusahaan di dalam proses produksinya pasti menghasilkan limbah.
Limbah tersebut dapat dibagi atas dua jenis, yaitu limbah yang bernilai ekonomis
dan limbah yang tidak bernilai ekonomis. Perusahaan yang memiliki limbah
bernilai ekonomis umumnya adalah perusahaan besar yang bergerak pada
produksi komponen alat-alat berat seperti PT. Katsushiro Indonesia, PT. Hanken
Indonesia, dan PT. United Tractors Pandu Engineering.
Limbah yang bernilai ekonomis dapat menjadi sumber pendapatan bagi
perusahaan atau bagian-bagian di dalam perusahaan yang diberikan kewenangan
untuk mengelolah limbah tersebut. Pengelolaan limbah bernilai ekonomis yang
dilakukan oleh perusahaan selama ini dinilai kurang efektif dan cenderung
menimbulkan kecemburuan sosial bagi karyawan. Hal ini disebabkan
pengelolaannya hanya dilakukan secara sepihak pada bagian-bagian yang secara
langsung menghasilkan limbah sehingga pendapatan tambahan yang diperoleh
hanya dinikmati pada bagian yang mengelola limbah tersebut, sementara
karyawan lainnya yang merupakan bagian yang terlibat dalam proses produksi
limbah walaupun tidak terlibat secara langsung tidak menikmati tambahan
penghasilan yang berasal dari hasil penjualan limbah tersebut.
Disisi lain antara perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya memiliki
ada perbedaan dalam dalam jumlah (kuantitas) limbah yang dihasilkan sehingga
perusahaan yang menghasilkan limbah lebih sedikit tidak dapat menjual
Sikap terhadap aturan perusahaan dalam pengelolaan limbah (%)
68,08
5,32
10,64
13,83
Memahami dan melaksanakan SOP Mengetahui, memahami tetapi tidak melaksanakan SOPMengetahui tetapi tidak memahami SOP Tidak tahu
77
limbahnya kepada konsumen secara kontinu. Agar limbah yang bernilai ekonomis
ini dapat dikelola secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk peningkatan
kesejahteraan karyawan, maka dalam pengelolaannya diperlukan suatu bentuk
kemitraan antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya dalam pengelolaan
limbah. Kemitraan dapat diartikan sebagai suatu kesepakatan bersama antara dua
pihak atau lebih yang meliputi lembaga pemerintah, sektor swasta (perusahaan),
dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), serta kelompok masyarakat untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan bersama atau untuk mengimplementasikan
suatu kegiatan yang ditentukan bersama.
Berkaitan dengan hal tersebut PT. Katsushiro Indonesia, PT. Hanken
Indonesia, dan PT. United Tractors Pandu Engineering bersepakat membentuk
suatu kemitraan dalam pengelolaan limbah bernilai ekonomis yang dihasilkannya.
Berdasarkan hasil diskusi dalam FGD, disepakati perlunya dibentuk kemitraan
dalam pengelolaan limbah dari tiga perusahaan dengan membentuk lembaga
(divisi) baru pengelola limbah.
Gambar 29. Situasi pelaksanaan FGD di PT. Katsushiro.
4.5.1 Tingkat Pengaruh dan Kepentingan Stakeholder Dari (Gambar 30) Hasil analisis stakeholder menunjukkan bahwa pihak
perusahaan, koperasi, karyawan dan kelompok pengepul limbah merupakan
stakeholder primer atau stakeholder kunci dalam PLIKAB. Stakeholder kunci
78
merupakan para pihak yang memiliki tingkat kepentingan dan pengaruh yang
tinggi, dengan tingkat kepentingannya lebih tinggi dari tingkat pengaruh yang
dimilikinya. Sementara pihak lainnya baik dari institusi pemerintah dan non-
pemerintah merupakan stakeholder sekunder dan eksternal dalam PLIKAB.
Stakeholder sekunder terdiri dari Dinas Lingkungan/BLHD, Dinas
Perindustrian, Kawasan Industri, LSM, dan masyarakat. Kelompok ini memiliki
tingkat kepentingan dan pengaruh yang relatif sama. Sementara Kementerian
Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Negara Lingkungan
hidup merupakan stakeholder eksternal. Kelompok ini merupakan institusi pusat
yang memiliki pengaruh relatif lebih besar dibandingkan kepentingannya terhadap
PLIKAB.
Gambar 30. Tingkat pengaruh dan kepentingan stakeholder.
4.5.2 Prioritas Kebijakan Hasil proses hirarki analisis (AHP) menunjukan penilaian gabungan kriteria
dan alternatif yang dilakukan para pakar terhadap struktur tersebut memiliki
Perusahaan
Masyarakat
Kawasan Industri
Koperasi
Karyawan
Dinas Perindustrian
Dinas Perdagangan
Dinas Lingkungan/
BLHD
LSM
Kelompok pengepul limbah
Kementerian PerindustrianKementerian
Perdagangan
Kementerian LH
-
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
- 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0
Kep
entin
gan
Pengaruh
79
tingkat konsistensi yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rasio konsistensi
(CR) berkisar antara 0,00 hingga 0,089 pada semua elemennya. Penilaian ini
menghasilkan nilai pembobotan pada setiap elemen, sekaligus memberikan
gambaran prioritas pada setiap elemen tersebut.
Menurut pendapat para pakar, pengelolaan lingkungan limbah industri
komponen alat berat harus memperhatikan aspek teknologi pengelolaannya. Hal
ini terlihat dari pembobotan setiap elemen yang menunjukkan elemen teknologi
memiliki bobot paling besar yaitu 0,456. Selain itu elemen sumber daya manusia
juga cukup penting (bobot 0,289) sebagai pengelola dan kebijakan pendukung
(0,140) sebagai pendorong regulasi pengelolaan. Aspek permodalan (0,075) dan
pemasaran (0,042) saat ini dirasakan masih tidak terlalu menjadi hambatan
(Gambar 32).
Gambar 32. Kontribusi faktor terhadap pengelolaan lingkungan.
Sementara aktor yang paling berpengaruh dalam pengelolaan adalah
perusahaan (0,451). Stakeholders lain yang cukup berperan adalah pihak
masyarakat (0,234). Sementara pihak Jababeka (0,211) dan koperasi (0,104)
memiliki peran yang lebih kecil dalam pengelolaan (Gambar 33).
Elemen tujuan dalam pengelolaan relatif memiliki bobot yang berimbang
dengan elemen pendapatan (0,336) merupakan pertimbangan utama dalam
menentukan strategi pengelolaan, meskipun tidak boleh mengabaikan tujuan
mempertahankan kualitas lingkungan (0,299), tujuan meminimalisasi konflik
(0,194), dan tujuan peningkatan daya saing (0,170) (Gambar 35).
80
Gambar 33. Kontribusi aktor terhadap pengelolaan lingkungan.
Gambar 35. Kontribusi tujuan terhadap pengelolaan lingkungan.
Alternatif terbaik bagi pengelolaan limbah industri komponen alat berat
adalah dengan membentuk pengelola berdasarkan kemitraan dengan kepemilikan
saham yang tidak sama (0,791). Hal ini dianggap jauh lebih baik daripada
dengan membentuk pengelola berdasarkan kemitraan dengan kepemilikan saham
yang sama (0,209) (Gambar 36).
Berdasarkan preferensi pakar tersebut, faktor terpenting pengelolaan limbah
industri komponen alat berat adalah penerapan teknologi yang tepat. Pengelola
limbah yang paling memungkinkan adalah pihak perusahaan dengan
memperhatikan kepentingan pihak lain, terutama masyarakat. Tujuan utama dari
pengelolaan limbah sendiri adalah peningkatan pendapatan bagi semua pihak,
sekaligus mendukung upaya mempertahankan kualitas lingkungan. Semua hal
81
tersebut mendorong pembentukan sistem pengelolaan yang berbasis kemitraan
dengan kepemilikan saham yang tidak sama (Gambar 39).
Gambar 36. Skor alternatif kebijakan pengelolaan limbah industri komponen
alat berat.
Gambar 39. Bentuk kemitraan menurut AHP.
4.6. Model Dinamik PLIKAB Berbasis Partisipasi dan Kemitraan Masyarakat
Model dinamik dibangun berdasarkan berbagai hasil analisis sebelumnya. Guna memudahkan pemahaman terhadap sistem pengelolaan lingkungan industri komponen alat berat, disusun diagram causal loop (diagram sebab-akibat) yang
82
disajikan dalam (Gambar 31). Gambar tersebut menunjukkan bahwa produksi industri komponen alat berat akan menghasilkan berbagai macam limbah. Dalam model ini, jika lembahnya berupa limbah bernilai ekonomi seperti potongan plat baja padat, maka bisa dimanfaatkan kembali (reuse) serta bernilai tambah ekonomi.
Jika limbah yang bernilai ekonomi ini dikelola bisa mendukung CSR dan
biaya sosial masyarakat yang bisa memberikan keuntungan terhadap para pihak.
Keuntungan tersebut bisa dirasakan oleh masyarakat dan karyawan mendorong,
serta perusahaan yang mendapat nilai tambah dari pengolahan kembali limbah.
Keuntungan yang diperoleh akan meningkatkan ketenangan dalam bekerja dan
berusaha bagi para pihak dan akan mendorong penurunan konflik kepentingan
terkait PLIKAB. Hal ini secara keseluruhan bisa menurunkan indeks pencemaran,
meningkatkan nilai ekonomi, dan meningkatkan stabilitas sosial terkait PLIKAB.
Produksi
karyawan
Konflik kepentingan
Limbah
perusahaan
masyarakat
Pemanfaatan kembali
Nilai tambah
lingkungan
(+) ( - )
(+)
( - )
( - )
( - )(+)
(+)
(+)
(+)
(+) ( - )
CSR perusahaan
(+)
(+)
( - )
Gambar 31. Causal loop model PLIKAB.
Hasil pemahaman terhadap diagram sebab akibat ini selanjutnya
diterjemahkan ke dalam stock flow diagram (Gambar 32). Diagram ini
menunjukan hubungan arus energi dan informasi antar elemen penyusun model
83
PLIKAB. Seluruh komponen saling terkait baik secara langsung, maupun tidak
langsung. Selain itu secara teknis setiap elemen yang terkait akan dihubungkan
oleh persamaan matematis sebagai prilaku dari hubungan yang terjadi.
Gambar 32. Stock flow diagram Model PLIKAB.
Hasil simulasi terhadap model dinamis menunjukkan kinerja berbagai hal
yang terdapat dalam model PLIKAB. Kinerja ini berupa prilaku elemen model
beserta proyeksinya ke masa mendatang. Simulasi dilakukan terhadap fungsi
waktu selama 20 tahun ke depan dari tahun 2010 hingga tahun 2030.
4.6.1 Sub-model Lingkungan
Sub-model lingkungan terdiri dari aspek produksi dan limbah produksi yang
dihasilkannya. Hasil simulasi terhadap produksi alat berat disajikan dalam
gambar 33. Gambar tersebut menunjukkan jumlah produksi total yang meningkat
dari tahun ke tahun. Produksi total ini sebagian besar disumbang oleh komponen
84
yang diproduksi PT. Katshusiro (50%) dan PT. UTE (40%), serta selebihnya oleh
PT. Hanken (10%). Berdasarkan proyeksi model sekitar tahun 2015 produksi
akan mengalami kejenuhan akibat keterbatasan kapasitas produksi yang
diproyeksikan sebesar 12.000 unit per tahun. Guna mengantisipasi hal ini perlu
dilakukan kebijakan yang bisa mendorong peningkatan kapasitas produksi industri
dalam negeri.
Gambar 33. Grafik simulasi produksi alat berat per tahun dari Januari 2010 s/d
Januari 2030
Hasil simulasi kebutuhan bahan baku plat baja total dan limbah yang
dihasilkan ditampilkan dalam gambar di bawah ini. Seiring dengan meningkatnya
produksi, maka akan terjadi peningkatan penggunaan bahan baku baja. Bahan
baku ini akan meningkat dari sekitar 60.000 ton per tahun pada tahun 2010,
menjadi mendekati sekitar 150.000 ton per tahun pada tahun 2015. Keterbatasan
kapasitas produksi juga akan berpengaruh pada penggunaan bahan baku baja.
Banyaknya bahan baku dan produksi yang dikonsumsi, secara logis akan
meningkatkan limbah plat baja secara proporsional terhadap kapasitas
produksinya.
Gambar 34. Grafik simulasi pemakaian bahan baku dan limbah periode Januari
2010 s/d Januari 2030.
Jan 01, 2010 Jan 01, 2015 Jan 01, 2020 Jan 01, 2025 Jan 01, 20300
5,000
10,000
Produksi Komponen AB Katshusiro
Produksi AB UTE
Produksi Komponen AB Hanken
Produksi AB Total
Ti
Jum
lah
Pro
du
ksi
(un
it)
Jan 01, 2010 Jan 01, 2015 Jan 01, 2020 Jan 01, 2025 Jan 01, 20300
50,000
100,000
150,000
85
Limbah plat baja yang menjadi bahan buangan dalam produksi awal
sesungguhnya masih bernilai ekonomi. Hal ini dimungkinkan karena limbah
tersebut masih bisa diolah kembali menjadi bahan baku komponen alat berat atau
dilebur kembali untuk menjadi bahan baku lainnya. Limbah ini sendiri ada yang
dimanfaatkan kembali oleh perusahaan yang disebut limbah foundry dan oleh
masyarakat (Gambar 35).
Gambar 35. Simulasi limbah total, limbah diolah dan limbah slag masyarakat
periode Januari 2010 s/d Januari 2030.
Berbagai limbah tersebut memiliki peningkatan dari tahun ke tahun,
mengikuti kapasitas produksi yang ada. Gambar di atas menunjukkan bahwa
pengolahan kembali limbah plat baja bisa dilakukan oleh pihak perusahaan
dengan berbagai cara (pilah, potong, cetak komponen kecil, sisa, dan lebur), serta
oleh masyarakat dengan cara dipilah, dijadikan bahan pemberat counterweight,
dan ada yang langsung dijual kembali.
Jan 01, 2010 Jan 01, 2015 Jan 01, 2020 Jan 01, 2025 Jan 01, 2030
10,000
20,000
30,000
Limbah Plat Baja Total
Skrap Foundry
Slag Masyarakat
Time
Lim
ba
h (
ton
)
Jan 01, 2010 Jan 01, 2015 Jan 01, 2020 Jan 01, 2025 Jan 01, 2030
5,000
10,000
15,000
20,000
Skrap Pilah Foundry
Skrap Potong Foundry
Skrap Komponen Kecil
Skrap Sisa Foundry
Time
Lim
ba
h (
ton
)
Jan 01, 2010 Jan 01, 2015 Jan 01, 2020 Jan 01, 2025 Jan 01, 2030
500
1,000
1,500
Slag Pilah Masyarakat
Slag Langsung Masyarakat
Slag Counterweight Masyarakat
Time
Lim
ba
h (
ton
)
86
4.6.2 Sub-model Ekonomi
Sub-model ekonomi terdiri dari berbagai aspek limbah produksi yang
bernilai ekonomi. Pemanfaatan kembali limbah akan menghasilkan nilai ekonomi
yang relatif besar, baik bagi perusahaan, maupun bagi masyarakat. Hal ini
ditunjukkan oleh grafik peningkatan nilai ekonomi yang disajikan pada Gambar
36. Nilai pemanfaatan limbah ini akan berkisar hampir Rp 2 milyar pada tahun
2010 dan meningkat menjadi sekitar Rp 4,2 milyar per tahunnya, pada tahun
2015. Meskipun sebagian nilai tambah ini bisa dirasakan oleh perusahaan (80%),
tetapi masyarakat masih bisa merasakan keuntungan sekitar 20% dari limbah yang
ada.
Gambar 36. Grafik simulasi Nilai ekonomi limbah sebelum dan sesudah diolah periode Januari 2010 s/d Jan 2030.
4.6.3 Sub-model Sosial
Sub-model lingkungan terdiri dari aspek produksi dan limbah produksi yang
dihasilkannya. Hasil simulasi terhadap produksi alat berat disajikan dalam
Hasil pemanfaatan limbah secara ekonomis tersebut, selain memberikan
keuntungan kepada perusahaan, bisa juga bermanfaat pada pihak lain. Hal ini
Jan 01, 2010 Jan 01, 2015 Jan 01, 2020 Jan 01, 2025 Jan 01, 2030
1,000,000,000
2,000,000,000
3,000,000,000
4,000,000,000
5,000,000,000
Nilai Slag Masyarakat
Nilai Slag Olah Masyarakat
Nilai Slag Counterweight Masyarakat
Nilai Tambah Slag Masyarakat
Time
Nila
i (R
p)
Jan 01, 2010 Jan 01, 2015 Jan 01, 2020 Jan 01, 2025 Jan 01, 20300
50,000,000,000
100,000,000,000
Nilai Skrap Olah Foundry
Nilai Skrap Foundry
Nilai Skrap Sisa Foundry
Nilai Skrap Komponen Kecil Foundry
Nilai Skrap Potong Foundry
Nilai Tambah Skrap Foundry
Time
Nila
i (R
p)
87
dimungkinkan dengan menyisihkan hasil nilai tambah tersebut ke dalam program
CSR (corporate social responsibility) perusahaan. Selain itu, bisa juga disisihkan
untuk mendukung Lembaga Pendidikan, Balai Latihan Kerja dan TUK, serta
keperluan sosial lainnya. Besarnya simulasi nilai biaya sosial ini disajikan dalam
Gambar 37.
Gambar 37. Grafik simulasi biaya sosial masyarakat (CSR, Lembaga Pendidikan,
BLK, TUK) periode Januari 2010 s/d Januari 2030.
Kinerja pemanfaatan limbah dan nilai tambah ekonominya bisa mendorong indeks penurunan limbah karena adanya peningkatan efisiensi akibat pemanfaatan kembali limbah. Selain itu bisa menekan konflik kepentingan yang akan mendorong indeks peningkatan stabilitas sosial, serta indeks peningkatan nilai ekonomi itu sendiri (Gambar 38).
Gambar 38. Grafik simulasi indeks penurunan limbah, peningkatan nilai
ekonomi, peningkatan stabilitas sosial periode Januari 2010 s/d Januari 2030.
Jan 01, 2010 Jan 01, 2015 Jan 01, 2020 Jan 01, 2025 Jan 01, 20300
1,000,000,000
2,000,000,000
3,000,000,000
4,000,000,000
Biaya CSR Perusahaan
Biaya Sosial Masyarakat
Biaya Sosial
Biaya Lembaga Pendidika
Biaya BLK
Biaya TUK
Time
Bia
ya
(R
p)
Jan 01, 2010 Jan 01, 2015 Jan 01, 2020 Jan 01, 2025 Jan 01, 20300.0
0.2
0.4
0.6
0.8
Indeks Penurunan Limbah
Indeks Peningkatan Nilai Ekonomi
Indeks Peningkatan Stabilitas Sosia
Ti
Ind
ek
s
88
4.6.4 Skenario Simulasi
Hasil simulasi di atas merupakan kondisi eksisting yang diproyeksikan akan
terjadi jika tidak ada kebijakan yang mengintervensinya. Guna melihat perubahan
yang mungkin terjadi di masa depan jika dilakukan intervensi, maka disusun
skenario intervensi yang akan dibandingkan dengan kondisi eksisting (status quo)
yang ada dan telah dibahas di atas.
Skenario kondisi eksisting disebut skenario status quo, sementara skenario
pembanding yang telah diintervensi disebut skenario pesimis (skenario 1) dan
skenario optimis (skenario 2). Berbagai intervensi yang akan dilakukan disajikan
dalam tabel di bawah ini. Hasil simulasi akan disajikan dalam bahasan aspek
produksi, aspek lingkungan (limbah), aspek peningkatan nilai tambah ekonomi,
dan aspek dinamika indeks kinerja.
Tabel 30. Skenario intervensi model dinamik PLIKAB
Skenario
Peningkatan Kapasitas
(unit)
Fraksi Limbah
(%)
Fraksi Slag Pilah
Masyarakat (%)
Fraksi Skrap Potong
Foundry (%)
Harga Slag Langsung
Masyarakat (Rp)
Harga Skrap Potong
Foundry (Rp)
Harga Skrap
Komponen Kecil
(Rp)
Harga Skrap Sisa Foundry
(Rp)
Status Quo 5.500 23 50 80 150 3.000 8.000 3.000
Pesimis 4.000 24 40 90 150 3.000 6.000 3.000
Optimis 23.500 22 60 50 600 4.200 10.000 4.200
Hasil skenario produksi dan limbah disajikan dalam Gambar 39 dan 40.
Secara umum, skenario optimis akan mendorong peningkatan kapasitas produksi
dan peningkatan limbah produksi.
Gambar 39. Simulasi skenario produksi.
Jan 01, 2010 Jan 01, 2015 Jan 01, 2020 Jan 01, 2025 Jan 01, 20300
10,000
20,000
30,000
Produksi AB Total
1_Produksi AB Total
2_Produksi AB Total
Time
Jum
lah
Pro
du
ksi
(un
it)
89
Gambar 40. Simulasi skenario limbah baja.
Hasil skenario nilai tambah bagi masyarakat dan perusahaan (foundry)
disajikan dalam Gambar 41 dan 42. Secara umum, skenario optimis juga akan
mendorong peningkatan nilai tambah, baik bagi masyarakat maupun perusahaan.
Gambar 41. Simulasi nilai tambah.
Gambar 42. Simulasi nilai tambah skrap foundry.
Jan 01, 2010 Jan 01, 2015 Jan 01, 2020 Jan 01, 2025 Jan 01, 20300
30,000
60,000
Jan 01, 2010 Jan 01, 2015 Jan 01, 2020 Jan 01, 2025 Jan 01, 20300
5,000,000,000
10,000,000,000
Jan 01, 2010 Jan 01, 2015 Jan 01, 2020 Jan 01, 2025 Jan 01, 20300
100,000,000,000
200,000,000,000
300,000,000,000
400,000,000,000
500,000,000,000
90
Hasil skenario indeks kinerja menunjukkan perbaikan indeks penurunan
limbah, indeks peningkatan nilai ekonomi, dan indeks peningkatan stabilitas
sosial. Hal ini ditunjukkan dengan perbaikan kinerja pada skenario optimis
seperti disajikan dalam Gambar 43.
Gambar 43. Simulasi skenario indeks kinerja.
Jan 01, 2010 Jan 01, 2015 Jan 01, 2020 Jan 01, 2025 Jan 01, 20300.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0