d3 teknik sipil politeknik negeri...

37
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 1 BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Jembatan kereta api merupakan sebuah sarana transportasi bebas hambatan, secara historis terdapat cukup banyak jembatan kereta api yang telah dibangun, namun perancangan jembatan kereta api sendiri pun belum cukup menjadi umum. meskipun pada dasarnya terdapat kesamaan dan tidak jauh berbeda dengan jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi pembebanan yang diberikan serta standar acuan yang digunakan. dari pembebanan tersebut lah maka diperlukan sebuah kajian terhadap desain mendetail dari jembatan keretaapi 2.2 Detail EngineeringDesign (DED) Detail Engineering Design merupakan tahap perancangan yang di lakukan guna mendapatkan sebuah rencana yang sesuai dengan perencanaan secara detail atau rinci. Sebelum melakukan tahap perancangan secara rinci dibutuhkan sebuah tinjauan untuk mendapatkan data lapangan yang menunjang untuk perancangan selanjutnya. Dengan data yang dimiliki maka tahap perancangan dapat di mulai dengan melakukan studi awal terhadap lokasi dimana proyek tersebut akan dibangun, kemudian di lakukan perencanaan dasar dengan memunculkan beberapa alternative desain yang memiliki spesifikasi yang berbeda, berdasarkan beberapa kriteriasebagai patokan terhadap desain tersebut maka munculah basic desain terpilih berdasarkan bobot atas kriteria yang diberikan, kemudian dilakukan perencanaan teknis secara rinci dari desain yang terpilih yang kemudian akan menghasilkan sebuah analisis perhitungan serta gambar secara detail

Upload: hakhue

Post on 01-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 1

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Umum

Jembatan kereta api merupakan sebuah sarana transportasi bebas hambatan, secara

historis terdapat cukup banyak jembatan kereta api yang telah dibangun, namun

perancangan jembatan kereta api sendiri pun belum cukup menjadi umum.

meskipun pada dasarnya terdapat kesamaan dan tidak jauh berbeda dengan

jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi pembebanan

yang diberikan serta standar acuan yang digunakan.

dari pembebanan tersebut lah maka diperlukan sebuah kajian terhadap desain

mendetail dari jembatan keretaapi

2.2 Detail EngineeringDesign (DED)

Detail Engineering Design merupakan tahap perancangan yang di lakukan guna

mendapatkan sebuah rencana yang sesuai dengan perencanaan secara detail atau

rinci. Sebelum melakukan tahap perancangan secara rinci dibutuhkan sebuah

tinjauan untuk mendapatkan data lapangan yang menunjang untuk perancangan

selanjutnya.

Dengan data yang dimiliki maka tahap perancangan dapat di mulai dengan

melakukan studi awal terhadap lokasi dimana proyek tersebut akan dibangun,

kemudian di lakukan perencanaan dasar dengan memunculkan beberapa

alternative desain yang memiliki spesifikasi yang berbeda, berdasarkan beberapa

kriteriasebagai patokan terhadap desain tersebut maka munculah basic desain

terpilih berdasarkan bobot atas kriteria yang diberikan, kemudian dilakukan

perencanaan teknis secara rinci dari desain yang terpilih yang kemudian akan

menghasilkan sebuah analisis perhitungan serta gambar secara detail

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 2: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 2

2.3 Tahap Perancangan

1. melakukan review terhadap desain terdahulu

2. mempelajari data dan gambar dari jembatan eksisting

3. peninjauan untuk mendapatkan data sekunder

2.4 Acuan Perancangan

Acuan Perancangan terhadap jembatan yang akan di rancang memiliki kriteria

sebagai dasar pertimbangan untuk mendapatkan desain yang memenuhi pokok

perencanaan, dan juga standar parameter yang tertuang dalam peraturan

pemerintah sebagai berikut

2.4.1 Kriteria Desain

Perencanaan jembatan kereta api harus memenuhi pokok-pokok perencanaan

sebagai berikut:

1. Kekuatan dan stabilitas struktur.

2. Kenyamanan dan Keselamatan.

3. Kemudahan (pelaksanaan dan pemeliharaan).

4. Ekonomis.

5. Pertimbangan aspek lingkungan, sosial dan aspek keselamatan jembatan.

6. Keawetan dan kelayakan jangka panjang.

7. Estetika.

8. Muka air banjir berdasarkan historis dan perhitungan.

Setelah dilakukan penilaian sesuai dengan kriteria desain, diputuskan opsi mana

yang dipilih, kemudian dilanjutkan dengan melakukan perhitungan desain

struktur.

2.4.2 Parameter Umum

1. Umur Rencana jembatan standar adalah 50 tahun.

2. Pembebanan Jembatan menggunakan RM 1921.

3. Geometrik:

a) Lebar jembatan minimum 5,7 meter.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 3: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 3

b) Kemiringan memanjang maksimum 10 ‰.

c) Ruang bebas vertikal di atas jembatan minimal 5,1 meter.

d) Ruang bebas vertikal dan horizontal di bawah jembatan disesuaikan free

board minimal 1,0 meter dari muka air banjir.

e) Untuk kebutuhan estetika tidak menjadi kriteria utama karena jembatan

tidak melintasi daerah tertentu/pariwisata.

f) Geometrik jembatan tidak menutup akses penduduk.

4. Material :

a) Mutu beton lantai K-350, bangunan atas minimal K-350.

b) Mutu baja tulangan menggunakan BJTP 24 untuk < D13, dan BJTD 32

atau BJTD 39 untuk ≥ D13, dengan variasi diameter tulangan dibatasi

paling banyak 5 ukuran.

c) Mutu baja struktur utama menggunakan minimal BJ37 dan jika

menggunakan mutu yang lebih tinggi, tidak melampaui tegangah leleh

550 MPa.

5. Untuk memudahkan validasi koreksi atas gambar rencana, gambar rencana

diusahakan sebanyak mungkin dalam bentuk gambar tipikal dan gambar

standar.

2.5 Pembebanan

Beban yang ditinjau terdiri dari beban tetap (beban mati dan superimposed dead

load) dan beban transien atau beban tidak tetap.

2.5.1 Jenis Beban

Jembatan didesain untuk menahan jenis beban sebagai berikut:

Tabel 2.1 Jenis beban

Tipe Beban Arah Tipe Beban Prinsip Permanent Load (a) Beban Mati Tetap (D1) Vertikal

(b) Beban Mati Tambahan (D2) Vertikal, berupa: berat sendiri komponen struktur baja/beton; berat sendiri rel,

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 4: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 4

bantalan dan balas;

(c) Gaya Prategang (PS) Body force (d) Efek Susut dan Rangkak

Beton (SH), (CR) Body force

Variable Load (a) Beban Kereta (L) Vertikal (b) Beban Tumbukan (I) Horisontal (c) Beban Setrifugal (C) Horisontal (d) Beban Lateral Bakal Pelanting

dan Beban Lateral Roda (LF) Horisontal

(e) Beban Pengereman dan Beban Traksi (B)

Horisontal

(f) Beban Kereta Pemeliharaan Jalan Rel (LM)

Vertikal

(g) Beban Kerumunan (Lp) Vertikal (h) Beban Longitudinal Rel

Panjang (LR) Horisontal

(i) Efek Perubahan Suhu (T) Body force (j) Beban Angin (W) Horisontal (k) Tekanan Arus Aliran

(Tekanan Air pasang) (Wp) Horisontal

(l) Tekanan Tanah (EL) Horisontal (m) Beban Selama Konstruksi (ER) Horisontal

Accidental Load (a) Efek Gempa (EQ) Horisontal (b) Beban Tabrakan (M) Horisontal

Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

2.5.2 Beban Mati

Berat jenis bahan yang biasanya digunakan dalam perhitungan beban mati adalah

sebagai berikut.

Tabel 2.2 Berat Jenis Bahan

Baja, Baja Cor 78.50 KN/m3

Besi Cor 72.50 KN/m3

Kayu 8 KN/m3

Beton 24 KN/m3

Aspal Anti Air 11 KN/m3

Ballast Gravel atau Batu Pecah 19 N/m3

Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 5: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 5

2.5.3 Beban Hidup

Beban kereta yang digunakan sebagai beban hidup adalah 100% RM 1921,

sebagaimana tertera pada tabel di bawah. Perhitungan menunjukkan bahwa

biasanya 100% RM 1921 merupakan beban yang paling membahayakan. Rencana

pembebanan ini berlaku baik untuk jembatan baja maupun beton.

Tabel 2.3 Skema Pembebanan RM 1921

Sumber : Rencana muatan 1921

Kemungkinan rangkaian kereta api yang ditinjau adalah:

Loc + Td + Loc + Td

Loc + Td + Td + Loc

Td + Loc + Loc + Td

Td + Loc + Td + Loc

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 6: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 6

dengan, Td = Tender

Loc = Lokomotif

Dari skema ini senantiasa dipergunakan yang memberikan hasil yang amat tidak

menguntungkan (berbahaya).

2.5.4 Beban Kejut

Beban kejut diperoleh dengan mengalikan faktor i terhadap beban kereta. Faktor

kejut hanya diberlakukan untuk muatan vertikal saja. Untuk jembatan baja faktor i

adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

a. untuk rel pada alas balas

(2.3)

b. untuk rel pada perletakan kayu

(2.4)

c. untuk rel secara langsung pada baja

(2.5)

dimana i = faktor kejut, L = panjang bentang (m).

2.5.5 Beban Horizontal

2.5.5.1 Beban Lateral Bakal Pelanting dan Beban Lateral Roda (LF)

(1) Beban lateral bakal pelanting dan beban lateral roda bekerja pada

permukaan jalan rel dan bekerja tegak lurus dan arah lateral pada jalan rel.

(2) Nilai karakteristik beban lateral pelanting yang digunakan untuk mengkaji

keadaan batas ultimate adalah sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 7: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 7

a. Beban Lokomotif

Beban serial yang terdiri dari 15% beban gandar roda pada tempat

bekerjanya merupakan nilai karakteristik beban lokomotif dengan roda

penggerah bogey pada masing-masing bogey pada lokomotif dua kepala

(double-header) harus dianggap sebagai nilai karakteristik beban bakal

pelanting.

b.Beban Kereta Listrik dan Kereta Diesel

Beban serial yang terdiri dari 20% beban gandar pada tempat pembebanan

yang merupakan nilai karakteristik beban kereta dengan roda bogey pada

setiap sisi kopler bakal pelanting, adalah nilai karakteristik beban lateral

bakal pelanting

(3) Nilai karakteristik beban tekanan lateral roda yang digunakan untuk

menganalisa keadaan batas ultimate adalah sebagai berikut:

Beban lokomotif, beban kereta listrik dan kereta diesel yang ditunjukkan

pada Gambar 2.1(a) adalah nilai karakteristik yang berada pada arah di

dalam (lihat Gambar 2.1b). Hal ini harus diperhitungkan untuk bagian

dengan kecepatan tinggi.

(a) Untuk Kereta Biasa (b) Untuk Kereta Cepat Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

Gambar 2.1 Nilai Karakteristik Beban Lateral Roda

(4) Hanya salah satu beban lateral bakal pelanting atau beban lateral roda yang

diperhitungkan untuk jalan rel tunggal.

(5) Untuk jalan rel ganda dimana setiap jalan rel memiliki struktur balok

sendiri, beban pada (1), (2), (3) harus dihitung sebagai beban untuk setiap

balok. Untuk jalan rel ganda dimana setiap jalan rel memilik struktur balok

monolit, beban (1), (2), dan (3) harus dilipatgandakan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 8: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 8

A max

10S =

A max

10S =

A max ( R-150 )

7500S =

S = 0

Gaya menyamping karena tekanan lokomotif dan tekanan angin dianggap tidak

bekerja bersama-sama.

a. Pada jalur lurus :

(2.6)

b. Pada jalur lengkungan :

R 900 m

(2.7)

150 < R < 900 m

(2.8)

R 150 m

(2.9)

dengan: A = Muatan gandar terbesar (tanpa koef. kejut)

R = Jari-jari lengkungan dalam (m)

Gaya menyamping ini diambil nilai yang paling menentukan dari semua nilai di atas

yang memungkinkan.

2.5.5.2 Beban Rem dan Traksi (B)

(1) Posisi beban rem dan beban traksi harus diperhitungkan pada pusat gravitasi

kereta atau bakal pelanting atau bekerja parallel terhadap jalan rel dan

mempunyai arah horizontal pada jalan rel.

(2) Nilai karakteristik beban rem dan beban traksi yang digunakan pada

keadaan beban ultimate adalah sebagai berikut.

(a) Untuk Beban Lokomotif

Beban yang ditunjukkan pada Tabel 2.4 adalah nilai karakteristik. Tabel 2.4 Nilai Karakteristik Beban Rem dan Beban Traksi pada Beban Lokomotif

Beban Rem 25% dari nilai karakteristik beban kereta Beban Traksi 25% dari beban gandar roda sebagai nilai

karakteristik beban kereta Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 9: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 9

Catatan: Panjang beban kereta harus dalam cakupan efek terbesar pada

elemen

(b) Untuk beban kereta listrik atau kereta diesel, beban yang ditunjukkan

pada Tabel 2.5 adalah nilai karakteristik.

Tabel 2.5 Nilai Karakteristik Beban Rem dan Beban Traksi pada Kereta Listrik dan Kereta

Diesel

Beban Rem (0,27 + 1,00 L/M) T Beban Traksi (0,25 + 0,95 L/M) T

Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

Catatan:

M = Panjang bakal pelanting (1 kereta)

L = Panjang beban kereta dengan efek terbesar pada elemen

T = Beban gandar sebagai nilai karakteristik beban kereta

Tabel 2.6 Nilai Karakteristik Beban Rem dan Beban Traksi pada Kereta Cepat (kecepatan lebih

dari 160 km/jam)

Beban Rem (0,20 + 0,80 L/M) T Beban Traksi (0,19 + 0,76 L/M) T

Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

Catatan:

M = Panjang bakal pelanting (1 kereta)

L = Panjang beban kereta dengan efek terbesar pada elemen

T = Beban gandar sebagai nilai karakteristik beban kereta

Sumber lain (RM 1921) menyebutkan bahwa gaya rem diperhitungkan untuk

jembatan dengan bentang 20 m dan lebih. Besarnya gaya rem adalah 1/6 berat

lokomotif dan 1/10 berat kereta dengan muatan penuh dimana koefisien kejut tidak

diperhitungkan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 10: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 10

Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

Gambar 2.2 Penempatan beban traksi dan beban rem

2.5.5.3 Beban Kereta Pemeliharaan Jalan Rel (LM)

Nilai karakteristik beban kereta pemeliharaan jalan rel yang digunakan untuk

mengetahui keadaan batas ultimate harus ditetapkan berdasarkan pengaturan

gandar, berat aktual dan kapasitas pembebanan maksimum termasuk kereta

pemeliharaan jalan rel dengan efek terbesar pada struktur dan elemen.

2.5.5.4 Beban Kerumunan (LP)

Nilai karakteristik beban kerumunan harus ditetapkan untuk setiap kondisi batas

yang terkait dengan tujuan penggunaan struktur dan elemen.

Tabel 2.7 Beban Kerumunan (kN/m2)

Elemen Klasifikasi Struktur Normal (kN/m2)

Selama Gempa (kN/m2)

Pelat dan lainnya Jembatan untuk pergantian kereta

5,0 - Pelat tengah pada jembatan elevasi stasiun, pelat kantilever, tepi jembatan (untuk jalan rel dengan ballast) Gelagar platform, pelat kantilever, tepi jembatan (pada jalan rel pelat atau jalan rel tanpa ballast)

3,0 -

Balok dan pilar Jembatan untuk pergantian kereta 3,5 1,5

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 11: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 11

Balok tengah untuk jembatan stasiun yang dinaikkan 2,1

Balok platform 2,0 1,0 Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

2.5.5.5 Beban Rel Panjang Longitudinal (LR)

(1) Nilai karakteristik beban longitudinal rela panjang per jalan rel yang

digunakan untuk mengetahui kondisi batas ultimate adalah hasil panjang

keseluruhan struktur menerus yang dikalikan 10 kN/m. Namun demikian

nilai tersebut harus 2000 kN atau kurang.

(2) Nilai karakteristik beban longitudinal rel panjang yang digunakan untuk

mengetahui kondisi batas ultimate dapat berkurang sesuai posisi sambungan

pemuaian dan tipe struktur.

(3) Nilai karakteristik beban longitudinal rel panjang yang digunakan dalam

kajian retak akibat daya tahan dapat dipertimbangkan sebagai pengurangan

nilai beban sampai 80%.

2.5.5.6 Efek Perubahan Suhu

(1) Pada dasarnya, efek perubahan suhu dapat diketahui berdasarkan tipe

struktur, kondisi lingkungan, ukuran elemen, ketebalan selimut dan

komponen lainnya.

(2) Di dalam analisa struktur statis tak tentu, dapat dinilai bahwa gradien

temperatur adalah sama di dalam bagian struktur atau elemen. Dalam hal

ini, peningkatan nilai karakteristik dapat dinilai sebagai perbedaan antara

nilai maksimum dan minimum temperatur rata-rata bulanan dan temperatur

rata-rata tahunan.

(3) Gradien temperatur penampang melintang nominal pada arah vertikal untuk

bentuk penampang melintang struktur atas seperti gelagar boks dianggap

tidak sama.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 12: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 12

2.5.5.7 Beban Angin

Tekanan angin dipandang sebagai muatan terbagi rata, tidak dengan kejut. Beban

angin bekerja tegak lurus rel, secara horisontal, tipikal nilainya adalah:

a. 3.0 kN/m2 pada areal proyeksi vertikal jembatan tanpa kereta di atasnya.

Namun demikian, 2.0 kN/m2 pada areal proyeksi rangka batang pada arah

datangnya angin, tidak termasuk areal sistem lantai.

b. 1.5 kN/m2 pada areal kereta dan jembatan, dengan kereta di atasnya,

pengecualian 1.2 kN/m2 untuk jembatan selain gelagar dek/rasuk atau

jembatan komposit, sedangkan 0.8 kN/m2 untuk areal proyeksi rangka

batang pada arah datangnya angin.

c. Besarnya tekanan angin adalah 100 kg/m2 atau sebesar q = V2/16 untuk

konstruksi yang melintang jalan rel, misal flyover, talang air, dimana V =

kecepatan KA (km/jam).

d. Luas bidang yang tertekan angin ditetapkan sebagai berikut:

- Jembatan dinding rangka

Luas bidang yang menerima tekanan angin dapat diambil sama dengan

25% x luas yang dibatasi oleh garis teoritis skema jembatan atau

berdasarkan ukuran-ukuran sebenarnya

- Jembatan dinding pelat

Luas bidang yang menerima tekanan angin sama dengan luas bidang

dinding pelat.

- Muatan Gerak

Luas bidang yang menerima tekanan angin adalah luas persegi empat

setinggi 3 m yang titik beratnya terletak pada 1.5 m diatas kepala rel.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 13: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 13

2.5.5.8 Beban Gempa

Metode paling sederhana untuk menganalisa beban gempa adalah metode

pergeseran dasar (atau metoda koefiesien gempa), di mana beban ditetapkan

sebagai berikut:

Kh = Kr

(2.10)

Kv = 0.5 Kh

(2.11)

dengan:

Kh = Koefisien gempa horisontal

Kv = Koefisien gempa vertikal

Kr = Koefisien respons gempa

Zonasi gempa mengacu pada Standar Indonesia SNI 03-2833-1992: Tata Cara

Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Jembatan.

Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan (SNI 2833 -2008)

Gambar 2.3 Zona Gempa

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 14: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 14

Dari Gambar di atas, Jembatan KA Babat-Tuban termasuk dalam zona 4, dan

respon spectrum di bawah ini akan digunakan dalam analisa dan factor reduksi

gempa sudah termasuk didalamnya.

Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan (SNI 2833 -2008)

Gambar 2.4 Respon Spektrum Zona Gempa 4

Adapun penentuan kondisi tanah mengacu pada tabel di bawah ini. Tabel 2.8 Jenis Tanah

Jenis Tanah Kedalaman Endapan (Alluvium) terhadap batuan keras – lapisan tanah keras

(SPT ≥ 40) (a) 0 – 3 m (b) 3,4 – 24,4 m (c) >25 m

Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan (SNI 2833 -2008)

2.6 Posisi Beban

Posisi beban ini dibedakan berdasarkan jenis jembatan: (a) jembatan dinding pelat,

(b) jembatan dinding rangka.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 15: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 15

q bs

P bs

POSISI 2

POSISI 1

13.2 m

13.2 m

TENDER TENDERLOKOMOTIF

TENDERLOKOMOTIF

2.6.1 Jembatan Dinding Pelat

a) Beban Mati

Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

Gambar 2.5 Beban Mati Untuk Jembatan Dinding Pelat

qbs = Berat sendiri gelegar utama diperhitungkan sebagai sebagai

beban merata yang bekerja sepanjang bentang jembatan;

Pbs = Berat sendiri rel, bantalan, gelegar melintang, memanjang,

ikatan angin dan ikatan rem diperhitungkan sebagai beban

terpusat yang bekerja pada titik gelegar melintang,

b) Beban Hidup

Posisi beban hidup yang dijadikan dasar perhitungan kekuatan struktur,

ditetapkan sedemikian rupa sehingga diperkirakan akan memberikan pengaruh

terbesar terhadap suatu komponen struktur.

Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

Gambar 2.6 Posisi Beban Hidup Pada Jembatan Dinding Pelat

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 16: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 16

H rem

Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

Gambar 2.7 Posisi Gaya Rem Pada Jembatan Dinding Pelat

2.6.2 Jembatan Dinding Rangka

a) Beban Mati

Berat sendiri struktur jembatan baja diperhitungkan secara langsung oleh software

dengan memasukkan besar berat volume material yang digunakan. Sedangkan untuk

rel dan bantalan diperhitungkan sebagai beban terpusat yang bekerja di titik-titik

nodal seperti yang ditunjukkan dalam gambar dibawah ini.

Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

Gambar 2.8 Beban Mati Pada Jembatan Dinding Rangka

b) Beban Hidup

Posisi beban hidup yang dijadikan dasar perhitungan kekuatan struktur, ditetapkan

sedemikian rupa sehingga diperkirakan akan memberikan pengaruh terbesar

terhadap suatu komponen struktur.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 17: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 17

8,75 t/m1

5 t/m1

POSISI 1

POSISI 2

5 t/m1

POSISI 3

POSISI 4

POSISI 5

POSISI 6

6 x m= m7,80 46,80

7 x 15 t

8,0

13,2 m

2 x 13,2 = 26,4 m

TENDERLOKOMOTIF

Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

Gambar 2.9 Posisi Beban Hidup Pada Jembatan Dinding Rangka

2.7 Metoda Desain Bangunan Atas Jembatan

Beberapa pedoman umum yang dapat dipertimbangkan dalam desain bangunan

atas jembatan KA adalah:

1. Apabila tidak direncanakan secara khusus maka dapat digunakan bangunan

atas jembatan sesuai bentang ekonomis dan kondisi lalu-lintas air di

bawahnya seperti:

a. Box Culvert (single, double, triple), bentang 1 s/d 10 meter.

b. Voided Slab sampai dengan bentang 6 s/d 16 meter.

c. Gelegar Beton Bertulang Tipe T bentang 6 s/d 25 meter.

d. Gelegar Beton Pratekan Tipe I dan Box bentang 16 s/d 40 meter.

e. Girder Komposit Tipe I dan Box bentang 20 s/d 40 meter.

f. Rangka Baja bentang 40 s/d 60 meter.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 18: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 18

2. Penggunaan bangunan atas diutamakan dari sistem gelegar beton bertulang

atau box culvert serta gelagar pratekan untuk bentang pendek dan untuk

kondisi lainnya dapat menggunakan gelagar komposit atau rangka baja dan

lain sebagainya.

Kekuatan dan Kekakuan dari struktur jembatan pada metode Desain Keadaan

Batas didesain dan dinilai berdasarkan tiga keadaan batas yaitu: Keadaan Batas

Ultimate, Keadaan Batas Layanan dan Keadaan Batas Fatik. Secara detail akan

dijelaskan dalam sub bab berikut.

2.8 Keadaan Batas Ultimate

(1) Keadaan Batas Ultimate adalah kekuatan tertinggi struktur dan komponennya

untuk menahan tingkat terbesar pembebanan eksternal. Keadaan Batas

Ultimate tersebut harus dihitung dengan menggunakan faktor bahan γ, pada

setiap bagian struktur, sedangkan selanjutnya adalah kombinasi pembebanan,

masing-masing (i) dikalikan dengan faktor beban, ψ. Keadaan tersebut

dinyatakan dalam rumus matematika sebagai berikut:

(

) (2.12)

dengan: ϒ = faktor material

Sn = kekuatan nominal

Li = masing-masing beban yang digunakan

Φ = faktor beban

n = bagian struktur yang dimaksud

i = nomor identifikasi untuk masing-masing beban

(2) Faktor beban untuk tipikal kombinasi pembebanan, seperti yang tercantum

pada Tabel 2.9 Kombinasi pembebanan ini berlaku untuk jembatan baja.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 19: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 19

Tabel 2.9 Faktor Beban

No Kombinasi

Pembebanan

Faktor Beban Tetap Beban Transien

D L I

(L x i)

C (L x α)

LR LF B W1 W2 E

1 1,0 1,1 1,1 1,1 1,0 2 1,0 1,1 1,1 1,1 1,0 1,0 1,0 3 1,0 1,1 1,0 1,0 1,0 4 1,0 1,2 5 1,0 1,1 6 1,1 1,0

7 1,1 1,0

8 1,0 1,0 1,0 1,0 9 1,0 10 1,0 1,0 1,0

Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

dengan: D = Beban Mati

L = Beban Hidup

I = (L x i) = Beban Kejut

C = (L x α) = Beban Centrifugal

LR= Beban Rel Panjang Longitudinal

LF= Beban Lateral

B = Beban Pengereman dan Traksi

W1 = Beban Angin (Tanpa Kereta)

W2= Beban Angin (Dengan Kereta)

E = Beban Gempa

(3) Faktor bahan untuk tipikal Keadaan tegangan diuraikan pada Tabel 2.10

Tabel 2.10 Faktor Bahan

Bahan Keadaan Tegangan

ϒ

400 Baja (seperti BJ 36)

Tarik 1,05 Geser 1,05 Lentur 1,05 Tekan 1,05

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 20: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 20

5000 Baja (seperti BJ 50)

Tarik 1,15 Geser 1,15 Lentur 1,15 Tekan 1,0

Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

Catatan: Logam las pada bagian struktur yang dimaksud diberlakukan faktor

bahan yang sama.Kombinasi pembebanan untuk jembatan beton diberikan dalam

table 2.11 berikut.

Tabel 2.11 Kombinasi Pembebanan untuk jembatan beton

Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 21: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 21

Catatan:

{ } beban variable sekunder.

[ ] beban harus diperhitungkan sesuai keperluan (ditentukan oleh perancang

dan pemilik)

Apabila beban tetap yang lebih kecil tidak menentukan, beban mati harus

dikalikan 0.8–1.0.

2.9 Keadaan Batas Layanan

(1) Struktur dan komponen terkait harus didesain untuk keadaan batas layanan

dengan mengendalikan atau membatasi besar defleksi.

(2) Defleksi balok harus ditetapkan dengan batasan yang sesuai. Defleksi balok

akibat beban mati dan beban hidup pada dasarnya tidak boleh melampui

sebagai berikut:

Tabel 2.12 Tipikal Batas Defleksi

Jenis Kereta Gelagar Rangka

Batang L (m) 0 < L < 50 L ≥ 50 Seluruh

Bentang Lokomotif L/800 L/700

L/1000 Kereta listrik

dan/atau

kereta diesel

V (km/jam)

V ≤ 100 L/700

100 < V ≤

130 L/800 L/700

130 < V ≤

160 L/1100 L/900

dengan: V = kecepatan kereta (km/jam) , L = panjang bentang (m) Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 22: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 22

2.10 Bahan

2.10.1 Sifat fisik baja struktur

Modulus Elastisitas: E = 2.10 x 105 MPa

Modulus Geser: G = 81 x 103

MPa

Rasio Poisson: v = 0.30

Koefisien Pemuaian Panas: 12 x 10-6

per °C

Material baja mengacu pada Standar Indonesia SNI 03-1729-2002: Desain

Standar Struktur Baja untuk Bangunan, seperti dalam Tabel di bawah.

Tabel 2.13 Tabel mutu baja

Jenis Baja

Tegangan putus

Minimum, fu (MPa)

Tegangan leleh

minimum, fy (MPa)

Regangan minimum (%)

BJ34 340 210 22 BJ37 370 240 20 BJ41 410 250 18 BJ50 500 290 16 BJ55 550 410 13

Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

i. Kekuatan Dasar

Kekuatan Dasar bahan baja struktur adalah Tegangan Leleh sebagaimana

disebutkan di dalam SNI.

ii. Kekuatan Desain

Kekuatan Desain Bahan berdasarkan Tegangan Leleh, fy adalah sebagai berikut:

a. Kekuatan tarik :

σtu=fy (2.13)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 23: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 23

b. Kekuatan tekan tergantung pada rasio kelangsingan l/r dari komponen

yang dimaksud, lihat Tabel di bawah.

Tabel 2.14 Kekuatan desain akibat gaya tekan

Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

Tabel 2.15 Panjang tekuk: l

Panjang Tekuk l Batang dari rangka (truss) Panjang komponen Di luar bidang badan rangka Panjang komponen Pada bidang badan 0.9 kali panjang komponen Kerangka lateral dan perkuatan Panjang komponen

Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

c. Kekuatan geser

3τy = fy / S3 (2.14)

Tabel 2.16 Kekuatan Desain untuk Geser u (N/mm2)

Tipe Material SS 400 SM 400

SM 490 SS 490 Y SM 520 SMA 490

SM 570 SMA 570

Kekuatan Desain 135 180 205 260 Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

Tabel 2.17 Kekuatan Desain untuk Bearing p (N/mm2)

Tipe Material SS 400 SM 400 SMA 400

SM 490 SS 490 Y SM 520 SMA 490

SM 570 SMA 570

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 24: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 24

Kekuatan Desain 350 470 520 570 Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

2.10.2 Bahan untuk Sambungan

2.10.2.1 Baut Biasa (Ordinary Bolt)

Sifat mekanis baut biasa harus ditetapkan berdasarkan tingkat kekuatan

sebagaimana disyaratkan masing-masing pada standar nasional/internasional yang

ada. Tabel 2.18 Desain Baut Biasa (N/mm2)

Kekuatan Desain

Tipe Baut

Kelas 4.6

Geser

Bearing/Tumpu

140

365

Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

2.10.2.2 Baut Berkekuatan Tinggi (High Strength Bolt – HSB)

Sifat mekanis dan tingkat kekuatan Baut Berkekuatan Tinggi adalah sebagaimana

ditetapkan pada negara pemasok, seperti:

Amerika ASTM A325, dll

Jepang JIS, F8T, dll

Inggris (Eropa) BS Tingkat 8.8, dll.

Tabel 2.19 Kekuatan Desain untuk Tarik (kN)

Tipe Baut F 8 T F 10 T S 10 T Diameter Nominal

M 16 M 20 M 22 M 24

85 133 165 192

106 165 205 238

Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 25: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 25

Tabel 2.20 Kekuatan Desain untuk Tegangan Geser (N/mm2)

Tipe Baut B6T B8T

Kekuatan Desain 185 245 Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

2.10.2.3 Baut-High Strength Friction Grip (HSFG)

Kekuatan Desain sampai Slip (Baut-HSFG) Pa (kN)

Tabel 2.21 Desain baut mutu tinggi

Diameter Nominal

Tipe Baut F8 T Kelas 4.6

M 16 34 42

M 20 53 66

M 22 66 82

M 24 77 95

Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

2.10.3 Sambungan Las

Kekuatan dasar logam las harus setara dengan bahan utama, dengan ketentuan

bahwa berdasarkan sifat metalurgi cukup digunakan sebagai bahan las (electroda).

Las harus direncanakan sesuai dengan cara rencana keadaan batas ultimit.

Kekuatan kelompok las yang menahan beban yang bekerja, dalam pendekatan ini,

kekuatan las yang ditentukan harus dikalikan dengan faktor sebagai berikut:

a. las tumpul penetrasi penuh..…...……… 0,55

b. jenis las lain.............…..........…..……... 0,44

2.10.3.1 Las tumpul penetrasi penuh dan sebagian

Ukuran Las

Ukuran las tumpul penetrasi penuh pada sambungan T atau sambungan sudut, dan

ukuran las penetrasi sebagian adalah jarak antara ujung luar sampai dengan ujung

dalam persiapan las, tidak termasuk perkuatan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 26: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 26

Tebal Rencana Leher

Tebal rencana leher harus sebagai berikut:

a. Las tumpul penetrasi penuh

Tebal rencana leher untuk las tumpul penetrasi penuh adalah ukuran las.

b. Las tumpul penetrasi sebagian Tebal rencana leher untuk las tumpul penetrasi sebagian harus sebagai

dispesifikasi dalam Tabel 2.22. Tabel 2.22 Tebal leher dari las tumpul penetrasi sebagian

Jenis Las Tumpul

Penetrasi Sebagian Sudut Persiapanθ

Tebal Leher Rencana

(mm)

V tunggal θ < 60 0

θ > 60 0

d – 3 mm

d

V ganda θ < 60 0

θ > 60 0

d3 + d4 – 6 mm

d3 + d4

d = kedalaman persiapan, (d3 dan d4 adalah untuk nilai untuk tiap sisi las)

θ = sudut persiapan Sumber : Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1729-2002)

Panjang Efektif Dan Luas Efektif

Panjang efektif las tumpul adalah jumlah dari panjang las ukuran penuh dan luas

efektif las tumpul adalah perkalian panjang efektif dengan tebal rencana leher.

Peralihan tebal atau lebar

Sambungan las tumpul antara bagian dengan tebal berbeda atau lebar tidak sama

yang memikul tarik harus mempunyai peralihan halus antara permukaan atau tepi.

Peralihan harus dibuat dengan melandaikan bagian lebih tebal atau dengan

melandaikan permukaan las atau dengan kombinasi dari keduanya, seperti

ditunjukkan dalam Gambar 2.10. Kelandaian peralihan antara bagian-bagian tidak

boleh melebihi 1:1. Namun, ketentuan untuk fatik mensyaratkan kelandaian lebih

kecil dari ini atau suatu peralihan lengkung antara bagian untuk beberapa kategori

detil fatik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 27: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 27

Penentuan Kekuatan Las Tumpul

Penentuan kekuatan las tumpul harus sebagai berikut:

a. Las tumpul penetrasi penuh

Kekuatan rencana las tumpul penetrasi penuh harus diambil sama dengan

kapasitas nominal bagian lebih lemah pada bagian-bagian tersambung

dikalikan faktor reduksi kekuatan sesuai untuk las tumpul penetrasi penuh

adalah 0,9 dengan syarat bahwa cara pengelasan sesuai dengan kualifikasi

yang disyaratkan oleh yang berwenang.

b. Las tumpul penetrasi sebagian

Kekuatan rencana las tumpul penetrasi sebagian harus dihitung seperti untuk

las sudut dengan menggunakan tebal rencana leher yang ditentukan. Las

tumpul penetrasi sebagian tidak boleh digunakan untuk menyalurkan beban

tarik atau tekan.

2.10.3.2 Las sudut

Ukuran las sudut

Ukuran las sudut dinyatakan oleh panjang kakinya. Panjang kaki harus ditentukan

sebagai panjang, tw1, tw2, dari sisi yang terletak sepanjang kaki segitiga yang

terbentuk oleh penampang melintang las (lihat Gambar 2.10(a) dan (b)). Apabila

kaki sama panjang, ukuran dinyatakan oleh dimensi tunggal, tw. Bila terdapat sela

akar, ukuran, tw, diberikan oleh panjang kaki segitiga yang terbentuk dengan

mengurangi sela akar seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.10(c).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 28: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 28

Sumber : Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1729-2002)

Gambar 2.10 Ukuran las sudut

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 29: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 29

Ukuran Minimum Las Sudut

Ukuran minimum las sudut, selain dari las sudut yang digunakan untuk

memperkuat last umpul, harus sesuai Tabel 2.23, kecuali bahwa ukuran las tidak

boleh lebih besar dari bagian yang paling tipis dalam sambungan. Tabel 2.23 Ukuran minimum las sudut

Tebal Bagian Paling Tebal

t mm

Ukuran Minimum Las Sudut

twmm

3

4

5

6

8

10

12

Sumber : Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1729-2002)

Ukuran Maksimum Las Sudut Sepanjang Tepi

Ukuran maksimum las sudut sepanjang tepi bahan adalah:

a) Untuk bahan dengan tebal kurang dari 6 mm, diambil tebal bahan (Gambar

2.11a)

b) Untuk bahan dengan tebal 6 mm atau lebih (lihat Gambar 2.11 (b)), kecuali

tebal rencana leher disyaratkan lain pada gambar (lihat Gambar 2.11 (c)),

ukuran las harus diambil sebesar tebal bahan dikurangi 1 mm.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 30: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 30

Sumber : Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1729-2002)

Gambar 2.11 Ukuran maksimum las sudut sepanjang tepi

Tebal Rencana Leher

Tebal rencana leher, tt dari las sudut adalah seperti ditunjukkan dalam Gambar

2.12. Untuk las yang dibuat dengan cara pengelasan otomatik, suatu peningkatan

tebal rencana leher B dapat diijinkan seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.12,

dengan syarat bahwa dapat dibuktikan melalui pengujian makro pada hasil las

bahwa penetrasi yang disyaratkan telah tercapai. Bila penetrasi demikian tercapai,

ukuran las yang disyaratkan dapat dikurangi sebanding dengan tebal rencana leher

yang disyaratkan.

Sumber : Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1729-2002)

Gambar 2.12 Las penetrasi dalam

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 31: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 31

Panjang Efektif

Panjang efektif las sudut adalah seluruh panjang las sudut berukuran penuh,

termasuk putaran ujung. Tidak perlu mengadakan reduksi panjang efektif untuk

permulaan atau kawah las bila las adalah berukuran penuh pada seluruh panjang.

Panjang efektif minimum las sudut adalah 4 kali ukuran las. Namun, bila

perbandingan panjang efektif las terhadap ukuran las tidak sesuai persyaratan ini,

ukuran las untuk perencanaan harus diambil sebesar 0,25 kali panjang efektif.

Persyaratan panjang minimum berlaku juga untuk sambungan lewatan. Tiap

segmen dari las sudut tidak menerus harus mempunyai panjang efektif tidak

kurang dari 40 mm atau 4 kali ukuran nominal las, diambil yang lebih besar.

Luas Efektif

Luas efektif las sudut adalah perkalian panjang efektif dan tebal rencana leher.

Jarak Melintang Antar Las Sudut

Bila dua las sudut sejajar menghubungkan 2 komponen dalam arah gaya rencana

untuk membentuk unsur tersusun, jarak melintang antar las tidak boleh melebihi

32 tp, kecuali pada ujung unsur tarik jika dipergunakan las sudut terputus-putus,

jarak melintang tidak boleh melebihi 16 tp atau 200 mm, di mana tp adalah tebal

terkecil dari 2 komponen yang disambung. Agar persyaratan di atas terpenuhi,

dizinkan untuk mempergunakan las sudut dalam sela dan atau lubang dalam arah

gaya rencana.

Jarak Antar Las Sudut Tidak Menerus

Kecuali pada ujung unsur tersusun, jarak bersih antara las sudut terputus-putus,

sepanjang garis las, tidak boleh melebihi nilai terkecil dari:

a. untuk elemen yang mengalami tekan 16 tp dan 300 mm.

b. untuk elemen yang mengalami tarikan 24 tp dan 300 mm.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 32: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 32

Unsur Tersusun-Las Sudut Terputus-Putus

Las sudut yang terputus-putus tidak boleh digunakan untuk sambungan,

atau pada tempat dimana korosi dapat membahayakan struktur. Bila las sudut

terputus-putus menghubungkan komponen untuk membentuk unsur tersusun, las

harus memenuhi persyaratan berikut:

a. Pada ujung komponen tarik atau tekan dari balok, atau pada ujung unsur tarik,

bila hanya digunakan las sudut pada sisi komponen, panjang las pada tiap

garis sambungan paling sedikit sama dengan lebar komponen yang di

sambung. Bila lebar komponen yang disambung adalah tirus, panjang las

adalah nilai terbesar dari:

1. Lebar bagian yang paling besar, dan

2. Panjang bagian yang tirus

b. Pada pelat penutup atau pelat dasar unsur tekan, las harus mempunyai panjang

pada setiap garis sambungan sebesar paling sedikit lebar maksimum unsur

pada permukaan kontak.

c. Bila balok dihubungkan pada permukaan unsur tekan, las yang

menghubungkan komponen unsur tekan harus mencakup melewati tepi atas

dan tepi bawah balok dan disamping itu:

1. Untuk sambungan tidak terkekang, suatu jarak d di bawah permukaan

bawah dari gelagar, dan

2. Untuk sambungan terkekang, suatu jarak d di atas dan di bawah

permukaan

atas dan bawah gelagar, di mana d adalah dimensi maksimum penampang

melintang dari unsur tekan.

Keadaan batas ultimit untuk las sudut

Las sudut yang memikul gaya rencana per satuan panjang las, Vw*, harus

memenuhi:

(2.15)

Gaya rencana per satuan paniang, Vw *, adalah jumlah vektor gaya rencana per

satuan panjang pada luas efektif las. Kekuatan nominal las sudut per satuan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 33: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 33

panjang harus dihitung sebagai berikut:

(2.16)

dengan pengertian :

Ø adalah faktor reduksi kekuatan 0,75

fuw adalah kekuatan nominal las sudut per satuan panjang, dinyatakan

dalam Mega Pascal,(MPa).

tt adalah lebar rencana leher, dinyatakan dalam milimeter, (mm)

kr adalah faktor reduksi yang dapat dilihat pada Tabel 2.7 untuk

memperhitungkan panjang hubungan lebih yang di las, Lw. Untuk

semua jenis hubungan lain, kr =1,0 Tabel 2.24 Faktor reduksi untuk hubungan lebih yang dilas, kr

Panjang las, , (m)

1,00 0,62 Sumber : Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1729-2002)

2.11 Lengkungan Lawan Lendut (Chamber)

Lengkungan lawan-lendut tidak diperlukan apabila bentang kurang dari 30 meter.

Selain itu, persyaratan untuk menyeimbangkan defleksi adalah akibat beban mati

dan satu pertiga atau seperempat beban hidup.

Dengan demikian untuk jembatan KA jalur Babat – Tuban, analisa terhadap lawan

lendut hanya akan dilakukan untuk BH20 yang melintasi Sungai Bengawan Solo,

yaitu 5 x 45 meter.

2.12 Sistem Lantai

1. Untuk membentuk sistem lantai lebih disarankan menggunakan sambungan

baut

2. Pada sambungan digunakan pelat pengaku dan siku dengan penambat baut

3. Panjang siku sedapat mungkin harus cukup untuk memenuhi ketinggian

komponen sambungan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 34: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 34

4. Balok lantai harus disambungkan ke balok utama atau rangka batang dengan

sudut siku-siku.

5. Apabila balok memanjang ditempatkan di atas balok lantai (pada atas flens

atas), harus didesain tahanan stabilitas yang cukup.

2.13 Bracing

1. Sistem lantai harus didesain cukup kaku untuk mengatasi ketidakstabilan

lateral.

2. Komponen pada bracing ganda harus dapat secara efektif menahan gaya tarik

dan tekan secara bersamaan.

3. Rangka batang penahan rem untuk menahan gaya rem dan traksi apabila

diperlukan harus ditempatkan pada titik tengah balok memanjang tanpa

sambungan expansi.

4. Pada jembatan rangka dinding, kerangka portal disarankan diletakkan untuk

menahan beban lateral yang bekerja pada batang atas rangka batang yang

berdekatan.

2.14 Pelat Gelagar

2.14.1 Ketebalan Pelat Badan

Rasio D/t tidak melampaui 170, kecuali apabila digunakan pengaku sesuai.

dengan: D = tinggi bersih pelat badan

t = ketebalan pelat badan

2.14.2 Pelat Penutup

Areal penampang lintang pelat penutup tidak boleh melampaui dua kali tebal flens

yang akan ditutup. Panjang las harus sepenuh panjang pelat penutup yang

disambungnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 35: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 35

2.14.3 Pengaku

1. Diperlukan untuk memberikan pengaku

a. pada titik beban terpusat, seperti perletakan jembatan

b. pada titik sambung dengan komponen lainnya, seperti balok lantai

2. Ujung pengaku harus berada rapat dengan flens.

2.14.4 Jarak antara Pengaku Antara

d maksimum dihitung sebagai berikut:

(2.17)

dengan: d = jarak antara pengaku (mm)

t = tebal pelat badan

τ = tegangan geser pelat badan antara dua pengaku yang

berdekatan

dalam kgf/mm2

atau dalam 1/10 · N/mm2)

2.15 Rangka Batang

2.15.1 Komponen Rangka Batang

1. Komponen rangka batang bagian ujung disarankan mempunyai penampang

kotak.

2. Penampang melintang tipikal komponen rangka sebagaimana ditunjukkan

pada Gambar 2.13 harus memenuhi γy⟩γx

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 36: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 36

Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

Gambar 2.13 Tipikal penampang melintang komponen batang

2.15.2 Pelat buhul sambungan

Ketebalan minimum pelat buhul sambungan pada titik buhul adalah:

(2.18)

,

atau 11mm, mana yang lebih besar

dengan: t = tebal pelat buhul

P = gaya aksial maksimum yang dipikul oleh komponen (kN)

b = lebar elemen komponen yang disambung ke pelat buhul (mm)

2.16 Perletakan

Perletakan jembatan ini didesain dengan menggunakan perletakan Jenis Roller

atau rocker dikarenakan tipe jembatan ini menggunakan jembatan rangka dengan

koefisien gesek dari perletakan ini yaitu 0,10.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 37: D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNGdigilib.polban.ac.id/files/disk1/69/jbptppolban-gdl-fauzialant... · jembatan jalan raya tetapi jembatan ini memiliki perbedaan dari segi

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana, Detail Engineering Design….. II - 37

Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia

Gambar 2.14 Tebal minimum perletakan

Gambar 2.15 Ruang bebas untuk batang yang berdekatan

Sumber : Standar teknis kereta api Indonesia