d09nda
TRANSCRIPT
1
EFEK PERBEDAAN TEKNIK PENGERINGAN TERHADAP KUALITAS, FERMENTABILITAS, DAN KECERNAAN
HAY DAUN RAMI (Boehmeria nivea L Gaud)
SKRIPSI
NOVENI DWI ASTI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
2
RINGKASAN
NOVENI DWI ASTI. D24053038. 2009. Efek Perbedaan Teknik Pengeringan terhadap Kualitas, Fermentabilitas, dan Kecernaan Hay Daun Rami (Boehmeria nivea L Gaud). Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Suryahadi, DEA
Daun rami merupakan limbah hijauan dari tanaman rami yang berpotensi
sebagai pakan ternak. Saat ini penggunaannya dalam bentuk segar sangat terbatas karena proses panennya dilakukan hanya pada periode tertentu, sehingga diperlukan adanya pengawetan. Salah satu cara pengawetan hijauan adalah pengawetan kering (hay). Teknik pengeringan yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan matahari terbuka, rumah kaca, dan oven.
Daun rami yang digunakan berasal dari Koperasi dan Pondok Pesantren Darussalam, Garut, Jawa Barat. Teknik pengeringan yang dilakukan adalah kering matahari 7 jam (KM-7), kering matahari 14 jam (KM-14), kering matahari 21 jam (KM-21), rumah kaca 7 jam (RK-7), rumah kaca 14 jam (RK-14), rumah kaca 21 jam (RK-21), pengeringan oven 50˚C (Ov-50), oven 60˚C (Ov-60), dan oven 70˚C (Ov-70). Peubah yang diukur pada hay daun rami antara lain komposisi nutrien (bahan kering, abu, protein, serat kasar), NDF dan ADF, konsentrasi NH3 dan VFA total, produksi gas dan kecernaan bahan organik estimasi, serta kecernaan bahan kering dan bahan organik secara in vitro.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan teknik pengeringan menyebabkan perubahan dan perbedaan pada kandungan nutrien hay daun rami. Pengeringan dengan intensitas cahaya matahari 14 jam pada RK dan 21 jam pada KM dapat menghasilkan hay dengan kandungan BK >86% atau KA <14%. Suhu pengeringan 50, 60, dan 70˚C pada oven juga menghasilkan hay dengan kandungan BK >86% atau KA<14%. PK hay daun rami tidak dipengaruhi oleh perbedaan teknik pengeringan, tetapi oleh perbedaan intensitas cahaya matahari pada KM dan RK, serta suhu pada Ov. Hasil uji kontras menunjukkan bahwa kandungan NDF dan ADF hay daun rami antara ketiga jenis teknik pengeringan RK, KM, dan Ov tidak berbeda nyata. Fermentabilitas hay daun rami yang ditunjukkan oleh konsentrasi VFA dan NH3 tidak dipengaruhi oleh perbedaan teknik pengeringan, demikian juga dengan kecernaan bahan kering dan bahan organiknya. KCBO hay daun rami yang diestimasi dari produksi gas pada pengeringan Ov lebih rendah dibandingkan dengan RK maupun KM.
Kata-kata kunci : Daun rami, kering matahari, oven, rumah kaca, teknik
pengeringan.
3
ABSTRACT
The Effect of Different Drying Techniques on Quality, Fermentability, and Digestibility of Ramie Leaves Hay (Boehmeria nivea L Gaud)
N.D.Asti, I.G.Permana, and Suryahadi
Ramie leaves as by product of ramie fiber plantation, have great potentials as animal feedstuff. However, their utilizations are limited due to their periodical availability. There is a need of ramie leaves preservation so that the leaves can be used in animal daily ration. Drying leaves under open sunlight is the cheapest preservation method. However, frequently rainfall interfered in tropical rainforest like Indonesia causes mold contamination on the material. Therefore, alternative drying techniques need to be studied. Ramie leaves from Koppontren Darussalam Garut were used to evaluate the effect of different drying techniques on dried ramie leave nutrition composition, fermentability and digestibility. The drying technique used are open sun drying at 7 (KM-7), 14 (KM-14) and 21 (KM-21) hours of light intensity, green house drying at 7 (RK-7), 14 (RK-14) and 21 (RK-21) hours of light intensity, and oven heat at 50oC (Ov-50), 60oC (Ov-60) and 70oC (Ov-70). The proximate composition had been determined according to AOAC (1999). NDF and ADF had been determined according to van Soest (1991). The concentration VFA and NH3 were measured according to General Laboratory Procedures (1966), while gas production were measured according to Menke et al (1979). Tilley and Terry (1963) method were used to determine dry matter and organic matter digestibility. Drying in green house at 14 h and open sun drying at 21 h sun light intensities reduced moisture content to storage safety level (DM>86%). Drying in oven in all temperature produced hay with moisture content <14% (DM>86%). Ov-50 resulted higher ramie leaves CP content than RK-14, RK-21, or KM-21. Organic matter digestibilities estimated from gas production of Ov’s techniques were lower than RK’ or KM’s. At least 14 hours of light intensities were needed to produce dried ramie leaves with moisture content less than 14% or DM > 86% on green house and 21 hours if oven sun drying technique will be applied. Drying ramie leaves at lower temperature (50oC) were sufficient.
Keywords: Drying technique, green house, oven heat drying, ramie leaf, sun drying.
4
EFEK PERBEDAAN TEKNIK PENGERINGAN TERHADAP KUALITAS, FERMENTABILITAS, DAN KECERNAAN
HAY DAUN RAMI (Boehmeria nivea L Gaud)
NOVENI DWI ASTI
D24053038
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
5
EFEK PERBEDAAN TEKNIK PENGERINGAN TERHADAP KUALITAS, FERMENTABILITAS, DAN KECERNAAN
HAY DAUN RAMI (Boehmeria nivea L Gaud)
Oleh
NOVENI DWI ASTI
D24053038
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 5 Agustus 2009
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc. Dr. Ir. Suryahadi, DEA. NIP. 19670506 199103 1 001 NIP. 19561124 198103 1 002
Dekan Ketua Departemen Fakultas Peternakan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Institut Pertanian Bogor Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr. Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc. NIP. 19670107 199103 1 003 NIP. 19670506 199103 1 001
6
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 16 November 1987 di Purworejo, Jawa
Tengah. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak
Kasdono dan Ibu Supiyah.
Pada tahun 1993 penulis mengawali pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar
Negeri 2 Katerban dan diselesaikan pada tahun 1999. Pendidikan lanjutan tingkat
pertama dimulai pada tahun 1999 dan diselesaikan pada tahun 2002 di Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 3 Purworejo. Penulis melanjutkan pendidikannya
di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Purworejo pada tahun 2002 dan diselesaikan
pada tahun 2005.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2006. Penulis aktif dalam
organisasi Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER)
periode 2006-2007) sebagai bendahara dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
sebagai staf Riset dan Pengembangan Mahasiswa, periode 2007-2008. Penulis juga
aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga Mahasiswa Purworejo di IPB
(GAMAPURI) sebagai sekretaris, periode 2007-2008. Penulis pernah mengikuti
kegiatan magang di Taman Burung, Taman Mini Indonesia Indah selama 2 minggu
pada tahun 2007. Penulis berkesempatan menjadi penerima beasiswa PPA
(Peningkatan Prestasi Akademik) pada tahun 2007/2008 dan beasiswa Tanoto
Foundation tahun 2008/2009.
7
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Efek Perbedaan
Teknik Pengeringan terhadap Kualitas, Fermentabilitas, dan Kecernaan Hay
Daun Rami (Boehmeria nivea L Gaud). Skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar sarjana peternakan.
Skripsi ini ditulis berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada bulan
Agustus sampai Desember 2008 bertempat di Laboratorium Lapang Agrostologi, dan
Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Tulisan ini berisi informasi tentang beberapa teknik yang dapat digunakan
untuk pengeringan daun rami atau pembuatan hay daun rami, kandungan nutien hay
daun rami, dan penggunaan hay daun rami secara in vitro. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui teknik pengeringan yang dapat digunakan untuk pengeringan daun
rami sehingga dapat menjamin ketersediaannya sebagai pakan ternak.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan. Namun demikian, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Bogor, Agustus 2009
Penulis
8
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN…………………………………...…………………………. Ii
ABSTRACT……………………………………………………………….. Iii
RIWAYAT HIDUP………………………………………………………... Iv
KATA PENGANTAR…………………………………………………….. V
DAFTAR ISI………………………………………………………………. Vi
DAFTAR TABEL…………………………………………………………. Vii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… Viii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. Ix
PENDAHULUAN………………………………………………………… 1
Latar Belakang…………………………………………………….. 1Perumusan Masalah……………………………………………….. 2Tujuan……………………………………………………………… 2
TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………… 3
Tanaman Rami….………………………………………………….. 3Daun Rami dan Pemanfaatanya untuk Ternak..…………………… 5Fermentabilitas Pakan……………………………………………… 6Kecernaan Pakan…………………………………………………... 7Teknik Pengeringan………………………………………………... 7Kandungan dan Sifat-Sifat Bahan Pangan…………………………. 11Hasil Penelitian tentang Pengeringan……………………………… 12
METODE…………………………………………………………………... 14
Lokasi dan Waktu………………………………………………..... 14Materi………….…………………………………………………… 14Rancangan Percobaan……………………………………………… 14Prosedur……………………………………………………………. 16
HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………. 20
Perubahan BK, BO, dan Protein Kasar Hay Daun Rami..………… 20Kandungan Nutrien Hay Daun Rami..…………………………….. 21Kecernaan Hay Daun Rami...….…………………………………... 25
Koefisien Cerna Bahan kering (KCBK)…………...……... 26Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO)…………...…… 26
Produksi Gas……………………………………………………..... 27Fermentabilitas Hay Daun Rami ..………………………………... 28
Konsentrasi VFA (Volatile Fatty Acid) Total…………… 29Konsentrasi NH3…………………………………………. 29
KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………… 30
9
Kesimpulan………………………...………………………………. 30Saran……………………………………..………………………… 30
UCAPAN TERIMA KASIH………………………………………………. 31
DAFTAR PUTAKA…………………………..…………………………… 32
LAMPIRAN………………………………….……………………………. 35
10
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Suhu Pengeringan Matahari dan Rumah Kaca…………………… 16
2. Suhu, Kelembaban Udara, dan Jenis Tanah Bogor dan Garut………………………………………………………………. 16
3. Kehilangan Air selama Proses Pengeringan (g) serta BK, BO, dan PK Hay Daun Rami setelah Proses Pengeringan.………............... 20
4. Komposisi Nutrien Hay Daun Rami..…………………………….. 21
5. Kandungan NDF dan ADF Hay Daun Rami.…………………...... 24
6. Kecernaan Hay Daun Rami..…..………………………………….. 25
7. Produksi Gas dan Koefisien Laju Produksi Gas………………….. 27
8. Fermentabilitas Hay Daun Rami..………………………………… 28
11
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Tanaman Rami..………………………………………………….. 3
2. Laju Produksi Gas Hay Daun Rami.…………………………...... 28
12
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan Bahan Kering (BK) Hay Daun Rami.………………………………………………………… 36
2. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan Abu Hay Daun Rami.……………………………………………………………............. 37
3. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan Bahan Organik (BO) Hay Daun Rami.………………………………………………….. 38
4. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan Protein Kasar (PK) Hay Daun Rami..………………………………………………………... 39
5. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan Serat Kasar (PK) Hay Daun Rami..………………………………………………………... 40
6. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan NDF Hay Daun Rami…………………………………………………………………….. 41
7. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan ADF Hay Daun Rami.……………………………………………………………............. 42
8. Data dan Sidik Ragam (Anova) VFA Hay Daun Rami..……………….. 439. Data dan Sidik Ragam (Anova) NH3 Hay Daun Rami..……………… 4310. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan Produksi Gas Hay
Daun Rami.……………………………………………………………... 44
11. Data dan Sidik Ragam (Anova) KCBK Hay Daun Rami.……………… 4512. Data dan Sidik Ragam (Anova) KCBO Hay Daun Rami.……………… 4513. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan Estimasi KCBO
Hay Daun Rami..……………………………………………….............. 46
14. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan Kehilangan Air selama Proses Pengeringan Hay Daun Rami..………………………… 47
15. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan BK (g/kg) Hay Daun Rami..…………………………………………………………..... 48
16. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan BO (g/kg) Hay Daun Rami..………………………………………………………..…... 49
17. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan PK (g/kg) Hay Daun Rami..……………………………………………………...……... 50
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman rami identik dengan serat karena selama ini tanaman tersebut
dibudidayakan untuk diambil seratnya. Namun, ternyata daun rami mempunyai
potensi digunakan sebagai pakan hijauan setelah digunakan dalam berbagai
penelitian.
Pengembangan rami sebagai penghasil serat dalam usaha mensubstitusi kapas
impor menyisakan daun rami untuk pakan ternak. Hasil penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa daun rami mengandung semua nutrien utama yang diperlukan
oleh ternak (Duarte et al, 1997) dan setara dengan Lucerne (FAO, 1978).
Kandungan protein yang cukup tinggi (20%) memperlihatkan bahwa daun rami dapat
dikelompokkan pada pakan sumber protein. Hasil percobaan pemberian pakan pada
ternak ruminansia maupun nonruminansia semakin mendukung daun rami dapat
digunakan sebagai pakan alternatif (Balitnak, 2008).
Tanaman rami dapat menghasilkan hijauan hingga 300 ton bahan
segar/ha/tahun (FAO, 2005) atau setara dengan 42 ton bahan kering (BK). Daun
rami diperoleh dari sisa pemanenan batang yang dilakukan secara periodik dengan
interval 25 – 40 hari dengan produksi berlimpah, sehingga perlu dilakukan
pengawetan supaya dapat digunakan sebagai pakan ternak.
Budidaya tanaman rami merupakan usaha yang sangat menjanjikan.
Produksi serat mentah tanaman rami di Wonosobo sekitar 1 ton/ha/bulan atau setara
dengan 200 kg serat rami top dengan harga Rp 15.000/kg (Dhomiri, 2002). Di
samping itu, limbah hijauannya berupa daun dan pucuk dapat digunakan sebagai
makanan ternak (FAO, 1978).
Persentase kehilangan dari panen untuk konsumsi bijian adalah sebesar 10%
sedangkan untuk hay sebesar 28% dari total produksi, sehingga perlu dilakukan
pengawetan (Hall, 1980). Pengeringan adalah salah satu cara pengawetan hijauan. Di
daerah temperate dimana hijauan tidak dapat tersedia sepanjang tahun, pengawetan
hijauan sudah banyak dilakukan. Di Indonesia yang merupakan negara tropis,
teknologi tersebut mengalami beberapa kendala, antara lain oleh adanya kelembaban
dan suhu yang tinggi menyebabkan kualitas hay cepat menurun, tetapi teknologi ini
lebih murah dan mudah. Walaupun pengeringan matahari terbuka merupakan metode
2
yang murah, tetapi karena kelebihan hijauan umumnya terjadi pada musim
penghujan menyebabkan pengeringan sering terkendala oleh hujan dan menyebabkan
pertumbuhan jamur pembusuk. Perlu dipelajari kemungkinan pengeringan pada
rumah kaca yang memanfaatkan panas matahari terjerap dan penggunaan oven
sebagai alternatif pengeringan matahari terbuka.
Perumusan Masalah
Serat rami merupakan sumber alternatif bahan baku dalam industri tekstil
untuk menggantikan kapas. Budidaya tanaman rami memungkinkan mengurangi
impor kapas. Namun, petani rami di Indonesia saat ini kurang berminat terhadap
usaha pengembangan rami karena pendapatannya yang rendah akibat usaha yang
tidak terintegrasi. Serat rami diperoleh dari batang tanaman rami yang menyisakan
daun rami sebagai limbah. Usaha integrasi penanaman rami dapat dilakukan dengan
memanfaatkan daun rami sebagai sumber hijauan pakan ternak. Namun demikian
pemanfaatan daun rami sebagai pakan hijauan terkendala oleh ketersediaannya dalam
bentuk segar yang hanya tersedia pada waktu-waktu tertentu yaitu bersamaan dengan
panen batang. Oleh karena itu, perlu adanya usaha pengawetan daun rami.
Pengawetan yang mungkin dilakukan adalah pengawetan kering dan basah. Namun,
pengawetan kering membutuhkan biaya yang lebih murah daripada pengawetan
basah. Pengawetan kering atau pengeringan dapat dilakukan di bawah matahari
langsung ataupun menggunakan oven. Sedangkan pengawetan basah biasanya
dengan pembuatan silase yang memerlukan tambahan zat aditif untuk meningkatkan
bahan kering daun rami sehingga dapat terjadi proses fermentasi. Beberapa cara
pengeringan adalah dikeringkan di bawah sinar matahari langsung, rumah kaca, dan
oven dengan beberapa suhu.
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dengan penelitian ini adalah untuk mempelajari
efek beberapa teknik pengeringan terhadap kandungan nutrisi hay daun rami,
fermentabilitas dan kecernaannya pada ruminan secara in vitro.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Rami
Rami merupakan tanaman tahunan berumpun yang menghasilkan serat dari
kulit kayunya. Tanaman yang diduga berasal dari Cina ini secara botanis dikenal
dengan nama Boehmeria nivea L Gaud. Di Jawa Barat tanaman ini dikenal dengan
nama haramay, di Minangkabau dikenal dengan ramin, di Sumatra Barat disebut
kelu, dan di Sulawesi dikenal dengan nama gambe. Dalam perdagangan internasional
tanaman ini dikenal dengan sebutan rami. Di Indonesia terdapat dua spesies rami
yang populer, yaitu Boehmeria nivea var. proper yang permukaan daunnya berwarna
putih keperakan dan Boehmeria nivea var. tenaccisima dengan permukaan bawah
daun yang berwarna hijau dan lebih sempit (Musaddad, 2009). Tanaman ini sepintas
terlihat seperti tanaman murbei, perbedaannya tanaman rami ini menghasilkan
rizome yang jika digunakan sebagai bibit dapat menghasilkan rizome baru yang
berbentuk ramping dengan pertumbuhan dapat mencapai ketinggian di atas 250 cm
dan diameternya antara 12 – 20 mm setelah 3 bulan tanam. Batang rami dapat
dipanen seratnya setelah 6 bulan tanam. Tanaman rami menghasilkan serat dari kulit
batang yang mengkilap. Serat rami merupakan salah satu bahan baku tekstil yang
pemakaiannya dapat dicampur dengan serat kapas atau polyster. Serat olahan awal
disebut China grass selanjutnya melalui proses degumming, diolah menjadi serat
panjang halus. Selanjutnya serat rami dilakukan pemotongan sebelum dipintal,
sehingga menyerupai serat kapas dan dijadikan benang (Dhomiri, 2002).
Tanaman rami termasuk ke dalam klasifikasi :
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Hammamelidae
Ordo : Urticales
Famili : Urticaceae
Genus : Boehmeria
Species : Boehmeria nivea
Gambar 1 Tanaman Rami
4
Ciri-ciri morfologi:
Tanaman rami mempunyai dua sistem perakaran, yaitu akar umbi dan akar
reproduksi. Akar umbi adalah pangkal akar yang menembus tanah sampai kedalaman
25 cm. Akar ini lebih berfungsi sebagai penyimpan cadangan makanan. Akar
reproduksi (rizome) adalah akar yang menjalar di bawah permukaan tanah sedalam
kira-kira 10 cm. Pada rizome terdapat banyak mata tunas yang dapat digunakan
untuk perbanyakan tanaman.
Batang rami tinggi ramping, berbentuk silindris dengan diameter 12 – 20 mm.
Ketinggian batang rami berkisar 200 – 250 cm. Namun, ada juga beberapa jenis yang
bisa mencapai ketinggian 300 cm. Batang biasanya akan bercabang jika sebagian
terpotong (Musaddad, 2009).
Daun rami berbentuk seperti jantung dengan bagian sisinya bergerigi halus.
Panjang daun antara 10 – 20 cm dengan lebar 5 – 12 cm. Daun berwarna hijau muda
hingga tua mengilap pada bagian atas. Daun bagian bawah berwarna putih keperakan
dan berbulu halus pada bagian punggungnya (Musaddad, 2009).
Bunga tanaman rami tergolong majemuk dengan biji sangat kecil. Bunga
pada beberapa varietas berwarna putih kehijauan, tetapi ada juga yang berwarna hijau
kekuningan saat muda dan berubah menjadi cokelat setelah tua. Bunga rami terikat
mengelompok sebagai karangan bunga di sela-sela daun pada bagian bawah buku-
buku batang. Biji rami sangat kecil dan berbentuk bulat lonjong seperti telur,
berwarna cokelat kehitaman. Jika biji dibiarkan jatuh ke tanah akan tumbuh menjadi
tanaman baru, tetapi tidak produktif (Musaddad, 2009).
Tanaman rami dapat tumbuh pada semua jenis tanah. Namun, tanaman rami
lebih menyukai tanah lempung berpasir, lempung, lempung berdebu dan banyak
mengandung bahan organik dengan pH 6 – 7. Jenis tanah andosol, latosol, dan
alluvial sesuai untuk tanaman rami. Secara umum jenis tanah yang demikian
memiliki solum tanah yang dalam (30 cm). Kandungan mineral tanah cukup tinggi
dan bertopografi datar sampai bergelombang. Untuk tanah gambut yang masam
harus diberi kapur dengan sistem drainase yang baik, sedangkan untuk tanah liat
berat kurang cocok untuk penanaman rami (Musaddad, 2009).
Tanaman rami tergolong tanaman yang pertumbuhan vegetatifnya cepat
karena setiap 2 bulan sekali harus dipanen atau dipotong agar pertumbuhan batang
5
yang berasal dari rizome dapat terpacu. Berdasarkan sifat tersebut rami
membutuhkan air yang cukup tersedia sepanjang tahun serta tanah yang subur dan
gembur. Supaya pertumbuhannya baik atau berproduksi tinggi, rami memerlukan
ketersediaan air sepanjang tahun. Selain dapat tumbuh pada berbagai kondisi tanah,
rami juga dapat tumbuh dan berkembang di berbagai ketinggian tempat dari 1 –
1.500 m dpl. Namun, rami ideal ditanam di daerah dengan ketinggian 800 – 1.300 m
dpl (dataran tinggi) dengan rata-rata curah hujan 1.200 – 2.000 mm/th. Pada daerah-
daerah dengan curah hujan merata sepanjang tahun dapat dipanen 5 – 6 kali dalam
setahun. Di luar daerah tersebut perlu tambahan irigasi selama bulan-bulan kering.
Suhu ideal untuk penanaman rami berkisar antara 22 – 28˚ C dan kelembaban udara
40 – 90 % (Musaddad, 2009).
Daun Rami dan Pemanfaatannya untuk Ternak
Penelitian tentang penggunaan daun rami sebagai pakan ternak telah
dilakukan pada kelinci, kambing, dan domba. Hasil penelitian Despal (2007)
menunjukkan bahwa suplementasi daun rami sampai 33% pada ransum berbasis
rumput lapang mampu mencegah kehilangan bobot badan domba selama musim
kering dan memberikan pertumbuhan positif. Menurut de Toledo et al.( 2008) daun
rami dapat digunakan untuk mensubstitusi alfalfa 15% dalam ransum kelinci dan
kombinasi daun rami dengan alfalfa dapat meningkatkan performan pertumbuhan
pada kelinci. Penggunaan daun rami sampai 30% (Muslih et al., 2005) dan tepung
rami 40% dalam ransum kelinci tidak berpengaruh negatif pada pertumbuhan kelinci
(Juarini et al., 2005)
Percobaan terhadap kambing yang dilakukan oleh Sudibyo et al. (2005)
menunjukkan bahwa penggunaan limbah daun rami sebagai bahan konsentrat dalam
pakan lengkap dalam percobaan in vitro dapat meningkatkan kandungan protein
kasar 0,77% dan serat kasar 13,83%, daya degradasi pakan 1,0-1,8%, dan daya
kecernaan 2,28-3,26%. Namun dalam percobaan in vivo menurunkan jumlah pakan
terkonsumsi, jumlah feses yang dikeluarkan, dan pertambahan bobot badan masing-
masing sebesar 15,96%; 23,43%; dan 39,87%.
Menurut Duarte et al (1997) daun rami mengandung bahan kering berkisar
9%, protein 21%, lemak 4%, serat kasar 20% , dan bahan ekstrak tanpa nitrogen
sekitar 46%. Kandungan mineral Ca daun rami sangat tinggi yaitu berkisar 6%,
6
namun kandungan phosphor dan kaliumnya rendah (kurang dari 1%). Mineral yang
cukup tinggi dalam tanaman ini adalah Molibdenum (Mo) yang dapat mengganggu
penggunaan Cu karena membentuk senyawa tak larut. Tanaman rami memenuhi
semua unsur-unsur utama atau nutrien makro yang dibutuhkan ternak, kecuali asam
amino methionin yang terdapat hanya 1,27% dari 2,60% kebutuhan ternak kambing
yang dianjurkan (FAO, 1978).
Menurut Duarte et al (1997) daun rami juga mengandung beberapa senyawa
phenolic yang dapat mengganggu pencernaan ternak monogastrik, diantaranya
oxalate (1%), phytat (16 mg P/%), nitrat (480 mg/%) dan nitrit (5 mg/%).
Fermentabilitas Pakan
Proses fermentasi pakan didalam rumen menghasilkan VFA dan NH3, serta
gas-gas (CO2, H2, dan CH4) yang dikeluarkan dari rumen melalui proses eruktasi
(Arora, 1989). Pengujian fermentabilitas pakan dapat menggunakan pengukuran
produksi asam lemak terbang atau volatile fatty acid (VFA). Karbohidrat pakan di
dalam rumen mengalami dua tahap pencernaan oleh enzim-enzim yang dihasilkan
oleh mikroba rumen. Tahap pertama, karbohidrat mengalami hidrolisis menjadi
monosakarida, seperti glukosa, fruktosa, dan pentose. Selanjutnya, gula sederhana
tersebut dipecah menjadi asam asetat, asam propionat, asam butirat, CO2, dan CH4
(McDonald et al., 2002). Menurut Sutardi (1980), kisaran VFA ransum yang optimal
adalah 80-160 mM.
Amonia merupakan hasil metabolisme protein dan nitrogen bukan protein.
Amonia dalam rumen adalah sumber nitrogen bagi mikroba dan bersama dengan
kerangka karbon sumber energi akan disintesa menjadi protein mikroba (Hungate,
1966). Menurut McDonald et al. (2002) protein pakan di dalam rumen dipecah oleh
mikroba menjadi peptida dan asam amino, beberapa asam amino dipecah lebih lanjut
menjadi amonia. Amonia diproduksi bersama dengan peptida dan asam amino yang
akan digunakan oleh mikroba rumen dalam pembentukan protein mikroba.
Konsentrasi amonia yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme dalam rumen
berkisar 6 - 21 mM. Apabila pakan defisien atau protein sulit didegradasi, maka
konsentrasi amonia dalam rumen akan rendah dan pertumbuhan mikroba akan
lambat (McDonald et al., 2002).
7
Produksi gas yang dihasilkan menunjukkan terjadinya proses fermentasi
pakan oleh mikroba rumen, yaitu menghidrolisis karbohidrat menjadi monosakarida
dan disakarida yang kemudian difermentasi menjadi asam lemak terbang (VFA)
terutama asam asetat, propionat dan butirat serta gas metan (CH4) dan CO2
(McDonald et al., 2002). Produksi gas dari fermentasi protein relatif sedikit
dibandingkan dari fermentasi karbohidrat (Sallam, 2005). Jenis pakan yang berbeda
akan menunjukkan jumlah produksi gas yang berbeda pada selang waktu fermentasi
yang sama (Menke et al., 1979).
Kecernaan Pakan
Kecernaan adalah perubahan sifat fisik dan kimia yang dialami bahan
makanan dalam alat pencernaan (Sutardi, 1980). Tinggi rendahnya kecernaan bahan
pakan dipengaruhi oleh jenis hewan, bentuk fisik pakan, komposisi kimia bahan
pakan, tingkat pemberian pakan, dan temperatur lingkungan (Ranjhan dan Pathak,
1979). Pada ruminansia, pakan mengalami perombakan secara fermentatif sehingga
sifat-sifat kimianya berubah menjadi senyawa lain yang berbeda dengan zat makanan
asalnya (Sutardi, 1980). Menurut Arora (1989) semakin tinggi kecernaan bahan
kering pakan maka semakin banyak zat-zat makanan yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Kecernaan bahan kering dan bahan organik
dapat diukur dengan teknik in vitro berdasarkan Tilley dan Terry (1969). Selain itu
kecernaan bahan organik dapat diestimasi dari produksi gas (Menke et al., 1979
dalam Close dan Menke, 1986)
Teknik Pengeringan
Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan,
yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan
dari permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa
panas (Naynienay, 2007). Pengeringan juga didefinisikan sebagai proses pengeluaran
air dari bahan sehingga tercipta kondisi dimana kapang, jamur, dan bakteri yang
menyebabkan pembusukan tidak dapat tumbuh (Henderson dan Perry, 1976).
Pengeringan adalah proses pengeluaran kadar air untuk memperoleh kadar air yang
aman untuk penyimpanan (Winarno et al., 1980). Tujuan pengeringan adalah
mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme
dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti.
8
Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang
lebih lama (Hall, 1980). Keuntungan dari pengeringan bahan adalah mengawetkan
bahan dengan volume yang lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat
ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga
memudahkan pengangkutan, dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi
lebih murah (Winarno et al., 1980).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu: faktor
yang berhubungan dengan udara pengering (suhu, kecepatan volumetrik aliran udara
pengering, dan kelembaban udara), dan faktor yang berhubungan dengan sifat bahan
(ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan). Bahan pangan yang
dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya mengandung kadar air
tinggi. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak dihilangkan, maka akan
dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan. Contohnya, akan terjadi
pembusukan dan penurunan kualitas akibat masih adanya kadar air yang terkandung
dalam bahan tersebut. Pembusukan terjadi akibat dari penyerapan enzim yang
terdapat dalam bahan pangan oleh jasad renik yang tumbuh dan berkembang biak
dengan bantuan media kadar air dalam bahan pangan tersebut. Untuk mengatasi hal
tersebut, diperlukan adanya suatu proses penghilangan atau pengurangan kadar air
yang terdapat dalam bahan pangan sehingga terhindar dari pembusukan ataupun
penurunan kualitas bahan pangan. Salah satu cara sederhananya adalah dengan
melalui proses pengeringan. Pengeringan merupakan tahap awal dari adanya
pengawetan. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air menuju
udara karena adanya perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang
dikeringkan (Naynienay, 2007).
Panas pada proses pengeringan menyebabkan penurunan jumlah
mikroorganime dalam produk, tetapi pengaruhnya berbeda pada masing-masing jenis
organisme. Biasanya semua kapang dan sebagian besar bakteri mati, tetapi spora
bakteri dan jamur umumnya dapat bertahan, seperti yang dilakukan beberapa sel
vegetatif sedikit spesies bakteri tahan panas (heat resistant bacteria). Pengeringan
beku dapat membunuh lebih banyak mikroorganisme daripada pengeringan biasa
(Frazier dan Westhoff, 1978).
9
Metode pengeringan pangan maupun non-pangan yang umum dilakukan
antara lain adalah pengeringan matahari (sun drying), rumah kaca (greenhouse),
oven, iradiasi surya (solar drying), pengeringan beku (freeze drying), dan yang
berkembang saat ini pengeringan menggunakan sinar infra merah. Pangan dapat
dikeringkan dengan beberapa cara yaitu menggunakan matahari, oven, atau
microwave. Pengeringan merupakan metode pengawetan yang membutuhkan energi
dan biaya yang cukup tinggi, kecuali pengeringan matahari (sun drying) (Hughes dan
Willenberg, 1994).
Pengeringan Matahari (Sun Drying)
Pengeringan matahari (sun drying) merupakan salah satu metode pengeringan
tradisional karena menggunakan panas langsung dari matahari dan pergerakan udara
lingkungan. Pengeringan ini mempunyai laju yang lambat dan memerlukan perhatian
lebih. Bahan harus dilindungi dari serangan serangga dan ditutupi pada malam hari.
Selain itu pengeringan matahari sangat rentan terhadap resiko kontaminasi
lingkungan, sehingga pengeringan sebaiknya jauh dari jalan raya atau udara yang
kotor (Toftgruben, 1977). Pengeringan matahari tergantung pada iklim dengan
matahari yang panas dan udara atmosfer yang kering, dan biasanya dilakukan untuk
pengeringan buah-buahan (Frazier dan Westhoff, 1978). Pengeringan merupakan
kegiatan yang penting dalam pengawetan bahan atau dalam industri pengolahan.
Pada pengeringan makanan suhu yang digunakan adalah 65 - 70˚C supaya kadar air
dalam bahan dapat cepat turun (Troftgruben, 1977).
Pengeringan Rumah Kaca (Greenhouse)
Pengering efek rumah kaca adalah alat pengering berenergi surya yang
memanfaatkan efek rumah kaca yang terjadi karena adanya penutup transparan pada
dinding bangunan serta plat absorber sebagai pengumpul panas untuk menaikkan
suhu udara ruang pengering. Lapisan transparan memungkinkan radiasi gelombang
pendek dari matahari masuk ke dalam dan mengenai elemen-elemen bangunan. Hal
ini menyebabkan radiasi gelombang pendek yang terpantul berubah menjadi
gelombang panjang dan terperangkap dalam bangunan karena tidak dapat menembus
penutup transparan sehingga menyebabkan suhu menjadi tinggi. Proses inilah yang
dinamakan efek rumah kaca. (Kamaruddin et al., 1996).
10
Pengeringan Oven
Pengeringan oven (oven drying) untuk produk pangan membutuhkan sedikit
biaya investasi, dapat melindungi pangan dari serangan serangga dan debu, dan tidak
tergantung pada cuaca. Namun, pengeringan oven tidak disarankan untuk
pengeringan pangan karena energi yang digunakan kurang efisien daripada alat
pengering (dehydrator). Selain itu sulit mengontrol suhu rendah pada oven dan
pangan yang dikeringkan dengan oven lebih rentan hangus (Hughes dan Willenberg,
1994).
Pengeringan Iradiasi Surya (Solar Drying)
Solar drying merupakan modifikasi dari sun drying yang menggunakan
kolektor sinar matahari yang didesain khusus dengan ventilasi untuk keluarnya uap
air (Hughes dan Willenberg, 1994). Energi matahari dikumpulkan menggunakan
pengumpul energi yang berupa piringan tipis (flat plate) yang biasanya terbuat dari
plastik transparan (Bala,1997). Solar drying disebut juga iradiasi surya. Suhu pada
pengeringan jenis ini umumnya 20 sampai 30˚C lebih tinggi dari pada di tempat
terbuka (open sun drying) dengan waktu pengeringan yang lebih singkat. Solar
drying memiliki beberapa kelebihan daripada sun drying, tetapi terdapat kelemahan
pada ketersediaan cahaya matahari (Bala, 1997) dan keduanya memiliki kekurangan
pada control cuaca (Hughes dan Willenberg, 1994). Sistem solar drying juga
digunakan pada pengeringan bijian, selain menggunakan sistem batch drying dan
continous flow drying (Bala,1997).
Pengeringan Beku (Freeze Drying)
Pengeringan beku merupakan salah satu cara dalam pengeringan produk
pangan. Tahap awal produk pangan dibekukan kemudian diperlakukan dengan suatu
proses pemanasan ringan dalam suatu lemari hampa udara. Kristal-kristal es yang
terbentuk selama tahap pembekuan akan menyublim jika dipanaskan pada tekanan
hampa udara yaitu berubah bentuk dari es menjadi uap tanpa melewati fase cair
(Gaman dan Sherrington, 1981). Pengeringan beku atau sublimasi air dari proses
pembekuan makanan menggunakan vakum dan panas digunakan pada beberapa jenis
produk pangan seperti daging, ayam, makanan laut, buah, dan sayuran (Frazier dan
Westhoff, 1978).
11
Pengaruh Pengeringan terhadap Sifat Bahan
Makanan yang dikeringkan mempunyai nilai gizi yang lebih rendah
dibandingkan dengan bahan segarnya. Selama proses pengeringan terjadi perubahan-
perubahan pada jaringan produk pangan antara lain penyusutan, reaksi pencoklatan
(browning), dan case hardening(Winarno et al., 1980).
1. Efek Penyusutan
Masing-masing jaringan pada hewan maupun tumbuhan diatur oleh “turgor”,
yang berarti sel tersebut terdiri dari cairan yang menggembung seperti balon.
Dinding sel bersifat under tension (tegangan), isi sel bersifat under compression
(tekanan). Struktur dinding sel kuat dan elastis, tetapi jika terjadi peningkatan
stress pada bagian tensile melebihi nilai sebenarnya maka akan terjadi
perubahan bentuk atau menyusut.
2. Browning atau “heat damage”
Perubahan yang jelas terjadi selama proses pengeringan adalah perubahan warna
yang disebut browning atau heat damage. Reaksi yang sering terjadi adalah
browning non-enzimatik, yaitu reaksi antara asam organik dengan gula
pereduksi, dan antara asam-asam amino dengan gula pereduksi. Reaksi antara
asam amino dengan gula pereduksi dapat menurunkan protein yang terkandung
didalamnya.
3. Case Hardening
Case hardening merupakan suatu keadaan dimana bagian luar (permukaan)
bahan sudah kering sedangkan bagian di dalamnya masih basah yang
disebabkan karena suhu pengeringan terlalu tinggi. Case hardening juga dapat
disebabkan karena adanya perubahan kimia tertentu misalnya penggumpalan
protein pada permukaan bahan karena adanya panas atau terbentuknya dekstrin
dari pati yang jika dikeringkan akan menjadi bahan yang massif (keras) pada
permukaan bahan.
Kandungan dan Sifat-Sifat Bahan Pangan
Pada dasarnya bahan pangan terdiri dari empat komponen utama, yaitu air,
protein, karbohidrat, dan lemak. Selain itu juga mengandung zat anorganik dalam
bentuk mineral dan komponen organik. Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu
suatu bahan pangan. Hal tersebut yang menyebabkan dalam pengolahan pangan air
12
tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan atau pengentalan
dan pengeringan. Kandungan air sangat berpengaruh terhadap konsistensi bahan
pangan dimana sebagian besar bahan pangan segar mempunyai kadar air 70% atau
lebih. Didalam bahan pangan, air terdapat dalam dua bentuk yaitu air bebas dan air
terikat. Air bebas mudah dihilangkan dengan cara penguapan atau pengeringan,
sedangkan air terikat sangat sukar dihilangkan dari bahan pangan meskipun dengan
cara pengeringan (Winarno et al., 1980).
Protein pada umumnya juga menentukan mutu dalam bahan pangan. Protein
dapat mengalami kerusakan oleh pengaruh-pengaruh panas, reaksi kimia dengan
asam atau basa, goncangan, dan sebab-sebab lainnya. Disamping denaturasi, protein
juga mengalami degradasi yaitu pemecahan molekul kompleks menjadi molekul
yang lebih sederhana oleh pengaruh asam, basa, atau enzim. Hasil degradasi protein
dapat berupa proteosa, pepton, polipeptida, peptide, asam amino, NH3, dan unsur N
(Winarno et al., 1980).
Karbohidrat memegang peranan penting dalam sistem biologi khususnya
respirasi. Karbohidrat dihasilkan dari proses fotosintesa di dalam tanaman-tanaman
berdaun hijau. Karbohidrat dapat dioksidasi menjadi energi, misalnya glukosa di
dalam sel jaringan manusia dan hewan. Fermentasi karbohidrat oleh ragi atau
mikroba lain dapat menghasilkan CO2, alkohol, asam organik, dan zat-zat organik
lainnya (Winarno et al., 1980).
Benda hidup melakukan metabolisme untuk memenuhi keperluan hidupnya.
Keperluan tersebut terutama dalam bentuk enersi. Dalam sistem biologi, enersi dapat
diperoleh dengan beberapa cara yaitu fotosintesa, respirasi, dan fermentasi. Pada
produk hasil panen juga masih melakukan proses kehidupannya yang ditandai
dengan adanya proses respirasi. Respirasi adalah salah satu proses metabolisma
dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa makromolekul
seperti karbohidrat, protein, dan lemak yang akan menghasilkan CO2, air, dan
sejumlah besar elektron-elektron (Winarno dan Aman, 1981).
Hasil Penelitian tentang Pengeringan
Nilai produksi gas, VFA total, dan NDF hay alfalfa, Bromegrass, dan
Orchardgrass yang dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 50˚C lebih tinggi
dari pada silasenya (Doane et al., 1996). Kandungan protein daun rami yang diukur
13
pada musim hujan lebih tinggi dari pada musim kering, tetapi sebaliknya pada
kandungan serat kasarnya dan koefisien cerna dari protein, lemak, NFE, dan serat
kasar daun rami setara dengan alfalfa (Squibb et al., 1958). Penelitian lain oleh
Bratzler et al.( 1960) menunjukkan bahwa protein hay alfalfa meningkat dengan
meningkatnya suhu pengeringan dengan variasi suhu 135˚F (57˚C), 165˚F (73˚C),
dan 200˚F (93˚C) dengan nilai kecernaan bahan kering pada pengeringan dengan
suhu 135˚F dan 165˚F lebih tinggi (P<0,05) dari pada suhu 200˚F. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa pada pengeringan hijauan dengan waktu pengeringan 5 sampai 20
jam, suhu 165˚ F dapat digunakan dengan penurunan nutrien yang rendah.
Penelitian Hove et al. (2003) menunjukkan bahwa perbedaan teknik
pengeringan menghasilkan perbedaan komposisi kimia (P<0,01) pada beberapa
tanaman semak (akasia dan kaliandra) dengan kandungan polisakarida pada dinding
sel meningkat berturut-turut dimulai dari metode pengeringan di bawah naungan,
matahari langsung, dan oven. Penelitian lain untuk mengetahui efek pengeringan
terhadap biomassa dengan sampel jerami gandum dan kulit jagung menunjukkan
bahwa perbedaan suhu pengeringan dari 45˚ - 100˚C terbukti nyata mempengaruhi
biomassa, tetapi tidak mempengaruhi kandungan gula (P>0,05) sampai suhu 100˚C
(Houghton et al., 2008). Laporan Atmaka dan Kawiji (2008) menyebutkan bahwa
pada pengeringan jagung dengan oven suhu 40˚C dapat menekan penurunan protein,
sedangkan suhu 80˚C hanya dapat menekan penambahan kadar air.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lidiasari et al., (2006) pada tepung tapai
ubi kayu menunjukkan bahwa daya serap air tepung tapai ubi kayu yang dikeringkan
dengan suhu 70˚C lebih tinggi daripada suhu 80˚C. Hal tersebut karena bahan yang
lebih kering memiliki sifat higroskopis, sehingga pada saat pengukuran daya serap
air kemampuan menyerap air akan lebih rendah karena telah mengalami titik jenuh
penyerapan air.
14
METODE
Lokasi dan Waktu
Pengeringan daun rami dilaksanakan di Laboratorium Lapang Agrostologi,
sedangkan analisis in vitro dan komposisi nutrien dilaksanakan di Laboratorium Ilmu
Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan IPB yaitu pada bulan Agustus – Desember 2008.
Materi
Bahan
Bahan penelitian yang digunakan adalah daun rami yang berasal dari
Koppontren (Koperasi dan Pondok Pesantren) Darussalam, Garut, Jawa Barat dan
cairan rumen yang berasal dari sapi PO (Peranakan Ongole) yang berfistula. Bahan
yang digunakan untuk penentuan kandungan nutrien, analisis fermentabilitas, dan
kecernaan in vitro dijelaskan lebih lengkap pada prosedur.
Alat
Alat yang digunakan untuk pengeringan daun rami adalah pengering rumah
kaca, oven, dan timbangan digital. Peralatan yang digunakan untuk pengukuran
kandungan nutrien, analisis fermentabilitas dan kecernaan in vitro dijelaskan lebih
lengkap pada masing-masing prosedur.
Rancangan Percobaan
Perlakuan
Pengeringan daun rami dilakukan menggunakan sembilan teknik pengeringan
yaitu pengeringan kering matahari dengan intensitas cahaya matahari 7, 14, dan 21
jam, pengeringan rumah kaca dengan intensitas cahaya matahari 7, 14, dan 21 jam,
dan pengeringan oven dengan perbedaan suhu 50˚, 60˚, dan 70˚C selama 27 jam.
Sembilan perlakuan pengeringan tersebut adalah sebagai berikut:
KM-7 : Pengeringan matahari selama 7 jam
KM-14 : Pengeringan matahari selama 14 jam
KM-21 : Pengeringan matahari selama 21 jam
RK-7 : Pengeringan dengan rumah kaca selama 7 jam
RK-14 : Pengeringan dengan rumah kaca selama 14 jam
RK-21 : Pengeringan dengan rumah kaca selama 21 jam
15
Ov-50 : Pengeringan dengan oven 50º C selama 27 jam
Ov-60 : Pengeringan dengan oven 60º C selama 27 jam
Ov-70 : Pengeringan dengan oven 70º C selama 27 jam
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk
pengukuran komposisi nutrien, NDF, ADF, fermentabilitas dan kecernaan,
sedangkan pengukuran produksi gas menggunakan Rancangan Acak Kelompok
(RAK).
Model matematik rancangan yang digunakan:
RAL (Rancangan Acak Lengkap):
Yij = µ + τi + εij
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan pada perlakukan ke-i dan ulangan ke-j
µ = Nilai rataan umum
τi = Efek perlakuan ke-i
εij = Galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
RAK (Rancangan Acak Kelompok):
Yij = µ + τi + βj + εij
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan pada perlakukan ke-i dan ulangan ke-j
µ = Nilai rataan umum
τi = Efek perlakuan ke-i
βj = Efek kelompok ke-j
εij = Galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Peubah
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah :
1. Kandungan nutrien (AOAC, 1999)
2. NDF dan ADF (Van Soest et al., 1991)
3. Konsentrasi VFA total (General Laboratory prosedure, 1966)
4. Konsentrasi NH3 (General Laboratory prosedure, 1966)
5. Produksi gas (Menke et al., 1979)
6. Kecernaan bahan kering dan bahan organik (Tilley dan Terry, 1969)
16
Prosedur
Teknik Pengeringan
Daun rami yang telah dipanen, masing-masing sebanyak 1 kg dikeringkan
dengan teknik pengeringan KM-7, KM-14, KM-21, RK-7, RK-14, RK-21, Ov-50,
Ov-60, dan Ov-70. Setiap dua jam sekali dilakukan pembalikan supaya panas yang
diterima merata.
Tabel 1. Suhu Pengeringan Matahari dan Rumah Kaca
Suhu (˚C) Perlakuan pk 09.00 pk 12.00 pk 16.00
Rumah Kaca (RK) 31,5 35,0 28,5 Kering Matahari (KM) 29,5 32,5 27,0
Tabel 2. Suhu, Kelembaban Udara, dan Jenis Tanah Bogor dan Garut
Wilayah Suhu Kelembaban Jenis Tanah Bogor 26ºC <70% Latosol Garut 24 - 27ºC 70 – 80 % Podsolik, regosol, andosol
Sumber: BMG, 2009
Pengukuran Kandungan Nutrien, NDF dan ADF
Kandungan nutrien hay daun rami dianalisa proksimat berdasarkan metode
AOAC (1999) untuk mendapatkan kandungan bahan kering, abu, protein kasar, serat
kasar. Kandungan NDF dan ADF hay daun rami dianalisa menggunakan metode van
Soest et al. (1991).
Fermentasi in vitro
Tepung hay daun rami sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam tabung
fermentor, kemudian ditambahkan 40 ml larutan McDougall dan 10 ml cairan rumen
sapi. Tabung dikocok dengan CO2 selama 30 detik dan ditutup dengan karet
berventilasi. Selanjutnya tabung dimasukkan ke dalam shaker water bath dengan
suhu 39ºC dan difermentasi selama 6 jam. Setelah difermentasi, tutup karet dibuka
dan ditambahkan 0,2 ml HgCl2 jenuh untuk membunuh mikroba. Tabung
disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Supernatan diperoleh
dengan mengambil bagian yang cair yang kemudian akan digunakan untuk analisa
NH3 dan VFA total.
17
Pengukuran konsentrasi NH3. Konsentrasi NH3 di dalam cairan rumen diukur
menggunakan metode mikrodifusi Conway (General Laboratory Prosedure, 1966).
Cawan conway diberi vaselin pada kedua bibirnya, kemudian sebanyak 1 ml
supernatan ditempatkan pada salah satu sisi sekat cawan dan pada posisi sekat
lainnya ditempatkan 1 ml larutan Na2CO3 jenuh. Cawan diletakkan miring ke arah
sekat sehingga keduanya tidak tercampur sebelum cawan ditutup rapat. Pada bagian
tengah cawan ditempatkan 1 ml larutan asam borat berindikator, kemudian cawan
ditutup rapat. Cawan digoyang-goyangkan dan dimiringkan untuk mencampurkan
Na2CO3 dengan supernatan. Amonia yang dibebaskan dari reaksi akan ditangkap
oleh asam borat yang diperlihatkan dengan adanya perubahan warna setelah 24 jam,
kemudian amonium borat dititrasi dengan larutan H2SO4 0,0059 N sampai terjadi
perubahan warna ke warna asal.
Kadar amonia dihitung menggunakan rumus :
sampelBK sampel g1000/1 SONH SOH ml(mM)NH 42 42
3×
××=
Pengukuran konsentrasi VFA total. Konsentrasi VFA total ditentukan
menggunakan teknik destilasi uap (General Laboratory Prosedure, 1966). Larutan
sampel sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam tabung destilasi kemudian ditambahkan
1 ml H2SO4 15 % dan tabung segera ditutup. Uap air panas akan mendesak VFA dan
akan berkondensasi dengan pendingin. Air yang terbentuk ditampung dengan labu
Erlenmeyer yang telah diisi 5 ml NaOH 0,5 N sampai volumenya 300 ml. Hasil
tampungan dititrasi dengan HCl 0,5 N setelah sebelumnya ditambahkan indikator
phenolphthalein sebanyak dua tetes, dititrasi sampai berwarna merah muda menjadi
bening. Produksi VFA total dapat dihitung dengan rumus :
( )sampelBK sampel g
51000 NHClb-a
(mM) VFA total×
××=
a = volume titran blanko
b = volume titran sampel
Pengukuran produksi gas. Produksi gas diukur dengan metode Menke et al.
(1979). Sampel ditimbang sebanyak 0,23 g kemudian dimasukkan ke dalam syringe.
Cairan rumen sebanyak 400 ml pada suhu 39ºC, 400 ml aquadest, 0,1 ml larutan
mikromineral (13,2 g CaCl2, 10,0 g MnCl2.4H2O, 1,0 g CoCl2.6H2O, 8,0 g
18
FeCl2.6H2O, dan 100 ml aquadest), 200 ml larutan buffer rumen (4,0 g NH4CO3,
35,0 g NaHCO3, dan 1000 ml aquadest), 200 ml larutan makromineral (5,7 g
Na2HPO4 anhydrous, 6,2 g KHPO4 anhydrous, 0,6 g MgSO4.7H2O dan 1000 ml
aquadest), 1,0 ml larutan resazurine (0,1 g resazurine dan 100 ml aquadest), dan 40
ml larutan reduksi (4,0 ml NaOH 1 N, 0,625 g Na2S.9H2O, dan 95 ml aquadest)
disiapkan terlebih dahulu. Campuran tersebut diaduk dengan dialiri gas CO2.
Syringe yang berisi sampel dan 30 ml campuran buffer dan cairan rumen
ditempatkan pada rotor kemudian diinkubasi dalam oven bersuhu 39ºC. Pengamatan
produksi gas dilakukan pada jam inkubasi 3, 6, 9, 12, 24, 48,dan 72 jam. Produksi
gas dapat dihitung menggunakan rumus:
( ) ( )
sampelBK x sampel mg2
FkFh200PGo-PGBK) mg (ml/200 gas Produksi
24+
××=
Produksi gas yang didapat digunakan untuk mengestimasi kecernaan bahan
organik (KCBO Estimasi) yang dihitung dengan metode Menke et al. (1979):
Estimasi KCBO (%) = 14,88 + 0,889PG + 0,045PK + 0,065Abu
Keterangan:
PG = produksi gas (ml/200 mg BK)
PK = protein kasar (g/kg BK)
Abu = kadar abu (g/kg BK)
Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik. Pengukuran kecernaan
bahan kering dan bahan organik ditentukan dengan menggunakan metode Tilley dan
Terry (1969). Pengukuran kecernaan dimulai dari pencernaan fermentatif.
Pencernaan fermentatif mengikuti prosedur yang sama dengan pengukuran NH3 dan
VFA total, tetapi fermentasi dilanjutkan hingga 24 jam. Setelah pencernaan
fermentatif selam 24 jam, tutup karet dibuka dan ke dalam tabung ditambahkan 0,2
ml HgCl2 jenuh. Campuran tersebut disentrifuge pada kecepatan 3000 rpm selama 15
menit. Setelah supernatan dibuang, ke dalam tabung ditambahkan 20 ml larutan
pepsin-HCl 0,2 %. Tabung diinkubasi selama 24 jam tanpa tutup karet. Sisa
pencernaan disaring dengan kertas saring Whatman no. 41 yang telah diketahui
bobotnya dengan bantuan pompa vakum dan dicuci dengan air panas, hasil saringan
dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui bobotnya. Bahan kering
residu didapatkan dengan cara menguapkan air di dalam oven dengan temperatur
19
105ºC selama 24 jam. Untuk memperoleh bahan organik residu, bahan dalam cawan
dipijarkan dalam tanur listrik pada suhu 600ºC selama 6 jam. Bahan kering atau
organik blanko diperoleh dengan membuat fermentasi cairan rumen tanpa bahan
makanan dengan cara yang sama. Bahan kering atau bahan organik asal adalah bahan
kering atau bahan organik sampel yang digunakan. Koefisien cerna bahan kering
(KCBK) dan bahan organik (KCBO) dapat dihitung dengan rumus :
(g) sampelBK 100% x )blangko(g)BK -residu (BK - (g) sampelBK %KCBK =
(g) sampel BO100% x )blangko(g) BO -residu (BO - (g) sampel BO%KCBO =
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan BK, BO, dan, Protein Kasar Hay Daun Rami
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama proses pengeringan terjadi
perubahan pada BK, BO, dan PK daun rami. Perubahan BK, BO, dan PK, serta
jumlah kehilangan air selama proses pengeringan diperlihatkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kehilangan Air selama Proses Pengeringan (g) serta BK, BO, dan PK Hay Daun Rami setelah Proses Pengeringan
Perlakuan Kehilangan air (g/kg) BK (g/kg) BO (g/kg) PK (g/kg)
KM-7 648,00±13,45a 285,67±11,78c 261,67±16,38c 55,17±1,52c
KM-14 695,67±16,20bcd 260,33±11,23b 232,33±13,70b 46,33±0,21b
KM-21 715,67±5,86de 255,67±6,75b 219,67±3,29b 43,67±0,36ab
RK-7 688,33±14,05b 254,67±17,64b 233,67±12,56b 46,47±0,56b
RK-14 690,00±8,72bc 266,67±2,27b 236,33±7,40b 44,80±0,31ab
RK-21 710,33±4,04cde 249,67±0,67ab 219,33±1,22b 43,33±0,61ab
Ov-50 710,33±4,51cde 251,33±7,04ab 222,33±3,49b 46,43±0,07b
Ov-60 722,33±14,64e 251,00±15,45ab 219,00±11,74b 44,70±0,42ab
Ov-70 747,33±12,06f 234,33±12,21a 200,00±10,27a 40,53±0,79a Berat sampel awal adalah 1 kg. BK = bahan kering,BO=bahan organik PK = protein kasar. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya pengaruh perlakuan (P<0,05)
Kehilangan air daun rami selama proses pengeringan berkisar antara 648,00 –
747,33 g/kg daun rami segar. Secara umum kehilangan air rata-rata tertinggi terjadi
pada daun rami yang dikeringkan menggunakan oven. Berdasarkan hasil uji kontras
menunjukkan bahwa dari tiga jenis pengeringan KM, RK, dan oven memberikan
pengaruh perbedaan yang nyata terhadap kehilangan air. Kehilangan air terbesar
terjadi pada daun rami dengan pengeringan Ov dan kehilangan terkecil pada KM.
Jumlah kehilangan air pada RK dan KM cenderung meningkat dengan bertambahnya
intensitas cahaya matahari. Demikian juga dengan pengeringan oven yang
memperlihatkan bahwa jumlah kehilangan air meningkat seiring dengan
meningkatnya suhu pengeringan. Berdasarkan uji Duncan, pada pengeringan KM,
KM-14 nyata meningkatkan jumlah kehilangan air daun rami. Hal yang sama terjadi
pada pengeringan oven, Ov-70 nyata dapat meningkatkan jumlah kehilangan air daun
rami.
Jumlah BK dan BO hay daun rami diperlihatkan pada Tabel 3. Jumlah BK
hay daun rami berkisar antara 234,33 – 285,67 g/kg daun rami segar dan jumlah BO
21
berkisar antara 200,00 – 261,67 g/kg daun rami segar, dengan jumlah BK dan BO
terbesar pada hay dengan pengeringan KM-7 dan yang terendah pada Ov-70. Hasil
uji kontras menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata pada jumlah BK maupun
BO antara ketiga jenis teknik pengeringan KM, RK, dan Ov. Jumlah rata-rata BK
dan BO terbesar pada KM dan terkecil pada Ov. Hasil uji Duncan menunjukkan
bahwa KM-14 nyata dapat menurunkan jumlah BK dan BO hay daun rami. Jumlah
BO hay daun rami pada Ov-70 nyata menurun dari perlakuan lainnya.
Perubahan akibat proses pengeringan daun rami terjadi juga pada jumlah
protein kasar (Tabel 3). Berdasarkan hasil uji kontras menunjukkan bahwa ketiga
jenis pengeringan RK, KM, dan Ov memberikan perbedaan yang nyata dalam jumlah
PK hay daun rami. Jumlah rata-rata protein terbesar terdapat pada KM dan yang
terkecil pada Ov. Jumlah PK hay daun rami cenderung menurun dengan peningkatan
intensitas cahaya matahari pada KM dan RK, dan peningkatan suhu pengeringan
pada oven. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa pada pengeringan KM, jumlah PK
nyata menurun pada KM-14.
Kandungan Nutrien Hay Daun Rami
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan teknik pengeringan
mempengaruhi kandungan nutrien hay daun rami. Komposisi nutrien hay daun rami
setelah proses pengeringan diperlihatkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Nutrien Hay Daun Rami Proksimat (%)
Perlakuan BK BO1 Abu1 PK1,2 SK1,2
KM-7 81,18±0,59a 74,33±2,46a 25,67±2,46e 19,29±1,52d 12,53±0,11ab
KM-14 85,60±1,12b 76,28±0,48bc 23,72±0,48cd 17,78±0,21abc 11,89±0,81a
KM-21 89,85±0,55c 77,30±0,62cd 22,70±0,62bc 17,10±0,36ab 12,69±0,71ab
RK-7 81,69±2,23a 74,79±0,77ab 25,01±0,77cd 18,27±0,56bc 14,39±0,19d
RK-14 86,12±1,55b 76,27±1,87bc 23,73±1,87cd 16,79±0,31a 14,35±0,45d
RK-21 86,11±0,91b 75,60±0,67abc 24,40±0,67cde 17,38±0,61abc 13,10±0,18bc
Ov-50 86,76±2.82b 76,79±0,37bc 23,21±0,37cd 18,48±0,07cd 13,99±0,11d
Ov-60 90,45±1,06c 78,84±0,91de 21,16±0,91ab 17,80±0,42abc 12,43±0,63ab
Ov-70 92,71±0,62c 79,17±1,39e 20,83±1,39a 17,29±0,79abc 13,82±0,37cd 1Dalam 100% BK, 2Hasil analisis Laboratorium Pusat Antar Universitas, IPB (2009) RK = rumah kaca, KM = kering matahari, Ov = oven, BK = bahan kering, BO=bahan organik, PK = protein kasar, SK = serat kasar. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya pengaruh perlakuan (P<0,05)
22
Daun rami setelah pengeringan berwarna hijau tua kecoklatan, berbau khas
hijauan, dan teksturnya masih berbentuk daun (tidak hancur). Pada hay daun rami
dari semua teknik pengeringan tidak ditemukan black spot (titik-titik hitam) dan
jamur. Terjadinya perubahan warna daun merupakan akibat dari reaksi browning
(Winarno et al., 1980).
Perbedaan teknik pengeringan mempengaruhi kandungan BK hay daun rami
(Tabel 4). Secara umum BK hay daun rami pada pengeringan menggunakan Ov lebih
tinggi daripada KM atau RK. Berdasarkan hasil uji kontras menunjukkan bahwa BK
hay daun rami dengan pengeringan KM dan RK tidak berbeda nyata, tetapi BK hay
dengan pengeringan Ov nyata lebih tinggi daripada KM maupun RK. Hasil uji
Duncan menunjukkan bahwa pada pengeringan RK, intensitas cahaya 14 jam nyata
memiliki BK lebih tinggi yaitu >86% (KA <14%), sedangkan pengeringan lebih
lanjut dengan intensitas cahaya 21 jam tidak nyata meningkatkan BK hay. Berbeda
dengan pengeringan KM, peningkatan intensitas cahaya nyata mempengaruhi
kandungan BK hay daun rami dengan KM-21 mengandung BK>86%. Pengeringan
dengan intensitas cahaya matahari 14 jam dengan RK dan 21 jam dengan KM dapat
menghasilkan kadar air sampai <14% atau bahan kering >86%. Kandungan kadar air
pada hay (baled) supaya aman untuk disimpan adalah kurang dari 14% (Sokhansanj,
1999). Pengeringan dengan oven pada suhu 50˚C menghasilkan kadar air hay sampai
<14% atau bahan kering >86%. Meskipun suhu pengeringan yang lebih tinggi (60˚C
dan 70˚C) dapat menurunkan kadar hingga <10%. Namun, pada penyimpanan
terbuka, kadar air hay akan meningkat kembali karena menyerap udara yang lembab,
karena bahan yang kering bersifat higroskopis (Lidiasari et al., 2006).
Pengeringan dengan KM pada intensitas cahaya matahari 21 jam dan RK 14
jam dapat menghasilkan hay dengan kadar air setara dengan oven 50˚C yaitu
mengandung kadar air <14%. Jika pada musim panas (kemarau) dengan matahari
yang bersinar sepanjang hari pengeringan dengan kering matahari adalah teknik yang
paling murah dan efisien, sedangkan pada musim hujan dapat dikeringkan dengan
rumah kaca. Namun pada daerah yang memiliki intensitas cahaya matahari yang
rendah dapat melakukan pengeringan dengan metode oven.
Abu menunjukkan banyaknya kandungan mineral dalam suatu bahan. Kadar
abu hay daun rami mencapai >20% dalam BK. Berdasarkan hasil uji kontras
23
menunjukkan bahwa kadar abu hay daun rami dengan pengeringan KM dan RK tidak
berbeda nyata, tetapi kadar abu hay dengan pengeringan Ov nyata lebih rendah
daripada KM maupun RK. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kontaminasi dari luar
pada oven dibandingkan dengan pengeringan KM atau RK. Pengeringan dengan KM
dan RK lebih rentan terkontaminasi debu dan kotoran dari lingkungan (Toftgruben,
1977). Kadar abu hay daun rami cenderung menurun seiring dengan meningkatnya
intensitas cahaya pada KM dan RK dan suhu pada Ov. Hasil uji Duncan
menunjukkan bahwa perbedaan intensitas cahaya pengeringan pada RK tidak nyata
mempengaruhi kadar abu hay daun rami. Pada pengeringan KM, perbedaan
intensitas cahaya nyata mempengaruhi kadar abu hay daun rami. Pada pengeringan
oven, Ov-50 nyata memiliki kadar abu lebih tinggi daripada Ov-60 atau Ov-70.
Protein kasar hay daun rami berkisar antara 16,79 - 19,29%. Berdasarkan uji
kontras menunjukkan bahwa kandungan protein kasar pada hay daun rami tidak
berbeda nyata dari ketiga jenis pengeringan RK, KM, dan Ov. Hasil uji Duncan
menunjukkan bahwa pengeringan 14 jam baik pada RK maupun KM nyata
menurunkan protein kasar hay daun rami. Namun, pengeringan lebih lanjut pada RK
dan KM tidak nyata menurunkan protein kasar hay daun rami. Hal yang sama terjadi
pada pengeringan menggunakan oven, protein kasar Ov-50 nyata lebih tinggi
dibandingkan dua lainnya. Penurunan protein kasar terjadi karena adanya reaksi
browning yaitu antara asam organik atau asam-asam amino dengan gula pereduksi
yang ditandai dengan perubahan warna kecoklatan yang terjadi pada daun rami
setelah proses pengeringan. Adanya reaksi browning antara asam amino dengan gula
pereduksi dapat menyebabkan turunnya protein di dalam suatu bahan (Winarno et
al., 1980). Semakin lama proses pengeringan maka semakin lama reaksi browning
tersebut terjadi sehingga protein juga akan semakin turun. Selain itu penurunan
protein juga diduga disebabkan karena fermentasi oleh mikroba proteolitik
bersamaan dengan proses respirasi pada saat proses penanganan dan pengangkutan
sebelum dikeringkan. Mikroba proteolitik akan merubah protein menjadi komponen-
komponen nitrogen (Winarno et al., 1980). Hal tersebut ditandai dengan daun yang
panas pada saat pembongkaran pasca pengangkutan, karena proses fermentasi juga
menghasilkan panas.
24
Pada pengeringan oven selain adanya reaksi browning, juga dipengaruhi oleh
perbedaan suhu. Perbedaan suhu mempengaruhi kandungan protein kasar pada Ov-
60 dan Ov-70 yang nyata lebih rendah dari Ov-50. Laporan Atmaka dan Kawiji
(2008) menyebutkan bahwa pada pengeringan jagung dengan oven suhu 40˚C dapat
menekan penurunan protein, sedangkan suhu 80˚C hanya dapat menekan
penambahan kadar air.
Serat kasar hay daun rami berkisar antara 11,89 - 14,39%. Berdasarkan hasil
uji kontras menunjukkan bahwa perbedaan jenis pengeringan KM, RK, dan Ov
berpengaruh nyata terhadap kandungan serat kasar hay daun rami dengan rata-rata
tertinggi pada hay dengan pengeringan RK dan terendah pada KM. Hasil uji Duncan
menunjukkan bahwa intensitas cahaya 21 jam menghasilkan hay dengan kandungan
SK yang nyata lebih rendah pada pengeringan dengan RK. Pada pengeringan oven,
yang memberikan pengaruh nyata dengan SK lebih rendah adalah suhu 60˚C.
Sedangkan kandungan SK pada KM tdak berbeda nyata dengan perbedaan intensitas
cahaya. Dalam proses respirasi, karbohidrat akan dirubah menjadi energi (panas),
CO2, dan air (Winarno dan Aman, 1981), dimana serat merupakan komponen dari
karbohidrat. Adanya energi ditandai dengan adanya panas pada daun rami saat
pembongkaran pasca pengangkutan.
Tabel 5. Kandungan NDF dan ADF Hay Daun Rami*
Van Soest (%) Perlakuan
NDF ADF KM-7 86,56±5,04e 55,47±2,72b KM-14 72,30±0,94ab 38,64±1,97a KM-21 68,70±0,71a 38,10±1,66a RK-7 75,03±2,12bcd 57,04±5,10b RK-14 79,14±6,46cd 54,02±13,68ab RK-21 79,99±2,27d 37,67±0,54a Ov-50 86,48±3,25e 51,80±2,97ab Ov-60 73,35±2,17abc 38,09±21,67a Ov-70 69,17±1,89ab 37,56±3,56a
*Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, IPB (2009) RK = rumah kaca, KM = kering matahari, Ov = oven, NDF = neutral detergent fiber, ADF = acid detergent fiber. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya pengaruh perlakuan (P<0,05)
NDF hay daun rami berkisar antara 68,70 - 86,56% (Tabel 5). Hasil uji
kontras menunjukkan bahwa perbedaan jenis pengeringan KM, RK, dan Ov tidak
memberikan pengaruh perbedaan yang nyata pada kandungan NDF hay daun rami.
25
Berdasarkan uji Duncan, intensitas cahaya 14 jam nyata memiliki nilai NDF lebih
rendah pada pengeringan dengan KM, sedangkan pengeringan lebih lanjut tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap NDF hay, sedangkan pada RK relatif tidak
berbeda. Demikian juga pada pengeringan menggunakan oven, suhu 60 dan 70˚C
nyata memiliki nilai NDF lebih rendah. Laporan Darrah et al. (1977) dalam Coffey et
al. (1991) menyatakan bahwa pengeringan hijauan menggunakan oven dengan suhu
di bawah 50˚C tidak meningkatkan nilai NDF, ADF, ADL, ADF N atau KCBO,
tetapi peningkatan terjadi pada pengeringan dengan suhu 100˚C.
ADF hay daun rami berkisar antara 38,10 - 57,04% (Tabel 5). Hasil uji
kontras menunjukkan bahwa perbedaan jenis pengeringan KM, RK, dan Ov tidak
memberikan pengaruh perbedaan yang nyata pada kandungan ADF hay daun rami.
berdasarkan uji Duncan, intensitas cahaya matahari 21 jam nyata memiliki
kandungan ADF lebih rendah baik pada pengeringan RK maupun KM, sedangkan
pada pengeringan Ov nilai ADF relatif tidak berbeda. Teknik pengeringan yang
berbeda menyebabkan kadar air yang berbeda pada hay daun rami. Hasil penelitian
Buckmaster dan Heinrichs (1992) menyatakan bahwa nilai NDF dan ADF hay alfalfa
tidak dipengaruhi oleh kadar air atau perlakuan kimia.
Kecernaan Hay Daun Rami
Kecernaan dapat digunakan untuk menentukan kualitas suatu bahan pakan.
Kecernaan hay daun rami dengan perbedaan teknik pengeringan ditunjukkan pada
Tabel 6.
Tabel 6. Kecernaan Hay Daun Rami
Kecernaan (%) Perlakuan
KCBK* KCBO* KCBO** KM-7 39,66±3,74 35,84±6,50 67,33±6,23ab KM-14 46,60±5,89 43,63±5,47 70,96±1,62b KM-21 48,21±3,19 45,38±3,35 65,9±3,37ab RK-7 40,78±2,95 38,01±2,90 78,68±2,56c RK-14 46,75±5,60 45,97±6,52 79,46±8,28c RK-21 48,75±2,24 47,85±2,21 72,66±5,60bc Ov-50 46,66±16,35 42,28±17,30 62,92±2,47a Ov-60 47,64±4,46 45,67±5,28 61,48±3,77a Ov-70 44,77±3,19 41,46±5,37 60,08±2,97a
KCBK = koefisien cerna bahan kering, KCBO= koefisien cerna bahan organik. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya pengaruh perlakuan (P<0,05). *Pengukuran menggunakan metode Tilley dan Terry (1969) **Pengukuran menggunakan estimasi produksi gas metode Menke et al., (1979)
26
Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK)
Hay daun rami mempunyai nilai KCBK yang berkisar antara 36,22 – 48,75%.
Perbedaan teknik pengeringan tidak mempengaruhi nilai KCBK hay daun rami.
Namun, nilai KCBK hay daun rami cenderung meningkat seiring dengan
meningkatnya intensitas cahaya dan suhu pengeringan. Semakin tinggi nilai
kecernaan bahan kering pakan maka semakin banyak zat-zat makanan yang dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak (Arora, 1989).
Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO)
Nilai kecernaan bahan organik hay daun rami dapat dilihat pada Tabel 6.
Seperti halnya dengan nilai KCBK, perbedaan teknik pengeringan tidak
mempengaruhi nilai KCBO hay daun rami. Namun, nilai kecernaan bahan organik
hay daun rami cenderung meningkat seiring dengan peningkatan intensitas cahaya
dan suhu pengeringan. Nilai KCBO hay daun rami berkisar antara 35,84 – 47,85%.
Kisaran nilai tersebut hampir sama dengan kisaran nilai KCBKnya. Hal tersebut
karena sebagian besar bahan kering pakan merupakan bahan organik (Sutardi, 1980).
Kecernaan bahan organik juga dapat diestimasi dari produksi gas yang
dihasilkan, ditunjukkan pada Tabel 6. Nilai kecernaan bahan organik estimasi
berkisar antara 60,08 – 79,46%. Kisaran nilai tersebut lebih tinggi dari kisaran nilai
KCBO menggunakan metode Tilley dan Terry (1969). Hal tersebut diduga karena
KCBO estimasi dihitung dengan penambahan proporsi PK dan abu, sedangkan hay
daun rami mempunyai kadar abu yang cukup tinggi antara 20 – 25%. Berdasarkan uji
sidik ragam (Anova) menunjukkan bahwa kecernaan bahan organik estimasi
dipengaruhi oleh perbedaan teknik pengeringan (P<0,05). Nilai kecernaan bahan
organik estimasi seiring dengan nilai produksi gasnya. Hasil uji kontras
menunjukkan bahwa kecernaan bahan organik hay daun rami dengan perlakuan RK
dan KM lebih tinggi daripada perlakuan menggunakan oven. Hal tersebut diduga
karena hay daun rami dengan perlakuan RK dan KM lebih mudah didegradasi oleh
mikroba rumen. Perlakuan dengan oven menunjukkan tidak ada perbedaan yang
nyata pada kecernaan bahan organik dengan adanya perbedaan suhu. Hal tersebut
menunjukkan bahwa hay daun rami pada pengeringan oven mempunyai tingkat
kecernaan yang sama.
27
Produksi Gas
Gas merupakan produk dari fermentasi karbohidrat oleh mikroba rumen
(Maynard, 1956). Menurut McDonald et al. (2002) bahwa produksi gas
menunjukkan proses fermentasi pakan yaitu karbohidrat oleh mikroba rumen
menjadi monosakarida dan disakarida yang kemudian difermentasi menjadi asam
lemak terbang (VFA), terutama asam asetat, propionat, dan butirat serta gas methan
(CH4), dan CO2. Produksi gas dapat mencerminkan tingkat fermentabilitas dari suatu
bahan pakan. Produksi gas hay daun rami dengan waktu inkubasi 24 jam dan
koefisien laju produksi gas ditunjukkan pada Tabel 7, sedangkan laju produksi gas
hay daun rami ditunjukkan pada Gambar 2.
Tabel 7. Produksi Gas dan Koefisien Laju Produksi Gas
Perlakuan Produksi Gas (ml)
Laju produksi gas (c) (ml/jam)*
Potensi produksi gas (a+b) (ml)*
Persamaan pendugaan produksi gas
Y=a+b[1-exp(-ct)]* KM-7 31,12±7,01ab 0,0459 46,56 Y = 6,32+40,23[1-exp(-0,0459t)]
KM-14 36,75±1,82bc 0,0692 44,72 Y = 5,78+38,94[1-exp(-0,0692t)]
KM-21 32,13±3,80ab 0,0569 42,22 Y = 6,03+36,19[1-exp(-0,0569t)]
RK-7 44,23±2,88cd 0,0564 58,61 Y = 7,81+50,79[1-exp(-0,0564t)]
RK-14 46,79±9,31d 0,0631 58,81 Y = 7,83+50,97[1-exp(-0,0631t)]
RK-21 38,35±6,30bc 0,0609 49,12 Y = 7,78+41,34[1-exp(-0,0609t)]
Ov-50 27,72±2,78a 0,0455 39,79 Y = 3,95+35,84[1-exp(-0,0455t)]
Ov-60 27,93±4,24a 0,0482 38,85 Y = 4,55+34,30[1-exp(-0,0482t)]
Ov-70 26,86±3,34a 0,0486 37,06 Y = 4,61+32,45[1-exp(-0,0486t)]
*per 200 mg sampel, pendugaan laju produksi gas menggunakan program Neway.
Persamaan pendugaan produksi gas diperoleh menggunakan analisis Neway
yang mengambil data produksi gas selama waktu inkubasi 72 jam. Laju produksi gas
tertinggi dicapai oleh perlakuan KM-14 yaitu 0,0692 ml/jam, sedangkan potensi
produksi gas tertinggi dihasilkan oleh perlakuan RK-14 yaitu 58,81 ml.
28
Gambar 2. Laju Produksi Gas Hay Daun Rami Hasil uji kontras menunjukkan bahwa produksi gas nyata berbeda antara
ketiga jenis pengeringan KM, RK, dan Ov dimana pengeringan Ov mempunyai nilai
terendah. Hal tersebut diduga karena hay daun rami dengan perlakuan RK dan KM
lebih mudah didegradasi oleh mikroba rumen. Berdasarkan uji Duncan, perlakuan
dengan oven menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata dari produksi gas
dengan perbedaan suhu.
Fermentabilitas Hay Daun Rami
Fermentabilitas dari bahan pakan dapat ditunjukkan oleh konsentrasi VFA
total dan konsentrasi NH3. Fermentabilitas hay daun rami ditunjukkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Fermentabilitas Hay Daun Rami
Fermentabilitas Perlakuan
VFA (mM) NH3 (mM) KM-7 285,81±38,85 22,89±5,73 KM-14 274,98±66,37 23,87±7,50 KM-21 248,38±48,67 20,19±2,40 RK-7 243,55±89,55 20,83±1,99 RK-14 266,40±86,80 24,91±4,77 RK-21 247,41±62,75 26,56±9,60 Ov-50 250,69±33,19 22,97±4,03 Ov-60 197,12±43,31 19,78±2,54 Ov-70 212,98±31,19 20,68±2,62
VFA = volatile fatty acid.
29
Konsentrasi VFA (Volatile Fatty Acid) Total
Konsentrasi VFA total hay daun rami secara in vitro dapat dilihat pada Tabel
8. Hay daun rami memiliki konsentrasi VFA total berkisar antara 197,12 – 285,81
mM. Konsentrasi VFA total tersebut diatas kisaran VFA total yang dapat menunjang
pertumbuhan optimal mikroba rumen yaitu 80 – 160 mM (Sutardi, 1980).
Konsentrasi VFA total hay daun rami berdasarkan hasil sidik ragam (Anova)
tidak dipengaruhi oleh perbedaan teknik pengeringan. Hal ini diduga disebabkan oleh
tingginya variasi antar ulangan secara, sehingga galat percobaannya menjadi besar.
Konsentrasi NH3
Konsentrasi NH3 hay daun rami in vitro dapat dilihat pada Tabel 8. Hay daun
rami memiliki konsentrasi NH3 berkisar antara 19,78 – 26,56 mM. Konsentrasi
tersebut melebihi kisaran konsentrasi NH3 yang mendukung pertumbuhan mikroba,
yaitu 6 – 21 mM (McDonald et al., 2002). Konsentrasi NH3 yang tinggi diduga
karena proses degradasi protein hay daun rami lebih cepat dari pada pembentukkan
protein mikroba, sehingga ammonia yang dihasilkan terakumulasi dalam rumen
(McDonald et al., 2002).
Perbedaan teknik pengeringan daun rami tidak mempengaruhi nilai
konsentrasi NH3 (P>0,05). Hal tersebut karena protein didegradasi pada tingkat yang
sama yang mampu memenuhi kebutuhan mikroba rumen (Sutardi, 1980).
30
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pengeringan daun rami pada rumah kaca selama sedikitnya 14 jam atau
dengan pengeringan matahari langsung selama 21 jam menghasilkan hay daun rami
yang layak untuk disimpan (BK>86% atau KA<14%). Demikian halnya dengan
pengeringan oven dengan semua suhu (50, 60, dan 70˚C) selama 27 jam juga
menghasilkan hay daun rami yang layak untuk disimpan.
Kandungan protein hay daun rami tidak dipengaruhi oleh teknik pengeringan,
tetapi dipengaruhi oleh lama waktu pengeringan dan suhu. Pengeringan dengan
rumah kaca dan matahari langsung, memberikan kecernaan yang lebih baik
dibandingkan dengan pengeringan oven.
Saran
Pengeringan daun rami dalam bentuk hay dapat dilakukan menggunakan
sinar matahari langsung dan rumah kaca dengan lama waktu pengeringan sedikitnya
14 jam untuk memperoleh kadar air yang aman untuk penyimpanan.
31
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillaahirabbil’Aallamin. Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas
segala limpahan nikmat, kasih sayang dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc
selaku pembimbing utama penelitian dan Dr. Ir. Suryahadi, DEA selaku pembimbing
anggota dan akademik atas bimbingan, perhatian, dan kesabarannya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Dr. Despal, S.Pt, MSc.Agr karena telah
memberikan kesempatan untuk bergabung dalam proyek penelitian Hibah bersaing
serta atas bimbingan dan motivasi yang diberikan. Dr. Ir. Kartiarso,MSc yang telah
memberikan saran dan motivasi kepada penulis. Dr. Ir. Dwierra Evvyernie. A, MSc,
MS selaku dosen penguji seminar. Dr. Ir. Yuli Retnani, MSc dan Ir. Maman
Duldjaman, MS selaku penguji sidang atas segala masukan yang diberikan.
Ucapan terima kasih yang teramat besar kepada bapak Kasdono dan ibu
Supiyah atas segala kasih sayang, doa, dan motivasi yang diberikan selama ini.
Kakak tercinta Eka Fajar Setyanto dan Yuli Teguh Riyadi atas segala motivasi dan
semangat yang diberikan kepada penulis. Om Radite, bulek Suparsih, serta bulek
Kartini dan keluarga atas kasih sayang dan kesabaran selama penulis menyelesaikan
kuliah di IPB.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ibu Dian atas bantuan
dan kerjasamanya selama penelitian. Ibu Aminah dan Mas Makky selaku pemilik
Koppontren Darussalam. Teman-teman satu tim penelitian Ida dan Shitta atas
kerjasama dan pengertiannya selama penelitian.
Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman INTP 42,
sahabat baikku Tika dan teman-teman Gamapuri Kukur, Eko, Akhmad, Edi atas
persahabatan dan bantuannya, serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per
satu atas bantuan yang diberikan selama ini. Penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Agustus 2009
Penulis
32
DAFTAR PUSTAKA
Arora, S.P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Association of Official Analytical Chemist. 1999. Official Methods of Analysis. AOAC International, Washington.
Atmaka, W. dan Kawiji. 2008. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan terhadap Kualitas Jagung (Zea mays L.). Fakultas Pertanian. Universitas Negeri Solo, Solo.
Bala, B.K. 1997. Drying and Storage of Cereal Grains. Science Publishers, Inc., New Hampshire.
Balitnak. 2008. Daun Rami, Sumber Pakan Alternatif. Balai Penelitian Ternak. Ciawi, Bogor.
BMG. 2009. Cuaca Umum. Badan Meteorologi dan Geofisika. http://www.bmg.go.id. [11 Agustus 2009].
Bratzler, J.W., E. Keck, Jr, and R.R. Yoerger. 1960. Effect of temperature upon the nutritive value of artificially dried hay. J. Anim Sci.19:1186-1189.
Buckmaster, D.R. and A.J. Heinrichs. 1992. Losses and quality changes during harvest and storage of preservative-treated alfalfa hay of varying moisture content. American Society of Agricultural Engineers. 36(2): 349-353.
Close, W and K.H. Menke. 1986. Selected Topics in Animal Nutrition. University of Hohenheim, Germany.
Coffey, K.P., J.L. Moyer, L.W. Lomas, and K.E. Turner. 1991. Technical note: sampling technique and drying method effects on chemical composition of tall fescue or fescue-ladino clover pasture samples. J. Anim Sci. 69: 423-428.
Despal. 2007. Suplementasi nutrien defisien untuk meningkatkan penggunaan daun rami (Boehmeria nivea, L. Gaud) dalam ransum domba. Media Peternakan. 30 (3): 181 – 188.
de Toledo, G.S.P., L.P. daSilva, A.R.B. de Quadros, M. Retore, I.G. Araujo, H.S. Brum, P. Ferreira, and R. Melchior. 2008. Productive performance of rabbits fed with diets containing ramie (Boehmeria nivea) hay in substitution to alfalfa (Medicago sativa) hay. Proceeding of 9th World Rabbit Congress, Verona, Italy.
Dhomiri, A. 2002. Mencoba kain satin dari serat rami. Majalah Teknologi Edisi Februari 2002. http://www.centraljava.com. [4 Agustus 2008].
Doane, P.H., A.N. Phell, and P. Schofield. 1996. The effect of preservation method on the neutral detergent soluble fraction of forages. J. Anim Sci. 75:1140-1148.
Duarte, A.A., V.C Sgarbieri., and E.R.B. Juniar. 1997. Composition and nutritive value of rami leaf flour for monogastric animals. Revista PAB: 32 (12). http://atlas.sct.embrapa. [4 Agustus 2008].
33
FAO, 1978. Data from International Network of Feed Information Centres. Rome, FAO. In: FAO (2005). Animal Feed Recources Information System. http://www.fao.org. [4 Agustus 2008].
Frazier, W.C. and D.C. Westhoff. 1978. Food Microbiology 3rd Edition. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited, New Delhi.
Gaman, P. M. dan K. B. Sherrington. 1981. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. UGM Press, Yogyakarta.
General Laboratory Procedure. 1966. Departement of Dairy Science University of Wisconsin.
Hall, C.W. 1980. Drying and Storage of Agricultural Crops. Eastern Graphics, Inc, Old Saybrook, Connecticut.
Henderson, M.S. and M.E. Perry. 1976. Agricultural proses Engineering 3rd Edition. The AVI Publishing Company Incorporate Westport, Connecticut.
Houghton, T.P., D.M. Stevens, P.A. Pryfogle, C.T. Wright, and C.W. Radtke. 2008. The effect of drying temperature on composition of biomass. Appl Biochem Biotechnol (2009) 153:4-10.
Hove, L., L.R. Ndlovu, S. Sibanda. 2003. The effects of drying temperature on chemical composition and nutritive value of some tropical fodder shrubs. Agroforestry System 59:231-241.
Hughes, K.V. and B.J. Willenberg. 1994. Quality for Keeps : Drying Foods. University of Missouri. http://www. Extension.missouri.edu.com. [22 Mei 2009].
Hungate, R.E. 1966. The Rumen and Its Microbes. Academic Press Inc, New York.
Juarini, E., Sumanto, dan B. Wibowo. 2005. Ketersediaan teknologi dalam menunjang pengembangan kelinci di Indonesia. Prosiding Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Kelinci. http//:www.puslitbangnak.com. [24 Juni 2009].
Kamaruddin, A.T., F. Wenur, dan Dyah W. 1994. Optimasi dalam perencanaan alat pengering hasil pertanian dengan energy surya. Laporan akhir penelitian hibah bersaing. Dirjen DIKTI, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. IPB, Bogor.
Lidiasari, E., M.I. Syafutri, dan F. Syaiful. 2006. Pengaruh perbedaan suhu pengeringan tepung tapai ubi kayu terhadap mutu fisik dan kimia yang dihasilkan. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. 8(2): 141-146.
McDonald, P.R.A. Edwards, J.F.D. Greenhalge and C.A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 6th Edition. Longman Sci. and Technical, New York.
Maynard, L.A. 1956. Animal Nutrition. 4th Edition. McGraw-Hill Book Company, Inc., New York.
Musaddad, M.A. 2009. Agribisnis Tanaman Rami. Penebar Swadaya, Jakarta.
Muslih, D., I.W. Pasek, Rossuartini, dan B. Brahmantiyo. 2005. Tatalaksana pemberian pakan untuk menunjang agribisnis ternak kelinci. Prosiding
34
Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Kelinci. http//:www.puslitbangnak.com. [24 Juni 2009].
Naynienay. 2007. Pengeringan Cabinet Dryer. http://naynienay.wordpress.com. [4 Agustus 2007].
Ranjhan, S.K. and N.N. Pathak. 1979. Manajement and Feeding of Boffaloes. Vikas Publishing House. PVS Ltd., New Delhi.
Sallam, S.M.A. 2005. Nutritive value assessment of the alternative feed resources by gas production and rumen fermentation in vitro. J. Agric. and Biol. Sci 1(2): 200-209.
Sokhansanj, S. 1999. Forage drying and packaging for international market. Proccedings of The First Asian-Australian Drying Conference. Bali, Indonesia.
Squibb,R.L., C. Rivera,and R. Jarquin. 1958. Comparison of chromogen method with standard digestion trial for determination of digestable nutrient content of kikuyu grass and rami forages with sheep. J. Anim. Sci. 17:318-321.
Sudibyo, N., S. Mulyaningsih, dan B. Santoso. 2005. Pengaruh proporsi limbah daun rami dalam konsentrat pakan lengkap terhadap pertumbuhan kambing. Prosiding Lokakarya Model Pengembangan Agribisnis Rami. Garut, Indonesia.
Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi I. Fakultas Peternakan, IPB, Bogor.
Tilley, J. M.A. and R.A. Terry. 1969. A two stage technique for the in vitro digestion of forage crop. J. British Grassland Society. 18: 104-111.
Toftgruben, J. 1977. Food and Nutrition. University of Illinois at Urbana-Champaign.
Van Soest, P.J., J.B. Robertson, B.A. Lewis. 1991. Methods for dietary fiber, neutral detergent fibre and non-starch polysaccharides in relation to animal nutrition. J. Dairy Sci.74, 3583 – 3597.
Winarno, F.G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia, Jakarta.
Winarno, F.G. dan M. Aman. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya, Jakarta.
35
LAMPIRAN
36
Lampiran 1. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan Bahan Kering (BK) Hay Daun Rami
Ulangan Perlakuan 1 2 3
xi
KM-7 81,57 81,76 80,21 81,18 KM-14 84,47 85,38 86,94 85,60 KM-21 89,51 90,45 89,60 89,85 RK-7 83,85 78,98 82,23 81,69 RK-14 85,36 84,91 88,08 86,12 RK-21 86,93 86,41 84,98 86,11 Ov-50 90,08 86,29 83,90 86,76 Ov-60 90,54 91,55 89,26 90,45 Ov-70 92,44 92,42 93,26 92,71
Anova
SK JK Db KT F F0,05 Perlakuan 352,80 8 44,10 16.59 2.51 RK vs KM 3,69 (1) 3,69 1.39 4.41 RK vs Ov 128,02 (1) 128,02 48.16 KM vs Ov 88,23 (1) 88,23 33.19 Error 47,83 18 2,66 Total 400,63 26
Uji Jarak Duncan
Subset for alpha = 0,05 Perlakuan N
1 2 3 KM-7 3 81,18 RK-7 3 81,68 KM-14 3 85,59 RK-21 3 86,10 RK-14 3 86,11 Ov-50 3 86,75 KM-21 3 89,85 Ov-60 3 90,45 Ov-70 3 92,70 Sig. 0,71 0,43 0,06
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,00.
37
Lampiran 2. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan Abu Hay Daun Rami
Ulangan Perlakuan
1 2 3 xi
KM-7 24,28 28,11 24,63 25,67 KM-14 23,26 24,28 23,62 23,72 KM-21 22,62 23,29 22,19 22,70 RK-7 24,31 25,94 24,77 25,01 RK-14 22,36 25,16 23,67 23,73 RK-21 23,93 24,03 25,25 24,40 Ov-50 22,95 23,02 23,66 23,21 Ov-60 20,68 21,95 20,86 21,16 Ov-70 20,38 21,30 20,81 20,83
Anova
SK JK Db KT F F0,05
Perlakuan 63,29 8 7,91 7,82 2,51 RK vs KM 0,55 (1) 0,55 0,54 4,41 RK vs Ov 31,51 (1) 31,51 31,14 KM vs Ov 23,73 (1) 23,73 23,45 Error 18,21 18 1,01 Total 81,50 26
Uji Jarak Duncan Subset for alpha = 0,05
Perlakuan N 1 2 3 4 5
Ov-70 3 20,83 Ov-60 3 21,16 21,16 KM-21 3 22,70 22,70 Ov-50 3 23,21 23,21 KM-14 3 23,72 23,72 RK-14 3 23,73 23,73 RK-21 3 24,40 24,40 24,40 RK-7 3 25,00 25,00 KM-7 3 25,67 Sig. 0,69 0,07 0,07 0,06 0,16
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,00.
38
Lampiran 3. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan Bahan Organik (BO) Hay Daun Rami
Ulangan Perlakuan
1 2 3 xi
KM-7 75,72 71,89 75,37 74,33 KM-14 76,74 75,72 76,38 76,28 KM-21 77,38 76,71 77,81 77,30 RK-7 75,69 74,06 75,23 74,99 RK-14 77,64 74,84 76,33 76,27 RK-21 76,07 75,97 74,75 75,60 Ov-50 77,05 76,98 76,34 76,79 Ov-60 79,32 78,05 79,14 78,84 Ov-70 79,62 78,70 79,19 79,17
Anova SK JK Db KT F F0,05 Perlakuan 63,29 8 7,91 7,82 2,51 RK vs KM 0,55 (1) 0,55 0,54 4,41 RK vs Ov 31,51 (1) 31,51 31,14 KM vs Ov 23,73 (1) 23,73 23,45 Error 18,21 18 1,01 Total 81,50 26
Uji Jarak Duncan Subset for alpha = 0,05
Perlakuan N 1 2 3 4 5
KM-7 3 7433 RK-7 3 74,99 74,99 RK-21 3 75,60 75,60 75,60 RK-14 3 76,27 76,27 KM-14 3 76,28 76,28 Ov-50 3 76,79 76,79 KM-21 3 77,30 77,30 Ov-60 3 78,84 78,84 Ov-70 3 79,17 Sig. 0,16 0,06 0,07 0,08 0,68 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.00.
39
Lampiran 4. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan Protein Kasar (PK) Hay Daun Rami
Ulangan Perlakuan
1 2 3 xi
KM-7 19,81 17,58 20,48 19,29 KM-14 18,02 17,63 17,68 17,77 KM-21 17,52 16,86 16,92 17,10 RK-7 18,22 1885 17,74 18,27 RK-14 16,86 16,45 17,07 16,80 RK-21 18,07 17,16 16,90 17,38 Ov-50 18,40 18,55 18,48 18,47 Ov-60 18,12 17,32 17,97 17,80 Ov-70 16,62 17,08 18,16 17,29
Anova SK JK Db KT F F0,05
Perlakuan 14,53 8 1,82 4,01 2,51 RK vs KM 1,48 (1) 1,48 3,26 4,41 RK vs Ov 0,63 (1) 063 1,39 KM vs Ov 0,18 (1) 0,18 0,39 Error 8,16 18 0,45 Total 22,70 26
Uji Jarak Duncan Subset for alpha = 0,05
Perlakuan N 1 2 3 4
RK-14 3 16,79 KM-21 3 17,10 17,10 Ov-70 3 17,28 17,28 17,28 RK-21 3 17,37 17,37 17,37 KM-14 3 17,77 17,77 17,77 Ov-60 3 17,80 17,80 17,80 RK-7 3 18,27 18,27 18,27 Ov-50 3 18,47 18,47 KM-7 3 19,29 Sig. 0,12 0,07 0,07 0,09
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,00.
40
Lampiran 5. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan Serat Kasar (PK) Hay Daun Rami
Ulangan Perlakuan
1 2 3 xi
KM-7 12,42 12,64 12,54 12,53 KM-14 10,99 12,10 12,57 11,89 KM-21 13,21 12,97 12,97 13,05 RK-7 14,59 14,38 14,21 14,40 RK-14 13,93 14,83 14,28 14,35 RK-21 12,93 13,08 13,29 13,10 Ov-50 14,00 13,87 14,09 13,99 Ov-60 12,11 13,15 12,02 12,42 Ov-70 14,17 13,84 13,44 13,82
Anova
SK JK Db KT F F0,05
Perlakuan 20,28 8 2,53 11,48 2,51 RK vs KM 9,56 (1) 9,56 57,33 4,41 RK vs Ov 1,30 (1) 1,30 7,82 KM vs Ov 3,80 (1) 3,80 22,81 Error 3,97 18 0,22 Total 24,26 26
Uji Jarak Duncan Subset for alpha = 0,05
Perlakuan N 1 2 3 4
KM-14 3 11,88 Ov-60 3 12,42 12,42 KM-7 3 12,53 12,53 KM-21 3 12,68 12,68 RK-21 3 13,10 13,10 Ov-70 3 13,81 13,81 Ov-50 3 13,98 RK-14 3 14,34 RK-7 3 14,39 Sig. 0,07 0,12 0,07 0,18
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,00.
41
Lampiran 6. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan NDF Hay Daun Rami
Ulangan Perlakuan
1 2 3 xi
KM-7 81,34 91,39 86,94 86,55 KM-14 73,35 71,55 71,99 72,29 KM-21 69,52 68,27 68,27 68,68 RK-7 77,47 73,67 73,94 75,03 RK-14 81,75 83,88 71,78 79,13 RK-21 82,54 79,24 78,19 79,99 Ov-50 84,14 85,11 90,20 86,48 Ov-60 70,84 74,57 74,63 73,35 Ov-70 68,57 67,66 71,29 69,17
Anova
SK JK Db KT F F0,05
Perlakuan 1091,24 8 136,40 12,65 2,51 RK vs KM 21,89 (1) 21,89 2,03 4,41 RK vs Ov 13,23 (1) 13,23 1,23 KM vs Ov 1,08 (1) 1,08 0,10 Error 193,99 18 10,77 Total 1285,24 26
Uji Jarak Duncan Subset for alpha = 0,05
Perlakuan N 1 2 3 4 5
KM-21 3 68,69 Ov-70 3 69,17 69,17 KM-14 3 72,29 72,29 Ov-70 3 73,34 73,34 73,34 RK-7 3 75,02 75,02 75,02 RK-14 3 79,13 79,13 RK-21 3 79,90 Ov-50 3 86,48 KM-7 3 86,56 Sig. 0,13 0,05 0,05 0,09 0,97
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,00.
42
Lampiran 7. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan ADF Hay Daun Rami
Ulangan Perlakuan
1 2 3 xi
KM-7 56,18 57,76 52,46 55,47 KM-14 36,38 40,05 39,48 38,64 KM-21 39,97 36,76 36,76 37,83 RK-7 62,31 56,68 52,14 57,04 RK-14 61,87 61,97 38,23 54,02 RK-21 37,05 37,96 37,99 37,67 Ov-50 54,91 49,00 51,48 51,80 Ov-60 50,99 13,07 50,21 38,09 Ov-70 41,59 34,86 36,22 37,56
Anova
SK JK Db KT F F0,05
Perlakuan 1877,76 8 234,72 2,94 2,51 RK vs KM 141,13 (1) 141,13 1,77 4,41 RK vs Ov 226,61 (1) 226,61 2,84 KM vs Ov 10,07 (1) 10,07 0,13 Error 1437,05 18 79,83 Total 3314,81 26
Uji Jarak Duncan Subset for alpha = 0,05
Perlakuan N 1 2
Ov-70 3 37,55 RK-21 3 37,66 Ov-60 3 38,09 KM-21 3 38,10 KM-14 3 38,63 Ov-50 3 51,79 51,79 RK-14 3 54,02 54,02 KM-7 3 55,46 RK-7 3 57,04 Sig. 0,06 0,52
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,00.
43
Lampiran 8. Data dan Sidik Ragam (Anova) VFA Hay Daun Rami Ulangan
Perlakuan 1 2 3
xi
KM-7 298,14 278,55 280,73 285,81 KM-14 347,39 231,98 245,58 274,98 KM-21 210,99 295,11 239,03 248,38 RK-7 192,31 263,60 274,73 243,54 RK-14 202,83 260,63 335,75 266,41 RK-21 201,45 238,39 302,39 247,41 Ov-50 268,02 272,56 211,48 250,69 Ov-60 166,59 233,83 190,95 197,12 Ov-70 233,91 210,28 194,75 212,98
Anova
SK JK Db KT F F0,05
Perlakuan 19008,43 8 2376,05 1,21 2,51 RK vs KM 1342,15 (1) 1342,15 16,79 4,41 RK vs Ov 4662,66 (1) 4662,66 58,34 KM vs Ov 11008,01 (1) 11008,01 137,74 Error 35367,89 18 1964,88 Total 54376,32 26
Lampiran 9. Data dan Sidik Ragam (Anova) NH3 Hay Daun Rami Ulangan
Perlakuan 1 2 3
xi
KM-7 19,11 26,93 22,61 22,89 KM-14 33,14 21,03 17,45 23,87 KM-21 18,34 21,07 21,15 20,19 RK-7 18,97 22,99 20,54 20,83 RK-14 25,28 27,63 21,82 24,91 RK-21 20,13 33,60 25,96 26,56 Ov-50 22,85 21,12 24,94 22,97 Ov-60 18,48 19,10 21,76 19,78 Ov-70 21,00 19,70 21,33 20,67
Anova
SK JK Db KT F F0,05
Perlakuan 130,26 8 16,28 0,97 2,51 RK vs KM 12,84 (1) 12,84 0,76 4,41 RK vs Ov 32,83 (1) 32,83 1,95 KM vs Ov 4,61 (1) 4,61 0,27 Error 302,46 18 16,80
44
Total 432,73 26 Lampiran 10. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan Produksi
Gas Hay Daun Rami Ulangan
Perlakuan 1 2 3
xi
KM-7 24,68 38,59 30,10 31,12 KM-14 34,79 37,08 38,37 36,75 KM-21 27,77 34,71 33,92 32,13 RK-7 42,38 42,77 47,55 44,24 RK-14 53,82 50,32 36,23 46,79 RK-21 32,21 44,79 38,06 38,36 Ov-50 24,82 30,35 27,98 27,72 Ov-60 23,70 32,18 27,92 27,93 Ov-70 23,11 29,50 27,98 26,86
Anova
SK JK Db KT F Sig.
Corrected Model 1448,25(a) 10 144,82 7,28 0,00 Intercept 32425,81 1 32425,82 1630,84 0,00 Perlakuan 1289,75 8 161,22 8,11 0,00 Kelompok 158,50 2 79,25 3,98 0,04 Error 318,12 16 19,88 Total 34192,19 27 Corrected Total 1766,38 26
Uji Jarak Duncan Subset
Perlakuan N 1 2 3 4
Ov-70 3 26,86 Ov-50 3 27,71 Ov-60 3 27,93 KM-7 3 31,12 31,12 KM-21 3 32,13 32,13 KM-14 3 36,74 36,74 RK-21 3 38,35 38,35 RK-7 3 44,23 44,23 RK-14 3 46,79 Sig. 0,21 0,08 0,07 0,49
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,00. b Alpha = 0,05.
45
Lampiran 11. Data dan Sidik Ragam (Anova) KCBK Hay Daun Rami
Ulangan Perlakuan
1 2 3
xi
KM-7 37,30 43,97 37,71 39,66 KM-14 53,13 44,97 41,69 46,59 KM-21 49,85 50,24 44,53 48,21 RK-7 44,14 39,59 38,62 40,78 RK-14 51,90 40,79 47,57 46,75 RK-21 47,46 47,45 51,33 48,75 Ov-50 39,61 65,35 35,03 46,66 Ov-60 43,28 47,42 52,21 47,64 Ov-70 41,20 45,78 47,34 44,77
Anova
SK JK Db KT F Sig.
Perlakuan 250,28 8 31,28 0,70 0,68 Error 802,39 18 44,57 Total 1052,67 26
Lampiran12. Data dan Sidik Ragam (Anova) KCBO Hay Daun Rami
Ulangan Perlakuan
1 2 3
xi
KM-7 31,23 42,66 31,31 35,07 KM-14 49,61 42,40 38,87 43,62 KM-21 46,80 47,79 41,56 45,38 RK-7 41,29 36,97 35,78 38,01 RK-14 52,11 39,12 46,69 45,97 RK-21 45,92 47,36 50,26 47,85 Ov-50 36,79 61,65 28,39 42,28 Ov-60 40,47 45,50 51,03 45,67 Ov-70 35,38 43,45 45,55 41,46
Anova
SK JK Db KT F Sig.
Perlakuan 373,21 8 46,65 0,85 0,57 Error 990,32 18 55,02 Total 1363,53 26
46
Lampiran 13. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan Estimasi KCBO Hay Daun Rami
Ulangan Perlakuan 1 2 3
xi
KM-7 62,18 74,55 67,01 67,91 KM-14 69,22 71,26 72,41 70,96 KM-21 62,02 68,18 67,48 65,90 RK-7 77,04 77,38 81,63 78,68 RK-14 85,71 82,60 70,07 79,46 RK-21 67,20 78,38 72,40 72,66 Ov-50 60,34 65,26 63,15 62,92 Ov-60 57,72 65,25 61,47 61,48 Ov-70 56,74 62,43 61,07 60,08
Anova
SK JK Db KT F Sig.
Corrected Model 1342,39(a) 10 134,24 8,54 0,00 Intercept 127914,36 1 127914,36 8139,70 0,00 Perlakuan 1217,16 8 152,14 9,68 0,00 Kelompok 125,23 2 62,61 3,98 0,04 Error 251,43 16 15,71 Total 129508,19 27 Corrected Total 1593,83 26
Uji Jarak Duncan Subset
Perlakuan N 1 2 3
Ov-70 3 60,08 Ov-60 3 61,48 Ov-50 3 62,91 KM-21 3 65,89 65,89 KM-7 3 67,33 67,33 KM-14 3 70,96 RK-21 3 72,66 72,66 RK-7 3 78,68 RK-14 3 79,46 Sig. 0,06 0,07 0,06
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,00. b Alpha = 0,05.
47
Lampiran 14. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan Kehilangan Air selama Proses Pengeringan Hay Daun Rami
Ulangan Perlakuan 1 2 3
xi
KM-7 633,00 659,00 652,00 648,00 KM-14 677,00 706,00 704,00 695,67 KM-21 720,00 709,00 718,00 715,67 RK-7 687,00 703,00 675,00 688,33 RK-14 686,00 684,00 700,00 690,00 RK-21 714,00 711,00 706,00 710,33 Ov-50 715,00 706,00 710,00 710,33 Ov-60 709,00 720,00 738,00 722,33 Ov-70 746,00 760,00 736,00 747,33
Anova SK JK Db KT F F0,05 Perlakuan 18210,00 8 2276,25 17,86 2,51 RK vs KM 430,22 (1) 430,22 161,84 4,41 RK vs Ov 4170,89 (1) 4170,89 1569,00 KM vs Ov 7280,22 (1) 7280,22 2738,67 Error 2294,67 18 127,48 Total 20504,67 26
Uji Jarak Duncan Subset for alpha = 0,05 Perlakuan N
1 2 3 4 5 6 KM-7 3 648,00 RK-7 3 688,33 RK-14 3 690,00 690,00 KM-14 3 695,67 695,67 695,67 RK-21 3 710,33 710,33 710,33 Ov-50 3 710,33 710,33 710,33 KM-21 3 715,67 715,67 Ov-60 3 722,33 Ov-70 3 747,33 Sig. 1,00 0,46 0,06 0,06 0,25 1,00 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,00.
48
Lampiran 15. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan BK (g/kg) Hay Daun Rami
Ulangan Perlakuan 1 2 3
xi
KM-7 62,18 74,55 67,01 67,91 KM-14 69,22 71,26 72,41 70,96 KM-21 62,02 68,18 67,48 65,90 RK-7 77,04 77,38 81,63 78,68 RK-14 85,71 82,60 70,07 79,46 RK-21 67,20 78,38 72,40 72,66 Ov-50 60,34 65,26 63,15 62,92 Ov-60 57,72 65,25 61,47 61,48 Ov-70 56,74 62,43 61,07 60,08
Anova SK JK Db KT F F0,05 Perlakuan 4703,19 8 587,90 5,12 2,51 RK vs KM 469,67 (1) 469,67 176,68 4,41 RK vs Ov 587,62 (1) 587,62 221,05 KM vs Ov 2107,98 (1) 2107,98 792,98 Error 2067,33 18 114,85 Total 6770,52 26
Uji Jarak Duncan Subset for alpha = 0,05 Perlakuan N
1 2 3 Ov-70 3 234,33 RK-21 3 249,67 249,67 Ov-60 3 251,00 251,00 Ov-50 3 251,33 251,33 RK-7 3 254,67 KM-21 3 255,67 KM-14 3 260,33 RK-14 3 266,67 KM-7 3 285,67 Sig. 0,09 0,10 1,00 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,00.
49
Lampiran 16. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan BO (g/kg) Hay Daun Rami
Ulangan Perlakuan 1 2 3
xi
KM-7 62,18 74,55 67,01 67,91 KM-14 69,22 71,26 72,41 70,96 KM-21 62,02 68,18 67,48 65,90 RK-7 77,04 77,38 81,63 78,68 RK-14 85,71 82,60 70,07 79,46 RK-21 67,20 78,38 72,40 72,66 Ov-50 60,34 65,26 63,15 62,92 Ov-60 57,72 65,25 61,47 61,48 Ov-70 56,74 62,43 61,07 60,08
Anova SK JK Db KT F F0,05 Perlakuan 6866,74 8 858,34 8,26 2,51 RK vs KM 301,99 (1) 301,99 113,60 4,41 RK vs Ov 1141,08 (1) 1141,08 429,25 KM vs Ov 2617,12 (1) 2617,12 984,51 Error 1870,67 18 103,93 Total 8737,41 26
Uji Jarak Duncan Subset for alpha = 0,05 Perlakuan N
1 2 3 Ov-70 3 200,00 Ov-60 3 219,00 RK-21 3 219,33 KM-21 3 219,67 Ov-50 3 222,33 KM-14 3 232,33 RK-7 3 233,67 RK-14 3 236,33 KM-7 3 261,67 Sig. 1,00 0,08 1,00 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,00.
50
Lampiran 17. Data, Sidik Ragam (Anova), dan Uji Jarak Duncan PK (g/kg) Hay Daun Rami
Ulangan Perlakuan 1 2 3
xi
KM-7 62,18 74,55 67,01 67,91 KM-14 69,22 71,26 72,41 70,96 KM-21 62,02 68,18 67,48 65,90 RK-7 77,04 77,38 81,63 78,68 RK-14 85,71 82,60 70,07 79,46 RK-21 67,20 78,38 72,40 72,66 Ov-50 60,34 65,26 63,15 62,92 Ov-60 57,72 65,25 61,47 61,48 Ov-70 56,74 62,43 61,07 60,08
Anova SK JK Db KT F F0,05 Perlakuan 388,15 8 48,52 6,60 2,51 RK vs KM 55,16 (1) 55,16 20,75 4,41 RK vs Ov 4,37 (1) 4,37 1,64 KM vs Ov 90,57 (1) 90,57 34,07 Error 132,39 18 7,36 Total 520,53 26
Uji Jarak Duncan Subset for alpha = 0,05 Perlakuan N
1 2 3 Ov-70 3 40,53 RK-21 3 43,33 43,33 KM-21 3 43,67 43,67 Ov-60 3 44,70 44,70 RK-14 3 44,80 44,80 KM-14 3 46,33 Ov-50 3 46,43 RK-7 3 46,47 KM-7 3 55,17 Sig. 0,10 0,23 1,00 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,00.