credere, yang diterjemahkan

21
II-1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI II.1 Landasan Teori II.1.1 Kredit Kata kredit berasal dari bahasa latin yaitu credere, yang diterjemahkan sebagai kepercayaan atau credo yang berarti saya percaya (Fahmi, 2014, hal. 2). Jadi apabila seseorang berhasil memperoleh kredit berarti orang tersebut memperoleh kepercayaan. Kredit menurut UU No. 10 tahun 1998 yaitu “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Selanjutnya kredit adalah semua jenis pinjaman yang harus dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati (Hasibuan, 2001, hal. 87). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kredit merupakan kegiatan usaha dengan memberikan pinjaman kepada masyarakat atas dasar kepercayaan yang diberikan oleh pemberi kredit dimana penerima kredit harus mengembalikan kredit dan membayar balas jasa berupa bunga sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya oleh kedua belah pihak. Fungsi bank sebagai lembaga intermediasi khususnya dalam penyaluran kredit mempunyai peranan penting bagi perekonomian, karena melalui kredit masyarakat bisa membuka usaha baru atau mengembangkan dan memperluas usahanya. Sehingga berpengaruh terhadap pendapatan ekonomi mereka. Adapun tujuan pemberian kredit menurut Kasmir (dalam Clarita, Darminto, & Zahroh, 2014) adalah mencari keuntungan, membantu usaha nasabah, dan membantu pemerintah.

Upload: others

Post on 25-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: credere, yang diterjemahkan

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

II.1 Landasan Teori

II.1.1 Kredit

Kata kredit berasal dari bahasa latin yaitu credere, yang diterjemahkan

sebagai kepercayaan atau credo yang berarti saya percaya (Fahmi, 2014, hal. 2).

Jadi apabila seseorang berhasil memperoleh kredit berarti orang tersebut

memperoleh kepercayaan.

Kredit menurut UU No. 10 tahun 1998 yaitu “Kredit adalah penyediaan

uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan

atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang

mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu

dengan pemberian bunga”. Selanjutnya kredit adalah semua jenis pinjaman yang

harus dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam sesuai dengan perjanjian

yang telah disepakati (Hasibuan, 2001, hal. 87). Dari beberapa pengertian di atas

dapat disimpulkan bahwa kredit merupakan kegiatan usaha dengan memberikan

pinjaman kepada masyarakat atas dasar kepercayaan yang diberikan oleh pemberi

kredit dimana penerima kredit harus mengembalikan kredit dan membayar balas

jasa berupa bunga sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya oleh

kedua belah pihak.

Fungsi bank sebagai lembaga intermediasi khususnya dalam penyaluran

kredit mempunyai peranan penting bagi perekonomian, karena melalui kredit

masyarakat bisa membuka usaha baru atau mengembangkan dan memperluas

usahanya. Sehingga berpengaruh terhadap pendapatan ekonomi mereka. Adapun

tujuan pemberian kredit menurut Kasmir (dalam Clarita, Darminto, & Zahroh,

2014) adalah mencari keuntungan, membantu usaha nasabah, dan membantu

pemerintah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 2: credere, yang diterjemahkan

II-2

Penyaluran kredit merupakan bagian terbesar dari asset yang dimiliki oleh

bank yang bersangkutan. Menurut Siamat (dalam Rahman & Fajarwati, 2012)

mengatakan bahwa penyaluran kredit merupakan kegiatan usaha yang

mendominasi pengalokasian dana bank. Jadi dapat dikatakan bahwa kredit

merupakan sumber utama pendapatan bagi bank.

II.1.2 Non Performing Loan (NPL)

Apabila kredit yang diberikan tidak dapat kembali sesuai dengan

perjanjian yang telah disepakati maka akan menimbulkan suatu risiko kredit yaitu

kredit bermasalah (NPL). Risiko kredit merupakan suatu risiko akibat kegagalan

atau ketidakampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari

bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan atau

dijadwalkan (Siamat, 2004, hal. 92). Dengan adanya kegagalan membayar

tersebut maka akan mengakibatkan kredit bermasalah (NPL).

Kredit bermasalah adalah kredit yang menunggak melebihi 90 hari (Ismail,

2009, hal. 226), kemudian kredit bermasalah yaitu suatu keadaan dimana nasabah

sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank

seperti yang telah diperjanjikan (Ismail, 2009, hal. 224). Semakin tingginya rasio

dari Non Performing Loan (NPL) mencerminkan bahwa semakin banyaknya

kredit macet yang ada pada bank (Sania, 2016). Sehingga banyaknya kredit macet

akan mengakibarkan menurunnya laba yang diperoleh.

Untuk pihak perbankan, sebelum menyalurkan dananya dalam bentuk

kredit perlu melakukan analisis terhadap calon debitur agar dana yang disalurkan

dapat kembali tepat waktu. Setelah itu, apabila dana berhasil disalurkan, pihak

bank harus melakukan pemantauan kredit baik dalam penggunaan maupun

kepatuhan dalam memenuhi kewajibannya.

Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung kredit bermasalah

menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/30/DPNP tanggal 14 Desember

2001:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 3: credere, yang diterjemahkan

II-3

NPL = 𝑲𝒓𝒆𝒅𝒊𝒕 𝒌𝒖𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒏𝒄𝒂𝒓 +𝒌𝒓𝒆𝒅𝒊𝒕 𝒅𝒊𝒓𝒂𝒈𝒖𝒌𝒂𝒏+𝒌𝒓𝒆𝒅𝒊𝒕 𝒎𝒂𝒄𝒆𝒕

𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒌𝒓𝒆𝒅𝒊𝒕 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒃𝒆𝒓𝒊𝒌𝒂𝒏 x 100%

Gambar I.1 Rumus NPL

Jumlah NPL yang tinggi dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan

bank. Dalam hal ini Bank Indonesia menetapkan bahwa tingkat NPL yang wajar

adalah 5% dari total portofolio kreditnya.

II.1.3 Inflasi

Definisi inflasi menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah

kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung

secara terus menerus. Jika inflasi meningkat, maka harga barang dan jasa di dalam

negeri mengalami kenaikan. Naiknya harga barang dan jasa tersebut

menyebabkan turunnya nilai mata uang. Dengan demikian, inflasi

dapat juga diartikan sebagai penurunan nilai mata uang terhadap nilai barang dan

jasa secara umum. Selain itu, Syarun (2016) menyatakan, “Inflasi adalah suatu

proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (continue)

berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor,

antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar

yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat

adanya ketidaklancaran distribusi barang, dengan kata lain inflasi juga merupakan

proses menurunnya nilai mata uang”.

Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan ada tiga kriteria yang

perlu diamati untuk melihat telah terjadinya inflasi, yaitu kenaikan harga,

mempunyai sifat yang umum, dan terjadi secara terus-menerus. Apabila kenaikan

harga satu barang tidak mempengaruhi harga barang lain, sehingga harga tidak

naik secara umum, maka bukan dikatakan inflasi. Kecuali apabila yang naik itu

seperti harga BBM, ini berpengaruh terhadap harga-harga lainnya sehingga secara

umum semua produk hampir mengalami kenaikan harga. Apabila kenaikan harga

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 4: credere, yang diterjemahkan

II-4

itu terjadi hanya sesat kemudian turun kembali, itu pun bukan dikatakan inflasi,

karena inflasi mempunyai rentang waktu minimal satu bulan.

Sukirno (2011:333) menjabarkan penyebab inflasi terbagi ke dalam 3

macam, yaitu: Pertama, tarikan permintaan (demand-pull inflation). Inflasi ini

timbul karena meningkatnya permintaan total yang berlebihan sehingga melebihi

kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa. Kedua, desakan biaya (cosh-

pull inflation). Inflasi ini timbul karena peningkatan biaya produksi untuk

menghasilkan barang yang akan dipasarkan. Ketiga, inflasi diimpor. Inflasi ini

timbul karena kenaikan harga barang di luar negeri dan berpengaruh kepada

negara lain yang memilki hubungan ekonomi dengan negara tersebut.

Hampir semua negara menghadapi masalah inflasi di dalam

perekonomian, terjadinya inflasi yang tinggi mengakibatkan turunnya daya beli

masyarakat. Adapun Sukirno (2011:338) mengatakan bahwa kenaikan harga-

harga yang tinggi dan terus-menerus akan berdampak kepada kegiatan

perekonomian, yaitu ketika biaya yang terus menerus naik, hal ini akan

menyebabkan kegiatan produksi sangat tidak menguntungkan bagi pengusaha.

Maka para pemilik modal biasanya lebih tertarik menggunakan uangnya untuk

berspekulasi. Selain itu inflasi juga berdampak kepada kemakmuran individu dan

masyarakat, yaitu akan menurunkan pendapatan riil orang-orang yang

berpendapatan tetap, akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang, serta

akan memperburuk pembagian kekayaan.

II.I.4 Laba Bersih

Laba merupakan tujuan utama perusahaan dalam menjalankan

aktivitasnya. Setiap perusahaan tentu saja berusaha untuk memperoleh laba yang

maksimal. Laba yang diperoleh perusahaan akan digunakan untuk meningkatkan

kelangsungan hidup perusahaan.

Laba sebagai kelebihan penghasilan diatas biaya selama satu periode

akuntansi (Harahap, 2008, hal. 113). Sedangkan menurut Harnanto (2003, hal.

344) mendefinisikan bahwa laba adalah selisih dari pendapatan diatas biaya-

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 5: credere, yang diterjemahkan

II-5

biayanya dalam jangka waktu periode tertentu. Jadi dapat disimpulkan dari

pengertian-pengertian tersebut bahwa laba adalah selisih dari pendapatan yang

diperoleh dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam membiayai operasional

perusahaan dalam jangka waktu tertentu. Laba sering digunakan sebagai suatu

dasar pengenaan pajak, kebijakan dividen, pedoman investasi serta pengambilan

keputusan dan unsur prediksi (Harnanto, 2003, hal. 444).

Laba atau rugi sering digunakan untuk mengukur prestasi perusahaan.

Selain itu, laba atau rugi juga penting sebagai informasi bagi pembagian laba dan

penentuan kebijakan investasi. Adapun tujuan dari pelaporan laba menurut Chariri

& Ghozali (2003, hal. 216) antara lain:

a. Sebagai indikator efisiensi penggunaan dana yang tertahan dalam

perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat kembaliannya.

b. Sebagai dasar pengukuruan prestasi manajemen.

c. Sebagai dasar penentuan besarnya perencanaan pajak.

d. Sebagai alat pengendalian sumber daya ekonomi suatu negara.

e. Sebagai kompensasi dan pembagian bonus.

f. Sebagai alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan.

g. Sebagai dasar bentuk kenaikan kemakmuran.

h. Sebagai dasar pembagian dividen.

Laba memiliki jenis-jenis yaitu laba kotor, laba dari operasi, dan laba

bersih (Tuanakotta, 2000, hal. 157). Namun pada penelitian ini penulis

menggunakan laba bersih.

Laba bersih merupakan laba dari bisnis perusahaan yang sedang berjalan

setelah bunga dan pajak (Wild, Subramanyan & Halsey dalam Wowor &

Mangantar, 2014). Sedangkan menurut Soemarso (dalam Wowor & Mangantar,

2014) menjelaskan bahwa laba bersih (net income) merupakan selisih lebih semua

pendapatan dan keuntungan terhadap semua biaya-biaya kerugian.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 6: credere, yang diterjemahkan

II-6

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa laba bersih adalah selisih

dari total pendapatan dikurangi dengan total beban. Adapun rumus laba bersih

sebagai berikut:

Laba Bersih = Laba Sebelum Pajak Penghasilan – Beban Pajak Penghasilan

Gambar II.2 Rumus Laba Bersih

Sumber: Hery (2015, hal. 235)

Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2012, hal. 12) penghasilan bersih

(laba) sering digunakan sebagai ukuran kinerja atau dasar bagi ukuran yang lain

seperti imbal hasil investasi atau laba per saham (Earning per Share). Setelah laba

diperoleh maka perusahaan membagi laba menjadi ke dalam dua bagian yaitu laba

di tahan dan laba yang dibagikan kepada para pemegang saham. Perusahaan yang

memiliki tingkat akumulasi laba bersih yang cukup baik, dari satu periode ke

periode berikutnya, biasanya memiliki potensi untuk dapat membagikan sebagian

dari laba bersih tersebut kepada pemegang saham (Hery, 2016, hal. 287).

Distribusi laba bersih kepada para pemegang saham ini dilakukan dalam bentuk

dividen. Sebagian dari laba bersih ini akan ditahan atau diinvestasikan kembali

dalam perusahaan. Laba ditahan timbul sebagai hasil dari kegiatan operasional

perusahaan (Hery, 2016, hal. 294). Akan tetapi, pembagian laba bersih yang

diperoleh tergantung pada keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, apakah laba

tersebut akan dialokasikan untuk pembagian dividen atau sebagai laba ditahan

untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan.

II.I.4.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laba Bersih

Kemampuan untuk memperoleh laba merupakan suatu ukuran yang

digunakan untuk menilai prestasi perusahaan. Adapun faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang dapat diperoleh antara lain:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 7: credere, yang diterjemahkan

II-7

A. Penyaluran Kredit

Kredit merupakan pinjaman uang yang diberikan oleh bank kepada

nasabah yang kemudian harus dikembalikan oleh peminjam sesuai dengan

jangka waktu dan bunga yang ditentukan oleh bank. Besarnya laba suatu bank

sangat-sangatlah dipengaruhi dari jumlah kredit yang disalurkan dalam suatu

periode, makin besar jumlah kredit yang disalurkan maka makin besar laba

dari bidang ini (Kasmir, 2014, hal. 125). Selain itu, Rivai (2013, hal. 6)

menyatakan bahwa laba merupakan tujuan dari pemberian kredit yang

terjelma dalam bentuk bunga yang diterima.

B. Kredit Bermasalah (NPL)

Apabila kredit yang diberikan tidak dapat kembali sesuai dengan

perjanjian yang telah disepakati maka akan menimbulkan suatu risiko kredit

yaitu kredit bermasalah (NPL). Adanya kredit bermasalah (NPL) akan

mengakibatkan menurunnya pendapatan bunga bank, mengingat bahwa

kredit merupakan pendapatan terbesar bank. Seperti yang dikatakan oleh

Kasmir (2014, hal. 148) bahwa pemberian suatu fasilitas kredit mengandung

risiko kemacetan. Akibatnya kredit tidak dapat ditagih sehingga

menimbulkan kerugian yang harus ditanggung oleh bank dan

mengakibatkan laba perusahaan menurun.

C. Capital Adequacy Ratio (CAR)

Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang memperlihatkan

seberapa jauh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan

surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal

sendiri bank (Taswan, 2010, hal. 237). Nilai Capital Adequacy Ratio

(CAR) yang tinggi menunjukkan bahwa bank mampu membiayai

operasionalnya, serta menguntungkan bagi bank tersebut karena di

kemudian hari akan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap

pertumbuhan laba (Hutagalung, Djumahir, & Ratnawati, 2013).

D. Beban Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO)

BOPO merupakan perbandingan dari total beban dan total pendapatan.

Melalui perhitungan tersebut, bank akan mencapai efisiensi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 8: credere, yang diterjemahkan

II-8

operasionalnya, sehingga keseluruhan biaya yang dikeluarkan bank

tersebut dapat diminimalisis dan berdampak terhadap pertumbuhan laba

(Hutagalung, Djumahir, & Ratnawati, 2013).

E. Loan To Deposit Ratio (LDR)

LDR merupakan perbandingan dari jumlah kredit yang disalurkan

dengan jumlah dana yang diterima dari berbagai sumber. Menurut

Literatur sebelumnya Suwandhani (2008) melakukan penelitian mengenai

pengaruh LDR terhadap profitabilitas, hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa LDR berpengengaruh siginifikan terhadap profitabilitas bank.

F. Dana Pihak Ketiga

Perolehan laba suatu lembaga keuangan atau perusahaan tergantung

oleh sumber dana yang diperoleh yang kemudian akan menghasilkan

pendapatan dimana pendapatan tersebut akan menjadikan laba bagi

perusahaan (Kasmir, 2000, hal. 61). Jadi, apabila bank memanfaatkan

penghimpunan dana melalui dana pihak ketiga maka akan berpengaruh

terhadap laba bank.

G. Produk Domestik Bruto (PDB)

PDB adalah nilai pasar dari semua barang dan jasa akhir (final) yang

diproduksi dalam sebuah negara pada suatu periode (Mankiw, 2006, hal.

6) Faktor produksi ini berpengaruh terhadap pendapatan nasional.

H. Tingkat Inflasi

Tingkat inflasi adalah naiknya harga-harga secara umum dan

berlangsung terus menerus. Pada saat inflasi sedang tinggi, harga barang

dan jasa menjadi naik dan mengakibatkan daya beli masyarakat menjadi

menurun. Selain itu, dengan naiknya tingkat inflasi akan mengakibatkan

nilai mata uang menjadi menurun. Menurut Literatur sebelumnya Astuti

(2014) mengatakan bahwa inflasi berpengaruh signifikan terhadap

profitabilitas.

I. BI Rate

BI Rate adalah suku bunga dengan tenor satu bulan yang diumumkan

oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu yang

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 9: credere, yang diterjemahkan

II-9

berfungsi sebagai sinyal (stance) kebijakan moneter (Siamat, 2005, hal.

139). Apabila inflasi tinggi, maka bank melakukan kebijakan BI Rate yaitu

menaikkan suku bunga kredit. Kenaikan BI Rate tersebut akan

menghambat pertumbuhan kredit. Apabila pertumbuhan kredit terhambat

maka berpengaruh juga terhadap pertumbuhan laba.

Dari beberapa faktor-faktor di atas bahwa penyaluran kredit (X1), Non

Performing Loan (X2), dan tingkat inflasi (X3) merupakan faktor di dalamnya

yang dapat mempengaruhi laba bersih (Y). Menurut literatur sebelumnya

Magdalena (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh jumlah kredit yang

disalurkan terhadap laba bank. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kredit

yang disalurkan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap laba.

Ratnakusumah (2014) melakukan penelitian mengenai pengaruh kredit

bermasalah terhadap laba. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa

kredit bermasalah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap laba. Selain itu,

menurut literatur sebelumnya yang dilakukan oleh Irwadi (2014) mengenai

pengaruh inflasi dan BI Rate terhadap laba perbankan. Dalam hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa inlasi tidak berpengaruh signifikan dalam memprediksi laba

perbankan.

Dari beberapa literatur tersebut, maka dapat dikatakan bahwa penyaluran

kredit mempunyai bobot yang besar dalam mempengaruhi laba bersih, kredit

bermasalah mempunyai bobot yang sedang dalam mempengaruhi laba bersih, dan

tingkat inflasi mempunyai bobot yang kecil dalam mempengaruhi laba bersih.

Namun demikian, ketiga faktor tersebut mempunyai pengaruh terhadap laba

bersih perbankan.

II.I.5 Hubungan Penyaluran Kredit dan Laba Bersih

Kredit merupakan pinjaman uang yang diberikan oleh bank kepada

nasabah yang dikembalikan dengan jangka waktu dan bunga yang ditentukan oleh

bank. Melalui kredit akan menguntungkan bagi pihak kreditur dan debitur, bank

akan memperoleh bunga dari kredit yang diberikan begitu juga bagi debitur akan

memperoleh pinjaman sebagai modal usaha maupun untuk keperluan pribadi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 10: credere, yang diterjemahkan

II-10

Kredit merupakan pendapatan terbesar bagi bank. Menurut Siamat (dalam

Rahman & Fajarwati, 2012) mengatakan bahwa penyaluran kredit merupakan

kegiatan usaha yang mendominasi pengalokasian dana bank. Jadi dapat dikatakan

bahwa kredit merupakan sumber utama pendapatan bagi bank. Semakin tinggi

penyaluran kredit maka semakin tinggi pula laba yang diperoleh oleh bank.

Seperti yang dikatakan Besarnya jumlah kredit yang akan disalurkan akan

menentukan besarnya laba (Kasmir, 2005, hal. 71). Semakin tinggi penyaluran

kredit maka semakin tinggi pula laba yang diperoleh bank. Selain itu, Rivai (2013,

hal. 6) mengatakan bahwa laba merupakan tujuan dari pemberian kredit yang

terjelma dalam bentuk bunga yang diterima.

Adapun menurut Firdaus & Ariyanti (2009, hal. 50) menyatakan bahwa

walaupun laba bank tidak sepenuhnya ditentukan oleh perolehan bunga kredit,

namun kualitas kredit akan sangat menentukan pendapatan bank yang pada

gilirannya akan berpengaruh terhadap laba bank. Apabila penyaluran kredit oleh

bank tinggi dan risiko kredit macet rendah maka kemungkinan bank memperoleh

laba yang tinggi.

Studi empiris ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh:

1. Puspawati, Cipta, & Yulianthini (2016) melakukan penelitian mengenai

pengaruh dana pihak ketiga dan jumlah penyaluran kredit terhadap laba. Jenis

data yang digunakan adalah data kuantitatif. Objeknya adalah PT. Bank

Perkreditan Rakyat Bali tahun 2012-2014. Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa penyaluran kredit mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap

laba.

2. Mahardika, Cipta, & Yudiaatmaja (2014) melakukan penelitian mengenai

pengaruh kredit bermasalah dan penyaluran kredit terhadap laba pada Lembaga

Perkreditan Desa (LPD). Pada desain penelitiannya menggunakan kuantitatif

kausal. Hasil pengujian hipotesis yang dilakukannya yaitu bahwa penyaluran

kredit berpengaruh positif dan signifikan terhadap laba pada Lembaga

Perkreditan Desa (LPD). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa semakin

tinggi kredit yang disalurkan, semakin besar laba yang diperoleh.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 11: credere, yang diterjemahkan

II-11

3. Magdalena (2008) mengenai pengaruh jumlah kredit yang disalurkan terhadap

laba pada PT. Bank Rakyat Indonesia. Metode penelitian yang digunakan

adalah analisis deskriptif dan analisis regresi linier sederhana. Hasil analisis

menunjukkan bahwa kredit yang disalurkan mempunyai pengaruh yang positif

dan signifikan terhadap laba yang diperoleh PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk

Unit Sumber Nongko-Medan.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara penyaluran kredit

dengan laba bersih PT. Bank Danamon Indonesia Tbk periode 2007-2015.

II.1.6 Hubungan Kredit Bermasalah (NPL) dan Laba Bersih

Kredit merupakan sumber pendapatan terbesar bagi bank, kinerja bank

yang baik ditandai dengan lancarnya penyaluran kredit kepada masyarakat. Tetapi

tingginya penyaluran kredit yang dilakukan akan memberikan risiko yang tinggi

pula bagi bank yaitu terjadinya kredit bermasalah dan NPL menjadi tinggi.

Apabila debitur tidak dapat membayar kembali pinjaman kredit sesuai dengan

perjanjian yang telah disepakati maka akan menimbulkan suatu risiko kredit yaitu

kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL). Apabila rasio NPL yang

dimiliki oleh bank tinggi maka akan berpengaruh terhadap nilai aset bank dan

kemampuan bank dalam menghasilkan laba.

Adanya kredit bermasalah (NPL) akan mengakibatkan menurunnya

pendapatan bunga bank serta menurunnya pengembalian pokok kredit yang pada

gilirannya bank akan menderita kerugian dan bukan tidak mungkin pada akhirnya

akan mengalami kebangkrutan. Seandainya kredit dikelola dengan baik sehingga

kredit bermasalah jumlahnya sedikit sekali, maka penerimaan pendapatan bank

yang berasal dari bunga akan meningkat dan bank tersebut akan tumbuh dengan

baik. Seperti yang dikatakan oleh (Kasmir, 2014, hal. 148) bahwa pemberian

suatu fasilitas kredit mengandung suatu risiko kemacetan. Akibatnya kredit tidak

dapat ditagih sehingga menimbulkan kerugian yang harus ditanggung oleh bank

dan mengakibatkan laba perusahaan menurun. Kredit bermasalah atau risiko

kredit menggambarkan suatu situasi dimana persetujuan pengembalian kredit

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 12: credere, yang diterjemahkan

II-12

mengalami risiko kegagalan, bahkan menunjukkan kepada bank akan memperoleh

rugi dan mengurangi laba pada bank Rivai (2013, hal. 397)

Studi empiris ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh:

1. Antara, Bagia, & Cipta, (2014) mengenai pengaruh tabungan dan kredit

bermasalah terhadap laba pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di

Kecamatan Kubu. Desain penelitian yang digunakan yaitu desain kuantitatif

kausal. Berdasarkan hasil perhitungan uji statistik dengan menggunakan

program SPSS kredit bermasalah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

LPD. Temuan hasil penelitiannya berarti kredit bermasalah berperan secara

langsung dalam upaya membentuk laba LPD di Kecamatan Kubu dengan nilai

hubungan pengaruh parsial sebesar 26,3% terhadap laba dan besar sumbangan

pengaruh terhadap laba sebesar 6,90%.

2. Antara, Bagia, & Cipta (2014) melakukan penelitian mengenai pengaruh

tabungan dan kredit bermasalah terhadap laba pada Lembaga Perkreditan Desa.

Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif. Temuan hasil penelitiannya

menyatakan bahwa ada pengaruh negatif dan signifikan antara NPL dan laba.

3. Mahardika, Cipta, & Yudiaatmaja (2014) melakukan penelitian mengenai

pengaruh kredit bermasalah dan penyaluran kredit terhadap laba pada Lembaga

Perkreditan Desa (LPD). Pada desain penelitiannya menggunakan kuantitatif

kausal. Hasil pengujian hipotesis yang dilakukannya yaitu bahwa kredit

bermasalah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap laba pada Lembaga

Perkreditan Desa. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rendahnya kredit

bermasalah akan menyebabkan laba meningkat.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai

berikut:

H2 : Terdapat pengaruh yang negatif dan signifikan antara Non Performing Loan

dengan laba bersih PT. Bank Danamon Indonesia Tbk periode 2007-2015.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 13: credere, yang diterjemahkan

II-13

II.1.7 Hubungan Tingkat Inflasi dan Laba Bersih

Bagi perusahaan sebuah inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi

maupun operasional, sehingga pada akhirnya akan merugikan bank itu sendiri.

Menurut Irwadi (2014), inflasi cenderung meyebabkan menurunnya tingkat

tabungan dan atau investasi karena meningkatnya konsumsi masyarakat dan

hanya sedikit untuk tabungan jangka panjang. Hal ini akan menyebabkan jumlah

dana yang ada di bank menjadi sedikit dan menurunnya jumlah kredit yang

disalurkan. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi inflasi akan

menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Apabila daya beli masyarakat

menurun maka akan menyebabkan menurunnya tingkat tabungan atau investasi

masyarakat. Menurunnya jumlah kredit yang disalurkan tersebut akibat dari

kebijakan pemerintah yang menaikkan BI rate. Melalui BI Rate setidaknya nilai

inflasi akan menurun. Sukirno (2004, hal. 349) mengatakan bahwa untuk

mengatasi masalah inflasi, tindakan yang perlu dijalankan Bank Sentral adalah

mengurangi penawaran uang dan menaikkan suku bunga. Kenaikan bunga kredit

tersebut akan menghambat pertumbuhan kredit itu sendiri. Mengingat kredit

merupakan sumber pendapatan terbesar bagi bank, maka pertumbuhan laba

menjadi menurun.

Menurut Boyd dan Champ (dalam Tan & Floros, 2012) mengatakan

bahwa tingkat inflasi yang lebih tinggi dapat menurunkan tingkat pengembalian

atas nilai riil, sehingga akan menimbulkan risiko kredit pada bank. Namun dengan

rendahnya inflasi akan merendahkan tingkat pengembalian kredit oleh para

pengusaha, sehingga risiko kredit semakin rendah. Dengan kata lain, apabila

tingkat inflasi tinggi maka dapat mengakibatkan menurunnya tingkat

pengembalian atas pinjaman atau kredit dari nasabah sehingga dapat

menimbulkan kredit bermasalah (NPL) bagi bank serta dapat mempengaruhi

jumlah laba bersih yang diperoleh.

Studi empiris ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh:

1. Dwijayanthy & Naomi (2009) melakukan penelitian yang bertujuan untuk

menganalisis pengaruh inflasi, BI Rate, dan nilai tukar mata uang terhadap

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 14: credere, yang diterjemahkan

II-14

profitabilitas bank periode 2003-2007. Teknik analisis data yang digunakan

adalah regresi berganda, dengan populasi bank yang terdaftar dalam LQ-45.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara

inflasi dan nilai tukar mata uang terhadap profitabilitas bank sedangkan BI

Rate tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas bank.

2. Kurniasih (2012) melakukan penelitian salah satu variabel independen yang

diteliti yaitu variabel tingkat inflasi dan menggunakan profitabilitas sebagai

variabel dependen. Populasi dalam penelitiannya adalah Bank Umum Syariah

dan Bank Umum Konvensional. Dengan menggunakan metode purposive

sampling. Hasil temuan penelitian yang dilakukan Erni Kurniasih (2012)

menunjukkan bahwa tingkat inflasi berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap profitabilitas.

3. Fitriana (2015) melakukan penelitian mengenai pengaruh inflasi dan Bank

Indonesia Rate terhadap Profitabilitas PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk.

Pendekatan penelitiannya menggunakan pendekatan kuantitatif, sedangkan

jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian asosiatif yaitu penelitian

yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih.

Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah metode sampel

purposif. Berdasarkan hasil pengujian secara parsial bahwa inflasi tidak

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ROA dan BI rate tidak

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ROA. Namun, berdasarkan

hasil pengujian secara simultan bahwa inflasi dan BI rate menunjukkan adanya

pengaruh yang signifikan terhadap ROA.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut

H3 : Terdapat pengaruh yang negatif dan signifikan antara penyaluran kredit

dengan laba bersih PT. Bank Danamon Indonesia Tbk periode 2007-2015.

II.1.8 Hubungan Penyaluran Kredit, Non Performing Loan (NPL), Tingkat

Inflasi dan Laba Bersih

Apabila inflasi cenderung mengalami kenaikan secara terus-menerus maka

pemerintah mengambil kebijakan dengan menaikkan BI Rate. Melalui BI Rate

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 15: credere, yang diterjemahkan

II-15

setidaknya nilai inflasi akan menurun. Sukirno (2004, hal. 349) mengatakan

bahwa untuk mengatasi masalah inflasi, tindakan yang perlu dijalankan Bank

Sentral adalah mengurangi penawaran uang dan menaikkan suku bunga. Suku

bunga memberikan dampak langsung kepada nasabah dan bank itu sendiri.

Apabila suku bunga kredit meningkat masyarakat cenderung tidak akan

meminjam uang di bank sehingga pertumbuhan kredit menjadi menurun dan

secara otomatis laba bersih yang diperoleh oleh bank pun akan menurun karena

mengingat bahwa pendapatan terbesar perbankan yaitu dari sektor perkreditan.

Sedangkan apabila bank menaikkan suku bunga simpanan maka akan memacu

keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya di bank. Dengan kondisi ini

maka akan meningkatkan biaya dana bank, dengan memberikan bunga yang

tinggi kepada masyarakat.

Selain itu, dengan semakin meningkatnya suku bunga kredit juga akan

berdampak terhadap kredit macet. Suku bunga kredit yang tinggi akan

mengakibatkan nasabah sulit untuk membayar pinjamannya baik pokok maupun

bunganya sehingga akan menimbulkan kredit macet dan meningkatkan rasio NPL

(Non Performing Loan). Dengan meningkatnya rasio NPL tersebut maka akan

berpengaruh terhadap nilai aset bank dan kemampuan bank dalam menghasilkan

laba.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H4 : Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara penyaluran kredit,

Non Performing Loan (NPL), dan tingkat inflasi dengan laba bersih PT.

Bank Danamon Indonesia Tbk periode 2007-2015.

II.2 Kerangka Pemikiran

Sebagai lembaga intermediasi, bank mempunyai kegiatan utama yaitu

menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat

dalam bentuk kredit. Melalui penyaluran kredit diharapkan dapat membantu

masyarakat dalam hal permodalan usaha ataupun untuk pribadi. Selain itu, bank

juga mendapat keuntungan dari kredit yang disalurkan berupa bunga kredit.

Kredit yang disalurkan oleh bank merupakan bagian terbesar dari asset yang

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 16: credere, yang diterjemahkan

II-16

dimiliki oleh bank yang bersangkutan. Oleh karena itu perkreditan merupakan

kegiatan utama bank, sehingga sumber pendapatan terbesar bagi bank berasal dari

penerimaan bunga kredit. Besarnya jumlah kredit yang akan disalurkan akan

menentukan besarnya laba (Kasmir, 2005, hal.71). Semakin tinggi penyaluran

kredit maka semakin tinggi pula laba yang diperoleh bank. Selain itu, Rivai (2013,

hal. 6) mengatakan bahwa laba merupakan tujuan dari pemberian kredit yang

terjelma dalam bentuk bunga yang diterima.

Dengan kata lain, apabila penyaluran kredit kepada masyarakat naik,

maka laba yang diperoleh oleh bank pun akan naik. Menurut Harnanto (2003, hal.

344) mendefinisikan bahwa laba adalah selisih dari pendapatan diatas biaya-

biayanya dalam jangka waktu periode tertentu. Namun pada penelitian ini penulis

menggunakan laba bersih. Laba bersih merupakan laba dari bisnis perusahaan

yang sedang berjalan setelah bunga dan pajak (Wild, Subramanyan & Halsey

dalam Wowor & Mangantar, 2014). Sedangkan menurut Soemarso (dalam

Wowor & Mangantar, 2014) menjelaskan bahwa laba bersih (net income)

merupakan selisih lebih semua pendapatan dan keuntungan terhadap semua biaya-

biaya kerugian. Akan tetapi tingginya penyaluran kredit yang dilakukan akan

memberikan risiko yang tinggi pula bagi bank yaitu terjadinya risiko kredit.

Risiko ini akan muncul apabila nasabah atau debitur mengalami kegagalan atau

ketidak mampuan dalam hal mengembalikan pinjaman yang telah diterima dari

bank beserta bunganya. Dengan adanya kegagalan membayar tersebut maka akan

mengakibatkan kredit bermasalah (NPL). Adanya kredit bermasalah (NPL) akan

mengakibatkan menurunnya pendapatan bunga bank serta akan berakibat pula

terhadap menurunnya laba bersih bank. Semakin besar kredit bermasalah yang

dimiliki oleh bank maka semakin kecil pula kemampuan bank untuk memperoleh

laba. Seperti yang dikatakan oleh Seperti yang dikatakan oleh Kasmir (2014, hal.

148) bahwa pemberian suatu fasilitas kredit mengandung risiko kemacetan.

Akibatnya kredit tidak dapat ditagih sehingga menimbulkan kerugian yang harus

ditanggung oleh bank dan mengakibatkan laba perusahaan menurun.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 17: credere, yang diterjemahkan

II-17

Selain itu variabel makro ekonomi juga ikut mempengaruhi naik turunnya

laba bersih bank yang ditentukan oleh tingkat inflasi. Inflasi merupakan

kecenderungan kenaikan harga yang bersifat umum dan secara terus-menerus.

Dengan meningkatnya inflasi, pemerintah mengambil kebijakan dengan

menaikkan BI Rate. Kenaikan BI Rate ini akan mengakibatkan kenaikan suku

bunga pinjaman maupun simpanan. Sebagaimana yang disebutkan dalam teori

bahwa:

“Untuk mengatasi masalah inflasi, tindakan yang perlu dijalankan Bank

Sentral adalah mengurangi penawaran uang dan menaikkan suku bunga”. Sukirno

(2004, hal. 349).

Apabila bank menaikkan suku bunga simpanan maka akan memacu

keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya di bank. Dengan kondisi ini

maka akan meningkatkan biaya dana bank, dengan memberikan bunga yang

tinggi kepada masyarakat. Sedangkan apabila bank menaikkan suku bunga

pinjaman akan berdampak dengan terhambatnya penyaluran kredit oleh bank

karena masyarakat lebih tertarik kepada bank yang mempunyai tingkat suku

bunga kredit yang rendah sehingga akan menghambat pula dengan pendapatan

atau laba yang diperoleh bank karena mengingat bahwa pendapatan terbesar bank

yaitu kredit.

Selain itu, Menurut Boyd dan Champ (dalam Tan & Floros, 2012)

mengatakan bahwa tingkat inflasi yang lebih tinggi dapat menurunkan tingkat

pengembalian atas nilai riil, sehingga akan menimbulkan risiko kredit pada bank.

Namun dengan rendahnya inflasi akan merendahkan tingkat pengembalian kredit

oleh para pengusaha, sehingga risiko kredit semakin rendah. Dengan kata lain,

apabila tingkat inflasi tinggi maka dapat mengakibatkan menurunnya tingkat

pengembalian atas pinjaman atau kredit dari nasabah sehingga dapat

menimbulkan kredit bermasalah (NPL) bagi bank serta dapat mempengaruhi

jumlah laba bersih yang diperoleh.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 18: credere, yang diterjemahkan

II-18

Berdasarkan uraian di atas, untuk kerangka pemikiran dapat digambarkan

sebagai berikut:

Gambar II.3 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, menunjukkan bahwa total

penyaluran kredit, Non Performing Loan (NPL), dan tingkat infasi merupakan

faktor yang mempengaruhi laba bersih.

II.2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian penyaluran kredit, Non Performing Loan (NPL), dan tingkat

inflasi relatif sudah ada. Namun demikian, secara khusus dengan variabel yang

relatif banyak, yang berasal dari eksternal dan internal PT. Bank Danamon

Indonesia Tbk secara sekaligus belum ada. Maka pada kesempatan ini disajikan

penelitian-penelitian sebelumnya yang sudah ada, yang mudah-mudahan dapat

dijadikan pembanding atau menjadi dasar landasan teori ataupun metode dalam

penelitian ini. Adapun penelitian-penelitian yang sudah ada tersebut, diantaranya

sebagaimana terlihat pada tabel berikut:

Non Performing

Loan (NPL)

Penyaluran Kredit

Tingkat Inflasi

Laba Bersih

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 19: credere, yang diterjemahkan

II-19

Tabel II.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Metodologi Penelitian

Hasil dan Kesimpulan

1 Maulan Irwadi (2014)

Pengaruh Inflasi dan bi rate terhadap laba

perbankan

Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif. Independen: Inflasi

dan BI Rate Dependen: Laba

perbankan

Berdasarkan hasil nilai t hitung untuk inflasi adalah sebesar 0,102

dengan nilai signifikansi sebesar 0,920. Apabila dibandingkan dengan

tingkat kesalahan sebesar 5 persen, maka tingkat

signifikansi inflasi lebih besar. Sehingga H01

diterima dan Ha1 ditolak. Dari hasil uji t dapat

disimpulkan bahwa inflasi tidak berpengaruh signifikan dalam memprediksi laba

perbankan. 2 Berliana

Magdalena (2008)

Pengaruh jumlah kredit yang

disalurkan terhadap laba PT. Bank

Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Unit

Sumber Nongo Medan

Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif

dan analisis regresi linier sederhana.

Independen: Jumlah kredit yang disalurkan

Dependen: Laba

Hasil analisis mengatakan bahwa kredit yang

disalurkan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap laba yang diperoleh PT. Bank

Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Unit

Sumber Nongko – Medan.

3 I Made Agus Mahardika,

Wayan Cipta, dan

Fridayana Yudiaatmaja

(2014)

Pengaruh kredit bermasalah dan

penyaluran kredit terhadap laba pada

Lembaga Perkreditan Desa

(LPD)

Jenis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data kuantitatif.

Data dikumpulkan dengan pencatatan

dokumen serta dianalisi dengan menggunakan analisis jalur.

Independen: Kredit bermasalah dan

penyaluran kredit Dependen: Laba

Hasil penelitian menunjukkan (1) ada

pengaruh signifikan dari kredit bermasalah dan

penyaluran kredit terhadap laba, (2) ada pengaruh negatif dan signifikan dari kredit bermasalah terhadap

penyaluran kredit, (3) ada pengaruh negatif dan signifikan dari kredit

bermasalah terhadap laba, dan (4) ada pengaruh

positif dan signifikan dari penyaluran kredit

terhadap laba.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 20: credere, yang diterjemahkan

II-20

No Peneliti Judul Penelitian Metodologi Penelitian

Hasil dan Kesimpulan

4 Yong Tan Christos Floros

Bank profitability

and inflation: the

case of China

Metode yang digunakan adalah

generalized

methods of momont

(GMM) dengan total sampel 101

bank

Hasil empiris menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara

profitabilitas bank, efisiensi biaya,

pembangunan sektor perbankan,

pengembangan pasar saham dan inflasi di Cina.

5 Michela Cordazzo

(2013)

The impact of IFRS on net income and

equity: evidence

from italian listed

companies

Perbedaan total dan individual antara GAAP Italia dan

IFRS diidentifikasi dan diukur dalam rekonsiliasi dari laba bersih dan

ekuitas perusahaan yang terdaftar di

Bursa Italiana

Hasil menunjukkan bahwa dampak dari total laba bersih lebih relevan

dari ekuitas.

6

Menik Nila Fitriana (2015)

Pengaruh inflasi dan Bank Indonesia Rate

terhadap Profitabilitas PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk.

Metode penelitian yang digunakan

adalah pendekatan kuantitatif,

sedangkan jenis penelitian yang

digunakan adalah penelitian asosiatif. Independen: inflasi

dan BI Rate Dependen:

Profitabilitas

Berdasarkan hasil uji regresi linier secara parsial inflasi tidak

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ROA BMI, sedangkan BI

Rate memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap ROA. Jika pengujian secara serentak

inflasi dan BI Rate berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas.

7 Muhammad Rafi Maulana

(2015)

Analisis pengaruh inflasi, nilai tukar, capital adequacy

ratio (CAR), biaya operasional, dan

pendapatan operasional terhadap

profitabilitas pada perbankan syariah periode 2010-2014

Metode analisis data yang

digunakan adalah model regresi

berganda. Independen: Inflasi, nilai tukar, capital

adequacy ratio

(CAR), biaya operasional, dan

pendapatan operasional Dependen:

Profitabilitas

Berdasarkan hasil uji regresi linier secara

parsial ditemukan hasil yang menyatakan bahwa

variabel inflasi tidak berpengaruh terhadap

ROA dan memiliki pengaruh positif,

sedangkan hasil regresi linier secara simultan menyatakan bahwa

terdapat pengaruh yang signifikan pada variabel

independen. Sumber: diolah oleh penulis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 21: credere, yang diterjemahkan

II-21

II.2.2 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan penelitian oleh

karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat

pernyataan. Sedangkan menurut Ari Kunto (2006) hipotesis merupakan suatu

jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data

yang terkumpul. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

hipotesis penelitian dapat diartikan sebagai jawaban sementara yang harus diuji

dan dibuktikan kebenarannya, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai

berikut:

H1 : Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara penyaluran kredit

dengan laba bersih PT. Bank Danamon Indonesia Tbk periode 2007-2015.

H2 : Terdapat pengaruh yang negatif dan signifikan antara Non Performing Loan

dengan laba bersih PT. Bank Danamon Indonesia Tbk periode 2007-2015.

H3 : Terdapat pengaruh yang negatif dan signifikan antara penyaluran kredit

dengan laba bersih PT. Bank Danamon Indonesia Tbk periode 2007-2015.

H4 : Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara penyaluran kredit,

Non Performing Loan (NPL), dan tingkat inflasi dengan laba bersih PT.

Bank Danamon Indonesia Tbk periode 2007-2015.