cr hpp
DESCRIPTION
HPPTRANSCRIPT
CASE REPORT
P1A0, 22 TAHUN, POST PARTUM SPONTAN (DILUAR) 3 JAM
DENGAN RIWAYAT PERDARAHAN POST PARTUM DINI
ET CAUSA SISA PLASENTA
Preceptor:dr. Wahdi Siradjuddin, Sp. OG
DR. dr. Anto Sawarno, Sp. OG (K)dr. Trestyawaty, Sp. OG
Penyaji:Meiriyan Susanto, S. Ked.
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGIRUMAH SAKIT UMUM DAERAH JENDRAL AHMAD YANI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNGMETRO
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan atas ke hadirat Allah Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun Case Report
yang berjudul P1A0, 22 Tahun, Post Partum Spontan (Diluar) 3 Jam dengan
Riwayat Perdarahan Post Partum Dini Et Causa Sisa Plasenta
Selanjutnya, case report ini disusun dalam rangka memenuhi tugas
kepaniteraan Obstetri dan Ginekologi. Kepada dokter-dokter yang terlibat, kami
ucapkan terima kasih atas segala pengarahannya sehingga case report ini dapat
kami susun dengan cukup baik.
Kami menyadari banyak kekurangan dalam penulisan case report ini, baik
dari segi isi, bahasa, analisis, dan sebagainya. Oleh karena itu, kami ingin
meminta maaf atas segala kekurangan tersebut, hal ini disebabkan karena masih
terbatasnya pengetahuan, wawasan, dan keterampilan kami. Selain itu, kritik dan
saran dari pembaca sangat kami harapkan, guna untuk kesempurnaan case report
ini dan perbaikan untuk kita semua.
Semoga case report ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan
berupa ilmu pengetahuan untuk kita semua.
Metro, Juni 2014
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari
500 mL setelah persalinan. Perdarahan dalam jumlah ini dalam waktu kurang dari
24 jam disebut sebagai perdarahan post partum primer, dan apabila perdarahan ini
terjadi lebih dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post partum sekunder.
Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal terbanyak.
Semua wanita yang sedang hamil 20 minggu memiliki resiko perdarahan post
partum. Walaupun angka kematian maternal telah turun secara drastis di negara-
negara berkembang, perdarahan post partum tetap merupakan penyebab kematian
maternal terbanyak dimana-mana.
Data statistik nasional Amerika Serikat menyebutkan sekitar 8% dari
kematian ibu hamil disebabkan oleh perdarahan post partum. Di negara industri,
perdarahan post partum berada pada peringkat 3 teratas penyebab kematian
maternal, bersaing dengan embolisme dan hipertensi. Di beberapa negara
berkembang angka kematian maternal melebihi 1000 wanita tiap 100.000
kelahiran hidup, dan data WHO menunjukkan bahwa 25% dari kematian maternal
disebabkan oleh perdarahan post partum.
Penanganan perdarahan post partum harus dilakukan dalam 2 komponen,
yaitu: (1) resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok
hipovolemik dan (2) identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan
post partum.
BAB II
LAPORAN KASUS
Masuk RSUD Ahmad Yani Metro:
Tanggal 30 Juni 2014 / pukul 10.00 WIB
No. RM: 240790
IDENTITAS
Nama : Ny. YET Nama Suami : Tn. JON
Usia : 22 tahun Usia : 25 tahun
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Alamat : Sukaraja Nuban Alamat : Sukaraja Nuban
ANAMNESIS
I. Keluhan Utama :
Perdarahan setelah melahirkan
II. Keluhan Tambahan :
Badan lemas
III. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke UGD dirujuk ke RSAY oleh bidan pasca melahirkan
spontan dengan keluhan perdarahan setelah melahirkan anak pertama. Pasien
melahirkan pukul 06.00 WIB. Bayi lahir ♀, 3,3 Kg, dengan hamil aterm. ± 4
jam pasca melahirkan, perdarahan pasien tidak berhenti, kemudian pasien
dirujuk ke RSAY dengan dugaan adanya sisa-sisa plasenta. Perdarahan
banyaknya, sekitar 2x ganti pembalut, berwarna merah segar. Riwayat
robekan jalan lahir (-), riwayat kelainan pada darah (-).
IV. Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak Ada
V. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak Ada
VI. Riwayat Menstruasi
Menarche : Usia 15 tahun, haid teratur (4 hari), darah banyak,
nyeri (-)
HPHT : (Tidak ditanyakan)
Riwayat Perkawinan : 1x sejak 2013
Riwayat Obstetri :
Hamil ke
Tanggal lahir anak
Jenis kelamin
Jenis Persalinan Penyulit PenolongBB.
LahirKeadaan
anakMasa Nifas
1 2014 ♀Aterm
Pervaginam spontan
Tidak ada
Bidan2,8 kg Sehat
Perdarahan ± 4 jam
post partum
VII. Riwayat Kehamilan Sekarang
Riwayat ANC : Bidan
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak Ada
Riwayat KB : Tdak Ada
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak pucat
Gizi : Baik
BMI : 48 kg/(1,52 m)2 = 20,7 (Normal)
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 84 x/menit
Frekuensi Napas : 24x/menit
Suhu : 370C
Status Lokalis
Mata : Konjungtiva anemis +/+
Sklera Ikterik -/-
Mulut : Luka (-) Karies (-)
Leher : Pembesaran Kelenjar (-)
Jantung : dalam batas normal
Paru : dalam batas normal
Abdomen : datar, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Sianosis -/- Edema -/-
Berat Badan : 48 kg
Tinggi Badan : 152 cm
Pemeriksaan Obstetri
TFU : Sepusat
Inspekullo : perdarahan aktif (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap
o Hb : 8,7 gr/dl
o WBC : 17 x 103/mm3
o RBC : 3,39 x 106/mm3
o HCT : 26,6 %
o PLT : 260 x 103 /uL
RESUME
Pasien datang ke UGD dirujuk ke RSAY oleh bidan pasca melahirkan spontan
dengan keluhan perdarahan setelah melahirkan anak pertama. Pasien melahirkan
pukul 06.00 WIB. Bayi lahir ♀, 3,3 Kg, dengan hamil aterm. ± 4 jam pasca
melahirkan, perdarahan pasien tidak berhenti, kemudian pasien dirujuk ke RSAY
dengan dugaan adanya sisa-sisa plasenta. Perdarahan banyaknya, sekitar 2x ganti
pembalut, berwarna merah segar. Riwayat robekan jalan lahir (-), riwayat kelainan
pada darah (-).
TFU : Sepusat
Inspekullo : Tidak dilakukan
Darah Lengkap
o Hb : 8,7 gr/dl
DIAGNOSIS
P1A0, 22 TAHUN, POST PARTUM SPONTAN (DILUAR) 3 JAM
DENGAN RIWAYAT PERDARAHAN POST PARTUM DINI
ET CAUSA SISA PLASENTA
RENCANA TINDAKAN
Medikamentosa
o IVFD RL 20 gtt/mnt
o Ampicillin 3 x 1 gr
Obstetri
Observasi tanda-tanda vital, perdarahan, kontraksi
Rencana
USG konfirmasi
Kuretase
FOLLOW UP
(terlampir)
BAB III
ANALISA KASUS
1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?
Diagnosis pada kasus ini sudah tepat yaitu P1A0, 22 Tahun, Post Partum
Spontan (diluar) 3 Jam dengan Riwayat Perdarahan Post Partum Dini Et
Causa Sisa Plasenta.
Berdasarkan anamnesis, didapatkan pasien dirujuk oleh bidan pasca
melahirkan dengan perdarahn tidak berhenti setelah plasenta lahir.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan:
o TD : 110/90 mmHg
o Frekuensi Nadi : 84 x/mnt
o Frekuensi Napas : 24 x/mnt
o Suhu : 370 C
o TFU : Sepusat
o Konjungtiva anemis : +/+
o Inspekullo : Tidak dilakukan
Berdasarkan pemeriksaan penunjang, didapatkan :
o Hb : 8,7 gr/dl
o WBC : 17 x 103/mm3
o RBC : 3,39 x 106/mm3
o HCT : 26,6 %
o PLT : 260 x 103 /uL
2. Apakah penanganan pada kasus ini sudah tepat?
Penanganan pada kasus ini sebagai tatalaksana awal kurang tepat dimana
tidak dilakukan inspekkulo sebagai penilaian awal keadaan perdarahan dan
menyingkirkan perdarahan akibat laserasi jalan lahir meskipun perdarahan
sudah berhenti. Pemberian resusitasi cairan dirasa cukup tepat, namun tidak
dilakukan transfusi segera mengingat Hb 8,7 gr/dL ketika datang. Untuk
perencanaan USG konfirmasi sudah tepat untuk penilaian dilakukan tindakan
kuretase. Dan pemberian antibiotik cukup diperlukan sebagai profilaksis
namun, pemberian Ampicillin seharusnya diberikan setiap 6 jam.
BAB IV
Tinjauan Pustaka
A. PERDARAHAN POST PARTUM
1. Definisi
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi
setelah bayi lahir. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk
menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan
disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana telah
menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah,
limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik <
90 mmHg, denyut nadi > 100 x/menit, kadar Hb < 8 g/dL2. Perdarahan post
partum dibagi menjadi1,2,5:
a. Perdarahan Post Partum Dini / Perdarahan Post Partum Primer (early
postpartum hemorrhage) adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam
pertama setelah kala III.
b. Perdarahan pada Masa Nifas / Perdarahan Post Partum Sekunder (late
postpartum hemorrhage). Perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan
yang terjadi pada masa nifas (puerperium) tidak termasuk 24 jam pertama
setelah kala III.
2. Etiologi
Penyebab terjadinya perdarahan post partum antara lain1,2:
a. Atonia uteri
b. Luka jalan lahir
c. Retensio plasenta
d. Gangguan pembekuan darah
3. Insidensi
Insidensi yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi
Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di
negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara
5% sampai 15%5.
Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut5:
a. Atonia uteri 50 – 60 %
b. Sisa plasenta 23 – 24 %
c. Retensio plasenta 16 – 17 %
d. Laserasi jalan lahir 4 – 5 %
e. Kelainan darah 0,5 – 0,8 %
Tabel 1. Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab Perdarahan Post Partum2Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja Uterus tidak berkontraksi dan
lembek. Perdarahan segera setelah anak
lahir
Syok Bekuan darah pada
serviks atau posisi telentang akan menghambat aliran darah keluar
Atonia uteri
Darah segar mengalir segera setelah bayi lahir
Uterus berkontraksi dan keras Plasenta lengkap
Pucat Lemah Menggigil
Robekan jalan lahir
Plasenta belum lahir setelah 30 menit
Perdarahan segera Uterus berkontraksi dan keras
Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
Inversio uteri akibat tarikan
Perdarahan lanjutan
Retensio plasenta
Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap
Perdarahan segera
Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang
Retensi sisa plasenta
Uterus tidak teraba Lumen vagina terisi massa Tampak tali pusat (bila
plasenta belum lahir)
Neurogenik syok Pucat dan limbung
Inversio uteri
Sub involusi uterus Nyeri tekan perut bawah dan
pada uterus Perdarahan sekunder
Anemia Demam
Endometritis atau sisa fragmen plasenta
4. Kriteria Diagnosis
a. Pemeriksaan fisik
Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi
cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina
terus menerus
b. Pemeriksaan obstetri
Uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik,
perdarahan mungkin karena luka jalan lahir
c. Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan ini dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, pada
pemeriksaan dapat diketahui kontraksi uterus, adanya luka jalan lahir dan
retensi sisa plasenta1
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar
hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang
buruk1,3.
Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak
periode antenatal3.
Pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu
pembekuan2,3.
b. Pemeriksaan radiologi
Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis
dan penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan
laboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Pemeriksaan USG dapat
membantu untuk melihat adanya gumpalan darah dan retensi sisa
plasenta1,3.
USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien
dengan risiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya
perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat
pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta
akreta dan variannya1,2,3.
6. Penatalaksanaan
Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen,
yaitu: (1) resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan
syok hipovolemik dan (2) identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya
perdarahan post partum3.
Resusitasi cairan
Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga
dapat memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani
penyebab perdarahan. Perlu dilakukan pemberian oksigen dan akses
intravena. Selama persalinan perlu dipasang paling tidak 1 jalur intravena
pada wanita dengan resiko perdarahan post partum, dan dipertimbangkan
jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi3.
Pada perdarahan post partum diberikan resusitasi dengan cairan kristaloid
dalam volume yang besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer
Laktat melalui akses intravena perifer. NS merupakan cairan yang cocok
pada saat persalinan karena biaya yang ringan dan kompatibilitasnya
dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko terjadinya asidosis
hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan perdarahan post
partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L),
dapat dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer Laktat3.
Kehilangan 1 L darah perlu penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian
besar cairan infus tidak tertahan di ruang intravaskuler, tetapi terjadi
pergeseran ke ruang interstisial. Pergeseran ini bersamaan dengan
penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan edema perifer pada hari-hari
setelah perdarahan post partum. Ginjal normal dengan mudah
mengekskresi kelebihan cairan. Perdarahan post partum lebih dari 1.500
mL pada wanita hamil yang normal dapat ditangani cukup dengan infus
kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani. Kehilanagn darah
yang banyak, biasanya membutuhkan penambahan transfusi sel darah
merah3.
Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000–1.500 mL/hari) dapat
menyebabkan efek yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid
yang terbukti lebih baik dibandingkan NS, dan karena harga serta resiko
terjadinya efek yang tidak diharapkan pada pemberian koloid, maka cairan
kristaloid tetap direkomendasikan3.
Transfusi Darah
Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan
diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien
menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat3.
PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat
indikasi. Tujuan transfusi adalah memasukkan 2–4 unit PRC untuk
menggantikan pembawa oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan
volume sirkulasi. PRC bersifat sangat kental yang dapat menurunkan
jumlah tetesan infus. Msalah ini dapat diatasi dengan menambahkan 100
mL NS pada masing-masing unit.
7. Penyulit
Penyulit pada kasus perdarahan post partum adalah:
Syok ireversibel
DIC
8. Pencegahan
Bukti dan penelitian menunjukkan bahwa penanganan aktif pada persalinan
kala III dapat menurunkan insidensi dan tingkat keparahan perdarahan post
partum3. Penanganan aktif merupakan kombinasi dari hal-hal berikut:
Pemberian uterotonika (dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi
dilahirkan
Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat
Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus ketika uterus
berkontraksi dengan baik
9. Penilaian Klinik derajat syok
VolumeKehilanganDarah
TekananDarah (sistolik)
Tanda dan Gejala Derajat Syok
500-1.000 mL(10-15%)
Normal Palpitasi,takikardia,pusing
Terkompensasi
1000-1500 mL (15-25%)
Penurunan ringan (80-100 mm Hg)
Lemah,takikardia,berkeringat
Ringan
1500-2000 mL(25-35%)
Penurunan sedang (70-80 mm Hg)
Gelisah, pucat, oliguria Sedang
2000-3000 mL(35-50%)
Penurunan tajam (50-70 mm Hg)
Pingsan, hipoksia, anuria Berat
B. ATONIA UTERI
1. Definisi
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk
berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan post
partum yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga
4 jam setelah persalinan.
Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada
terjadinya syok hipovolemik3.
2. Etiologi
Over distensi uterus, baik absolut maupun relatif, merupakan faktor resiko
mayor terjadinya atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh
kehamilan ganda, janin makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin
(misal hidrosefalus berat), kelainan struktur uterus atau kegagalan untuk
melahirkan plasenta atau distensi akibat akumulasi darah di uterus baik
sebelum maupun sesudah plasenta lahir3.
Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan karena
persalinan lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama bila
mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat pula terjadi sebagai akibat dari inhibisi
kontraksi yang disebabkan oleh obat-obatan, seperti agen anestesi
terhalogenisasi, nitrat, obat-obat antiinflamasi nonsteroid, magnesium sulfat,
beta-simpatomimetik dan nifedipin. Penyebab lain yaitu plasenta letak
rendah, toksin bakteri (korioamnionitis, endomiometritis, septikemia),
hipoksia akibat hipoperfusi pada abruptio plasenta dan hipotermia akibat
resusitasi masif. Data terbaru menyebutkan bahwa grandemultiparitas bukan
merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya perdarahan post
partum3.
Predisposisi terhadap atonia uteri:
Grandemultipara
Uterus yang terlalu regang (hidramion, hamil ganda, anak sangat besar/
BB > 4000 gram)
Kelainan uterus (uterus bikornis, mioma uteri, bekas operasi)
Plasenta previa dan solusio plasenta (perdarahan ante partum)
Partus lama
Partus presipitatus
Hipertensi dalam kehamilan
Infeksi uterus
Anemia berat
Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus)
Riwayat PPH sebelumnya atau riwayat manual plasenta
Pimpinan kala III yang salah dengan memijit-mijit dan mendorong-
dorong
uterus sebelum plasenta terlepas.
3. Penatalaksanaan2,3
Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri
Masase uterus, berikan oksitosin dan ergometrin intravena, bila ada
perbaikan dan perdarahan berhenti, oksitosin dilanjutkan perinfus
Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual, dan kemudian
dipasang tampon uterovaginal padat. Kalau cara ini berhasil,
dipertahankan selama 24 jam
Kompresi bimanual eksternal
Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling
mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau
aliran darah yang keluar. Bila perdarahan berkurang, kompresi diteruskan,
pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi. Bila belum berhasil
dilakukan kompresi bimanual internal
Kompresi bimanual internal
Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju
tangan dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah di dalam
miometrium (sebagai pengganti mekanisme kontraksi). Perhatikan
perdarahan yang terjadi.
Pertahankan kondisi ini bila perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu
hingga uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan tetap terjadi, coba
kompresi aorta abdominalis
Kompresi aorta abdominalis
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi
tersebut, genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah
umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna
vertebralis. Penekanan yang tepat akan menghentikan atau sangat
mengurangi denyut arteri femoralis.
Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi
Dalam keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin / ergometrin, bisa
dicoba prostaglandin F2a (250 mg) secara intramuskuler atau langsung
pada miometrium (transabdominal). Bila perlu pemberiannya dapat
diulang dalam 5 menit dan tiap 2 atau 3 jam sesudahnya.
Laparotomi dilakukan bila uterus tetap lembek dan perdarahan yang terjadi
tetap > 200 mL/jam. Tujuan laparotomi adalah meligasi arteri uterina atau
hipogastrik (khusus untuk penderita yang belum punya anak atau muda
sekali)
Bila tak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir
C. Retensio Plasenta
1. Definisi
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga
atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir2. Hampir sebagian besar gangguan
pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus
2. Klasifikasi
Retensio plasenta terdiri dari beberapa jenis, antara lain2:
a. Plasenta adhesiva adalah plasenta yang melekat pada desidua endometrium
lebih dalam sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi
fisiologis
b. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai
sebagian lapisan miometrium sampai ke serosa
c. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai/melewati lapisan miometrium
d. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus
e. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri
Tabel 3. Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta2
GejalaSeparasi / akretaparsial
Plasentainkarserata Plasenta akreta
Konsistensiuterus
Kenyal Keras Cukup
Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat SepusatBentuk uterus Diskoid Agak globuler DiskoidPerdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit/tidak adaTali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulurOstium uteri Terbuka Konstriksi TerbukaSeparasi plasenta
Lepas sebagian Sudah lepas Melekat seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali
3. Penatalaksanaan
Retensio plasenta dengan separasi parsial
Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan
yang akan diambil
Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi
plasenta tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat
Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per
menit. Bila perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per rektal
(sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang
timbul dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri)
Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual
plasenta secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi
dan perdarahan
Lakukan transfusi darah apabila diperlukan
Beri antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g IV / oral + metronidazol 1 g
supositoria / oral)
Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok
neurogenik
Gambar 1. Manual plasenta
Plasenta inkarserata
Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan
pemeriksaan
Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan
konstriksi serviks dan melahirkan plasenta
Pilih fluethane atau eter untuk konstriksi serviks yang kuat, siapkan infus
oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per menit untuk
mengantisipasi gangguan kontraksi yang diakibatkan bahan anestesi
tersebut
Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan serviks dapat dilalui cunam
ovum, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk
prosedur ini berikan analgesik (Tramadol 100 mg IV atau Pethidine 50 mg
IV) dan sedatif (Diazepam 5 mg IV) pada tabung suntik yang terpisah
Sisa Plasenta
Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan
pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa
plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien
akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah
beberapa hari pulang ke rumah dan subinvolusi uterus
Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis.
Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan 3 x
1 g oral dikombinasi dengan metronidazol 1 g supositoria dilanjutkan 3 x
500 mg oral
Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan
darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen,
lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuretase
Bila kadar Hb < 8 g/dL berikan transfusi darah. Bila kadar Hb > 8 g/dL,
berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari
Plasenta akreta
Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya
fundus atau korpus bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit
ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam
Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah
menentukan diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan
karena kasus ini memerlukan tindakan operatif
D. LASERASI JALAN LAHIR
1. Klasifikasi2
o Ruptura perineum dan robekan dinding vagina
Tingkat perlukaan perineum dapat dibagi dalam6:
Tingkat I: bila perlukaan hanya terbatas pada mukosa vagina atau kulit
perineum
Tingkat II : adanya perlukaan yang lebih dalam dan luas ke vagina dan
perineum dengan melukai fasia serta otot-otot diafragma urogenital
Tingkat III : perlukaan yang lebih luas dan lebih dalam yang
menyebabkan muskulus sfingter ani eksternus terputus di depan
o Robekan serviks
2. Faktor Resiko1
o Makrosomia
o Malpresentasi
o Partus presipitatus
o Distosia bahu
3. Penatalaksanaan2
Ruptura perineum dan robekan dinding vagina
Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber
perdarahan
Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan
benang yang dapat diserap
Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal dari
operator
Khusus pada ruptura perineum komplit (hingga anus dan sebagian rektum)
dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum,
sebagai berikut:
Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi pada rektum hingga
ujung robekan
Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul
submukosa, menggunakan benang poliglikolik no.2/0 (Dexon/Vicryl)
hingga ke sfingter ani.
Jepit kedua sfingter ani dengan klem dan jahit dengan benang no. 2/0
Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan submukosa dengan
benang yang sama (atau kromik 2/0) secara jelujur
Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara submukosal dan
subkutikuler
Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g dan metronidazol 1 g per
oral)
Terapi penuh antibiotika hanya diberikan apabila luka tampak kotor
atau dibubuhi ramuan tradisional atau terdapat tanda-tanda infeksi yang
jelas
Robekan serviks
Robekan serviks sering terjadi pada sisi lateral karena serviks yang
terjulur akan mengalami robekan pada posisi spina isiadika tertekan
oleh kepala bayi
Bila kontraksi uterus baik, plasanta lahir lengkap, tetapi terjadi
perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan
kanan dari portio
Jepitkan klem ovarium pada kedua sisi portio yang robek sehingga
perdarahan dapat segera dihentikan. Jika setelah eksplorasi lanjutan
tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan. Jahitan dimulai dari
ujung atas robekan kemudian ke arah luar sehingga semua robekan
dapat dijahit
Setelah tindakan, periksa tanda vital psien, kontraksi uterus, tinggi
fundus uteri dan perdarahan pasca tindakan
Beri antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda
infeksi
Bila terdapat defisit cairan, lakukan restorasi dan bila kadar Hb < 8 g%,
berikan transfusi darah
E. KELAINAN DARAH
1. Etiologi
Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet
biasanya tidak menyebabkan perdarahan yang banyak, hal ini bergantung
pada kontraksi uterus untuk mencegah perdarahan. Deposit fibrin pada tempat
perlekatan plasenta dan penjendalan darah memiliki peran penting beberapa
jam hingga beberapa hari setelah persalinan. Kelainan pada daerah ini dapat
menyebabkan perdarahan post partun sekunder atau perdarahan eksaserbasi
dari sebab lain, terutama trauma3.
Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat persalinan.
Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit sebelumnya, seperti
ITP atau sindroma HELLP sekunder, solusio plasenta, DIC atau sepsis.
Abnormalitas platelet dapat saja terjadi, tetapi hal ini jarang. Sebagian besar
merupakan penyakit sebelumnya, walaupun sering tak terdiagnosis3.
Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan yang
berupa hipofibrinogenemia familial, dapat saja terjadi, tetapi abnormalitas
yang didapat biasanya yang menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang
berhubungan dengan solusio plasenta, sindroma HELLP, IUFD, emboli air
ketuban dan sepsis. Kadar fibrinogen meningkat pada saat hamil, sehingga
kadar fibrinogen pada kisaran normal seperti pada wanita yang tidak hamil
harus mendapat perhatian. Selain itu, koagulopati dilusional dapat terjadi
setelah perdarahan post partum masif yang mendapat resusiatsi cairan
kristaloid dan transfusi PRC3.
DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi
jaringan, yang menyebabkan kerusakan dan pelepasan tromboplastin jaringan.
Pada kasus ini terdapat peningkatan kadar D-dimer dan penurunan fibrinogen
yang tajam, serta pemanjangan waktu trombin (thrombin time).
2. Penatalaksanaan
Jika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset terjadinya
perdarahan post partum, perlu dipertimbangkan penyebab yang mendasari
terjadinya perdarahan post partum, seperti solutio plasenta, sindroma HELLP,
fatty liver pada kehamilan, IUFD, emboli air ketuban dan septikemia.
Konsentrat trombosit yang diturunkan dari darah donor digunakan pada
pasien dengan trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran trombosit
dengan cepat. Satu unit trombosit biasanya menaikkan hitung trombosit
sebesar 5.000–10.000/mm3. Dosis biasa sebesar kemasan 10 unit diberikan
bila gejala-gejala perdarahan telah jelas atau bila hitung trombosit di bawah
20.000/mm3. transfusi trombosit diindakasikan bila hitung trombosit 10.000–
50.000/mm3, jika direncanakan suatu tindakan operasi, perdarahan aktif atau
diperkirakan diperlukan suatu transfusi yang masif. Transfusi ulang mungkin
dibutuhkan karena masa paruh trombosit hanya 3 – 4 hari4.
Plasma segar yang dibekukan adalah sumber faktor-faktor pembekuan V, VII,
IX, X dan fibrinogen yang paling baik. Pemberian plasma segar tidak
diperlukan adanya kesesuaian donor, tetapi antibodi dalam plasma dapat
bereaksi dengan sel-sel penerima. Bila ditemukan koagulopati, dan belum
terdapat pemeriksaan laboratorium, plasma segar yang dibekukan harus
dipakai secara empiris4.
Kriopresipitat, suatu sumber faktor-faktor pembekuan VIII, XII dan
fibrinogen, dipakai dalam penanganan hemofilia A, hipofibrinogenemia dan
penyakit von Willebrand. Kuantitas faktor-faktor ini tidak dapat diprediksi
untuk terjadinya suatu pembekuan, serta bervariasi menurut keadaan klinis4.
3. Kesimpulan
1. Post partum haemorrhage adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau
lebih, sesudah anak lahir. Perdarahan pasca persalinan terbagi menjadi 2,
yaitu ppp dini dan masa nifas
2. Perdarahan pasca persalinan Perdarahan pervaginam 500 ml atau lebih
yang terjadi segera setelah bayi lahir sampai 24 jam kemudian.Perdarahan
masa nifas adalah perdarahan yang terjadi pada masa nifas 500 ml atau
lebih setelah 24 jam bayi dan plasenta lahir.
3. Berdasarkan etiologinya, perdarahan post partum dapat disebabkan oleh
Atonia uteri, Robekan (laserasi, luka) jalan lahir., retensio plasenta dan
sisa plasenta, Gangguan pembekuan darah (koagulopati).
4. Gejala klinis yang ditemui adalah Perdarahan pervaginam yang terus-
menerus setelah bayi lahir., Pucat, mungkin ada tanda-tanda syok, tekanan
darah menurun, denyut nadi cepat dan halus, ekstremitas dingin, gelisah,
mual dan lain-lain.
5. Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis, palpasi uterus, inspekulo,
laboratorium
6. Prinsip penanganan adalah menghentikan perdarahan, cegah/ atasi syok.,
dan mengganti darah yang hilang
DAFTAR PUSTAKA
1. Komite Medik RSUP dr. Sardjito. 2000. Perdarahan Post Partum dalam
Standar Pelayanan Medis RSUP dr. Sardjito. Yogyakarta: Penerbit Medika
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
2. Saifuddin, A. B., Adriaansz, G., Wiknjosastro, G., H., Waspodo, G. (ed).
2002. Perdarahan Setelah Bayi Lahir dalam Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: JNPKKR – POGI
bekerjasama dengan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
3. Smith, J. R., Brennan, B. G.. 2004. Postpartum Hemorrhage,
http://www.emedicine.com.
4. Rayburn, W. F., Carey, J. C.. 2001. Obstetri & Ginekologi. Jakarta: Penerbit
Widya Medika.
5. Mochtar, R., Lutan, D. (ed). 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi
Obstetri Patologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
6. Angsar, M. D.. 1999. Perlukaan Alat-alat Genital dalam Ilmu Kandungan.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
LAMPIRAN
WAKTU SUBYEKTIF OBYEKTIF ASSESMENT PLANNING30/06/201410.00 WIB
Keluhan:Perdarahan setelah melahirkan
KU: Sakit SedangTD: 130/80 mmHgN: 132x/mntP: 24x/mntT: 36,60C
TFU : SepusatKontraksi : baikPerdarahan : (-)BAB (-) BAK (+) ASI (+)
C.A +/+Lab :o Hb : 8,7 gr/dlo WBC : 17 x
103/mm3
o RBC : 3,39 x 106/mm3
o HCT : 26,6 %o PLT : 260 x 103
/uL
P1A0, 22 Tahun, Post Partum Spontan(diluar)
Dengan Riwayat Hemoragic Post Partum Et Causa Susp. Sisa Plasenta
Medikamentosa:o IVFD RL 20
tts/mnto Ampicillin 3 x
1 gr
Rencana:USG konfirmasiKuretase
Konsul : Dr. dr. Anto S, Sp. OG (K)
01/07/2014Pk 07.00
Keluhan:Badan lemas Nyeri pada perut dan pinggang
KU: Sakit sedangTD: 110/70 mmHgN: 120 x/mntP: 20 x/mntT: 35,30C
C.A +/+TFU : SepusatKontraksi : baikLokhia : rubraPerdarahan : (-)BAB (-) BAK (+) ASI (+)
USG: Ditemukan sisa plasenta uk. 3x5 cm.
P1A0, 22 Tahun, Post Partum Spontan
Dengan Riwayat Hemoragic Post Partum Et Causa Sisa Plasenta + Anemia Sedang
Medikamentosa:o IVFD RL 20
tts/mnto Ampicillin 3 x
1 gro Asam
mefenamat 3x500 mg
o Oxitosin drip
Rencana:Pro Curetage
Konsul :Dr. dr. Anto S, Sp. OG (K)
02/07/2014Pk 09.15
Keluhan:Badan lemas
KU: Sakit SedangTD: 120/80 mmHgN: 92 x/mntP: 24 x/mntT: 36,50C
C.A +/+TFU : Sepusat
P1A0, 22 Tahun, Post Partum Spontan
Dengan Riwayat Hemoragic Post Partum Et Causa Sisa Plasenta + Anemia Berat
Medikamentosa:o IVFD RL +
NaCL 20 tts/mnt
o Ceftriaxone 2 x 1 gr
o As. Tranexamat 3 x
Kontraksi : baikLokhia : rubraPerdarahan : (-)BAB (-) BAK (+) ASI (+)
Lab:Hb 6,6 gr/dL
1 o As. Mefenamat
3 x 500mgo Fe 2 x 1 tabo Tranfusi PRC
hingga Hb 10 gr/dL
03/07/2014Pk 06.00
Keluhan:-
KU: Sakit SedangTD: 120/80 mmHgN: 92 x/mntP: 24 x/mntT: 36,90C
C.A -/-TFU : SepusatKontraksi : baikLokhia : rubraPerdarahan : (-)BAB (+) BAK (+) ASI (+)
P1A0, 22 Tahun, Post Partum Spontan
Dengan Riwayat Hemoragic Post Partum Et Causa Sisa Plasenta
Medikamentosa:o IVFD RL 20
tts/mnto Ceftriaxone 2 x
1 gro As.
Tranexamat 3 x 1
o As. Mefenamat 3 x 500mg
o Fe 2 x 1 tabo Furosemide 1 x
104/07/2014Pk 06.00
Keluhan:-
KU: Sakit RinganTD: 130/80 mmHgN: 80 x/mntP: 24 x/mntT: 36,30C
C.A -/-TFU : 2 jbpstKontraksi : baikLokhia : rubraPerdarahan : (-)BAB (+) BAK (+) ASI (+)
P1A0, 22 Tahun, Post Partum Spontan
Dengan Riwayat Hemoragic Post Partum Et Causa Sisa Plasenta
Medikamentosa:o IVFD RL 20
tts/mnto Ceftriaxone 2 x
1 gro PCT 3 x 500
mgo Fe 1 x 1 tab
Rencana:USG konfirmasi
Konsul:dr. Trestyawaty, Sp.OG
Pk 09.30 Keluhan:-
USG:Corpus post partum, dinding intake, EL (+)
P1A0, 22 Tahun, Post Partum Spontan
Dengan Riwayat Hemoragic Post Partum Et Causa Sisa Plasenta pasca evakuasi dengan uterotonika
BPLo RL + Oksitosin
20 IUo Amoxicillin 3
x 500 mgo Metergin 3 x 1o Misoprostol
3x1o PCT 3 x 500
mg
Rencana:Kontrol poli