copy of proposal bu eva.fix

53

Click here to load reader

Upload: bayu

Post on 24-Jul-2015

59 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Copy of Proposal Bu Eva.fix

PEMANFAATAN SENYAWA BIOAKTIF HASIL ISOLASI

HYDROID Aglaophenia cupressina Lamoureoux SEBAGAI BAHAN

SANITIZER PADA BUAH DAN SAYURAN SEGAR.

Disertasi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Doktor

Program studi ilmu pertanianJurusan teknologi pangan

Disusun dan diajukan olehEva JohannesP0100309026

Kepada PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2012

Page 2: Copy of Proposal Bu Eva.fix

PROPOSAL PENELITIAN

PEMANFAATAN SENYAWA BIOAKTIF HASIL ISOLASI

HYDROID Aglaophenia cupressina Lamoureoux SEBAGAI BAHAN

SANITIZER PADA BUAH DAN SAYURAN SEGAR.

Disusun dan di ajukan oleh

Eva Johannes

Nomor pokok P0100309026

Menyetujui

Komisi pembimbing

Prof.Dr. Ir. Elly Ishak, M.ScPromotor

Prof. Dr. Hanapi Usman, MSKo-Promotor

Dr. Ir. Mariyati Bilang, DEAKo-Promotor

Ketua Program StudiIlmu-Ilmu Pertanian

Prof. Ir. M. Saleh S. Ali, M.Sc.Ph.D.

0

Page 3: Copy of Proposal Bu Eva.fix

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sampai saat ini aspek mutu dan keamanan pangan masih menjadi salah

satu masalah utama dalam produksi dan pemasaran buah dan sayuran segar. Mutu

buah dan sayuran yang tidak konsisten dengan tingkat kontaminan yang cukup

tinggi, merugikan perdagangan komoditas tersebut di pasar regional maupun

internasional.

Kasus penolakan produk pangan dari Indonesia 80% karena kotor atau

tidak higienis, yang menunjukkan bahwa penanganan keamanan pangan di

Indonesia belum optimal (Media Indonesia, 2005).

Minimnya penerapan teknologi produksi dan penanganan pascapanen

buah dan sayuran dengan tingkat kontaminan yang tinggi, mengakibatkan mutu

yang tidak konsisten. Jenis kontaminan yang menjadi perhatian utama saat ini

adalah mikroba, logam berat, dan residu pestisida.

Beberapa penelitian menunjukkan kontaminasi mikroba pada buah dan

sayuran masih di atas ketentuan yang dipersyaratkan yaitu 106-107 sel/g sampel

pada penanganan ditingkat petani dan pasar tradisional, sedangkan ketentuan

yang dipersyaratkan adalah 103 sel/g sampel. (Isyanti, 2001 dalam Winarti C., dan

Miskiyah (2010). Data FDA Amerika Serikat, penyakit asal pangan yang

disebabkan oleh kontaminasi mikroba menempati urutan pertama di atas racun

alami, residu pestisida, dan bahan tambahan pangan. (Media Indonesia, 2005).

1

Page 4: Copy of Proposal Bu Eva.fix

Kontaminasi mikroba pada buah dan sayuran dapat berasal dari

penyemprotan atau air irigasi yang tercemar limbah, tanah dan kotoran hewan

yang digunakan sebagai pupuk. Mikroba yang sering mencemari buah dan

sayuran dan terdapat dalam air irigasi yang tercemar adalah Salmonella sp,

Escherichia coli, dan shigella sp. Cemaran akan semakin tinggi pada bagian

tanaman yang ada di dalam tanah atau dekat dengan tanah. (T. Djaafar dkk, 2007).

Tingkat kontaminan mikroba pada sayur segar cukup tinggi, untuk kubis

2,6 x 106 sel sampai 8,0 x 107sel/g, tomat 2,0 x 105 sel sampai 2,6 x 106 sel/g,

wortel 1,8 x 106 sel sampai 1,2 x 108 sel/g, selada 3,63 x 104 sel sampai 2,09 x 107

sel/g. Dari hasil uji beberapa sampel tersebut positif mengandung E.coli.. (BSN

2009b).

Marriot, dalam Winarti C., dan Miskiyah (2010) melaporkan , Salmonella

sp dapat tumbuh dan memproduksi enterotoksin yang dapat menyebabkan

penyakit Salmonellosis, dengan jumlah bakteri 105-1010. Salmonellosis timbul 8-

72 jam setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi. Sedangkan beberapa

starin E. coli dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan hewan dengan

memproduksi enterotoksin, dan dapat bertahan hidup dalam waktu yang cukup

lama.

Menurut Sulaeman dan Nisa (2005),tingkat cemaran E. coli pada selada,

wortel, dan tomat dari Bogor cukup tinggi, yaitu 5,80 x 101 hingga 1,80 x 103

CFU/g ,padahal persyaratan kontaminasi E. coli dalam produk pangan harus

negatif (Badan Pengawasan Obat dan Makanan 2004).

2

Page 5: Copy of Proposal Bu Eva.fix

Sapers (2001), menyatakan kontaminasi mikroba patogen pada bahan

pangan terjadi mulai dari tahap pascapanen, panen, pengepakan, pengolahan,

distribusi hingga pemasaran.

Mengatasi kontaminan pada buah dan sayuran segar tidak cukup hanya

mengetahui tingkat kontaminasinya, tetapi dibutuhkan upaya lain misalnya

mengaplikasikan sanitizer yang terbukti efektif menurunkan mikroba kontaminan.

Hasil penelitian Johannes E., (2008) menemukan senyawa bioaktif dari hasil

isolasi hydroid Aglaophenia cupressina Lamoureoux memiliki sifat antimikroba,

yang dapat dikembangkan sebagai bahan sanitizer.

Senyawa yang ditemukan oleh Johannes E., (2008) adalah senyawa dari

golongan asam karboksilat yaitu asam heksadekanoat (1%) dengan sifat

bakteriostatik (terhadap Staphylococcus aureus dan Salmonella thypi), dan

golongan alkaloid yaitu Aglao E. Unhas (1%) diduga suatu senyawa baru yang

memiliki sifat bakteriostatik (terhadap Staphylococcus aureus dan Salmonella

thypi), dan fungistatik (terhadap jamur Candida albicans dan Malazesia furfur).

Untuk dapat digunakan sebagai bahan sanitizer harus memenuhi standar sanitizer

yang diinginkan.

Suatu bahan dapat digunakan sebagai bahan sanitizer jika memenuhi

persyaratan seperti toksisitasnya dapat diterima dan residunya pada produk akhir

tidak membahayakan kesehatan manusia. Selain itu efektifitas sanitizer,

dipengaruhi oleh faktor fisik-kimia seperti waktu kontak, suhu, konsentrasi, pH,

kesadahan air, kemampuan menginaktifkan mikroba. (Warta Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, 2008).

3

Page 6: Copy of Proposal Bu Eva.fix

Berdasarkan hal tersebut diatas penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

konsentrasi yang tepat dalam menghambat dan merusak struktur sel bakteri uji (

Salmonella thypi, dan E.coli ), serta sifat toksisitasnya dan kelarutannya dalam air

untuk dapat digunakan sebagai bahan sanitizer.

.

B. RUMUSAN MASALAH

Belum diketahui sifat fisik-kimia dari senyawa asam heksadekanoat dan

aglao E. Unhas untuk digunakan sebagai bahan sanitizer. Sehingga perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui :

1. Pada konsentrasi berapakah senyawa asam heksadekanoat dan aglao E. Unhas

dapat digunakan sebagai bahan sanitizer.

2. Bagaimana mekanisme kerja senyawa asam heksadekanoat dan aglao E.

Unhas merusak morfologi sel-sel uji.

3. Bagaimana sifat toksisitas dari senyawa asam heksadekanoat dan aglao E.

Unhas untuk dapat digunakan sebagai bahan sanitizer pada buah dan sayur

segar.

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Diketahuinya konsentrasi yang tepat dari senyawa asam heksadekanoat dan

aglao E. Unhas untuk dapat digunakan sebagai bahan sanitizer.

2. Diketahuinya mekanisme kerja asam heksadekanoat dan aglao E.Unhas dalam

merusak struktur morfologi sel-sel uji.

4

Page 7: Copy of Proposal Bu Eva.fix

3. Diketahuinya sifat toksisitas dari asam heksadekanoat dan aglao E.Unhas

untuk digunakan sebagai bahan sanitizer pada buah dan sayuran segar.

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat :

1. Memberikan informasi tentang sifat bioaktif senyawa asam heksadekanoat

dan aglao E.Unhas sebagai bahan sanitiser pada buah dan sayuran segar.

2. Memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan khususnya ilmu Teknologi

Pangan.

3. Memberi pengalaman secara praktis dan teoritis bagi peneliti.

5

Page 8: Copy of Proposal Bu Eva.fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SENYAWA BIOAKTIF

Senyawa bioaktif adalah senyawa kimia bahan alam yang mempunyai

aktivitas biologi yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Senyawa ini

terdapat secara luas di alam dan tidak terbatas, hingga saat ini penelusuran dan

pencaharian masih terus dilakukan. Banyak senyawa bioaktif berhasil diisolasi

dari hewan maupun tumbuhan, berguna sebagai insektisida, peptisida, antifungi,

antibakteri, dan antikanker. Bahkan beberapa diantaranya telah dijadikan molekul

rujukan “ lead compound” dalam industri pada dunia pertanian dan obat-obatan

(Rachmaniar, 2003).

Pemisahan komponen kimia dalam ekstrak organisme dapat dilakukan

dengan metode isolasi, berdasarkan sifat adsopsi dan partisi dari setiap komponen

tertentu.

B. KANDUNGAN KIMIA HYDROID

Berbagai senyawa aktif terkandung dalam nematocyst hydroid

aglaophenia cupressina Lamoureoux diantaranya adalah histamin, tridentatol A

yang merupakan suatu antioksidan kuat terhadap lipid peroksida dari LDL dan

secara signifikan lebih potensial dari vitamin E (Johnson, et al, 1999).

6

Page 9: Copy of Proposal Bu Eva.fix

Hasil penelitian Johannes E., (2008) dari isolasi dan karakterisasi

metabolit sekunder hydroid aglaophenia cupressina Lamoureoux menemukan

tiga golongan senyawa dari fraksi n-heksan yaitu :

1. Golongan asam karboksilat yaitu asam heksadekanoat berbentuk kristal putih

kekuningan, dengan titik leleh 43˚C-44˚C yang memiliki 16 karbon dan 32

atom hodrogen, dengan sifat toksisitas sangat tinggi (LC50)= 29,54 µg/ml dan

bersifat antibakteri

Gambar 1. Asam Heksadekanoat

2. Golongan senyawa alkaloid yaitu aglao E.Unhas, di duga senyawa baru.

Berbentuk kristal putih, titik leleh 55˚C-56˚C, yang memiliki 15 atom karbon

dan 39 atom hydrogen, satu gugus NH dalam cincin heterosiklik, senyawa

tersebut memiliki sifat toksisitas cukup tinggi(LC50)=133 µg/ml dan bersifat

antimikroba.

Gambar 2. Aglao E. Unhas

3. Golongan senyawa steroid yaitu β-sitosterol berbentuk Kristal putih

(bening), titik leleh 138˚C-139˚C, tidak memiliki sifat antimikroba..

7

Page 10: Copy of Proposal Bu Eva.fix

Gambar 3. β-sitosterol.

C. BAKTERI PATOGEN

Bakteri dapat menimbulkan penyakit dengan dua cara yaitu : Invasi

jaringan dan pembentukan toksin. Pada invasi atau perusakan jaringan, bakteri

langsung menginvasi sel epitel mukosa usus sehingga sel epitel rusak, terbuka dan

lepas. MIkroba yang menginvasi jaringan dikelompokkan atas mikroba

intraseluler dan ekstraseluler.

Mikroba intraseluler adalah mikroba yang tidak hanya tinggal di dalam sel

tetapi dapat hidup dan berkembangbiak dalam sel fagosit. Sel fagosit dapat pula

menginaktifkan mikroba serta mencegah terjadinya infeksi. Infeksi tidak terjadi

jika mikroba dapat dirusak oleh makrofag. Jika terjadi keseimbangan antara

bakteri dan sel fagosit terutama makrofag maka mikroba dapat bertahan dalam

keseimbangan ini selama bertahun-tahun.

Mikroba ekstraseluler merusak jaringan sewaktu berada di luar sel fagosit.

Kelompok mikroba ini tidak memiliki kemampuan untuk tinggal lama dalam sel

fagosit. Jika difagositosis, maka mikroba ekstraseluler dihancurkan.

8

Page 11: Copy of Proposal Bu Eva.fix

Bakteri yang tidak memiliki kemampuan merusak, menghasilkan

eksotoksin. Toksin yang dikeluarkan mengubah ATP menjadi cAMP. cAMP

merangsang sekresi cairan usus tanpa menimbulkan kerusakan sel epitel usus.

Cairan ini menyebabkan dinding usus akan berkontraksi sehingga terjadi

hipermotilitas untuk mengalirkan cairan ke usus besar. Ada juga bakteri yang

mampu melakukan kedua infeksi tersebut. Melalui jalur manapun bakteri

menginfeksi akan menyebabkan gangguan sehingga kerja usus halus maupun usus

besar abnormal.

Tiga cara umum bakteri menginfeksi :

1. Kemampuan untuk menempel pada dinding mukosa usus. Untuk dapat

menyebabkan penyakit, suatu bakteri harus mempunyai kemampuan untuk

melekat pada dinding mukosa usus. Sebab jika tidak, bakteri akan terbawa

bersama aliran darah. Perlekatan ini dibantu oleh adhesions yaitu suatu protein

yang diekspresikan pada permukaan organisme.

2. Kemampuan untuk mensekresikan enterotoksin. Organisme yang bersifat

enterotoksigenik memproduksi polipeptida yang menyebabkan diare.

Polipeptida telah memiliki sifat sekresi sehingga memicu tubuh untuk

mengsekresikannya. Toksin akan disekresi tanpa menyerang sel mukosa usus.

3. Kemampuan untuk menginvasi yang menyebabkan kerusakan pada sel epitel.

Escherichia coli

Morfologinya berbentuk batang pendek, gram negative, ukuran 0,4-0,7µm

x 1,4µm, sebagian motil dan berkapsul. Bakteri E.coli secara normal terdapat di

9

Page 12: Copy of Proposal Bu Eva.fix

dalam saluran pencernaan unggas. Sebagian besar bakteri E.coli termasuk dalam

galur non-patogenik sedangkan serotype E.coli yang patogen sekitar 10-15%.

Cara penyerangan: dengan membentuk toksin (toksin yang tahan panas/ST, toksin

tidak tahan panas/LT) dan kemampuan melekat pada usus halus.

Pembentukan dua macam toksin ini diatur oleh plasmid. E.coli penghasil

enterotoksin tidak memiliki kemampuan merusak, namun toksin ini diadsorbsi

oleh sel epitel. Toksin LT yang tidak tahan panas merangsang adenilsiklase untuk

mengubah ATP menjadi cAMP, sehingga mengeluarkan Cl- dan menghambat Na+

yang menyebabkan cairan banyak dikeluarkan.

Struktur tubuh E. coli

Bakteri E.coli secara normal terdapat pada saluran usus besar/kecil anak-

anak dan orang dewasa sehat, dengan jumlahnya dapat mencapai 109 CFU/g.

Bakteri ini dikenal sebagai mikroba indicator kontaminasi fekal, dan dibagi dalam

dua kelompok yaitu : nonpatogenik dan patogenik. Ada empat kelompok

patogenik penyebab diare : EPEC (enteropatogenik Escherichia coli), ETEC

10

Page 13: Copy of Proposal Bu Eva.fix

(Enterotoksigenik Escherichia coli), EIEC (Enteroinvasif Escherichiacoli), dan

VTEC (Escherichia coli penghasil Verotoksin).

Penyakit yang disebabkan oleh grup EPEC adalah diare berair yang

disertai dengan muntah dan demam. Diare sering bersifat sembuh sendiri, tapi

EPEC dapat menyebabkan enteritis kronis yang berkepanjangan yang

mengganggu pertumbuhan. EPEC umumnya dikaitkan dengan penyakit pada bayi

dan anak-anak dibawah usia 3 tahun.

Penyakit yang disebabkan oleh ETEC merupakan diare berair dengan

kejang perut, demam, malaise dan muntah. Dalam bentuk sangat berat, infeksi

oleh galur ETEC dapat menghasilkan gambaran klinis yang menyerupai diare

yang disebabkan V. cholera, yaitu tinja air beras. ETEC merupakan penyebab

utama diare pada bayi, juga diare pada orang yang mengadakan perjalanan ke

daerah dengan standar hygiene yang lebih rendah.

Grup EIEC menyebabkan diare secara klinis menyerupai diare basiler,

yang disebabkan olehShigella. Awal diare bersifat akut dan berair, disertai demam

dan kejang perut, berlanjut sampai fase kolon (usus besar) dengan tinja berdarah

dan mukoid. Tidak semua infeksi EIEC berlanjut sampai fase kolon, sehingga

darah tidak selalu terdeteksi dalam tinja. EIEC menyerang mukosa kolon dan

berkembangbiak di dalam sel, menyebar ke sel-sel yang berdekatan setelah sel-sel

yang terinfeksi mengalami lisis.

VTEC menyebabkan hemoragik colitis (HC) dan sindroma hemolitik

uremik (HUS). Gejala HC sering dimulai dengan sakit perut dan diare berair,

diikuti dengan diare berdarah umumnya tanpa demam. Diare berdarah atau tidak ,

11

Page 14: Copy of Proposal Bu Eva.fix

diikuti dengan munculnya HUS. HUS terjadi pada semua kelompok umur tapi

paling sering pada anak-anak. VTEC terdapat pada alat pencernaan dari usus sapi

dan hewan lain.

Salmonella typhi

Salmonella typhi adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram negative,

keluarga enterobacteriaceae, berbentuk tongkat yang menyebabkan tifoid,

paratifoid, dan penyakit foodborne. Species-species Salmonella dapat bergerak

bebas, fakultatif anaerob, menghasilkan hydrogen sulfide, dan rentan terhadap

berbagai antibiotik.

Salmonella typhi menyebabkan penyakit demam tifus (Typhoid fever),

karena invasi bakteri kedalam pembuluh darah dan gastroenteristis yang

disebabkan oleh keracunan makanan/intoksikasi. S. typhi memiliki keunikan

hanya menyerang manusia, dan tidak ada inang lain. Saat ini, 107 strain

organisme ini telah diisolasi, banyak mengandung berbagai karakteristik

metabolisme, tingkat virulensi, dan multi-gen resistensi obat yang menyulitkan

pengobatan di daerah-daerah yang resistensi adalah lazim. Identifikasi diagnostik

dapat dicapai dengan pertumbuhan pada MacConkey dan agars EMB, dan bakteri

yang ketat non-fermentasi laktosa.

12

Page 15: Copy of Proposal Bu Eva.fix

Salmonella typhi

Bakteri Salmonella typhi yang mengkontaminasi makanan atau air minum,

akan berkembang biak di usus dan menyebar ke dalam aliran darah oleh sel yang

disebut fagosit mononuklear. Fagosit adalah sel dari system kekebalan tubuh yang

bertanggung jawab untuk membunuh bakteri dan virus. Salmonella typhi tidak di

nonaktifkan oleh sel-sel setelah dikonsumsi, bahkan mampu memperbanyak diri

dalam sel, lalu keluar dari sel ke dalam aliran darah, menyebar keseluruh tubuh

yang menyebabkan infeksi sistemik.

Bakteri dapat berpindah dari aliran darah ke dalam system limfatik,

kemudian ke jaringan lain dan organ organ utama tubuh. Selama invasi bakteri

daerah daerah yang paling terpengaruh adalah kantong empdu, hati , usus, dan

limpa. Perforasi dari dinding usus menyebabkan kebocoran dalam rongga perut,

sehingga mengakibatkan peritonitis yang sering menjadi penyebab kematian dari

demam tifoid. Komplikasi lain juga dapat terjadi mulai dari limpa pecah

meningitis, bahkan koma (Schneider R.Keith, et al., 2008).

Salmonellosis pada manusia umumnya terjadi melalui konsumsi makanan

yang terkontaminasi berasal dari hewan (daging unggas, telur dan susu), dan

13

Page 16: Copy of Proposal Bu Eva.fix

sayuran hijau yang melewati produksi primer ke rumah tangga atau makanan

layanan perusahaan.

Resistensi terhadap obat fluoroquinolones muncul sebagai akibat dari

mutasi genom bakteri (DNA), resistensi terhadap antimikroba lain sering

menyebar melalui transfer DNA antar strain bakteri. Dalam beberapa kasus

resistensi multidrug (resistensi terhadap antimikroba beberapa strain bakteri yang

sama) ditransfer melalui salah satu bagian yang disebut plasmid.

Kontaminan mikroba pada Sayuran

Hasil penelitian kontaminan mikroba pada sayuran di beberapa sentra

produksi di Jawa menunjukkan kandungan mikroba pada sayuran segar sangat

tinggi, yaitu 106-107 sel/g sampel, pada penanganan ditingkat petani dan pasar

tradisional.

Tabel 1. Jumlah mikroba pada beberapa jenis sayuran segar

SayuranJumlah mikroba (sel/g) di tingkat

Petani Pasar BMR

Kubis 1,4 x 107- 3,1x 107 4,3 x 105- 4,6 x 107 0-103

Tomat 5,4 x 104- 1,7 x 106 3,3 x 104- 2,3 x 107 0-103

Wortel 1,8 x 105- 4,2 x 106 6,1 x 105- 5,7 x 107 0-103

Cabai Merah 5,7 x 105 5,4 x 105-2,2 x 107 0-103

Bawang Merah 8,4 x 106- 7,1 x 107 3,7 x 106- 4,7 x 107 0-103

Selada 3,6 x 104- 2,8 x 106 2,1 x 106- 2,1 x 107 0-103

Sumber: Munarso et al. (2005).

Salmonellosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Salmonella.

Jumlah bakteri yang dapat menyebabkan infeksi bergantung pada jenis Salmonella

dan keadaan kesehatan seseorang. Jumlah bakteri 105-1010 dapat menyebabkan

14

Page 17: Copy of Proposal Bu Eva.fix

infeksi. Salmonelosis ditandai dengan sait perut, mual dan diare, kadang disertai

demam ringan dan sakit kepala. Salmonellosis timbul 8-72 jam setelah

mengonsumsi makanan yang terkontaminasi.

Beberapa strain Escherichia coli dapat menimbulkan penyakit pada

manusia dan hewan dengan memproduksi enterotoksin dan menimbulkan gejala

menyerupai kolera, menyerang sel-sel epithelium saluran usus dengan melakukan

adhesi dan kolonisasi pada saluran usus halus serta mengeluarkan enterotoksin.

Bakteri E.coli pathogen dapat menimbulkan gastroenteritis akut pada anak-anak

dan infeksi pada saluran pencernaan.Kontaminasi bakteri ini biasanya berasal dari

air yang digunakan untuk mencuci bahan makanan yang akan dikonsumsi maupun

peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan.

International Commision on Microbiological Specification for Foods

(ICMSF) (1996) merekomendasikan, sayuran yang akan dikonsumsi mentah

mengandung E.coli kurang dari 103 CFU/g, Salmonella harus tidak ada dalam 25

g sampel.

D. SENYAWA ANTIMIKROBA

Antimikroba adalah bahan atau obat yang digunakan untuk memberantas

infeksi mikroba pada manusia termasuk diantaranya antibiotika, antiseptika,

kemoterapieutika, dan pengawet.

Sifat-sifat antimikroba ideal adalah menunjukkan toksisitas selektif,

artinya obat harus bersifat sangat toksik terhadap mikroorganisme, tetapi relatif

tidak toksik terhadap sel hospes, mempunyai spektrum luas, tidak cepat

15

Page 18: Copy of Proposal Bu Eva.fix

menimbulkan resistensi. Dalam penggunaan ada tiga faktor yang berperan, yaitu

mikroba sebagai agen patogen, hospes dalam hal ini manusia yang terinfeksi, dan

antimikroba sebagai obat.

Aktivitas antimikroba ditentukan oleh spektrum kerja, daya kerja,

konsentrasi minimum untuk inhibisi (KMI) dan potensi pada KMI. Suatu

antimikroba dikatakan mempunyai aktivitas yang tinggi bila KMI terjadi pada

kadar antimikroba yang rendah tetapi mempunyai daya bunuh atau daya hambat

yang besar. Pada percobaan secara in vitro dengan metode difusi agar, hal ini

dapat dilihat pada besar diameter zona inhibisi pertumbuhan mikroba disekeliling

antimikroba. Jika pada kadar rendah dapat memberikan diameter zona inhibisi

yang luas dan bening disekeliling antimikroba, maka hal ini menunjukkan bahwa

antimikroba tersebut berpotensi tinggi terhadap mikroba uji yang digunakan.

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dapat dibagi dalam lima

kelompok, yaitu: 1) Yang mengganggu metabolisme sel mikroba. Mikroba

mengembangkan perubahan enzim yang tetap dapat melakukan fungsi

metabolismenya tetapi lebih sedikit dipengaruhi oleh obat daripada enzim pada

kuman yang rentan. Contoh : beberapa bakteri yang rentan terhadap sulfonamide,

dehidropteroat sintetase mempunyai afinitas yang jauh lebih tinggi terhadap

sulfonamide dari pada PABA.

2) Yang menghambat sintesis dinding sel mikroba. Antibiotika yang

termasuk dalam kelompok ini seperti:penisilin, sefalosporin, basitrasin,

vankomisin, dan sikloserin. Antibiotik merusak dinding sel mikroba dengan

menghambat sintesis enzim atau inaktivasi enzim, sehingga menyebabkan

16

Page 19: Copy of Proposal Bu Eva.fix

hilangnya viabilitas dan menyebabkan lisis. Dinding sel bakteri menentukan

bentuk karakteristik dan berfungsi melindungi bagian dalam sel terhadap

perubahan tekanan osmotik dan kondisi lingkungan lainnya.

Dinding sel bakteri terdiri dari beberapa lapisan, pada bakteri Gram-

positip struktur dinding selnya relative sederhana, sedangkan bakteri Gram –

negatif lebih kompleks. Dinding sel bakteri Gram-positif tersusun atas lapisan

peptidoglikan relatif tebal, dikelilingi lapisan asam teichoic dan beberapa species

mempunyai lapisan polisakarida. Dinding sel bakteri Gram-negatif mempunyai

lapisan peptidoglikan relatif tipis, dikelilingi lapisan lipoprotein, lipopolisakarida,

fosfolipid, dan beberapa protein. Peptidoglikan pada kedua jenis bakteri

merupakan komponen yang menentukan rigiditas pada Gram-positif dan berperan

pada integritas Gram-negatif. Oleh karena itu gangguan pada sintesis komponen

ini dapat menyebabkan sel lisis dan kematian sel. Sel selama mensintesis

peptidoglikan memerlukan enzim hidrolase dan sintase. Untuk menjaga sintesis

supaya normal, kegiatan kedua enzim ini harus seimbang satu sama lain.

3) Yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba. Antibiotik yang

termasuk dalam kelompok ini seperti : polimiksin, kolistin, amfoterisin B, nistatin.

Di bawah dinding sel bakteri adalah lapisan membrane sel lipoprotein. Membran

ini mempunyai sifat permeabilitas selektif dan berfungsi mengontrol keluar

masuknya substansi dari luar ke dalam sel, serta pemeliharaan tekanan osmotic

internal dan sekresi produk akhir . Selain itu membran sel juga berkaitan dengan

replikasi DNA dan sintesis dinding sel.

17

Page 20: Copy of Proposal Bu Eva.fix

4) Yang menghambat sintesis protein sel mikroba. Antibiotik yang

termasuk dalam kelompok ini seperti : golongan aminoglikosida, makrolid,

linkomisin, tetrasiklin, dan kloramfenikol. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu

mensintesis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di dalam ribosom,

dengan bantuan mRNA dan tRNA. Berdasarkan koefisien sedimentasinya,

ribosom dikelompokkan kedalam 3 grup :

A. Ribosom 80s, terdapat pada sel eukariot. Partikel ini terdiri dari subunit 60s

dan 40s.

B. Ribosom 70s, yang terdapat pada sel prokariot dan eukariot. Partikel ini terdiri

dari subunit 50s dan 30s.

C. Ribosom 55s, hanya terdapat pada mitokondria mamalia dan menyerupai

ribosom bakteri baik fungsi maupun kepekaannya terhadap antibiotika.

Streptomisin berikatan dengan komponen ribosom 30s dan menyebabkan kode

pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis protein. Akibatnya

akan terbentuk protein yang abnormal dan non fungsional bagi sel mikroba.

5) Yang menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba.

Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh selaput sitoplasma yang bekerja sebagai

penghalang dengan permeabilitas selektif, melakukan fungsi pengankutan aktif

sehingga dapat mengendalikan susunan sel. Bila integritas fungsi selaput

sitoplasma terganggu misalnya oleh zat bersifat surfaktan sehingga permeabilitas

dinding sel berubah atau bahkan menjadi rusak, maka komponen penting seperti

protein, asam nukleat, nukleotida keluar dari sel dan sel berangsur-angsur mati.

(Wattimena, 1991).

18

Page 21: Copy of Proposal Bu Eva.fix

Pada penelitian ini skrining aktivitas antimikroba dilakukan terhadap

bakteri E. coli, Staphylococcus aureus, dan Salmonella thypi. Dasar pemilihan

mikroba uji ini adalah karena ketiganya merupakan mikroba patogen yang sering

mencemari bahan pangan seperti pada buah dan sayuran segar.

E.coli Penyebab utama diare kronik dan tifoid merupakan bakteri anaerob

fakultatif gram negatif, Staphylococus aureus penyebab infeksi kulit dan

keracunan makanan merupakan bakteri kokus katalase gram positif. Sedangkan

Salmonella typhi penyebab penyakit demam tifus (Typhoid fever), karena invasi

bakteri kedalam pembuluh darah dan gastroenteristis yang disebabkan oleh

keracunan makanan/intoksikasi.

Medium yang digunakan untuk menumbuhkan biakan mikroba uji adalah

Glukosa nutrient broth (GNB), medium ini berisi ekstrak daging, peptone sebagai

sumber protein dan glukosa sebagai sumber karbohidrat yang dapat menunjang

pertumbuhan bakteri maupun jamur sering disebut medium serbaguna. Untuk uji

dilusi padat digunakan medium glukosa nutrient agar (GNA) yaitu medium padat

yang diberi pemadat seperti agar

Pada tahap skrining aktivitas antimikroba, digunakan metode dilusi padat

karena karena metode ini menghemat waktu pengerjaan dan tidak mudah

terkontaminasi selama pengerjaan. Ekstrak dikatakan aktif jika pada konsentrasi ≤

1000 µg/ml mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji dengan tidak adanya

pertumbuhan mikroba pada permukaan media pertumbuhan. Mikroba uji

sejumlah 5 µl diratakan diatas media agar dengan menggunakan alat drigalsky,

karena ketelitian jumlah pengambilan ekstrak dan mikroba uji sangat diperlukan

19

Page 22: Copy of Proposal Bu Eva.fix

untuk dapat membandingkan potensi ekstrak dalam menghambat pertumbuhan

mikroba.

Kloramfenikol dipilih sebagai kontrol positif pada uji aktivitas antibakteri

karena berspektrum luas yaitu efektif untuk bakteri gram positif dan gram negatif

serta mikroorganisme lain (Mycek, 2001), dengan mekanisme menghambat

sintesis protein, mencegah ujung aminoasil tRNA bergabung dengan peptidil

transferase (enzim yang menghubungkan asam amino dengan rantai peptide

selama proses sintesis protein) (Olson, 2004). Bersifat larut dalam lemak sehingga

menembus sel bakteri. Antibiotik ketokonazol digunakan sebagai kontrol positif

pada uji aktivitas antijamur. Ketokonazol merupakan senyawa turunan imidazol,

aktivitasnya menimbulkan ketidakteraturan membran sitoplasma jamur dan

mempengaruhi biosintesis ergosterol, sterol pada membran fungus (Olson, 2004).

Hasil penelitian Johannes E., (2008). Senyawa asam heksadekanoat

memiliki sifat antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Salmonella thypi

pada konsentrasi 1% . Sedangkan senyawa aglao E.Unhas memiliki sifat

antimikroba. Menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus danSalmonella

thypi , juga menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans dan Malazesia

furfur pada konsentrasi 1% .

E. SANITIZER

Sanitizer adalah suatu bahan yang dapat mengurangi kontaminan mikroba,

yang sedang tumbuh hingga 99,9%. Bahan yang dapat digunakan sebagai

antimikroba beragam jenisnya, antara lain ; antiseptis, desinfektan, dan detergen.

20

Page 23: Copy of Proposal Bu Eva.fix

Suatu bahan dapat digunakan sebagai sanitizer jika memenuhi persyaratan

seperti toksisitasnya dapat diterima dan residunya pada produk akhir tidak

membahayakan kesehatan manusia.(Warta Penelitian dan Pengembangan

Pertanian, 2008).

Efektivitas sanitizer, terutama sanitizer kimia, dipengaruhi oleh beberapa

factor seperti waktu kontak, suhu, konsentrasi, pH, kesadahan air, dan tingkat

serangan bakteri. (Marriot 1999, dalam Winarti C. dan Miskiyah , 2010).

Sanitizer yang ideal harus memiliki beberapa sifat, yaitu dapat

menghancurkan mikroba, aktivitas spectrum melawan fase fegetatif bakteri,

kapang dan khamir. Selain itu sanitizer juga harus tahan terhadap kondisi

lingkungan, yaitu efektif pada lingkungan yang mengandung bahan organic,

detergen, sisa sabun, pH, kesadahan air, dan mampu membersihkan bahan dengan

baik, tidak beracun, larut dalam air pada berbagai konsentrasi, bau dapat diterima,

konsentrasi stabil, mudah digunakan. (Warta Penelitian dan Pengembangan

Pertanian, 2008).

Banyak bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai sanitizer dan dijual di

pasaran, tetapi sulit mendapatkan sanitizer yang dapat digunakan untuk berbagai

keperluan. Ini disebabkan beragamnya kondisi bahan, dengan cara kerja yang

berbeda-beda, dan jumlah sel mikroba yang akan dihancurkan.

Sanitizer kimia dikelompokkan berdasarkan senyawa kimia yang

mematikan mikroba, seperti klorin dan asam asetat. Klorin yang digunakan

sebagai sanitizer adalah hipoklorit, menyebabkan beberapa jenis bakteri menjadi

tidak aktif, dengan cara merusak membrane sel dan mempengaruhi DNA.

21

Page 24: Copy of Proposal Bu Eva.fix

Hasil penelitian menunjukkan penggunaan klorin 100-200 ppm mampu

mengurangi cemaran E.coli . Klorin telah digunakan dalam larutan pencuci buah

dan sayuran.(Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008).

Sanitizer untuk Buah dan Sayuran Segar

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian telah

mengembangkan sanitizer untuk buah dan sayuran segar, dengan menguji

penggunaannya pada selada, tomat, dan wortel, mampu meminimalkan

kontaminasi mikroba lain hingga 103 CFU/g, sedangkan E.coli dan Salmonella

hingga 0 CFU/g sampel. Kandungan kontaminan tersebut telah berada di bawah

batas minimum residu (BMR) sehingga sayuran aman dikonsumsi.(Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008).

Residu atau kontaminan yang ada di permukaan buah dan sayuran dapat

dihilangkan melalui pencucian (pembilasan), penggosokan, dan hidrolisis.

F. KERANGKA PIKIR

Metabolit sekunder dari Hydroid Aglaophenia cupressina Lamoureoux

mengandung senyawa bioaktif yang dapat digunakan sebagai bahan sanitizer,

karena memiliki sifat antimikroba. (Johannes E.,2008). Senyawa yang diperoleh :

(1) adalah asam heksadekanoat dari golongan asam karboksilat yang memiliki

sifat toksisitas sangat tinggi (LC50) 29,54µg/ml dan bersifat bakteriostatik

terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi.

senyawa (2) adalah senyawa yang diberi nama Aglao E.Unhas diduga

senyawa baru, dari golongan alkaloid yang memiliki sifat toksisitas cukup tinggi

22

Page 25: Copy of Proposal Bu Eva.fix

(LC50) 133,18 µg/ml dan bersifat bakteriostatik terhadap bakteri uji

Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi, serta bersifat fungistatik terhadap

jamur uji Candida albicans dan Malazesia furfur.

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui spectrum kerja

senyawa senyawa tersebut dalam merusak struktur sel bakteri, dengan

menggunakan bakteri uji Staphylococcus aureus, Salmonella typhi, dan

Escherichia coli , yang merupakan bakteri patogen , dan banyak mencemari

sayur dan buah-buahan segar seperti selada, kembang kol, kubis, wortel dan

tomat.

Untuk digunakan sebagai bahan sanitizer perlu ditentukan konsentrasi

yang akan digunakan. Berdasarkan hasil uji toksisitas yang diperoleh dapat

ditentukan secara fitokimia konsentrasi yang tepat dengan nilai toksisitas yang

dapat diterima atau aman bagi kesehatan dan kelarutan senyawa tersebut dalam

air.

23

Page 26: Copy of Proposal Bu Eva.fix

24

Senyawa Bioaktif

Hydroid Aglaophenia cupressina L.

Antimikroba

Penentuan konsentrasi Toksisitas Kelarutan dalam air

Sanitizer Buah dan Sayuran

Page 27: Copy of Proposal Bu Eva.fix

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

eksperimental, dengan menggunakan senyawa hasil isolasi dari Hydroid

Aglaophenia cupressina Lamoureoux, dengan tahapan: uji antibakteri, penentuan

konsentrasi senyawa yang digunakan, uji kelarutan dalam air, uji toksisitas,

aplikasi senyawa sebagai sanitizer pada buah dan sayuran (mangga, strowberi ,

wortel,dan selada), penentuan waktu simpan. Analisa data menggunakan

rancangan acak lengkap factorial.

A. ALAT DAN BAHAN

1. Alat-alat yang digunakan

Alat-alat gelas, botel pengencer, cawan petri, chamber, corong buchner,

drigle sky, inkubator, labu ukur 50 ml, laminar air flow, lampu spritus, timbangan

analitik, timbangan kasar, vial, mikropipet (100-1000 µl), seperangkat alat SEM

(Scanning Electron Microskope),

2. Bahan-bahan yang digunakan

Senyawa asam heksadekanoat, senyawa aglao E. Unhas, biakan murni

(Echerichia coli, Salmonella thypi) DMSO (Dimetil sulfoksida) (E.Merck),

ketokonazol (PT. Sanbe), kloramfenikol (PT Alpharma), NaCl fisiologis 0,9%,

medium GNA (glukosa Nutrien Agar), medium NA (Nutrien Agar), medium NB

25

Page 28: Copy of Proposal Bu Eva.fix

(Nutrien Broth), medium MHA (Muller Hinton Agar) (oxoid), Hewan Mencit,

buah dan sayuran segar (mangga, Strowberi, wortel, dan selada).

B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan bulan Februari 2012, bertempat di laboratorium

Kimia organik Fakultas MIPA Unhas dan mikrobiologi Jurusan Biologi Unhas

serta Laboratorium Biofarmasi Fakultas Farmasi Unhas. Mikroskop Elektron Scan

(MES) dilakukan di pusat Penelitian Kimia, LIPI Serpong.

C. PROSEDUR KERJA

TAHAP 1.

1. Persiapan Bakteri Uji

Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Echerichia coli, dan

Salmonella thypi .Masing-masing bakteri berasal dari biakan murni diambil satu

ose diinokulasi dengan cara digores pada medium Nutrient Agar (NA) miring, dan

diinkubasi pada suhu 37ºC selama ± 24 jam.

2. Pembuatan Suspensi Bakteri Uji

Bakteri Echerichia coli, Salmonella thypi. yang telah diremajakan selama

± 24 jam, masing-masing diambil satu ose disuspensikan ke dalam larutan NaCl

fisiologis steril 0,9%. Kemudian dilakukan pengenceran suspensi bakteri uji

hingga diperoleh transmitan 25% pada spektrofotometer, dengan panjang

gelombang 580 nm. Sebagai blanko digunakan NaCl steril 0,9 %.

26

Page 29: Copy of Proposal Bu Eva.fix

3. Pembuatan Larutan Kontrol Bakteri

Larutan kontrol positif menggunakan klorampenikol dan sebagai kontrol

negatif digunakan DMSO (Dimetil Sulfoksida).

4. Pengujian Aktivitas Antibakteri dengan Metode Difusi Agar

Medium Muller Hinton Agar (MHA) steril dituang secara aseptis ke dalam

cawan petri sebanyak 20 ml dan dibiarkan menjadi padat sebagai lapisan dasar

atau”base layer”.Setelah itu dimasukkan susupensi bakteri uji masing-masing 1 ml

ke dalam 10 ml medium di atas lapisan base layer dan dibiarkan setengah padat

sebagai lapisan pembenihan atau “seed layer”, setelah itu 6 buah pencandang

dengan diameter 5 mm,diameter luar 8 mm, tinggi 10 mm diletakkan secara

aseptis dengan pinset steril pada permukaan medium dengan jarak pecandang satu

dengan yang lain 2-3 cm dari pinggir cawan petri,disimpan pada suhu kamar.

Masing-masing pecandang diisi dengan 0,25 ml senyawa asam

heksadekanoat pada konsentrasi 1%, 2%, dan 3%. Demikian pula larutan

kloramfenikol sebagai kontrol positif dan DMSO sebagai kontrol negatif, masing-

masing 0,25 ml.Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam dan 48 jam.

Hal yang sama dilakukan untuk senyawa aglao E.Unhas.

Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter hambatan pertumbuhan

bakteri di sekeliling pencadang dengan menggunakan jangka sorong, untuk

melihat kemampuan senyawa senyawa tersebut dalam menghambat pertumbuhan

bakteri uji. Hasil pengukuran daya hambat pada 24 jam dan 48 jam ditabulasi dan

dianalisis.

27

Page 30: Copy of Proposal Bu Eva.fix

5. Pengaruh Terhadap Morfologi Sel dengan SEM (Scanning Electron

Microscopy) (Belguith, et al. 2009 )

Analisis kerusakan morfologi sel dimaksudkan untuk mempelajari

perubahan morfologi dan struktur sel dari E. coli, dan Salmonella thypi akibat

pengaruh metabolic dari hydroid. Perubahan yang diamati diantaranya perubahan

penampakan sel secara umum, ketebalan dinding sel, dan lainnya yang dapat

teramati. Alat yang digunakan adalah Mikroskop Elektron Scanning (SEM).

Metode SEM dilakukan dengan cara suspensi sel bakteri uji yang telah

diberi perlakuan asam heksadekanoat (3%), dan aglao E.Unhas (3%) diinkubasi

selama 24 jam pada inkubator bergoyang dengan kecepatan 150 rpm pada suhu

37oC . Setelah disentrifius pada 3500 rpm selama 15 menit, supernatan dibuang

dan diambil pelet selanjutnya difiksasi dengan glutaraldehid 2,5% dalam (0,1 M

buffer sodium cacodilat pH 7,2) dibiarkan selama 1,5 jam, lalu dicuci dua kali

dengan buffer cacodilat 0,05M pH 7,2 selama 20 menit untuk masing-masing

perlakuan. Selanjutnya difiksasi dengan osmium tetraoxide 1% dalam buffer

cacodilat 0,05%, pH 7,2 selama 1-2 menit lalu dicuci dengan akuabides (DDH2O)

tiga kali masing-masing selama 2 menit, dihidrasi dengan etanol pada berbagai

konsentrasi 25, 50, 75 dan 100% sebanyak tiga kali masing-masing selama 10

menit. Spesimen diambil dan dilewatkan pada membran 0,2 µm untuk selanjutnya

direkatkan pada stub aluminium dan dilapisi dengan emas melalui proses vakum

(6-7 Pa) selama 20 menit. Sampel diamati di bawah Scanning Electron Microscop

tipe JEOL 5310.

28

Page 31: Copy of Proposal Bu Eva.fix

TAHAP II

2.1. Penentuan Kelarutan Senyawa dalam air.

Karena senyawa asam heksadekanoat dan aglao E.Unhas yang diperoleh

dari fraksi n-heksan, maka dibutuhkan pelarut ……. untuk melarutkan senyawa

tersebut dalam air, sehingga dapat digunakan sebagai pencuci.

2.2. Uji Toksisitas

Berdasarkan sifat toksisitas senyawa asam heksadekanoat dan aglao

E.Unhas dengan nilai LC50 = 29,54µg/ml dan 133µg/ml pada Artemia salina

Linch, menunjukkan sifat toksik, maka perlu dilakukan uji toksisitas dengan

berbagai konsentrasi pada hewan uji (mencit) untuk mendapatkan konsentrasi

yang aman bagi kesehatan manusia, sehingga dapat digunakan sebagai bahan

pencuci pada buah dan sayuran segar.(mangga, strowberi, wortel, dan selada)

2.3 Pembuatan Larutan Pencuci

Pembuatan larutan pencuci berdasarkan hasil uji toksisitas yang aman bagi

kesehatan manusia

TAHAP III

3.1. Uji Mikrobiologis

Sebelum buah dan sayuran (mangga, strowberi, wortel, dan selada) diberi

perlakuan, terlebih dahulu dilakukan uji mikrobiologis dengan cara : a) Masing-

masing buah dan sayuran diambil 50 gram dan dihomogenkan dengan 50 ml

aquades steril. b). sampel diencerkan pada pengenceran 10-1, sampai 10-4. C)

masing-masing hasil pengenceran diambil dengan pipet sebanyak 1 ml sampel dan

dituangkan kedalam cawan petri steril, kemudian dituangi medium nutrisi agar

(NA) sebanyak 15 ml pada suhu 45 C lalu dihomogenkan. d). Cawan petri yang

29

Page 32: Copy of Proposal Bu Eva.fix

berisi sampel diinkubasi pada 37C selama 24 – 48 jam. e). koloni bakteri yang

tumbuh diamati dan dihitung

3.2. Perendaman Buah dan Sayuran Segar

Buah dan sayuran ( mangga,strowber, wortel, dan selada ) masing masing

dengan perlakuan :a) tanpa perendaman (kontrol), dengan perlakuan b).Buah dan

sayuran direndam dalam larutan yang mengandung senyawa asam

heksadekanoat dengan konsentrasi (3 %), dan waktu perendaman,0 menit,1 menit,

2 menit, 3menit .( Ailouni Said, et al., 2006). c). Buah dan sayuran.direndam

dalam larutan yang mengandung senyawa aglao E.Unhas dengan konsentrasi

( 3%) dan waktu perendaman 0 menit, 1 menit, 2 menit, 3 menit, masing masing

diuji mikrobiologisnya untuk mengetahui apakah masih ada bakteri pada buah dan

sayuran tersebut.

3.3 Penirisan

Untuk mengeringkan pelarut yang ada pada buah dan sayuran

3.4 Uji Mikrobiologis

Dilakukan uji mikroorganisme selang penyimpanan selama 1, 2, 3, 4 hari

TAHAP IV

4.1. Pengemasan dan Penyimpanan

Masing masing buah dan sayuran dikemas dalam kantong plastic steril dan

disimpan dalam : a) Refrigerator (10C selama 7 hari), dan suhu kamar (37C

selama 7 hari). b) Uji mikrobiologis dilakukan setiap hari selama penyimpanan.

4.2.Analisa Data Menggunakan Rancangan Acak Lengkap.

Dengan parameter : konsentrasi, suhu, dan umur/masa simpan.

30

Page 33: Copy of Proposal Bu Eva.fix

DIAGRAM PENELITIAN

konsentrasi 1%,2%,3%

Konsentrasi 3% bersifat bakteriosida.

31

Asam heksadekanoat

Aglao E.

Uji antibakteri(Salmonella thypi dan E. coli)

Microskop Electron Scan (MES): Perubahan penampakan secara umum. Ketebalan dinding Kerusakan bagian-bagian sel

Uji kelarutan dalam air dengan pelaraut asam asetat

Uji Toksisitas: Mencit

Perendaman Buah dan Sayuran dalam Larutan Sanitizer (0,1,2,3 menit)

Uji Mikrobiologis Buah dan Sayuran (Mangga, Wortel, Stroberi dan Selada) tanpa perlakuan

PenirisanUji Mikrobiologis

Pengemasan

Pembuatan Larutan Pencuci

Penyimpanan: Refrigerator (10C selama 7 hari) Suhu Kamar (37C selama 7 hari)

Uji Mikrobiologi selama penyimpanan

Konsentrasi yang aman

I

II

III

IV

Page 34: Copy of Proposal Bu Eva.fix

DAFTAR PUSTAKA

Ajlouni Said, Hatigoran Sibrani, Robert Premier, and Bruce Tomkins. 2006. Ultrasonication and Fresh Produce (Cos Lettuce) Preservation. Journal of Food Science vol 71 Nr.2. Published on Web Institute of Food Technologists. JFS Food Microbilogy and Safety.

Anonim 2008. Menurunkan Kontaminasi Mikroba pada Buah dan Sayuran Segar. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian vol 30. No.6.

BSN (Badan Standarisasi Nasional). 2009b. SIN 7388: Batas Cemaran Mikroba dalam Pangan. BSN, Jakarta.

BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan). 2004. Status Regulasi Cemaran dalam Produk Pangan. Buletin Keamanan Pangan .Nomor 6 Hal 4-5.

ICMSF (International Commision on Microbiological Specification for Food). 1996. Microorganisms in Food. 2 Sampling for Microbiological Analysis Principles and Specific Aplication 2nd Edition. Chapman and Hall, Glasgow.

Johnson, Karen E. Alexander Niels Lindquist and George Loo, 1999. Potential Antioxidant Activity of Dithiocarbamate related Compound from a Marine Hydroid (http://grande. Nal.usda.gov/ibids/index,php? Mode 2=detail & origin=ibids reference& therow=397262-diakses 5 Februari 2008).

Lay Bibiana W. dan Sugyo Hastowo. 2002. Mikrobiologi. Diterbitkan atas kerjasama dengan PAU-Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.

Hawley, L.B., 2003. Intisari Mikrobiologi dan Penyakit Infeksi. Cetakan 1, Hipokrates, Jakarta.

Johannes E., (2008). Isolasi, Karakterisasi da Uji Bioaktivitas Metabolit Sekunder dari Hydroid Aglaophenia cupressina Lamoureoux Sebagai Bahan Dasar Antimikroba. Program PascaSarjana Universitas Hasanuddin. Makassar.

Media Indonesia. 2005. 39 Produk Makanan Indonesia Ditolak di AS. Media Indonesia 12 Mei 2005:4.

Mycek, M.J., 2001.Farmakologi Ulasan Bergambar, Cetakan 1. Widya Media, Jakarta.

Madigam MT, Martinko JM , Dunlap PV, Clark DP.2008. Biology of Mircroorganisms 12th edition . San Francisco : Pearson.

32

Page 35: Copy of Proposal Bu Eva.fix

Munarso, S.J., Misgiyarta, Syaifullah, Murtiningsih, Miskiyah, W. Haliza, E. Mulyono,S.Nugraha, A. Budiyanto. 2005. Identifikasi Kontaminan dan Perbaikan Mutu sayuran. Laporan Akhir. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.

Olson, J., 2004. Belajar Mudah Farmakologi, Cetakan 1, EGC . Penerbit Buku Kedokteran Jakarta.

Prescott LM, Harley JP, Klein DA., 2002. Microbiology. 5th ed. Boston: McGraw-Hill.

Rachmaniar, R., 2003. Antikanker Swinholide A dari spons Theonella Swinhoei. Jurnal Bahan Alam Indonesia. Vol. 2 No. 4, 122.

R. Keith Schneider and Rence M. Goodrich. 2008. Dealing With Foodborne Illness:Typhoid Fever. Salmonella typhi. Journal Solution For Your Life.FSHNO514 University of Florida IFAS Extension.(http://edis.ifas.ufi,edu/fs.125).

Sapers, GM. 2001. Efficacy of Washing and Sanitizing Methods for Disinfection of Fresh Fruit and Fegetable Products. Food Technol. Biotechnol. 39(4): 305-311.

Sulaiman dan Nisa. 2005. Bahaya Biologis pada Bahan Pangan. (http://www.small,scrab,com/makanan dan gizi/652).

T. Djaafar dan Siti Raahayu., 2007.Cemaran Mikroba pada Produk Pertanian, Penyakit yang di Timbulkan dan Pencegahannya. Jurnal Litbangn Pertanian 26 (3).

Wattimena, J. R., 1991. Farmakodinami dan Terapi Antibiotik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Winarti C. dan Miskiyah. 2010. Status Kontaminan Pada Sayuran dan Upaya Pengendaliannya di Indonesia. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian 3(3)..

33