copy of makalah hukum

33
MAKALAH DEMORALISASI DI INDONESIA DISUSUN OLEH : 1. Azhaar Afaf Hanifah (1316011013) 2. Citra Ardia Garini (1316011019) 3. Desi Riyana (1316011023) 4. Jesika Agnes Debora S. (1316011043) 5. Oprada Gumilar (1316011055) 6. Thioma Sari Sitinjak (13160110 JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2013

Upload: milsa-solvadiana

Post on 17-Jan-2016

235 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

mkljlkbu iouiouoiuio

TRANSCRIPT

Page 1: Copy of MAKALAH Hukum

MAKALAH

DEMORALISASI DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :

1. Azhaar Afaf Hanifah (1316011013)2. Citra Ardia Garini (1316011019)3. Desi Riyana (1316011023)4. Jesika Agnes Debora S. (1316011043)5. Oprada Gumilar (1316011055)6. Thioma Sari Sitinjak (13160110

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

2013

Page 2: Copy of MAKALAH Hukum

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan Makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Pengantar Ilmu Hukum. Selain itu tujuan dari penyusunan Makalah ini juga untuk menambah wawasan tentang demoralisasi yang terjadi di Indonesia.

Dalam menyelesaikan Makalah ini, Kami telah banyak mendapatkan bantuan dan

masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami ingin

menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Suwarno selaku Dosen mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum yang telah

memberikan tugas mengenai makalah ini sehingga pengetahuan kami dalam

penulisan makalah ini semakin bertambah.

2. Kedua orang tua kami, yang senantiasa memberikan do’a serta dukungan baik moril

maupun materiil.

3. Teman-teman kelompok 1 yang ikut bekerja sama atas penyelesaian makalah ini.

4. Pihak-pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, yang turut membantu

penyusunan Makalah ini.

Kami menyadari dalam penulisan Makalah ini masih banyak kekurangan dalam

penulisan maupun penyusunan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang

membangun guna memperbaiki kesalahan dimasa yang akan datang.

Bandar Lampung, 26 November 2013

Tim Penyusun

Page 3: Copy of MAKALAH Hukum

DAFTAR ISI

Page 4: Copy of MAKALAH Hukum

BAB IPENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Dewasa ini wajah peradaban manusia tampak semakin buram dan kelam akibat berbagai ulah amoral dan asusila sebagian manusia. Ibarat terkena nila setitik, rusak susu sebelanga. Moralitas, kemanusiaan, dan peradaban manusia mengalami degradasi dan dekadensi yang semakin parah di hampir setiap lini kehidupan.

Terjadi demoralisasi manusia dalam berbagai bentuknya. Akibat demoralisasi, yang sangat membahayakan ini,nilai-nilai harkat dan martabat manusia semakin merosot dan apabila tidak diperbaiki akan hancur. Memang sudah ada doktrin agama, ajaran moral, tatanan etika, aturan hukum, dan nilai-nilai norma yang mengatur hal-hal yang baik dan yang buruk dalam kehidupan manusia.

Tapi, tidak semua manusia menaati doktrin, nilai, dan norma yang diberikan oleh agama,moralitas,dan hukum. Didominasi oleh nafsu hewaniah dan nafsu permisif-hedonistik yang sangat kuat dalam dirinya, sebagian manusia meninggalkan dan melanggar doktrin, nilai, norma, serta aturan agama, moralitas, dan hukum.Akibat itu,mereka terjerembab ke dalam jurang demoralisasi.

Oleh sebab itu kami tertarik membahas fenomena demoralisasi yang sedang terjadi di Indonesia. Demoralisasi ini terjadi di berbagai bidang kehidupan di Indonesia mulai dari hukum, politik, pendidikan, ekonomi, generasi muda.

I.2 RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang yang telah kami uraikan, maka masalah yang akan kami bahas:

1. Apa yang dimaksud dengan demoralisasi?2. Hal-hal apa saja yang menyebabkan demoralisasi di kalangan masyarakat?3. Apa saja gejala-gejala yang menandakan suatu bangsa mengalami demoralisasi?4. Apa saja dampak demoralisasi dalam berbagai bidang kehidupan?5. Bagaimana peran hukum dalam menghadapi demoralisasi?

I.3 TUJUAN MAKALAH

1. Agar pembaca dapat mengetahui fenomena demoralisasi yang terjadi belakangan ini.2. Agar pembaca mengetahui penyebab demoralisasi.3. Agar pembaca dapat mengetahui indikasi-indikasi atau gejala-gejala yang menandakan suatu bangsa dikatakan mengalami demoralisasi.4. Agar pembaca dapat mengetahui demoralisasi di beberapa bidang kehidupan Seperti di bidang hukum, politik, pendidikan dan yang lainnya.5. Agar pembaca mengetahui dampak demoralisasi bagi kehidupan.6. Agar pembaca mengetahui peran hukum dalam menghadapi demoralisasi

Page 5: Copy of MAKALAH Hukum

BAB IIPEMBAHASAN

II.1 Pengertian DemoralisasiDewasa ini banyak dijumpai keadaan dimana kualitas moral yang terjadi di masyarakat mengalami penurunan. Hal inilah yang dinamakan demoralisasi. Brooks dan Gable (1997) mengatakan bahwa demoralsasi berhubungan dengan rendahnya standar moral dan penetapan nilai serta norma dalam masyarakat.

Demoralisasi adalah suatu kondisi penurunan moral bangsa akibat arus globalisasi yang semakin gencar dan tidak terkontrol serta akibat masuknya budaya barat yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.

II.2 Hal-hal yang Menyebabkan Demoralisasi di Kalangan MasyarakatBeberapa hal yang dapat menyebabkan demoralisasi di kalangan masyarakat:

Krisis ekonomi yang berkepanjangan. Pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi sehingga mengakibatkan jumlah

pencari kerja tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan. Menurunnya kewibawaan pemerintah yang ditandai dengantidak

berhassilnya pemerintah memenuhi tuntutan rakyat. Meningkatnya angka kemiskinan. Menurunnya kualitas aparat penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan

dan kehakiman. Adanya sikap-sikap negatif, seperti malas, boros, tidak disiplin, serta sikap

apatis yang akhirnya untuk mencapai sesuatu dilakukan dengan jalan pintas. Keengganan memahami dan mendalami ajaran-ajaran agama. Terorisme.

Terorisme adalah tindakan yang membuat kerusakan-kerusakan di dalam masyarakat dengan tujuan menyebarkan rasa takut serta mengancam keselamatan publik. Beberapa akibat yang timbul dari tindakan terorisme antara lain:1. Jatuhnya korban jiwa dan materi.2. Menurunnya pendapatan sektor pariwisata.3. Adanya rasa takut akan keselamatan jiwa.4. Merebaknya kasus perdagagan anak.Indonesia merupakan pemasok perdagangan anak dan wanita terbesar di Asia Tenggara. Berdasarkan penelitian yang dilakukan lembaganya, terdapat sekitar 200-300 ribu pekerja seks komersial (PSK) berusia di bawah 18 tahun.

II.3 Indikasi Adanya Demoralisasiai

Page 6: Copy of MAKALAH Hukum

Beberapa indikasi yang menunjukkan suatu bangsa mengalami gejala demoralisasi adalah sebagai berikut.

Kuantitas dan kualitas kriminalitas sosial semakin meningkat, seperti pemerkosaan, pencurian, perampokan, dan pembunuhan.

Terjadinya kerusuhan yang bersifat anarkis, seperti pembakaran rumah, perusakan fasilitas umum dan penjarahan.

Konflik sosial semakin marak, baik vertikal maupun horizontal. Tindakan korupsi merajalela. Meningkatnya jumlah pemakai dan pengedar narkoba di kalangan

masyarakat. Pergaulan bebas semakin merajalela.

II.4 Demoralisasi di Beberapa Bidang Kehidupan di Indonesia

II.4.1 Korupsi

Reformasi yang telah berlangsung 11 tahun ternyata tak membuat orang jera melakukan korupsi. Pemberantasan korupsi justru mendapat perlawanan dari orang – orang yang tega menikmati hasil korupsi. Transparency International kembali meluncurkan Corruption Perception Index 2009 secara serentak di seluruh dunia. Survei ini mengingatkan kita kembali bahwa korupsi adalah fenomena global yang terjadi di seluruh negara di dunia, dengan tingkat kerawanan yang berbeda-beda. Krisis ekonomi global merupakan indikator konkrit bagaimana tidak adanya transparansi dan akuntabilitas di sektor bisnis membuka peluang terhadap korupsi, yang ternyata mampu menyebabkan efek domino yang dapat menghancurkan tata ekonomi dunia. Sebanyak 180 negara masuk dalam pengukuran CPI 2009. Indeks pengukuran memiliki skala antara 0 (sangat korup) sampai dengan 10 (sangat bersih). Sebagian besar negara yang masuk dalam pengukuran ternyata mendapat skor di bawah 5. Indeks tersebut mengukur persepsi terhadap tingkat korupsi pada sektor publik dalam negara yang bersangkutan. CPI adalah indeks gabungan dari 13 poling/survei yang dilakukan oleh 10 lembaga independen.

Skor Indonesia dalam CPI 2009 adalah 2,8. Skor ini dapat dibaca bahwa Indonesia masih dipandang rawan korupsi oleh para pelaku bisnis maupun pengamat/analis negara. Skor Indonesia yang sangat rendah menunjukkan bahwa usaha pemberantasan korupsi masih jauh dari berhasil dan komitmen pemerintah terhadap terbentuknya tata kelola pemerintahan yang lebih baik harus dipertanyakan. Ini sangat memprihatinkan apalagi bila skor Indonesia dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura, Brunei Darussalam (5,5), Malaysia (4,5), dan Thailand (3,3).

Page 7: Copy of MAKALAH Hukum

Pada CPI 2008, Indonesia mendapat skor 2,6. Kenaikan sebesar 0,2 tersebut tidak perlu dilihat sebagai suatu prestasi yang harus dibangga-banggakan karena:

1. Skor 2,8 masih menempatkan Indonesia sebagai negara yang dipersepsikan korup

2. Perubahan skor 0,2 tidak terlalu signifikan.

Namun di sisi lain, metode CPI menyatakan bahwa perubahan skor dapat terjadi apabila terjadi perbaikan atau perubahan yang dapat terobservasi dengan jelas. Menurut analisa dari Transparency InternationaI Indonesia hal ini dapat dikaitkan pada dua hal, yaitu prestasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan reformasi Departemen Keuangan. Meskipun tidak berkorelasi langsung dengan meningkatnya skor CPI Indonesia, perubahan yang terjadi di dua institusi tersebut menurut TI-Indonesia cukup signifikan dan dapat diobservasi dengan jelas.

Seperti yang kita ketahui pemberantasan korupsi di Indonesia terus terjadi meskipun telah ada KPK sebagai institusi yang fokus terhadap pemberantasan korupsi tersebut. Apabila kita lihat lebih jauh ada beberapa hal yang membuat korupsi di Indonesia susah untuk diberantas, yaitu :

1. Lemahnya penegakan hukum.2. Birokrasi yang tidak ramah publik.3. Demoralisasi yang menyuburkan perilaku koruptif dikalangan masyarakat.

Lemahnya penegakan hukum serta birokrasi yang tidak ramah publik tersebut menyebabkan Demoralisasi yang berdampak kepada budaya korupsi yang menjangkiti masyarakat Indonesia. Dari ketiga hal inilah yang menyebabkan korupsi di Indonesia menjadi susah untuk diberantas.

1. Lemahnya Penegakan Hukum

Lemahnya penegakan hukum pidana korupsi di Indonesia antara lain disebabkan oleh :

Hukuman yang dikenakan kepada pelaku tindak pidana korupsi yang terlalu ringan

Penegakan hukum dalam rangka pemberantasan korupsi saat ini terasa tidak memberikan efek jera bagi para pelaku tindak pidana korupsi. Bagaimana tidak, dengan korupsi milyaran rupiah hanya dikenakan hukuman penjara 5 tahun. Hal ini tentu mengakibatkan hukum di Indonesia dipandang sebelah mata oleh warga negaranya sendiri. Menurut UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam bab II pasal 2 disebutkan bahwa:

Page 8: Copy of MAKALAH Hukum

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Dari pasal tersebut dapat kita ketahui bahwa hukuman terberat bagi seorang koruptor adalah hukuman mati. Akan tetapi pada kenyataannya hukuman mati tidak pernah dikenakan kepada para pelaku tindak pidana korupsi. Dengan hal tersebut maka penegakan hukum di Indonesia menjadi lemah dan tidak dapak memberikan efek jera bagi para pelakunya.

Adanya mafia di aparat penegak hukum

Seperti kita ketahui bahwa cengkeraman mafia peradilan seakan tak akan pernah bisa dilepaskan dari proses penegakan hukum. Kredibilitas dan kewibawaan penegakan hukum betul-betul sudah berada di titik nadir. Kini, manakala kita tengah berupaya menopang pilar-pilar kewibawaan hukum agar kembali dipercaya rakyat, termasuk dengan dibentuknya berbagai komisi sebagai pengawas terhadap institusi hukum serta adanya keinginan untuk menyelamatkan pundi-pundi negeri akibat korupsi, kembali dunia peradilan kita dihentak oleh insiden memalukan.

Insiden yang bisa dikategorikan sebagai contempt of court ini bisa saja meruntuhkan wibawa peradilan, bila kasusnya tidak segera diusut tuntas. Kasus yang memalukan itu terjadi pada Kamis (27/4), di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Pembaruan, 28/4). Saat itu terdakwa kasus korupsi yang merugikan negara ratusan miliar rupiah, mantan Direktur Utama PT Jamsostek Achmad Djunaidi, sehabis menerima vonis dari majelis hakim yang diketuai Sri Muliani berupa pidana penjara selama 8 tahun, langsung mengamuk dan menuding tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menerima sogokan sebesar Rp 600 juta. Terdakwa yang berteriak-teriak itu bahkan sempat melempar papan nama “Jaksa” ke arah JPU Heru Chaeruddin yang kala itu langsung menyatakan banding atas putusan majelis hakim.

Sesungguhnya insiden seperti ini bisa saja terjadi kapan saja. Tetapi persoalannya, adakah keteguhan hati aparatur penegak hukum kita untuk memberangus mafia peradilan yang suka “memperdagangkan hukum” dari segala lini? Itu sebabnya kita sangat menyayangkan pernyataan-pernyataan yang mengemuka dari aparatur penegak hukum

Page 9: Copy of MAKALAH Hukum

yang seolah-olah tak punya kewajiban utama untuk mengusut tuntas insiden itu. Meskipun pihak Kejaksaan Agung, konon, tengah memerintahkan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) untuk memeriksa insiden dan kebenaran atas tudingan terdakwa Achmad Djunaidi, lagi- lagi ini sifatnya hanyalah internal.

Bukankah semestinya, Komisi Kejaksaan, Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) termasuk Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tim Tastipikor), bahkan majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, segera bersinergi untuk mengusut kasus itu? Bukankah insiden itu bisa dijadikan bukti permulaan untuk mengungkap dan memberantas mafia peradilan dan kebiasaan memperjualbelikan keadilan dan itu sudah menjadi kewajiban institusi yang disebutkan di atas? Perlu kita ingat bersama, kita tengah berjuang menegakkan wibawa peradilan. Itu sebabnya, manakala dunia peradilan kita masih saja subur praktik-praktik tercela berupa jual-beli perkara, maka boleh jadi selama itu pula badan-badan peradilan kita tak pernah bisa dipercaya dan akan tetap terpuruk.

Memberantas mafia peradilan memang bukan perkara mudah sebagaimana membalikkan telapak tangan. Memberantas kebiasaan memperdagangkan hukum memang perlu gerakan yang sistemik dan harus dilakukan secara bersama-sama, bersenergi. Utamanya dibangunnya sinergi antaraparatur penegak hukum. Apalagi ketika Indonesia Corruption Watch (ICW) pernah melansir pernyataan, bahwa mafia peradilan di Indonesia sudah menggurita dan korupsi sudah menjadi kejahatan yang sistemik, melibatkan seluruh pelaku di institusi penegak hukum. Sebagaimana diibaratkan tak ada lagi ruang yang tersisa dan bebas dari cengkeraman mafia peradilan.

Untuk itu, kita harus mendorong institusi-institusi penyidik untuk mengusut tuntas insiden yang melibatkan terdakwa Achmad Djunaidi dan JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu. Dengan demikian, betul atau tidaknya tudingan itu bisa terungkap secara transparan.

2. Birokrasi yang tidak ramah publik

Birokrasi pemerintah memiliki kekuatan yang besar, oleh karena daya jangkaunya yang menerobos berbagai aspek kehidupan manusia. Birokrasi, oleh karenanya, sangat berpengaruh terhadap sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pasalnya, masyarakat yang hidup dalam suatu negara tertentu terpaksa menerima suatu kebijaksanaan yang telah dibuat oleh birokrasi. Negara kita sering disebut bureaucratic polity. Selain itu, birokrasi pemerintah merupakan garda depan yang berhubungan dengan pelayanan umum kepada masyarakat.

Page 10: Copy of MAKALAH Hukum

Salah satu dari penyebab masih merajalelanya korupsi di Indonesia adalah birokrasi yang tidak ramah publik. Sampai saat ini birokrasi masih melayani diri sendiri. 60-70 persen anggaran pemerintah masih berupa anggaran rutin, sisanya baru untuk publik,” kata Direktur Eksekutif Partnership Mohammad Sobary. Hal ini disampaikan dia dalam acara seminar bertema “Reformasi Birokrasi: Jalan Menuju Pemberantasan Korupsi Berkelanjutan” di Hotel Mandarin, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (30/8/2006). Sobary mengusulkan reformasi akan lebih membawa perubahan mendasar bila didukung publik. Kelompok masyarakat harus diberi kesempatan untuk mengontrol anggaran. “Birokrasi akan berubah dari pelayanan diri sendiri menjadi pelayanan publik,” tegas dia. Menurut dia, ada dua prioritas reformasi birokrasi. Pertama, birokrasi yang terkait langsung dengan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat seperti pelayanan kesehatan dan pendidikan. Kedua, birokrasi yang paling sering dikeluhkan oleh masyarakat misalnya birokrasi peradilan.

Sementara dari pembicara lainnya dari Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) Kemal A Stamboel melihat, salah satu permasalahan reformasi birokrasi adalah tidak adanya cetak biru reformasi yang komprehensif. ”Tiap departemen sebenarnya sudah ada wacana reformasi birokrasi. Tapi pola pelaksanaannya tidak jelas,” ujar Kemal.

Dari pernyataan Mohammad Sobary dan Kemal dapat kita lihat bahwa birokrasi di Indonesia masih jauh dari harapan. Hal ini terlihat dari pelayanan publik yang minin terutama bagi kaum miskin. Kita sering melihat bagaimana warga yang tidak mampu yang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang semestinya, pelayanan pendidikan, serta pelayanan hak dasar lainnya. Selain itu korupsi telah melemahkan birokrasi sebagai tulang punggung negara. Dengan kata lain, birokrasi merupakan kelompok yang rentan terhadap jerat korupsi, dikarenakan merekalah yang menjalankan pemerintahan. Semakin tidak efisien birokrasi bekerja, semakin besar pembiayaan tidak sah atas institusi negara ini. Singkatnya, korupsi menumbuhkan ketidakefisienan yang menyeluruh didalam birokrasi.

Korupsi dalam birokrasi dapat dikategorikan dalam dua kecenderungan umum: yang menjangkiti masyarakat dan yang dilakukan di kalangan mereka sendiri.

Transparency International (TI), suatu lembaga internasional yang bergerak dalam upaya antikorupsi, membagi kegiatan korupsi di sektor publik ke dalam dua jenis, yaitu:

Korupsi Administratif

Secara administratif, korupsi dapat dilakukan dalam dua bentuk:

Page 11: Copy of MAKALAH Hukum

a) “sesuai dengan hukum”, yaitu meminta imbalan atas pekerjaan yang memang sudah seharusnya dilakukannya

b) “bertentangan dengan hukum” yaitu meminta imbalan uang untuk melakukan pekerjaan yang seharusnya dilarang untuk dilakukan.

Di tanah air, jenis korupsi administratif berwujud uang pelicin dalam pengurusan berbagai surat-surat seperti KTP, SIM, akta lahir, dan paspor agar prosesnya lebih cepat.

Korupsi Politik.

Sementara jenis korupsi politik muncul antara lain dalam bentuk “uang damai” dengan polisi lalu lintas agar pelanggar tidak perlu ke pengadilan.

3. Demoralisasi yang menyuburkan perilaku koruptif dikalangan masyarakat.

Dari ketiga penyebab makin merajalelanya korupsi di Indonesia, demoralisasi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap sulitnya pemberantasan korupsi di negeri ini. Korupsi yang merajalela di lingkungan pemerintah dalam penglihatan masyarakat umum akan menurunkan kredibilitas pemerintah yang berkuasa dan melenyapkan unsurehormat dan trust masyarakat. Oleh karena itu, praktek korupsi yang kronis akan menimbulkan demoralisasi di kalangan masyarakat. Korupsi yang menjangkiti kalangan elit bukan saja menurunkan nilai-nilai yang dilihat oleh masyarakat, namun juga memaksa masyarakat menganut berbagai praktek dibawah meja demi mempertahankan diri. Mereka pun terpaksa melakukan korupsi agar mendapat bagian yang wajar, bukan untuk mencapai keuntungan yang luar biasa. Singkatnya, demoralisasi terhadap perilaku koruptif kalangan elit pemerintah juga sering menyuburkan perilaku koruptif dikalangan masyarakat.

Faktor demoralisasi ini bisa ditinjau dari dua sisi. Dari sisi masyarakat, mereka secara tidak langsung meniru perilaku birokrat yang melekukan korup, dan menjadikan hal tersebut menjadi hal yang lumrah dan wajar. Ini tentu sangat memprihatinkan, apalagi apabila hal tersebut berlangsung lama maka perilaku korup akan berubah menjadi budaya korup, dan hal ini telah terjadi di Indonesia. Dari segala hal kita bisa melihat korupsi itu telah membudaya, sector public, swasta bahkan ke lingkungan masyarakat seperti RT/RW.

Apabila ditinjau dari pemerintah, demoralisasi aparat pemerintah terjadi sebagai akibat dari system yang menciptakan peluang untuk korup, gaji pegawai yang randah serta moral yang rendah. Yang utama dari semua itu adalah system yang menciptakan peluang untuk terjadinya korupsi. Kita lihat berapa banyak anggaran kita yang bocor. Apabila pada tahun 2010 sendiri, belanja negara dianggarkan sebesar 1.047,6 triliun rupiah, yang terbagi menjadi belanja pemerintah pusat sebesar 725,24 triliun rupiah dan transfer ke daerah sebesar 322,42 triliun rupiah. Dan kebocoran masih terjadi sebesar 10 % dari anggaran pemerintah pusat tersebut maka Negara akan dirugikan sebesar 72,524 triliun. Sungguh jumlah yang tidak sedikit apabila dibandingkan dengan subsidi kepada warga miskin, tentu aka nada

Page 12: Copy of MAKALAH Hukum

ribuan orang miskin akan terselamatkan. Hal yang lebih penting dari itu adalah jumlah pelakunya, di Indonesia terdapat 21.430 satker di tingkat Kementrian/Lembaga, apabila setidaknya tiga orang dari tiap satker terlibat atau mengetahui hal tersebut, setidaknya ada 64.290 orang terlibat korupsi. Ini lebih dari sekedar korupsi berjamaah.

Kebocoran demi kebocoran selalu terjadi dari tahun ke tahun.Lalu mengapa masih dan selalu saja terjadi kebocoran dalam pengelolaan keuangan negara ? Terdapat sedikitnya tiga skenario yang membuat pengelolaan keuangan negara menjadi sedemikian kacau dan carut-marut, yaitu :

Pertama, kenyataan bahwa korupsi, kolusi dan segala macam bentuk perilaku yang merugikan negara telah menjadi sebuah budaya yang sulit untuk dihilangkan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa berbagai macam dana yang mestinya dipergunakan untuk kemaslahatan umat banyak disunat oleh para oknum pejabat yang korup. Dan kenyataan ini, sudah terjadi semenjak dari orde lama sampai dengan era reformasi ini. Mackie (1970) mengungkapkan bahwa korupsi :”…telah hampir menjadi penyakit yang tersebar di mana-mana pada era Soekarno ketika anggaran belanjanya yang menyebabkan inflasi mengikis gaji pegawai negeri hingga pada suatu titik di mana masyarakat tidak dapat hidup dengan mengandalkan gaji dan di mana keadaan finansial benar-benar hancur disebabkan oleh kehancuran administratif”.

Kedua, ia merupakan cerminan dari adanya inefisiensi dalam pengelolaan pembangunan itu sendiri. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya pengelolaan proyek-proyek pembangunan yang overlapping. Artinya, proyek-proyek tersebut dikelola oleh lebih dari satu lembaga tanpa adanya sistem pembagian dan pengawasan kerja yang jelas.

Sedangkan yang ketiga adalah adanya kenyataan bahwa efisiensi belum dihargai sebagai sebuah nilai yang benar-benar harus dijunjung tinggi. Contoh yang sering terjadi adalah pengerjaan proyek-proyek pembangunan yang dengan sengaja memboroskan banyak waktu, tenaga dan (tentu saja) dana.

Terlepas dari akurasi dan metodologi yang dipakai, kenyataan ini benar-benar sebuah ironi yang memilukan bagi rakyat Indonesia. Sebab disaat kondisi perekonomian masih jauh panggang dari api untuk dipulihkan, masih ada perilaku sebagian kecil orang merugikan sebagian besar orang. Hal inilah yang sebenarnya menjadi penyebab sulitnya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Aparat penegak hukum di Indonesia hanya menyentuh kasus-kasus korupsi yang jumlahnya besar. Sementara kasus korupsi yang terjadi secara menyeluruh kurang menjadi perhatian. Sungguh sangat mengerikan apabila aparat pemerintah korup dan masyarakat mengamininya. Maka yang segera terjadi adalah sebuah kehancuran.

Page 13: Copy of MAKALAH Hukum

Sementara pada gradasi tertentu, praktek korupsi akan memunculkan sikap antipati dan mendorong sumber-sumber resisitensi yang luar biasa di kalangan warga masyarakat. Akibatnya kemudian adalah terjadinya delegitimasi aparat dan lembaga pemerintahan oleh karena mereka dianggap warga masyarakat tidak kredibel. Apabila korupsi tidak segera diberantas secara menyeluruh. Hal ini tentu saja membuat kelangsungan Negara kita akan terancam. Bagaimana apabila masyarakat sudah tidak percaya terhadap hukum, pemerintahan, serta pemimpinnya, maka yang terjadi adalah disintegrasi dimana-mana. Dan Indonesia menjadi kenangan.

Penegakan hukum mutlak sebagai langkah utama dan pertama bagi pemberantasn korupsi. Disini ada dua hal utama yaitu : yang pertama memberikan hukuman seberat-beratnya bagi para koruptor, sehingga ada efek jera. Seperti di China yang menerapkan hukuman mati bagi para pelaku korupsi. Kita juga bisa menggunakan hukuman mati sebagai alat untuk shock teraphy sehingga para koruptor dan orang yang berniat korupsi menjadi takut untuk melakukannya.

Yang Kedua adalah memberantas mafia hukum dan peradilan. Para aparat penegak hukum harus dikenakan sanksi yang berat apabila ikut membantu para koruptor. Atau lebih baiknya lagi dikenakan hukuman mati juga. Akan tetapi untuk menerapkan hal ini terlebih dahulu harus dibenahi mengenai system serta birokrasi dari lembaga yang bersangkutan. Termasuk renumerasi.

II.4.2 di Bidang Pendidikan

Pendidikan sebagai proses kemanusiaan dan pemanusiaan sejati telah diterima sebagai sejarah umat manusia, apapun bentuk dan jenisnya. Yang paling sering kita dengar adalah bahwa pendidikan merupakan proses interaksi antara manusia dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan perilaku menuju kedewasaan dengan ciri utama munculnya sikap bertanggung jawab. Manusia dewasa adalah mereka yang berani berbuat dan berani bertanggung jawab, apakah bertanggung jawab untuk mempertahankan kebenaran bahkan bertanggung jawab ketika dia melakukan sebuah kesalahan.

Sekolah/ perguruan tinggi merupakan bagian dari organisasi pembelajaran (learning organization) yang harus mampu melahirkan manusia pembelajar. Manusia pembelajar merupakan orang yang menempatkan perbuatan belajar dalam totalitas kehidupannya, bukan sebatas sekolah atau belajar di perguruan tinggi, apalagi hanya untuk mengejar ujian semester dan ujian akhir. Dan bukan pula hanya peserta didik dan anggota komunitas sekolah, komunitas kampus atau komunitas lembaga-lembaga pendidikan lainnya, akan tetapi secara lebih luas masyarakat juga ikut andil dan harus berperan dalam organisasi pembelajaran untuk membentuk manusia pembelajar.

Page 14: Copy of MAKALAH Hukum

Menciptakan dan membentuk manusia pembelajar dalam makna luas tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan, melainkan harus melalui proses reformasi kesadaran. Keseriusan dan rentang waktu yang panjang sangat diperlukan untuk mencapainya. Disamping itu kita juga harus menghadapi tatanan sosial yang nyaris tidak dapat diubah seperti kemalasan, rasa cepat puas, iri dan dengki, tertutup mental, menerima apa adanya, pasrah kepada nasib, dorongan berprestasi yanga rendah, dan sebagainya. Inilah sejumlah perosoalan yang harus dihadapi oleh manusia pembelajar.

Manusia dalam bermasyarakat sangat membutuhkan pendidikan, karena pendidikan memegang peranan penting dalam mewujudkan pembangunan bangsa. Karena melalui pendidikan akan lahir manusia yang mampu memberikan sumbangan pada bangsa dan negara. “Agar terlahir manusia yang mampu memberikan sumbangan terhadap bangsa, maka proses pendidikan harus mendapat perhatian khusus”.

Dalam undang – undang sistem pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 menetapkan tujuan Pendidikan Nasional, yaitu :“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasankan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Jika kita menelisik pada tujuan pendidikan Nasional di atas, sudah barang tentu seharusnya demoralisasi dalam dunia pendidikan tidak akan terjadi dan tidak pernah terjadi, karena tujuan pendidikan nasional tersebut tentu disusun berdasarkan perencanaan yang matang dan akurat agar setiap celah yang dapat merusak pendidikan Indonesia mampu diminimalisir. Namun fakta yang terjadi di lapangan sangatlah berbeda, jauh panggang daripada api. Pendidikan di Indonesia telah mengalami fase demoralisasi karena output yang dihasilkan dari Sekolah/ Perguruan Tinggi tidak dapat mengatasi keterpurukan moral yang terjadi di tengah-tengah masyarakat saat ini.

Penyebab Demoralisasi Pendidikan Indonesia

Demoralisasi bisa kita artikan dengan kerusakan moral/ akhlak. Jika kita kaitkan dengan pendidikan, ini berarti bahwa pendidikan yang berkembang di Indonesia telah kehilangan tujuan mulianya yakni pembentukan moral/ sikap mental peserta didik itu sendiri. Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Moral juga berarti ajaran baik dan buruk perbuatan,

Page 15: Copy of MAKALAH Hukum

dan kelakuan (akhlak). Moralisasi, berarti uraian (pandang, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan yang baik.

Demoralisasi dalam dunia pendidikan sesungguhnya ancaman yang sangat berbahaya terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia. Jika dibiarkan, ia akan menyebabkan lumpuhnya tujuan pendidikan nasional yang kita idam-idamkan. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dituntut peka untuk menyelesaikan persoalan ini. Pembangunan infrastruktur pendidikan seharusnya tidak hanya bertumpu pada pembangunan fisik semata, lebih dari itu perkembangan moral dan karakter peserta didik jauh lebih utama. Karena biar bagaimanapun, intelektualitas yang baik jika tidak dibarengi dengan moralitas yang baik pula, sesungguhnya kita hanya menghasilkan robot-robot manusia, yang hanya pandai melakukan pekerjaan namun tidak mampu menyelesaikan persoalannya sendiri. Sebagai contoh sederhana, coba lihat bagaimana cara peserta didik kita menyelesaikan persoalannya, narkoba dan minuman keras, seolah menjadi teman akrab mereka dan parahnya telah dikultuskan sebagai obat untuk menyelesaikan semua permasalahan.

Di mana ada asap tentu disana akan ada api. Begitu juga halnya dengan masalah Demoralisasi Pendidikan, bahwa persoalan ini muncul bukanlah datang begitu saja melainkan ada penyebabnya. Dalam hal ini, penulis mengungkapkan setidaknya ada 4 (empat) faktor yang menyebabkan munculnya demoralisasi dalam dunia pendidikan Indonesia antara lain : Pertama, Pelaku Pendidikan Tak Mampu Jadi Panutan. Ada ungkapan bijak bahwa Guru dalam kreta bahasa jawi berarti digugu lan ditiru (didengar dan ditaati). Namun seiring perjalanan waktu bahwa ungkapan itu seperti sudah kering akan makna. Guru seolah tak mampu lagi memberikan contoh teladan kepada anak didiknya. Bukan hanya Guru, semua pelaku pendidikan kita hari ini tak mampu lagi memberikan nilai-nilai keteledanan tersebut. Banyak persoalan yang menimpa pelaku pendidikan kita, dari mulai korupsi, asusila, kekerasan dan penyalah gunaan wewenang semuanya datang silih berganti tidak kunjung henti. Sertifikasi Guru dan Dosen yang diharapkan mampu menjadi solusi dari sekian besar masalah yang dihadapi para Guru dan Dosen, kini menjadi masalah baru karena tidak diiringi dengan kualitas mengajar yang baik pula. Dalam hal ini pemerintah melalui Kemendikbud perlu melakukan penelitian, sebenarnya apa yang menjadi faktor penyebab utama munculnya kemerosotan moral dikalangan pelaku pendidikan tersebut. Jika hal ini mampu terjawab, setidaknya kita telah menyelesaikan sebagian kecil dari besarnya masalah yang menimpa institusi pendidikan di Indonesia.

Kedua, Kurikulum Yang Tidak Relevan dengan Kondisi ke-Daerahan. Persoalan kurikulum menurut hemat penulis juga memberikan sumbangsih besar terhadap munculnya demoralisasi dalam dunia pendidikan. Kurikulum merupakan seperangkat

Page 16: Copy of MAKALAH Hukum

bahan ajar yang akan disuguhkan kepada para peserta didik. Kita bisa membayangkan, jika menu nyang disuguhkan itu tidak relevan dengan kebutuhan siswa tentu hanya sia-sia saja. Hal ini sama dengan kita memberikan sagu kepada masyarakat yang dalam kesehariannya makan nasi yang bersumber dari padi. Tentu sagu disuguhkan itu tidak akan memberikan efek apapun terhadap masyarakat tadi dan boleh jadi tidak akan menjadi sumber tenaga mereka karena memang sumber tenaga yang mereka dapat selama ini berasal dari beras yang diolah menjadi nasi. Pemerintah perlu mengkaji ulang kembali kurikulum yang telah disusun tersebut, apakah relevan dengan kebutuhan peserta didik. Kurikulum bagi peserta didik yang tinggal di daerah perkotaan tentu berbeda dengan peserta didik yang tinggal di pedesaan. Begitu juga halnya, kurikulum untuk peserta didik yang tinggal di wilayah pesisir tentu harus berbeda dengan kurikulum untuk peserta didik yang berada di wilayah pertanian. Jangan bicara keseragaman, karena manusia diciptakan oleh Allah swt memilki karakter dan sifat yang berbeda-beda pula. Pemerintah harus lebih bijak dalam menyusun kurikulum pendidikan, agar relevan dengan kebutuhan masing-masing daerah.

Ketiga, Proses Pendidikan Mengabaikan Karakter Peserta Didik. Pemahaman tentang karakteristik siswa bertujuan untuk mendeskripsikan bagian-bagian kepribadian siswa yang perlu diperhatikan untuk kepentingan rancangan pembelajaran. Karakteristik siswa menurut para ahli pendidikan adalah aspek-aspek atau kualitas perseorangan siswa yang telah dimilikinya. Menganalisis karakteristik siswa berarti ditujukan untuk mengetahui cirri-ciri perseorangan siswa. Dari tahapan ini kita akan melangkah untuk mengelompokkan siswa tersebut sesuai dengan karakternya sehingga kita dapat menentukan metode pembelajaran yang tepat untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Yang salah dalam pembelajaran kita hari ini adalah bahwa kurikulum pendidikan yang disusun tidak memperhatikan karakteristik peserta didik yang ada di Indonesia, akan tetapi kita lebih condong kepada barat, sehingga sering menemui kegagalan. Mengetahui karakteristik peserta didik dimana mereka berada mutlak diperlukan agar kurikulum yang diajarkan tidak bertentangan dengan karakter dan budaya yang telah ada dan melekat pada diri peserta didik itu sendiri.

Keempat, Pendidikan Tak Mampu Menjawab Infiltrasi Budaya. Infiltrasi Budaya bisa kita artikan dengan serangan/ virus budaya luar untuk mengikis budaya yang ada di dalam sebuah tempat/ daerah tertentu. Perbedaan dalam meyakini nilai-nilai, cara berpikir, cara hidup dan cara bertindak pada dasarnya merupakan warisan para leluhur yang secara terus menerus menjiwai seluruh kepribadian seseorang dan masyarakatnya, dan akan tetap mewarnai kehidupan masyarakat tersebut.

Page 17: Copy of MAKALAH Hukum

Mengetahui budaya yang telah menjadi tradisi seseorang/ masyarakat harus dijadikan pedoman dalam menyusun rancangan pembelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik. Sering kali para pendidik lupa, mengkaitkan budaya yang sudah ada dengan budaya luar yang mereka dapatkan melalui media cetak maupun elektronik. Benturan kebudayaan lokal dan luar (asing), perlu diperhatikan agar para pendidik dapat memilah-milah mana budaya yang patut ditiru dan mana yang tidak. Jika para pendidik membiarkan begitu saja benturan kebudayaan ini, maka dikhawatirkan akan menambah masalah baru dalam dunia pendidikan kita. Sepakat atau tidak, baangsa yang besar bukan hanya baangsa yang mampu menghargai jasa para pahlawannya akan tetapi adalah mereka yang mampu menghargai budaya nya sendiri. Dan perlu diingat, bahwa cara termudah untuk menghancurkan sebuah bangsa adalah menghilangkan atau merusak budaya yang melekat pada bangsa itu sendiri.

II.4.3 Demoralisasi pada Generasi Muda

Begitu banyak masalah yang menimpa bangsa kita ini, mulai dari pengangguran, kemiskinan, terorisme, dan lain sebagainya. Seluruh elemen masyarakat seakan-akan sibuk dengan segala hal permasalah yang menimpa bangsa ini, sampai mereka melupakan suatu masalah yang sebenarnya sangat besar dan menakutkan yaitu demoralisasi yang telah melanda masyarakat kita. Demoralisasi inilah yang sebenarnya sebagai biang kerok terjadinya seluruh masalah yang menimpa bangsa ini, tetapi kita menganggap masalah demoralisasi adalah masalah yang kecil dan sepele. Kalau saja kita lihat dari segi kata, arti dari demoralisasi adalah kemerosotan akhlak; kerusakan moral. Maka kita akan menemukan segala akar permasalahan yang sekarang telah menimpa bangsa kita. Semua permasalahan yang terjadi berawal dari moralitas kita yang sekarang telah merosot, masalah yang menimpa bangsa kita ini tidak akan berhenti sampai disini saja, tetapi di masa yang akan datang malahan akan lebih menakutkan karena demoralisasi tidak hanya menimpa para pejaban dan golongan tua, tetapi kalangan generasi muda juga cukup luar biasa. Demoralisasi generasi muda yang melanda masyarakat ini cenderung disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu anatara lain :

1. Dampak negatif dari peruhanan sosial

Setiap masyarakat pada dasarnya menginginkan perubahan kearah yang lebih baik ( progress). Tetapi dalam kenyataannya, tidak semua perubahan akan berdampak positif atau menguntungkan , ada juga yang berdampak merugikan masyarakat atau perubahan yang mengarah kemunduran (regress). Di era globalisasi dan modernisasi seperti sekarang ini tampak jelas bahwa didalam masyarakat kita telah terjadi perubahan sosial yang sangat pesat, kalau kita amati, setiap peristiwa atau kejadian disuatu negara dapat kita ketahui dengan cepat bahkan secara langsung lewat TV, radio, internet, sehingga kontak dan komunikasi yang cepat dan efektif diera globalisasi dapat menyebabkan mudahnya unsur-unsur budaya maupun nilai-nilai sosial bangsa asing masuk dan berpengarung pada negara kita, semua itu belum tentu sesuai dengan nilai dan budaya bangsa kita.

Page 18: Copy of MAKALAH Hukum

Dengan adanya globalisasi dan modernisaasi memang membawa banyak manfaat untuk perkembangan dan kehidupan masyarakat, juga di dunia pendidikan akan memudahkan untuk mengembangkan pengetahuan dan teknologi serta informasi, tetapi disisi lain dengan adanya nilai dan unsur budaya asing yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa sangat mengkhawatirkan eksistensi jati diri bangsa dan menyebabkan goncangan budaya ( culture shock), terutama moralitas generasi muda yang belum siap dengan perubahan tersebut. Alvin toffler mengatakan bahwa arus perubahan kini mengemuruh teramat kuat sehingga menumbangkan lembaga, nilai/norma, dan menggoyahkan akar kita. Hasil dari perubahan yang bersumber dari nilai dan budaya asing adakalanya berbeda jauh dari nilai semula yang ada dimasyarakat kita. Apa yang sekarang dianggap wajar dan lazim dilakukan mungkin saja nilai aslinya dianggap sebagai suatu yang menyimpang.

2. Faktor keluarga

Keluarga merupakan tempat pertama dalam penanaman nilai dan norma kepada anak, sehingga di dalam keluarga diharapkan mampu melakukan peranya untuk menjadi media sosialisasi yang sempurna, apabila keluarga tidak mampu menjalankan perannya dengan baik maka yang terjadi anak akan menyimpang perilakukanya dan akan merosot moralitasnya. Banyak demoralisasi dikalangan generasi muda yang disebabkan oleh peran keluarga yang kurang baik, yaitu antara lain:

a. Orang tua kurang memperhatikan anak-anaknya, terlalu sibuk dengan kepentingan sendiri, sehingga anak merasa diabaikan. Hubungan anak dan orang tua menjadi jauh, sedangkan anak sangat memerlukan kasih sayang dan kehangatan dari oarang tuanya, sehingga anak banyak yang mencari kasih sayang dengan caranya sendiri yang kebanyakan negatif.

b. Orang tua terlalu memaksakan kehendak dan gagasannya kepada anak dengan ancaman sanksi sehingga anak merasa cukup berat. Anak menjadi tertekan jiwanya sehingga mereka sering kali melampiaskan dengan cara-cara yang negatif.

3. Salah pergaulan

Diwaktu keluarga tidak lagi mampu memberikan rasa nyaman, kasih sayang, dan perhatian bagi remaja, maka mereka pun mencari diluar rumah. Bergaul dengan orang-orang yang mereka anggap bisa memberikan apa yang mereka tidak dapatkan dikeluarga. Hal demikian akan menimbulkan dua kemungkinan, karena mereka akan mudah terpengaruh dengan pergaulannya, kalau saja pergaulannnya itu melakukan kegiatan positif maka hasilnya akan baik, tetapi akan jadi masalah, apabila pergaulan remaja tersebut di hal-hal yang negatif dan hanya mengejar kesenangana belaka (hedonis). Maka mereka akan menjadi generasi yang menyimpang. Dapat disimpulkan bahwa, Seorang remaja bisa baik maupun buruk moralitasnya salah satunya dipengaruhi lingkungan dalam pergaulannya.

Page 19: Copy of MAKALAH Hukum

Melihat banyaknya faktor yang menyebabkan demoralisasi digenerasi muda, maka sangatlah wajar kalau dalam realita sekarang ini banyak terjadi bentuk-bentuk perilaku generasi muda yang mengarah pada demoralisasi. Perilaku-perilaku yang tersebut antara lain:

a. Krisis etika dikalangan generasi muda

Sikap tidak hormat kepada orang-orang yang lebih tua yang mengarah pada perbuatan kurang ajar, serta perilaku tidak sopan yang selalu dipertontonkan oleh generasi muda merupa wujud dari merosotnya moral generasi muda sekarang ini. Hal inilah yang akan menjadi cikal bakal perbuatan-perbuatan menyimpang lainya. Karena krisis etika dikalangan generasi muda akan mengahancurka jati diri bangsa kita yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai sopan santun. Ketika atmosfir kebebasan mulai merembus ke negara ini, kita melihat dan merasakan merosotnya etika, moral dan nilai-nilai religi yang dahulu sangat kita junjung tinggi. Arus globalisasi informasi melalui TV, Internet ternyata juga membawa pengaruh buruk bagi generasi muda. Media –media ini banyak sekali menontonkan kegiatan-kegiatan yang bisa merusak moralitas dan etika generasi muda, misalnya TV dan internet banyak bisa menemukan tontonan yang berbau pornografi dan pornoaksi, sehingga bisa mengancurkan generasi muda kita.

b. Minum minuman keras dan penyalah gunaan narkotika

Minum minuman keras dan narkotika yang memabukkan akan membuat akal manusia menjadi tercemar dan hilang kesadarannya. Apabila seseorang sudah kecanduan minuman keras dan narkoba maka akal akan rusak. Sedangkan kedudukan akal adalah untuk membedakan anatara manusia dengan binatang. Orang yang mabuk cenderung tidak mampu mengendalikan diri sendiri. Orang tersebut akan melakukan perbuatan yang melanggar nilai dan norma, bahkan bisa berujung pada kematian.Tetapi banyak generasi muda yang tidak memperdulikan akibat dari minum minuma keras dan narkoba, kebanyakan mereka berawal dari iseng-iseng belaka dalam pergaulan tetapi lama kelamaan kan menjadi kebiasaan dalam hidup mereka dan akan menjadi kecanduan dan akhirnya....???? kalau akal kita rusak maka apa bedanya kita dengan binatang???.....

c. Hubungan seks diluar nikah

Hubungan seks diluar nikah tidak dapat dibenarkan oleh norma sosial maupun norma agama. Perbuatan itu menunjukkan telah terjadi kemperosotan moral dan iman bagi para pelakuknya. Karena hubungan seks hanya dibenarkan apabila seseorang sudah resmi menikah. Tetapi dalam masyarakat kita terdapat fakta yang memprihatinkan, banyak lembaga-lembaga survei yang telah mendapatkan hasil surveinya tentang tentang seks diluar nikah luar biasa banyaknya. Salah satunya adalah seperti yang dikutip oleh detik new (didit Tri kertapati) bahwa menurut kepala BKKBN Menjelaskan bahwa Seks sebelum menikah telah dilakukan sejumlah remaja. Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 2010 menunjukkan, 51 persen remaja di Jabodetabek telah melakukan seks pra nikah. "Artinya dari 100 remaja, 51 sudah tidak perawan," ujar Kepala BKKBN Sugiri Syarif usai memberikan sambutan acara Grand Final Kontes Rap dalam memperingati Hari AIDS sedunia di lapangan parkir IRTI monas, Minggu (28/11/2010).

Page 20: Copy of MAKALAH Hukum

Beberapa wilayah lain di Indonesia, seks pra nikah juga dilakukan beberapa remaja. Misalnya saja di Surabaya tercatat 54 persen, di Bandung 47 persen, dan 52 persen di Medan.Bagaimana dengan kehamilan yang tidak diinginkan? "Hasil penelitian di Yogya dari 1.160 mahasiswa, sekitar 37 persen mengalamai kehamilan sebelum menikah," kata Sugiri.Selain itu data tentang penyalahgunaan narkoba menunjukkan, dari 3,2 juta jiwa yang ketagihan narkoba, 78 persennya adalah remaja. Sedangkan penderita HIV/AIDS terus meningkat setiap tahunnya.Estimasi jumlah aborsi di Indonesia per tahun mencapi 2,4 juta jiwa. 800 ribu di antaranya terjadi di kalangan remaja.

Berdasarkan data Kemenkes pada akhir Juni 2010 terdapat 21.770 kasus AIDS dan 47.157 kasus HIV positif dengan persentase pengidap usia 20-29 tahun yakni 48,1 persen dan usia 30-39 tahun sebanyak 30,9 persen. Data tersebut sangatlah memprihatinkan, karena negara kita yang mayoritas memeluk agama Islam. Hal tersebut telah menunjukkan terjadi kemerosotan moral dan iman dikalangan remaja, di dalam islam sudah dijelaskan sangat gamblang tentang larangan Zina, jelas sekali Al-Qur’an melarang perzinahan karena dampak buruk yg diakibatkannya.

Ayat yg melarang zina antara lain adalah, Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah Suatu perbuatan yang keji dan jalan yang sangat buruk.(Al-Isra’:32). maka selayaknya kita merasa prihatin dan mencari penangan atas masalah tersebut secara lebih serius dan komprehensif. Kehamilan remaja di luar nikah tidak hanya membawa dampak negatif bagi si calon ibu, tetapi juga bagi anak yg di kandungnya. Selain itu, keluarga dari remaja yg hamil di luar nikah itu pun akan mengalami tekanan batin tertentu mumgkin akan diterima oleh si remaja maupun keluarganya. Rasa malu pada tetangga dan teman-teman merupakan penderitaan batin tersendiri yg harus ditanggung si remaja dan keluarganya. Meskipun ada sebagian orang yg tidak malu dengan kehamilannya di luar nikah.

d. Kekerasan dikalangan generasi muda

Kekerasan sering dilakukan oleh para remaja sebagai bentuk penyelesaian masalah, hal ini disebabkan karena adanya peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Pada usia remaja biasanya unsur emosionalnya lebih menonjol daripada rasionya. Sehingga mereka sering sekali terlibat tindak kekerasan dalam bentuk perkelahian, sering kali tujuan berkelahi bukan untuk mencapai nilai yang positif, melainkan hanya untuk membalas dendam atau pamer kekuatan.

Dari berbagai kasus demoralisasi di kalangan generasi muda sangat mengundang keprihatinan dan harus segera mencari solusi yang baik. Disini penulis mencoba memberi beberapa solusi yang kiranya bisa sedikit menanggulangi sebagai bentuk pengendalian sosial yang bersifat pencegahan (preventif) maupun setelah terjadinya demoralisasi untuk membangun kembali kemoral yang agak lebih baik (represif). Beberapa solusi tersebut antara lain adalah :

Page 21: Copy of MAKALAH Hukum

1. Mempertebal keimanan dan ketaqwaan dikalangan generasi muda

Benteng yang sangat kokoh dalam menjawab tantangan globalisasi agar kita tidak terjerumus dalam demoralisasi adalah memperkokoh/mempertebal keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah, apabila kita selalu memegang teguh semua ajaran agama kita (Islam) maka kita dengan sendirinya akan bisa memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dilakukan atau mana yang tidak boleh dilakukan. Singkat kata dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah maka kita akan selamat dunia dan akhirat, Amin.

2. Memanfaatkan media sosialisasi keluarga dan sekolah.

Menurut ilmu sosiologi, terjadinya perilaku menyimpang itu disebabkan oleh adanya sosialisasi yang tidak sempurna dan peran media sosialiasi yang tidak baik. Untuk menyelamatkan generasi muda dari demoralisasi maka semua media sosialisasi harus saling mendukung antara satu dengan yang lain agar seorang anak /remaja tertanam nilai dan norma yang sesuai dengan harapan masyarakat.

a. Keluarga

Dalam keadaan normal, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tua dan saudara-saudara. sehingga bisa dikatakan keluarga merupakan media yang pertama dalam penanaman nilai dan norma di dalam diri seorang anak dan akan membentuk kepribadian dan moralitasnya, apabila di dalam keluarga tidak mampu berperan dengan baik dalam menanamkan nilai dan norma, maka si anak akan menjadi kurang baik dalam kepribadian maupun moralnya. Didalam menyikapi masalah demoralisasi generasi muda maka peran keluarga adalah sebagai pilar pertama untuk melakukan perlawanan menuju keperubahan yang baik. Orang tua harus memberi perhatian yang ekstra kepada anak-anaknya agar tidak terjerumus dalam demoralisasi, tetapi tidak dengan jalan mengekang dan memaksa kehendak orang tua kepada anak, orang tua harus memberi perhatian dengan penuh kasih sayang (afeksi) dengan jalan selalu membangun komunikasi antara orang tua dan anak, sehingga anak tidak merasa terabaikan dan lebih dihargai.orang tua juga harus mampu memberi contoh yang baik bagi anak-anaknya baik dalam perilaku, ucapan dan perbuatan. Harapannya agar anak bisa menghormati orang yang lebih tua yang mungkin sekarang sudah mulai budar misalnya berbicara sopan dengan orang tua, berjabat tangan pada guru sebagai rasa hormat dan lain sebagainya.jadikan keluarga itu yang harmonis maka anak akan terhindar dari demoralisasi, ada istilah “rumahku adalah istanaku (surgaku)”

b. Sekolah

Selain keluarga maka sekolah adalah media yang kedua dalam mengatasi masalah demoralisasi yang telah melanda generasi muda. Sekolahan harus mampu mendidik kecerdasan, juga membina moral dan akhlak siswanya. Tetapi sekarang banyak sekolah yang terjebak hanya memprioritaskan agar anak didiknya mampu mendapatkan nilai yang bagus dalam mengerjakan tugas-tugas teoritis tanpa memperhatikan aplikasinya/prakteknya.

Page 22: Copy of MAKALAH Hukum

Jika merujuk pada teori Benjamin S. Bloom (1956) yang dikenal dengan nama taxonomy of educational objectives, keberhasilan pendidikan secara kuantitatif mencakup tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Meskipun demikian, keberhasilan output (lulusan) pendidikan hanyalah merupakan keberhasilan kognitif. Artinya, anak yang tidak pernah sholat pun, jika ia dapat mengerjakan tes PAl (Pendidikan Agama Islam) dengan baik, ia bisa lulus (berhasil), dan jika nilainya baik, ia pun dapat diterima pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga pendidikan moral kadang kala diabaikan dengan alasan ini dan itu, seharusnya sekolah merupakan mitra keluarga dalam pendidikan moral anak. Tetapi kadang kala banyak keluarga yang memikulkan tanggung jawab 100% kepada sekolah dalam pendidikan moral ini. Solusi yang terbaik adalah sekolah dan keluarga harus bergantengan tangan bersama-sama memberi pendidikan moral agar tidak terjadi kemerosotan moral.

3. Aktif di dalam kegiatan-kegiatan positif

Untuk menghindari demoralisasi, yang perlu dilakukan oleh generasi muda adalah dengan aktif di berbagai kegiatan-kegiatan yang positif, karena dengan demikian maka generasi muda akan mempunyai aktifitas yang akan menjauhkan dari kejenuhan, kesepian, dan terhindar dari godaan setan untuk mengisi hidup dengan kemaksiatan. Generasi muda akan selalu terlatih untuk selalu berfikir positif.

Page 23: Copy of MAKALAH Hukum

PENUTUP

Kesimpulan

Moralitas, kemanusiaan, dan peradaban manusia mengalami degradasi dan dekadensi yang semakin parah di hampir setiap lini kehidupan.Terjadi demoralisasi manusia dalam berbagai bentuknya. Akibat demoralisasi, yang sangat membahayakan ini,nilai-nilai harkat dan martabat manusia semakin merosot dan apabila tidak diperbaiki akan hancur. Namun banyak cara untuk mengatasi adanya demoralisasi yang terjadi dalam masyarakat yaitu melalui media sosial yang tersedia.

SARAN