copy internet

Upload: idik-sidik

Post on 13-Jul-2015

115 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

DIAGNOSIS KESULITAN MEMBACA PERMULAAN SISWA SD/MI MELALUI ANALISIS READING READINESS

Winihasih

Abstrak: Pembelajaran membaca di SD/MI yang dilaksanakan pada jenjang kelas 1 dan 2 merupakan pembelajaran membaca tahap awal atau disebut membaca permulaan. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan agar siswa lancar membaca, namun tidak jarang ditemui ada beberapa atau sekelompok siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah melakukan diagnosis kesulitan membaca permulaan melalui analisis reading readiness. Diagnosis kesulitan membaca permulaan merupakan penentuan jenis kesulitan yang dialami siswa dalam penguasaan keterampilan membaca permulaan dengan cara menganalisis penyebab kesulitan dan upaya mengatasinya. Reading readiness atau kesiapan membaca dapat didefinisikan sebagai suatu pernyataan umum tentang kedewasaan, yakni bakat, kemampuan belajar, dan keterampilan seorang anak yang memungkinkan belajar membaca pada situasi pengajaran tertentu. Faktor-faktor yang berkaitan dengan analisis reading readiness yaitu (1) fisik, (2) psikologis (3) jenis kelamin, (4) pengetahuan, dan (5) sosial budaya.

Kata Kunci: membaca, membaca permulaan, siswa SD/MI, reading readiness.

Rajin Membaca, Genggam Dunia!. Jelajahi Dunia melalui Membaca!. Suka Membaca, Tahu Semua! Tiga kalimat tersebut adalah slogan yang memotivasi seseorang agar gemar membaca. Slogan tersebut juga mempunyai makna betapa besar manfaat membaca dalam rangka menambah wawasan. Membaca mempunyai peranan yang besar dalam mencerdaskan suatu masyarakat. Oleh karena itu keterampilan membaca merupakan keterampilan yang perlu dimiliki oleh setiap lapisan masyarakat. Harris dan Sipay (1980:1) mengemukakan bahwa kemampuan membaca mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan masyarakat. Kemampuan membaca menjadi semakin penting karena kehidupan masyarakat juga semakin kompleks. Kemajuan di bidang industri dan teknologi memerlukan orang yang berpendidikan khusus di bidangnya. Untuk itu diperlukan orang yang mempunyai kemampuan dan daya baca yang tinggi untuk mengkaji dan mendalami ilmu pengetahuan dan teknologi. Ellis, dkk. (1989:254) menyatakan bahwa dalam masyarakat yang secara sederhana diasumsikan seluruh anggota masyarakatnya melek huruf atau bisa baca-tulis, membaca merupakan alat yang sangat diperlukan dalam kehidupan modern.Jurnal Sekolah Dasar, Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 1

Winihasih - Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis Reading Readiness

Kebiasaan dan kegemaran membaca perlu ditumbuhkan sejak dini. Dalam rangka menumbuhkan kebiasaan dan kegemaran membaca pada suatu masyarakat perlu dimulai secara bertahap. Salah satu langkah awal dalam menumbuhkan kebiasaan dan kegemaran membaca dalam masyarakat adalah melalui penanaman kebiasaan membaca pada jenjang sekolah. Penanaman kebiasaan membaca tersebut, perlu diupayakan sejak anak berada pada jenjang sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI). Penanaman kebiasaan membaca pada siswa SD/MI, perlu dimulai dari hal yang paling dasar terlebih dahulu yaitu mengupayakan kelancaran membaca pada siswa. Siswa perlu diajak untuk melek huruf atau melek wacana terlebih dahulu. Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD/MI, kegiatan yang berkaitan dengan masalah tersebut terwadahi dalam pembelajaran membaca permulaan, khususnya terdapat pada jenjang kelas 1 atau kelas 2 SD/MI. Dalam kondisi normal, pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan tersebut akan berjalan lancar, artinya siswa dengan mudah memahami apa yang mereka pelajari dalam kegiatan membaca. Namun, tidak jarang ditemui berbagai permasalahan dalam pembelajaran membaca permulaan. Sebagian siswa telah lancar dan tidak mengalami hambatan dalam belajar membaca tetapi sebagian lainnya belum bahkan tidak dapat atau tidak mampu membaca. Dalam kondisi tersebut para guru, orang tua, dan orang dewasa lainnya perlu melakukan diagnosis yang menyebabkan anak mengalamai kesulitan dalam belajar membaca. Dalam bahasan berikut ini dikemukakan salah satu diagnosis kesulitan membaca permulaan siswa SD/MI melalui analisis reading readiness.

HAKIKAT MEMBACA Pada hakikatnya membaca merupakan proses memahami dan merekonstruksi makna yang terkandung dalam bahan bacaan. Pesan atau makna yang terkandung dalam teks bacaan merupakan interaksi timbal balik, interaksi aktif, dan interaksi dinamis antara pengetahuan dasar yang dimiliki pembaca dengan kalimat-kalimat, fakta, dan informasi yang tertuang dalam teks bacaan. Informasi yang terdapat dalam bacaan merupakan informasi yang kasat mata atau dapat disebut dengan sumber informasi visual. Pengetahuan dasar yang sebelumnya telah dimiliki pembaca merupakan informasi yang tersimpan dalam memori otak/pikiran pembaca atau dapat disebut dengan sumber informasi nonvisual. Kedua macam sumber informasi tersebut perlu dimiliki secara berimbang oleh pembaca. Artinya kemampuan mengenal informasi visual perlu diikutiJurnal Sekolah Dasar, Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 2

Winihasih - Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis Reading Readiness

dengan pengetahuan dasar yang diperlukan untuk memahami suatu teks bacaan. Demikian pula sebaliknya, pengetahuan dasar yang telah dimiliki perlu dilanjutkan dengan kemampuan memahami informasi visual yang ada pada teks bacaan. Kemampuan penunjang lain yang perlu dimiliki pembaca yaitu kemampuan menghubungkan gagasan yang dimiliki dengan materi bacaan. Dalam kaitannya dengan pemahaman dan perekonstruksian pesan atau makna yang terkandung dalam teks bacaan, Harris dan Sipay (1980) menyatakan bahwa membaca merupakan proses menafsirkan makna bahasa tulis secara tepat. Pengenalan makna kata sesuai dengan konteksnya merupakan prasyarat yang diperlukan untuk memahami pesan yang terdapat pada bahan bacaan. Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang bersifat reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca seseorang akan memperoleh informasi, memperoleh ilmu dan pengetahuan serta pengalaman-pengalaman baru. Semua yang diperoleh melalui bacaan akan memungkinkan seseorang mampu mempertinggi daya pikirnya, mempertajam pandangannya, dan memperluas wawasannya (Zuchdi dan Budiasih, 1996/1997:49). Pendapat tersebut menekankan tentang pentingnya membaca bagi peningkatan kualitas diri seseorang. Seseorang akan gagap teknologi dan gagap informasi apabila jarang atau tidak pernah melakukan kegiatan membaca. Informasi tentang ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, politik, sosial kemasyarakatan dan berbagai informasi aktual lainnya senantiasa berkembang pesat dari hari ke hari. Segala macam informasi dan perkembangan zaman tersebut selain dapat diikuti dari media elektronik (misalnya TV), juga dapat diikuti melalui media cetak dengan cara membaca. Kedua macam media informasi tersebut masingmasing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Media elektronik dapat diakses dengan cara yang lebih santai karena tinggal menonton suatu tayangan di TV. Kelemahannya, tayangan tersebut tidak dapat ditonton ulang apabila kita membutuhkan informasi tersebut. Media cetak yang diakses dengan cara membaca mempunyai kekurangan dari segi pembaca, yakni ketersediaan waktu yang kurang mencukupi dalam membaca, kurangnya kemampuan memahami teks bacaan, rendahnya motivasi dalam membaca, kurangnya kebiasaan membaca, dsb. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan media elektronik (misalnya TV), kegiatan membaca mempunyai kelebihan yakni teks bacaan tersebut dapat dibaca ulang apabila informasi dalam teks bacaan tersebut sewaktu-waktu diperlukan. Dari hakikat membaca yang telah diuraikan tersebut dapat dikemukakan bahwa kegiatan membaca mempunyai berbagai macam tujuan dan manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Setiap orang yang akan melakukan kegiatan membaca tentu mempunyai maksud mengapa dia perluJurnal Sekolah Dasar, Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 3

Winihasih - Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis Reading Readiness

membaca teks tersebut yang selanjutnya dapat mengambil manfaat setelah kegiatan membaca berlangsung. Manfaat kegiatan membaca antara lain (1) sebagai media rekreatif; (2) media aktualisasi diri; (3) media informatif; (4) media penambah wawasan; (5) media untuk mempertajam penalaran; (6) media belajar suatu keterampilan, (7) media pembentuk kecerdasan emosi dan spiritual; dsb. Oleh karena kegiatan membaca mempunyai berbagai manfaat dalam kehidupan, maka kegiatan membaca perlu dilatihkan secara intensif dalam pembelajaran di sekolah, utamanya dimulai dari jenjang SD/MI. Pembelajaran membaca di SD/MI secara intensif dilatihkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Secara umum pembelajaran membaca di SD/MI dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu membaca permulaan dan membaca lanjut. Dalam bahasan berikut ini selanjutnya difokuskan tentang pembelajaran membaca permulaan serta bagamana mendiagnosis kesulitannya apabila dalam pelaksanaannya ternyata siswa SD/MI mengalami hambatan dalam belajar membaca.

PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN DI SD/MI Pembelajaran membaca permulaan di SD/MI mempunyai nilai yang strategis bagi pengembangan kepribadian dan kemampuan siswa. Pengembangan kepribadian dapat ditanamkan melalui materi teks bacaan (wacana, kalimat, kata, suku kata, huruf/bunyi bahasa) yang berisi pesan moral, nilai pendidikan, nilai sosial, nilai emosional-spiritual, dan berbagai pesan lainnya sebagai dasar pembentuk kepribadian yang baik pada siswa. Demikian pula dengan pengembangan kemampuan juga dapat diajarkan secara terpadu melalui materi teks bacaan yang berisi berbagai pengetahuan dan pengalaman baru yang pada akhirnya dapat berimplikasi pada pengembangan kemampuan siswa. Akhadiah (1992) dalam Zuchdi dan Budiasih (1996/1997:49) menyatakan bahwa melalui pembelajaran membaca, guru dapat mengembangkan nilai-nilai moral, kemampuan bernalar dan kreativitas anak didik. Kegiatan membaca permulaan tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan menulis permulaan. Artinya, kedua macam keterampilan berbahasa tersebut dapat dilatihkan secara bersamaan. Ketika siswa belajar membaca, siswa juga belajar mengenal tulisan yakni berupa huruf-suku kata-katakalimat yang dibaca. Setelah belajar membaca satuan unit bahasa tersebut, siswa perlu belajarJurnal Sekolah Dasar, Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 4

Winihasih - Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis Reading Readiness

bagaimana menuliskannya. Demikian pula sebaliknya, ketika siswa belajar menulis huruf-suku katakata-kalimat, siswa juga belajar bagaimana cara membaca satuan unit bahasa tersebut. Meskipun pembelajaran membaca dan menulis permulaan dapat diajarkan secara terpadu, namun pelaksanaannya tetap dilakukan secara bertahap, dimulai kegiatan membaca terlebih dahulu baru kemudian dipadukan dengan kegiatan menulis. Hal itu dilakukan karena keterampilan membaca dapat diprediksikan mempunyai tingkat kesulitan lebih rendah dari pada keterampilan menulis yang mempunyai tingkat kesulitan lebih tinggi karena perlu melibatkan keterampilan penunjang khusus yaitu berkaitan dengan kesiapan keterampilan motorik siswa. Meskipun mempunyai keterampilan membaca mempunyai tingkat kesulitan lebih rendah, namun masih cukup banyak dijumpai berbagai kasus tentang kesulitan anak dalam membaca. Oleh karena itu dalam bahasan ini difokuskan pada pembelajaran membaca, yakni membaca permulaan di SD/MI Hasil belajar yang diharapkan dalam pembelajaran Membaca Permulaan di kelas 1 SD/MI antara lain siswa dapat (1) membiasakan diri dan bersikap dengan benar dalam membaca gambar tunggal, gambar seri, dan gambar dalam buku; (2) membaca nyaring suku kata, kata, label, angka Arab, kalimat sederhana; (3) membaca bersuara (lancar) kalimat sederhana terdiri atas 3 5 kata; (4) membacakan penggalan cerita dengan lafal dan intonasi yang tepat (Depdiknas, 2003). Hasil belajar yang telah ditetapkan dalam kurikulum tersebut dapat dikembangkan sesuai dengan kemampuan dan kondisi siswa. Pencapaiannya juga perlu dilakukan secara bertahap berdasarkan tingkat kesulitan materi, kemampuan siswa, kondisi lingkungan setempat, ketersediaan sarana dan prasarana, dsb. Pembiasaan diri dalam bersikap dalam membaca termasuk langkah awal dalam pembelajaran membaca permulaan. Siswa SD/MI perlu dilatih bagaimana sikap duduk dalam membaca, berapa jarak ideal antara mata dengan bahan bacaan, bagaimana cara meletakkan buku atau posisi di meja, bagaimana cara memegang buku, bagaimana cara membuka halaman demi halaman pada buku yang dibaca, dsb. Setelah materi tersebut dikuasai, baru mulai dilakukan pembelajaran membaca nyaring tentang suku kata, kata, label, angka Arab, serta kalimat sederhana. Dalam pelaksaanaan pembelajarannya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu induktif dan deduktif. Model induktif yaitu model pembelajaran dari khusus ke umum, sedangkan model deduktif yaitu model pembelajaran dari umum ke khusus. Dalam model induktif, siswa SD/MI diperkenalkan unit bahasa terkekil terlebih dahulu baru kemudian mengenalkan kalimat danJurnal Sekolah Dasar, Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 5

Winihasih - Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis Reading Readiness

wacana. Jadi, siswa diperkenalkan dulu bunyi-bunyi bahasa atau huruf huruf, baru diperkenalkan suku kata. Dari suku kata selanjutnya diperkenalkan kata dan dilanjutkan pengenalan kalimat serta teks bacaan utuh atau wacana. Metode pembelajaran membaca menulis permulaan yang menggunakan model pembelajaran induktif tersebut adalah (1) Metode Abjad; (2) Metode Bunyi; (3) Metode Suku Kata; dan (4) Metode Kata Lembaga. Dalam Depdikbud (1991/1992) disebutkan bahwa Metode Abjad adalah metode pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan langkah-langkah pengenalan/membaca hurufm merangkai huruf menjadi suku kata, menggabungkan suku kata menjadi kalimat. Metode Bunyi mempunyai kesamaan dengan Metode Huruf, hanya berbeda dari segi cara melafalkan huruf atau bunyi bahasa yang sedang dipelajari. Metode Suku Kata adalah metode pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan langkah-langkah menyajikan kata-kata yang sudah dikupas menjadi suku kata. Kemudian suku-suku kata itu dirangkaikan menjadi kata, dan langkah terakhir merangkai kata menjadi kalimat. Metode ini hampir sama dengan Metode Kata Lembaga, yakni pembelajaran membaca dan menulis permulaan yang pelaksanaan pembelajarannya dimulai dengan mengenalkan kata. Dalam Zuchdi dan Budiasih (1996/1997) disebutkan bahwa kata lembaga adalah kata-kata yang sudah dikenal anak. Dalam model deduktif, siswa SD/MI diperkenalkan unit bahasa terbesar terlebih dahulu (kalimat, wacana) baru kemudian mengenalkan kata, suku kata, sampai dengan huruf-huruf atau bunyi-bunyi bahasa. Metode pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran deduktif tersebut adalah (1) Metode Global dan Metode SAS. Zuchdi dan Budiasih (1996/1997)menyatakan bahwa Metode Global timbul sebagai akibat adanya pengaruh psikologi gestalt, yang berpendapat bahwa suatu kebulatan atau kesatuan akan lebih bermakna dari pada jumlah bagian-bagiannya. Dalam penerapannya metode ini memperkenalkan kepada siswa SD/MI beberapa kalimat untuk dibaca. Meskipun siswa belum mengenal huruf-huruf atau kata, siswa tetap diajarkan untuk membaca kalimat tersebut dengan cara menirukan ulang kalimat yang dibaca oleh.guru. Selanjutnya satu di antara kalimat tersebut diambil dan digunakan sebagai contoh dari kalimat yang akan dianalisis. Kalimat-kalimat tersebut diuraikan atyas kata, suku kata, huruf-huruf. Sesudah siswa mengenal huruf-huruf, barulah huruf-huruf tersebut dirangkaikan menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata-kata menjadi kalimat.

Jurnal Sekolah Dasar, Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 6

Winihasih - Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis Reading Readiness

Istilah SAS berasal dari singkatan Struktural Analisis Sintetik. Meode SAS adalah metode pembelajaran membaca dan menulis permulaan yang dimulai dengan langkah bercerita sambil menunjukkan gambar pendukung. Setelah itu siswa diajak untuk membaca gambar tersebut, yang dilanjutkan dengan membaca kalimat yang ada di bawah gambar. Selanjutnya gambar dilepas atau diambil dan tinggal kalimatnya. Siswa berlatih membaca kalimat tanpa bantuan gambar (proses struktural). Kalimat tersebut lalu dianalisis menjadi kata, suku kata, huruf-huruf (proses analitik). Langkah terakhir adalah menggabungkan kembali huruf-huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata-kata menjadi kalimat (proses sintetik). Metode-metode pembelajaran membaca permulaan tersebut merupakan alternatif upaya yang dilakukan agar siswa melek huruf atau melek wacana . Dengan kata lain metode pembelajaran membaca permulaan tersebut merupakan alternatif cara yang dapat dipilih oleh guru agar siswa SD/MI dapat membaca dengan lancar. Setelah siswa dapat membaca dengan lancar, barulah siswa dilatih untuk membaca berbagai teks bacaan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dalam rangka melancarkan keterampilan membaca, diajarkan pula cara melafalkan kata dan kalimat yang benar serta diajarkan pula bagaimana intonasi yang wajar dalam membaca. Selain teks nonsastra, teks sastra dikenalkan pula pada anak dalam pembelajaran membaca permulaan, misalnya dalam pembelajaran membacakan penggalan cerita dengan lafal dan intonasi yang tepat.

ANALISIS READING READINESS PADA PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN DI SD/MI Siswa SD/MI perlu memiliki keterampilan membaca yang memadahi. Pembelajaran membaca di SD/MI yang dilaksanakan pada jenjang kelas 1 dan 2 merupakan pembelajaran membaca tahap awal atau disebut membaca permulaan. Penguasaan keterampilan membaca permulaan mempunyai nilai yang strategis bagi penguasaan mata pelajaran lain di SD/MI Oleh karena itu semua siswa SD/MI perlu diupayakan agar dapat membaca dan memiliki kelancaran dalam membaca. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan agar siswa lancar membaca, namun tidak jarang ditemui ada beberapa atau sekelompok siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca. Dalam kondisi tersebut guru, orang tua, atau orang dewasa yang dekat dengan anak perlu mengupayakan bantuan dan pendampingan agar anak yang mengalami kesulitan membaca tersebut segeraJurnal Sekolah Dasar, Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 7

Winihasih - Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis Reading Readiness

mendapatkan penanganan yang tepat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melakukan diagnosis kesulitan membaca permulaan melalui analisis reading readiness. Dalam bidang kedokteran, kata diagnosis berarti penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti/memeriksa gejala-gejalanya. Dalam bidang sosial, kata diagnosis berarti pemeriksaan terhadap suatu hal (Depdiknas, 2002). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa diagnosis kesulitan membaca permulaan merupakan penentuan jenis kesulitan yang dialami siswa dalam penguasaan keterampilan membaca permulaan dengan cara menganalisis penyebab kesulitan dan upaya mengatasinya. Harris dan Sipay (1980:19) menyatakan bahwa Reading readiness atau kesiapan membaca dapat didefinisikan sebagai suatu pernyataan umum tentang kedewasaan, yakni bakat, kemampuan belajar, dan keterampilan seorang anak yang memungkinkan belajar membaca pada situasi pengajaran tertentu. Faktor-faktor yang berkaitan dengan analisis reading readiness atau kesiapan membaca yaitu (1) fisik, (2) psikologis (3) jenis kelamin, (4) pengetahuan, dan (5) sosial budaya. Faktor fisik yang berkaitan dengan kesiapan membaca antara lain berkaitan dengan penglihatan, pendengaran, dan kekurangan nutrisi. Penglihatan mempunyai kaitan yang sangat erat dengan kegiatan membaca. Apabila siswa SD/MI mempunyai gangguan penglihatan yang parah, tentulah perlu bantuan paramedis. Namun apabila gangguan penglihatan itu masih dalam batas toleransi maka gangguan penglihatan yang berkaitan dengan kegiatan membaca tersebut dapat diatasi dengan cara tertentu. Agar mempunyai tingkat kesiapan membaca yang maksimal maka diperlukan alat penunjang kegiatan membaca yang sesuai. Misalnya, gambar dan tulisan yang akan dijadikan alat untuk belajar membaca harus berukuran besar dengan ukuran tinggi huruf kurang lebih 1 cm. Apabila pembelajaran membaca dilaksanakan menggunakan media papan tulis, maka dipayakan menggunakan papan tulis dengan jenis yang tidak mengkilat supaya tidak menyilaukan pandangan. Selain itu perlu juga diupayakan menggunakan ruangan yang mempunyai cahaya yang terang atau menggunakan lampu yang terang. Di samping memiliki kesiapan dari segi penglihatan, faktor fisik lainnya yang berkaitan dengan kegiatan membaca bagi siswa SD/MI adalah faktor pendengaran. Seperti halnya penglihatan, apabila siswa SD/MI mempunyai gangguan pendengaran yang parah, tentulah perlu bantuan paramedis atau menggunakan alat elektronik sebagai alat bantu pendengaran. Namun apabila gangguan pendengaran itu masih dalam batas toleransi maka gangguan pendengaran yangJurnal Sekolah Dasar, Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 8

Winihasih - Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis Reading Readiness

berkaitan dengan kegiatan membaca tersebut dapat diatasi dengan cara tertentu. Misalnya, siswa yang mempunyai gangguan pendengaran tersebut diletakkan pada tempat yang dekat dengan pengajar, yakni pada tempat duduk deretan paling depan. Pada waktu-waktu tertentu, guru dan orang dewasa lainnya yang sedang mengajarkan membaca permulaan pada siswa SD/MI perlu duduk berdekatan atau berdampingan dengan siswa yang belajar membaca dengan sedikit menambah volume suara di atas suara normal. Selain itu siswa SD/MI yang mengalami gangguan pendengaran tersebut harus selalu menatap wajah, terutama mulut atau gerak bibir guru dan orang dewasa lainnya yang sedang mengajarkan membaca. Faktor fisik dengan penglihatan dan pendengaran normal belum menjamin siswa SD/MI dapat berhasil dalam membaca. Faktor fisik lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah fakor nutrisi. Nutrisi merupakan makanan bergizi yang diperlukan tubuh manusia. Apabila seorang anak kekurangan nutrisi maka tubuhnya akan lemah dan tidak memempunyai tenaga atau kekuatan untuk berbuat sesuatu. Apabila tubuh lemah, maka secara tidak langsung akan berpengaruh pada kemampuan untuk belajar sesuatu, termasuk belajar membaca. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kekurangan nutrisi dapat mengakibatkan siswa SD/MI mengalami kesulitan dalam belajar membaca permulaan. Dalam kondisi demikian maka guru atau pihak sekolah perlu bekerja sama dengan lembaga terkait dan bekerja sama dengan pihak orang tua siswa. Kegiatan yang dapat dilakukan misalnya menghubungi lembaga pemberi bantuan dana kesehatan. Melalui lembaga ini siswa akan mendapatkan bantuan kesehatan berupa pemberian vitamin tertentu dan tambahan makanan bergizi lainnya. Bentuk kerja sama dengan orang tua yaitu memotivasi orang tua supaya selalu memberi makanan yang bergizi pada anaknya terutama memberikan sarapan atau makan pagi. Makanan yang diberikan kepada anak tidak harus mahal, tetapi harus mengandung gizi yang baik. Analisis kesiapan membaca juga dapat dilihat dari faktor psikologis. Kondisi psikis yang baik dapat diprediksikan dapat berpengaruh pada tingkat kesiapan membaca. Apabila siswa SD/MI berada pada kondisi psikis yang tidak seimbang, maka perlu dicari penyebab dan upaya mengatasinya. Guru atau orang dewasa lainnya yang mengajarkan keterampilan membaca perlu memberikan motivasi, semangat, dorongan, serta memberikan harapan pada siswa tentang manfaat apa yang akan diperoleh siswa apabila dapat atau lancar membaca. Selain itu, pembelajaran membaca perlu diupayakan dalam proses pembelajaran yang menyenangkan. Sebelum pembelajaran membaca berlangsung, siswa perlu diajak bercerita, mendengarkan dongeng, atauJurnal Sekolah Dasar, Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 9

Winihasih - Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis Reading Readiness

melihat gambar-gambar yang menarik. Melalui upaya tersebut siswa SD/MI diharapkan berada dalam kondisi psikis yang baik sehingga mempunyai tingkat kesiapan membaca yang baik pula. Dengan demikian siswa SD/MI tidak akan mengalami kesulitan dalam belajar membaca. Pada umumnya perbedaan jenis kelamin mempunyai kaitan dengan minat seseorang anak terhadap belajar sesuatu. Huss (dalam Huck, 1987) menyatakan keterkaitan antara minat baca dengan perbedaan usia dan jenis kelamin, antara lain anak laki-laki tampak menyukai petualangan, sedangkan anak perempuan menyukai fiksi. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa siswa SD/MI yang mengalami kesulitan dalam belajar membaca perlu diberikan pemancing berupa ceritacerita, dongeng-dongeng, atau gambar-gambar yang sesuai dengan jenis kelamin dan kecenderungan minatnya. Hal lain yang berkaitan dengan analisis kesiapan membaca adalah pengetahuan. Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui oleh anak. Pengetahuan tersebut berupa pengalaman-pengalaman baik pengalaman yang dialami sendiri maupun pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Semua pengetahuan atau pengalaman yang tersimpan dalam memori otak tersebut akan memperkaya wawasan anak. Pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki itu akan mempermudah dalam belajar membaca, karena anak dapat mengaitkan antara pengalaman dan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan apa yang dipelajari dalam membaca. Apabila siswa mengalami kesulitan dalam membaca disebabkan kurangnya pengetahuan yang dimiliki, maka permasalahan tersebut dapat diatasi dengan memberikan informasi yang menarik secara terus-menerus dan berkesinambungan kepada siswa SD/MI. Dengan demikian permasalahan kesulitan membaca yang disebabkan kurangnya pengetahuan dapat diatasi sejak dini. Faktor sosial budaya tidak kalah pentingnya dalam analisis reading readiness atau kesiapan membaca. Pada bahasa ini faktor sosial budaya hanya difokuskan pada budaya baca atau kebiasaan membaca. Budaya baca di lingkungan tempat tinggal siswa maupun budaya baca di lingkungan sekolah mempunyai kaitan dengan kesiapan membaca. Apabila budaya baca pada lingkungan rumah maupun sekolah cukup baik, maka diharapkan anak telah memiliki tingkat kesiapan membaca yang baik. Budaya baca di lingkungan tempat tinggal siswa memang tidak dapat dikontrol secara langsung, namun hanya dapat diatasi dengan cara menghimbau agar orang tua dan anggota keluarga untuk meningkatkan budaya baca di rumah. Agar siswa SD/MI tidak mengalami kesulitan dalam belajar membaca maka perlu diciptakan budaya baca di sekolah maupun di lingkungan rumah. Dengan demikian diharapkan semua siswa akan memiliki tingkat kesiapan membaca yang baik.Jurnal Sekolah Dasar, Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 10

Winihasih - Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis Reading Readiness

SIMPULAN Setiap kegiatan pembelajaran diharapkan dapat mencapai target hasil belajar tertentu. Salah satu target hasil belajar yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran membaca permulaan adalah siswa memiliki kelancaran dalam membaca. Pembelajaran membaca permulaan dilaksanakan dengan berbagai metode. Setiap metode pembelajaran membaca permulaan mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Metode yang satu akan melengkapi metode yang lain. Guru dapat memilih salah satu atau menggabungkan berbagai metode sesuai dengan kondisi siswa dan tersedianya sarana pendukung lainnya. Selain itu, guru juga boleh menciptakan model baru dalam pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan. Pembelajaran membaca permulaan di SD/MI diharapkan akan berhasil apabila siswa telah memiliki kesiapan membaca. Apabila ternyata masih ada siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca maka perlu dilakukan diagnosis kesulitan membaca. Diagnosis kesulitan membaca perlu ditinjau dari berbagai aspek. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah melakukan diagnosis kesulitan membaca permulaan melalui analisis reading readiness. Melalui analisis ini maka kesulitan siswa SD/MI dalam membaca permulaan diharapkan dapat diatasi dengan baik.

DAFTAR RUJUKAN Depdiknas, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Depdiknas, 2003. Kurikulum 2004. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa. Jakarta: Depdiknas. Ellis, A; Pennau, J; Standal, T; & Rummel, MK. 1989. Elementary Language Arts Instruction. New Jersey: Prentice-Hall Inc. Harris, AJ dan Sipay, ER. 1980. How to Increase Reading Ability. New York: Longman Inc. Huck, CS. 1987. Children Literature in The Elementary School. Fort Worth: Holt, Rinehart and Winston Inc. Zuchdi, D dan Budiasih. 1996/1997. Pendidikan Bahasa Indonesia di Kelas Rendah. Jakarta: Proyek Pengembangan PGSD Dirjen Dikti Depdikbud.

Jurnal Sekolah Dasar, Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 11

Winihasih - Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis Reading Readiness

PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PERMAINAN BAHASA DI KELAS AWAL SEKOLAH DASAR Sri Nuryati Abstrak: Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik. oLeh karena itu guru perlu merancang pembelajaran membaca dengan baik sehingga mampu menumbuhkan kebiasan membaca sebagai suatu yang menyenangkan. Suasana belajar harus dapat diciptakan melalui kegiatan permainan bahasa dalam pembelajaran membaca. Hal itu sesuai dengan karakteristik anak yang masih senang bermain. Permainan memiliki peran penting dalam perkembangan kognitif dan sosial anak. Kata kunci: Membaca permulaan, permainan, sekolah dasar.Membaca merupakan salah satu ketrampilan berbahasa yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar. Keempat aspek tersebut dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu (1) ketrampilan yang bersifat menerima (reseptif) yang meliputi ketrampilan membaca dan menyimak, (2) ketrampilan yang bersifat mengungkap (produktif) yang meliputi ketrampilan menulis dan berbicara (Muchlisoh, 1992: 119). Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) bertujuan meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi secara efektif, baik lisan maupun tertulis. Ketrampilan membaca sebagai salah satu ketrampilan berbahasa tulis yang bersifat reseptif perlu dimiliki siswa SD agar mampu berkomunikasi secara tertulis. oLeh karena itu, peranan pengajaran Bahasa Indonesia khususnya pengajaran membaca di SD menjadi sangat penting. Peran tersebut semakin penting bila dikaitkan dengan tuntutan pemilikan kemahirwacanaan dalam abad informasi (Joni, 1990). Pengajaran Bahasa Indonesia di SD yang bertumpu pada kemampuan dasar membaca dan menulis juga perlu diarahkan pada tercapainya kemahirwacanaan. Ketrampilan membaca dan menulis, khususnya ketrampilan membaca harus segera dikuasai oleh para siswa di SD karena ketrampilan ini secara langsung berkaitan dengan seluruh proses belajar siswa di SD. Keberhasilan belajar siswa dalam mengikuti proses kegiatan belajar-mengajar diJurnal Sekolah Dasar, Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 12

Winihasih - Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis Reading Readiness

sekolah sangat ditentukan oleh penguasaan kemampuan membaca mereka. Siswa yang tidak mampu membaca dengan baik akan mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran untuk semua mata pelajaran. Siswa akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami informasi yang disajikan dalam berbagai buku pelajaran, buku-buku bahan penunjang dan sumbersumber belajar tertulis yang lain. Akibatnya, kemajuan belajarnya juga lamban jika dibandingkan dengan teman-temannya yang tidak mengalami kesulitan dalam membaca. Menurut pandangan whole language membaca tidak diajarkan sebagai suatu pokok bahasan yang berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan dalam pembelajaran bahasa bersama dengan ketrampilan berbahasa yang lain.Kenyataan tersebut dapat dilihat bahwa dalam proses pembelajaran bahasa, ketrampilan berbahasa tertentu dapat dikaitkan dengan ketrampilan berbahasa yang lain. Pengaitan ketrampilan berbahasa yang dimaksud tidak selalu melibatkan keempat ketrampilan berbahsa sekaligus, melainkan dapat hanya mengakut dua ketrampilan saja sepanjang aktivitas berbahasa yang dilakukan bermakna. Pembelajaran membaca di SD dilaksanakan sesuai dengan pembedaan atas kelas-kelas awal dan kelas-kelas tinggi. Pelajaran membaca dan menulis di kelas-kelas awal disebut pelajaran membaca dan menulis permulaan, sedangkan dikelas-kelas tinggi disebut pelajaran membaca dan menulis lanjut. Pelaksanaan membaca permulaan di kelas I sekolah dasar dilakukan dalam dua tahap, yaitu membaca periode tanpa buku dan membaca dengan menggunakan buku. Pembelajaran membaca tanpa buku dilakukan dengan cara mengajar dengan menggunakan media atau alat peraga selain buku misalnya kartu gambar, kartu huruf, kartu kata dan kartu kalimat, sedangkan membaca dengan buku merupakan kegiatan membaca dengan menggunakan buku sebagai bahan pelajaran. Tujuan membaca permulaan di kelas I adalah agar Siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat (Depdikbud, 1994/1995:4). Kelancaran dan ketepatan anak membaca pada tahap belajar membaca permulaan dipengaruhi oleh keaktifan dan kreativitas guru yang mengajar di kelas I. Dengan kata lain, guru memegang peranan yang strategis dalam meningkatkan ketrampilan membaca siswa. Peranan strategis tersebut menyangkut peran guru sebagai fasilitator, motivator, sumber belajar, dan organisator dalam proses pembelajaran. guru yang berkompetensi tinggi akan sanggup menyelenggarakan tugas untuk

Jurnal Sekolah Dasar, Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 13

Winihasih - Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis Reading Readiness

mencerdaskan bangsa, mengembangkan pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan membentuk ilmuwan dan tenaga ahli. Menurut Badudu (1993: 131) pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia di SD SMU ialah guru terlalu banyak menyuapi, tetapi kurang menyuruh siswa aktif membaca, menyimak, menulis dan berbicara. Proses belajar-mengajar dikelas tidak relevan dengan yang diharapkan, akibatnya kemampuan membaca siswa rendah. Untuk mengoptimalkan pembelajaran membaca permulaan di SD salah satu alternatif yang dapat dilakukan ialah melalui permainan bahasa. Guru perlu menyediakan bahan yang menarik yang dapat menyajikan tantangan bagisiswa untuk giat secara aktif dan kreatif mengotak-atik apa yang dihadapinya. Bahan tersebut hasrulah sesuai dengan perkembangan emosi dan sosial anak. Anak di kelas permulaan (usia 6 - 8 tahun) berada pada fase bermain. Dengan bermain anak akan senang belajar, semakin senang anak semakin banyak yang diperolehnya. Permainan memiliki peranan penting dalam perkembangan kognitif dan sosial anak (Dworetzky, 1990). Karena dalam bermain guru mendukung anak belajar dan mengembangkannya (Wood, 1996).

a. Hakikat Membaca Membaca adalah proses aktif dari pikiran yang dilakukan melalui mata terhadap bacaan. Dalam kegiatan membaca, pembaca memroses informasi dari teks yang dibaca untuk memperoleh makna (Vacca, 1991: 172). Membaca merupakan kegiatan yang penting dalam kehidupan seharihari, karena membaca tidak hanya untuk memperoleh informasi, tetapi berfungsi sebagai alat untuk memperluas pengetahuan bahasa seseorang. Dengan demikian, anak sejak kelas awal SD perlu memperoleh latihan membaca dengan baik khususnya membaca permulaan. Para ahli telah mendefiniskan tentang membaca dan tidak ada criteria tertentu untuk menentukan suatu definisi yang dianggap paling benar. Menurut Harris dan Sipay (1980: 8) memebaca sebagai suatu kegiatan yang memebrikan respon makna secara tepat terhadap lambang verbal yang tercetak atau tertulis.Pemahaman atau makna dalam membaca lahir dari interaksi antara persepsi terhadap simbol grafis dan ketrampilan bahasa serta pengetahuan pembaca. Dalam interaksi ini, pembaca berusaha menciptakan kembali makna sebagaimana makna yang ingin

Jurnal Sekolah Dasar, Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 14

Winihasih - Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis Reading Readiness

disampikan oleh penulis dan tulisannya. Dalam proses membaca itu pembaca mencoba mengkreasikan apa yang dimaksud oleh penulis. Dilain pihak, Gibbon (1993: 70-71) mendefinisikan membaca sebagai proses memperoleh m,akna dari cetakan. Kegiatan membaca bukan sekedar aktivitas yang bersifat pasif dan reseptfi saja, melainkan mengehdaki pembaca untuk aktif berpikir.Untuk memperoleh makna dari teks, pembaca harus menyertakan latar belakang bidang pengetahuannya, topik, dan pemahaman terhadap sistem bahasa itu sendiri. Tanpa hal-hal tersebut selembar teks tidak berarti apa-apa bagi pembaca. Dalam kegiatan membaca terjadi proses pengolahan informasi yang terdiri atas informasi visual dan informasi nonvisual (Smith, 1985: 12). Informasi visual, merupakan informasi yang dapat diperoleh melalui indera penglihatan, sedangkan informasi nonvisual merupakan informasi yang sudah ada dalam benak pembaca.Karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbeda-beda dan dia menggunakan pengalaman itu untuk menafsirkan informasi visual dalam bacaan,maka isi bacaan itu akan berubah-ubah sesuai dengan pengalamn penafsirannya(Anderson, 1972: 211). Pembaca yang telah lancar pada umumnya meramalkan apa yang dibacanya dan kemudian menguatkan atau menolak ramalannya itu berdasarkan apa yang terdapat dalam bacaan. Permaalan dibuat berdasarkan pada tiga kategori sistem yaitu aspek sistematis, sintaksis dan grafologis. Menurut Wilson dan peters (dalam Cleary, 1993: 284) bahwa membaca merupakan suatu proses menysun makna melalui interaksi dinamis diantara pengetahuan pembaca yang telah ada, informasi yang telah dinyatakan oleh bahasa tulis, dan konteks situasi pembaca. Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa membaca adalah proses interaksi antara pembaca dengan teks bacaan. Pembaca berusaha memahami isi bacaan berdasarkan latar belakang pengetahuan dan kompetensi kebahasaannya.Dalam proses pemahaman bacaan tersebut, pembaca pada umumnya membuat ramalan-ramalan berdasarkan sistem semantik, sintaksis, grafologis, dan konteks situasi yang kemudian diperkuat atau ditolak sesuai dengan isi bacaan yang diperoleh.

b. Pengertian Membaca PermulaanJurnal Sekolah Dasar, Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 15

Winihasih - Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis Reading Readiness

Membaca permulaan dalam pengertian ini adalah membaca permulaan dalam teori ketrampilan, maksudnya menekankan pada proses penyandian membaca secara mekanikal. Membaca permulaan yang menjadi acuan adalah membaca merupakan proses recoding dan decoding (Anderson, 1972: 209).Membaca merupakan suatu proses yang bersifat fisik dan psikologis. Proses yang bersifat fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual. Dengan indera visual, pembaca mengenali dan membedakan gambar-gambar bunyi serta kombinasinya. Melalui proses recoding, pembaca mengasosiasikan gambargambar bunyi beserta kombinasinya itu dengan bunyi-bunyinya. Dengan proses tersebut, rangkaian tulisan yang dibacanya menjelma menjadi rangkaian bunyi bahasa dalam kombinasi kata, kelompok kata, dan kalimat yang bermakna. Disamping itu, pembaca mengamati tanda-tanda baca untuk mrmbantu memahami maksud baris-baris tulisan. Proses psikologis berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi. Melalui proses decoding, gambar-gambar bunyi dan kombinasinya diidentifikasi, diuraikan kemudian diberi makna. Proses ini melibatkan knowledge of the world dalam skemata yang berupa kategorisasi sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam gudang ingatan (Syafi ie, 1999: 7). Menurut La Barge dan Samuels (dalam Downing and Leong, 1982: 206) proses membaca permulaan melibatkan tiga komponen, yaitu (a) visual memory (vm), (b) phonological memory (pm), dan (c) semantic memory (sm). Lambang lambang fonem tersebut adalah kata, dan kata dibentuk menjadi kalimat. Proses pembentukan tersebut terjadi pada ketiganya. Pada tingkat VM, huruf, kata dan kalimat terlihat sebagai lambang grafis, sedangkan pada tingkat PM terjadi proses pembunyian lambang. Lambang tersebut juga dalam bentuk kata, dan kalimat. Proses pada tingkat ini bersumber dari VM dan PM. Akhirnya pada tingkat SM terjadi proses pemahaman terhadap kata dan kalimat. Selanjutnya dikemukakan bahwa untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan (a) lambang-lambang tulis, (b) penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan (c) memasukkan makna dalam kemahiran bahasa. Pada tingkatan membaca permulaan, pembaca belum memiliki ketrampilan kemampuan membaca yang sesungguhnya, tetapi masih dalam tahap belajar untuk memperoleh ketrampilan / kemampuan membaca.

Jurnal Sekolah Dasar, Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 16

Winihasih - Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis Reading Readiness

Membaca pada tingkatan ini merupakan kegiatan belajar mengenal bahasa tulis. Melalui tulisan itulah siswa dituntut dapat menyuarakan lambang-lambang bunyi bahasa tersebut,untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan (a) lambang-lambang tulis, (b) penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan (c) memasukkan makna dalam kemahiran bahasa.Membaca permulaan merupakan suatu proses ketrampilan dan kognitif. Proses ketrampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat. c.Pembelajaran Membaca Permulaan Pembelajaran memabaca permulaan diberikan di kelas I dan II. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut (Akhadiah, 1991/1992: 31). Pembelajaran membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan belajar membaca (learning to read). Membaca lanjut merupakan tingkatan proses penguasaan membaca untuk memperoleh isi pesan yang terkandung dalam tulisan.Tingkatan ini disebut sebagai membaca untuk belajar (reading to learn). Kedua tingkatan tersebut bersifat kontinum, artinya pada tingkatan membaca permulaan yang fokus kegiatannya penguasaan sistem tulisan, telah dimulai pula pembelajaran membaca lanjut dengan pemahaman walaupun terbatas. Demikian juga pada membaca lanjut menekankan pada pemahaman isi bacaan, masih perlu perbaikan dan penyempurnaan penguasaan teknik membaca permulaan (Syafi ie,1999: 16). d.Pengertian Permainan Permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak dikenali sampai pada yang diketahui, dan dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu melakukannya. Bermain bagi anak memiliki nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari. Pada permulaan setiap pengalaman bermain memiliki resiko. Ada resiko bagi anak untuk belajar misalnya naik sepeda sendiri, belajar meloncat. Unsur lain adalah pengulangan. Anak mengkonsolidasikan ketrampilannya yang harus diwujudkannya dalam berbagai permainan dengan nuansa yang berbeda. Dengan cara ini anak memperoleh pengalaman tambahan untuk melakukan aktivitas lain. Melalui permainan anak dapat menyatakan kebutuhannya tanpa dihukum atauJurnal Sekolah Dasar, Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 17

Winihasih - Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis Reading Readiness

terkena teguran misalnya bermain boneka diumpamakan sebagai adik yang sesungguhnya (Semiawan, 2002: 21). Berkaitan dengan permainan Pellegrini dan Saracho, 1991 (dalam Wood,1996:3) permainan memiliki sifat sebagai berikut: (1) Permaianan dimotivasi secara personal, karena memberi rasa kepuasan. (2) pemain lebih asyik dengan aktivitas permainan (sifatnya spontan) ketimbang pada tujuannya. (3) Aktivitas permainan dapat bersifat nonliteral. (4) Permainan bersifat bebas dari aturan aturan yang dipaksakan dari luar, dan aturan-aturan yang ada dapat dimotivasi oleh para pemainnya. (5) Permainan memerlukan keterlibatan aktif dari pihak pemainnya. Menurut Framberg (dalam Berky, 1995) permainan merupakan aktivitas yang bersifat simbolik, yang menghadirkan kembali realitas dalam bentukpengandaian misalnya, bagaimana jika, atau apakah jika yang penuh makna. Dalam hal ini permainan dapat menghubungkan pengalamanpengalaman menyenangkan atau mengasyikkan, bahkan ketika siswa terlibat dalam permainan secara serius dan menegangkan sifat sukarela dan motivasi datang dari dalam diri siswa sendiri secara spontan. Menurut Hidayat (1980:5) permainan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) adanya seperangkat peraturan yang eksplisit yang mesti diindahkan oleh para pemain, (2) adanya tujuan yang harus dicapai pemain atau tugas yang mesti dilaksanakan. e. Permainan Bahasa Permainan bahasa merupakan perminan untuk memperoleh kesenangan dan untuk melatih ketrampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis). Apabila suatu permainan menimbulkan kesenangan tetapi tidak memperoleh ketrampilan berbahasa tertentu, maka permainan tersebut bukan permainan bahasa. Sebaliknya, apabila suatu kegiatan melatih ketrampilan bahasa tertentu, tetapi tidak ada unsur kesenangan maka bukan disebut permainan bahasa. Dapat disebut permainan bahasa, apabila suatu aktivitas tersebut mengandung kedua unsur kesenangan dan melatih ketrampilan berbahasa (menyimak,berbicara, membaca dan menulis). Setiap permainan bahasa yang dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran harus secara langsung dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Anak-anak pada usia 6 8 tahun

masih memerlukan dunia permainan untuk membantu menumbuhkan pemahaman terhadap diri mereka. Pada usia tersebut, anak-anak mudah merasa jenuh belajar di kelas apabila dijauhkan dari dunianya yaitu dunia bermain. Permainan hampir tak terpisahkan dengan kehidupan manusia. BaikJurnal Sekolah Dasar, Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 18

Winihasih - Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis Reading Readiness

bayi, anak-anak, remaja, orang dewasa semua membutuhkan permainan. Tentunya dengan jenis dan sifat permainan yang berbeda-beda sesuai dengan jenis kelamin, bakat dan minat masingmasing. Tujuan utama permainan bahasa bukan semata-mata untuk memperoleh kesenangan, tetapi untuk belajar ketrampilan berbahasa tertentu misalnya menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Aktivitas permainan digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan cara yang menyenangkan. Menurut Dewey (dalam Polito, 1994) bahwa interaksi antara permainan dengan pembelajaran akan memberikan pengalaman belajar yang sangat penting bagi anak-anak. Menang dan kalah bukan merupakan tujuan utama permainan. Dalam setiap permainan terdapat unsur rintangan atau tantangan yang harus dihadapi. Tantangan tersebut kadang-kadang berupa masalah yang harus diselesaikan atau diatasi, kadang pula berupa kompetisi. Masalah yang harus diselesaikan itulah yang dapat melatih ketrampilan berbahasa.Alat permainan baik realistik maupun imajinatif, buatan pabrik maupun alamiah memiliki peranan yang cukup besar dalam membantu merangsang anak dalam menggunakan bahasa. Keberadaan alat-alat permainan dapat memabntu dan meningkatkan daya imajinasi anak. f. Pembelajaran Membaca Melalui Permainan Bahasa Belajar konstrultivisme mengisyaratkan bahwa guru tidak memompakan pengetahuan ke dalam kepala pebelajar, melainkan pengetahuan diperoleh melalui suatu dialog yang ditandai oleh suasana belajar yang bercirikan pengalaman dua sisi. Ini berarti bahwa penekanan bukan pada kuantitas materi, melainkan pada upaya agar siswa mampu menggunakan otaknya secara efektif dan efisien sehingga tidak ditandai oleh segi kognitif belaka, melainkan oleh keterlibatan emosi dan kemampuan kreatif. Dengan demikian proses belajar membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan siswa (Semiawan, 2002:5).

Dalam hal ini guru tidak hanya sekedar melaksanakan apa yang ada dalam kurikulum, melainkan harus dapat menginterpretasi dan mengembangkan kurikulum menjadi bentuk pembelajaran yang menarik. Pembelajaran dapat menarik apabila guru memiliki kreativitas denganJurnal Sekolah Dasar, Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 19

Winihasih - Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis Reading Readiness

memasukkan aktivitas permainan ke dalam aktivtas belajar siswa. Penggunaan bentuk-bentuk permainan dalam pembelajaran akan memberi iklim yang menyenangkan dalam proses belajar, sehingga siswa akan belajar seolah-olah proses belajar siswa dilakukan tanpa adanya keterpaksaan, tetapi justru belajar dengan rasa keharmonisan. Selain itu, dengan bermain siswa dapat berbuat agak santai. Dengan cara santai tersebut, sel-sel otak siswa dapat berkembang akhirnya siswa dapat menyerap informasi, dan memperoleh kesan yang mendalam terhadap materi pelajaran. Materi pelajaran dapat disimpan terus dalam ingatan jangka panjang (Rubin, 1993 dalam Rofi uddin, 2003). Permainan dapat menjadi kekuatan yang memberikan konteks pembelajaran dan perkembangan masa kanak-kanak awal. Untuk itu perlu, diperhatikan struktur dan isi kurikulum sehingga guru dapat membangun terdiri atas : (1) Perencanaan yang mencakup penetapan sasaran dan tujuan, (2) Pengorganisasian, dengan mempertimbangkan ruang, sumber, waktu dan orang dewasa, (3)Pelaksanaan, yang mencakup aktivitas dan perencanaan, pembelajaran yang diinginkan, dan (4) assesmen dan evaluasi yang meliputi alur umpan balik pada perencanaan (Wood, 1996:87). Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, guru dapat melakukan simulasi pembelajaran dengan menggunakan kartu berseri (flash card). Kartu-kartu berseri tersebut dapat berupa kartu bergambar. Kartu huruf, kartu kata, kartu kalimat. Dalam pembelajaran membaca permulaan guru dapat menggunakan Strategi bermain dengan memanfaatkan kartu-kartu huruf. Kartu-kartu huruf tersebut digunakan sebagai media dalam permainan menemukan kata. Siswa diajak bermain dengan menyusun huruf-huruf menjadi sebuah kata yang berdasarkan teka-teki atau soal-soal yang dibuat oleh guru. Titik berat latihan menyusun huruf ini adalah ketrampilan mengeja suatu kata (Rose and Roe, 1990). Dalam pembelajaran membaca teknis menurut Mackey (dalam Rofi uddin,2003:44) guru dapat menggunakan strategi permainan membaca, misalnyaJurnal Sekolah Dasar, Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 20

kerangka pedagogis bagi permainan. Struktur kurikulum

peran

Winihasih - Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis Reading Readiness

cocokkan kartu, ucapkan kata itu, temukan kata itu, kontes ucapan, temukan kalimat itu, baca dan berbuat dan sebagainya. Kartu-kartu kata maupun kalimat digunakan sebagai media dalam permainan kontes ucapan. Para siswa diajak bermain dengan mengucapkan atau melafalkan katakata yang tertulis pada kartu kata. Pelafalan kata-kata tersebut dapat diperluas dalam bentuk pelafalan kalimat bahasa Indonesia. Yang dipentingkan dalam latihan ini adalah melatih siswa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa (vokal, konsonan, dialog, dan cluster) sesuai dengan daerah artikulasinya (Hidayat dkk, 1980). Untuk memilih dan menentukan jenis permainan dalam pembelajaran membaca permulaan di kelas, guru perlu mempertimbangkan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran dan kondisi siswa maupun sekolah. Dalam tujuan pembelajaran, guru dapat mengembangkan salah satu aspek kognitif, psikomotor atau sosial atau memadukan berbagai aspek tersebut. Guru juga perlu mempertimbangkan materi pembelajaran, karena bentuk permainan tertentu cocok untuk materi tertentu. Misalnya, untuk ketrampilan berbicara guru dapat menyediakan jenis permainan dua boneka, karena dengan permainan ini dapat mendorong siswa berani tampil secara ekspresif. g. Permainan Kata Permainan kata dan huruf dapat memberikan suatu situasi belajar yang santai dan menyenagkan. Siswa dengan aktif dilibatkan dan dituntut untuk memberikan tanggapan dan keputusan. Dalam memainkan suatu permainan, siswa dapat melihat sejumlah kata berkali-kali, namun tidak dengan cara yang membosankan. Guru perlu banyak memberikan sanjungan dan semangat. Hindari kesan bahwa siswa melakukan kegagalan. Jika permainan sukar dilakukan oleh siswa, maka guru perlu membantu agar siswa merasa senang dan berhasil dalam belajar.

1.Memilih Kata Cara membuatJurnal Sekolah Dasar, Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 21

Winihasih - Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis Reading Readiness

Pada kartu yang panjang ditempeli sebuah gambar sederhana. Di samping gambar ditulis suatu pilihan tiga kata, satu yang sesuai dengan gambar dan dua yang mirip dengan gambar. Pada punggung kartu warnai suatu ruang untuk menyatakan kata yang benar. Kemudian disediakan jepit kertas. Cara Bermain Dua orang siswa memutuskan kata mana yang sepadan dengan gambar, kemudian menaruh jepit di samping kartu kata itu. Untuk mengecek baliklah kartu. 2.Melengkapi Kalimat Pada kartu yang panjang tertulis kalimat dengan satu kata hilang. Pada kartu tersebut diberi celah untuk kata-kata yang hilang. Kemudian membuat kartu gambar yang cocok dengan celah itu. Cara membuat Sebuah kalimat ditulis diatas kartu panjang dengan satu kata dihilangkan.Pada kata yang dihilangkan tersebut dilubangi untuk menyelipkan kartu yang cocok untuk melengkapi kalimat. Kemudian membuat kartu-kartu kata yang salah satunya cocok untuk celah pada kartu kalimat. Cara Bermain Satu atau dua orang membaca kalimat dan mencocokkan kartu-kartu gambar dalam spasi yang kosong. Kemudian siswa menyelipkan kartu kata yang cocok pada celah kartu kalimat. Batu Loncatan Cara Membuat Karton atau kertas digunting menjadi sejumlah bundaran. Pada bundaran tersebut ditulis nama anggota keluarga atau teman-teman. Kertas dapat bermacam-macam warna. Cara Bermain Guru melakukan suatu perintah, misalnya Loncat ke Ayah . Siswa harus menemukan bundaran yang benar dan melompat disitu sambil menunggu perintah selanjutnya. Dapat jugaJurnal Sekolah Dasar, Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 22

Winihasih - Diagnosis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa SD/MI Melalui Analisis Reading Readiness

diubah menjadi sebuah permainan pembentukan kalimat. Dengan memasukkan kata kerja dan bagian-bagian lain dari bahasa lisan. Siswa harus melompat ke bundaran-bundaran itu dalam urutan yang benar agar tersusun sebuah kalimat. SIMPULAN Dalam melakukan pembelajaran membaca permulaan bagi siswa SD perlu diselingi permainan-permainan, sebab dengan permainan siswa dapat belajar dengan senang, gembira sehingga dapat membebaskan dari berbagai kendala psikologis yang menghambat pembelajaran membaca, misalnya rasa takut, malas, bosan. Tujuan utama pembelajaran dengan permainan bahasa adalah bukan semata-mata untuk memperoleh kesenangan, tetapi untuk belajar ketrampilan berbahasa tertentu, misalnya menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Aktivitas permainan digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan cara yang menyenangkan. Disamping itu permainan dapat digunakan sebagai penguatan (reinforcement).Siswa kelas awal SD masih memerlukan dunia permainan untuk membantu menumbuhkan pemahaman terhadap diri mereka. Pada usia tersebut, siswa mudah merasa jenuh belajar di kelas apabila dijauhkan dari dunianya yaitu dunia bermain. Setiap permainan terdapat unsur rintangan atau tantangan yang harus dihadapi. Tantangan tersebut berupa masalah yang harus diatasi atau diselesaikan. Bahkan dapat berupa kompetisi yang memunculkan potensi baru.Tantangan yang diselesaikan tersebut dapat melatih ketrampilan berbahasa siswa.Disamping dapat melatih siswa memiliki kepekaan daya nalar, emosional, dansosial.

Jurnal Sekolah Dasar, Tahun 14, Nomor 1, Mei 2005 23