copy (2) of peran progesteron dalam patogenesis mioma uteri

Upload: muhaymin-mohaidin

Post on 10-Oct-2015

53 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Copy (2) of Peran Progesteron Dalam Patogenesis Mioma Uteri

TRANSCRIPT

Referat

Referat

Universitas Andalas

PERAN PROGESTERON DALAM PATOGENESIS

MIOMA UTERI

Oleh :

Hendri Zola

Peserta PPDS

Pembimbing

Dr. H.K. SUHEIMI, SpOG (K)

Bagian/ SMF Obstetri dan Ginekologi

FK Unand/PERJAN RS. Dr. M. Djamil Padang

2005PERAN PROGESTERON DALAM PATOGENESIS

MIOMA UTERI

(Hendri Zola,

BAB I

PENDAHULUAN

Mioma uteri adalah tumor jinak uterus yang terbanyak pada wanita usia reproduktif. Angka kejadian berkisar 20-77% dari seluruh wanita premenopause, namun hanya 20-30% yang memberi keluhan klinis dan kebanyakan asimtomatik. Saat ini mioma uteri merupakan salah satu masalah yang penting dibidang ginekologi dan menjadi indikasi terbanyak operasi-operasi dibidang ginekologi.

Namun faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya belum jelas. Selama ini estrogen dianggap sebagai promotor utama pertumbuhan mioma, tetapi tidak ada bukti yang mendukung bahwa estrogen secara langsung menstimulasi pertumbuhan mioma. Transformasi neoplastik dari myometrium menjadi mioma berupa mutasi somatik dari myometrium normal dan interaksi seks steroid dan faktor pertumbuhan lokal (local growth factor). Penelitian terbaru menduga bahwa progesteron dan reseptor progesteron mengatur aktivitas mitosis mioma.

Beberapa penelitian klinis menunjukkan terjadinya pengecilan ukuran mioma uteri setelah pemberian preparat antiprogesteron RU 486. Penelitian klinis yang lain menunjukkan terjadinya pembesaran ukuran mioma pada wanita yang diterapi dengan progesteron sintetik. Dilain pihak pemberian preparat anti progesteron menunjukkan pengecilan ukuran mioma. Hal ini mendukung peran penting progesteron dalam pertumbuhan mioma.

Berdasarkan pertimbangan diatas dalam tinjauan pustaka ini kami dicoba dibahas peran progesteron dalam patogenesis mioma uteri.

BAB II

PROGESTERON

2.1. Biosintesa Hormon steroid disintesis dari kolesterol yang dapat dijumpai dalam kelenjar dalam bentuk bebas atau ter-esterifikasi pada asam lemak (ester kolesterol). Kolesterol dapat berasal dari lipoprotein sirkulasi ataupun dari ester kolesterol kelenjar yang diubah menjadi pregnenolon dengan pembuangan suatu fragmen karbon-6 dari asam isokaproat. Reaksi ini merupakan langkah penentu kecepatan proses biosintesis dan dikontrol oleh luteinizing hormon (LH) dari hipofisis anterior.1,2 Pregnenolon yang terbentuk dari reaksi ini akan diubah menjadi progesteron atau menjadi 17(-hidroksipregnenolon. Pengubahan menjadi progesteron memerlukan kerja dehidrogenase 3(-hidroksisteroid dan isomerase (5,4-ketosteroid yang akan menggeser ikatan ganda dari (5 ke posisi (4. Progesteron disekresi dalam jumlah besar oleh korpus luteum setelah ovulasi. Selain itu progesteron juga berfungsi sebagai prekursor androgen dan estrogen karena merupakan substrat dari enzim P450cl7 (17(-hidroksilase) yang akan mengubahnya menjadi 17(-hidroksiprogesteron dalam retikulum endoplasma. Sesudah 17(-hidroksilasi, rantai samping dua karbon dapat dipisahkan oleh enzim P450cl7 (17,20-liase) membentuk androgen.(gambar 1)1,217(-hidroksipregnenolon diubah oleh enzim P450c17 (liase) menjadi dehidroepiandrosteron (DHEA). Senyawa ini kemudian diubah lagi menjadi androstenedion. Kepentingan relatif dari jaras ini terhadap produksi androgen tidaklah jelas. Androstenedion merupakan androgen utama yang disekresi oleh ovarium, tetapi DHEA dan testoteron juga dilepaskan dalam jumlah kecil.Selama siklus menstruasi, pengaturan biosintesis dan pelepasan hormon ini diatur oleh gonadotropin. Selama kehamilan, unit fetal-plasenta akan menghasilkan hormon steroid dalam jumlah besar. Plasenta menghasilkan progesteron yang akan dilepas kedalam sirkulasi ibu dan sejumlah besar pregnenolon yang dilepas kedalam sirkulasi janin. Pengubahan enzimatik pregnenolon oleh adrenal dan hati janin akan menghasilkan steroid termasuk 16-hidroksi epiandrosteron sulfat, yang selanjutnya akan diubah menjadi estriol dan estrogen lain dalam plasenta, dan dilepaskan kedalam sirkulasi ibu 1,3

aromatase

aromatase

Gambar 1 : Biosintesis progesteron (Granner,1997)

2.2. MetabolismeWaktu paruh progesteron hanya sekitar lima menit dan akan dikeluarkan secara cepat dari sirkulasi. Dengan laju ekspresi yang cepat, maka progesteron dengan cepat diubah menjadi pregnandiol dan dikonjugasi dengan asam glukoronat di hati.(gambar 2). Natrium pregnandiol-20-glukoronida merupakan metabolit utama progestin yang ditemukan dalam urine manusia. Progesteron hanya berperan dalam sinergisme dengan estrogen, atau dengan perkataan lain, baru akan memiliki efek setelah ada pengaruh estradiol (E2) sebelumnya, karena E2 memacu biosintesis reseptor progesteron 1,2,3

Gambar 2: Metabolisme progesteron (Granner, 1997)2.3. Fungsi progesteron Dalam perjalanan suatu siklus, setelah mendapat pengaruh E2 sebelumnya, progesteron selama fase luteal menimbulkan peralihan sekretorik endometrium, yang sangat penting sebagai persiapan uterus untuk menerima dan mempertahankan kehamilan. Perubahan-perubahan ini mencapai puncaknya pada hari ke 22 siklus. Tetapi bila progesteron terlalu lama bekerja, maka akan menyebabkan degenerasi endometrium sehingga tidak cocok lagi untuk suatu nidasi. Progesteron juga mengurangi kontraksi miometrium, yang sangat penting artinya untuk masa kehamilan. Pada serviks ia mengadakan perubahan konsistensi lendir sedemikian rupa, sehingga praktis tidak dapat ditembus oleh sperma. Ini merupakan pengaruh kontrasepsi dari progesteron di tahap permulaan dari siklus. 3,4,5Progestin menurunkan aliran darah tepi dan dengan demikian mengurangi kehilangan panas, sehingga suhu tubuh cenderung meningkat selama fase luteal siklus menstruasi ketika hormon steroid ini diproduksi. Peningkatan suhu ini, yang biasanya sebesar 0,5C, digunakan sebagai indikator yang menunjukkan peristiwa ovulasi.2Progesteron bertanggungjawab terhadap perkembangan alveolar aparatus sekretori payudara. Progesteron meningkatkan perkembangan dari lobulus dan alveoli payudara, mengakibatkan sel-sel alveolar ber-floliferasi, membesar dan menjadi bersifat sekretorik. 2,3 Progestin umumnya memerlukan keberadaan estrogen pada saat sebelumnya atau pada saat yang bersamaan, dan hal ini mungkin terjadi karena estrogen merangsang produksi reseptor progesteron.

BAB III

MIOMA UTERI

Mioma uteri merupakan tumor jinak uterus yang sering ditemui pada wanita usia reproduksi. Angka kejadian berkisar 20-77% dari seluruh wanita premenopause, namun hanya 20-30% yang memberi keluhan klinis dan kebanyakan asimtomatik. Mioma uteri lebih sering ditemukan pada wanita kulit hitam dibandingkan dengan wanita kulit putih. Saat ini mioma uteri merupakan salah satu masalah yang penting dibidang ginekologi dan menjadi indikasi terbanyak operasi-operasi dibidang ginekologi. Di Amerika Serikat 30% histerektomi dilakukan karena mioma uteri. Dari 650.000 histerektomi dilakukan per tahun, sebanyak 175.000 disebabkan oleh mioma uteri.6,7,8 Penyebab mioma uteri belum diketahui dengan pasti, diduga ada pengaruh genetik dan hormonal dari pertumbuhan tumor ini.8 Berdasarkan asalnya tumorigenesis mioma dibagi menjadi 4 bagian yaitu :

1. Adanya faktor resiko.

2. Inisiator.

3. Promoter.

4. Efektor.

Faktor resiko adalah karakteristik yang berhubungan dengan mioma yang diperoleh dari studi epidemiologi. Faktor resiko ini dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mempelajari etiologi dan pencegahannya. Inisiator dari mioma belum diketahui, hanya sedikit teori yang mencoba menjelaskan tentang inisiasi dari mioma ini. Faktor genetik diduga juga ikut mempunyai peran

Hormon-hormon ovarium yaitu estrogen dan progesteron berperan sebagai promotor dalam tumorigenesis mioma. Sedangkan sebagai efektornya adalah berbagai macam growth factor. 8,9 Faktor resiko

Inisiator

Promotor

Efektor

Mioma uteriInisiasi pertumbuhan mioma3.1. Faktor resiko mioma uteri 8

Faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan mioma uteri secara epidemiologi adalah sebagai berikut :

a. Usia menarche

Mioma uteri dihubungkan dengan wanita yang mengalami menarche lebih awal. Wanita dengan usia menarche 10 tahun mempunyai resiko lebih tinggi mendapatkan mioma uteri dari pada wanita dengan usia menarche 16 tahun. Hal ini diduga bahwa wanita dengan sikus menstruasi lebih awal akan meningkatkan jumlah pembelahan sel myometrium selama usia reproduktif, sehingga meningkatkan mutasi genetik yang mengontrol proliferasi mioma uteri. b. ParitasBeberapa penelitian menunjukkan terdapatnya hubungan timbal balik antara paritas dengan resiko terjadinya mioma uteri, dimana wanita nullipara mempunyai resiko lebih tinggi mendapatkan mioma uteri dari pada wanita multipara. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan akan mengurangi resiko paparan dengan estrogen. Sedangkan pada nullipara lebih lama mengalami mengalami paparan dengan estrogen.c. UmurMioma banyak terdapat pada usia perimenopause. Hal ini dihubungkan dengan saat titik puncak dari stimulasi estrogen dan progesteron. d. MenopauseMioma uteri jarang terjadi pada usia menopause dan biasanya mioma uteri mengecil pada usia menopause. Hal ini disebabkan hilangnya rangsangan hormonal pada usia menopause sehingga resiko operasi pada wanita menopause lebih kecil.

e. Olah ragaPada wanita yang lebih banyak latihan fisik (olah raga), mempunyai resiko yang lebih kecil karena dengan olah raga akan mengurangi konversi androgen menjadi estrogen dalam jaringan lemak.

f. ObesitasObesitas akan meningkatkan resiko terjadinya mioma uteri. Ross dkk. (1986) menemukan peningkatan berat badan 10 kg. akan meningkatkan resiko mioma sebesar 21%. Shikora dkk. (1991) menemukan 51% pasien dengan mioma uteri yang menjalani histerektomi atau miomektomi memiliki berat badan lebih (obesitas dan 16% diantaranya merupakan obesitas berat).

Hubungan antara obesitas dan meningkatnya resiko mioma uteri mungkin berhubungan dengan faktor hormonal yang mempengaruhi obesitas. Berbagai hubungan yang relevan antara hormon dan obesitas telah diketahui. Terdapat peningkatan yang bermakna konversi androgen adrenal menjadi estron pada jaringan adiposa sehingga terjadi peningkatan kadar estrogen. Sex hormon binding globulin (SHBG) yang diproduksi hepar menurun sehingga meningkatkan jumlah estrogen yang aktif secara fisiologis. Sirkulasi estrogen pada wanita postmenopause berasal dari metabolisme androgen oleh jaringan perifer termasuk jaringan lemak. Dua mekanisme ini berpengaruh pada wanita postmenopause. Pada wanita premenopause yang mengalami obesitas, penurunan metabolisme estradiol oleh jalur hidrosilasi akan mengurangi perubahan estradiol menjadi metabolit yang tidak aktif dan akan menghasilkan keadaan hiperestrogenemia.g. MerokokTerdapat penurunan resiko terjadinya mioma uteri pada wanita perokok dari pada wanita bukan perokok. Hal ini disebabkan efek antiestrogen dari rokok. Nikotin pada rokok akan menghambat konversi androgen menjadi estron. Kadar hormon sex binding globulin yang tinggi pada wanita perokok akan mengurangi kadar estrogen aktif dalam darah.10 h. Kontrasepsi oralDari literatur disebutkan bahwa efek penggunaan oral kontrasepsi pada pertumbuhan mioma tidak konsisten. Parazini, dkk (1992) melaporkan bahwa tidak ada pengaruh penggunaan oral kontrasepsi pada kejadian mioma. Di lain pihak John and Martin (1971) melaporkan bahwa penggunaan oral kontrasepsi mempunyai peran pada pertumbuhan mioma. Sedangkan Ross (1986) menyatakan bahwa efek dari oral kontrasepsi terhadap mioma tergantung dari komposisi estrogen dan jenis progresteron dari oral kontrasepsi itu sendiri, dimana pada penggunaan preparat progesteron ethynodral diasetat dilaporkan terjadi kenaikan insiden mioma uteri.i. Ras

Mioma uteri lebih banyak ditemukan pada wanita kulit hitam dari pada wanita kulit putih. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan etnik yang menyebabkan perbedaan level estrogen sirkulasi yang dihubungkan dengan kontrol diet dan metabolisme estrogen. Penelitian yang dilakukan dengan pemberian diet tinggi lemak rendah serat pada wanita kulit hitam dan kulit putih didapatkan pada wanita kulit hitam mempunyai kadar serum estron, estradiol dan estrogen bebas yang lebih tinggi dari pada wanita kulit putih. Disamping itu ditemukan perbandingan metabolit estrogen 2-hidrosiestron (2-OHE1)/16(-hidrosiestron (16-OHE1) yang lebih rendah pada wanita kulit hitam. Sehingga wanita kulit hitam lebih banyak terpapar dengan estrogen dari pada wanita kulit putih. Perbedaan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor lain yang belum diketahui.3.2. InisiasiAspek terpenting dari etiologi mioma uteri adalah inisiatornya, namun sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Beberapa teori saat ini telah berkembang, salah satu hipotesisnya adalah bahwa peningkatan level estrogen dan progesteron akan meningkatkan laju mitosis pada pembentukan mioma dengan meningkatkan mutasi somatik. Tanda lain adalah ditemukannya kelainan pada myometrium yaitu dengan meningkatnya jumlah reseptor estrogen pada myometrium dengan mioma uteri. 12 Faktor predisposisi genetik telah diduga berdasarkan banyaknya insiden mioma uteri pada ras tertentu.Teori lain yang menarik adalah teori yang menyatakan bahwa patogenesis mioma berhubungan dengan respon terhadap jejas dengan cara yang analog dengan perkembangan keloid (hipertopik scar) setelah pembedahan. Salah satu jejas yang potensial adalah iskemia yang berhubungan dengan pelepasan vasokonstriktor pada saat menstruasi. Peningkatan sekresi prostaglandin dan vasopresin oleh endometrium pada pasien dengan dismenore yang terjadi lebih dari 70% wanita setelah 5 tahun pertama setelah menarche.8 Diduga otot polos myometrium bereaksi terhadap jejas melalui cara yang analog dengan otot polos vaskuler yang bertransformasi dari kontraktil fenotip menjadi proliferatif sintetik fenotip, dimana setelah terjadi jejas vaskuler terjadi peningkatan basic fibroblas growth factor (bFGF) yang mengakibatkan peningkatan kecepatan proliferasi dan sintesis matriks ekstraseluler. Hal ini juga terjadi pada mioma dimana pada sel sel mioma ditemukan juga peningkatan bFGF.8 3.3. Promoter (estrogen dan progesteron)

Estrogen dulunya disebut sebagai promoter utama pertumbuhan mioma uteri. Hal ini berdasarkan pada pengamatan klinik bahwa mioma uteri terjadi hanya setelah menarhe, berkembang selama usia reproduksi, membesar selama kehamilan dan mengecil setelah menopause. Resiko mioma uteri lebih besar pada wanita nullipara yang sering mengalami siklus anovulasi dan wanita gemuk (hiperestrogen). Pertumbuhan mioma uteri bertambah pada pemberian tamoxifen atau terapi sulih hormon dengan estrogen. Pemberian GnRH agonis akan memberikan efek hipoestrogenemia yang menyebabkan regresi mioma uteri. 8 Membedakan pengaruh estrogen atau progesteron pada mioma uteri sangat sulit karena kadar progesteron juga meningkat selama usia reproduksi, kehamilan dan menurun setelah menopause.13 Regresi mioma dapat ditimbulkan dengan pengobatan dengan antiprogesteron RU 486 (mifepriston) yang diikuti dengan berkurangnya reseptor progesteron tapi tidak reseptor estrogen dalam tumor, diduga bahwa regresi mioma uteri didapatkan melalui pengaruh langsung antiprogesteron.6 Pasien yang diobati dengan leuprolide (sebuah GnRH agonist) yang secara bersamaan diberikan medroksiprogesteron asetat (MPA) memperlihatkan tidak terdapat pengurangan ukuran mioma. Hal ini menunjukkan bahwa estrogen dan progesteron berperan sebagai promoter pertumbuhan mioma uteri.8 3.4. Efektor (Faktor pertumbuhan dan reseptornya)

Efek pertumbuhan dari estrogen dan progesteron pada myometrium dan mioma uteri mungkin diperantarai melalui efek mitogenik faktor-faktor pertumbuhan yang dihasilkan secara lokal oleh sel otot polos dan fibroblas. Faktor-faktor pertumbuhan adalah suatu polipeptida atau protein yang disekresikan oleh sejumlah sel, yang memiliki efek biologi yang luas dan bekerja pendek pada autokrin atau parakrin. Faktor ini sangat penting dalam mengontrol laju proliferasi sel dan over-ekspresi faktor pertumbuhan ini atau reseptornya dapat menimbulkan tumorigenesis.8 BAB IV

PERAN PROGESTERON PADA PATOGENESIS MIOMA UTERI

4.1. Progesteron dalam patogenesis mioma uteri

Mioma tumorigenesis terdiri dari mutasi somatik dari normal myometrium dan interaksi kompleks dari seks steroid dan growth factor lokal. Estrogen dan progesteron diduga sebagai promoter dari pertumbuhan mioma. Beberapa penelitian terbaru mendukung bahwa progesteron adalah seks steroid yang mengatur aktivitas mitosis mioma. Penelitian klinis yang dilakukan oleh Shimomura, dkk (1998), menunjukkan bahwa Proliferatif nuclear antigen (PCNA) dalam jaringan mioma lebih tinggi dibandingkan jaringan myometrium normal dan dalam jaringan mioma, kadar PCNA lebih tinggi pada fase sekresi dari pada fase proliferasi. Sedangkan dalam jaringan myometrium normal tidak ada perbedaan kadar PCNA dalam fase sekresi maupun fase proliferasi. Hal ini mendukung bahwa progesteron berperan dalam proliferasi mioma uteri.13,14Dalam penelitian ini juga dilakukan kultur sel menggunakan jaringan mioma dan myometrium normal. Pada jaringan kultur myometrium normal yang diberikan estradiol menunjukkan peningkatan kadar PCNA sedangkan yang diberikan progesteron tidak. Dilain pihak pada jaringan mioma ternyata pemberian estradiol dan progesteron menunjukkan peningkatan kadar PCNA14Secara siklis dapat digambarkan bahwa progesteron berperan dalam pembentukan mioma melalui peningkatan mutasi somatik dan stimulasi pertumbuhan mioma. Mekanisme yang menjelaskan peran progesteron dalam stimulasi mioma mekanisme belum jelas. Hipotesis yang mendukung adalah estrogen menginduksi reseptor progesteron. Aktivasi reseptor progesteron menstimulasi produksi lokal growth factor dan atau reseptor growth factor seperti insulin like growth factor-I (lgF-I) epidermal growth factor (EGF), Transforming growth factor (3 (TGF (3), Vaskular endotelial growth factor (VEGF)8. Hal ini didukung oleh percobaan oleh Sadovsky dkk yang menunjukkan adanya reseptor progesteron yang tergantung estrogen dalam sel myosit uterus yang bertransformasi. Adam dkk melaporkan adanya reseptor estrogen dan reseptor progesteron selama fase folikuler dan fase luteal. Hal ini menunjukkan bahwa estrogen sebagai up regulator dari reseptor estrogen dan progesteron 16Epidermal growth factor (EGF) bersifat mitogenik pada mioma uteri dan myometrium dan di up-regulasi pada jaringan mioma oleh progesteron. Kosentrasi EGF pada mioma uteri adalah sama dengan myometrium selama fase folikuler tapi secara signifikan meningkat pada mioma uteri selama fase luteal, sementara pada myometrium tetap sama. Karena aktifitas mitotik mioma maksimal pada fase luteal siklus haid, maka diduga bahwa produksi epidermal growth factor merupakan salah satu mekanisme dimana progesteron merangsang aktifitas mitotik mioma uteri.8,15 Transforming growth factor (3 (TGF (3) merupakan suatu polipeptida faktor pertumbuhan yang bekerja merangsang proliferasi sel. Aktifitas TGF (3 pada mioma uteri adalah meningkatkan mitogenesis dan up-regulasi sintesa komponen matrik ekstrasellular sehingga menyebabkan mioma uteri. Transforming growth factor (3 bisa bersifat merangsang dan menghambat tergantung pada beberapa faktor, yaitu terdapatnya sel target yang spesifik, kosentrasi TGF-(3 dan ada tidaknya faktor pertumbuhan lainnya. Pada kosentrasi rendah TGF-(3 bersifat merangsang proliferasi sel otot polos dan pada kosentrasi tinggi efek ini tidak terlihat. VEGF berperan dalam stimulasi angiogenesis, yang merupakan faktor yang esensial untuk pertumbuhan tumor. VEGF juga merupakan agen yang poten untuk meningkatkan permebilitas kapiler sehingga dapat meningkatkan suplai nutrien pada pertumbuhan mioma. VEGF secara tidak langsung juga menginduksi proliferasi sel endotelial dan bekerja secara sinergis dengan FGF (fibroblast growth factor). lgF-I berperan dalam myogenesis dari mioma melalui peningkatan proliferasi selular, diferensiasi dan peningkatan daya tahan hidup sel. Kadar lgF-I lebih tinggi pada mioma uteri dari pada myometrium normal. Dixon dkk. (2000) melaporkan peningkatan level lgF-I pada mioma uteri dari pada myometrium normal. 8,9Disamping itu progesteron juga meningkatkan produksi Bcl-2 gene protein dan menurunkan ekspresi TNF-( dalam sel mioma. Bcl-2 berfungsi mengontrol daya tahan hidup dan kematian sel melalui mekanisme pencegahan apoptosis sel dan peningkatan replikasi sel dengan cara mengurangi kebutuhan growth factor untuk pertumbuhan sel tersebut. Sedangkan TNF-( berfungsi menginduksi apoptosis sel. Homeostasis antara Bcl-2 dan TNF-( ini menghasilkan keseimbangan antara proliferasi sel dan kematian sel. Dimana Bcl-2 bekerja dengan memblok TNF-( dan TNF-( reseptor dalam menginduksi apoptosis sel. Penghambatan apoptosis sel ini akan mencegah kematian sel sehingga mengakibatkan pertumbuhan mioma (gambar 3)17,18

Gambar 3: Growth factor dalam patogenesis miomaHal ini didukung oleh penelitian Matsuo, dkk (1997) dimana dilakukan penelitian imunohistokimia yang menggunakan jaringan mioma dan jaringan uterus normal. Pada penelitian ini dibandingkan kadar protein Bcl-2 yang terlihat melalui mikroskop setelah pemberian antibodi monoklonal yang spesifik terhadap protein Bcl-2. Protein Bcl-2 merupakan gen yang menghambat apoptosis. Dari penelitian ini terlihat bahwa protein Bcl-2 lebih tinggi pada jaringan mioma dibandingkan jaringan uterus normal. Dan pada jaringan mioma ternyata Bcl-2 lebih tinggi pada fase sekresi dibandingkan lase proliferasi. Hal ini menunjukkan bahwa produksi Bcl-2 dipengaruhi oleh progesteron.18Pada penelitian ini juga dilakukan kultur sel pada jaringan mioma. Dimana pada pemberian progesteron ( 100 ng/mL ) mengakibatkan peningkatan ekspresi dari protein Bcl-2, dilain pihak pemberian estrogen (10 ng/mL) menunjukkan penurunan ekspresi protein Bcl-2 pada jaringan kultur mioma dibandingkan jaringan kultur kontrol. Aktifitas mitotik pada mioma uteri juga lebih tinggi pada pemberian preparat progesteron dan pada fase sekresi dari endometrium. Hal ini menunjukkan pengaruh progesteron pada pertumbuhan mioma uteri17Gambar 3 berikut menggambarkan hipotesis baru teori onkogenik tentang tumor inisiator dan promoter untuk menjelaskan patogenesis mioma. Dari skema tersebut tampak bahwa inisiasi dan pertumbuhan mioma melalui mekanisme yang kompleks dari tumor inisiator dan promoter berbeda - beda. Transformasi neoplastik awal dari normal myosit berupa mutasi somatik, meskipun inisiator dari mutasi somatik belum jelas, efek mitogenik dari progesteron dapat mempertinggi derajat mutasi somatik. Proliferasi mioma merupakan akibat dari ekspansi klonal dan interaksi kompleks dari estrogen, progesteron dan growth factor lokal.8

4.2. Penelitian histologi dan biokimia yang mendukung peranan progesteron dalam

patogenesis mioma uteri

Tahun 1949, Segaloff dkk. melaporkan peningkatan selularitas dan aktivitas mitosis dalam mioma uteri yang diobservasi dari 9 pasien yang diobati dengan 20 mg progesteron setiap hari selama 30 sampai 189 hari. Kemudian Tiltman (1985) mendemonstrasikan peningkatan aktifitas mitosis yang secara signifikan lebih tinggi pada wanita yang diterapi dengan medroksiprogesteron asetat dibandingkan dengan yang tidak diterapi. Kuwaguchi (1989) mempelajari jumlah rata-rata mitosis pada mioma selama siklus menstruasi. Spesimen mioma dari 181 pasien menunjukkan bahwa jumlah mitosis secara signifikan lebih tinggi pada fase sekretorik (12,7%) dibandingkan pada fase proliferasi (3,8) atau selama menstruasi (8,3%). Peningkatan aktifitas mitosis dalam fase sekresi mendukung bahwa pertumbuhan mioma uteri dipengaruhi oleh progesteron.19

Laminen (1992) membandingkan aktifitas proliferasi mioma uteri pada wanita pre-menopause dengan wanita post-menopause. Indek proliferasi kwantitatif ditentukan dengan alat analisis otomatis, dimana diukur inti sel proliferasi Ag Ab dengan prosedur imunoperoksidase. Dari penelitian ini didapatkan bahwa indek proliferasi kwantitatif mioma pada wanita premenopause secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan wanita postmenopause. Pada wanita postmenopause yang tidak mendapatkan terapi sulih hormon (TSH) atau yang mendapatkan terapi estrogen saja menunjukkan aktifitas proliferasi yang rendah. Dilain pihak wanita postmenopause yang menerima kombinasi terapi estrogen dan progesteron menunjukkan indek proliferasi yang sebanding dengan wanita postmenopause.20

Kuwaguchi (1989) juga mempelajari bentuk ultra-struktur dari sel otot polos mioma dan myometrium normal, ternyata sel mioma dan sel myometrium normal tampak lebih aktif dalam medium yang mengandung estrogen-progesteron dari pada medium estrogen saja dan medium kontrol. Sel mioma yang diberi estrogen dan progesteron menunjukkan peningkatan jumlah myofilamen dengan dense bodies. Hal ini menunjukkan progesteron terlibat dalam differensiasi mioma.19

Brandon (1993) membuktikan peningkatan ekspresi reseptor mRNA seperti peningkatan protein reseptor progesteron dalam jaringan mioma dibandingkan dengan myometrium normal. Mereka juga mendemonstrasikan peningkatan proliferasi antigen Ki-67 pada jaringan mioma, hal ini turut mendukung reseptor progesteron berhubungan dengan pertumbuhan mioma.21

Harrison-Woolrych dkk. (1994) melaporkan bahwa produksi epidermal growth factor (EGF) mRNA pada mioma hanya meningkat selama fase sekresi siklus menstruasi, diduga progesteron, bukan estrogen, sebagai mediator utama produksi epidermal growth factor mioma.8 4.3. Penelitian klinis yang mendukung peranan progesteron dalam patogenesis mioma uteri

Mixson dan Hammond (1961) melaporkan pemberian terapi 16 pasien mioma uteri dengan progestin sintetik norethynodrel. Dosis yang digunakan antara 20 40 mg perhari. 15 dari 16 orang pasien yang diterapi pada pemeriksaan klinis secara serial menunjukkan pembesaran uterus. Terjadi pengecilan uterus 12 minggu setelah terapi progestin dihentikan. Selama follow up, 70 % pasien ukuran uterusnya kembali ke sebelum diterapi. Disini terlihat bahwa norethynodrel menyebabkan pembesaran uterus secara cepat tapi reversible.8

Penelitian klinis yang mengamati pemberian terapi mioma dengan GnRH agonis ditambah dengan terapi hormonal secara kuat mendukung peran progesteron dalam pertumbuhan mioma. Friedman (1988) mempelajari orang dengan mioma uteri yang secara random menerima leuprolide asetat subkutan (0,5 mg) dengan medroksiprogesteron asetat (MPA) 20 mg setiap hari atau plasebo selama 6 bulan. Pasien yang mendapat leuprolide asetat ditambah MPA secara USG tidak menunjukkan penyusutan ukuran uterus dibandingkan dengan pasien yang menerima leuprolide + plasebo terjadi penurunan ukuran uterus 50%.22

Carr dkk. (1993) melaporkan 16 wanita dengan mioma uteri yang secara random diterapi dengan leuprolide asetat subkutan (1 mg/hari) ditambah dengan MPA (20 mg/hari) selama 12 hari dibandingkan dengan leuprolide asetat subkutan (1 mg/hari) ditambah plasebo selama 12 minggu. Uterus dan mioma ditentukan dengan Magnetic resonance imaging (MRI). Tidak terdapat perubahan ukuran uterus dan mioma selama terapi dengan leuprolide dan MPA. Pengurangan ukuran uterus dan mioma ditemukan pada pasien yang diobati dengan leuprolide, berlawanan dengan terapi dengan MPA saja yang mengakibatkan pembesaran uterus. Dengan demikian pemakaian MPA menghambat GnRH agonis untuk menginduksi hipoestrogenisme untuk memperkecil mioma uteri.23

Pada penelitian klinis lainnya Friedman dkk. (1993) mempelajari 51 wanita selama 12 bulan, dimana dibandingkan pemberian leuprolide (3,75 mg/28 hari) ditambah estrogen-progestin (0,75 mg estropipitat/hari dan norethindrone 0,7 mg pada hari 1 dan 14) dengan leuprolide intramuskular (3,75 mg/28 hari) ditambah progestin dosis tinggi (10 mg norethindrone/hari). GnRH agonis diberikan sendiri selama 12 minggu dan kemudian penambahan steroid dimulai secara sequential. Rata-rata ukuran uterus berkurang 64 % dari ukuran sebelum terapi setelah diobati selama 12 minggu pada kedua kelompok. Setelah penambahan estrogen-progesteron, ukuran uterus bertambah 69% dari sebelum terapi pada minggu 24 dan menjadi 75% pada minggu 52. Pada kelompok dengan penambahan progestin saja, ukuran uterus bertambah 86% dari sebelum terapi pada minggu ke 24 dan menjadi 92% pada minggu ke 52. Hal ini menunjukan bahwa norethindrone dosis tinggi dapat menghambat efektifitas GnRH-agonis dalam menginduksi penyusutan mioma uteri dalam dosis tertentu. BAB VKESIMPULAN

Mioma uteri adalah tumor jinak pada uterus yang berasal dari sel-sel otot polos. Selama ini estrogen dianggap sebagai promotor utama dalam pertumbuhan mioma, namun tidak ada bukti yang mendukung secara jelas peran estrogen dalam patogenesis mioma uteri.

Adanya penelitian klinis yang menunjukkan adanya pembesaran uterus setelah pemberian terapi mioma uteri dengan preparat progesteron bersama GnRH agonis membuka paradikma baru bahwa disamping estrogen, progesteron juga mempunyai peran dalam patogenesis mioma.

Pertumbuhan mioma uteri diawali dengan adanya sel otot polos yang mengalami inisiasi. Kemudian estrogen akan mengaktifkan reseptor progesteron. Progesteron ini akan meningkatkan mutasi somatik dan aktifitas mitosis mioma melalui aktivasi reseptor growth faktor dan produksi growth faktor lokal seperti EGF, IgF-I, TGF-(3, VEGF, FGF dan growth faktor ini akan memicu pertumbuhan mioma.

Disamping itu progesteron juga meningkatkan produksi protein Bcl-2 dalam sel mioma, dimana protein ini berperan mencegah kematian sel melalui mekanisme pencegahan apoptosis sel sehingga mengakibatkan pertumbuhan mioma. KEPUSTAKAAN 1. Goldfien, A. Monroe, SE. Ovarium dalam Basic and Clinical Endocrinology. Alih bahasa ; Carolin Wijaya, Maulany dan Sonny Samsudin. Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta. Ed. 4 ;1998; hal 545 6112. Granner, KD. Hormon gonad. Biokimia Harper. Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta; 1997; 24th ed. 582 - 98 3. Goldfien, A. Hormon dan Penghambat Gonad. Basic and Clinical Pharmacology. Alih bahasa; Staf dosen Farmakologi Fakultas Kodokteran Universitas Sriwijaya. Penerbit buku Kedokteran, EGC. Jakarta, 1995; hal : 633 61

4. Guyton, AC. Hall, JE. Textbook of Medical Physiology. Editor bahasa Indonesia; Irawati Setiawan, Penerbit buku Kedokteran, EGC. Jakarta; 1996; hal : 1283 13015. Speroff L, Glass RH, Kase NG. The uterus in Clinical Gynecology Endocrinology and Infertility. Lippincot William & Wilkin, 1999; 6th ed. 109 - 406. Eisinger S, Meldrum S, Fiscella K, Roux H, Guzick D. Low Dose Mefipristone for Uterine Leiomiomata. Am. J. Obstet. Gynecol, 2003; 101 : 2; 243 507. Baziad A. Pengobatan medikamentosa mioma uterus dengan analog GnRH. Dalam Endokrinologi Ginekologi. Media Aesculapius Fak. Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2003; edisi 2: hal 151 58

8. Flake G, Andersen J, Dixon D. Etiology and pathogenesis of uterine leiomiomas: a review - Research Review. Environmental Health Perspective. Juni 2003.9. Dixon D, He H, Haseman JK. 2000. Immunohistochemical localization of growth factors and their receptors in uterine leiomyomas and matched myometrium. Environ Health Perspect 108(suppl 5):795-802. (abstrak)10. Whitfield C.R. Benign tomours of the uterus. Dewhursts textbook of obstetrics and gynecology for postgraduates. Lippincot William & Wilkin, 1999; 5th ed. 738 4611. Daniel M, Martin AD, Faiman C. 1992. Sex hormones and adipose tissue distribution in premenopausal cigarette smokers. Int J Obes Relat Metab Disord 16:245-254. (abstrak) 12. Rein MS. 2000. Advances in uterine leiomyoma research: the progesterone hypothesis. Environ Health Perspect 108(suppl 5):791-793 (abstrak)13. Rein MS, Barbieri RL and Friedman AJ. Progesteron: A critical role in the pathogenesis of uterine myoma. Am. J. Obstet. Gynecol, 1995; part 1, 172 : 8 1414. Shimomura Y, Matsuo H, Samoto T and Maruo M. Up-rugulation by progesteron of proliferating cell nuclear antigen and epidermal growth factor expression in human uterine leiomyoma. The journal on clinical endocrinology and metabolism, 1998, vol. 83, No. 6; 2192 9815. Maruo T, Matsuo H, Samoto T, Shimomura Y, Kurachi O, Gao Z, et al. 2000, Effects of progesterone on uterine leiomyoma growth and apoptosis. Steroids 65:585-592.16. Nisolle M, Gillerot S, Roux CR, Squifflet J, and et al. Immunohistochemical study of the proliferation index, oestrogen receptors and progesteron receptors Adalah and B in leiomyoma and normal myometrium during the menstrual cycle and under gonadotropin releasing hormone agonist therapy. Human reproduction, nov 1999, vol. 14, No. 11, 2844 5017. Kurachi O, Matsuo H, Samoto T, and Maruo M. Tumor necrosis factor-( expression in human uterine leiomyoma and its down regulation by progesteron. The journal on clinical endocrinology and metabolism, 1997, 2001, vol. 86, No. 5; 2275 80

18. Matsuo H, Maruo T, and Samoto T. Increased expression of Bcl-2 protein in human uterine leiomyoma and its up-regulation by progesteron. The journal on clinical endocrinology and metabolism, 1997, vol. 82, No. 1; 293 9919. Kawaguchi K, Fujii S, Konishi I, Nanbu Y, Nonogaki H, Mori T. 1989. Mitotic activity in uterine leiomyomas during the menstrual cycle. Am J Obstet Gynecol 160:637-641.(abstrak)

20. Lamminen S, Rantala I, Helin H, Rorarius M, Tuimala R. 1992. Proliferative activity of human uterine leiomyoma cells as measured by automatic image analysis. Gynecol Obstet Invest 34:111-114.(abstrak)21. Brandon DD, Bethea CL, Strawn EY, Novy MJ, Burry KA, Harrington MS, et al. 1993. Progesterone receptor messenger ribonucleic acid and protein are overexpressed in human uterine leiomyomas. Am J Obstet Gynecol 169:78-85.(abstrak)22. Friedman AJ, Barbieri RL, Doubilet PM, Fine C, Schiff I. 1988. A randomized, double-blind trial of a gonadotropin releasing-hormone agonist (leuprolide) with or without medroxyprogesterone acetate in the treatment of leiomyomata uteri. Fertil Steril 49:404-409.(abstrak)23. Carr BR, Marshburn PB, Weatherall PT, Bradshaw KD, Breslau NA, Byrd W, et al. 1993. An evaluation of the effect of gonadotropin-releasing hormone analogs and medroxyprogesterone acetate on uterine leiomyomata volume by magnetic resonance imaging: a prospective, randomized, double blind, placebo-controlled, crossover trial. J Clin Endocrinol Metab 78:1217-1223.(abstrak)Estrogen

Aktivasi reseptor progesteron

Progesteron berkaitan dengan inti sel reseptor

Produksi protein Bcl-2

Produksi Growth faktor & aktivasi reseptor growth factor seperti :

EGF

IgF-I

VEGF

TGF (3, FGF

Blok TNF-( dan TNF-( receptor

Menghambat Apoptosis

Mencegah kematian sel

Mioma Growth

Kolesterol

Pregnenolon

17( Hidroksipregnenolon

Dehidroepiandrosteron

Progesteron

17( Hidroksiprogesteron

Androstenedion

Testoteron

7(-Estradiol (E2)

Metabolit lain

- 2 hidrosi estradiol

Estron (E1)

Metabolik lain

- 2 hidrosi estron

16(Hidroksiestron

Estriol

PAGE 1