contoh proposal.docx
TRANSCRIPT
HUBUNGAN TINGKAT KEPATUHAN PASIEN DENGAN FAKTOR
TERKAIT PENGOBATAN TB PARU DEWASA DI INSTALASI RAWAT
JALAN
Usulan penelitian untuk skripsi
Diajukan Oleh :
Zulva Amalia
11/313058/FA/08688
Kepada
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
Mei 2014
Usulan penelitian untuk skripsi
HUBUNGAN TINGKAT KEPATUHAN PASIEN DENGAN FAKTOR
TERKAIT PENGOBATAN TB PARU DEWASA DI INSTALASI RAWAT
JALAN
Yang diajukan oleh
Zulva Amalia
11/313058/FA/08688
Telah disetujui oleh
Pembimbing
Nanang Munif Yasin, S.Si., M.Pharm., Apt Tanggal: .............................
Pembimbing Pendamping
Fivy Kurniawati, S.Farm., M.Sc., Apt Tanggal: .............................
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................ii
DAFTAR ISI .................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................v
DAFTAR TABEL..........................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................vii
I. JUDUL............................................................................................................1
II. INTISARI.......................................................................................................1
III. PENDAHULUAN..........................................................................................2
A. Latar Belakang..........................................................................................2
B. Perumusan Masalah...................................................................................4
C. Kegunaan Penelitian..................................................................................4
D. Tujuan Penelitian.......................................................................................5
IV. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................5
A. Tuberkulosis : Definisi, Epidemiologi, Patofisiologi, dan Tata Laksana Terapi 5
1. Definisi Tuberkulosis (TB).......................................................................5
2. Epidemiologi.............................................................................................5
3. Patofisiologi...............................................................................................7
4. Tata laksana Terapi...................................................................................7
B. Kepatuhan Pasien......................................................................................9
C. Adverse Drug Reaction (ADR) dan Interaksi Obat OAT.......................10
D. Outcome Terapi Tuberkulosis.................................................................12
E. Pelayanan Tuberkulosis dan Peran Apoteker..............................................13
V. KETERANGAN EMPIRIS..........................................................................14
VI. METODE PENELITIAN.............................................................................14
A. Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................14
B. Rancangan Penelitian..............................................................................15
iii
C. Definisi Variabel Operasional Penelitian................................................15
D. Responden Penelitian..............................................................................16
E. Instrumen Penelitian...................................................................................17
1. Alat yang Digunakan...............................................................................17
2. Bahan yang Digunakan...........................................................................17
F. Prosedur Penelitian.....................................................................................17
G. Uji Validitas dan Reabilitas Kuisioner....................................................18
H. Analisis Data...........................................................................................18
1. Analisis Deskriptif : Gambaran karakteristik responden penelitian........18
2. Analisis Deskriptif : Gambaran pengobatan pasien TB..........................18
3. Analisis Deskriptif : Gambaran tingkat kepatuhan pasien......................19
4. Analisis Deskriptif : Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien.............................................................................................19
5. Analisis Statistik : Uji Normalitas...........................................................19
6. Analisis Statistik : Analisis Korelasi.......................................................20
VII. SKEMA PENELITIAN................................................................................20
VIII. JADWAL PENELITIAN.............................................................................21
IX. DAFTAR PUSTAKA...................................................................................22
X. LAMPIRAN.................................................................................................24
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Insidensi, Prevalensi dan Mortalitas TB Tahun 2013............................6Gambar 2. Skema jalannya penelitian....................................................................13
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Obat Anti Tuberkulosis Lini Pertama (WHO, 2010).................................9
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulir Persetujuan (Informed Consent)........................................16Lampiran 2. Kuesioner Penelitian..........................................................................17
vii
I. JUDUL
Hubungan Tingkat Kepatuhan Pasien dengan Faktor Terkait
Pengobatan TB Paru Dewasa di Instalasi Rawat Jalan
II. INTISARI
Terapi obat merupakan landasan strategi terapi yang penting untuk
manajemen pengobatan TB. Penggunaan obat antituberkulosis diharapkan
mampu membantu tercapainya tujuan terapi yaitu menyembuhkan
penderita, mencegah mortalitas, mencegah kekambuhan dan menurunkan
tingkat penularan. Regimen terapi pengobatan TB dilakukan secara
berkelanjutan selama 6 – 8 bulan untuk terapi jangka pendek hingga 2 – 3
tahun untuk kasus MDR-TB (Multidrug Resistant TB). Oleh karena durasi
pengobatan yang cukup panjang, kepatuhan pasien dalam terapi adalah salah
satu faktor penting yang menentukan keberhasilan terapi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor terkait pengobatan dengan
tingkat kepatuhan terapi antituberkulosis pada pasien TB dewasa di instalasi
rawat jalan Puskesmas Kota Yogyakarta.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian non
-eksperimental dan bersifat analitik. Responden penelitian dipilih
berdasarkan kriteria inklusi yang telah ditetapkan oleh peneliti yaitu pasien
TB berusia dewasa (> 18 tahun) dengan data rekam medik lengkap
mencakup identitas pasien, diagnosis penyakit, hasil pemeriksaan fisik, hasil
tes laboratorium, stadium klinik dan data penggunaan obat antituberkulosis.
Evaluasi terhadap tingkat kepatuhan terapi pasien TB dilakukan dengan
tools MMS (Modified Morisky Scale), sedangkan faktor yang
mempengaruhi kepatuhan terapi dapat ditentukan dengan tools CMAG
(Case Management Adherence Guidlines) versi 2.0. Kedua tools tersebut
dikemas dalam kuisioner dalam bentuk booklet yang diisi oleh pasien.
Kata kunci : TB, antituberkulosis, kepatuhan terapi
1
III. PENDAHULUAN
A. Latar BelakangPenyakit tuberkulosis merupakan salah satu penyakit kronis yang
menjadi perhatian dunia kesehatan. Pada tahun 2012, diperkirakan
terdapat 8,6 juta kasus baru dan 1,3 juta orang meninggal akibat TB
termasuk diantaranya 320.000 orang adalah penderita HIV-Positif.
Jumlah tersebut telah mengalami penurunan secara global sebesar 2%
untuk insidensi selama periode 2011-2012 dan penurunan sebesar 45%
untuk angka kematian selama periode 1990-2012 (WHO, 2013).
Penurunan angka insidensi dan angka kematian dapat menggambarkan
sebuah kemajuan dalam pelaksanaan pencegahan, perawatan serta
pengendalian penyakit di tingkat global, regional maupun negara. Data
tersebut diperoleh berdasarkan laporan dari 197 negara yang
menyumbang kasus TB di dunia termasuk Indonesia. Menurut
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, insidensi TB sejak tahun
1990 mengalami penurunan dari 343 kasus menjadi 185 kasus per
100.000 penduduk di tahun 2012. Demikian pula dengan kasus
prevalensi yang menurun dari 442 kasus menjadi 297 kasus per 100.000
penduduk (Depkes RI, 2012)
Penurunan angka prevalensi dan insidensi penyakit TB di Indonesia
yang signifikan sayangnya masih menggambarkan jumlah penderita
yang tergolong tinggi. Menilik bahwa Indonesia menduduki peringkat
ke-4 terbanyak untuk penderita TB setelah China, India dan Afrika
Selatan (Kompas, 2014). Hal tersebut menyiratkan bahwa perlu adanya
evaluasi dan pengendalian secara komprehensif yang menjadi tantangan
semua pihak agar kasus prevalensi, insidensi bahkan mortalitas dapat
terus ditekan.
Tingginya jumlah penderita TB hingga saat ini dapat dikorelasikan
dengan regimen pengobatan yang kompleks, dimana lamanya terapi
menjadi permasalahan utama bagi pasien. Selain itu, informasi yang
tidak lengkap dan tidak adanya penjelasan yang terus menerus juga
2
menjadi kendala pasien untuk dapat menjalankan regimen
pengobatannya. Ketiga hal tersebut akan berpengaruh terhadap
kepatuhan pasien . Pasien suspek TB dapat dinyatakan sembuh apabila
mengikuti seluruh prosedur pengobatan selama 6 bulan tanpa terputus.
Namun pada prakteknya, tidak sedikit pasien yang menghentikan
pengobatan sebelum 6 bulan ketika dirasa kondisi tubuh mereka telah
membaik (Depkes RI, 2012). Hal ini merupakan salah satu bentuk
ketidakpatuhan pasien yang dapat menyebabkan bakteri Mycobacterium
sp. menjadi resisten terhadap obat-obatan antituberkulosis. Akibatnya,
penyakit TB tahap awal berkembang menjadi MDR-TB (Multi Drug
Resistance) dimana regimen terapi memakan waktu yang semakin lama
yaitu 2 – 3 tahun (Dipiro et al , 2009).
Fokus pada penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
tingkat kepatuhan pasien dengan faktor terkait pengobatan TB paru
dewasa. Diharapkan dari penelitian ini mampu menjadi bahan referensi
bagi penyedia pelayanan kesehatan hingga pemerintah pembuat
kebijakan untuk melakukan tindakan lebih lanjut terkait pengobatan TB
tidak hanya terapi farmakologi namun juga memperhatikan salah satu
faktor non farmakologi yaitu kepatuhan pasien. Untuk menjamin mutu
pelayanan kefarmasian pada era SJSN di Indonesia, diperlukan sarana
dan prasarana yang memadai disamping apoteker yang kompeten. Salah
satu penyedia pelayanan kesehatan primer yang berperan dalam
pengendalian pengobatan pasien TB adalah Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas). Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan di
seluruh Puskesmas yang berada di kota Yogyakarta. Hasil penelitian
dapat digunakan sebagai bahan evaluasi untuk semakin meningkatkan
peran Puskesmas di bidang pelayanan kesehatan, utamanya
meningkatkan kesuksesan terapi antituberkulosis sehingga dapat
menekan prevalensi, insidensi serta morbiditas akibat penyakit TB.
3
B. Perumusan MasalahBerdasarkan uraian yang telah disajikan dalam latar belakang,
rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana tingkat kepatuhan terapi antituberkulosis pada pasien
TB paru dewasa di instalasi rawat jalan Puskesmas Kota
Yogyakarta?
2. Apa sajakah faktor terkait pengobatan yang mempengaruhi
kepatuhan terapi antituberkulosis pada pasien TB paru dewasa di
instalasi rawat Puskesmas Kota Yogyakarta?
3. Bagaimana hubungan antara tingkat kepatuhan pasien dengan
faktor terkait pengobatan TB paru dewasa di instalasi rawat jalan
Puskesmas Kota Yogyakarta?
C. Kegunaan Penelitian1. Teoritis
Memberikan gambaran hubungan tingkat kepatuhan terapi
antituberkulosis dengan faktor terkait pengobatan yang
mempengaruhi kepatuhan pada pasien TB paru dewasa di instalasi
rawat jalan Puskesmas Kota Yogyakarta.
2. Praktis
a. Bagi Peneliti
1) Menambah pengetahuan peneliti tentang penyakit TB dan
faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan terapi
antituberkulosis pada pasien TB paru dewasa.
2) Mampu menjadi bahan referensi bagi peneliti lain untuk
melakukan penelitian selanjutnya
b. Bagi Puskesmas
Memberikan gambaran kepatuhan terapi antituberkulosis pada
pasien TB paru dewasa sehingga dapat digunakan sebagai
referensi atau acuan untuk melakukan tindak lanjut guna
meningkatkan peran Puskesmas dalam pelayanan kesehatan.
4
D. Tujuan Penelitian1. Tujuan Umum
Mengetahui tingkat kepatuhan terapi antituberkulosis pada pasien
TB paru dewasa di instalasi rawat jalan Puskesmas Kota
Yogyakarta
2. Tujuan Khusus
Mengetahui hubungan antara tingkat kepatuhan pasien dengan
faktor terkait pengobatan yang mempengaruhi kepatuhan terapi
antituberkulosis pada pasien TB paru dewasa di instalasi rawat jalan
Puskesmas Kota Yogyakarta
IV. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberkulosis : Definisi, Epidemiologi, Patofisiologi, dan Tata Laksana Terapi
1. Definisi Tuberkulosis (TB)Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Biasanya penyakit ini menyerang paru-
paru atau disebut TB paru, namun dapat pula menyerang organ lain
yang biasa disebut dengan TB ekstrapulmonar (WHO, 2013).
Penyakit TB menyebar di udara ketika penderita TB paru
mengeliminasi bakteri, misalnya melalui mekanisme batuk. Pada
umumnya, pasien yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis
mempunyai kemungkinan yang lebih kecil untuk menularkan
penyakitnya dibanding dengan pasien TB paru dengan HIV/AIDS.
2. EpidemiologiTuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan global utama
yang menyebabkan gangguan kesehatan pada jutaan orang di seluruh
dunia setiap tahunnya. Sebagai penyakit yang disebabkan oleh
infeksi, TB menempati urutan kedua penyebab kematian terbesar
setelah HIV/AIDS. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 8,6 juta
kasus baru dan 1,3 juta orang meninggal akibat TB termasuk
diantaranya 320.000 orang adalah penderita HIV-Positif. Sebagian
5
besar kasus dan kematian pada penderita TB terjadi pada laki – laki,
akan tetapi beban penyakit di kalangan perempuan juga tinggi. Data
menyebutkan bahwa diperkirakan terdapat 2,9 juta kasus dan
410.000 kematian di kalangan perempuan, serta 530.000 kasus dan
74.000 kematian pada anak-anak (WHO, 2013)
Gambar 1. Insidensi, Prevalensi dan Mortalitas TB Tahun 2013 (WHO, 2013).
Di Indonesia, insidensi TB sejak tahun 1990 mengalami
penurunan dari 343 kasus menjadi 185 kasus per 100.000 penduduk
di tahun 2012. Demikian pula dengan prevalensi yang menurun dari
442 kasus menjadi 297 kasus per 100.000 penduduk. Meskipun
Indonesia telah berhasil menekan insidensi dan prevalensi, jumlah
pasien TB dan kematian akibat TB masih cukup banyak. Kasus TB
tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan kasus
terbanyak (>berada di Pulau Jawa, Papua, sebagian besar Pulau
Sumatera, sebagian kecil Pulau Kalimantan dan Sulawesi, serta
daerah Nusa Tenggara (Depkes RI, 2012). Menurut survei yang
dilaksanakan oleh Kementrian Kesehatan RI, angka MDR-TB di
Indonesia diperkirakan sebesar 25% dari seluruh kasus TB baru
(lebih rendah dari estimasi tingkat regional sebesar 4%) dan 20%
dari kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat
sekitar 6300 kasus MDR-TB setiap tahunnya (Depkes RI RI, 2011)
6
3. PatofisiologiInfeksi primer TB paru dimulai oleh implantasi alveolar dari
organisme (Mycobacterium tuberculosis) dalam droplet berukuran
cukup kecil yaitu 1-5 mm. Ukuran yang kecil berguna untuk
menghindari silia sel epitel dari saluran pernapasan bagian atas
sehingga organisme dapat mencapai permukaan alveolar. Setelah
menempel pada permukaan alveoli, organisme dapat berkembang
biak. Hal ini memicu datangnya makrofag di paru – paru untuk
mencerna dan mengeliminasi organisme. Makrofag akan diaktivasi
oleh sel limfosit CD4 melalui sekresi interferon gamma. Sejumlah
besar makrofag yang teraktivasi mengelilingi kaseosa padat dari
daerah nekrotik sebagai bagian dari imunitas yang dimediasi sel.
Apabila seseorang memiliki kekebalan tubuh yang baik, bakteri yang
akan menginfeksi dapat dieliminasi oleh sel – sel makrofag. Namun
sebaliknya, bakteri dapat berkembang biak dan memperbanyak diri
ketika seseorang tidak memiliki kekebalan tubuh yang cukup baik.
Sel – sel makrofag akhirnya pecah dan bakteri akan melepaskan
banyak basil (Dipiro et al, 2009).
4. Tata laksana TerapiTerapi obat merupakan landasan manajemen TB. Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) adalah kombinasi obat yang digunakan dalam
pengobatan penyakit tuberkulosis. Sejumlah minimal 2 obat dan
secara umum 3 sampai 4 obat harus digunakan bersamaan (Dipiro et
al, 2009). Tujuan dari pengobatan tuberkulosis adalah (1) untuk
menyembuhkan individu pasien, dan (2) untuk meminimalkan
transmisi Mycobacterium tuberculosis kepada orang lain.
Keberhasilan terapi selain berguna untuk pasien juga untuk
lingkungan dimana si pasien berada. Maka dari itu, pembuat resep
memiliki tugas untuk membawa fungsi kesehatan masyarakat dengan
bertanggung jawab tidak hanya memberikan regimen terapi yang
7
tepat namun juga memastikan keberhasilan terapi (Blumberg et al,
2003).
Pengobatan tuberkulosis cukup rumit dan membutuhkan waktu
yang panjang dengan penggunaan kombinasi antibiotik. Oleh sebab
itu muncul masalah lain yaitu berkembangnya resistensi terhadap
antibiotik yang biasa disebut dengan Multi Drug Resistance
Tuberculosis (MDR). Didasarkan pada hal tersebut, pengobatan Tb
harus dengan menggunakan lebih dari satu obat (kombinasi) yang
bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan
meningkatkan kemanjuran. Obat lini pertama yang digunakan adalah
isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan etambutol. Dosis harian untuk
dewasa adalah isoniazid 300 mg, rifampisin 600 mg, pirazinamid 15-
30 mg/kgBB (maksimum 2 g), dan etambutol 15-25 mg/kgBB
(maksimum 2,5 g). Hepatotoksisitas merupakan efek samping mayor
dari penggunaan isoniazid , rifampin dan pirazinamid dan neuritik
optik dapat muncul pada penggunaan etambutol pada dosis
25mg/kgBB sehari. Obat antituberkulosis lini kedua adalah
streptomisin, kanamisin, kapreomisin, etionamid, ofloxacin dan
siprofloksasin (Bhardwaj, 2012). Semua obat antituberkulosis harus
terjamin kualitasnya dan manajemen obat antituberkulosis harus
dimasukkan ke dalam manajemen obat – obatan essensial oleh
kementrian kesehatan (WHO, 2010)
Tabel 1. Obat Anti Tuberkulosis Lini Pertama (WHO, 2010)
8
Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah sebagai
berikut :
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5(HR)3E3
Kategori 3 : 2HRZ/4(HR)3
OAT Sisipan : 1HRZE
Paket Kombipak : Paket obat lepas yang terdiri dari isoniazid,
rifampisin, pirazinamid dan etambutol yang dikemas dalam bentuk
blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam
pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT (Obat Anti
Tuberkulosis Kombinasi Dosis Tetap)
(Ket : H: Isoniazid, R: Rifampisin, Z: Pirazinamid, E: Etambutol, S: Streptomisin)
(Depkes RI, 2011)
B. Kepatuhan PasienKepatuhan (adherence) adalah kepatuhan yang memerlukan
persetujuan pasien yang kemudian menjadi aturan yang telah
disepakati antara penyedia layanan kesehatan dengan pasien, yang
didasarkan pada argumen bahwa pasien harus menjadi mitra aktif
dengan tenaga kesehatan yang profesional dalam perawatan diri
mereka sendiri dan terjadi komunikasi baik antara pasien dan tenaga
kesehatan adalah suatu keharusan untuk praktek klinis yang efektif.
Sedangkan kesesuaian (compliance) lebih kepada kepatuhan
terhadap hal yang telah disampaikan penyedia layanan kesehatan
secara sepihak tanpa persetujuan pasien (WHO, 2003). Namun ada
beberapa literatur yang menyebutkan bahwa adherence dan
compliance adalah kata lain dengan makna yang sama (McDonald,
et al., 2002)
Faktor – faktor yang menyebabkan perbedaan tingkat kepatuhan
dalam pengobatan menurut Rapoff (2010) adalah sebagai berikut :
a. Faktor pasien atau keluarganya, meliputi demografi (umur dan
jenis kelamin, sosial ekonomi, ras (misalnya beberapa kaum
9
minoritas biasanya memiliki kepatuhan yang rendah), dan
pengetahuan. Hasil survei prevalensi TB (2004) mengenai
pengetahuan, sikap dan perilaku menunjukkan bahwa 96%
keluarga merawat anggota keluarga yang menderita TB dan hanya
13% yang menyembunyikan keberadaan mereka. Meskipun 76%
keluarga pernah mendengar tentang TB dan 85% mengetahui
bahwa TB dapat disembuhkan, akan tetapi hanya 26% yang dapat
menyebutkan tanda dan gejala utama TB. Cara penularan TB
dipahami oleh 51% keluarga dan hanya 19% yang mengetahui
bahwa tersedia obat gratis (Depkes RI RI, 2011)
b. Faktor – faktor yang berhubungan dengan penyakit, seperti
lamanya menderita penyakit (perbedaan kepatuhan pada penyakit
akut dan kronis), lamanya terapi berlangsung/ course therapy
(kepatuhan menurun seiring durasi terapi yang bertambah), gejala
atau keparahan penyakit (tingkat keparahan penyakit yang lebih
tinggi cenderung akan lebih patuh terhadap pengobatan yang
diberikan), dan persepsi pasien tentang tingkat keparahan
penyakit. Faktor yang berhubungan dengan obat seperti bentuk
sediaan dan kompleksitas penggunaannya, harga, efek samping,
dan efek samping pengobatan.
C. Adverse Drug Reaction (ADR) dan Interaksi Obat OATEfek samping obat merupakan reaksi yang cukup berbahaya dan
tidak menyenangkan akibat intervensi terkait dengan penggunaan
produk obat, yang memprediksikan bahaya dari pemberian
mendatang dan pencegahan atau pengobatan khusus, perubahan
regimen dosis atau penarikan produk (Edwards et al, 2000).
Seperti halnya dengan semua obat, terapi kombinasi untuk
tuberkulosis dikaitkan dengan prediksi kejadian efek samping.
Beberapa diantaranya berupa efek samping ringan, dan beberapa
berupa efek samping serius. Efek samping ringan umumnya dapat
dikelola dengan terapi simptomatik, sedangkan efek yang lebih parah
10
ditangani dengan penghentian penggunaan obat. Namun untuk efek
samping yang ditimbulkan oleh obat antituberkulosis lini pertama,
penggunaan obat tidak dihentikan tanpa adanya justifikasi yang
memadai (Blumberg, 2003). Berikut ini tabel efek samping secara
umum yang ditimbulkan oleh obat antituberkulosis :
Tabel 2. Efek Samping Berat OAT (Depkes RI, 2011)
Selain ADR, permasalahan yang mungkin berkembang pada
penggunaan obat antituberkulosis adalah interaksi obat. Interaksi
obat dapat mengakibatkan perubahan konsentrasi salah satu atau
kedua obat yang terlibat. Dalam kasus obat antituberkulosis,
beberapa menunjukkan interaksi relatif secara substansial mengubah
konsentrasi obat antituberkulosis. Secara umum, interaksi obat
antituberkulosis menyebabkan perubahan klinis yang relevan
terhadap konsentrasi obat lain (Blumberg, 2003).
D. Outcome Terapi TuberkulosisWHO dan IUALTD merekomendasikan sistem formal untuk
memonitoring outcome terapi yang diklasifikasikan untuk semua
kasus TB menjadi 6 kategori, yaitu : sembuh, diselesaikan tanpa
bukti penyembuhan, gagal, meninggal, putus berobat, atau pindah.
Penilaian penyembuhan didasarkan pada respon klinis dan pada
sputum BTA pada saat berakhirnya pengobatan (Blumberg, 2003)
11
Berdasarkan Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, hasil
pengobatan pasien TB BTA positif dikategorikan menjadi :
1) Sembuh : Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap dan pemeriksaan apusan dahak ulang (follow-up)
hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.
2) Pengobatan Lengkap : Pasien yang telah menyelesaikan
pengobatannya secara lengkap tetapi tidak ada hasil pemeriksaan
apusan dahak ulang pada AP dan pada satu pemeriksaan
sebelumnya.
3) Meninggal : Pasien yang meninggal dalam masa pengobatan
karena sebab apapun
4) Putus berobat : Pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut
atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
5) Gagal : Pasien yang hasil pemeriksaan dahanya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
6) Pindah (Transfer Out) : Pasien yang dipindah ke unit pencatatan
dan pelaporan (register) lain dan hasil pengobatannya tidak
diketahui.
7) Keberhasilan Pengobatan : Jumlah yang sembuh dan pengobatan
lengkap. Digunakan pada pasien dengan BTA+ atau biakan
positif.
(Depkes RI, 2011)
E. Pelayanan Tuberkulosis dan Peran ApotekerKeberhasilan terapi antituberkulosis tidak hanya tergantung pada
terapi secara farmakologi. Untuk mencapai keberhasilan, terapi
farmakologi perlu dikombinasikan dengan pelayanan klinik dan
kerangka sosial berdasarkan keadaan individual pasien.
Pengorganisasian secara optimal dari program pengobatan
membutuhkan jaringan yang efektif antara pelayanan primer dan
rujukan, kerjasama yang kooperatif antara dokter dan pekerja
12
kesehatan masyarakat, antara fasilitas pelayanan kesehatan dan
program penjangkauan masyarakat serta serta seluruh sektor
pelayanan medis (Blumberg, 2003)
Pada awal tahun 1990-an, WHO dan IUATLD mengembangkan
strategi pengendalian TB yang dikenal dengan strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Short-course). Bank Dunia
menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan
yang secara ekonomis sangat efektif. Fokus utama DOTS adalah
penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada
pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB
dan dengan demikian menurunkan insidensi TB di masyarakat.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu :
1) Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan
pendanaan.
2) Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang
terjamin mutunya.
3) Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi
pasien.
4) Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.
5) Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu
memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan
kinerja program.
(Depkes RI, 2011)
Salah satu supervisi dalam strategi DOTS yang berperan dalam
keberhasilan pengobatan adalah apoteker. Fungsi pemberian
konseling oleh apoteker kepada pasien terkait pengobatannya
mampu meningkatkan kepatuhan pasien dalam terapi tuberkulosis.
Sebuah penelitian menunjukkan, sebanyak 88% pasien dengan
intervensi berupa konseling mengalami keberhasilan pengobatan,
sedangkan dalam kelompok kontrol (tanpa intervensi konseling)
hanya 76% pasien yang berhasil dalam pengobatan. Selain itu,
13
dengan pemberian konseling, hanya 5,5% pasien yang mengalami
angka putus obat, sedangkan pada kelompok kontrol mengalami
angka putus obat sebesar16,8% (Thiam et al, 2007). Hal ini
membuktikan bahwa pemberian konseling kepada pasien merupakan
strategi yang efektif untuk meningkatkan kepatuhan guna mencapai
keberhasilan terapi tuberkulosis.
V. KETERANGAN EMPIRIS
Penelitian ini dilakukan guna mengetahui hubungan antara tingkat
kepatuhan pasien dengan faktor terkait pengobatan yang mempengaruhi
kepatuhan pasien TB di instalasi rawat jalan Puskesmas Kota Yogyakarta.
Tingkat kepatuhan pasien diperoleh berdasarkan tools MMS (Modified
Morisky Scale), sedangkan faktor terkait pengobatan yang mempengaruhi
kepatuhan pasien dapat ditentukan dengan tools CMAG (Case Management
Adherence Guidlines) versi 2.0. Kedua tools tersebut dikemas dalam
kuisioner dalam bentuk booklet yang diisi oleh pasien.
VI. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Kota Yogyakarta selama
tiga bulan yaitu pada bulan September – November 2014.
B. Rancangan PenelitianPenelitian ini menggunakan jenis penelitian non eksperimental
menggunakan jenis rancangan cross sectional ditinjau dari tidak adanya
intervensi yang dilakukan selama penelitian berlangsung. Oleh karena
menjelaskan tentang suatu keadaan dalam suatu komunitas masyarakat,
maka penelitian ini bersifat analitik. Pengambilan data dilakukan secara
concurrent, yaitu data yang diperoleh bersamaan dengan waktu penelitian
selama 3 bulan yaitu periode bulan September- November 2014. Data
diperoleh secara langsung dari narasumber melalui pemberian kuisioner
kepada pasien TB paru dewasa di instalasi rawat jalan Puskesmas Kota
14
Yogyakarta. Pasien dipilih dengan teknik sampling accidental sampling
dimana semua subyek yang memenuhi kriteria penelitian yang telah
ditetapkan oleh peneliti dimasukkan sebagai sampel tanpa adanya batasan
jumlah. Sehingga sampel yang diambil seadanya sesuai dengan kenyataan.
Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan analisis statistik
deskriptif - analitik sehingga didapatkan hubungan tingkat kepatuhan pasien
dengan faktor terkait pengobatan yang mempengaruhi kepatuhan terapi
antituberkulosis pasien TB paru dewasa di instalasi rawat jalan Puskesmas
Kota Yogyakarta.
C. Definisi Variabel Operasional Penelitian1. Penyakit tuberkulosis/TB adalah hasil diagnosis dari dokter kepada
pasien yang menyatakan bahwa pasien mengidap penyakit TB
diukur berdasarkan tanda dan gejala yang dialami pasien, hasil
pemeriksaan fisik, tes laboratorium dan hasil pemeriksaan rontgen
dada yang tercatat dalam berkas rekam medik.
2. Obat Anti Tuberkulosis adalah kombinasi obat yang digunakan
untuk pasien penderita tuberkulosis yang tertera pada berkas rekam
medis. Penggunaan obat anti tuberkulosis yang dipakai dalam
pengobatan TB adalah antibiotik dan anti infeksi sintetis untuk
membunuh kuman Mycobacterium tuberculosis. Aktivitas obat TB
didasarkan atas tiga mekanisme, yaitu aktivitas membunuh bakteri,
aktivitas sterilisasi, dan mencegah resistensi.
3. Pasien sebagai responden penelitian adalah pasien TB rawat jalan
di Puskesmas Kota Yogyakarta yang pada saat periode September-
November 2014 memenuhi kriteria inklusi yang telah ditetapkan
oleh peneliti.
4. Kepatuhan terapi adalah tingkat kesesuaian perilaku pasien dalam
menjalankan regimen pengobatan. Tingkat kepatuhan terapi diukur
dengan menggunakan tools MMS (Modified Morisky Scale) dalam
bentuk kuisioner.
15
5. Faktor terkait pengobatan yang mempengaruhi kepatuhan pasien
adalah faktor-faktor pengobatan yang terlibat langsung dalam
mempengaruhi perilaku pasien terhadap regimen pengobatan TB.
D. Responden PenelitianResponden penelitian yang digunakan adalah pasien TB yang terdaftar
sebagai pasien rawat jalan di Puskesmas Kota Yogyakarta periode
September – November 2014 dan memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:
1. Pasien dengan diagnosis TB yang pada saat dilakukan penelitian
berumur > 18 tahun (usia dewasa)
2. Pasien TB dengan data rekam medik lengkap mencakup identitas
pasien, diagnosis penyakit, hasil pemeriksaan fisik, hasil tes
laboratorium, stadium klinik dan data penggunaan obat
antituberkulosis.
3. Pasien TB yang pada saat penelitian sedang menggunakan obat
antituberkulosis.
4. Pasien bersedia mengisi kuisioner yang diberikan dan
menandatangani surat kesanggupan menjadi responden penelitian
(informed consent)
Sedangkan kriteria eksklusi ditetapkan sebagai berikut :
1. Pasien TB dengan terapi obat antituberkulosis kurang dari 6
bulan.
2. Pasien memiliki penyakit kronis lain selain TB.
E. Instrumen Penelitian
1. Alat yang DigunakanAlat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar data
rekam medik pasien serta kuisioner berisi MMS (Modified
Morisky Scale) dan CMAG (Case Management Adherence
Guidlines) versi 2.0 dalam bentuk booklet.
16
2. Bahan yang DigunakanBahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jawaban
kuisioner oleh pasien TB paru di instalasi rawat jalan Puskesmas
Kota Yogyakarta.
F. Prosedur PenelitianJalannya penelitian dibagi ke dalam tiga tahap yaitu :
1. Tahap Persiapan Penelitian
a. Pembuatan dan pengajuan proposal penelitian kepada Dosen
Pembimbing
b. Pengajuan permohonan izin melakukan penelitian kepada
Fakultas Farmasi UGM dan Puskesmas Kota Yogyakarta
c. Melakukan konsultasi dengan pihak yang berwenang di
Puskesmas Kota Yogyakarta terkait tata laksana penelitian
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
a. Pemilihan pasien untuk dijadikan responden penelitian
berdasarkan kriteria inklusi yang telah ditetapkan oleh peneliti.
b. Pemberian kuisioner untuk diisi oleh pasien yang terpilih
sebagai responden penelitian.
3. Tahap Pengolahan Data
a. Pengumpulan jawaban kuisioner yang telah diisi oleh pasien
responden penelitian.
b. Analisa dan interpretasi data berdasarkan hasil pengumpulan
data.
c. Penarikan kesimpulan terhadap hasil analisa dan intrepretasi
data.
G. Uji Validitas dan Reabilitas KuisionerSebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan pengujian
validitas dan reabilitas kuesioner. Pengujian instrumen menggunakan teknik
uji terpakai, yaitu menguji – cobakan instrumen sekaligus mengumpulkan
17
data penelitian kepada 20 responden. Setelah data terkumpul, kemudian
dilakukan analisis dengan menggunakan program SPSS (Statistic Program
for Social Science) for Windows Release 19.0 untuk mengetahui butir –
butir kuesioner yang tidak valid dan tidak reliabel. Butir – butir kuesioner
yang tidak valid dan tidak variabel dihilangkan dari kuesioner sedangkan
butir – butir yang valid dan reliabel digunakan untuk penelitian.
H. Analisis DataDari keseluruhan data yang diperoleh, dilakukan analisis statistik
deskriptif - analitik. Analisis data dilakukan pada beberapa aspek sebagai
berikut :
1. Analisis Deskriptif : Gambaran karakteristik responden
penelitian
Responden penelitian dikelompokkan sesuai dengan jenis
kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, cara pembayaran,
dan klasifikasi penyakit. Kemudian dihitung jumlah responden
pada tiap kelompok dan persentasenya.
2. Analisis Deskriptif : Gambaran pengobatan pasien TB
Responden penelitian dikelompokkan berdasarkan
penggunaan obat, jenis obat yang diresepkan, bentuk sediaan obat
yang diresepkan dan jumlah obat yang diterima oleh pasien.
Kemudian dihitung jumlah responden pada tiap kelompok dan
persentasenya.
3. Analisis Deskriptif : Gambaran tingkat kepatuhan pasien
Tingkat kepatuhan pasien diukur menggunakan tools MMS
dalam bentuk kuisioner. Di dalam tools tersebut terdiri dari 6
pertanyaan yang terbagi menjadi dua bagian penilaian. Pertanyaan
nomor 1, 2, dan 6 merupakan penilaian tentang motivasi,
sedangkan nomor 3, 4, dan 5 merupakan penilaian tentang
pengetahuan. Terdapat dua pilihan jawaban yaitu “ya” dan
18
“tidak”. Jawaban “ya” untuk pertanyaan nomor 1, 2, 3, 4, dan 6
diberi kode 0, sedangkan untuk jawaban “tidak” diberi kode 1.
Sebaliknya, untuk pertanyaan nomor 5, jawaban “ya” diberi kode
1 dan jawaban “tidak” diberi kode 0. Menurut CMAG versi 2.0,
jumlah skor 0-1 dikategorikan rendah, dan jumlah skor 2-3
dikategorikan tinggi. Kemudian dilakukan pengkategorian tingkat
kepatuhan yaitu tingkat kepatuhan rendah, berubah-ubah/tidak
tetap dan tinggi.
4. Analisis Deskriptif : Gambaran faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan pasien
Faktor-faktor terkait pengobatan yang mempengaruhi
kepatuhan pasien diukur berdasarkan CMAG (Case Management
Adherence Guidlines) versi 2.0 dalam bentuk kuisioner. Jawaban
“ya” diberi kode 1 dan jawaban “tidak” diberi kode 0. Data yang
ada kemudian dihitung untuk setiap kelompoknya dan dihitung
pula persentasenya.
5. Analisis Statistik : Uji NormalitasAnalisis uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah
sampel yang diambil mewakili distribusi populasi atau tidak. Uji
normalitas merupakan syarat untuk analisis parametrik yaitu uji
regresi linier.
6. Analisis Statistik : Analisis KorelasiAnalisis korelasi untuk mengetahui hubungan antara faktor-
faktor yang memprngaruhi pengobatan TB dengan tingkat
kepatuhanya itu sendiri. Data dianalisis untuk menguji hipotesis
penelitian. Dasar pengambilan keputusan penerimaan hipotesis
berdasarkan tingkat signifikansi (nilai p) adalah :
a. Jika p > 0,5 maka hipotesis penelitian ditolak
b. Jika p > 0,5 maka hipotesis penelitian diterima
19
VII. SKEMA PENELITIAN
Berikut adalah skema jalannya penelitian :
Gambar 2. Skema jalannya penelitian.
VIII. JADWAL PENELITIAN
KegiatanWaktu (bulan ke -)
1 2 3 4 5 6Studi Pustaka Pembuatan Proposal Perijinan Penelitian Pengambilan Data Wawancara dengan Pasien Pengolahan Data Pembuatan Laporan Penelitian
Seminar Hasil Penelitian
20
Persiapan Penelitian
Perijinan Penelitian
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Analisa dan Interpretasi Data
Penarikan Kesimpulan
Proposal Proposal
Pemberian Kuisioner
Wawancara dengan Pasien
IX. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006, Case Management Adherence Guidelines version 2.0, http://www.cmsa.org.prtals/o/pdf/CMAG2.pdf , 1 Mei 2014 jam 14.02
Anonim, 2014, http://health.kompas.com/read/2014/03/03/1415171/Indonesia.Peringkat.4.Pasien.TB.Terbanyak.di.Dunia, 8 Mei 2014 jam 20.45
Bhardawaj, A., Kumar, R., Dabas, V., Alam, N., 2012, Assessment and Enhancing Adherence to Treatment Regimen in Tuberculosis Out Patient, Int J Pharm Pharm Sci, 4 (3), 517-522.
Blumberg, H.M., Burman, W.J., Chaisson, R.E., Daley, C.L., Etkind, S.C., Freidman, A.N., Fujiwara, P., Grzemska, M., Hopewell, P.C., Iseman, M.D., Jasmer, R.M., Koppaka, V.R., Menzies, R.I., O’Brien, R.J., Reves, R.R., Reichman, L.B., Simone, P.M., Starke, J.R., Vernon, A.A., Peloquin, C., 2003, American Thoracic Society/Centers for Disease Control and Prevention/Infectious Disease Society of America: Treatment of Tuberculosis, American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, 167, 604-662
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 21-23, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011, Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014, 12-15, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2012, http://depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2261, 23 Mei 2014 jam 07.15.
Edwards, I.R., Aronson, J.K., 2000, Adverse Drug Reactions: Definitions, Diagnosis, and Management, THE LANCET, 356 (9237), 1255-1259.
McDonald, H.P., Amit, X.G., Brian, H., 2002, Interventions to Enhance Patient Adherence to Medication Prescriptions: Scientific Review, JAMA, 288(22): 2868-2879.
Thiam, S., LeFevre, A. M., Hane, F., Ndiaye, A., Ba, F., Fielding, K. L., Ndir, M., Lienhardt, C., 2007, Effectiveness of a Strategy to Improve Adherence to Tuberculosis Treatment in a Resource-Poor Setting: A Cluster Randomized Controlled Trial, JAMA, 297 (4), 380-386.
Wells, B. G., Dipiro, J. T., Schwinghammer, T. L., dan Dipiro, C. V., 2009, Handbook of Pharmacoterapy, Edisi 7, 532-543, The McGraw-Hills Companies Inc., New York.
21
World Health Organization (WHO) , 2010, Treatment of Tuberculosis Guidlines, Edisi 4, 30, Geneva.
World Health Organization (WHO) , 2014, http://apps.who.int/gho/data/node.main.GHECOD?lang=en, 08 Mei 2014 jam 05.30.
World Health Organization (WHO), 2003, Report on Medication Adherence, World Health Organization, Geneva : 1-16.
22
X. LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulir Persetujuan (Informed Consent)
FORMULIR PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK MENJADI
RESPONDEN DALAM PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Tanggal Lahir :
Alamat Rumah :
No. HP/Telepon:
menyatakan BERSEDIA menjadi responden dalam penelitian mengenai
“Hubungan Tingkat Kepatuhan Pasien dengan Faktor Terkait Pengobatan TB
Paru Dewasa di Instalasi Rawat Jalan”.
Demikian pernyataan ini kami buat dengan sukarela dan tanpa paksaan
untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bukti persetujuan penggunaan data
pada kuesioner guna keperluan penelitian.
Yogyakarta,..................................2014
Peneliti, Responden Penelitian,
(Zulva Amalia) ( )
23
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian
KUESIONER HUBUNGAN KEPATUHAN PASIEN DENGAN FAKTOR TERKAIT PENGOBATAN TB PARU DEWASA
Tanggal: ………….................2014
I. IDENTITAS PASIEN
Pertanyaan – pertanyaan di bawah ini terkait identitas Anda. Anda
dipersilahkan untuk melingkari jawaban pada pertanyaan pilihan dan mengisi
jawaban pada titik – titik yang telah disediakan.
a. Nomor Urut (Diisi oleh peneliti)
b. Jenis Kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan
c. Tanggal Lahir……………………… (Umur:
………………….)
d. Status
1. Menikah
2. Belum Menikah
3. Pernah Menikah
e. Pendidikan Terakhir
1. SD
2. SMP/Sederajat
3. SMA/Sederajat
4. Universitas
5. Lain – lain...............
f. Pekerjaan
1. Pelajar
2. Mahasiswa
3. Bekerja (PNS/Swasta/Wirausaha)
4. Tidak Bekerja
5. Lain – lain...............
24
II.RIWAYAT MEDIS PASIEN
Pertanyaan – pertanyaan di bawah ini terkait riwayat kesehatan Anda. Anda
dipersilahkan untuk melingkari jawaban pada pertanyaan pilihan dan mengisi
jawaban pada titik – titik yang telah disediakan.
a. Kapan pertama kali didiagnosis
TB
b. Pada kategori apakah Anda
sekarang
1. Kategori 1 , jika Anda pasien
dengan BTA positif, BTA negatif,
rontgen positif sakit berat, atau
penderita TB ekstraparu berat
2. Kategori 2 , jika Anda pasien
kambuh, gagal dalam pengobatan
sebelumnya, atau lalai dalam
pengobatan sebelumnya
3. Kategori 3 , jika Anda pasien
dengan BTA negatif dan rontgen
positif sakit ringan
c. Kapan pertama kali memulai
terapi OAT*
d. Obat OAT* apa yang sedang Anda
gunakan
1. ………………………
2. ………………………
3. ………………………
e. Penahkah Anda menjalani
perubahan regimen terapi OAT*
1. Pernah
2. Tidak Pernah
f. Apa alasan pengubahan regimen
terapi OAT*
1. Efek samping
2. Resistensi
3. Tidak efektif
4. Lain - lain ………………………
25
*jawaban boleh lebih dari 1
g. Bagaimana kondisi Anda setelah
menjalani terapi (berdasarkan apa
yang dirasakan)
1. Lebih baik
2. Lebih buruk
3. Tidak ada perubahan
h. Apa penyakit penyerta Anda selain
TB paru dan sejak kapan diderita?
1. ………………………sejak.........
2. ………………………sejak.........
3. ………………………sejak.........
*OAT : Obat Anti Tuberkulosis
III. KEPATUHAN MINUM OBAT
Pertanyaan – pertanyaan di bawah ini terkait kepatuhan minum obat Anda
dalam menjalani terapi tuberkulosis. Anda dipersilahkan untuk melingkari
jawaban pada pertanyaan pilihan dan mengisi jawaban pada titik – titik yang
telah disediakan.
a. Pernahkah Anda lupa minum
obat antirtuberkulosis?
1. Pernah
2. Tidak pernah
b. Selama sepekan yang lalu,
seberapa sering Anda lupa
minum obat?
1. Tidak pernah
2. 1 – 2 kali
3. 3 – 5 kali
4. 6 – 10 kali
5. >10 kali
c. Pernahkah Anda tidak minum
obat selama akhir pekan lalu?
1. Pernah
2. Tidak pernah
d. Dalam tiga bulan terakhir,
berapa hari Anda tidak minum
obat sama sekali?
1. ≤ 2 hari
2. > 2 hari
e. Apakah anda kurang begitu
perhatian (lupa//ceroboh)
terhadap terapi
antituberkulosis yang anda
1. Iya
Alasan……………………………
2. Tidak
26
jalani?
Berikan alasan Anda
Alasan……………………….
f. Saat keadaan anda membaik,
apakah Anda berhenti
meminum obat
antituberkulosis?
1. Iya, saya berhenti
2. Tidak, saya tidak berhenti
g. Saat Anda merasa keadaan
anda memburuk, apakah Anda
berhenti minum obat
antituberkulosis?
1. Iya, saya berhenti
2. Tidak, saya tidak berhenti
h. Apakah Anda tahu manfaat
jangka panjang sesuai dengan
informasi dari dokter atau
apoteker Anda?
1. Ya, saya tahu
2. Tidak, saya tidak tahu
i. Apakah anda pernah tidak
mengambil obat
antituberkulosis sebelum
jadwal kontrol ke dokter
berikutnya?
1. Ya, saya pernah
2. Tidak, saya tidak pernah
IV. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PASIEN
Pertanyaan di bawah ini terkait dengan faktor - faktor yang mempengaruhi
kepatuhan Anda dalam minum obat antituberkulosis. Dalam satu bulan ini,
seberapa sering Anda tidak minum obat dikarenakan faktor - faktor berikut
ini? (Pilih jawaban dengan memberi tanda pada kolom yang tersedia dan
tidak diperkenankan memilih lebih dari satu jawaban)
Apakah Anda tidak minum obat
karena :
Tidak
pernahJarang
Kadan
g
kadang
Sering
a. Jadwal minum obat yang terlalu
27
sering dalam sehari
b.Jumlah obat yang harus diminum
terlalu banyak
c.
Efek samping obat yang tidak
mengenakkan
*Efek samping
berupa : .........................................
.....
..............................................
*Jika terjadi efek samping apakah
Anda langsung menghentikan
minum obat? Ya/Tidak
d.Efek samping obat yang sering
muncul
e.Jadwal kegiatan sehari – hari yang
terlalu sibuk
f.Tidak mempunyai waktu untuk
berobat/kontrol penyakit
g. Biaya pengobatan yang mahal
h.Biaya transportasi menuju tempat
berobat/kontrol yang mahal
i.Tidak ada yang menemani untuk
berobat/kontrol
j.Tidak ada yang mengingatkan
untuk minum obat
k.Sudah merasa sehat walaupun
obat belum habis
l. Merasa tidak ada perubahan
28
setelah minum obat
m. Waktu tunggu berobat/kontrol
yang terlalu lama
n. Proses pengobatan yang rumit
o.
Apoteker tidak memberikan
informasi tentang cara
penggunaan obat
V. PERAN APOTEKER DALAM PENGOBATAN TB PARU
Pernyataan berikut ini terkait tentang peran Apoteker dalam pengobatan TB
paru yang Anda jalani. Pilih jawaban dengan memberi tanda pada kolom
yang tersedia dan berikan jawaban sesuai pengetahuan tentang peran Apoteker
pada titik – titik yang telah disediakan.
Ya Tidak
a. Apakah Anda tahu Apoteker?
*Apoteker adalah............................................................
........................................................................................
b. Apakah Anda tahu peran Apoteker?
*Peran Apoteker meliputi..............................................
.......................................................................................
c. Apakah peran apoteker diperlukan dalam pengobatan
Anda?
*Peran seperti apa yang Anda perlukan?.......................
.......................................................................................
d. Apakah selama pengobatan, Apoteker sudah
memberikan informasi tentang obat?
*Informasi seperti apa yang Anda dapat?.....................
.......................................................................................
e. Apakah Anda pernah melakukan konsultasi secara
langsung dengan Apoteker terkait dengan pengobatan
29
Anda?
*Apa yang Anda konsultasikan?...................................
.......................................................................................
f. Apakah yang Anda harapkan dari sosok Apoteker dalam pengobatan
Anda?..................................................................................................................
.............................................................................................................................
30