penerapan pendekatan model eliciting activities my proposal.docx

28
PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES (MEAS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI PERBANDINGAN TRIGONOMETRI

Upload: ciinoviarti

Post on 13-Jul-2016

21 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES my proposal.docx

PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES (MEAS)

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA

MATERI PERBANDINGAN TRIGONOMETRI

Page 2: PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES my proposal.docx

Latar Belakang

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki

kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap

warganya tanpa terkecuali, seperti yang tertuang pada UU No. 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 5:1

Ayat (1) : Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh

pendidikan yang bermutu.

Ayat (2) : Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental,

intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.

Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dinilai sangat

memegang peranan penting karena matematika dapat meningkatkan pengetahuan

siswa dalam berpikir secara logis, rasional, kritis, kreatif, cermat, efektif, dan

efisien. Oleh karena itu, pengetahuan matematika harus dikuasai sedini mungkin

oleh para siswa

Kegiatan pembelajaran matematika disekolah tidak terlepas dari materi

pokok yang diajarkan, salah satunya adalah materi trigonometri. Dalam

pembelajaran matematika di SMA, trigonometri bukanlah materi baru bagi siswa

mengingat materi tersebut secara umum telah dikenalkan kepada siswa ketika

SMP. Meski begitu, sebagian siswa masih merasa kesulitan dalam materi

trigonometri. Kesulitan ini diduga karena siswa hanya berusaha menghafal

perbandingan trigonometri tanpa adanya pemahaman lebih lanjut mengenai materi

tersebut .

Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) berdasarkan hasil

analisis Ujian Nasional (UN) Matematika pada tahun ajaran 2012/2013

menyebutkan bahwa penguasaan siswa SMA untuk materi trigonometri diperoleh

Page 3: PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES my proposal.docx

nilai persentase sebesar 50,05 % dalam tingkat nasional. Nilai persentase tersebut

adalah nilai yang paling rendah dibanding materi lain yang diujiankan. Hal ini

memberikan kesimpulan bahwa tingkat penguasaan siswa pada materi

trigonometri masih kurang dan sebagian siswa masih kesulitan terhadap materi

tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, penulis mengadakan penelitian yang berjudul

“Penerapan Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Materi Perbandingan

Trigonometri”.

Pendidikan matematika di Indonesia pada umumnya masih berada pada

pendidikan matematika konvensional yang banyak ditandai oleh strukturalistik

dan mekanistik. Kebanyakan guru matematika mengontrol secara penuh materi

serta metode penyampaiannya. Dengan cara seperti ini, penekanan hanya pada

kemampuan mengingat (memorizing) atau menghafal (rote learning) dan sangat

kurang penekanan pada pemahaman (understanding). Karena itu perlunya

pendekatan yang tidak hanya berpusat pada guru melainkan pada siswa. Salah satu

proses pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah dengan menggunakan

pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs). Model Eliciting Activities (MEAs)

adalah pendekatan pembelajaran untuk memahami, menjelaskan dan

mengkomunikasikan konsep-konsep yang terkandung dalam suatu masalah

melalui tahapan proses pemodelan matematika.

Dalam Model Eliciting Activities, kegiatan pembelajaran diawali dengan

penyajian situasi masalah yang memunculkan aktivitas untuk menghasilkan model

matematika yang digunakan untuk menyelesaikan masalah matematika. Selain itu

pendekatan MEAs juga mengikuti apa yang dikemukakan oleh Vygotsky yaitu

pada tahapan memberi arahan, dorongan dan membantu mereka pada saat

kemacetan berpikir. Untuk proses selanjutnya lebih ditekannkan kepada keaktifan

Page 4: PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES my proposal.docx

siswa sehingga pembelajaran tidak berpusat pada guru melainkan siswa aktif

belajar, menggali pengetahuannya secara mandiri.

Pembelajaran dengan model eliciting activities dapat diaplikasikan pada

pembelajaran matematika materi trigonometri dimana dalam pelaksanaannya

siswa berperan aktif membangun pengetahuan yang dimilikinya dengan

pemodelan matematika dan saling kerjasama dalam kelompoknya. Sehingga siswa

dapat mengaplikasikan pengetahuan yang telah dipelajarinya terhadap

permasalahan dalam kehidupan sehari-hari mereka.

C. Identifikasi Masalah

.

Page 5: PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES my proposal.docx
Page 6: PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES my proposal.docx
Page 7: PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES my proposal.docx
Page 8: PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES my proposal.docx

6

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, ataumenjelaskan

gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkansolusi

yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau medialain

untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,

yaitumemiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam

mempelajarimatematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan

masalah.

Page 9: PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES my proposal.docx

Salah satu implementasi dari Permendiknas no 22 Tahun 2006 adalah

penekanan soal pemecahan masalah pada soal olimpiade. Fajar menyatakan

bahwa hal ini dapat dilihat dengan sebagian besar soal olimpiade matematika

nasional yang berorientasi pada pemecahan masalah. Sejalan dengan sola

olimpiade matematika nasional, dalam olimpiade matematika internasional juga

terdapat soal penyelesaian masalah. Salah satu olimpiade matematika

internasional adalah TIMSS (Trend in International Mathematics and Science

Study) dan fakta penting pada penyelenggaraan TIMSS adalah Negara Latvia

memperoleh perubahan nilai yang signifikan pada penyelenggaraan TIMSS 1995

dan TIMSS 2003. Hal ini karena Latvia merombak seluruh kurikulum, tujuan

pendidikan serta buku pelajaran sesuai dengan refleksi dari tes internasional.

Hal di atas menunjukkan bahwa arah atau orientasi pembelajaran

matematika adalah kemampuan pemecahan masalah matematika. Kemampuan ini

sangat berguna bagi siswa pada saat mendalami matematika maupun kehidupan

sehari-hari, bukan saja mereka yang mendalami matematika, tetapi juga yang akan

menerapkannya dalam bidang lain. Karena dalam kehidupan nyata, sebagian besar

pekerjaan sehari-hari membutuhkan suatu pemecahan masalah, baik sebagai

seorang manajer, mekanik mobil, dokter, guru, konselor, atau pekerjaan lain.

6

Page 10: PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES my proposal.docx

7

Pemecahan masalah (problem solving) merupakan kompetensi atau

kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa setelah mempelajari matematika.

Kemampuan tersebut tidak hanya diperlukan siswa saat mempelajari matematika

atau pelajaran lain, namun sangat dibutuhkan setiap manusia pada umumnya pada

saat memecahkan suatu masalah atau membuat keputusan. Kemampuan yang

demikian memerlukan pola pikir yang memadai. Pola pikir yang memadai dalam

memecahkan masalah adalah pola pikir yang melibatkan pemikiran kritis,

sistematis, logis dan kreatif. Pola pikir seperti itu dibina dan dikembangkan dalam

belajar matematika.

Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar

matematika siswa masih rendah, hal ini dapat dilihat dari hasil belajar matematika

siswa kelas VIII SMP Bhinneka Tunggal Ika tahun ajaran 2012/2013. Rendahnya

hasil belajar matematika siswa ada kaitannya dengan pendekatan pembelajaran

yang dilakukan guru. Proses pembelajaran matematika pada umumnya dilakukan

secara konvensional, drill, bahkan ceramah. Proses pembelajaran seperti ini hanya

menekankan pada tuntutan pencapaian kurikulum daripada mengembangkan

kemampuan belajar siswa.

Page 11: PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES my proposal.docx

Dari hasil wawancara dengan guru bidang studi Matematika di SMP

Bhinneka Tunggal Ika mengenai kondisi siswa dalam berlangsungnya kegiatan

belajar mengajar matematika.7 Beliau mengatakan bahwa hasil belajar matematika

siswa kelas VIII masih kurang. Hal ini terlihat saat siswa diberi suatu

permasalahan masih belum dapat menyelesaikan dengan langkah yang benar. Dan

terkadang kecepatan mengerjakan soalpun sangat lambat. Seringkali satu

pertemuan hanya mampu mengerjakan dua hingga tiga soal pemecahan masalah.

Sehingga membuat materi lain menjadi terlambat untuk dipelajari.

Disamping itu, masalah lain yang muncul di sekolah tersebut

diantaranya siswa masih terlalu bergantung pada guru. Siswa hanya dapat

mengerjakan soal latihan yang sama persis dengan yang dicontohkan guru, namun

setelah diberikan soal lain yang sedikit diubah bentuknya maka siswa cenderung

7Wawancara dengan Bapak Budi S.Pd. selaku guru bidang studi

Matematika di SMP Bhinneka Tunggal Ika, Jakarta Pusat, pada tanggal 10

Agustus 2012

7

Page 12: PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES my proposal.docx

8

bingung dan tidak mampu menyelesaikannya. Hal tersebut terjadi karena guru di

sekolah masih cenderung menggunakan cara-cara tradisional seperti ceramah,

tanya jawab dan drill.

Matematika merupakan ilmu yang kaya, menarik, banyak terkait

dengan kehidupan, memungkinkan banyak eksplorasi dan interaksi yang dapat

dilakukan siswa. Namun, dalam pembelajaran matematika interaksi yang sering

terjadi adalah pemberitahuan definisi dan aturan oleh guru kemudian dilanjutkan

dengan demonstrasi pemakaian definisi dan aturan tersebut dalam contoh dan

latihan soal.

Menurut Ruseffendi, proses pembelajaran matematika di sekolah, pada

umumnya siswa mempelajari matematika hanya diberi tahu oleh gurunya bukan

melalui kegiatan eksplorasi. Sehingga pembelajaran matematika kurang

melibatkan aktivitas siswa secara optimal.8

Page 13: PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES my proposal.docx

Pembelajaran yang demikian membuat siswa kurang aktif karena

kurang memberi peluang kepada siswa untuk lebih banyak berinteraksi dengan

sesama dan dapat membuat siswa memandang matematika sebagai suatu

kumpulan aturan dan latihan yang dapat berujung pada rasa bosan dan bingung

saat diberikan soal yang berbeda dengan soal latihan.

Selain cara mengajar guru, rendahnya hasil belajar siswa juga

disebabkan lemahnya siswa dalam kemampuan dasar bermatematika lainnya.

Jenning dan Dunne mengatakan bahwa pada umumnya siswa mengalami kesulitan

dalam mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari, indikasinya

adalah pada pembelajaran matematika selama ini, dunia nyata hanya dijadikan

tempat mengaplikasikan konsep.

Hal lain yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah

karena pembelajaran matematika dirasakan kurang bermakna. Guru dalam

pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan pengetahuan sebelumnya

(prior-knowledge) yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan

8 Ruseffendi, Pengantar Kepada Mengembangkan Kompetensi

Guru Matematika untuk Meningkatkan CBSA Pengajaran Matematika

Modern, (Bandung: Tarsito, 2006)

Page 14: PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES my proposal.docx

8

Page 15: PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES my proposal.docx

9

kesempatan untuk menemukan kembali (reinvention) dan mengkonstruksi sendiri

ide-ide matematika.

Pendidikan matematika di Indonesia pada umumnya masih berada pada

pendidikan matematika konvensional yang banyak ditandai oleh strukturalistik

dan mekanistik. Kebanyakan guru matematika mengontrol secara penuh materi

serta metode penyampaiannya. Dengan cara seperti ini, penekanan hanya pada

kemampuan mengingat (memorizing) atau menghafal (rote learning) dan sangat

kurang penekanan pada pemahaman (understanding). Karena itu perlunya

pendekatan yang tidak hanya berpusat pada guru melainkan pada siswa.

Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran yang tadinya berpusat

pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa

(learner centered) diharapkan dapat mendorong siswa untuk terlibat secara aktif

dalam membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Menurut Gregoria,

pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah pembelajaran dengan

menggunakan sepasang perspektif, yaitu fokus pada individu pembelajar

Page 16: PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES my proposal.docx

(keturunan, pengalaman, perspektif, latar belakang, bakat, minat, kapasitas, dan

kebutuhan) dengan fokus pada pembelajaran (pengetahuan yang paling baik

tentang pembelajaran dan bagaimana hal itu timbul serta tentang praktek

pengajaran yang paling efektif dalam meningkatkan motivasi, pembelajaran, dan

prestasi bagi semua pembelajar). Fokus ganda ini selanjutnya memberikan

informasi dan dorongan pengambilan keputusan pendidikan. Melalui proses

pembelajaran dengan keterlibatan aktif siswa ini berarti guru tidak mengambil hak

anak untuk belajar dalam arti yang sesungguhnya.

Pada proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka siswa

memperoleh kesempatan dan fasilitasi untuk membangun sendiri pengetahuannya

sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam (deep learning),

dan pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas siswa. Salah satu proses

pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah dengan menggunakan pendekatan

Model-Eliciting Activities (MEAs). Selain itu, karena adanya kekurangan pada

pendekatan yang dilakukan guru dalam meningkatkan kemampuan pemecahan

9

Page 17: PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES my proposal.docx

10

masalah matematika siswa, maka muncullah pendekatan MEAs yang diharapkan

dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

Menurut Chamberlin, pembelajaran matematika dengan pendekatan

Model-Eliciting Activities (MEAs) merupakan suatu alternatif pendekatan yang

berupaya membuat siswa dapat secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran

matematika di kelas. Dalam pendekatan MEAs memunculkan masalah yang nyata

adalah salah satu karakteristiknya. Dengan memunculkan masalah yang nyata

maka secara lebih mudah dapat mengaitkan konsep matematika yang abstrak oleh

siswa. Sehingga dapat memunculkan ketertarikan siswa terhadap masalah tersebut

dan membuatnya aktif untuk mencari penyelesaiannya.9 Keaktifan siswa itu

terwujud dalam salah satu karakteristik pendekatan MEAs yaitu memberikan

siswa peluang untuk mengambil kendali atas pembelajaran mereka sendiri dengan

memunculkan masalah yang berhubungan dengan siswa.

Page 18: PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES my proposal.docx

Chamberlin menambahkan pendekatan Model-Eliciting Activities

(MEAs) didasarkan pada situasi kehidupan nyata siswa, bekerja dalam kelompok

kecil, dan menyajikan sebuah model matematis untuk membantu siswa

membangun pemecahan masalah. Selain itu MEAs juga disusun untuk membantu

siswa membangun pemecahan masalah dunia nyata mereka ke arah peningkatan

konstruksi matematika dan terbentuk karena adanya kebutuhan untuk membuat

siswa menerapkan prosedur matematis yang telah dipelajari.

Model-Eliciting Activities (MEAs) sendiri merupakan pendekatan yang

didasarkan pada masalah realistic yang sesuai dengan himbauan Kurikulum 2004

dan Badan Standar Nasional Pendidikan tahun 2006 yang mengemukakan bahwa

dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika diharapkan dimulai dengan

pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi kontekstual.

Menurut Geetanjali dalam Lesh, Model-Eliciting Activities (MEAs)

didesain untuk mendorong siswa membangun model matematika untuk

memecahkan masalah yang kompleks dan sebagai alat bagi para pendidik untuk

9Chamberlin dan Moon, How Does the Problem Based Learning

Approach Compare to the Model-Eliciting Activities Approach in Mathematics?,

2012, p. 7, (www.cimt.plymouth.ac.uk/journal/chamberlin.pdf).

Page 19: PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES my proposal.docx

10

Page 20: PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES my proposal.docx

1

1

lebih memahami pemikiran siswa. Beberapa peneliti pendidikan telah

mengembangkan serangkaian alat refleksi memikirkan dan merekam strategi

khusus saat pemecahan masalah.

Dalam Model-Eliciting Activities (MEAs), kegiatan pembelajaran

diawali dengan penyajian situasi masalah yang memunculkan aktivitas untuk

menghasilkan model matematis yang digunakan untuk menyelesaikan masalah

matematika. Dalam MEAs, siswa menghasilkan alat konseptual yang mengandung

sistem deskriptif yang tegas atau sistem yang menjelaskan fungsi sebagai model

yang menyatakan aspek penting mengenai bagaimana para siswa

menginterpretasikan situasi pemecahan masalah.

Menurut Chamberlin dan Moon, dalam kegiatan Model-Eliciting

Activities (MEAs) terdiri atas empat bagian. Bagian pertama adalah

mempersiapkan konteks permasalahan, menyajikan masalah, dan membacakan

teks. Bagian kedua adalah bagian pertanyaan “siap-siaga”. Bagian ketiga adalah

Page 21: PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES my proposal.docx

bagian data. Bagian keempat adalah tugas pemecahan masalah. Melalui rangkaian

kegiatan MEAs tersebut, diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematika.

Menurut Lesh, dalam tahapan Model-Eliciting Activities (MEAs) selain

memetakan suatu model matematis dari situasi kehidupan nyata, terdapat juga

langkah memanipulasi model matematis untuk menghasilkan prediksi dan

memcari pemecahan masalahnya. Selanjutnya menerjemahkan model matematis

tersebut kembali ke kehidupan nyata dan membuktikan kegunaannya. Tahapan

tersebut diharapkan dapat membuat siswa aktif dalam kelompok.

Pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs) merupakan jembatan

antara model dan interpretasi, memberi peluang yang besar kepada siswa untuk

mengeksploitasi pengetahuannya dalam belajar matematika. Dengan

menggunakan MEAs, belajar siswa menjadi lebih bermakna karena ia dapat

mempelajari situasi kehidupan nyata dan menyelesaikan masalah yang terdapat di

dalamnya. Sehingga pelajaran di kelas pun menjadi terasa nyata karena masalah

yang dipelajari berasal dari dunia nyata yang sering mereka hadapi sehari-hari.

Hal ini diharapkan membuat siswa mengubah pandangannya bahwa matematika

11

Page 22: PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES my proposal.docx

1

2

sebagai pelajaran yang sulit dan siswa sebenarnya mampu mempelajari

matematika.

Berdasarkan uraian di atas, maka keperluan untuk melakukan studi

yang berfokus pada pengembangan pendekatan pembelajaran yang dapat

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, yakni pembelajaran matematika

dengan pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs) dipandang penulis sangat

penting. Dalam kaitan ini maka penulis mencoba melakukan penelitian yang

berhubungan dengan pembelajaran matematika dengan pendekatan MEAs dengan

kemampuan pemecahan masalah yang dilaksanakan di SMP, dan mengungkapkan

apakah pembelajaran Model-Eliciting Activities (MEAs) memberikan kontribusi

terhadapa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Penelitian ini

dirancang untuk melihat Pengaruh Pendekatan Model-Eliciting Activities

Page 23: PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES my proposal.docx

(MEAs) Terhadap Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP.