contoh

71
Presentasi Kasus G 1 P 0 A 0 , 38 Tahun, Janin Tunggal Hidup Intra Uterin, Presentasi Kepala, Punggung Kanan, Inpartu Kala I Fase Laten dengan Eklampsia Pembimbing : dr. Hendro Boedhi H, Sp. OG Disusun Oleh : Yusi Nurmalisa G1A211026 JURUSAN KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Upload: fatiha-sri-utami-tamad

Post on 05-Dec-2014

116 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: contoh

Presentasi Kasus

G1P0A0, 38 Tahun, Janin Tunggal Hidup Intra Uterin, Presentasi Kepala, Punggung

Kanan, Inpartu Kala I Fase Laten dengan Eklampsia

Pembimbing : dr. Hendro Boedhi H, Sp. OG

Disusun Oleh :

Yusi Nurmalisa G1A211026

JURUSAN KEDOKTERANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANSMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

2011Presentasi Kasus

Page 2: contoh

G1P0A0, 38 Tahun, Janin Tunggal Hidup Intra Uterin, Presentasi Kepala, Punggung

Kanan, Inpartu Kala I Fase Laten dengan Eklampsia

Disusun Oleh:

Yusi nurmalisa G1A211026

Untuk memenuhi salah satu persyaratan mengikuti

tugas stase Ilmu Kebidanan dan Kandungan

RS Margono Soekarjo

Purwokerto

Disetujui dan disahkan

Pada tanggal September 2011

Pembimbing Referat

dr. Hendro Boedhi H, Sp. OG

Page 3: contoh

BAB I

PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia merupakan angka tertinggi di ASEAN, yaitu

sebesar 307/100.000 kelahiran hidup (Survei Demografi Kesehatan Indonesia SDKI 2002–

2003), artinya lebih dari 18.000 ibu tiap tahun atau dua ibu tiap jam meninggal oleh sebab

yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas.

Angka kematian ibu sebesar 90% disebabkan oleh obstetrik secara langsung, sebagian

besar akibat perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Penyebab tak langsung

kematian ibu berupa kondisi kesehatan yang dideritanya misalnya Kurang Energi Kronis

(KEK), anemia (Hb < 11 g%) dan penyakit kardiovaskuler (SKRT 2001). Penelitian lainnya

menyatakan bahwa preeklampsia dan eklampsia merupakan penyebab kematian maternal

hingga 75-80% dari penyebab lainnya (Rambulangi, 2003).

Eklampsia bukan hanya merupakan ancaman bagi ibu namun juga bagi janin. Salah

satu komplikasi eklampsia terhadap janin adalah terjadinya Intra Uterine Fetal Death

(IUFD). Hipertensi merupakan penyebab IUFD tersering (14%), lalu diikuti oleh karena

abrupsi plasenta (13%), sifilis (8%), infeksi dalam rahim (6%), malaria (4%), malformasi

fetal (4%), komplikasi kelainan umbilikus (4%) dan anemia (4%) (Axemo et al., 1995).

Selain Angka Kamatian Ibu, Angka Kematian Perinatal merupakan salah satu tolak

ukur yang paling peka untuk menilai derajat kesehatan masyarakat. Angka kematian perinatal

di Indonesia tidak diketahui dengan pasti karena belum ada survei yang menyeluruh.

Penanganan yang cepat dan tepat diharapkan akan mengurangi angka kematian ibu dan janin

sehingga meningkatkan derajat kesehatan masyarakat kuhususnya di Indonesia.

Page 4: contoh

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A. Preeklampsia-Eklampsia

1. Definisi

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya

perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel yang terjadi pada usia

kehamilan lebih dari 20 minggu dan dapat menetap hingga 4-6 minggu post

partus. Preeklampsia ditandai dengan tekanan darah ≥ 140/90, proteinuria ≥ 300

mg/24 jam jumlah urin atau 30 mg/dl (+1 pada dipstick) secara menetap pada

sampel acak urin, dengan atau tanpa edema.

Eklampsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan preeklampsia

yang tidak disebbkan oleh hal lain. Kejang bersifat grand mal dan mungkin timbul

sebelum, selama, atau setelah persalinan.

2. Klasifikasi Preeklampsia

Menurut berat ringannya gejala dan tanda, maka preeklampsia diklasifikasikan

sebagai berikut:

a. Preeklampsia Ringan

Diagnosis Pre-Eklampsia ringan ditegakkan apabila ditemukan:

1) Tekanan darah ≥140/90 mmHg, < 160/110 mmHg

2) Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam jumlah urin atau dipstick ≥ +1

3) Edema anasarka

b. Preeklampsia Berat

Diagnosis Pre-Eklampsia Berat apabila terdapat satu atau lebih hal berikut ini:

1) Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg atau

2) Proteinuria > 5 gram/ jumlah urin selama 24 jam, atau dipstick +4

3) Oliguria, yakni produksi urin < 400- 500 ml/ 24 jam

4) Kenaikan kreatinin serum

5) Edema paru dan sianosis

6) Nyeri epigastrium, nyeri kuadran atas kanan abdomen

7) Gangguan visus dan serebral : perubahan kesadaran, nyeri kepala, dan

pandangan kabur

8) Gangguan fungsi hepar : penigkatan SGPT atau SGOT

Page 5: contoh

9) Hemolisis mikroangiopatik

10) Trombositopenia : < 100.000 cell/mm3

11) Terdapat sindroma HELPP (Hemolisis, Elevated Liver Enzymes and Low

Platelet Count)

3. Faktor Risiko

a. Primigravida

b. Nulipara

c. Usia < 20 atau > 35 th

d. Hiperplasentasi (molla, gemelli, hydrops fetalis, bayi besar)

e. Riwayat preeklampsia, eklampsia pada kehamilan sebelumnya

f. Riwayat preeklampsia, eklampsia dalam keluarga

g. Riwayat penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada

sebelum kehamilan

h. Obesitas (BMI > 35)

4. Etiologi dan Patofisiologi

Sampai saat ini, etiologi pasti dari preeklampsia/ eklampsia belum diketahui. Ada

beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut

diatas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun

teori – teori tersebut antara lain :

a. Teori radikal bebas dan kerusakan endotel

Oksigen yang labil distribusinya menimbulkan produk metabolisme dengan ciri

terdapatnya elektron bebas disamping radikal bebas. Elektron bebas ini akan

mencari pasangan dengan merusak jaringan endotel khususnya pembuluh

darah. Radikal bebas merupakan lemak asam lemak tak jenuh yang terutama

bersumber pada plasenta yang iskemik.

b. Teori Iskemi Uteroplasenta

Kebutuhan nutrisi dan oksigen serta plasenta dapat berfungsi normal karena

adanya dilatasi pembuluh dari akibat invasi sel ke trofoblast. Hal ini terjadi

pada kehamilan yang normal.

1) Pada pre eklampsia invasi sel trofoblast hanya pada bagian arteri spiralis di

daerah endometrium sampai desidua sehingga terjadi gangguan fungsi

plasenta. Karena sebagian besar arteri spiralis di daerah miometrium tetap

dalam keadaan konstriksi sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan

darah untuk nutrisi dan oksigen.

Page 6: contoh

2) Iskemia uteroplasenta dianggap terjadi pengeluaran toksin yang belum

dibuktikan sebagai penyebab gejala vasospasmus dan hipertensi pada pre-

eklampsia dan eklampsia yang disebut toksaemia gravidarum.

3) Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai penyebabnya adalah

teori iskemia uteroplasenter. Konsep dasar terjadinya hipertensi pada

kehamilan menurut teori iskemia uteroplasenter yaitu bahwa pada

kehamilan, terjadi Iskemia regio uteroplasenter yang dipengaruhi faktor

herediter, defisiensi vit. C, E dan kalsium. Iskemia regio uteroplasenter

menimbulkan dikeluarkannya hasil metabolisme PO2 yang labil “radikal

bebas”, dengan ciri terdapat elektron. Radikal bebas dapat merusak

membran, khususnya sel endotel pembuluh darah sehingga akan mengubah

metabolisme sel. Akibat perubahan metabolisme terjadi:

a) Penurunan reproduksi prostaglandin dikeluarkan oleh plasenta.

b) Perubahan keseimbangan produksi prostaglandin yang menjurus

c) Peningkatan tromboksan merupakan vasokonstriktor yang kuat.

d) Penurunan produksi prostasiklin, sebagai vasodilator.

e) Menurunnya produksi angiotensin II-III, yang menyebabkan makin

meningkatnya sensitivitas otot pembuluh darah terhadap vasopresor.

Perubahan ini menimbulkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah dan

vasa vasorum sehingga terjadi kerusakan, nekrosis pembuluh darah, dan

mengakibatkan permeabilitas meningkat serta menimbulkan kenaikan

tekanan darah.

c. Peran Faktor Imunologis

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada

kehamilan berikutnya. Hal ini adapt diterangkan bahwa pada kehamilan

pertama pembentukan blocking antibodi terhadap antigen plasenta tidak

sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Beberapa data

yang mendukung adanya faktor sistem imun pada penderita preeklampsia –

eklampsia :

1) Beberapa wanita dengan preeklampsia – eklampsia mempunyai kompleks

imun dalam serum.

2) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada

preeklampsia-eklampsia diikuti dengan proteinuria.

Page 7: contoh

Meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun humoral

dan aktivasi komplemen terjadi pada preeklampsia- eklampsia, tetapi tidak ada

bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan preeklampsia-eklampsia.

d. Peran Faktor Genetik

Beberapa bukti yang menunjukan peran faktor genetik pada kejadian

preeklampsia-eklampsia antara lain :

1) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.

2) Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia –

eklampsia pada anak – anak dari ibu yang menderita preeklampsia –

eklampsia

3) Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia – eklampsia pada

anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat preeklampsia – eklampsia dan

bukan pada ipar mereka.

4) Peran Renin – Angiotensin – Aldosteron System ( RAAS )

Teori yang dapat diterima harus dapat menegakkan hal – hal berikut: (1) sebab

bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion, dan

mola hidatidosa; (2) sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya

kehamilan; (3) sebab adaptasi terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan

kematian janin; (4) sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan –

kehamilan berikutnya; dan (5) sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria,

kejang, dan koma.

e. Perubahan reaktivitas vaskuler

f. Ketidakseimbangan antara prostasiklin dan tromboksan

Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,

sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta

berkurang, sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin meningkat. Sekresi

tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstriksi

generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini

menyebabkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan

penurunan volume plasma (Y. Joko, 2002).

g. Menurunnya Laju filtrasi glomerulus dengan retensi garam dan air

Page 8: contoh

h. Penurunan volume intravaskular

i. Peningkatan iritabilitas sistem saraf pusat

j. Disseminated intravascular coagulation

k. Faktor-faktor diet

Gambar 1. Patofisiologi Preeklampsia

Solusio plasenta

Oliguria

Iskemia hepar

proteinuria

Kejang

Trombositopenia hemokonsentrasi

Edema

vasospasmeAktivasi koagulasi

Kebocoran kapiler

Zat vasoaktif : prostaglandin, NO, endotelin

Zat perusak : sitokin, peroksidase lemak

Penurunan perfusi uteroplasenta

Faktor genetik, imunologik atau inflamasi

Trofoblas berlebihan

Gangguan plasentasi

Penyakit vaskular ibu

Hipertensi

Aktivasi endotel

Page 9: contoh

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Darah Lengkap

b. Pemeriksaan Kimia Darah

c. Pemeriksaan Urin Lengkap

6. Penatalaksanaan

Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit

preeklampsia adalah:

a. Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinnya.

b. Lahirnya bayi yang kemudian dapat berkembang.

c. Pemulihan sempurna kesehatan ibu.

Pada kasus preeklampsia tertentu, terutama pada wanita menjelang atau sudah

aterm, tiga tujuan tersebut dapat terpenuhi oleh induksi persalinan. Dengan

demikian, informasi terpenting yang perlu dimiliki olehh ahli obstetri agar

penanganan berhasil, dan terutama kehamilan dengan penyulit hipertensi adalah

keepastian usia janin (william). Pada kondisi Preeklampsia, maka dilakukan

beberapa tindakan yang disesuaikan dengan berat-ringannya gejala Preeklampsia

sebagai berikut:

a. Preeklampsia Ringan

Pengelolaan preeklampsia ringan dapat secara rawat jalan (ambulatoir) dan

rawat inap (hospitalisasi).

1) Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir)

a) Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi esuai

keinginannya. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan.

b) Diet reguler.

c) Vitamin prenatal.

d) Tidak perlu restriksi konsumsi garam.

e) Tidak perlu pemberian diuretik, antihipertensi dan sedativum.

f) Kunjungan ke Rumah Sakit tiap minggu.

2) Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi)

Indikasi preeklampsia driawat inap adalah:

a) Hipertensi yang menetap selama > 2 minggu

b) Proteinuria menetap selama > 2 minggu

c) Hasil test labolatorium yang abnormal

d) Adanya gejala atau tanda preeklampsia berat

Page 10: contoh

Pemeriksaan dan monitoring pada ibu:

a) Pengukuran tekanan darah setiap 4 jam, kecuali ibu tidur

b) Pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan abdomen.

c) Penimbangan berat badan waktu ibu masuk rumah sakit dan

penimbangan dilakukan setiap hari.

d) Pengamatan gejala preeklampsia dengan impending eklampsia seperti

nyeri kepala frontal atau oksipital, gangguan visus, nyeri perut kuadran

kaan atas, dan nyeri epigastrium.

Pemeriksaan Labolatorium:

a) Proteinuria dengan dipstik pada waktu masuk dan sekurangnya diikuti

2 hari setelahnya.

b) Hematokrit dan trombosit : 2 x seminggu

c) Test fungsi hepar : 2x seminggu

d) Tes fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin serum, asam urat, dan

BUN

e) Pengukuran produksi urin setiap 3 jam (tidak perlu dengan kateter

tetap)

Pemeriksaan Kesejahteraan Janin:

a) Pengamatan gerakan janin setiap hari

b) NST 2x seminggu

c) Profil biofisik janin, bila NST non reaktif

d) Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG, setiap 3-4 minggu

e) Ultrasound Doppler arteri umbilikalis, arteri uterin.

3) Terapi medikamentosa

a) Pada dasarnya sama dengan terapi ambulatoir

b) Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda-tanda preekalmpsia, umur

kehamilan ≥ 37 minggu, ibu masih perlu diobservasi 2-3 hari

kemudian boleh dipulangkan.

4) Pengelolaan Obstetrik

a) Bila penderita tidak inpartu

i. Umur kehamilan < 37 minggu :

bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat

dipertahankan sampai aterm.

ii. Umur kehamilan > 37 minggu :

Page 11: contoh

- Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus

- Bila serviks matang pada taksiran tanggal persalinan dapat

dipertimbangkan dilkukannya induksi persalinan.

b) Bila pendeita sudah inpartu

Perjalanan persalinan dapat diikuti dengan Grafik Friedman atau

Partograf WHO.

b. Preeklampsia Berat

Pada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan pengelolaan

dasar sebagai berikut:

1) Pemberian terapi medikamentosa

a) Segera masuk rumah sakit

b) Tirah baring miring ke kiri secara intermiten

c) Infus Ringer Laktat atau Ringer Destrose 5%

d) Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang,

meliputi:

i. Loading dose (initial dose) : dosis awal

ii. Maintance dose : dosis lanjutan

e) Anti hipertensi

Diberikan : bila tensi ≥ 180/110 mmHg atau MAP ≥ 126

Jenis obat : nifedipine 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit,

maksimum 120 mg dalam 24 jam.

Nifedipine tidak dibenarkan diberikan dibawah lidah (sublingual)

karena absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan.

Tekanan darah diturunkan secara bertahap :

i. Penurunan awal 25 % dari desakan sistolik

ii. Tekanan darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP < 125

f) Diuretikum

Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena :

i. Memperberat penurunan perfusi plasenta

ii. Memperberat hipovolemia

iii. Meningkatkan hemokonsentrasi

Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :

Page 12: contoh

i. Edema paru

ii. Payah jantung kongestif

iii. Edema anasarka

g) Diet

Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang

berlebih

2) Pengelolaan Obstetrik

Perawatan konservatif

a) Tujuan :

iii. Mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilan

yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan.

iv. Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi

keselamatan ibu.

b) Indikasi : Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda dan

gejala-gejala impending eklampsia

c) Terapi medikamentosa :

i. Anti hipertensi Infus Ringer Laktat atau Ringer Destrose 5%

ii. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi

kejang, meliputi:

Loading dose (initial dose) : dosis awal

Maintance dose : dosis lanjutan

iii. Anti hipertensi

Diberikan : bila tensi ≥ 180/110 mmHg atau MAP ≥ 126

Jenis obat : nifedipine 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit,

maksimum 120 mg dalam 24 jam.

Nifedipine tidak dibenarkan diberikan dibawah lidah (sublingual)

karena absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan.

Tekanan darah diturunkan secara bertahap :

- Penurunan awal 25 % dari desakan sistolik

- Tekanan darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP < 125

mmHg

iv. Diuretikum

Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena :

1. Memperberat penurunan perfusi plasenta

Page 13: contoh

2. Memperberat hipovolemia

3. Meningkatkan hemokonsentrasi

Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :

1. Edema paru

2. Payah jantung kongestif

3. Edema anasarka

v. Bila penderita sudah kembali menjadi preeklampsia ringan, maka

masih dirawat 2-3 hari lagi, baru diizinkan pulang.

vi. Berikan MgSO4 loading dose secara intramuskular.

vii. Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34

minggu selama 48 jam.

d) Perawatan di Rumah Sakit

i. Pemeriksaan dan monitoring tiap hari terhadap gejala klinik

seperti nyeri kepala, penglihatan kabur, nyeri perut kuadran kanan

atas, nyeri epigastrium dan kenaikan berat badan dengan cepat.

ii. Menimbang berat badan pada waktu masuk rumah sakit dan

diikuti tiap hari.

iii. Mengukur proteinuria ketika masuk Rumah Sakit dan diulangi tiap

2 hari.

iv. Pengukuran tekanan darah sesuai standar yang telah ditentukan

v. Pemeriksaan laboratorium

vi. Pemeriksaan USG, khususnya uuntuk memeriksa ukuran

biometrik janin dan volume air ketuban.

e) Penderita boleh dipulangkan :

Apabila penderita telah bebas dari gejala-gejala preeklampsia berat,

masih dirawat tiga hari lagi baru diizinkan pulang.

f) Cara persalinan :

i. Bila penderita tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai

kehamilan aterm.

ii. Bila penderita inpartu, perjalanan persalinan diikuti seperti

lazimnya (grafik Friedman)

iii. Bila penderita inpartu, maka persalinan diutamakan pervaginam,

kecuali ada indikasi untuk pembedahan cesar.

Perawatan Aktif (Agresif)

Page 14: contoh

a) Tujuan : Terminasi kehamilan

b) Indikasi :

i. Indikasi ibu :

1. Kegagalan terapi medikamentosa:

a. Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa,

terjadi kenaikan tekanan darah yang persisten.

b. Setelah 24 jam dimulainya pengobatan medikamentosa

terjadi kenaikan tekanan darah yang persisten.

2. Tanda dan gejala impending eklampsia

3. Gangguan fungsi hepar

4. Gangguan fungsi ginjal

5. Dicurigai terjadi solusio plasenta

6. Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, pendarahan

ii. Indikasi janin :

1. Umur kehamilan ≥ 37 minggu

2. IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG

3. NST nonreaktif dan profil biofisik abnormal

4. Timbulnya oligohidramnion

iii. Indikasi labolatorium

Trombositopenia progresif, yang menjurus pada sindroma HELLP

c) Terapi Medikamentosa :

i. Infus Ringer Laktat atau Ringer Destrose 5%

ii. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi

kejang, meliputi:

- Loading dose (initial dose) : dosis awal

- Maintance dose : dosis lanjutan

iii. Anti hipertensi

Diberikan : bila tensi ≥ 180/110 mmHg atau MAP ≥ 126

Jenis obat : nifedipine 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit,

maksimum 120 mg dalam 24 jam.

Nifedipine tidak dibenarkan diberikan dibawah lidah (sublingual)

karena absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan.

Tekanan darah diturunkan secara bertahap :

1. Penurunan awal 25 % dari desakan sistolik

Page 15: contoh

2. Tekanan darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP <

125 mmHg

iv. Diuretikum

Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena :

1. Memperberat penurunan perfusi plasenta

2. Memperberat hipovolemia

3. Meningkatkan hemokonsentrasi

Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :

1. Edema paru

2. Payah jantung kongestif

3. Edema anasarka

d) Cara Persalinan

Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam

i. Penderita belum inpartu

1. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop ≥ 8

Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol

Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu

24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap gagal, dan

harus dilakukan pembedahan cesar.

2. Indikasi pembedahan cesar :

a. Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam

b. Induksi persalinan gagal

c. Terjadi maternal distress

d. Terjadi fetal distress

e. Bila umur kehamilan < 33 minggu

ii. Bila penderita sudah inpartu

1. Perjalanan persalianan diikuti dengan grafik Friedman

2. Memperingan kala II

3. Pembedahan cesar dilakukan bila terdapat maternal distress

dan fetal distress

4. Primigravida direkomendasikan pembedahan cesar

5. Anestesia : regional anestesia atau epidural anestesia, dan

tidak dianjurkan general anestesia.

c. Eklampsia

Page 16: contoh

1) Pemberian terapi medikamentosa

i. Segera masuk rumah sakit

ii. Tirah baring miring ke kiri secara intermiten

iii. Infus Ringer Laktat atau Ringer Destrose 5%

iv. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang,

meliputi:

- Loading dose (initial dose) : dosis awal

- Maintance dose : dosis lanjutan

v. Anti hipertensi

Diberikan : bila tensi ≥ 180/110 mmHg atau MAP ≥ 126

Jenis obat : nifedipine 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit,

maksimum 120 mg dalam 24 jam.

Nifedipine tidak dibenarkan diberikan dibawah lidah (sublingual)

karena absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan.

Tekanan darah diturunkan secara bertahap :

Penurunan awal 25 % dari desakan sistolik

Tekanan darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP < 125

vi. Diuretikum

Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena :

i. Memperberat penurunan perfusi plasenta

ii. Memperberat hipovolemia

iii. Meningkatkan hemokonsentrasi

Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :

1. Edema paru

2. Payah jantung kongestif

3. Edema anasarka

vii. Diet

Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang

berlebih

2) Perawatan Kejang

i. Tempatkan penderita di ruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu

terang

ii. Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi

Trendelenburg dan posisi kepala lebih tinggi

Page 17: contoh

iii. Rendahkan kepala kebawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna

mencegah aspirasi pneumonia

iv. Sisipkan spatel lidah antara lidah dan gigi rahang atas

v. Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi fraktur

vi. Rail tempat tidur harus dipasang dan terkunci dengan kuat

3) Perawatan Koma

i. Derajat kedalaman koma diukur dengan “Glasgow Coma Scale”

ii. Usahakan jalan nafas atas tetap terbuka

iii. Hindari decubitus

iv. Perhatikan nutrisi

4) Perawatan Khusus

Konsultasi ke bagian lain perlu dilakukan bila terjadi penyulit sebagai

berikut :

i. Edema paru

ii. Oliguria renal

iii. Diperlukannya katerisasi arteri pulmonalis

5) Pengelolaan Eklampsia

i. Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri (terminasi) tanpa

memandang umur kehamilan dan keadaan janin, sikap terhadap

kehamilannya bersifat aktif.

ii. Saat pengakiran kehamilan adalah ketika telah terjadi stabilisasi

(hemodinamika) dan metabolisme ibu

iii. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya dalam 4-8 jam, setelah salah

satu atau keadaan seperti di bawah ini :

1. Pemberian obat anti kejang terakhir

2. Kejang terakhir

3. Pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir

4. Penderita mulai sadar

2) Cara Persalinan

Bila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap

kehamilannya, maka dipilih cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat

tersebut.

3) Perawatan Pasca Persalinan

i. Tetap dimonitor tanda vital.

Page 18: contoh

ii. Pemeriksaan labolatorium lengkap 24 jam pasca persalinan.

7. Komplikasi

a. Solusio plasenta

b. DIC

c. HELLP (Hemolysis, Elevated Liver enzymes, Low Platelet count)

d. Gagal ginjal

e. Ablasio retina

f. Gagal jantung

g. Perdarahan otak

h. Atonia uterus

i. IUGR

j. Kematian ibu maupun janin

B. IUFD

1. Definisi

IUFD adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari

ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan,yang besarnya < 2500 gram usia

kehamilan 20 minggu atau lebih. IUFD adalah kaadaan tidak adanya tanda – tanda

kehidupan janin dalam kandungan baik pada kehamilan yang besar dari 20

minggu atau kurang dari 20 minggu.(Rustam, 1998). IUFD adalah kematian hasil

konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari rahim ibunya tanpa

memandang tuanya kehamilan.( Sarwono, 2006)

Kematian janin dalam rahim (IUFD) adalah kematian janin setelah 20 minggu

kehamilan tetapi sebelum permulaan persalinan ini menyebab kan komplikasi

pada sekitatar 1 % kehamilan. Kematian janin dalam rahim ialah kematian janin

dalam uterus  yang beratnya 500 gram atau lebih,usia kehamilan telah mencapai

20 minggu atau lebih (Admin, 2011)

2. Etiologi

Penyebab IUFD antara lain :

a. Faktor placenta

1) Insufisiensi placenta

2) Infark Placenta

3) Solusio placenta

4) Placenta Previa

b. Faktor Ibu

Page 19: contoh

1) Diabetes mellitus

2) Preeklamsi dan eklamsi

3) Nefritis kronis

4) Polihidrmnion dan oligohidramnion

5) Sifilis

6) Penaykit jantung

c. Faktor Intara Partum

1) Perdarahan Antepartum

2) Partus Lama

3) Anastesi

4) Obat – obatan

5) Partus Macet

d. Faktor Janin

1) Prematuritas

2) Posmaturitas

3) Kelainan Bawaan

4) Perdarahan Otak

e. Faktor Tali Pusat

1) Prolapsus tali pusat

2) Lilitan tali pusat

3) Fasa Previa

4) Tali pusat pendek

3. Patofisilogi

Janin juga bisa mati dalam kandungan ( IUFD) kerena baberapa faktor antara lain

gangguan gizi dan anemia dalam kehamilan,hal tersebut menjadi berbahaya

karena suplai makanan yang di konsumsikan ibu tidak mencukupi kebutuhan

janin.sehingga pertumbuhan janin terhambat dan dapat mengakibatkan kematian

begitu pula dengan anemia,karena anemia adalah kejadian kekurangan FE maka

jika ibu kekurangan FE dampak pada janin adalah ireversible. Kerja organ-organ

maupun aliran darah janin tidak seimbang dengan pertumbuhan janin (IUGR) .

4. Faktor Predisposisi

a. Faktor Ibu (High Risk Mothers)

Yaitu status sosial ekonomi yang rendah,tingkat pendidikan ibu yang

rendah,umur ibu yang melebihi 30 tahun atau kurang dari 20 tahun,paritas

Page 20: contoh

pertama atau paritas kelima atau lebih,tinggi dan BB ibu tidak

proporsional,kehamilan di luar persalinan,kehamilan tanpa pengawasan

antenatal,gangguan giji dan anemia dalam kehamilan,ibu dengan riwayat

kehamilan/persalinan sebelumnya tidak baik seperti bayi lahir mati,riwayat

inkompatibilitas darah janin dan ibu (Admin, 2011).

b. Faktor  Bayi (High Risk Infants)

Yaitu bayi dengan infeksi antepartum dan kelainan kongenital,bayi dengan

diagnosa IUGR (Intra Uterine Growth Retardation),bayi dalam keluarga

problema sosial.

c. Faktor Dengan Kehamilan

Yaitu Abrupsio placenta, placenta previa, preeklamsi/eklamsi,

polihidramnion, inkompabilitas golongan darah, kehamilan ganda,

infeksi,diabetes, genitounaria.

5. Tanda – Tanda Gejala

a. Ibu Tidak Merasakan Gerakan Janin

Diagnosanya yaitu,nilai DJJ, bila ibu mendapatkan sedatif, tunggu hilangnya

pengaruh obat kemudian nilai ulang, bila djj abnormal, liat penatalaksanaan

djj abnormal, bila djj tidak tardegar, pastikan ada nya kematian janin dengan

tetoskop atau doppler, bila djj baik, berarti bayi tidur.

b. Gerakan Janin Tidak Di Rasakan Lagi

Diagnosanya yaitu gejala dan tanda selalu ada,gejala dan gejala kadang

kadang ada,kemungkinan diagnosis,gerakan janin berkurang atau,nyeri perut

hilang timbul atau menetap,uterus tegang atau kaku, gawat janin atau djj tidak

terdegar,gerakan janin dan djj tidak ada,perut kembung/cairan bebas intra

abdominal,abdomen nyeri,bagian-bagian janin teraba, djj cepat, djj abnormal

(<100 /menit atau >140/menit). Cairan ketuban bercampur mekonium

(Admin, 2011).

6. Penilaian Klinik

a. Pertumbuhan janin

b. Bunyi djj tidak terdagar dangan stetoskop

c. Berat badan ibu menurun

d. Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah

e. Dapat terjadi koagolopati bila kematian janin kematian janin berlangsung

lebih dari 2 minggu.

Page 21: contoh

7. Jenis – Jenis Persalinan Untuk Janin Mati

a. Golongan I : kematian sebelum masa hamil mencapai 20 minggu penuh

b. Golongan II:kematian sesudah ibu hamil 20 minggu hingga 28 minggu

c. Golongan III : kematian sesudah kehamilan lebih dari 28 minggu

d. Golongan IV :kematian yang tidak dapat di golongkan pada ketiga golongan

di atas

8. Diagnosis

a. Anamnesis

Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari,atau gerakan janin

sangat berkurang.Ibu mersakan perut nya tidak bertambah besar,bahkan

bertambah kecil atau kehamilan tidak seperti biasanya.Atau wanita

belakangan ini meraskan perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit

seperti mau melahirkan.

b. Inspeksi

Tidak terlihat gerkan – gerakan janin,yang biasanya dapat terlihat terutama

pada ibu yang kurus.Penurunan atau terhentinya peningkatan bobot berat

badan ibu,Terhentinya perubahan payudara.

c. Palpasi

Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya dari tua kehamilan ,tidak teraba

gerakan janin.Dengan palpasi yang teliti,dapat dirasakan adanyan krefitasi

pada tulang kepala janin.

d. Auskultasi

Baik memakai stetoskop monoral maupun dengan deptone akan terdengar DJJ

e. Reaksi kehamilan

Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam

kandungan.

f. Rontgen foto abdomen

Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin,Tanda

Nojosk ialah: adanya angulasi yang tajam pada tulang belakang janin,Tanda

Gerhard ialah: adanya tanda hiperektensi kepala tulang leher janin,Tanda

Spalding :Overlating tulang – tulang kepala (sutura ) janin,Disentegrasi tulang

janin bila ibu berdiri tegak,kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda

padat (Admin, 2011).

g. Ultrasonografi

Page 22: contoh

Tidak terlihat DJJ dan gerakan – gerakan janin

9. Penanganan Pertolongan Persalinan IUFD

a. Penaganan Umum

Berikan dukungan emosional pada ibu,nilai DJJ,nilai ibu mendapat

sadative,tunggu hilangnya pengaruh obat,kemudian nilai DJJ, bila DJJ tidak

terdengar minta beberapa orang mendengarkan menggunakan

stetoskop/dopler.

b. Penanganan pada masa persalinan

Kematian dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin,gawat janin,atau

kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya

sehingga tidak terobati.Jika pemeriksaan radiologic tersedia,konfirmasi

kematian janin setelah lima hari.Tanda-tanda nya berupa overlapping tulang

tengkorak, hiperfleksi kolumna, vertebralis, gelembang udara di dalam

jantung dan edema scalp. USG adalah sarana penunjang diagnostic yang baik

untuk memastikan kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin

tanpa tanda hidup,tidak ada denyut jantung janin,ukuran kepala janin dan

cairan ketuban berkurang. Persalinan dengan seksio sesarea merupakan

alternatif terakhir. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2

minggu,trombosit menurun dan serviks belum matang,matangkan serviks

dengan misoprostol (Admin, 2011).

Berikut tahapan-tahapan penanganan pada ibu yang didiagnosa mengalami

IUFD:

1) Jika kematian janin intra uterin telah jelas ditemukan, pasien harus

diberitahukan secara berhati-hati. Pertimbangkan untuk menunda prosedur

evakuasi janin untuk membiarkan pasien menyesuaikan secara psikologis

terhadap kematian janin tersebut. Penundaan tersebut juga mempunyai

keuntungan tambahan dengan memberikan kesempatan pada serviks untuk

lebih siap. Jika persalinan tidak terjadi segera setelah kematian janin,

terutama pada kehamilan lanjut, koagulopati maternal dapat terjadi,

walaupun keadaan ini jarang terjadi sebelum 4-6 minggu setelah kematian

janin. Setelah 3 minggu, lakukan pemeriksaan koagulasi yang termasuk

hitung trombosit, kadar fibrinogen, waktu protrombin, partial

tromboplastin time (PTT) dan analisis produk degradasi fibrinogen serta

lakukan secara serial. Berikan immunoglobulin rhesus pada semua gravida

Page 23: contoh

rhesus negatif kacuali ayah janin diketahui pasti dengan rhesus negatif.

Berikan dosis kecil (30μg) pada trimester I dan dosis penuh pada

kehamilan akhir.

2) Penggunaan USG pada kehamilan dini telah menunjukkan bahwa kematian

janin terjadi pada gestasi kembar lebih sering daripada yang diperkirakan

sebelumnya. Keadaan ini biasanya asimtomatik, walaupun mungkin terjadi

bercak pada vagina. Tidak diperlukan intervensi, dan dapat diharapkan

terjadinya resorpsi pada janin yang mati. Hipofibrinogenemia maternal

adalah komplikasi yang jarang dan harus diamati pada kasus tersebut.

Koagulopati konsumtif juga dapat timbul pada janin yang hidup. Keadaan

ini mengarahkan pada perlunya persalinan segera jika kematian salah satu

janin terjadi pada kehamilan yang lanjut dan maturitas janin yang lainnya

telah diyakini dengan pemeriksaan unsur-unsur pulmonal dalam cairan

amnion.

3) Prostaglandin E2 dalam bentuk supositoria vagina (20 mg tiap tiga sampai

lima jam) adalah efektif untuk evakuasi janin yang telah mati pada

midtrimester. Walaupun insidensi keberhasilan adalah tinggi, terjadinya

retensi plasenta memerlukan kuretase. Dokter dapat menggunakan dosis

15-methylprostaglandin F2 intramuskuler (250 μg pada interval satu dan

satu sampai satu setengah dan seengah jam) jika selaput amnion telah

pecah. Sesuaikan jadwal dosis untuk menghindari stimulasi yang

berlebihan. Adanya kegagalan mengarahkan pada anomali rahim.

Persiapkan aminophylline dan terbualine untuk menghindari

bronkospasme jika prostaglandin diberikan pada pasien asmatik.

Penggunaan oksitosin secara bersamaan harus dihindari karena resiko

rupture uterin.

4) Jika janin telah mati dalam waktu yang cukup lama, ukuran rahim

menurun cukup banyak untuk memungkinkan evakuasi dengan penyedotan

dapat dilakukan dengan aman. Pemeriksaan keadaan koagulasi, seperti

yang telah disebutkan, harus dilakukan. Jika keadaan tersebut ditemukan,

atasilah koagulopati dan lanjutkan dengan evakuasi. Kira-kira 80% akan

memasuki persalinan dalam dua atau tiga minggu. Jika timbul koagulopati,

heparin dapat dipakai untuk memperbaikinya sebelum melakukan evakuasi

rahim, tetapi penggunaan heparin pada keadaan tersebut tidak sepenuhnya

Page 24: contoh

bebas dari bahaya. Histerotomi hampir tidak pernah diindikasikan kecuali

terdapat persalinan dengan seksio secaria sebelumnya atau operasi

miomektomi. Evakuasi instrumental transervikal dan kehamilan trimester

ketiga yang telah lanjut memerlukan keahlian dan pengalaman khusus

untuk menghindari perforasi dan perdarahan. Laminaria mungkin berguna

dalam kasus tersebut.

5) Semua gravida dengan rhesus negatif harus diberikan immunoglobulin

rhesus. Jika diperkirakan terdapat interval lebih dari 72 jam antara

kematian janin dan persalinan, berikan dosis immunoglobulin yang sesuai

dengan segera. Penjelasan pasca persalinan adalah bagian yang penting

dalam perawatan total pasien. Tiap usaha harus dilakukan untuk

mendapatkan ijin otopsi janin, karyotiping dan pemeriksaan lain yang

dindikasikan

C. Vacum Ekstraksi

1. Prasyarat Tindakan Vakum Ekstraksi

a. Persiapan Operator

Dokter harus paham tentang instrumen EV yang dipilih, indikasi dan tehnik

melakukan EV. Keputusan untuk melakukan tindakan EV harus dilandasi

dengan analisa proses persalinan, pemeriksaan vagina , penentuan posisi dan

derajat penurunan (“station”) janin serta kapasitas panggul.

b. Persiapan Pasien

1) Informed Consent

2) Selaput ketuban pecah atau sudah dipecahkan.

3) Kandung kemih kosong atau dikosongkan secara spontan atau melalui

kateterisasi.

4) Dilatasi servik lengkap (pada multigravida pembukaan minimal 7)

5) Kepala sudah engage.

6) Janin diperkirakan dapat lahir per vaginam.

7) Harus ada his dan tenaga mengejan ibu

Bila posisi dan derajat penurunan janin masih belum jelas maka dapat

dilakukan pemeriksaan ultrasonografi transvaginal atau transperineal terlebih

dulu. Ultrasonografi dapat digunakan pula untuk menentukan ketepatan

aplikasi cawan penghisap.

Page 25: contoh

Posisi kepala ditentukan dengan melihat kedudukan orbita janin dan

identifikasi karakteristik anatomi intrakranial (falx cerebri, fossa posterior) dan

station kepala janin ditentukan berdasarkan pemeriksaan utrasonografi

translabial. Pemeriksaan konfirmatif dengan ultrasonografi ini memerlukan

pengalaman dan dilakukan secara “bedside”.

c. Analgesia dan anaesthesia

Persalinan EV - outlet dapat dilakukan tanpa anastesia atau analgesia. Bila

diperlukan dapat diberikan anastesia regional (blok pudenda) atau yang lebih

sering (dan lebih efektif ) dilakukan anastesia spinal.

2. Indikasi Ekstraksi Vakum

a. Kala II memanjang :

5) Pada Nulipara 2 jam

6) Pada Multipara 1 jam

b. Mempersingkat Kala II :

6) Kelainan jantung

7) Kelainan serebrovaskuler

8) Kelainan neuromuskuler

9) Ibu lelah

c. Gawat janin

3. Kontraindikasi Ekstraksi Vakum

a. Dokter tidak memiliki kompetensi untuk melakukan tindakan EV

b. Aplikasi cawan penghisap secara tepat tidak dapat dilakukan

c. Riwayat gangguan kemajuan persalinan kala I yang nyata

d. Indikasi tindakan EV tidak jelas

e. Posisi dan penurunan kepala janin tidak dapat ditentukan dengan jelas

f. Terdapat dugaan gangguan imbang sepalopelvik

g. Kelainan letak (letak muka, letak dahi)

h. Diduga atau terdapat gangguan faal pembekuan darah pada janin.

4. Kontraindikasi relatif

a. Kehamilan preterm, masih lunaknya kepala dan rentannya vaskularisasi

kepala janin prematur.

b. Riwayat pengambilan darah dari kulit kepala janin sebelumnya.

Page 26: contoh

c. Aplikasi cunam sebelumnya gagal – Struktur dan konsistensi kepala janin

pasca aplikasi cunam yang sudah berubah. Selain itu, kegagalan aplikasi

tersebut dapat membuktikan bahwa terdapat gangguan imbang sepaloelvik.

d. Molase dan pembentukan caput succadenum yang berlebihan - keadaan ini

sering terjadi pada kasus gangguan imbang sefalopelvik.

e. Dugaan makrosomia (Berat badan janin > 4.5 kg).

f. Janin mati – Oleh karena tidak dapat terbentuk caput succadeneum.

5. Instrumen ekstraksi vakum

Alat ekstraktor vakum terdiri dari beberapa bagian:

a. Pompa/mesin penghisap dengan tekanan negatif

b. Botol/tabung udara dilengkapi manometer untuk membuat dan mengatur

tekanan negatif

c. Pipa/selang penghubung antara mesin/botol dengan mangkuk ekstraktor

vakum

d. Rantai/gagang penarik yang terpasang pada mangkuk ekstraktor vakum

e. Mangkuk ekstraktor vakum yang terpasang pada kepala bayi

6. Tehnik ekstraksi vakum

Setelah prasyarat tindakan EV dipenuhi maka harus kembali dilakukan

pemeriksaan vaginal untuk menentukan ulang posisi, derajat penurunan (station)

dan sikap (habitus) janin serta lebih dulu memeriksa persiapan instrumen yang

akan digunakan.

a. “Ghosting” - Pasien dalam posisi litothomi didepan operator. Operator

memegang cawan penghisap di depan pasien dan membayangkan bagaimana

kedudukan cawan penghisap pada kepala janin nantinya di dalam jalan lahir.

Posisi janin dapat dipastikan lebih lanjut dengan pemeriksaan ultrasonografi

transperineal.

Gambar 4. Ghosting

Page 27: contoh

b. Insersi - Cawan penghisap dilumuri dengan jelly atau cairan pelicin. Bila

menggunakan cawan penghisap lunak, maka sebagian cawan penghisap dapat

dikempiskan dengan tangan operator dan dimasukkan jalan lahir diantara

labia. Bila sifat cawan penghisap yang digunakan kaku, maka insersi kedalam

jalan lahir dilakukan secara miring setelah kedua labia disisihkan. Setelah

berada dalam jalan lahir maka cawan penghisap ditempatkan pada kepala

janin.

Gambar 5. Insersi

c. Aplikasi cawan penghisap secara tepat :

1) Setelah cawan penghisap sudah berada pada posisi yang tepat, dibuat

tekanan vakum secukupnya agar cawan tidak bergeser dan dipastikan

bahwa tidak ada bagian jalan lahir yang terjepit

2) Pusat diameter cawan penghisap harus berada di satu titik penentu berupa

titik imajiner anatomis yang berada di sutura sagitalis kira kira 6 cm di

belakang ubun ubun besar atau 1 – 2 cm di depan ubun ubun kecil ( titik

fleksi atau “ pivot point” )

Page 28: contoh

Gambar 6. Tempat pemasangan cawan penghisap

3) Semakin jauh titik pusat cawan penghisap bergeser dari sutura sagitalis

semakin besar pula kegagalan tindakan ekstraksi vakum dan semakin besar

pula tenaga yang diperlukan untuk melakukan traksi oleh karena arah

tarikan miring akan menyebabkan terjadinya defleksi kepala janin.

4) Ultrasonografi transperineal dapat digunakan untuk melihat ketepatan

pemasangan cawan penghisap.

d. Traksi

1) Bila pemasangan cawan penghisap sudah tepat, maka diberikan tekanan

vakum sebesar 550 – 600 mmHg dan dilakukan traksi bersamaan dengan

adanya kontraksi uterus dan usaha ibu untuk meneran. Traksi tidak perlu

menunggu sampai terbentuknya chignon.

2) Arah tarikan berubah sesuai dengan penurunan kepala dalam jalan lahir.

3) Bila kontraksi uterus mereda maka tekanan vakum diturunkan sampai

sekitar 200 mmHg dan traksi dihentikan ; traksi kepala diluar kontraksi

uterus akan memperbesar cedera pada kepala janin.

4) Bila kontraksi uterus mulai timbul kembali, tekanan dinaikkan sampai

besaran yang telah ditentukan dan dilanjutkan dengan traksi kepala janin.

5) Selama traksi, tangan kiri (“non dominan hand”) ditempatkan dalam

vagina dengan ibu jari pada cawan dan satu atau dua jari pada kepala janin.

Aktivitas ini dilakukan untuk mencegah terlepasnya cawan dari kepala.

6) Umumnya dengan traksi pertama sudah dapat diketahui apakah kepala

janin semakin turun atau tidak. Bila tidak maka operator dapat melakukan

Page 29: contoh

satu kali tarikan lagi untuk memastikan apakah tindakan ekstraksi vakum

dapat dilanjutkan atau dihentikan.

7) Pada 85% kasus, persalinan diselesaikan dengan kurang dari 3 kali traksi.

7. Tanda vakum ekstraksi gagal

a. Mangkuk vakum terlepas, mungkin akibat tekanan negatif yang kurang, atau

peningkatan tekanan negatif yang terlalu cepat sehingga pembentukan kaput

suksadeneum tidak sempurna, atau ada bagian jaringan ibu yang terjepit, atau

ada kebocoran pada alat, atau kemungkinan adanya disproporsi sevalo pelvis

yang tidak terdeteksi sebelumnya

b. Setelah setengah jam diusahakan dilakukan traksi, bayi belum lahir, ekstraksi

vakum dinyatakan gagal.

2) Atonia Uteri

1. Definisi

Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi

dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta

menjadi tidak terkendali. Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus

sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah

kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350-500

cc/menit dari bekas tempat melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka

miometrium akan menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara

serabut otot tadi (JNPK/ Jaringan Nasional Pelatihan Klinik, 2007).

2. Faktor predisposisi

Beberapa faktor predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan

yang disebabkan oleh atonia uteri adalah :

a. Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan.

b. Kala I atau II yang memanjang.

c. Persalinan cepat (partus presipitatus).

d. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin (augmentasi).

e. Infeksi intrapartum.

f. Multiparitas tinggi.

g. Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada pre-

eklampsia/eklampsia (JNPK, 2007).

3. Etiologi

a. Disfungsi uterus : atonia uteri primer merupakan disfungsi intrinsik uterus.

Page 30: contoh

b. Penatalaksanaan yang salah pada kala plasenta, mencoba mempercepat kala III,

dorongan dan pemijatan uterus mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan

plasenta dan dapat menyebabkan pemisahan sebagian plasenta yang mengakibatkan

perdarahan.

c. Anestesi yang dalam & lama menyebabkan terjadinya relaksasi miometrium yang

berlebihan, kegagalan kontraksi dan retraksi menyebabkan atonia uteri dan

perdarahan postpartum.

d. Kerja uterus sangat kurang efektif selama kala persalinan yang kemungkinan besar

akan diikuti oleh kontraindikasi serta retraksi miometrium jika lama kala III.

e. Over distensi uterus: uterus yang mengalami distensi secara berlebihan akibatnya

keadaan bayi yang besar,kehamilan kembar ,cenderung mempunyai daya kontraksi

yang jelek.

f. Kelemahan akibat partus lama:bukan hanya rahim yang lemah,cenderung

berkontraksi lemah setelah melahirkan,tetapi juga ibu yang keletihan kurang

bertahan terhadap kehilangan darah

g. Multiparitas : uterus yang lemah banyak melahirkan anak cenderung bekerja tidak

efisien dalam semua kala persalinan.

h. Miomauteri:dapat menimbulkan perdarahan dengan mengganggu kontraksi dan

retraksi mioma uteri.

i. Melahirkan dengan tindakan:keadaan ini mencakup prosedur operatic seperti forsep

dan fersi estraksi

j. Polihidramnion

k. Makrosomia

l. Persalinan terlalu cepat

m. Persalinan dengan induksi

n. Infeksi intrapartum

4. Gambaran klinis

a. Perdarahan post partum sebelum plasenta lahir/ perdarahan kala tiga

b. Konsistensi rahim lembek

c. Tanda-tanda shock

5. Penanganan

Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan

penanganan kala tiga secara aktif, yaitu;

a. Menyuntikan Oksitosin; sebelum menyuntikkan oksitosin lakukakan terlebih

dahulu pemeriksaan fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal.

Page 31: contoh

Selanjutnya suntikkan oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian luar

paha kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu.

b. Peregangan Tali Pusat Terkendali; peregangan tali pusat ini dilakukan dengan

memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva atau

menggulung tali pusat. Meletakan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian

bawah uterus, sementara tangan kanan memegang tali pusat menggunakan

klem atau kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari vulva. Saat uterus kontraksi,

menegangkan tali pusat dengan tangan kanan sementara tangan kiri menekan

uterus dengan hati-hati ke arah dorso-kranial.

Tindakan selanjutnya yang dapat dilakukan adalah dengan mengeluarkan

plasenta; jika dengan penegangan tali pusat terkendali, tali pusat terlihat

bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk

meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bawah

kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada

vulva (JNPK, 2007).

Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan

kembali klem hingga berjarak ± 5-10 cm dari vulva. Bila plasenta belum lepas

setelah mencoba langkah tersebut selama 15 menit, suntikkan ulang 10 IU

Oksitosin intramuskuler . kemudian periksa kandung kemih dan lakukan

kateterisasi bila penuh, tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan

plasenta manual. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan

plasenta dengan hati-hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan

selaput secara perlahan dan sabar untuk mencegah robeknya selaput ketuban.

c. Masase Uterus; segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus

uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4

jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras). Kemudian

dilakukan pemeriksaan Kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan;

kelengkapan plasenta dan ketuban; kontraksi uterus dan perlukaan jalan lahir

(JNPK, 2007).

Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah

dilakukan taktil (masase) fundus uteri, maka sebaiknya segera lakukan

langkah-langkah berikut :

Page 32: contoh

1. Bersihkan bekuan darah dan/atau selaput ketuban dari vagina dan lubang

serviks yang dapat menghalangi uterus berkontraksi dengan baik.

2. Pastikan bahwa kandung kemih kosong. Jika penuh dan dapat dipalpasi,

lakukan katerisasi dengan menggunakan teknik aseptik sehingga uterus

berkontraksi secara baik.

3. Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit untuk memberikan

tekanan langsung pada pembuluh darah dinding uterus dan juga

merangsang miometrium untuk berkontraksi, jika kompresi bimanual tidak

berhasil setelah 5 menit, maka diperlukan tindakan lain.

4. Anjurkan keluarga untuk mulai membantu melakukan kompresi bimanual

eksternal.

5. Keluarkan tangan perlahan-lahan.

6. Berikan ergometrin 0,2 mg secara intramuskular (kontraindikasi

hipertensi) atau misoprostol 600-1000 mcg, sehingga dalam 5-7 menit

kemudian uterus akan berkontraksi.

7. Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 cc

Ringer Laktat + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 cc pertama secepat

mungkin, sehingga dapat membantu memulihkan volume cairan yang

hilang selama perdarahan dan merangsang kontraksi uterus.

8. Ulang kompresi bimanual internal agar uterus berkontraksi dengan baik.

9. Rujuk segera. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2

menit, hal ini menunjukkan bukan atonia sederhana, sehingga ibu

membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas yang mampu

melaksanakan tindakan bedah dan transfusi darah.

Page 33: contoh

10. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan teruskan melakukan kompresi

bimanual internal.

11. Lanjutkan pemberian Ringer Laktat + 20 unit oksitosin dalam 500 cc

larutan dengan laju 500/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga

menghabiskan 1,5 L infus. Kemudian berikan 125 cc/ jam (JNPK, 2007).

Page 34: contoh

2.

ya

Tidak

ya

Tidak

ya

Lakukan kompresi aorta abdominalis Dapat diberikan misoprostol per rectal

Gambar 2. Alur penanganan atonia uteri (JNPK-KR, 2007)

Anjurkan keluarga melakukan kompresi bimanual eksternaKeluarkan tangan secara hati-hatiSuntik ergometrin 0,2 i.m atau misoprostol 600-1000 mcg per rectal. Ergometrin kontraindikasi hipertensiPasang infuse menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 cc ringer laktat + 20 IU Oksitosin, habiskan 500 cc pertama secepat mungkinUlangi KBI

Uterus kontraksi Pantau ibu dengan seksama selama persalinan kala IV

Segera Rujuk ke RSDampingi ibu ke tempat rujukanLanjutkan infus Ringer Laktat + 20 IU oksitosin dalam 500 cc larutan dengan laju 500cc/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga menghabiskan 1,5 L infus. Kemudian berikan 125 cc/jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup, berikan 500 cc kedua dengan kecepatan sedang dan berikan minuman untuk rehidrasi

Masase fundus uteri segera sesudah plasenta lahir (maksimal 15 detik )

Uterus kontraksi

Evaluasi rutin. Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa apakah perineum, vagina dan serviks mengalami laserasi. Jahit atau segera rujuk.

Evaluasi/bersihkan bekuan darah/ sel ketuban dari vagina dan lubang serviks.Pastikan bahwa kandung kemih ibu kosong. Jika penuh atau dapat dipalpasi, lakukan kateterisasi kandung kemih dengan menggunakan teknik asepticLakukan kompresi bimanual interna (KBI) selama 5 menit

Uterus kontraksi

Pertahankan KBI 1-2 menitKeluarkan tangan secara hati-hatiLakukan pengawasan kala IV, secara ketat

Page 35: contoh

BAB III

KASUS

A. Identitas

Nama : Ny. W

Umur : 38 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pendidikan Terakhir : SMP

Alamat : Paguyangan Kab. Brebes

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Nama Suami : Tn. D

Umur : 32 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pendidikan Terakhir : SMP

Pekerjaan : Buruh

Alamat : Paguyangan, Kab. Brebes

Agama : Islam

Tanggal masuk RSMS: 10 Agustus 2011

Tanggal periksa : 10 Agustus 2011

No.CM : 863386

Page 36: contoh

B. Anamnesis

1. Keluhan Utama

Kejang

2. Keluhan Tambahan

Kenceng-kenceng, keluar lendir beserta darah dari jalan lahir, kedua kaki

membengkak

3. RPS

Pasien baru datang ke IGD RSMS dengan surat pengantar RSU Ajibarang pada

tanggal 10 Agustus 2011 pukul 20.30 WIB. Pasien saat di RSU Ajibarang sudah

mendapatkan beberapa terapi, karena kondisi yang tidak kunjung membaik, pasien

di rujuk. Pasien datang dengan keluhan kejang sejak satu jam SMRS. Pasien

mengalami satu kali kejang dengan durasi selama 15 menit dan saat kejang pasien

tetap membuka mata dan sadar. Suaminya mendeskripsikan kejang yang dialami

pasien sebagai gerakan berulang-ulang dari kaki dan tangannya.

Pasien mengeluhkan kenceng-kenceng dan keluar lendir darah dari jalan lahir

sudah mulai dirasakan sejak tiga jam SMRS. Pasien menyangkal keluar air

ketuban lewat jalan lahir. Sejak tujuh hari SMRS, dia merasakan bengkak yang

timbul bersamaan pada kedua tungkainya.

4. RPD

a. Penyakit Jantung : disangkal

b. Penyakit Paru : disangkal

c. Penyakit Diabetes Melitus : disangkal

d. Penyakit Ginjal : disangkal

e. Penyakit Hipertensi : (+) sejak kehamilan Trimester III

f. Riwayat Alergi : disangkal

5. RPK

a. Penyakit Jantung : disangkal

b. Penyakit Paru : disangkal

c. Penyakit Diabetes Melitus : disangkal

d. Penyakit Ginjal : disangkal

e. Penyakit Hipertensi : disangkal

f. Riwayat Alergi : disangkal

Page 37: contoh

6. Riwayat Menstruasi

a. Menarche : 14 tahun

b. Lama haid : ± 7 hari

c. Siklus haid : teratur

d. Dismenorrhoe : tidak ada

e. Jumlah darah haid : normal (sehari ganti pembalut 2-3 kali)

7. Riwayat Menikah

Pasien menikah sebanyak satu kali selama satu tahun.

8. Riwayat Obstetri

G1P0A0

I : Hamil ini

HPHT : 19 November 2010

HPL : 26 Agustus 2011

UK : 37+5 minggu

9. Riwayat ANC

Pasien kontrol kehamilan tidak teratur ke bidan puskesmas. Pasien

mengemukakan sejak usia kehamilan 7 bulan, ia mengalami tekanan darah tinggi

namun tidak pernah dikontrol kembali.

10. Riwayat KB

Tidak pernah menggunakan KB dalam bentuk apapun sebelumnya.

11. Riwayat Ginekologi

a. Riwayat Operasi : tidak ada

b. Riwayat Kuret : tidak ada

c. Riwayat Keputihan : tidak ada

12. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien merupakan ibu rumah tangga dan suaminya bekerja sebagai buruh. Kesan

sosial ekonomi keluarga adalah golongan menegah ke bawah. Pasien

menggunakan Jaminan Persalinan (Jampersal) dalam masalah kontrol kehamilan

dan persalinan.

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : GCS E4M6V5

Vital Sign : TD : 160/100 mmHg

N : 80x/menit

Page 38: contoh

RR : 20 x/menit

S : 37 0C

Status Gizi : Cukup

1. Status Generalis

a. Pemeriksaan kepala

Bentuk kepala : mesocephal, simetris

Mata : simetris, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks

pupil +/+ normal, isokor, diameter 3/3 mm, edema palpebra -/-

Telinga : discharge -/-

Hidung : discharge -/-, nafas cuping hidung -/-

Mulut : sianosis (-), lidah kotor -/-

b. Pemeriksaan leher

Trakea : deviasi (-)

Gld Tiroid : ttb

Limfonodi Colli: ttb

JVP : 5+2 cm

c. Pemeriksaan Toraks

1) Paru

Inspeksi : dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi intercosta (-),

pulsasi epigastrium (-), pulsasi parasternal (-)

Palpasi : Vokal fremitus paru kanan = paru kiri

Ketinggalan gerak (-)

Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi : SD vesikuler, RBH +/+, RBK -/-, Wh -/-

2) Jantung

Inspeksi : ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial LMCS

Palpasi : ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial LMCS

. ictus cordis kuat angkat (-)

Perkusi : batas jantung

Kanan atas SIC II LPSD

Kiri atas SIC II LPSS

Kanan bawah SIC IV LPSD

Kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS

Auskultasi : S1>S2, regular, murmur (-), gallop (-)

Page 39: contoh

3) Pemeriksaan Abdomen

Inspkesi : cembung, venektasi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) N

Perkusi : pekak, pekak sisi (-), pekak alih (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-)

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

4) Pemeriksaan ekstermitas

Superior : edema (-/-), jari tabuh (-/-), pucat (-/-), sianosis -/-

Inferior : edema (+/+), jari tabuh (-/-), pucat (-/-), sianosis -/-

5) Status Lokalis

Abdome n

Inspeksi : Cembung

Palpasi : TFU 29 cm, His (+) jarang

Perkusi : pekak

Auskultasi : DJJ (+) (12-11-12)

Genitalia Eksterna

Vaginal Toucher:

Pembukaan 2 cm, kepala turun H1, Kulit Ketuban (+), portio tebal dan lunak

D. Diagnosis

G1P0A0, 38 Tahun, Janin Tunggal Hidup Intra Uterin, Presentasi Kepala, Punggung

Kanan, Inpartu Kala I Fase Laten dengan Eklampsia

E. Plan

1. Pemeriksaan Darah Lengkap

2. Pemeriksaan Kimia Darah

3. Pemeriksaan Urin Lengkap

F. Pemeriksaan Penunjang

Lab 10/08/2011

Darah lengkap

Hb : 13,1 g/dl (12-16 g/dl)

Leukosit : 15430 U/L ↑ (4800-10800 U/L)

Ht : 39 % ( 37-47 %)

Eritrosit : 5,0/ul ( 4,2-5,4/ul)

Page 40: contoh

Trombosit: 114.000/ul ↓ ( 150.000-450.000/ul)

MCV : 78,8 Fl ↓ ( 79-99 fL)

MCH : 26,3 pg ↓ ( 27-37 pg)

MCHC : 33,3 % ↓ ( 33-37%)

RDW : 15,9 % ↑ ( 11,5-14,5 %)

MPV : 10,8 fL (7,2-11,1 fL)

PT : 12,1 (11,5-15,5 detik)

APTT : 22,2 ↓ (30-40 detik)

Kimia Klinik

SGOT : 38 ↑ (15-37 U/L)

SGPT : 50 (30-65 U/L)

Ureum darah : 22,1 (14,90-38,52 mg/dl)

Kreatinin darah : 0,91 (0,60-1,60 mg/dl)

Glukosa sewaktu : 88 (<= 200 mg/dl)

Elektrolit

Natrium : 135 ↓ (136-145 mmol/L)

Kalium : 3,0 ↓ (3,5-5,1 mmol/L)

Klorida : 97 ↓ (98-107 mmol/L)

Kalsium : 8,9 (8,4-10,2 mg/dl)

Urin Lengkap

Fisis

Warna Kuning muda Kuning muda-kuning tua

Kejernihan Agak keruh Jernih

Bau Khas Khas

Kimia

Berat Jenis 1.010 1.010-1.010

pH 6,0 4,6-7,8

Leukosit Negatif Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Page 41: contoh

Protein 500 Negatif

Glukosa Normal Normal

Keton Negatif Negatif

Urobilinogen Normal Normal

Bilirubin Negatif Negatif

Eritrosit 250 Negatif

Sedimen

Eritrosit 10-12 Negatif

Leukosit Negatif Negatif

Epitel 1-2 Negatif

Silinder Hialin Negatif Negatif

Silinder Lilin Negatif Negatif

Granuler Halus Negatif Negatif

Granuler Kasar 0-1 Negatif

Kristal Negatif Negatif

Bakteri + Negatif

Trikomonas Negatif Negatif

Jamur Negatif Negatif

G. Sikap

Tanggal 10/8/2011

Pukul 23.00 Lapor dr Probo

Instruksi :

Drip pyton

Program MgSo4/lanjut

Nifedipin 3x 10 mg

Hasil laboratorium (-), Inform consent (+)

Pukul 23.30 Drip synto 5 IU 8 tpm

Drip MgSO4 6 gram botol 1 habis, sambung botol kedua

Nifedipin 10mg/sublingual

Pukul 00.00 TD : 220/120mmHg, N: 128x/menit, Drip synto 5 IU 12 tpm

Tanggal 11/8/2011

Pukul 00.30 Drip synto 5 IU 16 tpm

Page 42: contoh

Pukul 01.00 Drip synto 5 IU 20 tpm

Pukul 07.00 Penderita tidak merasakan gerakan janin, DJJ tidak terdengar, His (+),

TD : 180/120 mmHg, N: 102, VT: 2-3 cm, KK (-), Kepala turun di H1,

portio tipis, pengeluaran air (+) warna hijau, DC UT: 900 cc, warna

coklat dibuang, diberi nifedipin 10 mg/sublingual, motivasi keluarga

(+), lapor dr Lukman periksa

Pukul 13.50 Bayi lahir dengan dengan vacum ekstraksi, +, synto 20 mg/drip,

plasenta lahir spontan lengkap explorasi cavum uteri , kontraksi uterus

tidak keras, Episiotomi H- 4syde, (+), Bayi + , perempuan, perdarahan

(+), gastrul IV synto drip 20, BB 2800 gram, kelainan (-), inspekulo,

cervix/portio t.a.a, injeksi kalnex II ampul sambung, kontraksi uterus

keras, perdarahan stop, klem portio terpasang 3 depers 2.

Pengawasan 2 jam post partum

2 jam PP TD Nadi TFU

Jam 14.05 180/100 mmHg 86x/menit 2 jari pusat teraba keras

Jam 14.20 180/100 mmHg 86x/menit 2 jari pusat teraba keras

Jam 14.35 180/100 mmHg 80X/menit 2 jari pusat teraba keras

Jam 14.50 160/100 mmHg 80x/menit 2 jari pusat teraba keras

Jam 15.20 160/100 mmHg 88x/menit 2 jari pusat teraba keras

Jam 15.50 130/80 mmHg 88x/menit 2 jari pusat teraba keras

Page 43: contoh

Catatan Perkembangan Pasien

Tanggal S O A P10/8/2011pukul 23.00

Pusing, kaki edema

KU : compos mentis/ sadarVital sign : TD : 220/ 140 mmHg ,N: 120x/menitRR : 20x/menit, T: 37ºCStatus generalis:Mata : ca : -/- , si: -/-Thorax : C/ s1>s2, st (-)P/ Sd ves, st (-)Kaki: edema : +/+Status lokalis: Pemeriksaan abdomen : I: cembung gravidPal : TFU: 26 cm, letak kepala, belum masuk panggulPer: pekakAus : DJJ (+) KTG (155-157)His: (+)DC UT 900 cc warna coklatPmeriksaan genitalia eksterna : vt: 2cm KK: (+), kepala H 1, portio tebal lunak

G1P0A0, 38 tahun, 38 minggu, preskep, JTHIU, dengan eklampsia

- Drip piton- MgSO4 4gr bolus i.v

- Nifedipin 3x10mg

- Periksa Laboratorium

10/8/2011Pukul 23.30

- Drip synto 5IU (8 tpm)- Drip MgSo4 6 gr + 500 ml RL botol 1 habis sambung botol 2

- Nifedipin 3x10mg (sublingual)

Pukul 00.00

TD: 220/120 mmHg, N: 128x/menit

- Drip synto 5IU 12 tpm

11/8/2011Pukul 00.30

DJJ : (+) (12-12-12)His : (+) jarang

- Drip synto 5IU 16 tpm

Pukul 01.00

TD: 190/130 mmHg ,N: 116x/menit, DJJ (+)KTG ( 12-12-12) His (+) jarang

- Drip synto 5IU 20 tpm

Pukul 01.30

DJJ : (+) KTG ( 12-12-12), His (+) jarang

Pukul TD : 180/120 mmHg , N: 102

Page 44: contoh

02.00 x/menit, Djj: (+) (11-12-11) His : (+) jarang

Pukul 04.00

TD: 180/120 mmHg , N : 104 x/menit, Djj: (+) (11-12-12), His : (+) jarang ( Hb 13,1 mg/dl ; protein 500)

Pukul 05.00

TD : 180/100 mmHg,N: 104x/menit, Djj: (+) (12-11-11) His : (+) jarang

Pukul06.00

TD : 180/120 mmHg, N: 104x/menit, Djj: (+) (12-12-11) His : (+) jarang

Pukul 07.00

Penderita merasa tidak ada gerakan janin

TD : 180/120 mmHg, N: 102 x/menit, Djj: (-)His : (+),Pemeriksaan genitalia eksterna : vt: 2-3 cm , KK (-), kepala H1,portio tipis, pengeluaran air (+) warna hijau, DC UT 900cc, warna coklat dibuang

- diberi nifedipin 10mg/sublingual, - motivasi keluarga

Pukul09.00

TD : 200/110 mmHg ,N: 92x/menit , RR: 20x/menit

Pukul10.40

TD : 180/100 mmHg,N: 84x/menit , RR: 20x/menit

Pukul11.30

TD : 180/100 mmHg, N: 88x/menit , RR: 20x/menit

Pukul12.30

Vt: 8cm, KK (-), kepala H II >

Pukul13.00

TD : 180/110 mmHg, N: 82x/menit , urine: 650 cc dibuang warna coklat kemerahan

Pukul13.45

Vt: lengkap, kepala H III Lakukan Vacum ekstraksi

Pukul13.50

Bayi lahir dengan dengan vacum ekstraksi, +,plasenta lahir spontan lengkap explorasi cavum uteri , kontraksi uterus keras, Episiotomi H- 4syde, (+)Bayi + , perempuan, perdarahan (+), BB 2800 gram, kelainan (-), inspekulo, cervix/portio taa, perdarahan stop

- Drip synto 20 mg

- Gastrul IV- Injeksi kalnex

II ampul- Sambung drip- Klem portio

terpasang 3 depers 2

Pukul16.00

Perdarahan (+) - Klem portio off 3, depers, pasang tampon

Page 45: contoh

Pukul17.00

KU/Kes: baik/compos mentis TD : 130/80 mmHg, perdarahan : dbn

- Terpasang tampon (+) belum di off

Pukul17.30

PB dari VK P1A0 post partus dengan vacum ekstraksi , bayi , +, plasenta lahir spontan lengkap, eksplorasi cavum uteri, kontraksi uteri keras, portio tipis, Hl d/l IV zyde,Perdarahan (+), kontraksi uterus keras, perdarahan masih dikerjakan, inspekulo : cervix/portio : t.a.d

- Synto 2 ampul/drip

- Gastrul IV- Synto drip20tpm

Tanggal 12/8/2011

KU/Kes: Sedang/ compos mentisTD: 160/100 mmHg RR : 24x/menit, N: 104, S: 36,5 ̊CStatus generalis:Mata : ca : -/- , si: -/-[Thorax : C/ s1>s2, st (-)P/ Sd ves, st (-)Pemeriksaan abdomen : I: cembung Pal : 2jari pusat, nyeri tekan (-) Per: pekakAus : BU (+) N,Status vegetative : BAB (-), BAK (+), flatus (+)Pemeriksaan genitalia eksterna:Perdarahan per vaginam (+)

P1A0, 38 th, post partus dengan vacum akstraksi H1 dengan eklampsi

-Amoksilin 3x 500 mg

- Nifedipin 3x 10 mg

Tanggal 13/8/2011

KU/Kes:Sedang/compos mentisTD: 170/100 mmHg RR : 20x/menit, N: 80x/menit, S: 36,5 ̊CStatus generalis:Mata : ca : -/- , si: -/-[Thorax : C/ s1>s2, st (-)P/ Sd ves, st (-)Pemeriksaan abdomen : I: cembung Pal : 1 jari pusat, nyeri tekan (-) Per: tympaniAus : BU (+) N,Status vegetative : BAB (-), BAK (+), flatus (+)Pemeriksaan genitalia eksterna:Perdarahan per vaginam (+)

P1A0, 38 th, post partus dengan vacuum akstraksi H1 dengan eklampsi, IUFD, atonia uteri

H. Diagnosis Akhir

Page 46: contoh

P1A0, 38 Tahun, Post Partus dengan Tindakan Vacum Ekstraksi, dengan Eklampsia

IUFD, dan Atonia Uteri

BAB IV

PEMBAHASAN

A. G1P0A0, 38 Tahun, Janin Tunggal Hidup Intra Uterin, Presentasi Kepala, Punggung

Kanan, Inpartu Kala I Fase Laten dengan Eklampsia, didasarkan pada :

a. GIP0A0

Pasien hamil yang pertama kali, belum pernah melahirkan dan keguguran.

b. Hamil aterm

Usia kehamilan adalah 37+5 minggu

c. Janin Tunggal

Teraba satu bagian pada Leopold I, satu punggung pada Leopold II dan satu bagian

pada Leopold III

d. Janin Presentasi Kepala Punggung Kanan

Pemeriksaan pada LII teraba tahanan memanjang di kanan dan L III didapatkan satu

bagian bulat keras dan bagian tersebut sudah masuk Pintu Atas Panggul

e. Inpartu

Sudah terdapat tanda-tanda persalinan yaitu pembukaan serviks dan keluarnya lendir

beserta darah

f. Kala I fase laten

Pemeriksaan vagina toucher didapat pembukaan serviks 2 cm.

g. Eklampsia

Terdapat gejala untuk diagnosa eklampsia yaitu peningkatan tekanan darah ≥140/90

mmHg, proteinuria positif yang disertai dengan kejang tonik-klonik.

B. Pada pasien eklamsia satu-satunya penanganan adalah dengan terminasi kehamilan.

Pasien hamil aterm, janin viable, sehingga terminasi kehamilan yang dipilih adalah secara

per vaginam, peringan kala 2 dengan syarat sudah inpartu dan pembukaan servix lengkap

dalam waktu 24 jam sejak pasien kejang . Apabila dalam waktu 24 jam pembukaan belum

lengkap maka terminasi kehamilan harus dilakukan per abdominam. Pasien kejang pada

pukul 19.15 WIB tanggal 10/8/2011 dan merasa tidak ada gerakan janin pukul 07.00 WIB

tanggal 11/8/2011 yang menunjukkan jangka waktu dari pasien kejang hinggajanin

meninggal adalah kurang dari 24 jam. Follow up pada pukul 18.00 WIB menunjukkan

Page 47: contoh

janin masih hidup dengan DJJ masih terasa.(12-12-12) dan tidak ada tanda-tanda distress

pada janin. Kemudian pukul19.00 pasien tidak merasakan gerakan janin.Pada saat

tersebut pembukaan serviks baru 2-3cm. Bayi sudah IUFD dan persalinan tetap dilakukan

per vaginam. Pukul 13.50 pembukaan lengkap dan dilakukan persalinan per vaginam

peringan kala 2. dengan vacum ekstraksi , bayi , +, plasenta lahir spontan lengkap,

eksplorasi cavum uteri, kontraksi uteri keras, portio tipis, Hl d/l IV zyde,

Perdarahan (+), perdarahan masih dikerjakan, inspekulo : cervix/portio : t.a.d, diberikan

Synto 2 ampul/drip, Gastrul IV, Synto drip 20 tpm, kemudian perdarahan masih tetap terjadi

serta kontraksi uterus yang buruk, .Kemudian diberikan Synto 2 ampul/drip, Gastrul IV,

Synto drip 20 tpm, Klem portio off 3, depers, pasang tampon. Pada tanggal

12/8/2011perdarahan pasien berhenti sehingga diberikan Amoksilin 3x 500 mg, Naifedipin

3x 10 mg, Pada tanggal 13/8/2011 perdarahan negative, tidak ada keluhan, sehingga pasien

boleh pulang

Page 48: contoh

BAB V

KESIMPULAN

1. Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ

akibat vasospasme dan aktivasi endotel yang terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20

minggu dan dapat menetap hingga 4-6 minggu post partus, yang ditandai dengan tekanan

darah ≥ 140/90, proteinuria ≥ 300 mg/24 jam jumlah urin atau 30 mg/dl (+1 pada

dipstick) secara menetap pada sampel acak urin, dengan atau tanpa edema.

2. Eklampsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan preeklampsia yang tidak

disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat grand mal dan mungkin timbul sebelum,

selama, atau setelah persalinan.

3. Etiologi pasti dari preeklampsia/ eklampsia belum diketahui, ada beberapa teori mencoba

menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut diatas, seperti :

a. Teori radikal bebas dan kerusakan endotel

b. Teori Iskemi Uteroplasenta

c. Peran Faktor Imunologis

d. Peran Faktor Genetik

4. Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh preeklampsia, eklampsia dapat terjadi pada ibu

maupun janinnya, seperti:

a. Solusio plasenta

b. DIC

c. HELLP (Hemolysis, Elevated Liver enzymes, Low Platelet count)

d. Gagal ginjal

e. Ablasio retina

f. Gagal jantung

g. Perdarahan otak

h. Atonia uterus

i. IUGR

j. Kematian ibu maupun janin

5. Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan preeklampsia adalah :

a. Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinnya.

b. Lahirnya bayi yang kemudian dapat berkembang.

Page 49: contoh

c. Pemulihan sempurna kesehatan ibu.

Page 50: contoh

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Bari Saifuddin., et al. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Axemo, P., Liljestrand, J., Bergström, S., Gebre-Medhin, M. 1995. A Etiology of Late Fetal Death in Maputo. PMC Articles. Vol 39(2):103-9.

Cunningham, FG., Gant, NF., Leveno, KJ., Gilstra, LC., Hauth, JC., Wenstrom, KD., 2005. Obstetri Williams, Vol 1, Edisi 21. EGC, Jakarta. Hal 625-73.

Hayman, R., Gilby, J., Arulkumaran, S. 2002. Clinical Evaluation of a "Hand Pump" Vacuum Delivery Device. Obstet Gynecol. Vol 100(6): 1190-5

Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. 2005. Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan di Indonesia, Edisi Kedua. Semarang. Hal 11-21.

Jaringan Nasional Pelatihan Klinik. 2007. Perdarahan Pasca Persalinan. Retrivied from http://www.respiratory.usu.ac.id

Jaringan Nasional Pelatihan Klinik. 2007. Penatalaksanaan atonia uteri. Jakarta: JNPK-KR/POGI dan JHPIEGO Corporation.

Lim, FT., Holm, JP., Schuitemaker, NW., Jansen, FH., Hermans, J. 1997. Stepwise Compared With Rapid Application of Vacuum In Ventouse Extraction Procedures. Br J Obstet Gynaecol. Vol 104(1): 33-6.

Lim, Kee-Hak. 2011. Preeclampsia. Retrivied from http://www.emedicine.com

Pangemanan, Wim T. 2002. Komplikasi Akut pada Preeklampsia. Retrivied from http://www.digilib.unsri.ac.id.

Rambulangi, J. 2003. Penanganan Pendahuluan dan Prarujukan Penderita Preeklampsia Berat dan Eklampsia. Retrivied from http://www.kalbe.co.id.

Ross, Michael G. 2011. Eclampsia. Retrivied from http://www.emedicine.com

Rustam, Muchtar. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2 Jilid 1. EGC, Jakarta Vacca A. 2002. Vacuum-Assisted Delivery. Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol. Vol 16(1): 17-30.

Wong, GY., Mok, YM., Wong, SF. 2007. Transabdominal Ultrasound Assessment of The Fetal Head And The Accuracy of Vacuum Cup Application. Int J Gynaecol Obstet. Vol 98(2): 120-3.

.

Page 51: contoh