colitis dan crohn
TRANSCRIPT
TUGAS SISTEM PENCERNAAN
Tentang
KOLITIS ULSERATIF DAN ENTERITIS REGIONAL
Nama Anggota :
Auliani Annisa Febri
Emil Wahyu Andria
M. Iqbal
Rahmita Triha Vischa
Novita Zulvia Putri
Meldia Aprisa Shinta
Dosen Pembimbing :
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERINTIS SUMBAR
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SUMATERA BARAT
THN 2013/2014
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt atas rahmat dan maghfirah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan mata ajaran Sistem Pencernaan yang menjelaskan tentang Penyakit
Kolitis ulseratif dan Enteritis regional.
Pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu tugas kami dalam menempuh
pembelajaran di semester ini, kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dosen pembimbing Mata kuliah Sistem Pencernaan di Kampus II Stikes Perintis
Bukittinggi.
2. Semua pihak yang ikut serta berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan yang luas bagi si pembaca
dan kami sangat mengharapkan kritik dan saran mengenai makalah ini.
Hanya inilah yang dapat kami sampaikan, apabila ada kejanggalan dan kekurangan dalam
pembuatan makalah ini kami mohon maaf dan pengertiannya.
Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Bukittinggi, 21 Maret 2012
Hormat kami,
PENYUSUN
Daftar Isi
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
1.2.Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
BAB II KONSEP TEORI
A. Kolitis Ulseratif
B. Enteritis Regional
BAB III Upaya Pencegahan
A. Pencegahan Primer
B. Pencegahan Sekunder
C. Pencegahan Tersier
BAB IV Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Istilah penyakit usus inflamasi (PUI) digunakan untuk menentukan dua gangguan gastrointestinal
inflamasi usus : enteritis regional (penyakit Crohn atau kolitis garabulomatosus) dan kolitis ulseratif.
Insiden penyakit usus inflamasi usus kronis di Amerika Serikat diperkirakan 4% dan 10% , dengan
25.000 kasus baru terjadi setiap tahunnya. Penyakit ini tampak lebih sering pada orang kaukasia dan
paling sering pada populasi yahudi. Riwayat penyakit ini pada keluarga ditemukan pada 20% sampai
40% pasien.
Antibodi limfositotoksik telah ditemukan pada pasien dengan penyakit usus inflamasi, tetapi
penelitian lebih pasti perlu untuk menghubungkan faktor imunologis dan lingkungan penelitian
terbaru (Gitnick 1992) menunjukan mikrobakterium sebagai agens penyebab untuk penyakit ini.
Faktor psikologis juga telah diketahui. Banyak individu dengan kolitis ulseratif ditemukan sebagai
seseorang yang tergantung atau perfeksionis pasif dan cemas pada ketenangan. Perilaku koping
sering tidak tepat dan dapat mencakup menarik diri, menyangkal dan respirasi. Beberapa orang
mengalami penurunan tingkat toleransi terhadap nyeri dan ketidaknyamanan yang dihubungkan
dengan kram usus dan diare. Beberapa praktisi menduga bahwa sifat dan kepribadian adalah
penyebab dari gejala penyakit, tetapi penelitian klinis lebih diperlukan untuk menegakan hubungan
sebab akibat.
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dari Colitis ulseratif dan Enteritis regional ?
2. Apa Etiologi serta pada Colitis ulseratif dan Enteritis regional ?
3. Bagaimana pengkajian dari kolitis ulseratif dan Enteritis regional?
4. Bagaimana pengkajian penatalaksanaan medis dari kolitis ulseratif dan Enteritis regional ?
5. Apa saja diagnosa yang diangkat dari penyakit kolitis ulseratif dan Enteritis regional ?
6. Apa saja rencana keperawatan dalam kolitis ulseratif dan Enteritis regional?
1.3.Tujuan
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas pencernaan yang berjudul
”COLITIS ULSERATIF dan ENTERITIS REGIONAL”. Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah
menjawab pertanyaan yang telah dijabarkan pada rumusan masalah agar penulis ataupun pembaca
tentang konsep skoliosis serta proses keperawatan dan pengkajiannya.
BAB II
KONSEP TEORI
A. KOLITIS ULSERATIF
Merupakan gangguan peradangan kronis idiopatik yang terjadi pada usus besar, khususnya
bagian kolon desenden sampai rectum.
2.1. Etiologi
Belum diketahui. Lebih sering diderita oleh wanita, terbanyak ditemukan pada usia antara 15
dan 20 tahun. Faktor predisposisi yang berkaitan adalah keturunan, imunologi, infeksi virus atau
bakteri, dan lebih jarang ditemukan pada perokok. Selain itu, sebanyak 60-70% dari pasien yang
diteliti, memiliki p-ANCA(antineutrophil cytoplasmic antibodies) yang berhubungan dengan HLA-
DR2, atau bila p-ANCA negatif, sering ditemukan HLA-DR4.
2.2. Patofisiologi
Suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat, demam tinggi, sakit perut
dan peritonitis (radang selaput perut). Selama serangan, penderita tampak sangat sakit. Yang lebih
sering terjadi adalah serangannya dimulai bertahap, dimana penderita memiliki keinginan untuk
buang air besar yang sangat, kram ringan pada perut bawah dan tinja yang berdarah dan berlendir.
Jika penyakit ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja mungkin normal atau keras dan
kering. Tetapi selama atau diantara waktu buang air besar, dari rektum keluar lendir yang
mengandung banyak sel darah merah dan sel darah putih. Gejala umum berupa demam, bisa ringan
atau malah tidak muncul. Jika penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak dan penderita
buang air besar sebanyak 10-20 kali/hari.
Penderita sering mengalami kram perut yang berat, kejang pada rektum yang terasa nyeri,
disertai keinginan untuk buang air besar yang sangat. Pada malam haripun gejala ini tidak berkurang.
Tinja tampak encer dan mengandung nanah, darah dan lendir. Yang paling sering ditemukan adalah
tinja yang hampir seluruhnya berisi darah dan nanah. Penderita bisa demam, nafsu makannya
menurun dan berat badannya berkurang. Kolitis ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi
berulang dari lapisan mukosa kolon dan rectum. Penyakit ini umumnya mengenai orang kaukasia,
termasuk keturunan Yahudi. Puncak insiden adalah pada usia 30-50 tahun. Kolitis ulseratif adalah
penyakit serius, disertai dengan komplikasi sistemik dan angka mortalitas yang tinggi. Akhirnya 10%-
15% pasien mengalami karsinoma kolon.
Kolitis ulseratif mempengaruhi mukosa superfisisal kolon dan dikarakteristikkan dengan adanya
ulserasi multiple, inflamasi menyebar, dan deskuamasi atau pengelupasan epitelium kolonik.
Perdarahan terjadi sebagai akibat dari ulserasi. Lesi berlanjut, yang terjadi satu secara bergiliran,
satu lesi diikuti lesi yang lainnya. Proses penyakit mulai pada rectum dan akhirnya dapat mengenai
seluruh kolon. Akhirnya usus menyempit, memendek dan menebal akibat hipertrofi muskuler dan
deposit lemak.
2.3. Manifestasi klinis
Berkaitan dengan luasnya area kolon yang terlibat serta derajat penyakit. Klasifikasi klinis kolitis
ulseratif terbagi tiga.
1. Ringan : gerakan usus per hari (<4), perdarahan minimal, gejala lain(tidak ada gejala toksik),
lokasi(rektum sampai sigmoid).
2. Sedang : gerakan usus per hari (4-6), perdarahan sedang, gejala lain(subfebris, malaise),
lokasi(tak ada keterangan).
3. Berat : gerakan usus per hari (>6), perdarahan banyak, gejala lain(febris tinggi, takikardi),
lokasi(seluruh kolon).
Gejala yang sering ditemukan diare(walau ada laporan terjadi konstipasi), bila inflamasi meluas
maka diare akan disertai mukus dan darah. Selain itu terdapat nyeri perut dan gejala konstitusional
seperti demam, penurunan berat badan, dan anoreksia. Pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri tekan
abdomen.
2.4. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium hematologi dan biokimia terdapat peningkatan hitung jenis
leukosit dan LED pada serangan berat. Pemeriksaan fungsi hepar diperlukan untuk mendeteksi
adanya komplikasi.
Pada analisis dan kultur feses mungkin ditemukan eritrosit walau tanpa perdarahan rektum, dan
adanya leukosit membuktikan terjadinya inflamasi atau infeksi. Tak ditemukannya mikroorganisme
tak dapat menyingkirkannya infeksi secara otomatis. Pada infeksi oleh Clostridium difficile, selain
kultur, harus dilakukan pemeriksaan toksin.
Foto polos abdomen menunjukkan dilatasi kolon atau gambaran perforasi pada kasus kolitis
yang fulminan. Sebaiknya dilakukan sigmoidoskopi dan biopsi bila terdapat kecurigaan kolitis. Akan
terlihat kerusakan kripti akibat perubahan kronis pada penyakit usus inflamatorik. Bila tak ada
kerusakan kripti, kemungkinan terjadi kolitis akibat infeksi. Dilakukan kolonoskopi untuk melihat
luasnya kerusakan , serta untuk menentukan diagnosis banding kolitis. Pada ileum terminal
dilakukan intubasi untuk menentukan adanya inflamasi atau ulserasi. Pada kolitis aktif berat yang
luas, lebih baik ditentukan secara klinis daripada kolonoskopi karena risiko perforasi.
Asuhan keperawatan pada klien kolitis ulseratif
1. Pengkajian
Identitas klien
Keluhan utama : nyeri abdomen, diare, tenesmus intermiten, dan pendarahan rektal.
Riwayat penyakit
- Riwayat penyakit sekarang : klien mengalami nyeri perut, diare, peningkatan suhu
tubuh, mual, muntah, anoreksia, perasaan lemah, dan penurunan nafsu makan.
- Riwayat penyakit dahulu : Riwayat penyakit dahulu penting digali untuk menentukan
penyakit dasar yang menyebabkan kondisi kolitis ulseratif. Pengkajian predisposisi
seperti genetic, lingkungan, infeksi, imunitas, makanan dan merokok perlu di
dokumentasikan. Anamnesis penyakit sistemik , seperti DM, hipertensi, dan tuberkolosis
dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian proferatif.
- Riwayat penyakit keluarga : apakah ada salah satu anggota keluarga klien pernah
mengalami penyakit ini.
Pemeriksaan fisik
- Inspeksi : kram abdomen di dapatkan. Perut didapatkan kembung. Pada kondisi
kronis, status nutrisi bisa didapatkan tanda-tanda kekurangan gizi, seperti atrofi otot dan
pasien terlihat kronis.
- Palpasi : nyeri tekan abdomen (tenderness), menunjukkan penyakit parah dan
kemungkinan perforasi. Nyeri lepas dapat terjadi pada kuadran kanan bawah. Sebuah
masa dapat teraba menunjukkan abstruksi atau megakolon. Pembesaran limpa mungkin
menunjukkan hipertensi portal dari hepatitis autoimun terkait atau kolangitis sklerosis.
- Perkusi : nyeri ketuk dan timpani akibat adanya flatulen.
- Auskultasi : bising usus bisa normal, hiperaktif atau hipoaktif. Nada gemerincing
bernada tinggi dapat ditemukan dalam kasus-kasus obstruksi.
2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri b.d. iritasi intestinal, diare, kram abdomen, respon pembedahan.
b. Risiko ketidakseimbangan cairan tubuh b.d. keluar cairan tubuh dari muntah.
c. risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. intake
makanan yang kurang adekuat.
3. Intervensi
a. Nyeri b.d. iritasi intestinal, diare, kram abdomen, sembelit, respon pembedahan
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam pascabedah, nyeri berkurang atau teradaptasi.
kriteria hasil:
- Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi
- Skala nyeri 0-1 (0-4).
- TTV dalam batas normal, wajah pasien rileks.
Intervensi :
1. Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
noninvasif.
2. Lakukan manajemen nyeri keperawatan, meliputi:
Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST
3. Beri oksigen nasal apabila skala nyeri ≥ 3 (0-4).
4. Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul. Biasakan pasien untuk BAB di tempat
tidur.
5. Atur posisi fisiologis.
6. Beri kompres hangat pada abdomen.
7. Ajarkan teknik relaksasi pernafasan dalam pada saat nyeri muncul.
b. Risiko ketidakseimbangan cairan tubuh b.d. keluar cairan tubuh dari muntah
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria hasil :
- Pasien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas normal, kesadaran optimal.
- Membran mukosa lembab, turgor kulit normal, CRT > 3 detik.
- Laboratorium : nilai elektrolit normal, analisis gas darah normal.
Intervensi :
1. Kaji terhadap adanya tanda kekurangan volume cairan : kulit dan membrane mukosa
kering, penurunan turgor kulit, oliguria, kelelahan, penurunan suhu, peningkatan
hematokrit, peningkatan berat jenis urine, dan hipotensi.
2. Identifikasi faktor penyebab, awitan (onset), spesifikasi usia dan adanya riwayat
penyakit lain.
3. Lakukan pemasangan IVFD
4. Dokumentasi dengan akurat tentang asupan dan haluaran cairan.
c. risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. intake
makanan yang kurang adekuat.
Tujuan : setelah 3x24 jam pada pasien nonbedah dan setelah 7x24 jam pascabedah
intake nutrisi dapat optimal dilaksanakan.
Kriteria evaluasi :
- Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat.
- Keluhan mual dan muntah berkurang.
- Secara subjektif melaporkan peningkatan nafsu makan.
- Berat badan pada hari ke-7 pascabedah meningkat 0,5 kg.
Intervensi :
1. Kaji dan berikan nutrisi sesuai tingkat toleransi individu.
2. Sajikan makanan dengan cara yang menarik.
3. Fasilitasi pasien memperoleh diet rendah lemak.
4. Fasilitasi pasien memperoleh diet dengan kandungan serat tinggi.
5. Fasilitasi pasien memperoleh diet rendah serat pada gejala obstruksi.
6. Pantau intake dan output, anjurkan untuk timbang berat badan secara periodik
(sekali seminggu).
7. Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai jenis nutrisi yang akan digunakan pasien.
B. ENTERITIS REGIONAL(PENYAKIT CROHN)
Merupakan salah satu penyakit usus inflamatorik, yang dapat menyerang seluruh bagian
saluran gastrointestinal, mulai dari mulut (berupa stomatitis) sampai lesi pada anus.
2.1. Etiologi
Belum diketahui, namun diduga disebabkan oleh mikobakterium atipikal, measles, dan penyakit
vaskular. Kebiasaan merokok meningkatkan risiko mendapat penyakit crohn. Penyakit ini lebih sering
ditemukan di negara maju.
2.2. Patofisiologi
Enteritis regional umumnya terjadi pada remaja atau dewasa muda, tetapi dapat terjadi kapan
saja selama hidup. Keadaan ini sering terlihat pada populasi lansia (50-80 tahun). Meskipun ini dapat
terjadi di mana saja disepanjang saluran gastrointestinal, area paling umum yang sering terkena
adalah ileum distal dan kolon. Enteritis regional adalah inflamasi kronis dan subakut yang meluas
keseluruh lapisan dinding usus dari mukosa usus, ini disebut juga transmural. Pembentukan fistula,
fisura, dan abses terjadi sesuai luasnya inflamasi kedalam peritoneum.
Lesi diduga mulai terjadi dalam kelenjar limfe dekat usus halus, yang akhirnya menyumbat aliran
saluran limfe. Selubung submukosa usus jelas menebal akibat hyperplasia jaringan limfoid dan
limfedema. Dengan berlanjutnya proses patogenik, segmen usus yang terserang menebal
sedemikian rupa sehingga kaku seperti slang kebun. Lumen usus menjadi sangat menyempit,
sehingga hanya dilewati sedikit aliran barium, menimbulkan “tanda senar (string sign)” yang terlihat
pada pemeriksaan radiografi. Seluruh dinding usus biasanya terserang. Mukosa sering kali meradang
dan timbul tukak disertai dengan eksudat putih berwarna abu-abu. Daerah yang bertukak ini
memiliki gambaran fisura dan granuloma batu koral.
2.3. Manifestasi klinis
Gejala utama adalah diare, nyeri abdomen, dan penurunan berat badan. Sering pula didapatkan
malaise, kehilangan nafsu makan, mual, muntah, dan mungkin terdapat demam subfebris. Terjadi
mendadak, dapat menyerupai obstruksi atau apendisitis. Sangat penting untuk membedakan
penyakit Crohn dengan kolitis ulseratif.
Perbedaan antara kolitis ulseratif dengan penyakit Crohn :
Kolitis Ulseratif Penyakit Crohn
Distribusi : kolon (namun dapat terjadi backwash traktus gastrointestinal
Ileitis, 10%) selalu bersambung mungkin tak bersambung
Makroskopik : ulkus horisontal berbatas tak tegas, ulkus dalam, fissura di mu-
Tanpa fissura, fistula jarang, lesi anus 25% kosa, terdapat fistula 10%,
Pemendekan lapisan otot kolon, jarang lesi anus 60%, pemendekan
Terdapat striktur atau terjadi lebih lama, akibat fibrosis, terjadi strik-
Lesi bersambung, granuloma tak ada tur segera, lesi terputus,
Granuloma 50%
Reaksi limfoid : tak jelas jelas
Fibrosis : tak jelas jelas
Serositis : berat sedang
ANCA : meningkat tak meningkat
Malabsorpsi lemak : tak ada ada, bila mengenai usus
halus
2.4. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan darah tepi, analisis dan kultur feses dapat ditemukan anemia (defisiensi besi,
asam folat atau vitamin B12), peningkatan jumlah leukosit, trombosit, dan LED yang tinggi. Dapat pula
dilakukan sigmoidoskopi/kolonoskopi. Foto polos abdomen akan menentukan ada tidaknya
obstruksi. Pemeriksaan barium enema dapat memperlihatkan gambaran khas berupa lesi dengan
ulkus dalam, striktur, dan lesi terputus, namun pemeriksaan ini telah banyak ditinggalkan dengan
adanya kolonoskopi yang lebih baik, juga dapat mendeteksi fistula. Dapat dilakukan tomografi
komputer dan scanning radionukleotida.
Asuhan keperawatan pada klien enteritis regional (chorn)
1. PENGKAJIAN
1. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Sering merasa nyeri abdomen dan diare. Keluhan nyeri biasanya bersifat kronis yaitu berupa nyeri
kram pada kuadran perumbilikal kanan bawah dan kondisi rasa sakit dapat mendahului diare, serta
mungkin sebagian pasien melaporkan perasaan nyaman setelah buang air besar. Diare biasanya
tanpa disertai darah dan sering terputus – putus atau tidak mau berkurang dengan melakukan
defekasi. Akan tetapi, apabila usus besar yang terlibat, pasien dapat melaporkan nyeri perut difus
serta dengan Bab lendir, darah atau nanah. Awalnya, halangan tersebut adalah peradangan
sekunder edema dan spasme usus, kemudian bermanifestasi sebagai kembung dan sakit kram.
Setelah menjadi kronis, lumen usus menyempit, pasien mungkin mengeluh sembelit dan kesukaran
membuang air besar.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapat keluhan lainnya yang menyertai seperti peningkatan suhu tubuh, mual dan muntah,
anoreksia, perasaan lemah dan penurunan nafsun makan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian predisposisi seperti genetik , lingkungan, infeksi, imunitas, makanan, vascular dan faktor
psikososial, termasuk merokok, kontrasepsi oral dan menggunakan obat anti inflamasi (OAINS) perlu
didokumentasikan. Anamnesis penyakit sistemik seperti DM, hipertensi dan tuberkulosis
dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian perioperatif.
2. Pengkajian Psikososial
Didapatkan peningkatan kecemasan karena nyeri abdomen dan rencana pembedahan dan serta
perlunya informasi sarana pembedahan.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : terlihat lemah dan kesakitan
b. TTV mengalami perubahan sekunder dari nyeri dan diare, suhu badan pasien naik ≥38,5°C
c. Head to toe
1) Integumen
Kilit kering dan turgor tidak baik karena kekurangan nutrisi
2) Abdomen
a) Inspeksi : pasien mengalami nyeri tekan, kram andomen, perut kembung, inspeksi dari
daerah perinatal dapat mengungkapkan fistula, abses dan jaringan parut.
b) Auskultasi : terdapat peningkatan bising usus karena pasien mengalami diare
c) Perkusi : nyeri tekuk dan tympani karena adanya flatulen
d) Palpasi : nyeri tekan abdomen, peningkatan suhu tubuh atau didapatkan adanya masaa
pada abdomen. Turgor kulit >3 detik menandakan gejala dehidrasi
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Anemia disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk peradangan kroni, malabsorbsi besi,
kehilangan darah kronis, dan malabsorbsi vitamin B12 atau folat
b. Hipoalbuminemia, hipokolesterolemia, hipokalsemia dan hipomagnesemia mencerminkan
malabsorbsi
c. Leukositosis disebabkan oleh peradangan kronis, abses atau pengobatan steroid
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d iritasi intestinal, kram abdomen dan respon pembedahan
2. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d pengeluaran cairan dari muntah yang
berlebihan
3. Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakadekuatan intake
nutrisi sekunder akibat nyeri, ketidaknyamana lambung dan intestinal
4. Resti infeksi b.d adanya luka pasca bedah
5. Kecemasan b.d prognosis penyakit dan rencana pembedahan
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No.
Dx
Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji skala nyeri (0 – 4) 1. perawat mengkaji tingkat
keperawatan selama 3x24
jam masalah keperawatan
nyeri dapat teratasi dengan
KH sebagai berikut :
1. Secara subjektif melaporkan
nyeri berkurang
2. Ekspresi wajah pasien
tenang dan rileks
3. Dapat mengidentifikasi
kegiatan yang dapat
menambah atau
mengurangi nyeri
4. Pasien tidak gelisah
5. Skala nyeri turun
0 - 4
2. Jelaskan dan bantu pasien
dengan tindakan pereda
nyeri nonfarmakologi
3. Istirahatkan pasien
4. Ajarkan teknik distraksi
5. manajemen pemberian diit
dan menghindari agen iritan
mukosa lambung
6. kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian antasida
sesuai dosis
nyeri dan dan kenyamanan
pasien setelah penggunaan
obat – obatan dan
menghindari zat pengiritasi
2. pendekatan dengan
menggunakan relaksasi dan
nonfarmakologi lainnya
telah menunjukkan
keefektifan dalam
mengurangi nyeri
3. istirahat secara fisiologis
dapat menurunkan
kebutuhan oksigen
4. distraksi dapat menurunkan
stim ulus internal
5. dengan emnghindari makan
dan minuman yang dapat
mengiritasi mukosa
lambung dapat
menurunkan intensitas
nyeri
6. antasid untuk
mempertahankan Ph
lambung pada tingkat
normal (4,5)
2 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24
jam, masalah cairan dan
elektrolit dapat teratasi
dengan KH sebagai berikut :
1. membran mukosa lembab,
1. Monitor TTV
2. Monitor status cairan
(membran mukosa, turgor
kulit dan output urin)
3. Kaji sumber kehilangan
1. Mengetahui keadaan umum
pasien, hipotensi datap
terjadi pada kondisi
hipovolemia
2. Jumlah dan tipe cairan
pengganti ditentukan dari
turgor kulit normal
2. TTV dalam batas normal
3. Output >600ml/hari
4. Laboratorium : nilai
elektrolit normal
cairan
4. Manajemen pemberian
cairan
5. Kolaborasi untuk pemberian
diuresis
keadaan status cairan.
Penurunan volume cairan
mengakibatkan
menurunnya produksi urin.
Monitor dilakukan dengan
ketat pada produksi urin
3. Kehilangan caairan dan
muntah dapat disertai
dengan keluarnya natrium
per oral yang juga akan
meningkatkan risiko
gangguan elektrolit
4. Intake dan output cairan
setiap hari dipantau untuk
mendeteksi tanda – tanda
awal terjadinya dehidrasi
3 Setelah dilakukan
keperawatan selama 3x24
jam, masalah keperawatan
ketidakseimbangan nutrisi
dapat teratasi dengan KH
sebagai berikut :
1. Pasien dapat
mempertahankan asupan
status nutrisi yang adekuat
2. Pernyataan motivasi yang
kuat untuk meningkatkan
kebutuhan nutrisinya
1. Kaji status nutrisi pasien,
turgor kulit, berat badan
dan penurunan berat badan
2. Fasilitasi pasien
memperoleh diit biasa yang
dikonsumsi pasien setiap
hari
3. Pantau intake dan output,
anjurkan untuk timbang
berat badan secara periodik
4. Lakukan dan ajarkan
perawatan mulut sebelum
dan sesudah makan
1. Menetapkan derajad
masalah untuk menetapkan
pilihan intervensi yang
tepat
2. Memperhitungkan
keinginan individu agar
dapat memperbaiki nutrisi
3. Berguna dalam mengukur
keefektifan nutrisi dan
dukungan cairan.
4. Menurunkan rasa tidak
enak karena sisa makanan
dan bau obat yang dapat
5. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk pemberian ddit yang
seimbang
6. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian anti
muntah sesuai dosis
merangsang pusat muntah
5. Merencanakan diit dengan
kandungan nutrisi yang
adekuat untuk memenuhi
pengingkatan kebutuhan
energi dan kalori
6. Meningkatkan rasa nyaman
pada gastrointestinal dan
meningkatkan keinginan
intake nutriso dan cairan
per oral
4. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24
jam, masalah keperawatan
resti infeksi dapat teratasi
dengan KH sebagai berikut :
1. Tanpa adanya infeksi dan
tanda – tanda kemerahan
setelah jahitan dilepas
2. TTV terutama suhu dalam
batas normal
1. Kaji TTV
2. Kaji jenis pembedahan
3. Lakukan perawatan luka
pada hari ke dua pasca
bedah
4. Bersihkan luka pada saat
setiap perawatan luka
5. Tutup luka dengan kassa
steril
6. Berikan penkes kepada
keluarga pasien dan pasien
cara perawatan luka yang
benar dan steril
7. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian anti
infeksi sesuai dosis
1. Suhu dapat ikut naik jika
pasien terjadi inflamasi dan
infeksi
2. Menidentifikasi kemajuan
atau penyimpangan dari
tujuan yang diharapkan
3. Perawatan luka sebaiknya
tidak setiap hari untuk
menurunkan kontak dengan
luka yang dalam kondisi
steril
4. Pembersihan debridemen
dapat mencegah
kontaminasi kuman ke
jaringan luar
5. Penutupan secara
menyeluruh dapat
menghindari kontaminasi
dari benda atau udara
6. Pemberian penkes
diharapkan bisa lenih
memberikan pemenuhan
informasi bagi keluarga
7. Tindakan kolaborasi
dilakukan dengan tujuan
untuk lebih optimal dalam
pengobatan
5. Setelah dilakukan
keperawatan selama 3x24
jam, masalah keperawatan
kecemasan dapat teratasi
dengan KH sebagai berikut :
1. Pasien mampu
mgnungkapkan perasaan
kepada perawat
2. Pasien dapat mencatat
penurunan kecemasan atau
ketakutan
3. Pasien dapat rileks dan tidur
dengan nyaman
1. Monitor respon fisik, seperti
kelelahan, perubahan tanda
vital dan gerakan yang
berulang – ulang
2. Anjurkan pasien dan
keluarga mengungkapkan
dan mengekspresikan rasa
takutnya
3. Catat reaksi pasien atau
keluarga. Berikan
kesempatan utnuk
mengungkapkan
perasaannya
4. Ajarka aktivitas pengalihan
perhatian sesuai
kemampuan individu
seperti menulis, menonton
tv, dll
1. Digunakan untuk
mengevaluasi derajad atau
tingkat kesadaran,
khusunya jika melakukan
komunikasi verbal
2. Memberikan kesempatan
untuk berkosentrasi
kejadian dari rasa takut, dan
mengurangi cemas yang
berlebihan
3. Respon dari kecemasan
anggota keluarga terhadap
apa yang terjadi dapat
disampaikan kepada
perawat
4. Sejumlah aktivitas atau
ketrampilan dapat
menurunkan tingkat
kebosanan yang dapat
menjadi stumulus
kecemasan
BAB III
Upaya Pencegahan
A. Pencegahan primer
- Memberikan pendidikan kesehatan berupa penyuluhan pada masyarakat mengenai
penyakit tersebut.
- Menjaga pola makan agar teratur dan tidak mengandung racun serta food additive yang berbahaya
- Menghindari makanan yang mengeksaserbasi diare.
- Menghindari makanan dingin, dan merokok karena keduanya dapat meningkatkan
motilitas usus.
- mengkonsumsi vitamin, bisa dengan mengkonsumsi suplemen yang aman.
B. Pencegahan sekunder
- Berhenti merokok
- Lakukan terpai obat- obatan sedatife dan antidiare/ antiperistaltik digunakan untuk
mengurangi peristaltic sampai minimum untuk mengistirahatkan usus yang terinflamasi.
-Menangani Inflamasi : Sulfsalazin (Azulfidine) atau Sulfisoxazal (Gantrisin).
-Antibiotic : Digunakan untuk infeksi.
-Azulfidin : Membantu dalam mencegah kekambuhan.
C. Pencegahan tersier
- lakukan rehabilitasi
- Bila sudah terkena, agar terhindar dari kanker, harus rutin kontrol ke dokter dan screenin g kanker kolon.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
ENTERITIS REGIONAL(PENYAKIT CROHN)
Merupakan salah satu penyakit usus inflamatorik, yang dapat menyerang seluruh bagian
saluran gastrointestinal, mulai dari mulut (berupa stomatitis) sampai lesi pada anus
KOLITIS ULSERATIF
Merupakan gangguan peradangan kronis idiopatik yang terjadi pada usus besar, khususnya
bagian kolon desenden sampai rectum.
Manifestasi klinis yaitu:
~ Diare
~ Nyeri abdomen
~ Malaise
~ Penurunan berat badan
~ Kehilangan nafsu makan
~ Mual, muntah
~ Demam( peningkatan suhu tubuh)
~ Steatore
B. SARAN
Semoga dalam pembuatan makalah ini kami sebagai penyusun makalah serta para pembaca
lebih dapat memahami apa penyakit Crohn dan colitis itu dan berbagai hal yang berkaitan
dengan penyakit tersebut, seta dapat memberikan asuhan keperawatan terhadap penyakit
ini dengan tepat. Pada akhirnya saran beserta kritik kami harapkan guna penyempurnaan
makalah selanjutnya, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat. Amin
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol 2.Jakarta:EGC
Marliynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta. EGC.