clinical reasoning skill

Upload: widyaweefebr

Post on 13-Jul-2015

70 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

CLINICAL REASONING SKILLJumat, 9 Desember 2011

SKENARIO An L (12 tahun) mengalami trauma. Terjadi laserasi di bagian bibir terjadi perembesan darah selama 5jam. Keterangan tambahan bahwa trauma mengenai facial yaitu hidung, pipi kanan kiri dan dahi atas dan trauma disebabkan jatuh dari sepeda dan mulut terkena aspal. Keadaan umum pasien sedikit lemah, tensi 110/70, nadi 80/menit, pernafasan 16/menit. Dan terlihat pasien ketakutan, tidak siap akan perawatan gigi yang akan dilakukan.

1. Masalah lain yang dihadapi an L dari keterangan di atas Sgd 1 : trauma di hidung pipi kanan kiri mulut terkena aspal keadaan sedikit lemah dan pasien ketakutan (wahyu sumpil) 2. Kemungkinan variasi terhadap pasien pada jawaban skenario 1 bagian kesatu Sgd 2 : dapat memperjelas kemungkinan variasi terapi (Radella) OK wajah lebam gigi lepas dari socket dan terdapat laserasi, pada scenario 2 trauma pada bagian wajah (Rossi) Sgd 3 : variasi terapi pada pipi hidung dan dahi (anggita) Sgd 4 : variasi terapi diliat dari perdarahan , area yang luas, dinyatakan bahwa pasien masihketakutan utk dilakukan perawatan, dilakukan penanganan psikologis pasien dengan diazepam, mempersiapkan tindakan bedah fraktur (widhi) Sgd 5 : memberikan cairan infuse OK scenario pertama adanya suatu perdarahan, pemberian obat sedasi, pembedahan (Sally) Sgd 1 : untuk menormalkan pernafasan dengan menormalkan psikologi pasien dengan obat sedasi, jatuh terkena aspal maka diberikan suntik tetanus (bayu)

-

Sgd 2 : apakah perlunya disuntikkan tetanus , perlu dikarenakan aspal kotor terkontaminasi adanya bakteri. Dapat diberikan saat pasien belum menerima suntikan tetanus selama 5 10 tahun (cindy)

-

Sgd 2 : perlu dilakukan suntik tetanus oleh karena luka yang terkontaminasi. Luka terbuka misalkan jatuh di aspal, besi berkarat, digigit binatang OK banyak terdapat kotoran dan banyak bakteri. Jika trauma OK pukulan tidak diperlukan adanya suntikkan tetanus (bunga)

-

Sgd 2 : apa yang dimaksud dengan menormalkan pernafasan ? (Tama) Sgd 1 : pernafasan normal yang dimaksud dikarenakan pasien merasa ketakutan pendekatan psikologis jika tetap ketakutan obat obatan (sedasi,diazepam) (Tisa)

-

Sgd 3 : belum dapat memperjelas kemungkinan variasi terapi OK belum dilakukan pemeriksaan penunjang (tristiarina)

-

Sgd 5 : belum dapat memperjelas terapi OK gigi avulse nya belum diketahui keadaannya, pemeriksaan penunjang belum dilakukan (laila)

-

Sgd 2 : bisa menunjukkan variasi terapi , jika gigi anterior mengalami avulse gigi nya ditemukan dapat dilakukan PSA, apakah anak umur 12 tahun di indikasikan untuk diazepam ? (rossi)

-

Sgd 2 : variasi terapi nya dapat diketahui, juga sudah dapat di diagnosis, disebutkan diagnosis sementara trauma maxillo facial (Tama)

-

Sgd 3 : terdapat lebam dan gigi lepas dari socketnya, lamanya gigi terlepas dari socketnya belum diketahui, adanya perembesan darah selama 5jam. Adanya trauma maxillo facial tapi belum diketahui patahannya atau frakturnya (Bintoro)

-

Sgd 1 : sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang terlebih dahulu OK tidak diketahui kondisi dari alveolar dan jaringannya lainnya. Sebaiknya dilakukan foto rontgen terlbeih dahulu (Pramesti)

-

Sgd 2 : dosis obat diazepam untuk anak anak (Widia kurnia) Sgd 1 : belum ada terapi variasi. Terapi pertama selain ABC yaitu dilakukan penanganan gigi yang avulsi (Purna).

-

Sgd 2 : belum dapat ditentukan OK pasien belum dilakukan pemeriksaan penunjang, pasien mengalami fraktur dan perdarahan. Kemungkinan pasien mengalami kelainan penyakit sistemik. Pasien ditanyakan apakah sudah pernah dilakukan imunisasi tetanus. Untuk gigi avulsinya tidak mengetahui kejadian trauma nya sehingga mempengaruhi cara penempatan selama perjalanan juga berpengaruh (Dyah Arini)

-

Sgd 2 : terapi pada giginya, terapi pada gigi yang hilang, terapi pada daerah yang terkena trauma (Rossi)

-

Sgd 4 : belum bisa menentukan variasi terapi dikarenakan belum mengetahui tentang riwayat trauma pasien lebih lanjut dan belum dilakukan pemeriksaan penunjang.

-

Sgd 5 : tidak dapat dilakukan variasi terapi hanya dilakukan initial treatment seperti pemberian infuse (Novi S)

-

Sgd 5 : Indikasi pemberian diazepam : dari segi psikologis tidak dapat diatasi, misalnya gelisah berlebihan, pasien tidak kooperatif dapat diberikan diazepam dengan dosis sesuai umur anak tersebut (sally).

-

Sgd 3 : tidak menganjurkan untuk diberikan diazepam pada anak sesuai scenario. Indikasi dari diazepam kegelisahan , rasa sakit dan spasme otot (Nisa risyada)

-

Sgd 2 : diazepam merupakan obat penenang tapi apakah sesuai untuk diberikan pada anak umur 12 tahun ? (Rosi)

-

Sgd 4 : apakah pemberian diazepam diberikan ketika pasien mengalami gejala seperti yg telah disebutkan atau hanya salah satunya saja dapat diiberikan diazepam ? (tisa)

-

Sgd 3 : diazepam dapat diberikan pada anak2 tetapi dengan dosis kecil OK diazepam mengandung morfin (penenang dan analgesik) (Bintoro).

-

sgd 4 : biasanya digunakan pada endoskopi dan prosedur dental. Diazepam memiliki efek berbahaya untuk pasien misalkan pemberian yang berlebihan dapat menyebabkan kematian (Widhi)

-

sgd 2 : diazepam dapat dilakukan pada kondisi seperti apa ? (tama)

-

sgd 3 : diazepam tidak hanya penenang tapi mengandung analgetik juga, efek samping diazepam memang sangat besar tetapi untuk kasus di atas memang diperlukan penenang dan analgesik (Bintoro)

-

sgd 5 : dapat diberikan diazepam sesuai dengan dosis anak tersebut jika pendekatan psikologis sudah tidak berpengaruh (Sally)

3. Kemungkinan terapi dari masalah pasien tsb diatas usulan pemeriksaan2 apa saja yang diperlukan Sgd 4 : panoramic dikarenakan gigi depan atas avulsi, CT scan karena adanya perdarahan, pemeriksaan laboratorium pembekuan darah dan LED (Yunita) Sgd 1 : sebelum dilakukan pemeriksaaan penunjang dilakukan pemeriksaan intra oral (mal oklusi) (medysia) Sgd 5 : palpasi apakah terdapat krepitasi , jika terdapat krepitasi fraktur (dwi felsha) Sgd 5 : menentukan le fort 1 2 3 pada maxilla (Sally) Sgd 2 : foto rontgen yang tepat adalah proyeksi waters (Rosi)

4. Diagnosis untuk kasus tersebut Sgd 4 : belum bisa menentukan diagnosis nya (widhi) Sgd 2 : trauma maxillofacial (Tama) Sgd 4 : trauma dentofacial (Jerry) Sgd 2 : Trauma maxillofacial OK trauma dentofacial terdapat dalam maxillofacial (Tria retma) Sgd 1 : belum dapat menentukan diagnosis OK belum adanya pernyataan yang kuat (Purna) Sgd 4 : apakah trauma maxillofacial merupakan suatu diagnosis ? (widhi) Sgd 3 : diagnosis belum diketahui dan trauma bukan merupakan suatu diagnosis (Isa Anshari) Sgd 5 : belum dapat mendiagnosis tapi untuk DD fraktur le fort 1 dan le fort 2 , fraktur maxillofacial (arya)

SKENARIO Pemeriksaan didapatkan : RPU : disangkal Jasmani : TAK Intra Oral Gigi 21 avulsi Gigi 22, 11, 12, 13 mobilitas derajat 1 Palpasi (+) : pada daerah trauma (daerah C RA ka sampai ki), region gigi 32, 31, 41, yang sakit bila dipalpasi Drug / perkusi : + (terutama daerah anterior) Lacerasi jaringan lunak : daerah mukosa bibir bagian dalam sepanjang 2cm Oklusi : normal klas 1 angle Eksta Oral Terjadi daerah kemerahan, sakit dengan sentuhan dan lebam terkena benturan di daerah muka (dahi atas, pipi, hidung dan daerah rahang tulang dan dagu), ada kulit yang lacerasi.

1. Terapi kasus diatas Sgd 4 : farmakologi (antibiotic, analgesic) dan non-farmakologi (replantasi, splinting utk kegoyahan gigi, lacerasi nya disuturing dan perawatan endhodontic) (Aulia) Sgd 5 : apakah giginya ditemukan apa tidak, pemberian infuse yang mengandung protein dan vitamin (Ivy)

-

Sgd 2 : diagnose pada sgd 4 blm disebutkan tapi sudah menyebutkan terapinya , apakah diagnose yang diputuskan oleh sgd 4 ? (Gernada nora)

-

Sgd 5 : di reposisi , di stabilisasi dengan splinting, imobilisasi (Yutya) Sgd 1 : apakah gigi dengan goyang derajat 1 memerlukan splinting ? (Radella) Sgd 5 : diperlukan splinting dikarenakan adanya pelebaran socket dan ligament periodontal pada rontgen (Sally)

-

Sgd 4 : avulsi gigi disertai luksasi oleh karena trauma (widhi) Sgd 2 : pada pemeriksaan diketahui tidak hanya trauma, avulse, lebam, lacerasi. Pada sgd 2 trauma maxillofacial (Tama)

2. Penatalaksanaan kasus diatas Sgd 4 : gigi dibersihkan dengan air yang mengalir, dibersihkan pada socketnya, setelah irigasi gigi dapat dimasukkan ke socket rangkaian replantasi fiksasi terapi farmakologi (injeksi tetanus) intruksi pada pasien jika apical sudah menutup dilakukan perawatan endodontic. Untuk gigi yang luksasi derajat 1 yaitu di splinting. Lacerasi pada jaringan lunak dilakukan penjahitan (Nurul) Sgd 1 : luksasi digunakan splinting, durasi pemasangan dari kegoyahan dan kerusakan alveolar, dilepas 3-6 minggu. Avulse dilakukan re plantasi (Pisca) Sgd 2 : yang pertama kali dilakukan lacerasi menggunakan tekhnik layer. Pada lebam diberi obat, hematom besar harus di drainage (Tama) Sgd 1 : avulsi dilakukan endodontic pada bagian akar diberikan kalsium hidrokside (Pramesti) Sgd 5 : melakukan primary survey (Dwi wulandari) Sgd 5 : mengapa di splinting selama 2 minggu ? (M.Fachlevi) Sgd 2 : splinting untuk menstabilkan gigi selama perawatan (Nurul).

3. Kapan dilakukan evaluasi dari terapi yang dilakukan dan apa saja yang dilakukan pada tahap evaluasi

-

Sgd 4 : indikasi jia apeks menutup sempurna, 1 minggu dilakukan PSA. Evaluasi dilakukan 2 6 bulan setelahnya replantasi (Marcella)

-

Sgd 5 : evaluasi dari perlekatan dari ligament periodontal dikarenakan adanya pelebaran socket periodontalnya, adanya mobilisasi dari gigi dapat dilihat dari foto rontgen juga. Kondisi pulpa masih vital apa tidak (Sally)

4. Kapan dilakukan kontrol yang menunjukkan ada perubahan perbaikan dari terapi atau keberhasilan terapi Sgd 3 : pemeriksaan radiografi 3 6 bulan untuk melihat jaringan periodontal, dan replantasi untuk Avulse gigi 3 4 minggu (Dwi diah) -

sekian