perbedaan skor clinical reasoning mahasiswa …digilib.unila.ac.id/32618/3/skripsi tanpa...

58
PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA TAHAP PRE-KLINIK DAN TAHAP KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG (Skripsi) Oleh ANINDA NUR KUMALASARI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Upload: lehuong

Post on 16-Mar-2019

246 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA TAHAP

PRE-KLINIK DAN TAHAP KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS

KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

ANINDA NUR KUMALASARI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

Page 2: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA TAHAP

PRE-KLINIK DAN TAHAP KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS

KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

Oleh

ANINDA NUR KUMALASARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

Page 3: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

ABSTRACT

THE DIFFERENCE OF CLINICAL REASONING SCORE BETWEEN

PRE-CLINICAL AND CLINICAL MEDICAL STUDENTS OF LAMPUNG

UNIVERSITY

By

ANINDA NUR KUMALASARI

Background: Clinical reasoning is a complex set ideas of diagnosis decision

making process that involves those experiences, skill, and reflective thought.

Medical faculty students undergoing pre-clinical and clinical students should

improve their clinical reasoning as early as possible, so it can produce good

quality of medical students. This study aims to determine the difference of clinical

reasoning score between pre-clinical and clinical medical students of Lampung

University.

Methods: This was a descriptive analytic study using cross sectional study.

Sampling using non-probability sampling method with the type of consecutive

sampling and measuring instruments in the form of script concordance test. Data

analysis was done by independent T test

Result: The research conducted on 124 respondents with independent test result

shows the score of preclinical student with mean 4,927 ± 1.3727 and score of

clinical students with mean 5,416 ± 1,6020 with p = 0,041. There are a significant

difference clinical reasoning score between pre-clinical and clinical medical

students of Lampung University

Conclusion: This study has a significant difference of clinical reasoning score

between pre-clinical and clinical medical students of Lampung University

Keywords: Clinical reasoning, pre-clinical, clinical

Page 4: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

ABSTRAK

PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA TAHAP

PRE-KLINIK DAN TAHAP KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS

KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

Oleh

ANINDA NUR KUMALASARI

Latar Belakang: Clinical reasoning merupakan kumpulan pemikiran yang

kompleks dalam proses pengambilan keputusan diagnosis yang melibatkan

pengalaman, keterampilan, dan pemikiran reflektif. Mahasiswa fakultas

kedokteran menjalani tahap pre-klinik dan klinik yang dimana Clinical reasoning

harus dilatih sedini mungkin sehingga dapat menghasilkan kualitas mahasiswa

yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan skor clinical

reasoning pada mahasiswa tahap pre-klinik dan mahasiswa tahap kepaniteraan

klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan

menggunakan cross sectional study. Pengambilan sampel menggunakan metode

non-probability sampling dengan jenis consecutive sampling dan alat ukur berupa

script concordance test. Analisis data dilakukan dengan uji independent T test.

Hasil: Penelitian dilakukan pada 124 responden dengan hasil uji independent T

test menunjukan skor pada mahasiswa tahap preklinik dengan rerata 4,927±

1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

5,416± 1,6020 dengan p=0,041. Terdapat perbedaan yang bermakna skor clinical

reasoning mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik dan tahap kepaniteraan klinik

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Kesimpulan : Penelitian ini memiliki perbedaan bermakna antara skor clinical

reasoning mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik dan tahap kepaniteraan klinik

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Kata Kunci: Clinical reasoning, preklinik, klinik

Page 5: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata
Page 6: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata
Page 7: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata
Page 8: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 31 Januari 1995 sebagai anak ke tiga

dari tiga bersaudara dari Bapak Andi Ruslan Nur dan Ibu Septiwati.

Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) diselesaikan di TK Pertiwi Bandar

Lampung pada tahun 2001, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 2 Rawa Laut

pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri

4 Bandar Lampung pada tahun 2010 dan Sekolah Menengah Atas (SMA)

diselesaikan di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2013.

Pada tahun 2014 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung melalui jalur Mandiri.

Page 9: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan hidayah-Nya

Dengan segala kerendahan hati

kupersembahkan skripsi ini kepada:

Papa Andi Ruslan Nur dan Mama Septiwati tercinta

Kakak ku tersayang Andrean dan Andina

Terimakasih Untuk Cinta, Kasih Sayang Serta

Dukungan Yang Tiada Henti Kalian Berikan Selama Ini

Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali yang engkau jadikan mudah.

Dan engkau menjadikan kesedihan (kesulitan), jika engkau kehendaki

pasti akan menjadi mudah

(HR.Ibnu Hiban)

Page 10: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

SANWACANA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

nikmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Perbedaan Skor Clinical Reasoning Pada Mahasiswa Tahap Pre-klinik

dan Tahap Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung”.

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas

Lampung;

2. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA., selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung.

3. dr. Oktafany, S.Ked., M.Pd.Ked., selaku pembimbing pertama saya atas

kesediaannya untuk meluangkan waktu untuk selalu memberi nasihat,

masukan, saran dan kritik yang bermanfaat dalam proses penyelesaian

skripsi ini;

4. dr. Merry Indah Sari, S.Ked., M.Med.Ed., selaku pembimbing kedua atas

kesediaannya dalam meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk

memberikan bimbingan, ilmu, kritik, saran, nasihat, motivasi, dan

bantuannya bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

Page 11: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

5. dr. Dwita Oktaria, S.Ked., M. Pd. Ked., selaku Penguji Utama pada ujian

skripsi, terima kasih atas nasihat, bimbingan, saran dan kritik yang

bermanfaat agar saya terus belajar dalam melakukan penelitian;

6. Dr. dr. Jhons Fatriyadi Suwandi, M.Kes., selaku Pembimbing Akademik

atas nasihat, bimbingan, saran dan kritik yang bermanfaat selama

perkuliahan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ini;

7. Seluruh staf dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lampung atas ilmu,

waktu dan bimbingan yang telah diberikan dalam proses perkuliahan;

8. Seluruh staf akademik, administrasi, tata usaha Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung yang telah sangat membantu, memberikan waktu

dan tenaga serta kesabarannya selama proses penyelesaian penelitian ini;

9. Kedua orang tua penulis, papa dan mama tercinta, untuk kasih sayang

yang tulus, cinta yang sempurna, doa yang tidak pernah putus yang selalu

mengiringi dalam setiap langkah saya hingga saat ini, terimakasih sudah

menjadi tempat bernaung bagi saya;

10. Kakak ku tercinta, Andrean dan Andina. Semoga kita menjadi anak yang

berbakti bagi kedua orang tua,

11. Seseorang yang selalu memotivasi serta mendampingi dalam suka maupun

duka, Willy Admajaya, S.H. Semoga apa yang menjadi cita cita kita akan

segera tercapai. Terimakasih untuk tidak pernah lelah menunggu.

12. Para Sahabat terbaik saya, Anggita, Reviana, Fitri, Ketty, Devi,

terimakasih atas motivasi, nasihat dan selalu mendengar keluh kesah saya

selama ini;

Page 12: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

13. Para Sahabat saya selama berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung, Anggita, Della, Karin, Nadia, Devi, Bella, Restu, Sisi, Okta,

Ola. Terimakasih untuk segala suka dan duka selama perkuliahan ini.

Semoga tidak ada halangan bagi kita untuk mendapatkan gelar dokter dan

menjadi dokter yang professional;

14. Teman-teman skripsi saya, terimakasih atas kerjasamanya selama ini

dalam mengatasi tiap kesulitan selama pelaksanaan penelitian skripsi ini;

15. Teman-teman sejawat angkatan 2014, CRAN14L. Terimakasih atas suka

dan duka selama 3,5 tahun perkuliahan ini. Semoga kelak kita bisa

menjadi dokter yang professional, amanah, dan sukses dunia akhirat;

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah

memberikan bantuan dalam penulisan skripsi in.

Bandar Lampung, 19 Maret 2018

Penulis,

Aninda Nur Kumalasari

Page 13: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i

DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 5

1.3 TujuanPenelitian ............................................................................................... 6

1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................................ 6

1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................................... 6

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 6

1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti ................................................................................ 6

1.4.2 Manfaat Bagi Institusi ................................................................................ 6

1.4.3 Manfaat Bagi Mahasiswa ........................................................................... 6

1.4.4 Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan ................................................................ 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 8

2.1 Clinical Reasoning ............................................................................................ 8

2.2 Tahapan Pendidikan Kedokteran ..................................................................... 19

2.2.1 Tahap Pre Klinik ..................................................................................... 19

2.2.2 Tahap Kepaniteraan Klinik ..................................................................... 20

2.3 Script Concordance Test (SCT) ....................................................................... 21

2.4 Kerangka Teori................................................................................................. 24

2.5 Kerangka Konsep ............................................................................................. 25

2.6 Hipotesis Penelitian .......................................................................................... 25

2.6.1Hipotesis Nul ........................................................................................... 25

2.6.2 Hipotesis Alternatif ................................................................................. 25

BAB III METODE PENELITIAN......................................................................... 26

3.1 Rancangan Penelitian ....................................................................................... 26

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian........................................................................... 26

3.3 Populasi Dan Sampel ....................................................................................... 26

3.3.1 Populasi ................................................................................................... 26

Page 14: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

ii

3.3.2 Sampel .................................................................................................... 27

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................................................ 28

3.5 Metode Pengambilan Data ............................................................................... 29

3.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel ................................. 30

3.6.1 Identifikasi Variabel ............................................................................... 30

3.6.2 Definisi Operasional Variabel ................................................................ 30

3.7 Instrumen Penelitian......................................................................................... 31

3.8 Alur Penelitian ................................................................................................. 33

3.9 Pengolahan Data dan Analisis Data ................................................................. 34

3.9.1 Pengolahan data ..................................................................................... 34

3.9.2 Analisis Data .......................................................................................... 34

3.10 Etika Penelitian .............................................................................................. 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 36

4.1 Hasil Penelitian ................................................................................................ 36

4.1.1 Analisis Univariat .................................................................................. 37

4.1.2 Analisis Bivariat ..................................................................................... 40

4.2 Pembahasan ...................................................................................................... 40

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 45

5.1 Simpulan .......................................................................................................... 45

5.2 Saran ................................................................................................................. 46

5.3 Keterbatasan ..................................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 48

Page 15: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Definisi Operasional ................................................................................ 30

Tabel 2. Bobot Score Script Concordance Test ..................................................... 32

Tabel 3. Uji Normalitas .......................................................................................... 37

Tabel 4. Uji normalitas setelah transformasi data .................................................. 38

Tabel 5. Analisis Univariat Score SCT .................................................................. 39

Tabel 6. Hasil Uji independent T test Score SCT .................................................. 40

Page 16: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Dimensi clinical reasoning .................................................................. 11

Gambar 2. Hubungan antara proses clinical reasoning dan format SCT .............. 22

Gambar 3. Kerangka teori clinical reasoning ........................................................ 24

Gambar 4. Kerangka Konsep ................................................................................. 25

Gambar 5. Alur Penelitian...................................................................................... 33

Page 17: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Proses pembelajaran dalam bidang kedokteran kini telah mengalami

kemajuan. Secara tradisional, mahasiswa kedokteran menjalankan kuliah

kemudian menerapkan ilmu yang mereka dapat langsung kepada pasien

sebagai sebuah pelatihan kerja. Saat ini, proses pembelajaran di bidang

kedokteran telah menggunakan metode yang berdasarkan kasus nyata

maupun simulasi kasus. Proses pembelajaran dengan menggunakan kasus

klinis disebut Case Based Learning. Case based learning telah digunakan

dalam bidang kedokteran sejak tahun 1912 oleh Dr. James Lorrain Smith di

Universitas Edinburg (McLean, 2016). Fakultas Kedokteran menyadari

pentingnya melibatkan penalaran klinis secara dini dengan cara

mengintegrasikan ilmu kedokteran dasar dan keterampilan klinis secara

vertikal (Elstein et al, 1990).

Keterampilan klinis untuk menetapkan diagnosis dan penatalaksaaan yang

tepat merupakan salah satu hal yang paling penting untuk dikuasai seorang

dokter. Pada tahap pre-klinik, fokus pengajaran terletak pada ilmu klinis dasar

sebagai landasan bagi mahasiswa agar kedepannya dapat memecahkan

masalah klinis ketika berhadapan dengan pasien secara langsung (Kassirer,

Page 18: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

2

2010). Penetapan diagnosis membutuhkan tiga kategori pengetahuan yaitu

pengetahuan konsep (what information), pengetahuan strategi (how

information), pengetahuan kondisional (why information). The Revision of

Bloom’s Taxonomy menambahkan kategori keempat yaitu pengetahuan

metakognisi. Metakognisi adalah kegiatan atau proses memperoleh

pengetahuan (termasuk kesadaran, perasaan, dan sebagainya) atau usaha

mengenali sesuatu melalui pengalaman. Kategori tersebut berkaitan dengan

kemampuan clinical reasoning (Kiessewtter et al., 2016).

Clinical reasoning adalah sebuah kunci kompetensi dalam bidang kedokteran

dan merupakan kemampuan yang melibatkan beberapa kategori pengetahuan

serta kemampuan kognitif untuk menetapkan diagnosis. Clinical reasoning

adalah sebuah keterampilan kompleks dan kritis yang harus terus dilatih oleh

dokter maupun mahasiswa kedokteran (Findyartini et al, 2016). Keterampilan

ini sudah mulai digunakan sejak 40 tahun lalu di bidang medis Eropa (Elstein

et al,1978). Keluhan pasien yang ditemui seorang dokter tentunya bermacam-

macam. Keluhan yang sama belum tentu diagnosisnya sama begitu juga

sebaliknya, diagnosis penyakit yang sama belum tentu menunjukkan gejala

klinis yang serupa. Oleh karena itu clinical reasoning sangatlah penting

dalam pendidikan kedokteran. Clinical reasoning harus dilatih sedini

mungkin sejak tahapan pre-klinik, walaupun akan lebih dilatih dan diajarkan

pada tahap kepaniteraan klinik.

Page 19: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

3

Mahasiswa fakultas kedokteran menjalani tahap pre-klinik terlebih dahulu

sebelum menjadi mahasiswa tahap kepaniteraan klinik (dokter muda) di RS

Pendidikan. Menurut Buku Panduan Program Studi Pendidikan Dokter

Universitas Lampung, tahap pre-klinik pada Universitas Lampung

diselenggarakan minimal tujuh semester dan maksimum 14 semester dengan

menggunakan sistem blok, sedangkan tahap kepaniteraan klinik dilaksanakan

minimal tiga semester dan maksimal enam semester. Pada tahap pre-klinik

mahasiswa menjalani beberapa kegiatan dalam melatih clinical reasoning,

diantaranya adalah tutorial dan clinical skills lab (CSL). Tutorial merupakan

diskusi kelompok yang diterapkan dalam problem based learning (PBL).

PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah

sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir

kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh

pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi kuliah atau materi

pelajaran (Lidnillah, 2011). CSL merupakan suatu fasilitas bagi mahasiswa

kedokteran untuk berlatih keterampilan klinis sebelum diterapkan kepada

pasien secara langsung (Al-Elq, 2007). Objective Structured Clinical

Examination (OSCE) adalah bentuk ujian CSL yang diketahui mampu

menilai clinical reasoning mahasiswa kedokteran dengan menilai

keterampilan aplikasi tindakan klinis kandidat ujian terhadap pasien/skenario

kasus yang diberikan institusi pendidikan. Ujian OSCE juga digunakan untuk

menilai kompetensi keterampilan klinis mahasiswa dan clinical reasoning

mahasiswa pada tahap sarjana atau pre klinik. Selama ujian OSCE,

mahasiswa mengumpulkan riwayat penyakit pasien dan menemukan hal yang

Page 20: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

4

terkait, pada differensial diagnosis kemudian merencanakan penatalaksanaan

yang sesuai pada pasien tersebut (Lisiswanti & Triatama, 2017)

Tahap kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

dilaksanakan di RS Pendidikan Abdul Moeloek dan beberapa rumah sakit

jejaring lainnya seperti RS Achmad Yani, RS Bhayangkara, RS Jiwa, dan

untuk stase IKAKOM dilaksanakan di Puskesmas dan klinik perusahaan

dalam proses pembelajaran hingga layak dinyatakan sebagai seorang dokter.

Pendidikan Dokter tahap kepaniteraan klinik merupakan bagian yang wajib

dijalankan oleh dokter muda, melalui kepaniteraan klinik dokter muda akan

mendapatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dalam menangani pasien dan

lain-lain. Maka tahap kepaniteraan klinik adalah syarat mutlak bagi seorang

dokter muda yang akan menyelesaikan proses pendidikan kedokteran dan

menjadi seorang dokter (Konsil Kedokteran Indonesia, 2012). Mahasiswa

tahap kepaniteraan klinik (dokter muda) akan dihadapkan langsung dengan

pasien dan mendapat kesempatan mengambil tindakan medis. Kesempatan

tersebut belum bisa dirasakan oleh mahasiswa tahap pre-klinik. Menelaah hal

tersebut, dapat dimengerti bahwa mahasiswa tahap kepaniteraan klinik

memiliki pengalaman dalam menerapkan clinical reasoning lebih banyak

dibandingkan dengan mahasiswa pre-klinik.

Sebelumnya telah dilakukan penelitian tentang perbedaan kemampuan

clinical reasoning pada mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik dan klinik di

Universitas Islam Sultan Agung pada tahun 2015 (Pujiati, 2015). Dalam

Page 21: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

5

penelitian tersebut diketahui bahwa ternyata terdapat perbedaan kemampuan

clinical reasoning pada tahap pendidikan kepanitreaan klinik dan pre klinik di

Universitas Islam Sultan Agung. Mahasiswa kepaniteraan klinik memiliki

tingkat clinical reasoning lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa pre-

klinik di Universitas Islam Sultan Agung. Hasil dari penelitian tersebut

berbeda dengan pernyataan bahwa mahasiswa kedokteran pre-klinik dan

kepaniteraan klinik berada dalam kelompok yang sama yaitu pemula, dan

memungkinkan bahwa kedua tahapan tersebut memiliki tingkat clinical

reasoning yang sama (Cuthbert et al, 1999).

Sebelumnya tidak ada penelitian tentang perbedaan skor clinical reasoning

pada mahasiswa tahap pre-klinik dan tahap kepaniteraan klinik Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung, oleh karena itu penulis ingin mengetahui

adakah perbedaan skor clinical reasoning mahasiswa tahap pre-klinik dan

tahap kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan yang ada pada latar belakang maka didapatkan

rumusan masalah yaitu:

Adakah perbedaan skor clinical reasoning pada mahasiswa tahap pre-klinik

dan mahasiswa tahap kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung?

Page 22: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

6

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan skor clinical reasoning pada mahasiswa

tahap pre-klinik dan mahasiswa tahap kepaniteraan klinik Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui skor clinical reasoning pada mahasiswa tahap pre-

klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

2. Mengetahui skor clinical reasoning pada mahasiswa tahap

kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti

Menerapkan ilmu menulis dan meneliti.

1.4.2 Manfaat Bagi Institusi

Hasil penelitian dapat menjadi sumber informasi untuk melakukan

evaluasi dan mengambil kebijakan dalam perbaikan proses

pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan clinical reasoning

mahasiswa Fakultas Kedokteran.

1.4.3 Manfaat Bagi Mahasiswa

Memberikan informasi tentang perbedaan skor clinical reasoning

tahap pre-klinik dan mahasiswa kepaniteraan klinik di Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung, sehingga dapat menjadi

Page 23: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

7

motivasi belajar bagi mahasiswa kedokteran agar lebih

meningkatkan kemampuan keterampilan clinical reasoning.

1.4.4 Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan

Mendapatkan informasi terkait perbedaan skor clinical reasoning

pada mahasiswa tahap pre-klinik dan mahasiswa kepaniteraan

klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Page 24: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Clinical Reasoning

Seorang dokter wajib memiliki keterampilan klinis, kemampuan berinteraksi

dengan pasien, pengetahuan klinis dasar, kemampuan pemecahan masalah,

dan penalaran klinis (clinical reasoning). Dari semua hal tersebut, penalaran

klinis (clinical reasoning) merupakan komponen yang paling penting (Sibert

et al, 2006). Clinical reasoning merupakan kumpulan pemikiran yang

kompleks dalam proses pengambilan keputusan diagnosis yang melibatkan

pengalaman, keterampilan, dan pemikiran reflektif (Audétat et al., 2013).

Refleksi dan metakognisi merupakan faktor yang mempengaruhi penalaran

klinik. Para ahli menyatakan bahwa metode pembelajaran, metakognisi, lama

menempuh tahap sarjana kedokteran, umur, IPK saat menempuh tahap

sarjana kedokteran, lama menempuh rotasi klinik (bulan), dan motivasi secara

bersama-sama akan mempengaruhi clinical reasoning. Implementasi metode

pembelajaran yang sesuai akan mempengaruhi metakognisi dalam

meningkatkan clinical reasoning mahasiswa. Variabel luar yang dapat

mempengaruhi clinical reasoning dan tidak dikendalikan antara lain adalah

kemampuan mengajar dosen pembimbing klinik (ketrampilan mengajar

secara umum), kualitas dan kuantitas pembimbingan, pengalaman dalam

Page 25: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

9

menghadapi variasi jenis kasus, kesiapan mahasiswa dalam pembelajaran,

perilaku mahasiswa, kemampuan praktis, emosi dan etika mahasiswa serta

sarana prasarana pendidikan. (Pamungkasari et al., 2015).

Terdapat enam langkah pembelajaran reflektif klinik (Pamungkasari et al,

2017).

1. Pemilihan kasus.

Dosen pembimbing klinik dan mahasiswa memilih kasus, alasan

pemilihan kasus, identifikasi kemampuan awal mahasiswa, rencana

dan strategi pembelajaran oleh mahasiswa.

2. Presentasi kasus.

Presentasi kasus berdasar evidence based medicine secara reflektif

diikuti diskusi tentang kasus. Dapat dilakukan secara langsung atau

beberapa hari sesudah setelah langkah satu.

3. Evaluasi diri.

Analisis mahasiswa tentang upaya pencapaian tujuan

pembelajarannya (proses dan hasil), rencana pembelajaran lebih

lanjut.

4. Umpan balik teman.

Umpan balik dari teman dalam satu kelompok tentang proses dan

hasil belajar mahasiswa yang melakukan refleksi.

5. Umpan balik pembimbing.

Umpan balik dari pembimbing tentang proses dan hasil belajar

mahasiswa.

Page 26: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

10

6. Penulisan catatan refleksi.

Penulisan catatan refleksi oleh mahasiswa, dikumpulkan satu hari

sesudah pertemuan kasus, diikuti umpan balik oleh dosen secara

tertulis.

Metakognisi adalah: i) bagian dari perencanaan, pemantauan dan evaluasi

proses pembelajaran, ii) pengetahuan tentang pengetahuan yang dimiliki oleh

diri sendiri, iii) sistem kognitif, berfikir tentang cara berfikir dan kemampuan

belajar untuk belajar, iv) berfikir tentang apa yang telah diketahui dan yang

belum diketahui dan befikir tentang bagaimana mempelajarinya, v)

melibatkan kesadaran akan kendali cara belajar, vi) belajar bagaimana cara

belajar memproses pengetahuan dan kemampuan dalam segala kondisi secara

efektif (Hasbullah, 2015).

Dapat disimpulkan bahwa metakognisi adalah suatu kesadaran tentang

kognitif kita sendiri, bagaimana kognitif kita bekerja serta bagaimana

mengaturnya. Kemampuan ini sangat penting terutama untuk keperluan

efisiensi penggunaan kognitif kita dalam menyelesaikan masalah. Secara

ringkas metakognitif dapat diistilahkan sebagai “thinking about thinking”

(Flavell, 1979).

Page 27: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

11

Proses dan dimensi clinical reasoning yang di kutip dari Carrier, Levasseur,

Bédard, & Desrosiers (2010) adalah :

Penyelesaian masalah

Gambar 1. Dimensi clinical reasoning(Carier et al., 2010)

Dua proses kognitif yang berbeda namun berkaitan terlibat dalam clinical

reasoning yaitu problem solving (pemecahan masalah) dan decision making

(pengambilan keputusan). Problem solving merupakan suatu cara yang

digunakan oleh seorang professional kesehatan untuk memadukan teori dan

pengalaman professional maupun personal sehingga situasi yang sedang

dialami seorang pasien dapat dipahami. Proses problem solving menggunakan

strategi pengenalan pola memiliki 4 tahap : (i) menyadari adanya masalah, (ii)

Penyelesaian masalah Pengambilan

keputusan

Page 28: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

12

pengambilan petunjuk berdasarkan pengalaman di masa lampau, (iii)

formulasi masalah, (iv) identifikasi solusi potensial yang melibatkan

pengetahuan. Proses selanjutnya adalah decision making dimana solusi

potensial dievaluasi dan memilih salah satu solusi yang sesuai. Selanjutnya

keputusan ini akan digunakan untuk mengatasi masalah.

Berpikir menuju suatu diagnosis merupakan bagian dari proses clinical

reasoning. Hardjodisastro (2016) mengemukakan beberapa pola penentuan

diagnosis, yaitu :

A. Pola induktif

Pola induktif yaitu berfikir berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang. Keuntungan dari pola berpikir induktif

ini adalah:

1. Anamnesis yang lengkap, menimbulkan perasaan yang nyaman

bagi pasien, pasien merasa diperhatikan yang kemudian akan

menimbulkan kepercayaan dan harapan yang lebih besar. Selain itu

juga, anamnesis yang lengkap menimbulkan rasa empati dokter

terhadap penderitaan pasien.

2. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap akan menghasilkan

data klinik yang lengkap pula, dapat berfungsi sebagai skrining

kemungkinan penyakit lain yang tidak langsung berhubungan dengan

masalah klinik yang membawa pasien datang berobat.

Page 29: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

13

3. Dalam pendidikan kedokteran selalu diajarkan anatomi, fisiologi,

histologi, biokimia dan lain-lain, secara bertahap mahasiswa mengenal

gejala dan patofisiologinya.

4. Waktu pendidikan terbatas sehingga tidak mungkin mengajarkan

semuanya, oleh karena itu perlu belajar terus-menerus (belajar

sepanjang hayat).

Selain keuntungan, pola berpikir induktif juga memiliki kelemahan,

antara lain:

1. Banyak konsep yang diajarkan cenderung ketinggalan zaman.

2. Gejala dan tanda penyakit yang diajukan adalah gejala dan tanda

tergantung dari waktu menderita penyakit.

3. Bila suatu saat mendapatkan kasus yang belum dikenal, dokter

cenderung berhenti berpikir.

4. Mahasiswa cenderung pasif dan statis.

5. Cara berpikir induktif hanya baik bila pasien hanya menderita satu

penyakit, tidak baik untuk pasien dengan berbagai penyakit atau

penyakit fase lanjut.

B. Pola deduktif hipotetik

Pola deduktif hipotetik yaitu pemikiran yang berdasarkan hipotesis

atau persangkaan mengenai penyakit yang diderita pasien. Perbedaan

dengan cara induktif adalah pada interpretasi data klinik. Pada cara

deduktif setiap data yang masuk sudah dilakukan persangkaan atau

Page 30: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

14

hipotesis. Dengan masuknya data baru, hipotesis menjadi lebih sempit

dan akhirnya sampai pada tahap menetapkan diagnosis kerja,

diagnosis banding, dan diagnosis pasti.

C. Pola deduktif hipotetik integratif

Pola deduktif hipotetik integratif yaitu memiliki dasar yang sama

dengan pola deduktif hipotetik, namun pikiran tidak ditujukan ke arah

penyakit, tetapi dikembangkan ke dua arah, yaitu ke arah anatomi dan

ke arah etiologi yang kemudian diintegrasikan. Pola berpikir deduktif

hipotetik integratif sangat cocok untuk pembelajaran berdasarkan

masalah (Problem Based Learning).

Terdapat tiga kategori dalam penetapan diagnosis yaitu pengetahuan konsep

(what information), pengetahuan strategis (how information), pengetahuan

kondisional (why information) dan metakognisi. Metakognisi adalah kegiatan

atau proses memperoleh pengetahuan (termasuk kesadaran, perasaan, dan

sebagainya) atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman. Kategori

tersebut berkaitan dengan kemampuan clinical reasoning (Kiesseweter et al,

2016)

1. Pengetahuan konsep (what information)

Penjelasan tentang fakta – fakta, informasi yang berulang.

Pengetahuan tentang penyebab suatu masalah. Contoh pengetahuan

yang termasuk dalam pengetahuan konsep:

“nilai leukosit 2.000? Nilai normal sekitar 10.000”

Page 31: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

15

“antibiotik juga dapat menyebabkan urin berwarna merah”

“sindroma nefrotik terdiri dari proteinuria, hipoalbumin dan

dislipidemia dan edema”

2. Pengetahuan strategi ( how information)

Pengetahuan strategi adalah pengetahuan tentang bagaimana,

seseorang melaksanakan sesuatu, yang menjelaskan kenapa mereka

lebih memilih suatu tindakan. Contoh pengetahuan yang termasuk

dalam pengetahuan strategi:

“pertama-tama, saya ingin tahu berapa banyak rokok yang dia

hisap?”

“apa ada hasil urin nya? Karena itu tes yang murah dan cepat, kita

harus periksa”

“bisa dilakukan pemeriksaan USG untuk identifikasi cairan bebas

di abdomen”

3. Pengetahuan kondisi (why information)

Pengetahuan kondisi adalah pengetahuan yang memiliki keterkaitan

antara fakta-fakta. Fakta- fakta yang ada dihubungkan sehingga dapat

melakukan penilaian.

Contoh pengetahuan yang termasuk dalam pengetahuan kondisi:

“dia memiliki sirosis ginjal, dia juga sudah terkena anemia dan

diabetes. Dari semuanya berarti dia terkena gagal ginjal kronis”

“gagal ginjal kronis mengakibatkan enzim RAAS teraktivasi

sehingga menyebabkan hipertensi. Itu alasan kenapa setelah

pengobatan tidak ada perbaikan”

Page 32: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

16

4. Pengetahuan metakognitif (selfcognition)

Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan berdasarkan

pengalaman secara umum serta berdasarkan pengetahuan pribadi dan

berfikir secara kognitif. Contoh pengetahuan yang termasuk dalam

pengetahuan metakognitif :

“saya rasa ini benar. Saya tidak terlalu yakin, tapi sepertinya tidak

apa apa.”

“oooh. Ada darah di urinnya, seperti perkiraan saya.”

Aspek dari clinical reasoning (Ivone, 2010) yaitu :

1. Penalaran ilmiah

Penalaran ilmiah digunakan untuk mengerti suatu kondisi yang sedang

terjadi pada seseorang dan memutuskan untuk mengintervensinya.

Penalaran ilmiah berkenaan dengan perencanaan penatalaksanaan,

dimana dokter menggunakan teorinya dalam mengenali masalah dan

penunjuk dalam pengambilan keputusan. Dua bentuk dari penalaran

ilmiah yaitu :

a. Penalaran diagnostik memperhatikan „kepekaan‟ permasalahan

klinis dan definisi permasalahan.

b. Penalaran prosedural terjadi ketika seorang dokter berpikir

tentang penyakit atau kecacatan dan memutuskan prosedur

penatalaksanaan yang akan digunakan dalam menangani

masalah tersebut. Ini meliputi anamnesis, pengamatan, atau

evaluasi resmi berdasarkan standarisasi.

Page 33: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

17

Penalaran ilmiah merupakan kemampuan untuk memahami mengenai

kondisi pada umumnya atau sebenarnya. Beberapa contoh pertanyaan

yang dapat diajukan dalam penalaran ilmiah, antara lain:

(1) penyakit, luka atau masalah perkembangan apa yang umum

terjadi?

(2) apakah kecacatan yang biasanya timbul sebagai akibat dari

kondisi ini?

(3) apakah yang merupakan kerusakan yang khas yang

berhubungan kondisi ini?

(4) apakah yang merupakan faktor yang berpengaruh terhadap

performa penderita?

(5) teori dan penelitian apa yang tersedia sebagai pedoman dalam

melakukan penilaian dan intervensi?

(6) protokol intervensi apa yang dapat digunakan pada kondisi

orang ini?

2. Penalaran naratif

Penalaran naratif melibatkan cara berpikir dalam bentuk narasi.

Penalaran naratif memahami arti kondisi atau penderitaan tersebut

bagi penderita. Beberapa contoh pertanyaan yang bisa diajukan dalam

penalaran naratif antara lain:

(1) bagaimana kehidupan penderita ini?

(2) apakah kondisi sehat kelak akan mempengaruhi kehidupan

penderita tersebut atau kemampuan untuk melanjutkan

hidupnya?

Page 34: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

18

(3) apakah yang menjadi aktifitas paling utama bagi penderita

ini?

(4) apakah setelah sembuh, penderita dapat melakukan kembali

aktifitasnya dan apakah tujuan dalam terapi terpenuhi?

3. Penalaran pragmatik

Penalaran pragmatik memahami isu-isu praktek yang mempengaruhi

tindakan klinis. Beberapa contoh pertanyaan yang bisa diajukan dalam

penalaran pragmatik, antara lain:

(1) siapa yang berhubungan dengan orang ini dan mengapa?

(2) sumber daya apa yang ada untuk mendukung intervensi?

(3) apakah yang merupakan harapan dari dokter?

(4) apakah terapi dan perlengkapan sudah tersedia?

(5) apakah merupakan kompetensi dokter dalam melakukan

tindakan klinis tersebut?

4. Penalaran etis

Penalaran etis merupakan kemampuan untuk melakukan penalaran

secara moral dalam melakukan tindakan. Beberapa contoh pertanyaan

yang bisa diajukan dalam penalaran etis, antara lain:

(1) apakah keuntungan dan resiko yang berhubungan dengan

tindakan dan apakah keuntungan lebih besar daripada resiko yang

akan terjadi apabila dilakukan tindakan tersebut?

(2) dalam keterbatasan waktu dan sumber daya, apakah yang

merupakan prioritas dalam pelaksanaan terapi?

Page 35: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

19

(3) bagaimana mungkin seorang dokter dapat mencapai tujuan

dari penatalaksanan apabila keluarga pasien tidak setuju?

Metakognitif merupakan salah satu unsur dalam penegakkan diagnosis dan

merupakan salah satu aspek dalam clinical reasoning. Pengalaman dalam

bidang klinis dapat menjadi salah satu faktor yang dapat membedakan

clinical reasoning pada mahasiswa tahap pre-klinik dan tahap kepaniteraan

klinik.

2.2 Tahapan Pendidikan Kedokteran

2.2.1 Tahap Pre Klinik

Pada tahap pre-klinik mahasiswa menjalani beberapa kegiatan seperti

kuliah pakar, tutorial, clinical skills lab dan praktikum. Tutorial

merupakan diskusi kelompok yang diterapkan dalam problem based

learning (PBL). PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang

menggunakan masalah sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk

belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah,

serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari

materi kuliah atau materi pelajaran (Lidnillah, 2011). Mahasiswa

kedokteran akan berlatih keterampilan klinis melalui CSL (clinical skills

lab) sebelum diterapkan kepada pasien secara langsung (Al-Elq, 2007).

Menurut Buku Panduan Program Studi Pendidikan Dokter Universitas

Lampung, tahap pre-klinik pada Universitas Lampung diselenggarakan

minimal 7 semester dan maksimum 14 semester dengan menggunakan

Page 36: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

20

sistem blok. Terdapat 25 sebaran blok dan mata kuliah yang di ambil

oleh mahasiswa Fakulas Kedokteran Universitas Lampung. Setelah

selesai menempuh dan memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam

tahap ini, mahasiswa berhak mendapat gelar Sarjana Kedokteran (S.ked)

dan berhak melanjutkan pendidikan ke tahap program Profesi Dokter

(tahap kepaniteraan klinik).

2.2.2 Tahap Kepaniteraan Klinik

Pendidikan Dokter Tahap Kepaniteraan Klinik merupakan tahap yang

ditempuh setelah pendidikan sarjana kedokteran (tahap pre-klinik).

Macam-macam proses pembelajaran pada tahap program profesi dokter

terdiri dari bedside teaching, case report, clinical science session, expert

session, follow up pasien, dan laporan jaga (FK UNILA, 2018). Kegiatan

belajar mengajar yang diterapkan dalam tahap ini merupakan pendidikan

profesi dokter yang berupa praktek dalam bidang kesehatan bersifat

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif di bawah bimbingan para

dokter ahli dan tenaga medis lain yang berlangsung di Rumah Sakit

Pendidikan Utama dan Satelit, Puskesmas, klinik perusahaan dan Rumah

Sakit Afiliasi. Sebagai bagian dari pendidikan dokter maka kegiatan

belajar mengajar di tahap kepaniteraan klinik mengacu dan berpedoman

pada tujuan Fakultas Kedokteran Universitas masing masing serta

Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang ditetapkan oleh Konsil

Kedokteran Indonesia (Konsil Kedokteran Indonesia, 2012).

Page 37: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

21

Mahasiswa tahap kepaniteraan klinik akan dihadapkan langsung dengan

pasien dan mendapat kesempatan mengambil tindakan medis. Menurut

Buku Panduan Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Lampung,

tahap kepaniteraan klinik dilaksanakan paling cepat 3 semester dan

paling lambat 6 semester. Beban studi pada tahap kepaniteraan klinik

setara dengan 40 sks. Setelah selesai menempuh dan memenuhi

persyaratan yang ditentukan pada tahap ini mahasiswa berhak mendapat

sebutan dokter (dr.).

2.3 Script Concordance Test (SCT)

Script concordance test merupakan suatu instrumen penelitian yang

dikembangkan dalam dunia pendidikan kedokteran (Lubarsky et al, 2011).

Script concordance test adalah metode untuk menilai kemampuan clinical

reasoning yang bisa digunakan untuk mahasiswa kedokteran baik yang sudah

lulus maupun belum, dan dapat dipercaya hasilnya dengan waktu tes selama

1-1.5 jam (Meterissian, 2006). Manfaat dari SCT yaitu: tes yang cukup akurat

dengan waktu ujian hanya 1-1,5 jam, berpotensi untuk berbagi perkembangan

soal ujian dan bisa menjadi bank soal yang aman antar universitas dan

pendidikan profesional (Sibert etal, 2006).

Script concordance test telah menunjukkan kualitas psikometrik yang baik

(construct validity, reliability, and feasibility) berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh berbagai disiplin ilmu kesehatan dan seluruh spektrum

pendidikan kesehatan mulai dari sarjana pasca sarjana dan pendidikan yang

Page 38: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

22

lebih tinggi. Dalam SCT, peserta ujian diberikan skenario klinis singkat,

diikuti dengan serangkaian pertanyaan yang meminta penilaian tentang

kemungkinan diagnostik atau pilihan penatalaksanaan. Meskipun konteks

klinis telah cukup diberikan kesempatan pengambilan keputusan, namun

sejumlah ketidakpastian, ketidaktepatan, atau ketidaklengkapan sengaja

tertanam dalam setiap kasus untuk mensimulasikan kondisi ambigu yang

sering dihadapi pada kasus sebenarnya (Lubarsky et al, 2013).

Gambar 2. Hubungan antara langkah dalam proses clinical reasoning dan

format SCT (Lubarsky et al, 2013).

Page 39: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

23

Tiga kunci dalam Script Concordance Testyaitu :

1. Peserta ujian dihadapkan dengan situasi klinis tidak jelas dan harus

memilih antara beberapa pilihan yang realistis.

2. Kemungkinan jawaban mencerminkan cara informasi diproses dalam

situasi pemecahan masalah yang kompleks.

3. Penilaian memperhitungkan variabilitas tanggapan ahli untuk situasi klinis.

Page 40: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

24

2.4 Kerangka Teori

Gambar 3.Kerangka teori ( Carrieret al., 2010 & Pamungkasari et al., 2015)

Penyelesaian masalah Pengambilan keputusan

Page 41: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

25

Variabel dependen

Skor Clinical Reasoning

Variabel independen

Tahap Pendidikan

2.5 Kerangka Konsep

Gambar 4. Kerangka Konsep

2.6 Hipotesis Penelitian

2.6.1 Hipotesis Null

Tidak terdapat perbedaan skor clinical reasoning pada mahasiswa

kepaniteraan klnik dan mahasiswa tahap pre-klinik Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung.

2.6.2 Hipotesis Alternatif

Terdapat perbedaan skor clinical reasoning pada mahasiswa

kepaniteraan klnik dan mahasiswa tahap pre-klinik Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung.

Page 42: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

26

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan

secara cross sectional (potong lintang) yang bertujuan untuk mengetahui

perbedaan clinical reasoning pada mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik

dan mahasiswa tahap kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung. Dalam penelitian cross sectional (potong lintang) digunakan

pendekatan transversal, dimana observasi terhadap variabel bebas dan

variabel terikat dilakukan hanya sekali pada saat yang sama (Dahlan, 2014).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan

Rumah Sakit Abdul Moeloek pada bulan Desember 2017 sampai Maret tahun

2018.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung tahap pre-klinik yang telah melewati blok

Page 43: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

27

neuropsikiatri dan mahasiswa tahap kepaniteraan klinik yang telah

melewati stase Ilmu Penyakit Saraf.

3.3.2 Sampel

Untuk mengetahui jumlah sampel minimal yang dibutuhkan, dilakukan

perhitungan jumlah sampel dengan menggunakan rumus besar sampel

untuk penelitian analitik komparatif numerik tidak berpasangan sebagai

berikut :

n = (( )

)

Keterangan :

Zα : Nilai standar normal untuk kesalahan tipe 1 (dengan

kesalahan 0,05 = 1,645)

Zβ : Nilai standar normal untuk kesalahan tipe 2 (dengan

kesalahan 0,001 = 1,282)

S : Standar deviasi

X1 – X2 : selisih minimal rerata yang dianggap bermakna

Dengan hasil perhitungan sebagai berikut :

n1 = n2 = (( )

)

n1= n2 = 2 (( )

)

= 61,91 = 62 mahasiswa

Menurut rumus tersebut didapatkan sampel minimal untuk masing

masing kelompok adalah 62 mahasiswa, sehingga sampel total minimal

Page 44: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

28

adalah 124 mahasiswa. Sampel diperoleh menggunakan teknik

consecutive sampling.

3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini diantaranya adalah :

a. Mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung yang telah melewati blok neuropsikiatri.

b. Mahasiswa kedokteran tahap kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung yang telah melewati stase Ilmu Penyakit Saraf.

c. Mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung yang bersedia menjadi responden.

d. Mahasiswa kedokteran tahap kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran

yang bersedia menjadi responden.

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini diantaranya adalah :

a. Mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung yang menjalankan masa studi lebih dari 14 semester.

b. Mahasiswa kedokteran tahap kepaniteraan klinik yang menjalankan masa

studi lebih dari 6 semester.

Page 45: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

29

3.5 Metode Pengambilan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data primer dan data

sekunder.

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh peneliti langsung dari sumber

pertamanya. Data primer diperoleh dengan cara membagikan Script

Concordance Test kepada responden yaitu mahasiswa tahap pre-klinik

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang sudah melewati blok

neuropsikiatri dan mahasiswa tahap kepaniteraan klinik Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung yang telah menjalani stase Ilmu

Penyakit Saraf di Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung.

Responden diminta untuk mengerjakan Script Concordance Test yang

telah disediakan.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang telah tersusun dalam dokumen-dokumen.

Data sekunder diperoleh dari pihak kampus mengenai jumlah mahasiswa

kedokteran tahap pre-klinik yang telah melewati blok neuropsikiatri dan

jumlah mahasiswa kedokteran tahap kepaniteraan klinik yang telah

menjalani stase Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung.

Page 46: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

30

3.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel

3.6.1 Identifikasi variabel

1. Variabel bebas: mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung tahap pre-klinik yang telah melewati blok neuropsikiatri dan

tahap kepaniteraan klinik yang telah melewati stase Ilmu Penyakit

Saraf.

2. Variabel terikat: clinical reasoning mahasiswa kedokteran tahap

pre-klinik yang telah melewati blok neuropsikiatri dan clinical

reasoning mahasiswa kedokteran tahap kepaniteraan klinik yang telah

menjalani stase Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung.

3.6.2 Definisi operasional variabel

Table 1.Definisi Oprasional

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Tahap

pendidikan

kedokteran

Clinical

reasoning

Merupakan jenjang

pendidikan

kedokteran,

terdapat dua

tahapan yaitu

pre-klinik dan

kepaniteraan klinik

merupakan

kumpulan

pemikiran yang

kompleks dalam

proses pengambilan

keputusan

diagnosis yang

melibatkan

pengalaman,

keterampilan, dan

pemikiran reflektif

(Audétat, Lubarsky,

Blais, Charlin,

2013)

Script

concordance

test

Pre-klinik

Kepaniteraan

klinik

Skor

kemampuan

clinical

reasoning dalam

SCT

(0-11,3)

Ordinal

Interval

Page 47: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

31

3.7 Instrumen Penelitian

Perbedaan skor clinical reasoning mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik dan

tahap kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dapat

diukur melalui Script Concordance Test. Script Concordance Test, terdiri dari

skenario klinis singkat, diikuti dengan serangkaian pertanyaan yang meminta

penilaian tentang kemungkinan diagnostik atau pilihan penatalaksanaan.

Setelah disusun oleh seorang ahli, selanjutnya Script Concordance Test

diujikan kepada sepuluh sampai lima belas dokter lainnya. Serangkaian

pertanyaan tersebut dibagi dalam tiga bagian. Bagian pertama yaitu (“jika

anda berfikir tentang”) berisi tentang pilihan diagnosis atau pilihan

penatalaksanaan. Bagian kedua yaitu (“kemudian kalian menemukan”)

menampilkan sebuah tanda klinis yang baru seperti tanda fisik, sebuh kondisi

yang pernah ditemui maupun hasil test laboratorium. Bagian ketiga yaitu

(“hipotesis ini akan menjadi”) merupakan skala yang mewakili keputusan

klinis ,terdiri dari positif, negatif, dan netral (-2,-1,0,1,2). Tidak ada batasan

minimal dalam penyusunan dan pembuatan SCT, namun dianjurkan untuk

mengajukan beberapa pertanyaan dalam masing masing kasus. Tiga

pertanyaan untuk setiap kasus menunjukan realibilitas (Fournier et al, 2008).

Skor kemampuan dalam Script Concordance Test yaitu 1, <1, dan 0 untuk

setiap pertanyaan yang ditentukan berdasarkan pertimbangan para ahli (Wan,

2015). Contohnya adalah jika dari sepuluh orang dokter, tujuh orang memilih

+2 maka bobot niai yaitu 0,7 (7/10), tiga orang memilih +1 maka bobot nilai

yaitu 0,3 (3/10), dan tidak ada yang memilih 0 -1 dan -2 maka bobot nilai

adalah 0 (Lubarsky et al, 2013).

Page 48: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

32

Pada penelitian ini, Script Concordance Test disusun oleh seorang ahli dalam

bidang saraf yaitu dr.Hj.Dharmawita., Sp.S.,M.Kes dan telah dikonsultasikan

kepada ahli medical education di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Script Concordance Test pada penelitian ini terdiri dari dua skenario klinis

dalam bidang saraf, yang terbagi menjadi dua puluh dua butir soal dengan

kompetensi 3A dan 3B. Setelah disetujui, Script Concordance Test diujikan

kepada sepuluh dokter umum yang berada pada tahap intermediate di

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung untuk menentukan bobot nilai

pada masing masing soal. Hasil dari penilaian masing-masing pertanyaan

terdapat pada tabel 2

Tabel 2. Bobot Score Script Concordance Test setelah diujikan kepada 10

orang dokter

NO Bobot Jawaban

1 -2 = 0,5 -1 = 0,5 0 = 0 +1 = 0 +2 = 0

2 -2 = 0 -1 = 0,1 0 = 0,2 +1 = 0,2 +2 = 0,5

3 -2 = 0 -1 = 0 0 = 0 +1 = 0,8 +2 = 0,2

4 -2 = 0,1 -1 = 0 0 = 0,3 +1 = 0,4 +2 = 0,2

5 -2 = 0,2 -1 = 0,2 0 = 0,4 +1 = 0,1 +2 = 0,1

6 -2 = 0,1 -1 = 0 0 = 0,3 +1 = 0,4 +2 = 0,2

7 -2 = 0 -1 = 0 0 = 0 +1 =0,6 +2 =0,4

8 -2 = 0 -1 = 0,2 0 = 0,5 +1 = 0,2 +2 = 0,1

9 -2 = 0 -1 = 0,2 0 = 0,3 +1 = 0,2 +2 = 0,3

10 -2 = 0 -1 = 0 0 = 0 +1 = 0,7 +2 = 0,3

11 -2 = 0 -1 = 0 0 = 0,2 +1 = 0,4 +2 = 0,4

12 -2 = 0 -1 = 0,4 0 = 0,3 +1 =0,2 +2 =0,1

13 -2 = 0,7 -1 = 0,2 0 = 0 +1 = 0,1 +2 =0

14 -2 = 0,4 -1 = 0,5 0 = 0 +1 = 0,1 +2 = 0

15 -2 = 0 -1 = 0 0 =0 +1 =0,7 +2 =0,3

16 -2 = 0,1 -1 = 0,3 0 = 0,2 +1 =0,3 +2 =0,1

17 -2 = 0,1 -1 = 0 0 =0 +1 =0,2 +2 =0,7

18 -2 = 0 -1 = 0,1 0 = 0,1 +1 =0,6 +2 =0,2

19 -2 = 0 -1 =0,1 0 = 0,4 +1 =0,4 +2 =0,1

20 -2 = 0 -1 = 0,3 0 = 0,1 +1 =0,5 +2 =0,1

21 -2 = 0 -1 = 0 0 = 0 +1 =0,5 +2 =0,5

22 -2 = 0 -1 = 0 0 = 0,1 +1 =0,5 +2 =0,4

Page 49: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

33

3.8Alur Penelitian

Gambar 5. Alur penelitian

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Mahasiswa Pre-Klinik Angkatan 2014 Mahasiswa Kepaniteraan Klinik

Pengisian Formulir inform consent + Script

Concordance Test

Pengisian Formulir inform consent+

Script Concordance Test

Pencatatan Hasil

Input Data dan Analisis Data

Pengolahan Data

Kesimpulan

Pengambilan sampel menggunakan teknik

consecutive sampling

Page 50: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

34

3.9 Pengolahan data & Analisis data

3.9.1 Pengolahan data

Data penelitian yang sudah terkumpul dan diproses melalui serangkaian

pengolahan data secara manual yaitu sebagai berikut (Dahlan, 2014) :

a) Editing, untuk melakukan pengecekan isian formulir atau

kuesioner apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap,

jelas, relevan, serta konsisten.

b) Coding untuk menerjemahkan data yang dikumpulkan selama

penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.

c) Data entry, memasukan data kedalam komputer.

d) Verifying, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data

yang telah dimasukan kedalam komputer.

e) Computer output, hasil analisis yang telah dilakukan oleh

komputer kemudian dicetak.

3.9.2 Analisis data

A. Analisis data univariat

Variabel yang diteliti disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi variabel

bebas dan variabel terikat.

B. Analisis data bivariat

Untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel

terikat menggunakan uji statistik. Data yang diperoleh dari hasil

pengamatan dianalisis statistik dengan uji normalitas Kolmogorof-

Page 51: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

35

smirnov. Suatu data dikatakan terdistribusi normal apabila nilai p>0,05,

sebaliknya jika nilai p<0,05 dikatakan data tidak terdistribusi normal.

Jika nilai hitung Kolmogorf-smirnov lebih kecil dari nilai tabel

Kolmogorf-smirnov maka data dinyatakan terdistribusi normal,

sedangkan jika nilai hitung Kolmogorf-smirnov lebih besar dari nilai

table Kolmogorf-smirnov maka data dinyatakan tidak terdistribusi

normal. Jika varian data berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan

metode uji statistik Independent T test. Jika varian data berdistribusi

tidak normal maka dilakukan transformasi data dan menggunakan uji

normalitas terhadap variabel hasil transformasi. Apabila didapatkan

sebaran data yang juga tidak normal, maka dilanjutkan dengan uji

statistik Man-whitney. Hipotesis akan dianggap bermakna bila p<0,05.

3.10 Etika Penelitian

Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik dari Komisi Etik

Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan

nomor registrasi No: 792/UN26.8/DL/2018. Sebelum responden

mengerjakan Script Concordance Test, responden terlebih dahulu diberi

penjelasan mengenai penelitian dan menandatangani lembar persetujuan

(inform consent).

Page 52: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

45

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian perbedaan tingkat clinical reasoning mahasiswa

kedokteran tahap pre-klinik dan tahap kepaniteraan klinik Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung, didapatkan simpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan yang bermakna skor clinical reasoning

mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik dan tahap kepaniteraan klinik

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

2. Skor clinical reasoning pada mahasiswa tahap pre-klinik Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung didapatkan nilai rerata sebesar

4,927 dengan standar deviasi adalah 1,3727 dan nilai std.error mean

0,1743.

3. Skor clinical reasoning pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung didapatkan nilai rerata

sebesar 5,416 dengan standar deviasi adalah 1,6020 dan nilai standar

eror 0,2034.

Page 53: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

46

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti menyarankan

agar:

1. Bagi mahasiswa khususnya mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

lampung disarankan agar meningkatkan pengetahuan dasar, berfikir kritis,

refleksi diri dan metakognitif sehingga dapat meningkatkan kemampuan

clinical reasoning.

2. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti perbedaan tingkat clinical reasoning

mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik dan tahap kepaniteraan klinik

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, uji validitas dan reabilitas

skor script concordance test dapat dilakukan oleh expert dalam bidang

Ilmu Penyakit Saraf.

3. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti perbedaan tingkat clinical reasoning

mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik dan tahap kepaniteraan klinik

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dapat menggunakan script

concordance test dari bidang lain selain dari bidang Ilmu Penyakit Saraf

dan lebih memperhatikan faktor yang dapat mempengaruhi hasil

penelitian.

4. Bagi institusi khususnya Fakultas Kedokteran Universitas Lampung agar

dapat menerapkan metode pembelajaran reflektif secara efektif.

Page 54: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

47

5.3 Keterbatasan

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu variasi soal yang digunakan oleh

peneliti hanya mencakup dalam bidang Ilmu Penyakit Saraf sehingga hasil

penelitian hanya terbatas pada bidang tersebut. Keterbatasan lain dalam

penelitian ini yaitu responden tidak mengerjakan script concordance test

dalam satu tempat secara bersamaan sehingga dikhawatirkan dapat

mempengaruhi hasil penelitian. Selain itu, oleh karena keterbatasan waktu

dan sumber daya, maka validitas dan reabilitas bobot skor script concordance

test yang seharusnya dilakukan oleh expert, hanya dilakukan oleh dokter

umum yang berada pada tahap intermediate.

Page 55: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

48

DAFTAR PUSTAKA

Al-elq AH. 2007. Medicine and clinical skills laboraories. Journal of family &

community medicine. 14(2): 63 – 59.

Audétat MC, Lubarsky S, Blais JG, Charlin B. 2013. Clinical reasoning: where

do we stand on identifying and remediating difficulties?. Creative

education. 4(6): 42–48.

Barrow M, McKimm J, Samarasekera DD. 2010. Strategies for Planning and

Designing Medical Curricula and Clinical Teaching. South-East Asian

Journal of Medical Education. 4(1): 2-7.

Carrier A, Levasseur M, Bédard D, Desrosiers J. 2010. Community occupational

therapists‟ clinical reasoning: identifying tacit knowledge. Australian

occupational therapy journal. 57(6): 356–65.

Cuthbert L, Teather D, Teather B, Sharples M. 1999. Expert / novice differences

in diagnostic medical cognition - a review of the literature school of

cognitive and computing sciences. Cognitive science research paper. 1–33.

Dahlan MS. 2014. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta:

Epidemiologi Indonesia.

Elstein AS, Shulman LS, Sprafka SA. 1978. Medical problem solving: an

analysis of clinical reasoning. Cambridge (MA): Harvard University Press.

Elstein AS, Shulman LS, Sprafka SA. 1990. Medical Problem Solving: a ten year

retrospective. The SAGE social science collection: Evaluation & health

profesion. 13: 5–36.

Eva, K. W. 2005. What every teacher needs to know about clinical reasoning. Medical

education. 39(1): 98-106.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2018. Buku Panduan Kepaniteraan

Klinik.

Findyartini A, Hawthorne L, Mccoll G, & Chiavaroli N. 2016. How clinical

reasoning is taught and learned : Cultural perspectives from the University

of Melbourne and Universitas Indonesia. BMC Medical Education. 16:

195-185

Page 56: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

49

Flavell JH. 1979. Metacognition and Cognitif Monitoring.American

Psychologist. 34 (10): 906-911.

Fournier JP, Demeester A, Charlin B.2008.Script consordance test: guidelines for

construction. BMC Medical Informatics and Decision Making. 8: 25-18.

Gesundheit, N., Brutlag, P., Youngblood, P., Gunning, W. T., Zary, N., & Fors,

U. 2009. The use of virtual patients to assess the clinical skills and reasoning

of medical students: initial insights on student acceptance. Medical teacher.

31(8): 739-742.

Hardjodisastro D. 2006. Menuju seni ilmu kedokteran:bagaimana dokter berpikir,

bekerja dan menampilkan diri. Jakarta: Gramedia pustaka utama. Hal 60 –

118.

Hasbullah. 2015. The effect of ideal metacognitif strategy on achievement

inmathematic. International journal of educational research and technology.

6(4): 45-42

Irfannudin. 2009. Knowledge and critical thinking skills increase clinical

reasoning ability inurogenital disorders: a Universitas Sriwijaya Medical

Faculty experience. Medical Journal of Indonesia. 18: 53-9.

Ivone J. 2010. Critical Thinking, intelectual, skills, reasoning, and clinical

reasoning. Bandung: Universitas Kristen Maranatha.

Kassirer JP. 2010. Teaching clinical reasoning: case-based and coached.

Academic Medicine. 85(07): 1118 – 1124.

Kiesewetter J, Ebersbach R, Tsalas N, Holzer M, Schimidmaler R, Fischer MR.

2016. Knowledge is not enough to solve the problems – the role of

diagnostic knowledge in clinical reasoning activiies. BMC Medical

Education. 16: 311-303.

Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia.

Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.

Lidnillah D. 2011. Pembelajaran berbasis masalah ( problem based learning ).

Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Lisiswanti R, Triatama TK. 2017. Penilaian Kemampuan Clinical Reasoning

Mahasiswa Kedokteran Menggunakan Clinical Performance Examination

dan Objective Structured Clinical Examination. J Agromed Unila. 4(1): 185-

189

Lubarsky S, Charlin B, Cook DA, Chalk C, van der Vleuten CPM. 2011. Script

concordance testing: a review of published validity evidence. Medical

Education.45(4): 329–38.

Page 57: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

50

Lubarsky S, Dory V, Duggan P, Gagnon R, Charlin B. 2013. Script concordance

testing: from theory to practice: AMEE guide no. 75. Medical Teacher.

35(3): 184–93.

McLean SF. 2016. Case-Based Learning and its application in medical and

health-care fields: a review of worldwide literature. Journal of Medical

Education and Curricular Development. 3: 39–49.

Meterissian S. 2006. A novel method of assessing clinical reasoning in surgical

residents. Surg Innov. 13: 115–19.

Muir F. The Understanding and Experience of Students, Tutors and Educators

Regarding Reflection in Medical Education: a Qualitative Study.

2010.International Journal of Medical Education. 1: 61-67.

Pamungkasari EP, Kumara A, Armis, Emilia O. 2015. Pengaruh pembelajaran

reflektif dan metakognisi terhadap penalaran klinik mahasiswa program

profesi dokter. Jurnal pendidikan kedokteran Indonesia. 4(2): 65-74.

Pamungkasari EP, Kumara A, Armis, Emilia O. 2017. Pengembangan Model

Pembelajaran Reflektif Untuk Program Studi Profesi Dokter: Enam

Langkah Pembelajaran Reflektif Klinik. pendidikan kedokteran Indonesia .

6(3): 153-162.

Pujiati PA. 2015. The difference in clinical reasoning competence between pre-

clinical students and clinical students on pediatric tropical disease cases.

Sains Medika. 6(1): 25–29.

Rencic, J. 2011. Twelve tips for teaching expertise in clinical reasoning. Medical

Teacher. 3(11): 887-892.

Sibert L, Darmoni SJ, Dahamna B, Hellot MF, Weber J, Charlin B. 2006. Online

clinical reasoning assessment with script concordance test in urology: results

of a French pilot study. BMC Medical Education. 6: 45–53.

Septiani. 2014. Perbedaan Kemampuan Clinical Reasoning Mahasiswa Preklinik

Dengan Mahasiswa Rotasi Klinik FK Unissula. [Skripsi]. Semarang:

Universitas Islam Sultan Agung.

Tiara. 2018. Hubungan Refleksi Diri Terhadap Nilai Ujian Akhir Blok (Uab)

Tropical Infectious Disease (TID) Mahasiswa Tahun Kedua Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung Tahun 2017. [Skripsi]. Bandar Lampung:

Universitas Lampung.

Universitas Lampung. 2010. Panduan program studi pendidikan dokter

Universitas Lampung 2010. Bandar Lampung. 33 – 35.

Page 58: PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA …digilib.unila.ac.id/32618/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata

51

Wan SH. 2015. Using the script concordance test to assess clinical reasoning

skills in undergraduate and postgraduate medicine. Hongkong Medical

Journal. 21: 455-61.