ckb.docx
DESCRIPTION
cedera kepala beratTRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kondisi cidera kepala Berat dapat masuk ke dalam kelompok gawat darurat yang perlu segera mendapat pertolongan yang cepat dan benar di rumah sakit dalam waktu kurang dari tiga jam (golden periode) sebagai waktu yang sangat berharga bagi pasien cidera kepala berat. Perawat harus sering melakukan evaluasi neurologi dengan kesiapsiagaan yang konstan seperti perubahan terhadap tekanan darah, frekuensi keteraturan nadi, aktifitas pernafasan, status sensori (tingkat kesadaran) dan fungsi sensorik motorik. Perubahan-perubahan dapat terjadi setiap saat yang bisa mengarah pada defisit neurologi lebih lanjut bahkan hingga kematian yang cepat, kecuali segera dilakukan tindakan untuk menghindari kondisi patologi yang mendasarinya.
Trauma kepala meliputi trauma kepala, tengkorak dan otak. Trauma kepala paling sering terjadi dan merupakan penyakit neurologis yang serius diantara penyakit neurlogis lainnya serta mempunyai proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya.
Lebih dari setengah dari semua pasien dengan trauma kepala berat mempunyai signifikansi terhadap cedera bagian tubuh lainnya. Adanya shock hipovolemik pada pasien trauma kepala biasanya karena adanya cedera bagian tubuh lainnya.
Resiko utama pasien yang mengalami trauma kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intra cranial (PTIK).
Pada umumnya kematian terjadi setelah segera setelah injury dimana terjadi trauma langsung pada kepala, atau perdarahan yang hebat dan syok. Kematian yang terjadi dalam beberapa jam setelah trauma disebabkan oleh kondisi klien yang memburuk secara progresif akibat perdarahan internal. Pencatatan segera tentang status neurologis dan intervensi surgical merupakan tindakan kritis guna pencegahan kematian pada phase ini. Kematian yang terjadi 3 minggu atau lebih setelah injury disebabkan oleh berbagai kegagalan sistem tubuh . Faktor 2 yang diperkirakan memberikan prognosa yang jelek adalah adanya intracranial hematoma, peningkatan usia klien, abnormal respon motorik, menghilangnya gerakan bola mata dan refleks pupil terhadap cahaya, hipotensi yang terjadi secara awal, hipoksemia dan hiperkapnea, peningkatan ICP.
Diperkirakan terdapat 3 juta orang di AS mengalami trauma kepala pada setiap tahun. Angka kematian di AS akibat trauma kepala sebanyak 19.3/100.000 orang. Pada umumnya trauma kepala disebabkan oleh kecelakaan laluintas atau terjatuh.
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang kemudian meninges juga cairan cerebrospinalis. Tanpa perlindungan ini otak akan sangat mudah mengalami iritasi, goncangan dan cidera. Sekali neuron rusak, tidak dapat diperbaiki lagi.
Tepat diatas tengkorak terdapat galea aponeurotika suatu jaringan fibrosa, padat antara kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membrane dalam yang mengandung pembuluh darah besar. Bila robek pembuluh darah ini akan sulit mengadakan
vasokonstriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah yang berarti pada klien yang mengalami trauma kulit kepala.
Struktur tengkorak terdiri dua lapisan : tabula eksterna dan interna yang banyak dilalui pembuluh darah (arteria) menuju jaringan otak (pembuluh darah arteria meningea anterior, media, posterior). Jika terdapat fraktur yang merobek tulang tengkorak menyebabkan pecahnya pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan dalam ruang epidural yang bersifat fatal jika tidak cepat ditangani. Ini merupakan keadaan darurat bedah saraf yang memerlukan pembedahan segera.
Pelindung yang lebih dalam adalah selaput meninges, yang terdiri lapisan durameter, arakhnoid, dan piameter. Dura adalah membrane terluar yang bersifat liat, semitranslusen, dan tidak elastic,. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, membentuk periosteum tabula interna. Durameter melekat erat pada tabula interne tengkorak, oleh karena itu jika terdapat perdarahan akan menekan secara kuat jaringan otak.
Didekat dura terdapat lapisan arakhnoid dan diantaranya terdapat ruang subdura, yang mempunyai resiko perdarahan karena vena-vena yang melewati ruang ini mempunyai sedikit jaringan penyokong sehingga mudah cidera dan robek saat terjadi cidera kepala.
B. TUJUAN1. Tujuan umum :
Setelah menyelesaikan pengalaman belajar klinik mampu menerapkan asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada klien dengan Cidera Kepala Berat (CKB)
2. Tujuan khusus :Setelah menyelesaikan belajar klinik mampu :
a. Mengidentifikasi data yang sesuai dengan masalah Cidera Kepala Berat (CKB)b. Merumuskan diagnosa keperawatanc. Merencanakan tindakan sesuai dengan diagnosa keperawatand. Melaksanakan tindakan sesuai rencana yang telah ditentukane. Mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatanf. Mendokumentasikan asuhan keperawatan.
BAB IITINJAUAN TEORI
A. DefinisiBiomekanik Trauma Adalah Ilmu yang mempelajari kejadian cedera pada suatu jenis
kekerasan atau kecelakaan. Dengan mempelajari biomekanika trauma dari anamnesis kita dapat memprediksi bagian tubuh atau organ mana yang cedera, dengan mengetahui biomekanika trauma, kita dapat mencari dan membuktikan adanya cedera tersebut. Keterangan yang jelas mengenai kecelakaan yang terjadi membuat kita dapat menemukan jenis perlukaan yang terjadi.Dalam mempelajari biomekanika trauma diharapkan dapat membantu kita dalam penatalaksanaan kejadian trauma tersebut, biomekanika trauma penting karena akan membantu dalam :1. Mengerti akibat yang akan ditimbulkan trauma
2. Waspada terhadap jenis perlukaan tertentu
Mekanisme cidera sendiri dibagi menjadi :1. Cidera langsung, misal kepala dipukul menggunakan martil. kulit kepala bisa robek, tulang kepala bisa retak atau patah, dapat mengakibatkan perdarahan di otak.
2. Cidera perlambatan / deselerasi, misal pada kecelakaan motor membentur pohon. setelah badan berhenti dipohon, maka organ dalam akan tetap bergerak maju, jantung akan terlepas dari ikatannya(aorta) sehingga dapat mengakibatkan ruptur aorta.
3. Cidera percepatan / akselerasi, misalnya bila pengendara mobil ditabrak dari belakang.
4. Cidera kompresi / efek kantong kertas
a) Biomekanika pada kecelakaan mobilTabrakan/kecelakaan dapat terjadi dengan cara :
1. Frontal / dari depan, pada jenis ini cidera yang dapat terjadi antara lain : patah tulang paha karena tulang berbenturan dengan dashboard, sendi panggul lepas karena dorongan ke belakang, dada dan atau perut menghantam stir dapat mengakibatkan patah tulang iga atau ruptur abdomen, kepala dapat membentur kaca sehingga juga dapat menimbulkan
cidera kepala, patah tulang belakang atau bahkan penderita dapat terpental ke luar mobil sehingga menimbulkan multitrauma.
2. Tabrakan dari belakang, tabrakan ini dapat menimbulkan cidera tulang leher akibat gaya pecut (whiplash injury) apalagi bila mobil tidak dilengkapi headrest.
3. Tabrakan dari samping / lateral, trauma yang terjadi bisa dari kepala sampai kaki tergantung dari jenis kendaraan yang menabrak dan letak yang tertabrak.
4. Terbalik, kendaraan yang terbalik secara perlahan dan penumpang menggunakan sabuk pengaman jaramg sekali terdapat cidera yang serius, lain halnya dengan kendaraan yang terguling / roll over apalagi bila tidak menggunakan sabuk pengaman. dalam menangani kasus ini harap hati-hati karena semua bagian dapat mengalami cidera terlebih tulang belakang dan rongga dalam.
b) Biomekanika trauma pada kecelakaan motorAda 3 cara yang sering terjadi pada saat kejadian kecelakaan :1. Tabrakan frontal, pada kecelakaan ini pengemudi akan terbentur ke depan, kedua tungkai akan mengenai stang kemudi yang dapat mengakibatkan patah setelah itu pengemudi akan mengalami terjun bebas dengan cidera yang tak bisa diramalkan.
2. Benturan dari samping, disini yang terbentur terlebih dahulu adalah kaki setelah itu pengemudi akan terpental.
3. Sliding down the bike, pada saat akan terjadi benturan pengemudi dengan sengaja (profesional) atau tidak sengaja menekan motornya ke bawah sehingga motornya akan melesat dan pengemudinya di belakangnya. ini menimbulkan cidera yang paling ringan, namun cidera terhadap jaringan lunak bisa sangat berat apabila pengemudi tidak memakai jaket atau celana tebal.
B. Pengertian cedera kepala
Cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial. (Smeltzer, 2000).
Cedera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak, komusio (gegar), kontusio (memar)/laserasi, dan perdarahan serebral (subarachnoid, subdural, epidural, intraserebral, batang otak). (Doenges, 2000)
Cedera kepala adalah proses patologis yang melibatkan kulit kepala, tengkorak, meningens atau otak yang terjadi karena kekuatan mekanis. (Wong, 2005 ).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. (Mansjoer, 2000)
Cedera kepala adalah salah satu diantara kebanyakan bahaya yang menimbulkan kematian pada manusia, head injury termasuk kejadian trauma pada kulit kepala, tengkorak atau otak. Batasan trauma kepala digunakan terutama untuk mengetahui trauma cranii cerebral, termasuk gangguan kesadaran.
Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi yaitu cidera kepala derajat ringan, bila GCS : 13 – 15, Cidera kepala derajat sedang, bila GCS : 9 – 12, Cidera kepala berat, bila GCS kurang atau sama dengan 8. Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia, maka reaksi verbal diberi tanda “X”, atau
oleh karena kedua mata edema berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai “X”, sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilai “T”.
C. Klasifikasi cidera kepala1. Klasifikasi klinis cedera kepala :
Tingkat I : Bila di jumpai adanya riwayat kehilangan kesedaran / pingsan yang sesaat setelah mengalami trauma dan kemudian sadar kembali. Pada waktu diperiksa dalam keadaan sadar penuh, orientasi baik, dan tidak ada defisit neurologis.
Tingkat II : Kesadaran menurun namun masih dapat mengikuti perintah-perintah yang sederhana dan dijumpai adanya defisit neurologis fokal.
Tingkat III : Kesadaran yang sangat menurun dan tidak bisa mengikuti perintah (walaupun sederhana) sama sekali penderita masih bisa bersuara, namun susunan kata-kata dan orientasinya kacau, gaduh, gelisah, respon motorik bervariasi dari kadaan yang masih mampu melokalis rasa nyeri sampai tidak ada respon sama sekali. Postur tubuh dapat menampilkan posisi dekorbikasi-deserebri.
Tingkat IV : Tidak ada fungsi neurologis sama sekali.
2. Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):1. Minor
SKG 13 – 15 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
SKG 9 – 12 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
SKG 3 – 8 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial. . (Price, 1995)3. Mekanisme cedera :
Cedera kepala percepatan ( Aselerasi ) :Yaitu terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul oleh karena lemparan benda tumpul. Cidera kepala perlambatan (Deselarasi) : Terjadi bila kepala membentuk objek yang secara relatif tidak bergerak seperti badan mobil atau tanah.
4. Morfologi CT scan secara dramatis merubah klasifikasi cidera kepala dan penatalaksanaannya. Penderita cidera kepala yang mengalami perburukan yang tepat, baik neurologis maupun hemodinamik dapat saja dioperasi. Pemerriksaan CT scan yang berturut-turut (serial) sangatlah penting, karena penderita cidera kepala sering mengalami perubahan-perubahan
morfologis dalam waktu beberapa jam, hari atau minggu. Secara morfologis cidera kepala dapat dibagi atas fraktur kranum dan lesi intra kranial.
a. Fraktur kranium Rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka atau tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak dan fraktur tertutup keadaan dura tidak rusak.
b. Cidera kulit kepalac. Lesi intrakranial- Hematoma epidural- Hematoma subdural- Hematoma intracerebral- Komosio cerebri- Kontusio serebri
A. Jenis Trauma Kepala1. Robekan kulit kelapa kepala.
Robekan kulit kepala merupakan kondisi agak ringan dari trauma kepala. Oleh karena kulit kepala banyak mengandung pembuluh darah dengan kurang memiliki kemampuan konstriksi, sehingga banyak trauma kepala dengan perdarahan hebat. Komplikasi utama robekan kepala ini adalah infeksi.
2. Fraktur tulang tengkorak.Fraktur tulang tengkoran tengkorak sering terjadi pada trauma kepala. Beberapa cara untuk menggambarkan fraktur tulang tengkorak :
Garis patahan atau tekanan. Sederhana, remuk atau compound. Terbuka atau tertutup.
Fraktur yang terbuka atau tertutup bergantung pada keadaan robekan kulit atau sampai menembus kedalam lapisan otak. Jenis dan kehebatan fraktur tulang tengkorak bergantung pada kecepatan pukulan, moentum, trauma langsung atau tidak.
Pada fraktur linear dimana fraktur terjadi pada dasar tengkorak biasanya berhubungan dengan CSF. Rhinorrhea (keluarnya CSF dari hidung) atau otorrhea (CSF keluar dari mata).
Ada dua metoda yang digunakan untuk menentukan keluarnya CSF dari mata atau hidung, yaitu melakukan test glukosa pada cairan yang keluar yang biasanya positif. Tetapi bila cairan bercampur dengan darah ada kecenderungan akan positif karena darah juga mengadung gula. Metoda kedua dilakukan yaitu cairan ditampung dan diperhatikan gumpalan yang ada. Bila ada CSF maka akan terlihat darah berada dibagian tengah dari cairan dan dibagian luarnya nampak berwarna kuning mengelilingi darah (Holo/Ring Sign).
Komplikasi yang cenderung terjadi pada fraktur tengkorak adalah infeksi intracranial dan hematoma sebagai akibat adanya kerusakan menigen dan jaringan otak. Apabila terjadi fraktur frontal atau orbital dimana cairan CSF disekitar periorbital (periorbital ecchymosis.
Fraktur dasar tengkorak dapat meyebabkan ecchymosis pada tonjolan mastoid pada tulang temporal (Battle’s Sign), perdarahan konjunctiva atau edema periorbital.
Commotio serebral :Concussion/commotio serebral adalah keadaan dimana berhentinya sementara fungsi otak, dengan atau tanpa kehilangan kesadaran, sehubungan dengan aliran darah keotak. Kondisi ini biasanya tidak terjadi kerusakan dari struktur otak dan merupakan keadaan ringan oleh karena itu disebut Minor Head Trauma. Keadaan phatofisiologi secara nyata tidak diketahui. Diyakini bahwa kehilangan kesadaran sebagai akibat saat adanya stres/tekanan/rangsang pada reticular activating system pada midbrain menyebabkan disfungsi elektrofisiologi sementara. Gangguan kesadaran terjadi hanya beberapa detik atau beberapa jam.Pada concussion yang berat akan terjadi kejang-kejang dan henti nafas, pucat, bradikardia, dan hipotensi yang mengikuti keadaan penurunan tingkat kesadaran. Amnesia segera akan terjadi. Manifestasi lain yaitu nyeri kepala, mengantuk,bingung, pusing, dan gangguan penglihatan seperti diplopia atau kekaburan penglihatan.
Contusio serebralContusio didefinisikan sebagai kerusakan dari jaringan otak. Terjadi perdarahan vena, kedua whitw matter dan gray matter mengalami kerusakan. Terjadi penurunan pH, dengan berkumpulnya asam laktat dan menurunnya konsumsi oksigen yang dapat menggangu fungsi sel.Kontusio sering terjadi pada tulang tengkorak yang menonjol. Edema serebral dapat terjadi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan ICP. Edema serebral puncaknya dapat terjadi pada 12 – 24 jam setelah injury.Manifestasi contusio bergantung pada lokasi luasnya kerusakan otak. Akan terjadi penurunan kesadaran. Apabila kondisi berangsur kembali, maka tingat kesadaranpun akan berangsur kembali tetapi akan memberikan gejala sisa, tetapi banyak juga yang mengalami kesadaran kembali seperti biasanya. Dapat pula terjadi hemiparese. Peningkatan ICP terjadi bila terjadi edema serebral.
Diffuse axonal injury.Adalah injury pada otak dimana akselerasi-deselerasi injury dengan kecepatan tinggi, biasanya berhubungan dengan kecelakaan kendaraan bermotor sehingga terjadi terputusnya axon dalam white matter secara meluas. Kehilangan kesadaran berlangsung segera. Prognosis jelek, dan banyak klien meninggal dunia, dan bila hidup dengan keadaan persistent vegetative.
Injury Batang OtakWalaupun perdarahan tidak dapat dideteksi, pembuluh darah pada sekitar midbrain akan mengalami perdarahan yang hebat pada midbrain. Klien dengan injury batang otak akan mengalami coma yang dalam, tidak ada reaksi pupil, gangguan respon okulomotorik, dan abnormal pola nafas.
D. Etiologi Menurut price (1995) Kerusakan otak terjadi pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 cara yaitu :
1. Efek langsung trauma pada fungsi otak2. Efek lanjutan dari sel-sel otak yang bereaksi terhadap trauma.
Kerusakan neurologik langsung di sebabkan dari suatu benda atau serpihan tulang yang menembus / merobek oleh jaringan dengan kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak. Selain itu penyebab dari cedera kepala adalah
Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan. Cedera akibat kekerasan.
Derajat kerusakan yang disebabkan trauma tergantung kepada kekuatan yang menimpa, makin besar kekuatan makin besar kerusakan. Ada 2 efek dari trauma :
1. Cedera setempat yang disebabkan oleh benda keras dengan kecepatan rendah dan tenaga kecil. Fungsi neurologik terjadi pada tempat yang terbatas karena fragmen tulang yang menembus dura pada tempat serangan.
2. Cedera menyeluruh, kerusakan terjadi waktu energi atau kekuatan ditemukan pada otak.( Price, 1995).
E. PatofisiologiKomosio cerebral merupakan cedera kepala berat, dimana otak mengalami memar,
dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan diri. Gejala akan muncul dan lebih khas. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal kulit dingin dan pucat. Sering terjadi defekasi dan berkemih tanpa disadari. Pasien dapat diusahakan untuk bangun tetapi segera masuk kembali kedalam keadaan tidak sadar. Tekanan darah dan suhu subnormal dan gambaran sama dengan syok.
Umumnya individu yang mengalami cidera luas mengalami fungsi motorik abnormal gerakan mata abnormal dan peningkatan TIK mempunyai prognosis buruk, sebaliknya pasien dapat mengalami pemulihan kesadaran komplet dan mungkin melewati tahap peka rangsang serebral dalam tahap peka rangsang serebral pasien sadar tetapi sebaliknya mudah terganggu oleh suatu bentuk stimulasi suara cahaya dan bunyi-bunyian dan menjadi hiperaktif sewaktu.
E. Manifestasi klinis1. Nyeri yang menetap atau setempat, biasanya menunjukkan adanya fraktur
2. Hemoragi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat dibawah konjungtiva3. Ekimosis (warna biru) atau memar mungkin terlihat diatas mastoid (tanda batle)4. Penurunan kesadaran5. Nyeri kepala hebat6. Mual7. Muntah8. G3 penglihatan karena edema dari pupil NII9. Peningkatan ICP10. Somnolen11. Confusio12. Lethargi13. Kehilangan memory14. Hematoma cerebral
F. Pemerikasaan penunjangCT – SCAN : Mengidentifikasi adanya sel hemoragik dan menentukan ukuran servikal.
: Sama seperti CT – SCAN dengan/tanpa mukosa kontrakAngiografi cerebral : Menunjukkan kelainan sirkulasi serebralSinar X : Mendeteksi adanya perobekan struktur tulang atau fraktur (Doenges, 2000).
G. Komplikasi1. Komplikasi bedah
a. Hematoma intrakranialb. Hidrosefalusc. Subdural hematoma kronisd. Cedera kepala terbukae. Kebocoran css
2. komplikasi non bedaha. Kejang post traumatikab. Infeksic. G3 keseimbangan cairan dan elektrolitd. G3 gastrointestinale. Neurogenik pulmonary edema
H. Pengkajian1. Primary survey
a. AirwaySebelum melakukan manipulasi, anggaplah ada fraktur servikal pada setiap penderita multitrauma, terlebih bila ada penurunan kesadaran atau jejas diatas dari klavikula.Bersihkan jalan nafas dari segala sumbatan, benda asing, darah dari fraktur maksilofasial, gigi yang patah dll. Jika panderita sadar dan dapat berbicara maka airway dinilai baik tetapi tetap perlu reevaluasi.Lakukan intubasi jika apnea, GCS < 8, pertimbangan juga untuk GCS 9 dan 10 jika saturasi oksigen tidak mencapai 90% (PaO2 < 60 mmHg).
b. BreatingEvaluasi meliputi inspeksi terhadap batuk dan pergerakan dada yang mungkin mengganggu ventilasi, perkusi untuk menentukan adanya darah atau udara dalam rongga pleura, auskultasi untuk memastikan masuknya udara kedalam paru.
c. CirculationRespon awal tubuh terhadap pendarahan adalah takikardi untuk mempertahankan kardiak output walaupun stroke volume menurun. Jika aliran darah keorgan vital sudah tidak dapat dipertahankan lagi, maka timbullah hipotensi.
d. Disability- GCS setelah resusitasi- Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil- Nilai kekuatan motorik kiri dan kanan apakah ada parase atau tidak
e. EksposureDengan menghindarkan hipotermi, semua pakaian yang menutupi tubuh penderita harus dilepas atau dibuka agar tidak ada cedera yang terlewatkan selama pemeriksaan.
2. Secondary survey
a. Kepala dan leherDilakukan evaluasi terhadap adanya tanda-tand trauma eksternal seperti kontusio jaringan acchymosis, laserasi atau pembengkakan jaringan lunak.
b. ThoraksInspeksi perhatikan ada tidaknya luka bentuk dan pergerakan dinding toraks saat bernafas. Palpasi, perhatikan ada tidaknya emfisema subkutis dan bermasker luasnya emfisema untuk evaluasi selanjutnya. Periksa juga tanda-tanda step off tulang, deviasi, trakea dan nyeri tekan.
c. AbdomenDapat dilakukan USG bila tersedia untuk evaluasi koleksi cairan
d. EkstremitasPerkiraan kehilangan darah pada beberapa fraktur tertutup tulang ekstremitas dan pelvis antara lain :
1. Humerus atau radius ulna dapat mencapai ± 200cc2. Tibia dapat mencapai ± 500cc3. Femur dapat mencapai ± 1000cc4. Pelvis dapat mencapai ± 3000cc3. Tersiery surveya. Riwayat kesehatanb. Riwayat traumac. Riwayat penyakit jantungd. Riwayat infeksie. Riwayat pemakaian obatf. Pemeriksaan laboratoriumg. Analisa gas darah
4. Diagnosa keperawatan dan intervensi1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
(Doenges, 2000). Tujuan : Mempertahankan tingkat kesadaran Intervensi :
a. Kaji status neurologisb. Monitor TTVc. Kaji respon motorikd. Evaluasi keadaan pupile. Kaji letak atau gerakan mataf. Pertahankan posisi kepala pada posisi yang nyamang. Anjurkan orang terdekat untuk bicara pada pasien
2. Resti pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuro muskuler (Doenges, 2002).Tujuan : Mempertahankan pola pernafasan normalIntervensi :
a. Pantau frekuensi irama dan kedalaman pernafasanb. Pasang jalan nafas sesuai indikasic. Ajarkan pasien nafas dalam efektif
d. Auskultasi suara nafas Kolaborasi : Lakukan rontgent torax, Berikan oksigen, Lakukan fisioterafi dada
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan defisit neurologis (Doenges, 2000) Tujuan : Mempertahankan tingkat kesadaran Intervensi :
a. Evaluasi perubahan orientasi atau kemamouan bicarab. Kaji kesadaran sensorikc. Observasi respon prilakud. Berikan lingkungan terstruktur termasuk terapi, aktifitase. Buat jadwal yang adekuatf. Berikan stimulasi yang bermanfaat.
4. Kerusakan mobilitas fisik b / d Penurunan kekuatanatau ketahanan. (Doenges, 2000 ) Tujuan : Mempertahankan atau meningkatkan bagian tubuh yang sakit Intervensi :
a. Periksa kemampuan dan keadaan secara fungsionalb. Kaji derajat mobilisasic. Pertahankan kesejajaran tubuh secara fungsionald. Berikan perawatan kulit dengan cermate. Pantau haluaran urine
5. Resti infeksi b / d Trauma jaringan pada kulit. (Doenges, 2000). Tujuan : Mempertahankan agar infeksi tidak terjadi Intervensi :
a. Berikan perawatan diseptik dan antiseptikb. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakanc. Pantau suhu tubuh secara teraturd. Anjurkan untuk melakukan nafas dalame. Berikan perawatan perineal
f. Kolaborasi dalam pemberian therapy antibiotik sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth , 2002. keperawatan medikal bedah. Edisi 8, Vol. 3, EGC. Jakarta
Doenges. E . Marilynn, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta
Hudak & gallo. 2001. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC
Lynda Juall Carpenito, Alih bahasa Yasmin Asih. 1997. Diagnosa keperawatan , ed 6. Jakarta : EGC
Price A. Sylvia, 1995. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Buku 2. Edisi 4.
EGC> Jakarta
Wong, L, Donna, 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. EGC. Jakarta
BAB IIILAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS & EMERGENCYPADA TN. S DENGAN CKB DENGAN MULTIPLE FRAKTUR DI SERTAI DENGAN
PENURUNAN KESADARAN DIRUANG ICU RSUD Dr .MOEWARDI SURAKARTA
I. PENGKAJIANA. IDENTITASIdentitas klien:Nama : Tn. SUmur : 29 thJenis kelamin : Laki-lakiNo reg : 01106143Agama : IslamPendidikan : SMAPekerjaan : SwastaAlamat : Kedesan RT 04/07 Kradenan, Kaliwungu, BoyolaliTgl masuk RS : 08 – 01 - 2012Tgl pengkajian : 09 – 01 - 2012, jam 09.00Dx medis : CKB DENGAN MULTIPLE FRAKTURIdentitas penanggung jawab :Nama : Tn. MUmur : 54 thAgama : IslamJenis kelamin : Laki-lakiAlamat : Kedesan RT 04/07 Kradenan, Kaliwungu, Boyolali
Hub. dengan klien : Ayah klien
B. KELUHAN UTAMAKlien mengalami penurunan kesadaran dg GCS E1VxM1
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG± 6 jam SMRS klien mengendarai sepeda motor dengan menggunakan helm
standar,bertabrakan dengan mobil dari arah berlawanan, mekanisme kejadiannya tidak ada yang tahu, pingsan (+),muntah (-), kejang (-), setelah kejadian sampai sekarang klien tidak pernah sadar, dan oleh penolong di bawa ke RSUD pandan Arang Boyolali di pasang infus dan jahit luka pada wajah serta diinjeksi obat-obatan, karena keterbatasan fasilitas dirujuk keRSDM. Pada saat pengkajian tanggal 09 januari 2012 klien masih mengalami penurunan kesadaran, batuk, dan terdengar nafas grog-grog karena penumpukan secret.
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Keluarga mengatakan klien tidak pernah kecelakaan sebelumnya Klien tidak mempunyai riiwayat penyakit hipertensi Klien tidak mempunyai riiwayat penyakit DM Penyakit jantung disangkal
E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGAKeluarga mengatakan tidak ada yang mengalami hal yang sama seperti klien
Selain itu keluarga mengungkapkan tidak ada keluarga yang mempunyai riwayat penyakit menular seperti TBC, Sakit kuning (Hepatitis), maupun HIV/AIDS. Begitu pula keluarga mengungkapkan tidak ada riwayat keluarga mempunyai penyakit DM maupun darah tinggi, asma dan penyakit keturunan lainnya.
F. PRIMARY SURVEY1. Airway
Jalan nafas tidak bersih terdapat sekret pada hidung dan mulut Suara nafas stridor Nafas cuping hidung, Terpasang ET Terpasang neck collar2. Breathing
Pernafasan dengan menggunakan ventilator Ekspansi dada tidak maksimal Menggunakan alat bantu pernafasan ventilator mode SIMV Retraksi intercosta (+) RR : 30 x/mnt Batuk (+) Auskultasi paru: ronchi
3. Circulation TD : 135/112 mmHg HR : 110 x/mnt S : 37,7ºC Sianosis (-), Akral hangat Mukosa Bibir Kering4. Disability
Kesadaran : coma GCS : E1VxM1 Pupil anisokor 4 ml
Kekuatan otot 1 1 1 1
Oedema extremitas + + + +
5. Exposure Tidak ada pakaian yang menghambat pergerakan dan pernapasan Terdapat lesi atau jejas maupun hematoma. Mulut : vulnus suprasiliaris sinistra terpasang mayo Terpasang ET Diskontinuitas (-) Gigi tanggal 1, darah (-) Oedema pada hidung
G. SECONDARY SURVEY1. Pemeriksaan fisik
Ku : lemahKesadaran : comaGCS : E1VxM1TTV -TD : 135/112 mmHg
-HR : 110 x/mnt -S : 37,7ºC - RR : 30 x/mnta) Kepala dan leher
Tanda-tanda trauma eksternal : Mata : pupil anisokor, hematoma (+) Hidung : darah -/-, sputum +/+ Mulut : darah (-), gigi tanggal 1, sputum (+), mandibula goyang Midfasial : oedema (+), krepitasi (+) Telinga : darah -/- Leher : jejas (+)
b) Sistem pernafasanSubjektif : -Obyektif :
Pemeriksaan paru :I : RR : 30 x/mnt, Pergerakan dada simetris kanan dan kiri namun tidak maksimal, pernafasan cepat, terdapat pernafasan cuping hidung, retraksi intercosta (+), batuk disertai sputum warna hijau.Pa : Taktil fremitus simetris antara kanan dan kiriPe : SonorA : Bunyi ronkhi pada kedua lobus paru
c) Sistem kardiovaskulerSubjektif : -Objektif :Pemeriksaan jantung :I : Iktus Cordis tidak terlihatPa : Iktus Cordis tidak terabaPe : Batas Jantung tidak melebarA : bunyinS1-S2 murni tidak ada bunyi tambahan
d) Sistem AbdomenSubjektif : -Objektif :Pemeriksaan abdomen :I : bentuknya simetris, supleA : Bising Usus (+) N, peristaltik (+)Pe : timpaniPa : supelDiet 1700 kkal, 200ccNGT (+)
e) System ektremitas- Warna kulit sawo matang- Superior: teradapat oedem, terpasang infuse di tangan kiri,kekuatan otot 1/1, tonus otot 1/1
terdapat fraktur pergelanagn tangan.- Inferior : terdapat oedem, kekuatan otot 1/1. Terdaapat fraktur pada cruris,tibia dan fibula
1/3 tengah.
f) Sistem eliminasiSubjektif : -Objektif :
BAK terpasang DC Jumlah 1600cc/ 24jam Warna kuning agak kecoklatan
Bau : khas BAB (-) Diare (-) Abdomen asites (-) Turgor : elastis ↓ Mukosa lembab S : 37,7ºC Balance cairan Masuk : 2100 Keluar : urine : 1600 IWL : 500 Input-output = 0cc
H. TERSIERY SURVEY1. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan X foto thoraxKesan : tampak bronkopneumonia Cor tidak membesar
b) Pemeriksaa CT SCAN Kesan tampak oedema cerebri
2. Pemeriksaan laboratorium Hasil pemeriksaan tanggal 08 januari 2012
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKANRUTINHemoglobinHematokritLeukositTrombositEritrositSEKRESIKIMIA URINBerat jenisPhLeukositNitritProteinGlukosaKetonUrobilinogenBilirubinEritrosit
6,91920,51382,18
1.0055.0NegatifNegatifNegatifNormalNegatifNormalNegatif50
g/dl%Ribu/µlRibu/µlJuta /µl
/µl
mg/dlmg/dlmg/dlmg/dlmg/dl/µl
13,5-17,533-454,5-11,0150-4504.50-5.90
1.015-1.0254.5-8.0NegativeNegativeNegativeNormalNegativeNormalNegativeNegative
KIMIA KLINIKANALISA GAS DARAHPHBEPCO 2PO 2HematokritHCO3TOTAL CO2O2 saturasi
7.377-4.535.1357.32020.719.599.3
mmol/LmmHgmmHg%mmol/Lmmol/L%
7.350-7.450-2-+327.0-41.083.0-108.037-5021.0-28.019.0-24.094.0-98.0
3. Program therapy Tanggal 08 januari 2012
Infus Nacl 20 tpm Ranitidin 1amp/ 12jam Benocetam 3gr/ 12jam Manitol 100cc/ 8jam Bisolvon 1amp/ 12jam Ceftriaxon 2gr/ 24jam Vancomycin 500mg/ 6jam Po : noperten 10mg 1x1 Biscar 1x1 KSR 2x1 Syring pump : actrapid solei + 50cc Ns~GDS
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru3. G3 perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edema cerebral4. Resiko tinggi infeksi saluran pernafasan b/d terpasangnya selang ET
IV. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Dx Tujuan & KH Intervensi Rasional
1.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan bersihan jalan nafas efektif,
Kaji fungsi respiratori antara lain suara, jumlah, irama, dan kedalaman nafas
1) Adanya perubahan sistem respiratori menandakan kondisi penyakit yang masih dalam kondisi penanganan penuh.
dengan KH: RR : 16-24 x/mnt Produksi
sputumberkurang Kaji kemampuan klien
untuk mengeluarkan secret.
Lakukan suction.
Berikan bantuan nafas ventilator dengan mengunakan mode SIMV
Berikan bisolvon 1amp/12 jam.
2) Ketidakmampuan mengeluarkan secret menjadikan timbulnya penumpukan berlebihan pada saluran pernafasan.
3) Membantu untuk mengeluarkan sputum agar tidak terjadi penumpukan berlebih sehingga dapat menyumbat jalan nafas.
4) Berfungsi meningkatkan kadar tekanan parsial O2 dan saturasi O2 dalam darah.
5) Untuk mengencerkan dahak
2.Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan pola nafas efektif dengan KH :
RR : 16-24 x/mntSesak nafasberkurang
Pernafasan cuping hidung (-)
Retraksi intercosta (-)
1. Monitor TTV
2. Catat adanya pucat dan sianosis
3. Lakukan suction.
4. Berikan O2 dengan menggunakan ventilator SIMV
5. Berikan bisolvon 1amp/ 12jam
1) Mengetahui peningkatan respiratori.
2) Pucat dan sianosis menandakan terjadinya hipoksia.
3) Untuk menjaga kepatenan jalan nafas
4) Meningkatkan kadar tekanan parsial O2 dan saturasi O2 dalam darah.
5) Untuk mengencerkan dahak
33.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan gangguan perfusi serebral dapat diatasi dengan KH :
Peningkatan kesadaranTakikardi (-)TD : 120/80- 130/80
mmHg,N : 60-100 x/mnt, RR : 16-24 x/mnt,S : 36,5-37,5°C
1. Monitor TTV
2. Kaji tingkat kesadaran
3. Monitor balance cairan
4. Berikan terapi : injeksi Benocetam 3gr/ 12jam, manitol 100cc/ 8jam
1) Mengetahui adanya takikardi
2) Mengetahui peningkatan kesadaran dengan penilaian GCS
3) Mengetahui input dan output pasien secara maksimal
4) Untuk menstaibilkan metabolism otak.
4 Setelah dilakukan 1. Evaluasi warna, jumlah, 1) Indikator untuk menilai
4. tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan resiko tinggi infeksi pernafasan dapat teratasi dengan KH:
Suhu tubuh normal (36,5 – 37 C),
Tidak bengkak
konsistensi dan bau sputum setiap kali pengisapan.
2. Pertahankan teknik aseptic pada saat melakukan penghisapan atau suction.
3. Lakukan pembersihan mulut, hidung dan rongga faring setiap shift.
4. Monitor tanda – tanda vital yang menunjukkan adanya infeksi.
5. Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
6. Berikan antibiotik sesuai dengan program dokter.
adanya infeksi saluran napas.
2) Mencegah infeksi nosokomial
3) Lingkungan mulut, hidung dan faring yang kotor merupakan media pertumbuhan kuman.
4) Deteksi dini terjadinya infeksi.
5) Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.
6) Antibiotik bersifat baktericida.
V. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Hari pertamaNo Dx Hari/tgl/jam Implementasi Evaluasi Ttd
1 Senin9-01-12
Kaji fungsi respiratori antara lain suara, jumlah, irama, dan kedalaman nafas.
Kaji kemampuan klien untuk mengeluarkan secret.
Lakukan suction.
Berikan bantuan nafas ventilator dengan menggunakan mode SIMV
Berikan bisolvon 1amp/12 jam
S : -O :
Kesadaran : sopor coma, GCS : E1VxM1 Batuk (+) dan terdapat
penumpukan secret pada jalan nafas, secret berwarna hijau
Auskultasi paru : ronki +/+ RR : 28 x/mnt
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi Lakukan suction Pertahankan pemberian
bantuan nafas ventilator dengan menggunakan mode SIMV
Berikan bisolvon 1 amp/ 12 jam
2 Senin9-01-12
Monitor TTV
Catat adanya pucat dan sianosis
Lakukan suction.
Berikan bantuan nafas ventilator dengan menggunakan mode SIMV
S : -O :
Nafas cuping hidung (-), pernafasan lambat, reguler
RR : 28 x/mnt Retraksi intercosta (+) Ekspansi dada cukup
maksimalA : Masalah teratasi sebagianP : Lanjutkan intevensi
Monitor TTV Lakukan suction Pertahankan dengan
pemberian ventilator dengan mode SIMV
3. Senin9-01-12
Monitor TTV S : -O :
Kesadaran coma
Kaji tingkat kesadaran
Monitor balance cairan
Berikan terapi : injeksi Benocetam 3gr/ 12jam, manitol 100cc/ 8jam
TD : 130/100 mmHg RR : 28 x/mnt N : 108 x/mnt S : 37°C Pupil anisokor Ø
3mm/ 4mmA : Masalah belum teratasiP : Lanjutkan intervensi
Monitor TTV Kaji tingkat kesadaran
(GCS) Monitor balance cairan Berikan terapi : injeksi
Benocetam 3gr/ 12jam, manitol 100cc/ 8jam
4. Senin9-01-12
Evaluasi warna, jumlah, konsistensi dan bau sputum setiap kali pengisapan.
Pertahankan teknik aseptic pada saat melakukan penghisapan atau suction.
Lakukan pembersihan mulut, hidung dan rongga faring setiap shift.
Monitor tanda – tanda vital yang menunjukkan adanya infeksi.
Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
Berikan antibiotik sesuai dengan program dokter.
S:- O:
- Mulut klien tampak kotor bekas secret yang keluarA: Masalah belum teratasiP: Lanjutkan intervesi
- Pertahankan teknik aseptic pada saat melakukan suction- Lakukan pembersihan mulut, hidung dan rongga faring setiap shift.- berikan antibiotic sesuai terapi
Hari Kedua
No Dx
Hari/tgl/jam Implementasi Evaluasi Ttd
11
Selasa10-01-12
Kaji fungsi respiratori antara lain suara, jumlah, irama, dan kedalaman nafas.
Kaji kemampuan klien untuk mengeluarkan secret.
Lakukan suction.
Berikan bantuan nafas ventilator dengan menggunakan mode SIMV
Berikan bisolvon 1amp/12 jam
S : -O :
Kesadaran : soporocoma, GCS : E1VxM1
- Batuk (+) dan terdapat penumpukan secret pada jalan nafas, secret berwarna hijau
- Auskultasi paru : ronki +/+- RR : 26 x/mnt
A : Masalah belum teratasiP : lanjutkan intervensi
- Lakukan suction- Pertahankan terapi O2- Berikan bisolvon 1 amp/ 12
jamMonitor TTV
22.
Selasa10-01-12
Monitor TTV
Catat adanya pucat dan sianosis
Lakukan suction.
Berikan bantuan nafas ventilator dengan menggunakan mode SIMV
S : -O :
- Nafas cuping hidung(-), pernafasan lambat, reguler
- RR : 26 x/mnt- Retraksi intercosta (+)- Ekspansi dada cukup
maksimalA: Masalah teratasi sebagianP : Lanjutkan intevensi
Monitor TTV Lakukan suction
- Pertahankan dengan
pemberian ventilator dengan menggunakan mode SIMV
33.
Selasa10-01-12
Monitor TTV
Kaji tingkat kesadaran
Monitor balance cairan
Berikan terapi : injeksi Benocetam 3gr/ 12jam, manitol 100cc/ 8jam
S : -O :
Kesadaran coma TD : 128/90 mmHg RR : 26 x/mnt N : 108 x/mnt S : 36,5°C Pupil anisokor Ø 3mm/ 4mm
A : Masalah belum teratasiP : Lanjutkan intervensi
Monitor TTV- Kaji tingkat kesadaran (GCS)- Monitor balance cairan- Berikan terapi : injeksi
Benocetam 3gr/ 12jam, manitol 100cc/ 8jam
44.
Selasa10-01-12
Evaluasi warna, jumlah, konsistensi dan bau sputum setiap kali pengisapan.
Pertahankan teknik aseptic pada saat melakukan penghisapan atau suction.
Lakukan pembersihan mulut, hidung dan rongga faring setiap shift.
Monitor tanda – tanda vital yang menunjukkan adanya infeksi.
Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
Berikan antibiotik sesuai dengan program dokter.
S:- O:
Mulut klien tampak kotor bekas secret yang keluarA: Masalah belum teratasiP: Lanjutkan intervesi
-Pertahankan teknik aseptic pada saat melakukan suction-Lakukan pembersihan mulut, hidung dan rongga faring setiap shift.-Berikan antibiotic sesuai terapi
Hari ketiga
No Dx
Hari/tgl/jam Implementasi Evaluasi Ttd
11.
Rabu11-01-12
Kaji fungsi respiratori antara lain suara, jumlah, irama, dan kedalaman nafas.
Kaji kemampuan klien untuk mengeluarkan secret.
Lakukan suction.
Berikan bantuan nafas ventilator dengan menggunakan mode SIMV
Berikan bisolvon 1amp/12 jam
S : -O :
Kesadaran : sopor coma, GCS : E1VxM1 Batuk (+) dan terdapat
penumpukan secret pada jalan nafas, secret berwarna hijau
Auskultasi paru : ronki +/+ RR : 24 x/mnt
A :Masalah belum teratasiP : lanjutkan intervensi
Lakukan suction Pertahankan terapi O2 Berikan bisolvon 1 amp/ 12
jam Monitor TTV
22.
Rabu11-01-12
Monitor TTV
Catat adanya pucat dan sianosis
Lakukan suction.
S : -O :- Nafas cuping hidung (-), pernafasan lambat, reguler- RR : 24 x/mnt- Retraksi intercosta (+)- Ekspansi dada cukup
Berikan bantuan nafas ventilator dengan menggunakan mode SIMV
maksimalA : masalah teratasi sebagianP : lanjutkan intevensi
- Monitor TTV- Lakukan suction- Peratahankan penggunaan
ventilator dengan menggunakan modeSIMV
33.
Rabu11-01-12
Monitor TTV
Kaji tingkat kesadaran
Monitor balance cairan
Berikan terapi : injeksi Benocetam 3gr/ 12jam, manitol 100cc/ 8jam
S : -O :
- Kesadaran coma- TD : 129/96 mmHg- RR : 24 x/mnt- N : 108 x/mnt- S : 36,7°C- Pupil anisokor Ø 3mm/ 4mm
A : Masalah belum teratasiP : Lanjutkan intervensi
- Monitor TTV- Kaji tingkat kesadaran (GCS)- Monitor balance cairan- Berikan terapi : injeksi
Benocetam 3gr/ 12jam, manitol 100cc/ 8jam
4
4.
Rabu11-01-12
Evaluasi warna, jumlah, konsistensi dan bau sputum setiap kali pengisapan.
Pertahankan teknik aseptic pada saat melakukan penghisapan atau suction.
Lakukan pembersihan mulut, hidung dan rongga faring setiap shift.
Monitor tanda – tanda vital yang menunjukkan adanya infeksi.
Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan
S:- O:
- Mulut klien tampak kotor bekas secret yang keluarA: Masalah belum teratasiP:Lanjutkan intervesi
- Pertahankan teknik aseptic pada saat melakukan suction
- Lakukan pembersihan mulut, hidung dan rongga faring setiap shift.
-Berikan antibiotic sesuai terapi
lingkungan.
Berikan antibiotik sesuai dengan program dokter.
BAB IVPEMBAHASAN
Berdasarkan teori dan kasus yang ada didapatkan persamaan bahwa cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial. Seperti dijelaskan pada riwayat singkat pasien Tn. S mengalami kecelakaan sewaktu klien mengendarai sepeda motor dengan menggunakan helm standar kemudian bertabrakan dengan mobil dari arah berlawanan, mekanisme kejadiannya tidak ada yang tahu, kemudian klien pingsan (+),muntah (-), kejang (-), setelah kejadian sampai sekarang klien tidak pernah sadar, dan oleh penolong di bawa ke RSUD pandan Arang Boyolali di pasang infus dan jahit luka pada wajah serta diinjeksi obat-obatan,karena keterbatasan alat pasien dirujuk ke RSUD Dr. Moewardi.
Pada pasien cedera kepala penting di lakukan pengkajian pupil mata baik ukuran, diameter, isokor/anisokor, dan reflek pupil terhadap cahaya. Adanya stimulasi pada saraf simpatis mengkibatkan pupil menjadi midriasis, sedangkan stimulasi parasimpatis mengakibatkan pupil menjadi miosis. Pupil yang masih bereaksi terhadap cahaya menandakan bahwa mesensefalon dalam kondisi baik. Lesi pada mesensefalon
mengakibatkan dilatasi pupil yang tidak bereaksi terhadap cahaya. Pupil yang melebar sesisi (anisokor) dan tidak bereaksi terhadap cahaya menandakan terjadinya penekanan pada saraf kranial ke III. Bila kita temukan adanya midriasis pada satu sisi (anisokor).
Status neurologis lainnya adalah tingkat kesadaran baik kualitatif maupun kuantitas, dikaji sebagai acuan dalam penanganan pasien yang lebih intensif, karena pada faktor-faktor ini dapat menjadi petunjuk kerusakan yang terjadi (Vincent, 2005). Pemeriksaan penunjang baik laboratorium, foto X-Ray kepala dan anggota tubuh penting dilakukan karena untuk mengetahui sejauh mana fungsi-fungsi organ tubuh mengalami gangguan, dan yang penting untuk mendiagnosa kerusakan pada cedera kepala berat yang harus dilakukan adalah pemeriksaan CT-Scan,dimana CT scan secara dramatis merubah klasifikasi cidera kepala dan penatalaksanaannya. Penderita cidera kepala yang mengalami perburukan yang tepat, baik neurologis maupun hemodinamik dapat saja dioperasi. Pemeriksaan CT scan yang berturut-turut (serial) sangatlah penting, karena penderita cidera kepala sering mengalami perubahan-perubahan morfologis dalam waktu beberapa jam, hari atau minggu. Secara morfologis cidera kepala dapat dibagi atas fraktur kranum dan lesi intra kranial.
Pada pemeriksaan neurologis, reflek tendon dalam -/-, tonus otot ekstremitas superior dan inferior : -/-, kekuatan otot ekstremitas superior dan ekstremitas inferior sulit dievaluasi, tonus otot menurun/menurun, pupil isokor, diameter pupil 4 mm/4 mm, reflek pupil terhadap cahaya ↓↓/↓↓, nilai GCS : E1VxM1, tingkat kesadaran koma. Kemampuan komunikasi, dan persepsi-sensori tidak dapat dilakukan pengkajian .
Pemeriksaan sistem pernafasan perlu dilakukan untuk mengkaji organ dan struktur sistem respirasi serta fungsi sistem secara keseluruhan. Secara umum pengkajian diarahkan pada tanda dan gejala gangguan respirasi seperti Dispneu (kesulitan bernafas), batuk, produksi sputum, nyeri dada, adanya Wheezing dan/arau Ronkhi , Hemaptoe, dan Sianosis. Perawat yang mengkaji bagian ini harus mengkaitkan dengan pemeriksaan jantung dan pembuluh darah karena sangat ada keterkaitan keduanya. Adanya manifestasi klinis diatas menunjukkan bahwa ada perubahan pada struktur dan fungsi sistem respirasi (Barkaukass, et.al, 1994). Pada Tn.S kesulitan dalam bernafas secara subjektif tidak dapat dikaji karena pasien koma. Tetapi dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan respirasi rate : 30 x/menit, terpasang ET, terpasang ventilator dengan mode SIMV, produk sputum banyak dan kental, mulut tampak kotor bisa dianalisa bahwa Tn. S. mengalami masalah bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. obstruksi jalan nafas oleh sekret.
Pada kasus ini ada tanda dan gejala yang berkaitan dengan perubahan sistem kardiovaskuler yaitu peningkatan tekanan darah. Kondisi ini merupakan kompensasi dari tubuh untuk memenuhi suplai darah ke jaringan dan organ. Pada pemeriksaan fisik jantung tidak ada pembesaran jantung, suara jantung S1 dan S2 reguler, gallop (-), mur-mur (-), perkusi pekak. Tekanan darah 135/112 mmHg, nadi : 110 x/menit regular, Suhu : 37,7 oC, Capillary Refill 3 detik.
Kemudian Intervensi yang telah dilakukan pada masalah bersihan jalan nafas adalah mempertahankan ET, menggunakan alat bantu pernafasan ventilator dengan mode SIMV, suction, serta mengobservasi kecepatan, kedalaman dan suara nafas pasien. Sedangkan pada gangguan perfusi jaringan serebral adalah memposisikan kepala ditinggikan dengan posisi netral/elevasi 30o (hanya tempat tidurnya saja yang ditinggikan ). Hal ini dapat menurunkan tekanan arteri dan meningkatkan drainase serta meningkatkan
sirkulasi / perfusi cerebral. Selain itu untuk mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Intervensi ini merupakan terapi keperawatan berdasarkan teori keperawatan Florence Nightingale (Modern Nursing), karena dalam teori ini bertujuan memberikan kondisi alamiah yang baik bagi pasien sehingga dapat mengatasi masalah. Dalam terapi tersebut kita kembali pada hukum gravitasi bumi dimana cairan akan mengalir dari daerah yang tinggi ke rendah sehingga tidak terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan kebutuhan akan oksigen pasien terpenuhi.
Memonitor status neurology pada pasien cidera kepala (seperti tingkat kesadaran, reflek patologis dan fisiologis, pupil) dilakukan untuk mengetahui kecenderungan penurunan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas dan kemajuan/resolusi kerusakan SSP. (Smletzer & Bare, 2005).
BAB VPENUTUP
A. KESIMPULANCidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan
garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Pada Tn. S, cidera kepala yang dialami terjadi karena kecelakaan lalu lintas. Trauma yang dialami mengakibatkan cidera otak hingga mengalami penurunan kesadaran sampai koma. Karena koma refleks pernafasannnya mengalami gangguan dan harus dibantu dengan ventilator yang berakibat produksi sekret berlebihan, maka bersihan jalan nafas Tn. S. Tidak efektif. Selain itu Tn. S juga terjadi gangguan pada perfusi jaringan serebral dibuktikan dengan adanya kelemahan pada ekstremitas. Masalah keperawatan lainnya yaitu G3 perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edema cerebral dan
Resiko tinggi infeksi saluran pernafasan b/d terpasangnya selang ET
B. SARANa) Perawat
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Cidera Kepala perawat harus dapat membina hubungan saling percaya dengan keluarga dan melibatkan keluarga dalam perawatan pasien. Melalui keikutsertaan keluarga ini diharapkan perawatan pasien dapat lebih optimal.
b) Klien dan KeluargaKeikutsertaan keluarga dalam perawatan pasien akan bermanfaat bukan hanya untuk
pasien, tetapi juga keluarga dan perawat. Keluarga dapat berdiskusi dengan perawat dan ikut serta untuk bekerja sama melakukan perawatan. Dengan cara tersebut maka keluarga akan mendapat informasi mengenai penyakit dan kondisi pasien terutama untuk keluarga yang kurang mengerti kondisi klien.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marylinn E. 2002. Nursing care plan: guidelines for Planning and documenting patient care. 3rd ed. Philadelphia : FA
Morton, P.G. 2005. Critical care nursing : a holistic approach. 8thedition. Philadelphia : Lippincott William & WilkinsMusliha (2010), Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep Dengan Pendekatan NANDA, Nic, Noc, Cetakan Pertama, jogjakarta, Nuha Medika, 2010
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar askep klien dengan gangguan sistem persyarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC ,2002Price, Sylvia A. 2000. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, buku 2, edisi 4.Jakarta: EGC.Smeltzer & Bare. 2000. Brunner & Suddarth textbook of medical surgicalNursing.(8th ed.).Philadelphia:
Lippincott-Raven.