chorioamnionitis dan penatalaksanaanya

Upload: joviantoreynoldandikahidayat

Post on 07-Jan-2016

16 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

chorioamnionitis

TRANSCRIPT

Chorioamnionitis dan PenatalaksanaanyaJovianto Reynold Andika Hidayat10.2012.313Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510Email: [email protected]

PendahuluanKorioamnionitis adalah peradangan ketuban, biasanya berkaitan dengan pecah ketuban lama dan persalinan lama. Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimana korion, amnion, dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri.1Korioamnionitis adalah komplikasi umum dari kehamilan yang sangat berhubungan dengan maternal, perinatal, dan pengaruh buruk anak kedepannya. Pengaruh buruk pada maternal meliputi; infeksi postpartum dan sepsis. Sedangkan pengaruh buruk pada neonatal meliputi; stillbirth, premature, neonatal sepsis, penyakit paru kronik dan brain injury. Penelitian dalam dua dekade terakhir telah menambah pengertian tentang hubungan antara infeksi intramnion dan kelahiran prematur.1

SkenarioWanita 27 tahun, hamil 30 minggu, datang ke UGD dengan keluhan keluar cairan dari vagina sejak 2 hari yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapati tekanan darah 120/70 mmHg, denyut nadi 115x/menit, temperatur 38,5oC, pada palpasi abdomen terdapat nyeri di fundus. Pada pemeriksaan denyut jantung janin didapati fetal takikardia 170-175x/menit.

Anamnesis Anamnesis dilakukan pada pasien sendiri. Tetapi jika keadaan pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan anamnesis, dapat dilakukan allo-anamnesis pada orang terdekat yang mengetahui dengan pasti riwayat dan keadaan pasien misalnya suaminya sendiri. Pada anamnesis perlu ditanyakan: Identitas Pasien Berupa nama, umur, jenis kelamin, alamat, tanggal pemeriksaan. Usia kehamilan juga perlu ditanyakan Tanyakan keluhan utama pasien Apa yang pasien rasakan sekarang ini serta deskripsikan secara lengkap keluhan utama tersebut. Riwayat penyakit sekarang juga perlu di tanyakan Riwayat penyakit sebelumnya serta riwayat kehamilan (kesehatan ibu saat kehamilan, pernah sakit atau tidak, minum obat-obatan, atau tetanus toxoid) juga perlu ditanyakan. Penting ditanyakan riwayat kebersihan atau penyakit pada saluran genital bawah. Riwayat imunisasi atau antenatal care yang telah ibu jalani Riwayat makanan/asupan gizi Riwayat penyakit yang pernah diderita Riwayat penyakit keluarga Corak reproduksi ibu biasanya ditanyakan: Graviditas (G) adalah jumlah total kehamilan, termasuk kehamilan intrauterin normal dan abnormal, abortus, kehamilan ektopik, kehamilan multipel dihitung sebagai satu kali kehamilan. Paritas (P) adalah kelahiran satu atau lebih bayi dengan berat >500 gram, hidup atau mati. Jika berat bayi tidak diketahui, gunakan usia kehamilan >24 minggu. Kehamilan multipel sekali lagi dihitung sebagai satu kali kehamilan. Nullipara adalah wanita yang belum pernah melahirkan keturunan dengan berat >500 gram atau kehamilan 15.000/mm3 atau ditemukannya left to the shift (> 9%) cukup mendukung diagnosis chorioamnionitis. Leukositosis hanya terjadi pada 70-80% chorioamnionitis. Tes darah lain. Dapat ditemukan peningkatan parameter laboratorium lain, seperti C-reactive protein (CRP), lipopolisakarida binding protein (LBP), soluble intercellular adhesion molecule 1 (sICAM1), interleukin 6. Tes cairan amnion. Pemeriksaan cairan amnion dilakukan dengan metode amnionsintesis. Kultur dari cairan amnion merupakan gold standart dari diagnosis chorioamnionitis. Tetapi metode ini jarang digunakan karena bersifat invasive terhadap pasien. Umumnya digunakan ultrasonografi untuk melihat adanya penurunan cairan amnion dan juga dapat digunakan untuk menentukan usia gestasi.

Diagnosis Banding 1. Infeksi Traktus Urinarius pada KehamilanKehamilan menyebabkan banyak perubahan pada tubuh wanita. Perubahan hormonal dan mekanik meningkatkan resiko stasisnya saluran kemih dan refluks vesikoureteral. Perubahan ini (ditambah saluran uretra yang pendek pada wanita serta kesulitan membersihkan genital eksterna karena dinding abdomen yang membesar) menyebabkan resiko infeksi traktus urinarius meningkat pada wanita hamil.10Diagnosis UTI (Urinary Tract Infection) dapat ditegakkan bila ditemukan minimal 100.000 kuman setiap mililiter urine pada pasien asimtomatis atau lebih dari 100 kuman/mL ditambah pyuria (> 7 WBCs/mL) pada pasien yang bergejala.10Pada umumnya, wanita hamil juga mengalami penurunan sistem imun tubuh. Jadi hal ini juga dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius baik yang bergejala maupun yang tidak pada wanita hamil yang keadaan umumnya cukup baik.10Gejala infeksi traktus urinarius tergantung bagian traktus mana yang terkena infeksi. Dysuria merupakan gejala yang paling sering terjadi. Gejala lain dapat terjadi seperti urgency, frequency, nyeri suprapubik dan hematuria juga bisa terjadi.10 Terapi dapat berupa perubahan pola hidup dan penggunaan antibiotik seperti ampisilin atau cephalexin.10

2. Sepsis pada JaninSepsis pada janin biasanya jarang berdiri sendiri. Sering bersamaan dengan sepsis juga pada maternal. Bisa merupakan komplikasi dari korioamnionitis. Penyebaran infeksi dapat terjadi secara hematogen dari maternal melalui plasenta. Penanganan dilakukan dengan pemberian antibiotik serta menjaga fungsi-fungsi vital lainnya.10

3. Vaginosis BakterialisVaginosis bakterialis adalah sebuah kondisi ketika flora normal vagina predominan laktobacillus yang menghasilkan hidrogen peroksida digantikan oleh bakteri anaerob Gardnella vaginalis, spesies Mobiluncus dan Mycoplasma hominis.10 Gambaran diagnostik klinik yang dideskripsikan antara lain:10 pH vagina lebih dari 4,5 Bau amin bila sekresi vagina dicampur dengan kalium hidroksida Sel epitel vagina terlapis tebal oleh basil clue cell Vaginosis bakterialis dapat juga didiagnosis dengan pewarnaan gram pada sekret vagina. Secara tipikal, pewarnaan gram sekret vagina pada wanita dengan vaginosis bakterialis memperlihatkan sedikit sel darah putih bersama dengan flora campuran bila dibanding dengan predominasi laktobasilus normal.10Vaginosis bakterialis telah lama dikaitkan dengan kelahiran preterm spontan, ketuban pecah dini, infeksi korion dan amnion serta infeksi cairan amnion. Vaginosis bakterialis dapat mencetuskan kelahiran preterm dengan suatu mekanisme yang serupa dengan jalur jaringan sitokin yang diusulkan untuk bakteri cairan amnion. Vaginosis bakterialis yang terdiagnosis sebelum minggu 24 tidak berikatan dengan pecah ketuban sebelum usia gestasi 37 minggu dengan berat badan lahir rendah. Karena diagnosisnya yang tidak tepat, sulit untuk tingkatan skor pewarnaan gram dengan hasil akhir kehamilan yang buruk dan secara spesifik dengan kelahiran preterm spontan atau pecah ketuban. Peningkatan kelahiran preterm spontan yang signifikan jika pH vagina lebih dari 5,0 dibanding dengan 4,7 atau kurang dan skor pewarnaan gram adalah 9 atau 10 dibanding dengan 7 atau 8 atau kurang.10

Komplikasi Korioamnionitis berperan sebagai penyebab penting terjadinya palsi serebral. Sejumlah penelitian memperlihatkan hubungan yang bermakna antara korioamnionitis dengan palsi serebral pada bayi prematur. Korioamnionitis dapat menyebabkan fetal inflammatory response, dan inflamasi ini dapat menyebabkan cedera otak pada neonatus yang dapat mengakibatkan terjadinya palsi serebral.7Korioamnionitis dapat menyebabkan bakteremia pada ibu, menyebabkan kelahiran prematur dan infeksi yang serius pada bayi. Komplikasi lain bisa berupa endometritis, septikemia, syok septik, gagal ginjal, perdarahan adrenal, emboli paru septik, koagulasi intravaskular diseminata, serta kematian ibu dan perinatal.2,7Aspirasi cairan yang terinfeksi oleh fetus dapat menyebabkan pneumonia kongenital. Otitis, konjungtivitis, dan omphalitis juga dapat terjadi akibat penyebaran mikroorganisme dari cairan amnion yang terinfeksi. Penyebaran infeksi dari daerah yang tersebut di atas juga dapat menyebabkan terjadinya fetal bakteremia dan sepsis.7Sebagian besar pneumonia neonatorum dini atau sepsis neonatorum berasal dari intrauterin, terutama pada ibu dengan malnutrisi. Sepsis neonatorum dini menunjukkan tanda-tanda apnea, malas minum dan apatis.5Neonatus berberat badan lahir rendah sangat rentan terhadap cedera neurologis akibat korioamnionitis. Infeksi intra-amnion pada neonatus prematur dikaitkan dengan peningkatan angka cerebral palsy pada usia 3 tahun.6

Penanganan KorioamnionitisTegakkan diagnosis dini korioamnionitis. Hal ini berhubungan dengan prognosis, segera janin dilahirkan. Perlu dinilai kondisi kehamilan atau persalinan, bila kehamilan prematur, keadaan ini akan memperburuk prognosis janin. Bila janin telah meninggal upayakan persalinan per vaginam, tindakan perabdominam (seksio sesarea) cenderung terjadi sepsis. Lakukan induksi persalinan bila belum in partu atau akselerasi persalinan bila sudah in partu.4Pemberian antibiotika sesegera mungkin. Dipilih yang berspektrum luas yaitu kombinasi ampisilin 3 x 1000 mg, gentamisin 5 mg/kgBB/hari, dan metronidazol 3 x 500 mg. Berikan uterotonika supaya kontraksi uterus baik pasca persalinan. Hal ini akan mencegah/menghambat invasi mikroorganisme melalui sinus-sinus pembuluh darah pada dinding uterus. Perlu dilakukan kerjasama dengan dokter anak untuk penanggulangan janin/neonatus.4,6

Pencegahan Managemen yang tepat pada PPROM dapat mengurangi 70% risiko chorioamnionitis. Pemberian antibiotik profilaksis seperti ampisilin atau eritromisin dapat memberikan manfaat yang cukup baik. Pemberian amoksisilin/clauvulanat harus dihindari karena dapat menyebabkan peningkatan risiko necrotizing enterocolitis.4Prognosis Prognosis dari korioamnionitis tergantung dari organisme penyebab infeksi, jalannya infeksi, waktu diagnosis, terapi yang diberikan, dan usia kehamilan pada saat terkenanya infeksi tersebut.6Prematuritas dan birth defects adalah kofaktor yang harus dipertimbangkan juga pada saat menentukan prognosis neonatus yang mengalami chorioamnionitis.4Efek korioamnionitis mungkin tidak terlihat pada masa neonatus oleh karena itu perlu follow up lebih lanjut untuk menentukan kelainan yang mungkin akan muncul. Sebagai tambahan pada kemungkinan defek neurologis jangka panjang, korioamnionitis juga dapat meningkatkan resiko terjadinya asma pada neonatus tersebut jika sudah mencapai usia anak-anak.4

Kesimpulan Korioamnionitis adalah infeksi yang paling umum pada kehamilan, sering terjadi karena prolonged membran ruptured atau persalinan. Dapat didiagnosis secara klinis melalui demam pada ibu, secara mikrobiologik melalui analisa cairan amnion; secara histopatologik melalui pemeriksaan jaringan pasien pada umbilical cord. Tindakan preventif yang paling penting adalah pemberian profilaksis antibiotik, terutama pada kasus PPROM.

Daftar Pustaka1. Tita AT, Andrews WW. Diagnosis and management of clinical chorioamnionitis. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2010.h.339-54. 2. Taber B. Kedaruratan obstetri dan ginekologi. Jakarta: EGC; 2007.h.132-4.3. Mochtar R. Sinopsis obstetri. Ed 3. Jakarta: EGC; 2011.h.175, 177.4. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka; 2013.h.677-81.5. Prawirohardjo S. Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka; 2009.h.218-23, 257-8.6. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetri williams. Ed 23. Jakarta: EGC; 2012.h. 410, 432, 607, 862.7. Keeling JW, Khong TY. Fetal and neonatal pathology. Ed 4. London: Springer; 2009.h.90-6.8. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Dasar patologis penyakit. Ed 7. Jakarta: EGC; 2009.h.492.9. Hanretty KP. Obstetrics illustrates. Ed 6. Philadephia: Churchill Livingstone; 2004.h.6-14. 10. Beckmann CRB, Ling FW, Barzansky BM, Herbert WNP, Laube DW, Smith RP. Obstetrics and gynecology. Ed 6. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2010.h.213-7.