chf ec dad

77
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah kondisi dimana terjadi ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Penyebab CHF secara pasti belum diketahui, meskipun demikian secara umum dikenal berbagai faktor yang berperan penting terhadap timbulnya gagal jantung. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang mendahului dan menyertai gagal jantung. ,5,6 Berdasarkan penelitian epidemiologis prospektif, misalnya penelitian Framingham memberikan gambaran yang jelas tentang gagal jantung. Pada studinya disebutkan bahwa kejadian gagal jantung per tahun pada orang berusia lebih dari 45 tahun adalah 7,2 kasus setiap 1000 orang laki-laki dan 4,7 kasus setiap 1000 orang perempuan, dan ditemukan mortalitas pada gagal jantung selama lima tahun sebesar 62% pada laki-laki dan 42% pada perempuan. 5,6 Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa sekitar 1-2%. Diperkirakan setidaknya ada 550.000 kasus gagal jantung baru terdiagnosis setiap tahunnya.

Upload: grace-noviyanthi-sinambela

Post on 03-Oct-2015

248 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

LAPORAN KASUS

TRANSCRIPT

BAB 1PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangGagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah kondisi dimana terjadi ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Penyebab CHF secara pasti belum diketahui, meskipun demikian secara umum dikenal berbagai faktor yang berperan penting terhadap timbulnya gagal jantung. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang mendahului dan menyertai gagal jantung. ,5,6Berdasarkan penelitian epidemiologis prospektif, misalnya penelitian Framingham memberikan gambaran yang jelas tentang gagal jantung. Pada studinya disebutkan bahwa kejadian gagal jantung per tahun pada orang berusia lebih dari 45 tahun adalah 7,2 kasus setiap 1000 orang laki-laki dan 4,7 kasus setiap 1000 orang perempuan, dan ditemukan mortalitas pada gagal jantung selama lima tahun sebesar 62% pada laki-laki dan 42% pada perempuan.5,6Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa sekitar 1-2%. Diperkirakan setidaknya ada 550.000 kasus gagal jantung baru terdiagnosis setiap tahunnya. Prevalensi gagal jantung meningkat seiring dengan usia.7Sedangkan di Indonesia dari hasil Survei Konsumsi Rumah Tangga (SKRT) departemen Republik Indonesia menunjukkan bahwa proporsi penyakit kardiovaskuler meningkat dari tahun ke tahun sebagai akibat kematian yakni 16,6% tahun 1992, 19,0% tahun 1995, dan 26,0% tahun 2001.7Penyakit kardiovaskuler khususnya gagal jantung merupakan penyebab utama morbiditas (hospitalisasi), disabilitas, dan kematian pada lansia. 4 (Andy K). penelitian yang dilakukan oleh Firmansyah (2009) menyebutkan bahwa penyakit gagal jantung meningkat sesuai dengan usia, berkisar kurang dari 1% pada usia kurang dari 50 tahun hingga 5 % pada usia 50-70 tahun dan 10% pada usia lebih dari 70 tahun keatas. Penyakit gagal jantung akan berdampak sangat buruk bila penyebab yang mendasarinya tidak ditangani dengan segera. Hampir 50 % penderita gagal jantung meninggal dalam waktu 4 tahun dan 50 % penderita pada stadium akhir meninggal dalam waktu 1 tahun.2Faktor-faktor presipitasi yang sering memicu terjadinya gangguan fungsi jantung adalah infeksi, kerja fisik, cairan, lingkungan, emosi yang berlebihan, infark miokard, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, hipertensi, dan miokarditis. Sedangkan pada usia muda, gagal jantung lebih sering diakibatkan oleh kardiomiopati dilatasi, aritmia, penyakit jantung kongenital, penyakit jantung katup, dan miokarditis.1

1.2. Tujuan Penulisan1. Memahami tentang penyakit gagal jantung kongestif.1. Memahami tentang penyakit jantung koroner.1. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.1. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian SMF Kardiologi dan kedokteran vaskuler RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.3 Manfaat PenulisanLaporan kasus ini diharapkan dapat memberi manfaat khususnya kepada penulis dan pembaca, yang terlibat dalam bidang medis serta masyarakat pada umumnya untuk mengetahui lebih dalam mengenai gagal jantung kongestif, dan penyakit jantung koroner.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1. Sesak Napas (Dispnoe)Sesak adalah sensasi tidak nyaman saat bernapas.1 Rasa sesak dapat muncul akibat perubahan yang terjadi pada tekanan parsial karbon dioksida dan oksigen, peningkatan jumlah kerja yang perlu dilakukan otot-otot pernapasan untuk ventilasi, dan psikologis seseorang.2Ventilasi berhubungan dengan kebutuhan konsumsi oksigen untuk metabolisme dan eliminasi karbon dioksida yang diperlukan untuk melakukan aktivitas tertentu. Kemoreseptor pada karotid dan trunkus aorta memberikan respon terhadap tekanan parsial oksigen, tekanan parsial karbon dioksida, dan pH darah dan cairan serebrospinal. Reseptor-reseptor ini teraktivasi saat terdapat perubahan tekanan parsial dan pH, dan memfasilitasi terjadinya perubahan kecepatan ventilasi. Kecepatan pernapasan dan pola pernapasan juga dipengaruhi sinyal-sinyal dari reseptor neural di parenkim paru, saluran napas, otot-otot pernapasan, dan dinding dada.3Penyebab sesak dapat mulai diperkirakan dengan meninjau waktu munculnya rasa sesak dan hubungan rasa sesak dengan perubahan posisi. Penyebab kardiak sesak antara lain gagal jantung kongestif, penyakit arteri koronaria, infark miokard, kardiomiopati, dan disfungsi katup.2,3 Penyakit jantung dapat menyebabkan rasa sesak karena peningkatan tekanan kapiler paru. Umumnya, rasa sesak diawali dengan sesak saat melakukan aktivitas fisik, kemudian berlanjut menjadi orthopnea, dan dapat menyebabkan paroxysmal nocturnal dyspnea dan sesak saat istirahat.1Sesak yang merupakan gejala penyakit sistem respirasi meliputi proses obstruktif dan restriktif. Penyebab obstruktif paling umum adalah asma bronkiale dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Penyakit paru restriktif meliputi penyebab ekstrapulmoner seperti obesitas, deformitas dinding dada atau tulang belakang, dan kelainan paru intrinsik seperti fibrosis.1

Tabel 2.1. Diagnosis Banding Sesak Napas

Sumber: www.consultant360.com

2.2. Nyeri Dada (Angina) Nyeri dada merupakan keluhan yang sering didapatkan di suatu IGD. Diagnosis banding nyeri dada terdiri atas kelainan yang mengenai organ toraks dan abdomen.1 Harus dilakukan pemeriksaan yang benar untuk mendapatkan diagnosis yang tepat karena beberapa kelainan dapat mengancam nyawa seperti penyakit jantung iskemia, diseksi aorta, tension pneumotoraks, atau emboli paru. Kondisi yang dapat menyebabkan nyeri dada antara lain:Tabel 2.2. Diferensial diagnosis nyeri dada1

2.3. Penyakit Jantung Koroner

2.3.1. DefenisiPenyakit jantung koroner adalah penyakit jantung dan pembuluh darah yang disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Penyempitan pembuluh darah terjadi karena proses aterosklerosis atau spasme atau kombinasi keduanya. Apabila pembuluh darah menjadi tersumbat, suplai darah ke otot jantung menjadi berkurang sehingga dapat menyebabkan gejala seperti nyeri dada.1 Penyakit jantung koroner adalah merupakan keadaan dimana telah terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan miokardium terhadap oksigen dengan penyediaan yang diberikan oleh pembuluh darah koroner.2

2.3.2. AnatomiOtot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner utama, yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri yang merupakan percabangan langsung dari aorta. Arteri koroner kiri bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri sirkumfleks kiri. Arteri desendens anterior kiri berjalan pada sulkus interventrikuler sampai ke apeks jantung, ia memperdarahi kedua ventrikel dan septum interventrikuler. Arteri sirkumfleks kiri berjalan pada sulkus arterio-ventrikuler dan mengelilingi permukaan posterior jantung, ia memperdarahi atrium kiri dan bagian inferior dari ventrikel kiri. Arteri koroner kanan berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah. Ia memperdarahi SA node, atrium kanan, ventrikel kanan dan septum interventrikuler.3

Gambar 1. Anatomi Arteri Koroner Jantung

2.3.3. Faktor Risiko AterosklerosisFaktor risiko aterosklerosis dapat dibedakan menjadi faktor risiko mayor dan minor.Tabel 2.3. Faktor-faktor risiko aterosklerosis4

2.3.4. Patogenesis Plak AterosklerosisPada keadaan normal, aliran laminar membolehkan sel endotel mengekspresikan NO yaitu vasodilator endogen yang berperan dalam menghambat agregasi platelet dan sebagai anti-inflamasi. Ia juga berperan dalam menekankan produksi antioxidant enzyme superoxide dismutase, yang memproteksi dari reactive oxygen species yang diproduksi karena iritan kimia atau iskemia transien. Apabila terdapat stress fisikal dan lingkungan kimia toksik seperti merokok, dislipidemia dan diabetes, ia dapat mengganggu aliran arterial yang menyebabkan disfungsi endotel. Dimana sel endotel akan meningkatkan produksi reactive oxygen species yang mempengaruhi fungsi metabolik dan sintesis dari sel endotel, sehingga sel tersebut berperan dalam proses proinflamsi. Ini menyebabkan (1) rusaknya person endotel sebagai permeability barrier, (2) melepaskan sitokin inflamasi, (3) meningkatkan produksi molekul adhesi yang merekrut leukosit, (4) mengganggu pelepasan substansi vasoaktif (prostasiklin, NO), dan (5) mengganggu antitrombus.2Disfungsi endothelium menyebabkan endotel lebih permeabel sehingga low density lipoprotein(LDL) dapat masuk ke intima. Di dalam tunika intima, LDL ini berakumulasi di ruang subendotelial dengan berikatan dengan matiks ekstraselular yaitu proteoglikan. LDL tersebut akan dioksidasi oleh reactive oxygen species (ROS) dan pro enzyme yang dihasilkan oleh makrofag dan sel otot pembuluh darah sehingga membentuk mLDL (modified LDL). mLDL ini akan merangsang rekrutmen dari leukositt ke ruang sub intima (terutama monosit dan limfosit T) melalui dua cara yaitu (1) ekspresi LAM (leukocyte adhesion molecule) pada permukaan endotel non adhesi (2) sinyal kemoatraktan (MCP-1, IL-8).5Masukanya monosit ke dalam ruang sub intima, monosit berdiferensiasi menjadi makrofag dan memfagosit mLDL melalui reseptor scavenger (pada makrofag) dan membentuk sel busa (foam cell). Sel busa menghasilkan beberapa faktor yang dapat merekrut sel otot. Sebagai contoh sel busa menghasilkan platelet derived growth factor (PDGF) yang menyebabkan terjadinya migrasi sel otot dari internal elastic lamina ke ruang sub intima, tempat dimana sel otot bereplikasi. Sel busa juga melepaskan sitokin (IL-1, TNF-), dan faktor pertumbuhan (fibroblast growth factor, TGF-) yang akan menstimulasi sel otot berproliferasi dan menghasilkan protein matriks ekstraseluler (kolagen dan elastin) dan lebih lanjut mencetuskan pelepasan sitokin yang mendorong dan mempertahankan inflamasi pada lesi. Adanya sel otot yang menghasilkan kolagen akan membentuk fibrous cap. Pembentukan fibrous cap dan deposisi matriks ekstraseluer ini sebenarnya merupakan proses sintesis dan degradasi yang saling bergantian yaitu dimana (1) sintesis yaitu sel otot merangsang kolagen melalui TGF- dan PDGF, dan (2) degradasi yaitu lymphocyte-T derived cytokine IFN- menghambat sintesis kolagen dan lebih lanjut sitokin akan merangsang sel busa untuk menghasilkan MMP (matrix metalloproteinase) yang akan melemahkan fibrous cap sehingga mudah ruptur. Proses sintesis dan degradasi ini terus berlanjut tanpa menyebabkan gejala. Kematian dari sel otot dan sel busa baik karena stimulasi inflamsi yang berlebihan maupun karena apoptosis menyebabkan lemak dan debris seluler membentuk lipid core. Ukuran dari lipid core memiliki peranan biomekanikal untuk stabilnya plak. Selain itu, deposisi dan distribusi fibrous cap merupakan hal yang penting dalam intergritas plak, jika fibrous cap tebal maka plak tersebut akan jarang ruptur yang sering kita sebut plak stabil, tetapi apabila fibrous cap tipis ia akan cenderung ruptur dari plak.5

Gambar 2.2. Hubungan Aterosklerosis dan trombus2

2.5 PatofisiologiKejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi.Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide. Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel.6Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri.6Menurut American Heart Association, tipe plak diklasifikasikan dengan tampilan klinis dan histologi. Tipe I (lesi awal)Terdiri dari makrofag dan sel busa, berlaku pada dekade pertama dan asimptomatik Tipe II (fatty streak)Terdiri dari akumulasi lipid, berlaku pada dekade pertama, dan asimptomatik Tipe III (lesi intermediate)Sedikit berbeda dari tipe II. Terdiri dari kumpulan lipid ekstraseluler, berlaku pada dekade tiga dan asimptomatik Tipe IV (atheroma)Intinya terdiri dari lipid ekstraseluler dan berlaku pada dekade ketiga. Pada awalnya asimptomatik dan menjadi simptomatik. Tipe V (fibroatheroma)Berinti lipid dan terdapat lapisan fibrosis, atau beinti lipid multiple dan lapisan fibrosis atau terdiri dari kalsifikasi terutama atau fibrosis. Terdapat pertumbuhan otot polos dan kolagen. Biasanya berlaku pada dekade keempat dan bisa simptomatik atau asimptomatik Tipe VI (complicate lesion)Adanya defek permukaan,hematoma-hemorrhage, dan thrombus. Biasanya berlaku pada dekade keempat dan bisa simptomatik atau asimptomatik.7

Adanya infark miokard kan mengakibatkan berkurangnya kadar oksigen miokardium mengubah metabolism pada sel-sel miokardium dari aerob menjadi anaerob. Hasil akhir metabolism anaerob yaitu asam laktat yang akan tertimbun dan dapat menurunkan PH sel Berkurangnya yang tersedia dan keadaan asidosis dapat mengganggu fungsi ventrikel dalam memompa darah sehingga miokardium yang mengalami iskemia kekuatannya berkurang, serabut-serabutnya memendek dan daya serta kecepatannya berkurang. Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung menyebabkan perubahan hemodinamika yang bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan iskemia dan miokard. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dan berkurangnya volume sekuncup, akibatnya tekanan jantung kiri akan meningkat sehingga terjadi peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-40 menit akan mengakibatkan kerusakan sel irreversible serta nekrosis miokard.2

Gambar 2.3. Perubahan yang terjadi akibat thrombus 3

2.3.6. Manifestasi KlinisPenyakit Jantung Koroner dapat memberikan manifestasi klinis yang berbeda-beda. Manifestasi klinis Coronary Artery Disease meliputi : 1. AsimtomatikKelompok penderita ini tidak pernah mengeluh adanya nyeri dada (angina) baik saat istirahat ataupun saat aktifitas. Meskipun gambaran EKG menunjukkan depresi segmen ST, penderita tidak mengeluhkan adanya nyeri dada. Pemeriksaan fisik, foto, dan lain-lain masih dalam batas normal.22. Angina Pektorisa. Angina pectoris stabil (STEMI)Terdapat nyeri dada saat melakukan aktivitas berlangsung selama 1-5 menit dan hilang saat istirahat. Nyeri dada bersifat kronik (>2bulan). Nyeri terutama di daerah substernal, terasa seperti tertekan benda berat atau terasa panas dan menjalar ke lengan kiri, leher, maksila, dagu, punggung, dan jarang menjalar ke lengan kanan. Pada pemeriksaan EKG biasanya didapatkan elevasi segmen ST. b. Angina Pektoris tidak Stabil (NSTEMI)Nyeri bersifat progresif dengan frekuensi yang meningkat dan sering terjadi pada saat istirahat. Pada pemeriksaan EKG didapatkan adanya depresi segmen ST, kadar enzim jantung tidak mengalami peningkatan.

3. Infark Miokard akut (IMA)Infark adalah kematian jaringan yang disebabkan oleh iskemia miokard yang terlokalisasi menyebabkan suatu nekrosis dengan batas yang jelas. Hal ini menyebabkan terbentuknya thrombus yang menyumbat arteri., sehingga menyebabkan penghentian pasokan darah ke region jantung yang disuplainya. Penderita IMA sering didahului dengan keluhan dada yang terasa tidak enak ( chest discomfort). Nyeri dada berlangsung lebih dari 30 menit bahkan sampai berjam-jam. Kualitas nyeri dirasakan seperti menekan, diremas, tercekik, berat, tajam, seperti terbakar.1

Gambar 2. Acute Coronary Syndrome8

Gambar 2.4. Sistematika Diagnosis STEMI

ElektrokardiogramPada initial stage, oklusi total akan menyebabkan terjadinya ST elevasi. Pada sebagian besar pasien, ST elevasi akan berevolusi menjadi gelombang Q. sebagian kecil pasien tidak akan terbentuk gelombang Q apabila thrombus yang terbentuk tidak mengoklusi total.

Gambar 2.5. Perubahan pada EKG STEMI 2

Serum Biomarker JantungTerdapat protein tertentu yang muncul apabila miokardium mengalami nekrosis.1 Biomarker jantung dapat dideteksi di darah perifer apabila kemempuan kardiak limfatik untuk membersihkan interstitial dari daerah infark terlampaui dan masuk ke dalam vena. Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan Cardiac-specific troponin I (cTnI) memiliki asam amino yang berbeda dengan protein yang dibentuk otot skeletal. cTnT dan cTnI tidak tedeteksi pada keadaan normal namun meningkat >20 kali pada STEMI. Nilai cTnT dan cTnI tetap meningkat selama 7-10 hari setelah STEMI. Selain itu terdapat Creatinin Kinase (CK) yang meningkat 4-8 jam dan turun dalam 48-72 jam. Namun CK juga dapat meningkat pada penyakit atau trauma otot skeletal. MB merupakan isoenzim CK yang lebih spesifik karena tidak terdapat pada konsentrasi yang signifikan di jaringan ekstrakardiak.

Gambar 2.6. Serum Biomarker Jantung 1

ImagingPada pemeriksaan Echokardiografi dapat ditemukan adanya abnormalitas dari dinding jantung. Namun pemeriksaan ini tidak dapat membedakan antara infark lama dengan baru. Echokardiografi lebih banyak digunakan untuk melihat prognosis.

2.3.7. PenatalaksanaanTatalaksana dimulai dengan melihat ABC (Airway, Breathing, Circulation). Apabila ABC sudah aman maka selanjutnya pasien dengan nyeri dada yang mengarah ke iskemia diberikan oksigen, aspirin, nitrogliserin, dan morfin.41. OksigenSuplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri 60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam. 96. ACE InhibitorACE Inhibitor harus segera diberikan jika tekanan darah stabil dan tetap di atas 100 mmHg. Keuntungan ACE Inhibitor terutama terlihat pada pasien dengan gagal jantung, infark miokard, disfungsi ventrikel kiri. ACE Inhibitor seperti captopril 6,25 mg diberikan 3 dosis, target 25-50 mg.7. Antagonis KalsiumTidak terdapat bukti yang mendukung penggunaan antagonis kalsium secara rutin. Namun golongan obat ini dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada penderita dengan nyeri dada iskemik yang berlanjut walaupun telah mendapatkan nitrat dan penyekat beta.8. AntitrombotikHeparin dapat diberikan dalam bentuk unfractionated heparin atau low molecular weight heparin. Unfractionated heparin diberika 5000 unit bolus dilanjutkan dengan 1000 unit/jam. Dosis heparin kemudian diteruskan sesuai pemeriksaan aPTT (target aPTT 1,5-2 x nilai normal). 109. Antagonis Reseptor Glykoprotein IIb/IIIaGolongan obat ini sedang diuji pada uji klinik sebagai terapi adjuvant trombolitik. Penggunaannya pada primary PTCA terbukti memperbaiki angka harapan hidup.

Terapi ReperfusiReperfusi dapat dilakukan dengan fibrinolisis atau Primary Percutaneus Coronary Intervention (PPCI).

Gambar 2.7. Tatalaksana Sindrom Koroner Akut

Pemberian terapi trombolitik jangan menunggu hasil pemeriksaan enzim jantung, karena penundaan yang tidak perlu ini dapat mengurangi miokardium yang seharusnya dapat terselamatkan. Jika keluhan pasien sesuai dengan IMA dan kadar enzim jantung yang meningkat, namun tidak terdapat ST elevasi pada EKG, maka diagnosisnya adalah infark non ST elevasi (NSTEMI). Pasien harus mendapat terapi heparin, aspirin, dan obat-obat anti-angina. Terapi trombolitik tidak boleh diberikan pada infark non ST-elevasi.Pemberian trombolitik harus dilakukan sesegera mungkin, karena semakin cepat diberikan semakin banyak miokardium yang terselamatkan. Sebaiknya dicapai dalam waktu kurang dari 30 menit. 9Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna. Indikasi terapi trombolitik adalah sebagai berikut: 101. Gejala yang sesuai dengan IMA2. Perubahan EKG berupa ST elevasi > 0,1 mm pada minimal 2 sandapan yang berdekatan, gambaran bundle branch block baru3. Onset nyeri dada:a. < 6 jam: sangat bermanfaatb. 6-12 jam: bermanfaatc. >12 jam:tidak bermanfaat, kecuali dengan penderita dengan iskemia lanjut, yang terbukti berlanjutnya nyeri dada dan ST elevasi pada EKG

Jenis obat trombolitik1. StreptokinaseRegimen 1,5 juta unit dalam 100 NaCl 0,9% atau dekstrose 5% diberikan dalam 1 jam. 92. Tissue Plasminogen Activator (tPA)Penggunaan tPA harus dipertimbangkan pada pasien-pasien yang telah mendapatkan streptokinase dalam 2 tahun terakhir, alergi terhadap streptokinase, hipotrensi (TDS < 90 mmHg).3. Kegagalan trombolisisDitandai dengan berlanjutnya nyeri dada dan menetapnya ST elevasi. Komplikasi berupa gagal jantung, aritmia lebih banyak terjadi, untuk itu rescue PTCA harus dipertimbangkan. Jika tidak memungkinkan, sebaiknya trombolisis diulangi dengan dosis yang sama. 10

4. Primary PTCA Primary PTCA terbukti memiliki keberhasilan membuka dan mempertahankan patensi arteri koroner yang tersumbat lebih baik dibandingkan trombolitik. Namun tindakan ini masih terbatas pada beberapa rumah sakit. Primary PTCA dipertimbangkan sebagai alternatif tindakan reperfusi, tindakan ini tidak dianjurkan jika pemberian trombolitik melebihi 60-90 menit, pasien yang memiliki kontraindikasi absolut untuk tindakan trombolitik, dan pasien dengan syok kardiogenik.

2.3.8. Komplikasi1. Aritmia dan gangguan konduksi pada fase akutAritmia dan gangguan konduksi sering terjadi pada infark miokard akut dan merupakan sumber kematian utama sebelum kedatangan ke rumah sakit. Mekanisme yang berkontribusi dalam aritmogenesis setelah infark miokard meliputi:a. Gangguan anatomi aliran darah terhadap struktur dari jalur konduksi (sinoatrial node, atrioventrikular node, dan bundle branch).b. Penumpukan racun dari produk metabolisme (seperti asidosis seluler) dan abnormal konsentrasi ion transeluler karena kebocoran membran.c. Stimulasi autonom (simpatis dan parasimpatis)d. Pemberian obat aritmogenik potensial (seperti dopamin).2

2. Fibrilasi VentrikelFibrilasi ventrikel (cepat, aktifitas elektrik ventikel yang tidak terorganisir) bertanggung jawab besar pada kematian jantung yang mendadak selama perjalanan AMI. Episode fibrilasi ventrikel yang terjadi selama 48 jam pertama MI sering berhubungan dengan ketidakstabilan listrik sementara, dan prognosis jangka panjang yang selamat dari peristiwa tersebut tidak terpengaruh. Namun fibrilasi ventrikel yang terjadi lebih dari 48 jam setelah AMI umumnya mencerminkan disfungsi ventrikel kiri berat dan berhubungan dengan angka kematian yang tinggi. ACE inhibitor / ARB mengurangi mortalitas 30-hari pada pasien. Studi-studi lain telah menegaskan bahwa beta-blocker terapi, diberikan dalam 24 jam pertama setelah AMI pada pasien dengan awal berkelanjutan VF / VT, dikaitkan dengan kematian dini menurun tanpa memburuknya gagal jantung.23. Aritmia SupraventrikularAritmia supraventrikular juga umum terjadi pada AMI. Sinus bradikardia terjadi karena stimulasi vagal yang berlebihan atau iskemik sinoatrial node, biasanya infark miokard di dinding inferior. Sinus takikardia sering terjadi dan dapat terjadi karena sakit dan kecemasan, gagal jantung dan pemberian obat (dopamin), atau pengurangan volum intravaskular. Karena sinus takikardi meningkatkan kebutuhan oksigen dan dapat membuat iskemik ulang, mengidentifikasi dan mengobatinya merupakan hal yang penting. Denyut prematur atrium dan fibrilasi atrium terjadi karena iskemik atrium atau distensi atrium sekunder pada gagal ventrikel kiri.24. Hambatan KonduksiHambatan konduksi (blok atrioventrikular nodal dan blok bundle branch) umumnya berkembang pada AMI. Mereka terjadi sebagai hasil dari iskemik atau nekrosis dari jalur konduksi, atau pada kasus blok atrioventrikular, mungkin terjadi karena peningkatan vagal tone. aktivitas vagal meningkat karena stimulasi serat aferen oleh karena inflamasi miokardium atau sebagai hasil aktivasi autonom menyeluruh berhubungan dengan sakit pada AMI.25. Disfungsi miokardiuma. Gagal Jantung KongestifIskemik jantung akut terjadi sebagai akibat kontraktilitas ventrikel (disfungsi sistolik) dan peningkatan kekakuan miokardium (disfungsi diastolik), kedua keadaan ini dapat menuju ke gejala gagal jantung. Tanda dan gejala dekompensasi termasuk sesak napas, ronkhi dan suara jantung ketiga (S3). Pengobatan terdiri dari pengobatan standar gagal jantung, yang secara khas termasuk diuretik untuk membebaskan kelebihan volum, dan ACE inhibitor dan -bloker berakibat baik dalam mortalitas jangka panjang. Sebagai tambahan, pada pasien dengan gagal jantung paska MI dan fraksi ejeksi ventrikel kiri 16 cmH2O)h. Refleks hepatojugular2. Kriteria Minora. Edema ekstremitasb. Batuk malam haric. Dyspnea d' effortd. Hepatomegalie. Efusi Pleuraf. Penurunan kapasitas vital sepertiga dari normalg. Takikardia ( > 120 kali/menit)Mayor atau Minor Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatanDiagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor; atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor harus ada pada saat yang bersamaan. (Braunwald, 2005).

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan foto torkas dapat mengarah ke kardiomegali, corakan vaskular paru menggambarkan kranialisasi, garis Kerley A/B, infiltrat prekordial kedua paru, dan efusi pleura. Fungsi elektrokardiografi (EKG) untuk melihat penyakit yang mendasari seprti infark miokard dan aritmia. Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan Hb, elektrolit, ekokardiografi, angiografi, fungsi ginjal, dan fungsi tiroid dilakukan atas indikasi.

2.4.8. Penatalaksanaan1. Memperbaiki oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat / pembatasan aktivitas. 2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung. a. Mengatasi keadaan yang reversibel, termasuk tiroktoksikosis, miksedema, dan aritmia. b. Digitalisasi : Dosis digitalis : Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 2 mg dalam 4 6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x 0,5 mg selama 2 4 hari. Digoksin iv 0,75 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam. Cedilanid iv 1,2 1,6 mg dalam 24 jam Dosis penunjang untuk gagal jantung ; digoksin 0,25 mg sehari. Untuk pasien usia lanjut dan gagal jantung disesuaikan. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat : Digoksin : 1 1,5 mg iv perlahan lahan Cedilanid 0,4 0,8 mg iv perlahan lahan

Cara pemberian digitalis Dosis dan cara pemberian digitalis bergantung pada beratnya gagal jantung. Pada gagal jantung berat dengan sesak nafas hebat dan takikardia lebih dari 120/menit, biasanya diberikan digitalisasi cepat. Pada gagal jantung ringan diberikan digitalisasi lambat. Pemberian digitalisasi per oral paling sering dilakukan karena paling aman. Pemberian dosis besar tidak selalu perlu, kecuali bila diperlukan efek maksimal secepatnya, misalnya pada fibrilasi atrium rapid response. Dengan pemberian oral dosis biasa (pemeliharaan, kadar terapeutik dalam plasma dicapai dalam waktu 7 hari. Pemberian secara intravena hanya dilakukan pada keadaan darurat, harus dengan hati hati, dan secara perlahan lahan.

Kontraindikasi pemberian digitalis - Keadaan keracunan digitalis berupa bradikardia, gangguan irama, dan konduksi jantung berupa AV blok derajat II dan III atau ekstrasistolik ventrikular lebih dari 5 kali per menit. Gejala lain yang ditemui pada intoksikasi digitalis adalah anoreksia, mual, muntah, diare dan gangguan penglihatan.- Kontraindikasi relatif : penyakit kardiopulmonal, infark miokard akut (hanya diberi per oral), idiopathic hypertrophic subaortic stenosis, gagal ginjal (dosis obat lebih rendah), miokarditis hebat, hipokalemia, penyakit paru obstruktif kronik, dan penyertaan obat yang menghambat konduksi jantung. 3. Menurunkan beban jantung a. Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretik dan vasodilator Diet rendah garam Pada gagal jantung dengan NYHA kelas IV, penggunaan diuretik, digoksin dan penghambat angiotensin converting enzyme (ACE) diperlukan mengingat usia harapan hidup yang pendek. Untuk gagal jantung kelas II dan III diberikan : Diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid 40 80 mg) Digoksin pada pasien dengan fibrilasi atrium maupun kelainan irama sinus Penghambat ACE (kaptopril mulai dosis 2 x 6,25 mg atau setara penghambat ACE yang lain, dosis ditingkatkan secara bertahap dengan memperhatikan tekanan darah pasien); isosorbid dinitrat (ISDN) pada pasien dengan kemampuan aktivitas yang terganggu atau adanya iskemia yang menetap, dosis dimulai 3 x 10 15 mg. Semua obat ini harus dititrasi secara bertahap.

Diuretik Yang digunakan furosemid 40 80 mg. Dosis penunjang rata rata 20 mg. Efek samping berupa hipokalemia dapat diatasi dengan suplai garam kalium atau diganti dengan spironolakton. Diuretik lain yang dapat digunakan antara lain hidroklorotiazid, klortalidon, triamteren, amilorid dan asam etakrinat. Dampak diuretik yang mengurangi beban awal tidak mengurangi curah jantung atau kelangsungan hidup, tapi merupakan pengobatan garis pertama karena mengurangi gejala dan perawatan di rumah sakit. Penggunaan penghambat ACE bersama diuretik hemat kalium maupun suplemen kalium harus berhati hati karena memungkinkan timbulnya hiperkalemia. Vasodilator Nitrogliserin 0,4 0,6 mg sublingual atau 0,2 2 ug/kgBB/menit iv Nitroprusid 0,5 1 ug/kgBB/menit iv Prazosin per oral 2 5 mg Penghambat ACE : kaptopril 2 x 6,25 mg Dosis ISDN adalah 10 40 mg peroral atau 5 15 mg sublingual setiap 4 6 jam. Pemberian nitrogliserin secara intravena pada keadaan akut harus dimonitor ketat dan dilakukan di ICCU.Kaptopril sebaiknya dimulai dari dosis kecil 6,25 mg. Untuk dosis awal ini perlu diperhatikan efek samping hipotensi yang harus dimonitor dalam 2 jam pertama setelah pemberian. Jika secara klinis tidak ada tanda tanda hipotensi maka dosis dapat ditingkatkan secara bertahap sampai 3 x 25 100 mg. Kaptopril dapat menimbulkan hipoglikemia dan gangguan fungsi ginjal. Dosis awal enalapril 2 x 2,5 mg dapat dinaikkan perlahan lahan sampai 2 x 10 mg. b. Menurunkan beban akhir dengan dilator arteriol

BAB 3STATUS PASIEN

Kepanitraan Klinik SeniorDepartemen Kardiologi dan Kedokteran VaskulerFakultas Kedokteran USU / RS H Adam Malik Medan.

Rekam MedikNo : 00.60.14.82Tanggal : 15 Mei 2014 Hari : Nama pasien : Tn.SBUmur : 48 Tahun Seks : Lk / PrPekerjaan :PetaniAlamat : Desa Kisam Lestari Tlp :- Kec Lawe sewuAgama : Islam

Keluhan utama : Sesak nafas

Keluhan ini dialami pasien memberat dalam 2 minggu ini. Sesak nafas dialami os jika melakukan aktivitas ringan seperti berjalan 10 meter. Sesak nafas berkurang jika os beristirahat.Sesak napas tidak berhubungan dengan cuaca Keluhan terbangun malam hari karena sesak nafas dijumpai. Sesak nafas berkurang jika os menggunakan 3 bantal atau duduk. Kaki bengkak dan perut membesar dirasakan os memberat dalam 2 minggu ini sehingga os kesulitan berjalan. Os juga mengeluhkan pembengkakan di buah zakar. Batuk hanya sesekali dan tidak disertai dengan dahak. BAK (+) tapi sedikit. Hal ini sudah dialami os 2 minggu ini dengan volume 1 botol aqua sedang per hari. Adanya nyeri BAK, berpasir dan berdarah disangkal. BAB (+) normal. Pasien kemudian dirawat di RSUD Kota Cane selama 10 hari, karena tidak ada perubahan os dirujuk ke RSUP HAM. Riwayat sesak nafas dan kaki bengkak sudah dialami os sejak 2 tahun ini. Os juga mengeluhkan nyeri dada yang sudah dialami lebih dari 2 tahun. Riwayat keluhan nyeri dada sebelah kiri seperti ditusuk-tusuk, menjalar ke punggung belakang dan lengan kiri bagian atas. Nyeri dada dipicu oleh aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Pasien lalu berobat ke Sp.Jp di Banda Aceh dan dikatakan mengalami jantung bengkak. Namun os tidak rutin kontrol. Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal. Riwayat Hipertensi tidak diketahui os. Riwayat sakit gula disangkal. Riwayat keluarga menderita sakit yang sama dengan os dijumpai. Riwayat keluarga meninggal mendadak tanpa diketahui penyebabnya dijumpai. Faktor Risiko PJK : laki-laki,, >45 tahun, riwayat keluarga mengalami hal yang samaRiwayat penyakit terdahulu : -Riwayat pemakaian obat : Furosemid , digoxin Anamnesa :

STATUS PRESENS :KU : SedangKesadaran : Compos MentisTD : 100/60 mmHgHR : 92 x/iRR : 36 x/iSuhu : afebrisSianosis : (-)Ortopnoe : (+)Dispnoe : (+) Ikterus : (-)Edema : (-)Pucat : (-)Pemeriksaan Fisik :Kepala : mata : anemia (-/-), ikterik (-/-)Leher :JVP : R + 3 cmH2ODinding toraks : Inspeksi :Simetris Palpasi : Stem Fremitus kiri = kananPerkusi : sonorBatas Jantung : Atas : ICS III sinistra Kanan : 2 cm Lateral LMCS Kiri : Linea parasternalis dextaAuskultasiJantung :S1 (n)S2 (n)S3 (-)S4 (-)IrregulerMurmur (+) Tipe : PSM Grade : 3/6Punctum Excavatum : apex Radiasi : AxilaSuara Pernafasan : bronkial Suara tambahan : Ronki (+) basah di lapngan tengah dan basal paru . kanan dan kiri wheezing : (-)Abdomen : Palpasi hepar : tidak teraba Asites : (+)Genitalia : Srotum membesarEkstremitas :Superior : Sianosis (-) Clubbing (-) Inferior : Edema pretibial(+/+) Pulsasi arteri (+)Akral : hangat

ELEKTROKARDIOGRAFI :

Interpretasi rekaman EKG :AF, QRS rate 100x/i, QRS axis LAD, QRS duration 0,12 s, poor R progression di V1-V6, Q patologis II, III, aVF, V1-V4, ST elevasi di III, AVF, LBBB komplit, LVH (-)Kesan EKG : AF NVR (+), LAD, OMI Infero anteroseptal, LBBB komplitFOTO TORAKS :

Interpretasi foto toraks ( AP ) :CTR 75,8% , Segmen aorta (+) normal, Segmen pulmonal (+) normal , Pinggang Jantung mulai mendatar, Apeks downward, Kongesti (+), Infiltrate : lapangan bawah paru kananKesan : Kardiomegali

ECHOCARDIOGRAFI: Kesimpulan :1. Fungsi sistolik LV menurun (EF = 28%)Wall motion global hipokinetik2. Katup : MR severe3. Dimensi ruang jantung : all chamber dilatasi4. Kontraktilitas menurun

Hasil Laboratorium :Pemeriksaan HasilNilai Normal

DARAH RUTIN

Hemoglobin14 g%13,2 17,3 g%

Eritrosit6,31 x 106/mm3)4,20 4,87106/mm3

Leukosit7,86 x 103/mm34,5 11,0 x 103/mm3

Hematokrit42,8 %43 49 %

Trombosit175 x 103/mm3150 450 x 103/mm3

ANALISA GAS DARAH

pH7,4127,35 7,45

pCO240,4 mmHg38 42 mmHg

pO2111,8 mmHg85 100 mmHg

Bikarbonat HCO325,2 mmol/L22 26) mmHg

Kelebihan basa (BE)0,6 mmol/L(-2) (+2)

ENZIM JANTUNG

Troponin TNegatif0- 0,1

CK-MB36 U/L7 25 U/L

FUNGSI GINJAL

Ureum64,1 mg/dL 100mmHg Warfarin 1x2mg Digoxin 1x0,25mg Laxadyn syr 1xC1Alprazolam 1x 0,5mg

22/5/2014 Sesak nafas berkurang (+) Asites (+) minimal kaki bengkak minimal (+)

Sensorium : CMTD : 120/70 mmHgHR : 78 x/i irregularRR : 28 x/i Kepala : mata : anemis -/-Leher TVJ (R+2) cmH2OThorax S1(+),S2(+), irregular PSM 4/6 apeksaksila Pulmo sp : Vesikular,ST : ronki basah basal (+) di kanan minimalAbdomen : Asites Minimal , BU (+) NEkstremitas : akral hangat, edema pretibial minimal (+/+) CHF Fc III ec CAD AF

Bed rest O2 2-4L/i IVFD Nacl 0,9% 10 gtt/i micro Ij furosemide 20mg/6jam Spironolacton 1 x 50 mg Aspilet 1x 80mg ISDN 3x5mg Simvastatin 1x20mg Warfarin 1x2mg Digoxin 1x0,25mg Laxadyn syr 1xC1 Alprazolam 1x 0,5mg

23/5/2014 Sesak nafas berkurang (+) Asites (+) minimal

Sensorium : CMTD : 120/70 mmHgHR : 88 x/i irregularRR : 24 x/i Kepala : mata : anemis -/-Leher TVJ (R+2) cmH2OThorax S1(+),S2(+), irregular PSM 4/6 apeksaksila Pulmo sp : vesicular ST : ronki basah basal (-/-)Abdomen : Asites minimal, BU (+) NEkstremitas : akral hangat, edema pretibial (-/-) CHF Fc III ec CAD AF

Bed rest O2 2-4L/i IVFD Nacl 0,9% 10 gtt micro Ij furosemide 20mg/6jam Spironolacton 1 x 50 mg Aspilet 1x 80mg ISDN 3x5mg Simvastatin 1x20mg Warfarin 1x2mg Digoxin 1x0,25mg Laxadyn syr 1xC1 Alprazolam 1x 0,5mg

24/5/2014 Sesak nafas berkurang (+)

Sensorium : CMTD : 110/70 mmHgHR : 80 x/i irregularRR : 24 x/i Kepala : mata : anemis -/-Leher TVJ (R+2) cmH2OThorax S1(+),S2(+), irregular PSM 4/6 apeksaksila Pulmo sp : vesicular ST : ronki basah basal (-/-)Abdomen : Asites (-), BU (+) NEkstremitas : akral hangat, edema pretibial (-/-) CHF Fc III ec CAD AF

Bed rest O2 2-4L/i IVFD Nacl 0,9% 10 gtt micro Ij furosemide 20mg/6jam Spironolacton 1 x 50 mg Aspilet 1x 80mg ISDN 3x5mg Simvastatin 1x20mg Warfarin 1x2mg Digoxin 1x0,25mg Laxadyn syr 1xC1 Alprazolam 1x 0,5mg

KESIMPULAN Tuan SB, 48 tahun didiagnosa menderita CHF fc III ec CAD + AF dan diberikan terapi : Tirah baring semi fowler 30-45 Balans Cairan -1000 cc Diet jantung III + ekstra utih telur O2 2-4L/i IVFD NaCl 0,9% 10/i gtt micro Inj furosemide 20mg/6jam Aspilet 1x 80mg ISDN 3x5mg Simvastatin 1x20mg Warfarin 1x2mg Digoxin 1x0,25mg Laxadyn syr 1xC1 Alprazolam 1x 0,5mg

DAFTAR PUSTAKA1. Antman E.M., Braunwald E., 2008. Disorders of cardiovascular system.ST-segment Elevation Myocardial Infarction 1532-1544. Harrisons Internal Medicine, 17th edition, United States of America, The McGraw-Hill Companies. 2. Rhee W.J, Sabattne S.M., Lily S.L., 2011. Acute Coronary Syndromes,161- 188, Pathophysiology of Heart Diseases, 5th edition, Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer business3. Fagan, Sunthareswaran, 2002. Structure and function of the heart, 9, Cardiovascular System2nd edition, United Kingdoms. Elsevier.4. Rahman A,. 2012. Faktor-faktor Risiko Mayor Aterosklerosis pada Berbagai Penyakit Aterosklerosis di RSUP dr. Kariadi Semarang, Available from : http://eprints.undip.ac.id/37389/1/ARIF_G2A008030_LAP.KTI.pdf.5. Diego S., William W., Thygesen C., Management of acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation.2002. European Society of Cardiology. Elsevier.6. Kawai C., Pathognesis of Acute Myocardial Infarction, Novel Regulatory System of Bioactive Substance in the Vessel Wall. 2012. American Heart Association 7. Sudoyo.W.Aru ,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 ; Bab Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST . 2007.Jakarta : FK UI ; 1615-1625 8. Steg, Gabriel, et.al., 2012, ESC Guidelines for The Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting with ST-Segment Elevation, European Heart Journal, p. 1-51.9. Papadopoulos John, 2008, Pocket Guide to Critical Care Pharmacotherapy. New Jersey: Humana Press.10. Fuster,at al. Hurst, The Heart Disease. 13th, 2011, Mc Graw Hill Publisher11. Daga, Lal C, Upendra Kaul, Aijaz Mansoor, 2011, Approach to STEMI and NSTEMI, Journal Association of Physicians India, vol. 59, p.19-24.