chapter i.pdf
DESCRIPTION
utiTRANSCRIPT
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di
bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam
kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan
daya dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal. Pencemaran udara
dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan (Depkes RI).
Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain
industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Berbagai kegiatan tersebut
merupakan kontribusi terbesar dari pencemar udara yang dibuang ke udara bebas.
Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan alam seperti
kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun, dll. Dampak dari pencemaran
udara tersebut adalah menyebabkan penurunan kualitas udara yang berdampak
negatif terhadap kesehatan manusia (Depkes RI).
Polusi udara meningkatkan angka kematian dini yang disebabkan oleh kanker
paru-paru dan gangguan pernafasan lain serta penyakit kardiovaskuler. Kondisi
pernafasan yang buruk akibat paparan polusi udara mengarah pada peningkatan
penggunaan obat, sakit, dan menurunkan kinerja dalam belajar dan bekerja. Dalam
laporan Kesehatan Dunia, 2002, diperkirakan 1,6 juta kematian prematur tiap tahun
disebabkan oleh polusi udara dalam ruangan (WHO,2006).
Menurut Kepala Badan Kependudukan Nasional (Baknas) Rozy Munir yang
dikutip oleh Utami (2005), diseluruh dunia diperkirakan 2,7 juta jiwa meninggal
dunia akibat polusi udara, 2,2 juta diantaranya akibat indoor pollution atau polusi
Universitas Sumatera Utara
udara dalam ruangan. Secara konsisten EPA (Environmental Protection Agency of
America) mengurutkan polusi dalam ruangan sebagai urutan ke lima yang paling
beresiko terhadap lingkungan pada kesehatan umum.
Menurut National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) 1997
yang dikutip oleh Depkes RI (2005), penyebab timbulnya masalah kualitas udara
dalam ruangan pada umumnya disebabkan oleh beberapa hal yaitu kurangnya
ventilasi udara (52%), adanya sumber kontaminan di dalam ruangan (16%),
kontaminan dari luar ruangan (10%), mikroba (5%), bahan material bangunan (4%),
lain-lain (13%).
Sebagian besar polutan udara dalam ruangan terdiri dari bahan kimia yang
berasal dari penggunaan pembersih, pengharum ruangan, pestisida, dan materi yang
berhubungan dengan mebel dan konstruksi, pemanasan, dan peralatan memasak, juga
dari sumber-sumber polutan udara bebas (SCHER, 2006).
Pengharum ruangan adalah produk rumah tangga secara eksplisit melepaskan
bahan–bahan kimia yang dikandungnya ke udara dan dihirup oleh konsumen, tujuan
penggunaannya akan mengakibatkan saluran pernafasan menghirup zat yang ada
dalam produk. Menghirup bahan kimia berbahaya yang ditambahkan dalam produk
menimbulkan banyak efek negatif yang merugikan kesehatan manusia. Penggunaan
secara umum produk pengharum ruangan di dalam ruangan dapat menyebabkan
peningkatan konsentrasi gas udara ruangan dan partikel pencemaran udara. Bila
peningkatan terjadi ditempat kita berada, maka pemaparan partikel pencemaran
melalui inhalasi manusia akan terjadi. Pada peristiwa ini partikel pencemaran secara
langsung dibebaskan dari suatu produk dan memungkinkan terjadinya peningkatan
Universitas Sumatera Utara
resiko kesehatan. Karena sebagian besar orang menghabiskan waktu di dalam
ruangan, maka peningkatan tersebut sangat memprihatinkan (Nazaroff, 2006).
Peristiwa di Bali pertengahan Maret 2006 lalu sejumlah siswa sebuah SD,
terpaksa dilarikan ke RS karena keracunan aroma sisa pengharum mobil yang dibawa
salah seorang siswa. Kejadian tersebut sebenarnya bisa kita jadikan pelajaran
berharga, pengharum ruangan tidak 100% aman. Wewangian yang harum justru bisa
meracuni dan mengganggu kesehatan kita. Sementara penggunaan beragam pewangi
seolah tak dapat dihindari di zaman modern ini (Viktor, 2008).
Menurut Budiawan yang dikutip oleh Viktor (2008) pada prinsipnya semua
zat pewangi beresiko terhadap kesehatan. Terutama pada mereka yang berada pada
kondisi rentan seperti ibu hamil, bayi, dan anak, ataupun orang yang sangat sensitif
terhadap zat-zat pewangi. Sayangnya, baru sekitar 80% zat pewangi teruji
keamanannya terhadap manusia. Disinilah kewaspadaan konsumen betul-betul
dituntut. Adapun pewangi yang sudah dilarang The International Fragrance
Asosiation (IFRA) diantaranya pewangi yang mengandung musk ambrette, geranyl
nitrile, dan 7 methyl coumarin. Sedangkan yang berbentuk gel dilarang bila
mengandung zat-zat pengawet yang berbahaya bagi kesehatan, seperti formaldehid
dan methylchloroisothiozilinone. Jadi, tidak semua pewangi memberi efek negatif
bagi kesehatan. Artinya kita masih bisa menggunakan pewangi yang beredar di
pasaran.
Menurut laporan dari National Institute of Occupational Safety and Health
(NIOSH) yang dikutip oleh David (2009) bahan kimia berbahaya dalam pengharum
ruangan dari hasil penelitian diantaranya adalah formaldehid. Efeknya pada manusia
Universitas Sumatera Utara
antara lain mengiritasi mata, hidung, tenggorokan, kulit, mengakibatkan mual,
pusing, pendarahan, hilang ingatan, kanker dan tumor, kerusakan hati, menyebabkan
iritasi ringan hingga menengah pada paru-paru, termasuk gejala seperti asma.
Menurut US EPA 1994 yang dikutip oleh Hodgson (2002) formaldehid,
aldehid dan terpen hidrokarbon merupakan senyawa yang dominan. Eksposur untuk
formaldehid menjadi perhatian karena formaldehid adalah paling ampuh mengiritasi
indra dan kemungkinan diklasifikasikan sebagai karsinogen manusia.
Ketika formaldehid hadir di udara pada tingkat melebihi 0,1 ppm, beberapa
individu mungkin mengalami efek samping seperti mata berair, sensasi terbakar di
mata, hidung dan tenggorokan, batuk, sesak nafas, mual, dan iritasi kulit. Beberapa
orang sangat sensitif terhadap formaldehid, sementara yang lain tidak mengalami
reaksi pada tingkat eksposur yang sama (WHO, 1989).
Dari penelitian yang dilakukan Nolodewo (2007) didapat bahwa kelompok
yang terpapar formaldehid berbentuk asap mempunyai kemungkinan 7,5 kali lebih
besar untuk menderita Kanker Nasofaring (KNF) daripada kelompok yang tidak
terpapar asap formaldehid (Nolodewo, 2007).
1.2. Rumusan Masalah
Pengharum ruangan berbentuk gel tidak diperbolehkan beredar jika
mengandung formaldehid. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui apakah
pengharum ruangan berbentuk gel yang beredar di pasaran Kota Medan mengandung
formaldehid yang dapat berbahaya bagi kesehatan bila terhirup oleh manusia.
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya kandungan formaldehid pada berbagai jenis
pengharum ruangan berbentuk gel yang digunakan dalam ruangan dan mobil serta
membandingkan kadar formaldehid berdasarkan aroma pengharum yang beredar
dipasaran dan sering digunakan oleh masyarakat.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui apakah pengharum ruangan berbentuk gel yang ada di
pusat perbelanjaan Carefour terdeteksi mengandung formaldehid.
2. Untuk mengetahui besarnya kadar formaldehid pada 10 merek pengharum
ruangan berbentuk gel dengan setiap merek diambil 2 aroma yang ada dipusat
perbelanjaan Carefour.
3. Untuk mengetahui perbandingan jumlah kadar formaldehid berdasarkan
aroma pengharum ruangan
1.4. Manfaat Penelitian
1. Memberikan masukan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Dinas
Kesehatan dan instansi terkait lainnya untuk lebih memperhatikan kandungan
pengharum ruangan yang dipasarkan dimasyarakat.
2. Sebagai masukan dan informasi kepada masyarakat yang menggunakan
pengharum ruangan berbentuk gel.
3. Menambah wawasan ilmiah bagi peneliti, terutama yang berhubungan dengan
penggunaan pengharum ruangan berbentuk gel di dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
4. Sebagai referensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut tentang
formaldehid.
Universitas Sumatera Utara