chapter iii vii
DESCRIPTION
yfTRANSCRIPT
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1. Pengendalian Kualitas Statistik
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi dan melebihi
harapan.1
Pengendalian kualitas statistik merupakan teknik penyelesaian masalah
yang digunakan untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola dan
memperbaiki produk dan proses menggunakan metode-metode statistik.
Pengendalian kualitas statistik (Statistikal Quality Control) sering disebut sebagai
pengendalian proses statistik (Statistikal Process Control). Selanjutnya
penyelesaian masalah dengan statistik mencakup dua hal, seperti melebihi batas
pengendalian bila proses dalam kondisi terkendali atau tidak melebihi batas
pengendalian bila proses dalam kondisi di luar kendali. Karena itu, peta
pengendalian (Control Chart) mengsumsikan bahwa proses berada dalam batas
pengendalian dan acceptanc sampling mengasumsikan bahwa produk dapat
diterima tanpa kontradiksi dengan tingkat kapasitas yang tinggi.2
Pengendalian kualitas proses dan produk juga dapat dibagi menjadi dua
golongan menurut jenis datanya, yaitu data variabel dan data atribut. Data variabel
1 Iskandar indranata.2008.Pendekatan Kualitatif Untuk Pengendalian Kualitas.Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.Hal. 33-38 2 Malayu Ariani, Dorothea, Pengendalian Kualitas Statistik,( Yogyakarta : Edisi Pertama, Andi
Offset,1999), pp. 54.
Universitas Sumatera Utara
memberikan lebih banyak informasi daripada atribut. Namun demikian, data
variabel tidak dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik kualitas seperti
banyaknya kesalahan atau persentase kesalahan suatu proses. Data variabel dapat
menunjukkan seberapa jauh penyimpangan dari standar proses, sementara data
atribut tidak dapat menunjukkan informasi tersebut.
Sementara itu, menurut Gryna (2001) terdapat langkah dalam menyusun
peta pengendali proses atau control chart, yaitu :
1. Memilih karakteristik yang akan direncanakan, yang meliputi :
a. Memberikan prioritas yang tinggi pada karakteristik yang dijalankan saat
ini dengan tingkat kesalahan yang paling tinggi. Untuk itu dapat digunakan
analisis pareto.
b. Mengidentifikasi variabel-variabel proses dan kondisi-kondisi yang dapat
memberikan kontribusi dalam karakteristik produk akhir.
c. Memeriksa dan memastikan proses pengukuran telah memenuhi syarat
ketepatan dan keakuratan pemberian data yang tidak mengaburkan variasi
dalam proses manufaktur maupun pelayanan. Variasi atau penyimpangan
dalam proses tersebut menunjukkan tidak hanya penyimpangan proses
manufaktur tetapi juga kombinasi penyimpangan dan pengukuran proses.
d. Penentuan titik paling awal dalam proses produksi yang dapat dilakukan
untuk mendapatkan informasi tentang penyebab khusus bahwa peta
pengendali digunakan sebagai peringatan awal untuk mencegah kesalahan.
Universitas Sumatera Utara
2. Memilih jenis peta kendali / peta kontrol.
Alat untuk menyelidiki sebab-sebab variasi dalam kegiatan proses adalah peta
kendali (control chart). Peta kontrol adalah suatu alat statistik yang dapat
digunakan untuk mempertahankan variasi-variasi di dalam kualitas keluaran
yang disebabkan karena ketidaksesuaian spesifikasi yang diinginkan. Manfaat
dari peta kontrol adalah memberitahukan kapan harus membiarkan suatu
proses berjalan seadanya atau kapan harus mengambil tindakan untuk
mengatasi gangguan. Penghapusan sebab-sebab yang menimbulkan fluktuasi
yang menyimpang ini disebut sebagai pengaturan sebuah proses menjadi
terkendali, dan hal ini merupakan sebab utama bagi terjadinya penuruanan
biaya akibat pengendalian mutu statistik. Peta kontrol yang digunakan dalam
penelitian ini adalah : peta kontrol bagian yang ditolak (p). Peta kontrol bagian
yang ditolak (p) yaitu kontrol untuk bagian yang ditolak karena tidak sesuai
dengan spesifikasi (fraction defective or fraction non conforming). Bagian
yang ditolak (pi) adalah rasio dari banyak item yang tidak sempurna yang
ditemukan dalam pemeriksaan atau sederetan pemeriksaan terhadap total
jumlah item yang benar-benar diperiksa. Bagian yang ditolak atau tidak sesuai
selalu dinyatakan dalam bentuk pecahan.
3. Menentukan garis pusat (control line) yang merupakan rata-rata data masa lalu
atau rata-rata yang dikehendaki.
4. Pemilihan sub kelompok. Tiap titik pada peta pengendali menunjukkan sub
kelompok yang berasal dari beberapa unit produk. Untuk tujuan pengendalian
Universitas Sumatera Utara
proses sub kelompok yang dipilih, sehingga unit-unit yang ada dalam sub
kelompok memiliki kemungkinan besar menjadi berbeda.
5. Penyediaan sistem pengumpulan data. Jika peta pengendali untuk alat
pengendali diwajibkan, maka harus dibuat sederhana dan memenuhi
pemakaian.
6. Perhitungan batas pengendali dan penyediaan instruksi-instruksi khusus dalam
interpretasi terhadap hasil dan tindakan para karyawan produksi tersebut.
7. Penempatan data dan membuat interpretasi terhadap hasilnya.
3.2. Critical-to-Quality (CTQ)
Critical-to-Quality (CTQ) merupakan atribut-atribut yang sangat penting
untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan
pelanggan. Merupakan elemen dari suatu produk, proses, atau praktek-praktek
yang berdampak langsung pada kepuasan pelanggan.3
3.3. Process Capability
Process Capabilty merupakan kemampuan proses untuk memproduksi
atau menyerahkan output sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan pelanggan.
Process Capability sering dinotasikan sebagi Cp, merupakan suatu ukuran kinerja
kritis yang menunjukkan proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi
produk yang ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi
produk.
3 Vincent Gasverz, Total Quality Manajement, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, , 2001),
pp. 308-309.
Universitas Sumatera Utara
Perlu dipahami bahwa indeks Cp mengacu kepada Critical-to-Quality
(CTQ) tunggal atau item karakteristik kualitas individual. Indeks Cp mengukur
kapabilitas potensial atau yang melekat dari suatu proses yang diasumsikan stabil,
dan biasanya didefinisikan sebagai :
deviasi standard6
LSLUSLCp
Kedua nilai USL (Upper Specification Limit) dan LSL (Lower
Specification Limit) ditentukan berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.
Sedangkan standar deviasi merupakan ukuran variasi proses atau penyimpangan
dari nilai target yang ditetapkan. Process Capability hanya diukur untuk proses
yang stabil, sehingga apabila dianggap tidak stabil, maka proses itu harus
distabilkan terlebih dahulu. Dengan demikian nilai standar deviasi yang digunkan
dalam pengukuran process capability (Cp) harus berasal dari proses yang stabil,
sehingga merupakan variasai yang melekat pada proses yang stabil itu.
3.4. DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve and Control)
DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve and Control) merupakan
proses untuk peningkatan terus menerus menuju target Six Sigma. DMAIC
dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta (systematic,
scientific and fact based). Proses closed-loop ini (DMAIC) menghilangkan
langkah-langkah proses yang tidak produktif, serta berfokus pada pengukuran-
pengukuran baru dan menerapkan teknologi untuk peningkatan kualitas menuju
target Six Sigma.
3.5. Pengukuran, Analisis dan Peningkatan Kualitas
Universitas Sumatera Utara
Peningkatan kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen, melalui
karakteristik kualitas dari produk (barang dan/atau jasa) diukur, kemudian
membandingkan hasil pengukuran itu dengan spesifikasi produk yang diinginkan
pelanggan, serta mengambil tindakan peningkatan yang tepat apabila ditemukan
perbedaan di antara kinerja aktual dan standard.4
Berdasarkan uraian diatas, peningkatan kualitas didefinisikan sebagai
metodologi pengumpulan dan analisis data kualitas, serta menentukan dan
menginterpretasikan pengukuran - pengukuran yang menjelaskan tentang proses
dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan kualitas produk, guna memenuhi
kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.
3.6. Definisi Variasi dalam Konteks Peningkatan Proses
Variasi adalah ketidakseragaman dalam proses operasional sehingga
menimbulkan perbedaan dalam kualitas produk (barang dan/atau jasa) yang
dihasilkan. Pada dasarnya dikenal dua sumber atau penyebab timbulnya variasi,
yang diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Variasi Penyebab Khusus (special-causes variation) adalah kejadian-kejadian
di luar sistem manajemen kualitas yang mempengaruhi variasi dalam sistem
itu. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor : manusia, mesin dan
peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dan lain-lain. Penyebab khusus
ini mengambil pola-pola non acak (nonrandom pattens) sehingga dapat
diidentifikasi/ditemukan, sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses tetapi
4 Vincent, Gaspers, Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas (Jakarta : Penerbit PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2001), pp. 1-10
Universitas Sumatera Utara
memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses, sehingga menimbulkan
variasi. Dalam konteks analisis data menggunakan peta-peta kendali atau
kontrol (control chart), jenis variasi sering ditandai dengan titik-titik
pengamatan yang melewati atau keluar dari batas-batas pengendalian yang
didefinisikan (defined control limits).
2. Variasi Penyebab Umum (common - causes variation) adalah faktor - faktor
di dalam sistem manajemen kualitas atau yang melekat pada proses yang
menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem itu beserta hasil-hasilnya.
Penyebab umum sering disebut juga disebut sebagai penyebab acak
(random causes) atau penyebab sistem (system causes). Karena penyebab
umum ini selalau melekat pada sistem manajemen kualitas, untuk
menghilangkannya harus menelusuri elemen-elemen dalam sistem itu dan
hanya pihak manajemen yang dapat memperbaikinya, karena pihak
manajemen yang mengendalikan sistem manajemen kualitas itu. Dalam
konteks analisis data dengan menggunakan peta - peta kendali atau kontrol
(control chart), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan
yang berada dalam batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined
control limits).
Suatu proses hanya mempunyai variasi penyebab umum (common-causes
variation) yang mempengaruhi produk atau out-comes merupakan proses
yang stabil karena penyebab sistem yang mempengaruhi variasi biasanya
relatif stabil sepanjang waktu. Variasi penyebab umum dapat diperkirakan
dalam batas-batas pengendalian yang ditetapkan dengan menggunakan peta-
Universitas Sumatera Utara
peta kontrol. Sedangkan apabila variasi penyebab khusus terjadi dalam
proses, proses itu akan menjadi tidak stabil. Upaya-upaya menghilangkan
variasi penyebab khusus akan membawa proses ke dalam pengendalian
proses menggunakan peta-peta kontrol statistikal (statistikal control charts).
3.7. Six Sigma Motorola (Tahun 1988)
Motorola Corporation mengembangkan metode kualitas dengan
menetapkan program/proyek Six Sigma ke segenap aktivitas prosesnya (dalam
Malcolm Baldridge National Quality Award). Tujuan program/proyek tersebut
mereduksi berbagai variasi proses yang timbul di setiap fungsi proses. Dasar
pertimbangan awal program tersebut adalah menetapkan tingkat standar
penyimpangan () sebesar 6. Harga 6 adalah nilai tengah dari tebaran spesifikasi
proses. Motorola mengalokasikan sebesar 1,5 yang ditarik () dari nilai tengah
(6). Lalu sisanya 4,5 adalah batasan aman dan batasan respektif. Jika rata-
rata proses berada ditengah-tengah kurva (6), berarti Cp = 2,00 atau dapat
diartikan bahwa setiap 1.000.000 proses hanya akan terjadi 54 kali kegagalan
proses.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.1. Interpretasi dari Program Six Sigma Motorola
3.7.1. Six Sigma dan Kapabilitas Proses
Konsep dasar dari kapabilitas proses adalah sebagai berikut :
1. Aktualisasi rata-rata kinerja proses harus sebanding dengan level kinerja ideal
atau harga/nilai target;
2. Tebaran kinerja proses harus relatif lebih kecil dari batasan fungsional;
Berdasarkan pada filosofi Six Sigma “do the right thing, and do thing
right all the time”, kapabilitas proses menjadi permasalahan yang cukup serius.
Jika proses dapat terlaksana dengan kinerja yang tinggi, akan dapat timbul
masalah-masalah ketidakkonsistenan dari proses dan kualitas produk yang
disebabkan oleh upaya pemenuhan target terhadap waktu (asumsi; volume
produksi tinggi akan meningkatkan nilai profitabilitas = kinerja proses). Hal ini
sering dijumpai pada produk-produk jasa pelayanan. Six Sigma adalah kunci
strategis dalam menghadapi masalah tersebut. Hal ini karena dalam daur hidup
LSL
4,5 Sigma
1,5 Sigma
1,5 Sigma
4,5 Sigma
Mean Proses
USL
Universitas Sumatera Utara
proses seperti kasus di atas, maka strategi yang paling tepat adalah menerapkan
berbagai metode pendekatan kualitas (produk/proses) dan manajemen proses
sesuai dengan dasar kepentingannya. Tujuan dari inisiatif six Sigma tersebut
adalah untuk memastikan bahwa aktivitas proses berjalan dengan
mempertimbangkan seluruh faktor yang mempengaruhi proses yang ada agar
berada pada derajat konsistensi yang tinggi.
3.7.2. Perspektif Six Sigma
Six sigma adalah sebuah konsep dan metodologi yang terfokus pada upaya
penciptaan nilai produk dan jasa yang bertaraf “world-class”, yang bergerak
seiring dengan upaya pengembangan dan peningkatan kinerja di dalam aktivitas
bisnis, pembangunan struktur organisasional kerja yang terlibat di dalamnya, serta
penyusunan peta proses kerja bisnis korporosi secara aktual dan nyata.
Six Sigma adalah konsep pengembangan dan peningkatan kinerja bisnis
yang memiliki dua maksud. Maksud yang pertama adalah “world-class Standard”
atau sebagai tolok ukur dalam penilaian karakteristik produk/jasa dan parameter
proses dalam aktivitas bisnis. Maksud kedua adalah sebagai metode dan aplikasi
pengembangan serta peningkatan struktur-struktur proses bersamaan dengan
struktur organisasional bisnis sebagai bagian dari standar operasional yang
mendekati nilai kesempurnaan. Perbedaan maksud tersebut hanya akan dapat
dilihat dan dibuktikan dengan metode serta aplikasi statistika modern.
Universitas Sumatera Utara
3.7.3. Prinsip Six Sigma
Dalam memahami perbedaan interpretasi dan sudut pandang berbagai
konsep manifestasi kualitas adalah dengan memperhatikan prinsip-prinsip
aktivitas proses kerja, esensi metodologi yang digunakan, atau dengan menilai
ekpresi dari pendekatan multi - fungsi yang ada di dalamnya. Sehubungan dengan
itu, perbedaan antara six sigma dengan model pendekatan statistika lainnya adalah
six sigma merupakan sebuah konsep strategi pengembangan dan peningkatan
proses/produk/jasa yang menggunakan pendekatan pada berbagai prinsip - prinsip
dan model - model statistika. Pendekatan prinsip-prinsip dan model - model
statistik tersebut diterapkan dalam mendukung aktivitas pendefinisian
subjek-objek, pemetaan matriks kerja atau proses, perhitungan level-level sigma,
dan pengukuran tingkat kinerja proses maupun produk/jasa. Dalam aktivitas
proses pengembangan dan peningkatan six sigma akan dipengaruhi oleh tiga
elemen dasar, yaitu :
1. Pendekatan proyek-proyek
2. Infrastruktur organisasional kerja
3. Peningkatan kompetensi dan kapabilitas dari personil atau sumber daya
manusia yang terlibat di dalamnya.
3.8. Tahapan –Tahapan Dalam Six Sigma
Penentuan kualitan Six Sigma dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC). Adapun
tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut.
3.8.1. Define
Universitas Sumatera Utara
3.8.1.1.Diagram SIPOC (Supplier-Input-Process-Output-Customer)5
Diagram SIPOC adalah peta tingkat tinggi yang digunakan untuk
menentukan batasan proyek Six Sigma dengancara mengidentifikasi proses yang
sedang dipelajari, input dan output proses tersebut serta pemasok dan
pelanggannya. Dengan informasi yang cukup mengenai fungsi-fungsi yang terkait
dalam perusahaan itu, dapat dipahami dan diketahui jalannya proses yang ada di
dalam perusahaan dari awal sampai akhir sehingga dapat melakukan perbaikan
terhadap masalah yang ada di dalam proses secara tepat. Pembuatan diagram ini
biasanya dilakukan pada awal dari penelitian, bila menggunakan metode DMAIC
maka pembuatan diagram SIPOC berada pada tahap define karena akan digunakan
sebagai dasar pedoman bagi perbaikan yang akan dilakukan. Bentuk dari diagram
SIPOC dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Bentuk Diagram SIPOC
Adapun penjelasan dari masing-masing bagian pada diagram SIPOC di atas yaitu:
5 James R. Evans dan William M. Lindsay, Op. cit, hlm. 93-94
Universitas Sumatera Utara
1. Supplier (Pemasok)
Supplier adalah orang, proses, perusahaan yang menyalurkan dan
menyediakan bahan dan segala sesuatu yang dikerjakan di dalam proses. Pihak
supplier ini bisa berupa supplier eksternal dan supplier internal. Yang
dimaksud dengan supplier eksternal adalah adalah supplier yang berasal dari
luar perusahaan. Sedangkan yang dimaksud dengan supplier internal adalah
supplier yang berasal dari dalam perusahaan yang biasanya berasal dari proses
sebelumnya.
2. Input (Masukan)
Input adalah barang atau jasa yang dibutuhkan oleh suatu prosesuntuk
menghasilkan output. Input tidak hanya berupa material atau bahan mentah
yang diperlukan untuk proses produksi, akan tetapi juga dapat pula berupa
informasi yang kemudian input ini akan diolah lebih lanjut di dalam proses.
3. Process (Proses)
Proses adalah langkah-langkah yang diperlukan baik langkah-langkah yang
memberikan nilai tambah terhadap produk maupun yang tidak untuk membuat
produk mulai dari bahan mentah sampai menjadi produk jadi.
4. Output (Hasil)
Output adalah produk jadi, baik itu barang ataupun jasa atau informasi, yang
dihasilkan oleh proses dimana hasil ini kemudian dikirimkan kepada
konsumen.
5. Customer (Pelanggan)
Universitas Sumatera Utara
Pelanggan adalah orang, departemen atau perusahaan yang menerima output,
dan juga bisa bersifat eksternal maupun internal terhadap
perusahaan.Pelanggan eksternal adalah pelanggan yang berasal dari luar
perusahaan yang biasanya membeli produk jadi, sedangkan pelanggan internal
adalah pelanggan yang berasal dari dalam perusahaan yang biasanya berupa
proses atau divisi yang selanjutnya yang akan menerima hasil dari proses
sebelumnya.
3.8.1.2.Peta Kerja 6
Peta-peta kerja merupakan alat sistematis untuk mengumpulkan semua
fakta-fakta, yang kemudian dengan mengemukakan peta-peta kerja pula fakta-
fakta ini dikomunikasikan kepada orang lain dengan sistematis dan jelas. Untuk
bisa mengemukakan fakta-fakta dengan baik, perlu ditinjau secara makro dan
mikro. Peninjauan secara makro berarti bahwa fakta-fakta yang ada ditinjau secara
menyeluruh sedangkan secara makro fakta-fakta yang ada ditinjau secara
terperinci disetiap stasiun kerja. Kedua cara peninjauan ini dipenuhi dengan
menggunakan peta kerja artinya peta-peta kerja yang ada sekarang pada dasarnya
bisa dibagi dalam dua kelompok besar yaitu peta-peta kerja yang menganalisa
secara keseluruhan (makro), dan peta-peta kerja yang menganalisa kerja setempat
(mikro).
6 Iftikar Z. Sutalaksana, Teknik Tata Cara Kerja, (Bandung : Penerbit ITB, 1979)
Universitas Sumatera Utara
Peta-peta kerja sangat berguna untuk mengumpulkan fakta-fakta dan
penyajiannya dalam langkah penganalisisan masalah. Peta-peta kerja merupakan
salah satu alat yang sistematis dan jelas untuk berkomunikasi secara luas dan
sekaligus melalui peta-peta kerja ini bisa didapatkan informasi-informasi yang
diperlukan untuk memperbaiki suatu metoda kerja. Contoh informasi-informasi
yang diperlukan untuk memperbaiki suatu metoda kerja, terutama dalam suatu
proses produksi ialah sebagai berikut:
1. Jumlah benda kerja yang harus dibuat.
2. Waktu operasi mesin.
3. Kapasitas mesin.
4. Bahan-bahan khusus yang harus disediakan.
5. Alat-alat khusus yang harus disediakan.
6. Dan sebagainya.
Peta Proses Operasi (Operation Process Chart)
Peta proses operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan
langkah-langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan-urutan
operasi dan pemeriksaan, mulai dari awal sampai menjadi produk jadi utuh
maupun sebagai komponen, dan juga memuat informasi-informasi yang
diperlukan untuk analisa lebih lanjut, seperti waktu yang dihabiskan, material
yang digunakan, dan tempat atau alat atau mesin yang dipakai.
Kegunaan peta proses operasi antara lain:
1. Bisa mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya.
2. Bisa memperkirakan kebutuhan akan bahan baku.
Universitas Sumatera Utara
3. Sebagai alat untuk latihan kerja.
4. Sebagai alat untuk menentukan tata letak kerja.
Prinsip-prinsip pembuatan peta proses operasi adalah sebagai berikut:
1. Pertama-tama pada baris paling atas dinyatakan kepalanya “Peta Proses
Operasi” yang diikuti oleh identifikasi lain, seperti: nama objek, nama
pembuat peta, tanggal dipetakan, cara lama atau cara sekarang, nomor peta
dan nomor gambar.
2. Material yang akan diproses diletakkan di atas garis horizontal, yang
menunjukkan bahwa material tersebut masuk ke dalam proses.
3. Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal, yang menunjukkan
terjadinya perubahan proses.
4. Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan sesuai
dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk tersebut atau
sesuai dengan proses yang terjadi.
5. Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri
dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi.
3.8.2. Measure
3.8.2.1.Critical To Quality(CTQ)7
Critical To Quality adalah kebutuhan yang sangat penting dari produk
yang diperlukan oleh pelanggan. Identifikasi CTQ membutuhkan pemahaman
7 Peter SPande, Neuman, Robert P., Cavanagh, Roland R, Op.cit, hlm. 31
Universitas Sumatera Utara
akan suara pelanggan (voice of customer) yaitu kebutuhan pelanggan yang
diekspresikan dalam bahasa pelanggan itu sendiri.
Perusahaan yang bersangkutan harus dengan jelas mendefinisikan
bagaimana karakteristik CTQ ini dapat diukur dan dilaporkan. CTQ yang
merupakan karakteristik kualitas yang ditetapkan seharusnya berhubungan
langsung dengan kebutuhan spesifik pelanggan yang diturunkan secara langsung
dari persyaratan-persyaratan output dan pelayanan. Pada akhirnya, perusahaan
tersebut harus menghubungkan pengukuran CTQ pada kunci proses dan
pengendalian sehingga perusahaan dapat menentukan bagaimana meningkatkan
proses.
3.8.2.1.Uji Kenormalan Data Metode Kolmogorov-Smirnov 8
Metode Kolmogorov-Smirnov, yang merupakan uji kenormalan paling
populer, didasarkan pada nilai D. Langkah-langkah penyelesaian dan penggunaan
rumus namun pada signifikansi metode Kolmogorov-Smirnov menggunakan tabel
pembanding Kolmogorov-Smirnov. Adapun rumus perhitungannya yaitu:
SD
XZ X i
Rumus untuk menguji nilai signifikan = [FT – FS]
Keterangan :
Xi = Angka pada data
Z = Transformasi dari angka ke notasi pada distribusi normal
8 http://exponensial.wordpress.com/tag/uji-normalitas
Universitas Sumatera Utara
FT = Probabilitas komulatif normal
FS = Probabilitas komulatif empiris
FT = komulatif proporsi luasan kurva normal berdasarkan notasi Zi, dihitung dari
luasan kurva mulai dari ujung kiri kurva sampai dengan titik Z.
data pada angkaseluruh Banyaknya
n ke angka sampai angka Banyaknya iSF
1. Persyaratan
a. Data berskala interval atau ratio (kuantitatif)
b. Data tunggal / belum dikelompokkan pada tabel distribusi frekuensi
c. Dapat untuk n besar maupun n kecil.
2. Siginifikansi
Signifikansi uji, nilai | FT – FS | terbesar dibandingkan dengan nilai tabel
Kolmogorov Smirnov. Jika nilai | FT – FS | terbesar kurang dari nilai tabel
Kolmogorov Smirnov, maka Ho diterima ; H1 ditolak. Jika nilai | FT – FS |
terbesar lebih besar dari nilai tabel Kolmogorov Smirnov, maka Ho ditolak ;
H1 diterima. Tabel Nilai Quantil Statistik Kolmogorov Distribusi Normal
3. Keunggulan Kolmogorov Smirnov (KS)
a. Tidak memerlukan data yang berkelompok
b. Bisa digunakan untuk sampel yang kecil
c. Tidak bersifat kategorik
d. Lebih fleksibel, dapat mengestimasi variasi standar deviasi
Universitas Sumatera Utara
3.8.2.2.Peta Kontrol9
Peta kontrol pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew
Shewhart, oleh karena itu peta kontrol ini juga sering disebut dengan peta kendali
Shewhart.Maksud dari peta kontrol ini adalah untuk menghilangkan variasi yang
disebabkan oleh penyebab khusus dan umum.Pada dasarnya setiap peta kontrol
memiliki:
1. Garis tengah (Central Line), yang dinotasikan sebagai CL.
2. Sepasang batas kontrol (Control Limits). Satu batas kontrol ditempatkan di
atas CL yang dikenal dengan batas kontrol atas (Upper Control Limit),
yang dinotasikan sebagai UCL. Sedangkan yang satu lagi batas kontrolnya
ditempatkan di bawah CL yang dikenal dengan batas kontrol bawah
(Lower Control Limit), yang dinotasikan sebagai LCL.
3. Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan
dari proses. Jika nilai yang diplot di peta kontrol masih berada dalam batas
kontrol, maka proses yang berlangsung dianggap terkontrol. Sedangkan
jika nilai diplot berada di luar batas kontrol, maka proses dianggap di luar
kontrol sehingga perlu diambil tindakan perbaikan.
Batas kontrol adalah suatu batas atas dan batas bawah dari suatu proses
yang selalu berfluktuasi, dimana dengan mudah dapat diidentifikasi apakah suatu
proses dapat dikatakan terkendali atau tidak. Adapun contoh dari peta kontrol
dapat dilihat pad Gambar 3.3.
9 James R. Evans dan William M. Lindsay, Op.cit, hlm. 242-258
Universitas Sumatera Utara
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Subgroup Number
Kesalahan
(Unit)
Data
CL
UCL
LCL
Gambar 3.3 Contoh Peta Kontrol
Peta kontrol dapat digunakan untuk tiga tujuan yaitu:
1. Untuk membantu mengidentifikasi sebab khusus variasi dan menciptakan
status pengendalian statistik
2. Untuk mengawasi proses dan menandakan kapan proses tersebut keluar dari
batasan pengedalian
3. Untuk menentukan kapabilitas proses.
Dalam membuat peta kendali pertama-tama yang harus dilakukan adalah
menentukan jenis data yang akan diolah dalam peta kendali. Jenis data yang akan
diolah terdiri dari data variabel (variables data) dan data atribut (attributes data).
Data variabel merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis dan
data atribut merupakan data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan
Universitas Sumatera Utara
analisis. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit ketidaksesuaian
dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan.
Peta Kontrol p
Peta kontrol p adalah peta kontrol untuk mengamati proporsi atau
perbandingan antara produk yang cacat dengan total produksi. Dengan demikian,
peta kontrol p digunakan untuk mengendalikan proporsi dari item-item yang tidak
memenuhi syarat spesifikasi kualitas atau proporsi dari produk yang cacat yang
dihasilkan dalam suatu proses.Proporsi yang tidak memenuhi syarat didefinisikan
sebagai rasio banyaknya item yang tidak memenuhi syarat dalam suatu kelompok
terhadap total banyaknya item dalam kelompok itu. Item-item itu dapat
mempunyai beberapa karakteristik kualitas yang diperiksa atau diuji secara
simultan oleh pemeriksa. Jika item-item itu tidak memenuhi standar pada satu
atau lebih karakteristik kualitas yang diperiksa, item-item itu digolongkan sebagai
tidak memenuhi syarat spesifikasi atau cacat.
Pembuatan peta kontrol p, dapat dilakukan mengikuti langkah-langkah
berikut:
1. Tentukan ukuran contoh yang cukup besar (n>30)
2. Hitung nilai proporsi cacat dan simpangan baku
3. Hitung batas-batas kontrol 3-Sigma
p = eljumlahsamp
Jumlahdata
CL = p
Universitas Sumatera Utara
UCL = 1
)1(3
n
ppp
LCL = 1
)1(3
n
ppp
Untuk peta kontrol atribut ini, ketika nilai LCL bernilai positif maka nilai
LCL diubah menjadi nol (LCL= 0). Hal ini dikarenakan jika nilai proporsi
dari suatu subgrup berada di bawah nilai LCL maka akan dianggap out of
control (diluar batas kendali), sedangkan dalam pengertian pengendalian
kualitas suatu proses produksi dikatakan memiliki kualitas baik apabila
proporsi kecacatannya mendekati nol. Untuk menghindari masalah seperti
itu, maka batas kendali LCL yang positif ini dibuat menjadi nol. Demikian
juga untuk nilai LCL yang bernilai negatif dibuat menjadi nol (LCL= 0),
karena dalam kenyataan tidak ada proporsi kecacatan yang bernilai negatif.
4. Plot atau tebarkan data proporsi (atau persentase) yang cacat dan lakukan
pengamatan apakah data itu berada dalam pengendalian statistikal.
5. Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada pada
pengendalian statistikal, gunakan peta kontrol p untuk memantau proses
terus-menerus. Tetapi apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses
tidak berada pada pengendalian statistikal, proses itu harus diperbaiki
terlebih dahulu sebelum menggunakan peta kontrol itu untuk pengendalian
kualitas terus-menerus.
Universitas Sumatera Utara
6. Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada pada
pengendalian statistikal, tentukan kapabilitas proses menghasilkan produk
yang sesuai (tidak cacat) sebesar: (100% x p ).
3.8.2.3.Perhitungan Tingkat Sigma10
Dalam pendekatan Six Sigma, proses yang terjadi dalam suatu pabrik atau
perusahaan diukur kinerjanya dengan menghitung tingkat sigmanya. Semakin
nilai Sigma mendekati enam Sigma maka kinerja dari proses dapat dikatakan
sangat baik. Dasar perhitungan tingkat Sigma adalah menggunakan DPMO untuk
data atribut.
Perhitungan DPMO dan Tingkat Sigma untuk data atribut dapat dilakukan
sesuai langkah-langkah perhitungan berikut ini:
1. Defect Per Unit (DPU). Ukuran ini merefleksikan jumlah rata-rata dari cacat,
semua jenis, terhadap jumlah total unit dari unit yang dijadikan sampel.
Dimana:
D = jumlah defective atau jumlah kecacatan yang terjadi dalam proses
produksi
U = jumlah unit yang diperiksa
2. Defect Per Opportunity (DPO). Menunjukkan proporsi cacatatas jumlah total
peluang dalam sebuah kelompok.
Dimana:
10 Peter SPande, Neuman, Robert P., Cavanagh, Roland R, Op.cit, hlm. 237-246
Universitas Sumatera Utara
OP (Opportunity) = karaketristik yang berpotensi untuk menjadi cacat.
3. Defect Per Million Opportunities (DPMO). DPMO mengindikasikan berapa
banyak cacatakan muncul jika ada satu juta peluang.
4. Mengkonversikan nilai DPMO menggunakan tabel konversiuntuk mengetahui
proses berada pada tingkat Sigma berapa.
5. Perhitungan tingkat Sigma dapat dengan mudah dihitung dengan
menggunakan Microsoft Excel yaitu dengan menggunakan formula berikut ini
(Evan&Lindsay, 2007, hal.46):
NORMSINV (1-DPMO/1.000.000)
3.8.3. Analyze
3.8.3.1.Diagram Pareto11
Kata Pareto berasal dari nama seorang ahli ekonomi berkebangsaan Italia,
Wilfredo Pareto lengkapnya, lahir di Paris tahun 1848. Di usia senjanya, Pareto
gusar melihat kepincangan penyebaran tingkat kekayaan masyarakat di negerinya.
Maka pada tahun 1906, diciptakanlah sebuah formula matematis untuk
menggambarkan penyebaran kekayaan di negerinya yang tidak merata.
Dikemukakan bahwa ternyata 20% orang Italia telah menguasai 80% kekayaan di
negerinya.
Hasil penelitian Pareto ini sejak tahun 1897 akhirnya diresmikan menjadi
sebuah rumus atau formula dengan berbagai macam nama: Pareto Principle; The
11 Iskandar Indranata, Pendekatan Kualitatif untuk Pengendalian Kualitas (Jakarta : Penebit Universitas Indonesia (UI-Press), 2008), h. 239-242
Universitas Sumatera Utara
Pareto Law; The 80/20 rule; The Principle of Least Effort; atau The principle of
Imbalance. Konon karena Pareto dinilai kurang artikulatif dalam menjajakan
temuannya ini berdasarkan perkembangan metodologi dan konteks penelitian,
akhirnya mendorong para pakar untuk ikut terjun melengkapi rumus atau temuan
yang dinilai sangat berguna bagi pencerahan peradaban manusia ini. Tahun 1949,
George K Zipf, seorang professor dari Harvard University, mengembangkan
wilayah penelitian dengan menjadikan temuan Pareto sebagai acuan. Hasilnya
bahwa manusia, benda-benda, waktu, keahlian, atau semua alat produksi telah
memiliki aturan alamiah yang berkaitan antara hasil dan aktivitas dengan jumlah
perbandingan mulai dari 80/20 atau 70/30.
Contoh di bidang lain mengindikasikan bahwa 20% kesalahan atau
penyimpangan akan menyebabkan 80% masalah yang timbul. Para manajer
proyek akan mengatakan bahwa 20% pekerjaan akan menyita 80% waktu dan
sumber daya. Para pengusaha akan mengatakan bahwa 20% stok barang akan
memakan 80% tempat penyimpanan, atau 80% stok barang berasal dari 20%
pemasok. Para peritel mengatakan bahwa 20% pelanggan akan menghasilkan 80%
penjualan.
Pareto diagram adalah suatu diagram yang menggambarkan urutan
masalah menurut bobotnya yang dinyatakan dengan frekuensinya. Kegunaannya
adalah untuk:
1. Menentukan jenis persoalan utama.
2. Membandingkan masing-masing jenis persoalan terhadap keseluruhan.
3. Menunjukkan tingkat perbaikan yang berhasil dicapai.
Universitas Sumatera Utara
4. Membandingkan hasil perbaikan masing-masing jenis persoalan sebelum dan
setelah perbaikan.
Langkah-langkah pembuatan Pareto diagram sebagai berikut:
1. Stratifikasi dari problem, dinyatakan dalam angka.
2. Tentukan jangka waktu pengumpulan data yang akan dibahas untuk
memudahkan melihat perbandingan sebelum dan sesudah penanggulangan
(jangka waktu harus sama).
3. Atur masing-masing penyebab (sesuai dengan stratifikasi) secara berurutan
sesuai besarnya nilai dan gambarkan dalam grafik kolom. Penyebab dengan
nilai lebih besar terletak di sisi kiri, kecuali ”dan lain-lain” terletak di paling
kanan.
4. Gambarkan grafik garis yang menunjukkan jumlah persentase (total 100%)
pada bagian atas grafik kolom dimulai dengan nilai yang terbesar dan di
bagian bawah/keterangan kolom tersebut.
5. Pada bagian atas dan samping berikan keterangan/nama diagram dan jumlah
unit seluruhnya.
Adapun diagram pareto dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4. Diagram Pareto
Universitas Sumatera Utara
Cara untuk membuat diagram Pareto dengan menggunakan Software
MINITAB 14 adalah sebagai berikut:
1. Masukkan data yang akan diproses.
2. Klik Stat>Quality Tools>Pareto Chart.
3. Masukkan data CTQ ke dalam Labels in dan jumlah unit cacat ke dalam
Frequencies in. Klik OK.
4. Tampilan data diagram Pareto.
3.8.3.2.Diagram Sebab Akibat (Cause-Effect Diagram)12
Cause-Effect Diagram adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan
antara sebab dan akibat. Diagram ini digunakan untuk menganalisis persoalan dan
faktor yang menimbulkan persoalan yang terjadi. Diagram ini dibuat oleh Dr.
Kaoru Ishikawa pada tahun 1943 dan kadang-kadang juga dikenal sebagai
diagram Ishikawa.
Cause-Effect Diagram adalah diagram yang menunjukkan kumpulan dari
sekelompok sebab-sebab (yang disebut sebagai faktor) serta akibat yang timbul
(yang disebut sebagai karakteristik mutu) yaitu masalah yang dihadapi.Cause-
Effect Diagram ini digunakan untuk menyelidiki akibat-akibat yang buruk dari
suatu masalah untuk dicari solusinya atau akibat-akibat yang baik untuk dipelajari
penyebab-penyebabnya. Untuk setiap akibat, bisa terdiri dari banyak penyebab.
12 Iskandar Indranata, Op.cit, hlm. 208-212
Universitas Sumatera Utara
Prinsip yang dipakai untuk membuat diagram sebab-akibat ini adalah
sumbang saran (brainstorming). Untuk mempermudah menemukan faktor
penyebab, pada umumnya faktor-faktor tersebut dikelompokkan dalam 5 faktor
utama yaitu man, machine, material, method serta environment.
Langkah pertama dalam membuat Diagram Sebab-akibat adalah tim
proyek mengidentifikasi akibat atau masalah kualitas. Ini ditempatkan di sisi
kanan kertas yang besar oleh pemimpin team. Kemudian penyebab-penyebab
utama diidentifikasi dan ditempatkan di diagram. Adapun model diagram sebab
akibat dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Masalah
ManusiaMetode
bahanMesin/peralatanLingkungan
Gambar 3.5. Model Diagram Sebab Akibat
Langkah selanjutnya adalah mencari faktor-faktor yang lebih terperinci
yang berpengaruh pada faktor utama tersebut. Tulis faktor tersebut di kiri dan
kanan panah penghubung tadi dan buatlah panah di bawah faktor tersebut menuju
garis penghubung.
Dari diagram yang sudah lengkap cari penyebab utama dengan
menganalisa data yang ada dan buatlah urutannya dengan memakai diagram
Pareto. Bila analisa data tidak dapat dilakukan, pilihlah faktor-faktor yang diduga
sangat berpengaruh dalam menentukan urutan menggambarkan pada diagram.
Universitas Sumatera Utara
Cause-Effect diagram mempunyai kegunaan yang cukup banyak baik
dalam peningkatan kualitas maupun dalam hal-hal lain. Beberapa kegunaan dari
Cause-Effect diagram adalah:
1. Sebagai alat untuk training.
2. Sebagai alat untuk mengarahkan diskusi pada faktor-faktor yang dominan.
3. Dapat dijadikan petunjuk dalam pengumpulan dan pencatatan data.
4. Dapat menunjukkan tingkat kemampuan dari pekerja.
3.8.3.3.Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)13
FMEA atau analisis mode kegagalan dan efek adalah suatu prosedur
terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode
kegagalan. Suatu metode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam
kecacatan/kegagalan dalam desain, kondisi diluar batas spesifikasi yang
ditetapkan, atau perubahan-perubahan dalam produk yang menyebabkan
terganggunya fungsi dari produk itu. Dengan menghilangkan mode kegagalan,
maka FMEA akan meningkatkan keandalan dari produk sehingga meningkatkan
kepuasan pelanggan yang menggunakan produk tersebut. Langkah-langkah dalam
membuat FMEA adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi proses atau produk/jasa.
13 Dyadem Press, Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis for Automotive, aerospace, and General Manufacturing Industries, (New York : CRC Press, 2003), hlm. 41-46
Universitas Sumatera Utara
2. Mendaftarkan masalah-masalah potensial yang dapat muncul, efek dari
masalah-masalah potensial tersebut dan penyebabnya. Hindarilah masalah-
masalah sepele.
3. Menilai masalah untuk keparahan (severity), probabilitas kejadian (occurance)
dan detektabilitas (detection).
4. Menghitung Risk Priority Number atau RPN yang rumusnya adalah dengan
mengalikan ketiga variabel dalam poin 3 diatas dan menentukan rencana
solusi-solusi prioritas yang harus dilakukan.
Dari contoh tabel FMEA14 dalam Gambar 3.6, berikut ini akan dijelaskan
langkah-langkah dalam pengisian tabel FMEA, yaitu:
Gambar 3.6. Contoh Tabel FMEA
14 Dyadem Press, Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis for Automotive, aerospace, and General Manufacturing Industries, (New York : CRC Press, 2003), hlm. 98
Universitas Sumatera Utara
1. Fungsi proses
Merupakan gambaran dari proses produksi yang akan dianalisa beserta dengan
penjelasan secara singkat fungsi dari proses tersebut. Jika prosesnya ada
beberapa operasi dengan potensi kegagalan yang berbeda, daftarkan operasi
sebagai proses terpisah.
2. Jenis kegagalan yang terjadi
Potensi kegagalan proses yang diidentifikasi adalah proses yang terjadi gagal
dalam memenuhi persyaratan proses. Gunakan pengalaman proses yang sama
untuk mereview klaim pelanggan sehubungan dengan komponen yang sama.
Asumsikan bahwa part atau material yang masuk sudah baik.
3. Efek dari kegagalan yang terjadi
Akibat yang ditimbulkan dari kegagalan yang terjadi terhadap konsumen
maupun efek terhadap kelangsungan proses selanjutnya.
4. Severity
Nilai tingkat keparahan dari akibat yang ditimbulkan terhadap konsumen
maupun terhadap kelangsungan proses selanjutnya yang secara tidak langsung
juga merugikan. Terdiri dari rating dari 1 – 10. Tabel 3.1. memperlihatkan
kriteria dari setiap nilai rating severity. Makin parah efek yang ditimbulkan,
makin tinggi nilai rating yang diberikan.
5. Penyebab kegagalan
Penyebab kegagalan didefinisikan sebagai penjelasan mengapa kegagalan-
kegagalan pada proses tersebut bisa terjadi. Setiap kemungkinan penyebab
kegagalan yang terjadi didaftarkan dengan lengkap.
Universitas Sumatera Utara
6. Occurrence
Seberapa sering kemungkinan penyebab kegagalan terjadi. Nilai occurrence
ini diberikan untuk setiap penyebab kegagalan. Terdiri dari rating dari 1 – 10.
Tabel 3.2. memperlihatkan kriteria dari setiap nilai rating occurrence. Makin
sering penyebab kegagalan terjadi, makin tinggi nilai rating yang diberikan.
7. Kontrol yang dilakukan
Kontrol yang dilakukan untuk mendeteksi penyebab kegagalan yang terjadi.
8. Detection (detectability)
Seberapa jauh penyebab kegagalan dapat dideteksi. Terdiri dari rating dari 1 –
10. Tabel 3.3. memperlihatkan kriteria dari setiap nilai rating detectability.
Makin sulit mendeteksi penyebab kegagalan yang terjadi, makin tinggi nilai
rating yang diberikan.
9. Risk Priority Number (RPN)
RPN merupakan perkalian dari rating occurrence (O), severity (S) dan
detectability (D):
RPN = O x S x D
Angka ini digunakan sebagai panduan untuk mengetahui masalah yang paling
serius, dengan indikasi angka yang paling tinggi memerlukan prioritas
penanganan serius.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1. Nilai Severity
Rating Criteria of Severity Effect
10 Tidak berfungsi sama sekali
9 Kehilangan fungsi utama dan menimbulkan peringatan
8 Kehilangan fungsi utama
7 Pengurangan fungsi utama
6 Kehilangan kenyamanan fungsi penggunaan
5 Mengurangi kenyamanan fungsi penggunaan
4 Perubahan fungsi dan banyak pekerja menyadari adanya masalah
3 Tidak terdapat efek dan pekerja menyadari adanya masalah
2 Tidak terdapat efek dan pekerja tidak menyadari adanya masalah
1 Tidak ada efek
Tabel 3.2. Nilai Occurence
Rating Probability of Occurrence
10 1 dalam 2
9 1 dalam 3
8 1 dalam 8
7 1 dalam 20
6 1 dalam 80
5 1 dalam 400
4 1 dalam 2.000
3 1 dalam 15.000
2 1 dalam 150.000
1 <1 dalam 1.500.000
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.3. Nilai Detection
Rating Detection Design Control
10 Tidak mampu terdeteksi
9 Kesempatan yang sangat rendah dan sangat sulit untuk terdeteksi
8 Kesempatan yang sangat rendah dan sulit untuk terdeteksi
7 Kesempatan yang sangat rendah untuk terdeteksi
6 Kesempatan yang rendah untuk terdeteksi
5 Kesempatan yang sedang untuk terdeteksi
4 Kesempatan yang cukup tinggi untuk terdeteksi
3 Kesempatan yang tinggi untuk terdeteksi
2 Kesempatan yang sangat tinggi untuk terdeteksi
1 Pasti terdeteksi
3.8.4. Improve
Perbaikan merupakan tahapan operasional keempat dalam six sigma.
Setelah sumber-sumber dan akar penyebab dari masalah-masalah kualitas
teridentifikasi maka langkah selanjutnya adalah mencari solusi atas permasalahan
tersebut. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui permasalahan mana yang
perlu mendapatkan prioritas perbaikan. Untuk mendapatkan langkah-langkah
perbaikan dapat diperoleh melalui pengumpulan ide-ide.
Universitas Sumatera Utara
3.8.4.1. Eksperimental Faktorial15
Apabila tiap faktor terdiri atas beberapa taraf, maka kombinasi tertentu
dari taraf tiap faktor menentukan sebuah kombinasi perlakuan. Jika semua, atau
hampir semua kombinasi antar taraf setiap faktor kita perhatikan, maka
eksperimen yang terjadi karenanya disebut eksperimen faktorial . Dengan kata
lain dapat dikatakan bahwa Eksperimen Faktorial adalah eksperimen yang semua
(hampir semua) taraf sebuah faktor tertentu dikombinasikan atau disilangkan
dengan semua (hampir semua) taraf tiap faktor lainnya yang ada dalam
eksperimen itu.
Model Acak Desain Eksperimen Faktorial a x b x c
Untuk eksperimen faktorial yang meliputi tiga buah faktor, misalnya
faktor-faktor A, B, dan C yang masing-masing terdiri dari a, b, dan c taraf, bila
eksperimennya dilakukan dengan menggunakan desain acak sempurna, dalam tiap
kombinasi perlakuan terdapat n buah unit eksperimen atau observasi, mak model
linier yang tepat untuk desain eksperimen faktorial a x b x c ini adalah:
Yijkl = + Ai + Bj + ABij + Ck + ACik + BCjk + ABCijk + l(ijk)
Dengan: i = 1, 2, …, a
j = 1, 2, …, b
k = 1, 2, …, c
l = 1, 2, …, n
15 Sudjana, Prof, Dr. M.A, Msc, Desain Eksperimen, Penerbit Tarsito Bandung, 1985, hal 105-115
Universitas Sumatera Utara
Yijkl = variabel respon hasil observasi ke-l yang terjadi karena pengaruh
bersama taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor B, dan taraf ke-k faktor
C.
μ = rata-rata yang sebenarnya (berharga konstan)
Ai = efek taraf ke-i faktor A
Bj = efek taraf ke-j faktor B
Ck = efek taraf ke-k faktor C
ABij = efek interaksi antara taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B
ACik = efek interaksi antara taraf ke-i faktor A dan taraf ke-k faktor C
BCjk = efek interaksi antara taraf ke-j faktor B dan taraf ke-k faktor C
ABCijk = efek terhadap variabel respon yang disebabkan oleh interaksi antar
taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor B, dan taraf ke-k faktor C
l(ijk) = efek unit eksperimen ke l dikarenakan oleh kombinasi perlakuan
(ijk)
Seperti biasa diasumsikan l(ijk) DNI (0, 2).
Untuk keperluan ANAVA, maka jumlah kuadrat-kuadrat semua nilai
pengamatan Y2 dan jumlah kuadrat-kuadrat untuk rata-rata Ry dihitung seperti
halnya untuk eksperimen faktorial dua faktor.
n
1l
2 ijkl
c
1k
b
1j
a
1i
2 abcndkdengan , YY
1dkdengan , abcnYR
2n
1lijkl
c
1k
b
1j
a
1iy
Universitas Sumatera Utara
Jumlah kuadrat-kuadrat lainnya yang diperlukan akan mudah dapat dihitung
apabila data hasil observasi dipecah dan disusun dalam beberapa buah daftar yaitu
daftar a x b x c, daftar a x b, daftar a x c, dan daftar b x c.
Dari daftar-daftar baru ini berturut-turut dapat dihitung
Jabc = jumlah kuadrat-kuadrat antara sel untuk daftar a x b x c
= y 2ijk
c
1k
b
1j
a
1i
RnJ
dengan Jijk = elemen dalam sel (ijk) dari daftar a x b x c =
n
1l ijklY
Jab = jumlah kuadrat-kuadrat antara sel untuk daftar a x b
= y 2ij
b
1j
a
1i
RcnJ
dengan Jij = elemen dalam sel (ij) dari daftar a x b =
c
1kijk
n
1l ijkl
c
1k
JY
Jac = jumlah kuadrat-kuadrat antara sel untuk daftar a x c
= y 2ik
c
1k
a
1i
RbnJ
dengan Jik = elemen dalam sel (ik) dari daftar a x c =
b
1jijk
n
1l ijkl
b
1j
JY
Jbc = jumlah kuadrat-kuadrat antara sel untuk daftar b x c
= y 2jk
c
1k
b
1j
RanJ
dengan Jjk = elemen dalam sel (jk) dari daftar b x c =
a
1iijk
n
1l ijkl
a
1i
JY
Jumlah kuadrat-kuadrat untuk sumber variasi perlakuan A adalah:
Ay = 1adkdengan ,RbcnAa
1iy
2i
Ai = jumlah semua nilai observasi untuk taraf ke-i faktor A
=
b
1j
c
1kik
b
1jij
c
1kijk
n
1l ijkl
c
1k
b
1j
JJ JY
Jumlah kuadrat-kuadrat untuk sumber variasi perlakuan B adalah:
Universitas Sumatera Utara
By = 1bdkdengan ,RacnBb
1jy
2j
Bj = jumlah semua nilai observasi untuk taraf ke-j faktor B
=
a
1i
c
1kjk
a
1iij
c
1kijk
n
1l ijkl
c
1k
a
1i
JJ JY
Jumlah kuadrat-kuadrat untuk sumber variasi perlakuan C adalah:
Cy = 1cdkdengan ,RabnCc
1ky
2k
Ck = jumlah semua nilai observasi untuk taraf ke-k faktor C
=
a
1i
b
1jjk
a
1iik
b
1jijk
n
1l ijkl
b
1j
a
1i
JJ JY
Selanjutnya jumlah kuadrat-kuadrat interaksi adalah:
ABy = Jab – Ay – By , dengan dk = (a – 1)(b – 1)
ACy = Jac – Ay – Cy , dengan dk = (a – 1)(c – 1)
BCy = Jbc – By – Cy , dengan dk = (b – 1)(c – 1)
ABCy= Jabc – Ay – By – Cy – ABy – ACy – BCy ,
dengan dk = (a – 1) (b – 1)(c – 1)
Ey = Y2 – Ry – Ay – By – Cy – ABy – ACy – BCy – ABCy
dengan dk = abc (n – 1)
Sebagaimana halnya dalam desain faktorial a x b di mana pengujian yang
tepat ditentukan oleh sifat taraf faktor-faktor, maka dalam hal ini pun sifat taraf
faktor tetap dan acak akan menentukan statistik F untuk pengujian yang
diperlukan.
Asumsi lain yang berlaku dalam model acak ini adalah:
Ai ~ DNI (0, A2 ) ;
Bj ~ DNI (0, B2 ) ;
Ck ~ DNI (0, C2 ) ;
ABij ~ DNI (0, AB2 ) ;
ACik ~ DNI (0, AC2 ) ;
Universitas Sumatera Utara
BCjk ~ DNI (0, BC2 ) ;
ABCijk ~ DNI (0, ABC2 ) ;
Dan dari asumsi-asumsi di atas maka hipotesa nol yang dapat diuji adalah :
H01 : A2 = 0 ;
H02 : B2 = 0 ;
H03 : C2 = 0
H04 : AB2 = 0 ;
H05 : AC2 = 0 ;
H06 : BC2 = 0 ;
H07 : ABC2 = 0 ;
Maka semua hipotesis nol diatas dapat diuji dengan menggunakan:
F = AB/ABC untuk hipotesis H04
F = AC/ABC untuk hipotesis H05
F = BC/ABC untuk hipotesis H06
F = ABC/E untuk hipotesis H07
Sedangkan untuk H01, H02, H03 tidak ada uji eksak yang dapat digunakan.
Daerah kritisnya ditentukan oleh:
F ((a – 1)(b – 1), (a – 1)(b – 1)(c – 1)) untuk hipotesis H04,
F ((a – 1)(c – 1), (a – 1)(b – 1)(c – 1)) untuk hipotesis H05,
F ((b – 1)(c – 1), (a – 1)(b – 1)(c – 1)) untuk hipotesis H06, dan
F((a – 1)(b – 1)(c – 1), abc(n – 1)) untuk hipotesis H07
Kriterianya adalah tolak hipotesis nol jika F ini terlalu kecil.
Daftar ANAVA untuk desain eksperimen faktorial a x b x c dapat dilihat dalam
Tabel 3.4. berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.4. Daftar ANAVA Desain Eksperimen Faktorial a x b x c Desain Acak Sempurna (n observasi tiap sel)
3.8.5. Tahap Pengendalian (Control)
Pengendalian merupakan tahap operasional terkahir dalam six sigma. Pada
tahap ini ketika sebuah proses dapat ditingkatkan atau perlu diperbaikai, maka
langkah-langkah perbaikan yang telah didapat perlu didokumentasikan dan
disebarluaskan, praktik-praktik terbaik yang sukses dalam meningkatkan kualitas
perlu distandarisasikan dan disebarluaskan. Ukuran-ukuran baru yang telah
diperoleh dapat dijadikan dasar dalam peningkatan kualitas secara terus-menerus.
Sumber Variasi Dk JK KT F
Rata-rata Perlakuan: A B C
1 a – 1 b – 1 c – 1
Ry Ay By Cy
R A B C
Tidak ada uji eksak yang dapat digunakan
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Ditinjau dari tujuannya, penelitian ini termasuk penelitian terapan (applied
research) dimana penelitian ini ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan
yang terjadi di perusahaan yang menjadi objek penelitian. Jika ditinjau dari
metode yang digunakan, maka penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
dimana penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan
setiap variabel yang mempengaruhi masalah yang ada sekarang secara sistematis
dan faktual. Hasil rancangan yang diberikan dalam penelitian ini akan diusulkan
dan dibandingkan terhadap keadaan aktual yang ada.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan usulan perbaikan dengan
mengurangi waste (pemborosan) yang terjadi selama proses produksi berlangsung
sehingga dapat meningkatkan kecepatan proses produksi dan kualitas produk
Ribeed Smoke Sheet yang dihasilkan oleh perusahaan. Selain itu, juga dilakukan
estimasi nilai peningkatan yang dapat dicapai oleh perusahaan melalui usulan
perbaikan tersebut.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di pabrik Karet PT. Perkebunan Nusantara II Batang
Serangan yang beralamat di Jl. Batang Serangan Kabupaten Langkat Sumatera
Universitas Sumatera Utara
Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan bulan Maret
2011.
4.3. Kerangka Berfikir
Penelitian dapat dilaksanakan apabila tersedianya sebuah perancangan
kerangka berpikir sehingga langkah-langkah penelitian lebih sistematis. Penelitian
ini diawali dengan menganalisis dan mengidentifikasi faktor-faktor yang
menyebabkan rendahnya kapabilitas proses yang disebabkan karena besarnya
jumlah produk cacat di lantai produksi dan hal ini menyebabkan pemborosan
biaya yang cukup besar karena produk cacat sebagai parameter tujuan penelitian.
Untuk penyelesaian permasalahan tersebut digunakan metodologi six
sigma yaitu define, measure, analyze, improve dan control. Dengan metodologi ini
maka akan dicapai tujuan sebagai berikut :
1. Menentukan prioritas produk cacat berdasarkan CTQ, kapabilitas proses dan
persentase frekuensi produk cacat departemen
3. Menganalisis penyebab kecacatan dengan menggunakan Failure Mode and
Effect Analysis (FMEA)
4. Menentukan prioritas penyelesaian penyebab permasalahan berdasarkan Risk
Priority Number (RPN)
5. Membuat usulan perbaikan untuk setiap penyebab permasalahan yang telah
dipilih
Hasil akhir dari penelitian ini adalah didapat recommended action (usulan
perbaikan) yang dapat digunakan untuk mengurangi jumlah produk cacat yang
Universitas Sumatera Utara
pada akhirnya dapat meningkatkan kapabilitas proses dan juga mengurangi
pemborosan biaya akibat produk cacat. Adapun kerangka berpikir penelitian ini
ditunjukkan pada Gambar 4.1.
Permasalahan
1. Besarnya rata-rata jumlah produk cacat per bulannya
Tujuan Yang Dicapai
1. Meningkatkan kualitas produk dengan mengurangi jumlah kecacatan produksi melalui analitis penyebab terjadinya kecacatan agar kualitas produk yang dihasilkan sesuai dengan permintaan pasar
2. Memberikan usulan perbaikan terhadap keadaan sekarang dengan menggunakan six sigma DMAIC (Define,Measure,Analyze,Improve,Control) untuk menyelesaikan masalah di perusahaan
Langkah-Langkah Pemecahan Masalah1. Analitis dan identifikasi faktor-faktor kecacatan
produk2. Pengumpulan data berupa jumlah kecacatan yang
terjadi selama produksi berlangsung 3. Perumusan alternatif pemecahan masalah melalui
pendekatan six sigma dengan DMAIC4. Rancangan pemecahan masalah dengan pemberian
usulan perbaikan terhadap kualitas produk5. estimasi nilai peningkatan yang dicapai oleh
perusahaan melalui usulan perbaikan tersebut
Six
Gambar 4.1. Kerangka Berpikir Penelitian
4.4. Pengumpulan Data
Data yang diperlukan untuk penelitian ini diperoleh dari data primer dan
data sekunder, yang masing-masing dijabarkan sebagai berikut:
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan dan penelitian
secara langsung di lapangan. Adapun yang termasuk data primer meliputi :
a. Uraian proses produksi pembuatan Ribbed Smoke Sheet.
b. Pernyataan ahli yang diperoleh dengan wawancara langsung dengan
supervisor dan leader departemen.
Universitas Sumatera Utara
c. Nilai severity, occurance, detection yang diperoleh dengan wawancara
langsung dengan supervisor dan leader departemen.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak langsung diamati oleh peneliti. Data
ini termasuk dokumentasi perusahaan, hasil penelitian yang pernah dilakukan, dan
data lainnya, seperti :
a. Data jumlah produksi.
b. Data jenis kecacatan.
c. Data jumlah produk cacat tiap stasiun kerja.
4.5. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Melakukan studi literatur lain yang dapat memberikan masukan dalam
pemecahan masalah.
b. Melihat buku-buku laporan administrasi serta catatan-catatan atau
dokumentasi dari perusahaan yang berhubungan dengan kegiatan penelitian.
c. Melakukan wawancara dan brainstorming mengenai permasalahan dan
pemecahan permasalahan yang ada.
d. Melakukan observasi langsung di lantai produksi.
4.6. Pengolahan Data
Universitas Sumatera Utara
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Six Sigma dengan
metode DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control). Tahapan-tahapan
dari metode DMAIC yang digunakan dalam pengolahan data adalah tahap Define
dan tahap Measure yang dijelaskan sebagai berikut :
1. Tahap Define
Pada tahap ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pernyataan tujuan pemilihan proyek six sigma
b. Penentuan criteria pemilihan proyek six sigma
c. Penggambaran alur proses produksi dengan menggunakan Operation
Process Chart (OPC).
d. Pendefenisian karateristik kualitas Critical to Quality (CTQ)
2. Tahap Measure
Pada tahap ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi standar performansi perusahaan melalui perhitungan
nilai sigma (sigma level) dan tingkat Defect Per Million Opportuunity
(DPMO).
b. Pemilihan karateristik CTQ yang dominant dengan menggunakan diagram
Pareto untuk dijadikan prioritas dalam penyelesaian masalah.
c. Mengidentifikasi kestabilan pada proses produksi menggunakan peta
control p.
Universitas Sumatera Utara
3. Analyze
a. Tahap ini dilakukan analisis penyebab terjadinya cacat pada produk
dengan terlebih dahulu mengidentifikasi faktor-faktor penyebab yang
potensial menggunakan Cause & Effect Diagram.
b. Menggunakan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk
menganalisis resiko kegagalan pada proses maupun produk yang
berpengaruh/berdampak langsung terhadap tingkat kualitas produk ribbed
smoke sheet dengan menentukan nilai Risk Priority Number (RPN).
4. Improve
Tahap ini direncanakan tindakan perbaikan untuk mengatasi atau mencegah
terjadinya cacat pada produk. Rekomendasi tindakan perbaikann berdasarkan
hasil analisis yang diperoleh dari fase analyze berupa faktor-faktor potensial
penyebab terjadinya produk cacat.
5. Control
Ini merupakan tahap analisis terakhir yang menekankan pada penyebarluasan
dari tindakan perbaikan yang akan dilakukan. Control dilakukan setelah
rekomendasi tindakan perbaikan diimplementasikan dan memberikan
peningkatan yang signifikan terhadap proses dan produk..
4.7. Metode Analisis Pemecahan Masalah
Analisis pemecahan masalah dilakukan terhadap setiap hasil pengolahan
data dari metode DMAIC yang berkaitan dengan masalah pemborosan (waste)
dan kualitas produk yang terjadi selama proses produksi berlangsung. Kemudian
Universitas Sumatera Utara
membandingkan kondisi tersebut dengan standard-standard yang ada dan kondisi
ideal yang seharusnya dipenuhi.
4.8. Kesimpulan dan Saran
Bagian ini memberikan kesimpulan apa yang diperoleh selama penelitian.
Dan saran-saran yang berkaitan dengan rencana perbaikan yang dapat diterapkan
oleh perusahaan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada blok diagram langkah-langkah
penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Universitas Sumatera Utara
Mulai
Studi Pendahuluan
Studi LapanganBesarnya jumlah produk cacatBesarnya pemborosan biaya akibat produk cacat
Perumusan Masalah :Jumlah produk cacat di PTPN. II Kebun Batang Serangan telah menjadi permasalahan yang serius karena telah menyebabkan pemborosan biaya yang cukup besar
Tujuan Penelitian:1. Analisis dan identifikasi faktor-faktor kecacatan produk2. Perumusan alternatif pemecahan masalah melalui pendekatan six sigma
dengan DMAIC3. Rancangan pemecahan masalah dengan pemberian usulan perbaikan terhadap
kualitas produk.
Pengumpulan Data
Data Sekunder:•Data jumlah produksi (dari laporan input-ouput)•Data jenis kecacatan tiap stasiun kerja (dari laporan reject)•Data jumlah produk cacat tiap stasiun kerja (dari laporan reject)•Data jumlah produk cacat tiap jenis kecacatan (dari laporan reject)
Data Primer
• Uraian proses produksi (metode pengamatan langsung)
Pengolahan Data
•Rekapitulasi Jumlah Produk Cacat•Run Chart Jumlah Produk Cacat•Histogram•Pengukuran nilai DPMO dan nilai sigma•Uji kenormalan data•Membuat peta control•Menghitung kapabilitas proses
Analisa Pemecahan Masalah
Define•Pemetaan Proses Produksi•Identifikasi Karakteristik Kualitas (CTQ)
•Diagram SIPOC•Diagram Alir Proses Produksi•Diagram Pareto
Measure• Pengukuran Kapabilitas Sigma• Pemilihan Karakteristik Kualitas (CTQ) Kunci
• Diagram Pareto
Analyze• Failure Mode• Target Pencapaian Sigma
• FMEA
• FMEAImprove• Usulan Perbaikan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 4.2. Blok Diagram Langkah-langkah Penelitian
Universitas Sumatera Utara
BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data meliputi jumlah produk cacat mulai bulan Mei 2010
sampai bulan April 2011. Data berupa jumlah produksi dan jumlah produk cacat.
Data diperoleh dari dokumentasi perusahaan.
5.1.1. Data Produksi
Jumlah produksi PTPN. II Kebun Batang Serangan dapat dilihat pada
Tabel 5.1 sebagai berikut :
Tabel 5.1. Jumlah Produksi Ribbed Smoke Sheet (RSS) Periode April 2010 – Mei 2011
No. Periode Jumlah Produksi (Kg)1 Mei 2010 92135 2 Juni 2010 126445 3 Juli 2010 112525 4 Agt 2010 129155 5 Sept 2010 78335 6 Okt 2010 72480 7 Nov 2010 49015 8 Des 2010 42660 9 Jan 2011 58415 10 Feb 2011 72445 11 Mar 2011 77570 12 Apr 2011 77845
Sumber Data Produksi PTPN. II Batang Serangan
5.1.2. Data Cacat Per Bulan
Data jenis cacat yang diperoleh pada periode Mei 2010 – April 2011, dapat
dilihat pada Tabel 5.2. dibawah ini :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.2. Jumlah Produk Cacat Ribbed Smoke Sheet (dalam satuan kg)
No. Bulan Kecacatan
KO HO GU GK S 1 Mei 2010 1482 530 1621 262 717 2 Juni 2010 3525 789 1253 156 1828 3 Juli 2010 3436 712 2712 2152 1589 4 Agt 2010 3067 1146 2591 2183 1755 5 Sept. 2010 2225 934 1212 1755 1124 6 Okt. 2010 1863 112 1607 1373 574 7 Nov. 2010 2021 1176 1166 1713 644 8 Des. 2010 2239 1453 179 1161 195 9 Jan.2011 2348 1012 1423 1046 466 10 Feb.2011 2828 1715 1319 985 630 11 Maret 2010 2792 1914 2637 1091 1261 12 April 2010 1291 957 2085 659 713
Sumber Data Produksi PTPN. II Batang Serangan
Keterangan: KO : Adanya Kotoran HO : Warna Tidak Homogen GU : Adanya Gelembung Udara GK : Terdapat Gumpalan Karet S : Lembaran Sheet Lengket 5.1.3. Data Parameter Kotoran
Data parameter kotoran dikumpulkan secara langsung dengan pembagian
subgroup per lori. Jumlah berat keseluruhan sheet per lori adalah 547 kg,
kemudian dihitung jumlah produk yang cacat per lori. Data yang diperoleh dapat
dilihat pada Tabel 5.3 berikut:
Tabel 5.3. Hasil Pengukuran Parameter Kotoran Subgroup Number
Number Inspected
Number Nonconforming
1 547.8 18.4 2 549.4 26.7 3 546.2 19.2 4 546.8 22.3 5 547.6 24.1 6 546.9 21.6
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.3. Hasil Pengukuran Parameter Kotoran (Lanjutan) Subgroup Number
Number Inspected
Number Nonconforming
7 543.1 20.5 8 540.9 23.8 9 546.5 18.7 10 543.7 24.1 11 542.8 18.9 12 549.3 21.1 13 548.9 19.3 14 545.6 19.7 15 548.3 18.5 16 547.9 21.2 17 544.7 20.1 18 546.1 21.1 19 545.8 19.1 20 545.3 22.0 21 544.1 18.4 22 547.8 20.8 23 545.9 18.6 24 546.4 19.5 25 548.6 19.3
5.1.4. Data Parameter Gelembung Udara
Data parameter gelembung udara dikumpulkan secara langsung dengan
pembagian subgroup per lori. Jumlah berat keseluruhan sheet per lori adalah 547
kg, kemudian dihitung jumlah produk yang cacat per lori. Data yang diperoleh
dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut:
Tabel 5.4. Hasil Pengukuran Parameter Gelembung Udara Subgroup Number
Number Inspected
Number Nonconforming
1 547.8 20.2 2 549.4 24.6 3 546.2 18.3 4 546.8 17.7 5 547.6 21.4 6 546.9 19.8 7 543.1 18.5 8 540.9 19.2
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.4. Hasil Pengukuran Parameter Gelembung Udara (Lanjutan) Subgroup Number
Number Inspected
Number Nonconforming
9 546.5 20.1 10 543.7 15.3 11 542.8 23.1 12 549.3 19.2 13 548.9 18.4 14 545.6 18.4 15 548.3 19.5 16 547.9 18.9 17 544.7 21.4 18 546.1 20.0 19 545.8 19.7 20 545.3 22.3 21 544.1 15.3 22 547.8 16.8 23 545.9 17.5 24 546.4 18.7 25 548.6 20.1
5.1.5. Data Parameter Gumpalan Karet
Data parameter gumpalan karet dikumpulkan secara langsung dengan
pembagian subgroup per lori. Jumlah berat keseluruhan sheet per lori adalah 547
kg, kemudian dihitung jumlah produk yang cacat per lori. Data yang diperoleh
dapat dilihat pada Tabel 5.5 berikut:
Tabel 5.5. Hasil Pengukuran Parameter Gumpalan Karet Subgroup Number
Number Inspected
Number Nonconforming
1 547.8 19.5 2 549.4 15.3 3 546.2 16.7 4 546.8 18.3 5 547.6 18.0 6 546.9 17.2 7 543.1 16.9 8 540.9 17.0
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.5. Hasil Pengukuran Parameter Gumpalan Karet (Lanjutan) Subgroup Number
Number Inspected
Number Nonconforming
9 546.5 18.7 10 543.7 19.1 11 542.8 17.3 12 549.3 17.6 13 548.9 18.5 14 545.6 18.9 15 548.3 17.5 16 547.9 18.9 17 544.7 19.6 18 546.1 19.3 19 545.8 18.1 20 545.3 19.7 21 544.1 20.0 22 547.8 19.7 23 545.9 19.5 24 546.4 17.7 25 548.6 19.3
5.1.6. Data Jumlah Produk Cacat Berdasarkan Kecepatan Roll
Penggilingan, Faktor Lama Pembekuan dan Lama Pengasapan.
Data ini dikumpulkan secara langsung selama bulan Maret 2011 pada saat
penelitian berlangsung. Data yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 5.6 berikut:
Tabel 5.6. Jumlah Produk Cacat (kg) untuk Tiap Taraf Faktor Kecepatan
Roll Penggilingan
Lama Pembekuan 5.4 5.7 6 6.5
Lama Pengasapan Lama Pengasapan
Lama Pengasapan Lama Pengasapan
120 122 125 120 122 125 120 122 125 120 122 125
300 573 695 762 538 689 723 582 634 675 772 801 838 541 674 758 521 672 701 567 612 653 753 784 819
350 530 643 723 506 651 689 425 593 612 738 762 782 528 621 704 489 638 661 408 560 598 721 740 765
375 510 593 686 467 613 634 332 533 551 704 721 730 498 578 651 431 599 612 316 512 524 694 705 721
Universitas Sumatera Utara
5.2. Pengolahan Data
Pendekatan Six Sigma yang digunakan dalam sebuah proyek peningkatan
kualitas terdiri dari 5 fase yang disebut DMAIC (Define, Measure, Analize,
Improve, dan Control) yang merupakan sebuah tahapan proses yang sangat
sistematis dan mengacu pada fakta yang terjadi untuk melakukan perbaikan secara
terus-menerus. DMAIC digambarkan sebagai sebuah loop tertutup yang terus
berusaha mengeliminasi tahapan yang tidak produktif. Dalam setiap tahapan yang
dilakukan tersebut diaplikasikan tools Six Sigma.
5.2.1. Define (Tahap Pendefenisian)
5.2.1.1.Penentuan Tujuan dan Kriteria Pelaksanaan Six Sigma
Dalam tahap define yang mana merupakan tahap untuk menentukan tujuan
dan kriteria. Tujuan dari proyek six sigma yang akan dijalankan ini yaitu untuk
meningkatkan kualitas produk ribbed smoke sheet dengan meminimalisasi jumlah
produk cacat sampai pada tingkat terendah, dengan mengendalikan faktor-faktor
yang diindikasikan sebagai penyebab munculnya kecacatan produk. Sedangkan
kriteria pemilihan proyek Six Sigma yaitu mengendalikan jumlah cacat pada
produk yang memiliki persentase kecacatan terbesar dari total produk cacat.
Pada penelitian ini produk yang dihasilkan pada pabrik tempat penelitian
dilaksanakan hanyalah satu jenis produk yaitu Ribbed Smoke Sheet (RSS). Maka
yang menjadi fokus penelitian hanyalah produk tersebut.
Universitas Sumatera Utara
5.2.1.2.Pemetaan Diagram Alir Proses Produksi
Pemetaan bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi proses
produksi Ribbed Smoke Sheet (RSS) secara umum. Salah satu alat pemetaan
yang efektif adalah diagram SIPOC. Diagram ini menunjukkan gambaran
umum perusahaan yang terdiri dari suppliers, inputs, processes, outputs dan
customers. Gambar 5.1 menampilkan diagram SIPOC PTP. Nusantara II Kebun
Batang Serangan.
Gambar 5.1. Diagram SIPOC (Supplier-Inputs-Process-Outputs-Customer)
Pemetaan ini juga menggunakan Operation Process Chart (OPC) untuk
memperlihatkan alur proses produksi. Pada gambar 5.2 menampilkan dengan
jelas alur proses produksi yang ada pada PTP. Nusantara II Kebun Batang
Serangan. Gambar 5.2 juga menunjukkan bahwa terdapat beberapa inspeksi
kualitas yang ada di antara departemen. Inspeksi kualitas dilakukan oleh
IPQC (In Process Quality Control) yang bertujuan untuk menjaga agar produk
cacat tidak diproses oleh departemen berikutnya bilamana kecacatan produk
Universitas Sumatera Utara
tersebut dianggap tidak dapat ditolerir. Inspeksi oleh IPQC ini dilakukan secara
manual dengan melihat secara langsung kecacatan yang terdapat pada Ribbed
Smoke Sheet (RSS).
Gambar 5.2. Operation Process Chart (OPC) Produk Ribbed Smoke Sheet
Universitas Sumatera Utara
5.2.1.3.Penentuan CTQ (Critical to Quality)
Penentuan Critical to Quality (CTQ) dilakukan dengan cara mengolah
suara pelanggan (voice of customer) menjadi bahasa kualitas yang dapat
merepresentasikan karakter produk utama yang diinginkan oleh pelanggan.
Dalam penelitian ini data jenis cacat yang dikelompokkan dapat dilihat
pada Tabel 5.7 sebagai berikut :
Tabel 5.7. CTQ Potensial Ribbed Smoke Sheet
No. Critical to Quality (CTQ) Keterangan
1. Adanya Kotoran Produk yang telah dilakukan proses pengasapan terdapat bercak noda pada setiap sisi lembaran sheet
2. Warna Tidak Homogen Proses pengasapan yang dilakukan tidak merata
3. Adanya Gelembung Udara Dalam lembaran sheet terdapat udara yang terperangkap
4. Terdapat Gumpalan Karet Pada proses penggilingan mesin, lembaran tidak tergiling sempurna, sehingga ada karet yang tergumpal
5. Lembaran Sheet Lengket Pada hari kedua proses pengasapan, lembaran hendaknya di balik agar karet yang masih basah bisa kering sempurna
5.2.2. Measure
5.2.2.1.Pengukuran DPMO (Defect Per Million Opportunities) dan Nilai
Sigma (σ).
Perhitungan besarnya nilai sigma produk dilakukan dengan menggunakan
rumus-rumus perhitungan sigma yang sudah baku, dan juga dengan menggunakan
tabel nilai sigma yang tersedia. Metode perhitungan sigma ini dipakai khususnya
untuk data yang bersifat diskrit. Sebelum dilakukan perhitungan nilai sigma, perlu
diketahui dahulu opportunity yang mempengaruhi nilai sigma tersebut.
Opportunity adalah kesempatan yang memungkinkan terjadinya cacat (defect).
Universitas Sumatera Utara
Semakin banyak opportunity yang dipergunakan, maka nilai sigmanya makin
besar. Hal ini memiliki pengaruh yang kurang baik terhadap upaya peningkatan
kualitas, sebab besarnya nilai sigma yang diperoleh tersebut bukanlah nilai sigma
yang sebenernya terjadi pada proses. Untuk itu, banyaknya opportunity yang
digunakan harus benar-benar dapat mewakili kondisi cacat yang terjadi. Nilai
DPMO untuk periode Mei 2010 diperoleh dengan menggunakan persamaan
berikut:
DPOM = 610 iesOpportunitUnit
Defect
= 610592.135
4.612
= 10.011,4 ≈ 10.011
Nilai sigma (σ) merupakan ukuran dari kinerja perusahaan yang
menggambarkan kemampuan dalam menghasilkan produk bebas cacat. Nilai σ
untuk periode Mei 2010 diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut:
Nilai (σ) = Normsinv 5.110
106
6
DPMO
= Normsinv 5.110
011.10106
6
= 3,82
Rekapitulasi hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 5.8 berikut :
Tabel 5.8. Nilai DPMO dan σ Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS)
Periode Produksi Cacat Jumlah
CTQ DPMO Nilai σ
Mei 2010 92.135 4612 5 10.011 3.82 Juni 2010 126.445 7551 5 11.944 3.75 Juli 2010 112.525 10601 5 18.842 3.57
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.8. Nilai DPMO dan σ Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS) (Lanjutan)
Periode Produksi Cacat Jumlah
CTQ DPMO Nilai σ
Agt.2010 129.155 10742 5 16.634 3.62 Sept. 2010 78.335 7250 5 18.510 3.58 Okt.2010 72.480 5529 5 15.257 3.66 Nov. 2010 49.015 6720 5 27.420 3.42 Des. 2010 42.660 5227 5 24.505 3.46 Jan. 2011 58.415 6295 5 21.553 3.52 Feb. 2011 72.445 7477 5 20.641 3.54 Mar. 2011 77.570 9695 5 24.997 3.46 Apr. 2011 77.845 5705 5 14.657 3.67
Proses 989.025 87404 5 17.675 3.60 5.2.2.2. Penentuan CTQ Potensial yang Dominan
Terdapat 5 CTQ potensial yang dapat menimbulkan kecacatan pada
produk. Dari kelima CTQ potensial tersebut terdapat beberapa jenis CTQ yang
bersifat dominant. Criteria CTQ dominant yaitu CTQ yang paling sering muncul
pada produk dengan persentase kecacatan terhadap seluruh jumlah CTQ paling
besar dan terjadi berulang. Persentase cacat untuk jenis cacat kotoran adalah:
% cacat = % 100 lcacat totaJumlah
CTQper cacat Jumlah
= % 100 404.87
117.29
= 33.31 %
Rekapitulasi persentase CTQ potensial untuk produk ribbed smoke sheet dapat
dilihat pada Tabel 5.9 berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.9. Rekapitulasi CTQ Potensial Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS)
No.
CTQ Mei’1
0 Jun’1
0 Jul’10
Agt’10
Sept’10
Okt’10
Nov’10
Des’10
Jan’11
Feb’11
Mar’11
Apr’11
Jlh Cacat
% Cacat
1 Kotoran 1482 3525 3436 3067 2225 1863 2021 2239 2348 2828 2792 1291 29.117 33.31
2 Warna Tidak Homogen
530 789 712 1146 934 112 1176 1453 1012 1715 1914 957 12.450 14.24
3 Gelembung Udara 1621 1253 2712 2591 1212 1607 1166 179 1423 1319 2637 2085 19.805 22.66 4 Gumpalan Karet 262 156 2152 2183 1755 1373 1713 1161 1046 985 1091 659 14.536 16.63 5 Sheet Lengket 717 1828 1589 1755 1124 574 644 195 466 630 1261 713 11.496 13.15
Total 4612 7551 10601 10742 7250 5529 6720 5227 6295 7477 9695 5705 87.404 100,00
Setelah diperoleh nilai persentase untuk tiap jeniis CTQ, kemudian CTQ diurutkan mulai dari persentase yang terbesar dan
dhitung kumulatifnya seperti pada Tabel 5.10 berikut:
Tabel 5.10 Persentase Kumulatif CTQ Potensial Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS)
No. CTQ Jumlah Cacat % Cacat % Kumulatif 1 Kotoran 29.117 33.31 33.31 2 Gelembung Udara 19.805 22.66 55.97 3 Gumpalan Karet 14.536 16.63 72.60 4 Warna Tidak Homogen 12.450 14.24 86.84 5 Sheet Lengket 11.496 13.15 100.00
Total 87.404 100.00
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengetahui jenis kecacatan yang dominan digunakan diagram
Pareto seperti pada Gambar 5.3 berikut:
Diagram Pareto
29.117
19.805
14.53612.45 11.496
33.31
55.97
72.6
86.84
100
0
5
10
15
20
25
30
35
Kotoran Gelembung Udara Gumpalan Karet Warna TidakHomogen
Sheet Lengket
Jenis Cacat
Jum
lah
Cac
at
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Ku
mu
lati
f
Gambar 5.3. Diagram Pareto Jenis Kecacatan Produk Ribbed Smoke Sheet
Dari diagram pareto diatas dapat dilihat jenis cacat dengan persentase
terbesar yaitu untuk jenis cacat kotoran, gelembung udara, dan gumpalan karet.
Persentase kumulatif untuk ketiga jenis cacat tersebut mencapai 72,6 %. Nilai
tersebut sesuai dengan prinsip Pareto 80-20, dimana 80 % produk cacat
disebabkan oleh 20 % jenis kecacatan. Sehingga untuk mengurangi jumlah produk
cacat sampai tingkat 80% cukup dengan mengendalikan ketiga jenis cacat
tersebut. Sebab jika mengendalikan semua jenis kecacatan yang terjadi akan tidak
efisien karena akan memakan waktu, biaya dan tenaga yang sangat besar.
5.2.2.3. Perhitungan Kemampuan Proses (Process Capability)
5.2.2.3.1. Perhitungan Kemampuan Proses terhadap Parameter Kotoran
Sebelum kita menghitung kemampuan dari suatu proses, terlebih dahulu
kita memenuhi syarat kenormalan data dan kestabilan data (harus in control).
Universitas Sumatera Utara
Maka dilakukan pengujian kenormalan terhadap hasil pengamatan dan
menentukan batas kendali data.
A. Uji Kenormalan data untuk Parameter Kotoran
Langkah-langkah pengujian kenormalan data untuk parameter kotoran
dengan Kolmogorov-Smirnov Test adalah:
1. Data pengamatan diurutkan mulai dari nilai pengamatan terkecil sampai
pengamatan terbesar dan beri penomoran.
2. Setelah data pengamatan diurutkan maka selanjutnya menghitung nilai Fa(X)-
nya dengan:
Fa(X) = data total
datanomor
Contoh, data nomor 1 dan jumlah data 25, maka:
Fa(X) = 04,025
1
3. Hitung nilai Z
20,6813 25
032,517xi
n
1
nx i
σ = 1
)x - (1
2
n
xin
i = 125
895.112
= 2,1688
maka nilai Z untuk data pertama X1 = 18,4 adalah:
Z =
X iX =
1688,2
20,6813 - 8,41 -1,0518
Universitas Sumatera Utara
4. Dari nilai Z yang didapat, selanjutnya dicari Fe(X) dengan melihat tabel
distribusi normal atau menggunakan Microsoft Excel. Dalam hal ini untuk
mencari nilai Fe(X) menggunakan Microsoft Exel dengan formulasi:
= NORMDIST(-1,0518) = 0,1464
5. Hitung selisih nilai Fa(X) dengan Fe(X) dan diberi tanda mutlak, serta
notasikan dengan D.
Fa(X) = 0,0400; Fe(X) = 0,1348
D = │Fa(X) – Fe(X)│
= │0,0400 – 0,1464│
= 0.1064
Perhitungan dari pengujian kenormalan data untuk parameter kotoran
dapat dilihat pada Tabel 5.11.
Tabel 5.11. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov Test untuk Parameter Kotoran
No. Jumlah Produk
Cacat (X) Fa(X) Z Fe(X) D = │Fa(X) – Fe(X)│
1 18.4 0.0400 -1.0518 0.1464 0.1064 2 18.4 0.0800 -1.0472 0.1475 0.0675 3 18.5 0.1200 -1.0057 0.1573 0.0373 4 18.6 0.1600 -0.9367 0.1745 0.0145 5 18.7 0.2000 -0.9135 0.1805 0.0195 6 18.9 0.2400 -0.8213 0.2057 0.0343 7 19.1 0.2800 -0.7511 0.2263 0.0537 8 19.2 0.3200 -0.6830 0.2473 0.0727 9 19.3 0.3600 -0.6369 0.2621 0.0979 10 19.3 0.4000 -0.6221 0.2669 0.1331 11 19.5 0.4400 -0.5589 0.2881 0.1519 12 19.7 0.4800 -0.4524 0.3255 0.1545 13 20.1 0.5200 -0.2614 0.3969 0.1231 14 20.5 0.5600 -0.0836 0.4667 0.0933
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.11. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov Test untuk Parameter Kotoran (Lanjutan)
No. Jumlah Produk
Cacat (X) Fa(X) Z Fe(X) D = │Fa(X) – Fe(X)│
15 20.8 0.6000 0.0633 0.5252 0.0748 16 21.1 0.6400 0.1795 0.5712 0.0688 17 21.1 0.6800 0.1931 0.5765 0.1035 18 21.2 0.7200 0.2392 0.5945 0.1255 19 21.6 0.7600 0.4236 0.6641 0.0959 20 22.0 0.8000 0.6152 0.7308 0.0692 21 22.3 0.8400 0.7463 0.7723 0.0677 22 23.8 0.8800 1.4379 0.9248 0.0448 23 24.1 0.9200 1.5763 0.9425 0.0225 24 24.1 0.9600 1.5763 0.9425 0.0175 25 26.7 1.0000 2.7751 0.9972 0.0028 ∑ X = 517,032 Dmax = 0.1545
Langkah pengujian hipotesanya:
1. H0 : Data tersebut berdistribusi Normal
H1 : Data tersebut tidak berdistribusi Normal
2. Level of Significant (α) = 0,05
3. Wilayah kritis, D > Dα, dimana Dα (n : 25) = 0,624
4. Nilai D (Dmax) = 0,1545
5. Kesimpulan : H0 diterima, karena D (0,1545) < D α (0,624). Hal ini berarti
data parameter kotoran berdistribusi normal.
B. Penentuan Batas Kontrol (Batas Kendali)
Ini bertujuan untuk mengetahui apakah data telah berada di dalam batas
kendali (in control) sebagai syarat untuk perhitungan process capability. Adapun
contoh perhitungan Peta p pada subgroup 1 adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Total kecacatan (∑ np) = 517,032
Total inspeksi (∑n) = 13675
Total inspeksi subgrup 1 (np1) = 547
Total kecacatan subgrup 1 (np1) = 18,4
Maka proporsi kecacatan pada subgrup 1 adalah :
p = 0,03364 547,8
18,4
1
1
n
np
p = 0,03786 13656,4
517,032
n
np
UCL = 1
)1(3
n
ppp
UCL = 8,547
)03786,01(03786,0303786,0
= 0,03786 + 0,0244
= 0,06232
LCL = 1
)1(3
n
ppp
LCL = 8,547
)03786,01(03786,0303786,0
= 0,03786 – 0,0244
= 0,01346 ≈ 0
Universitas Sumatera Utara
Dari perhitungan batas kendali di atas, terlihat bahwa nilai dari LCL
adalah positif yaitu 0,01346. Nilai LCL yang positif ini dibuat menjadi nol karena
jika nilai proporsi dari suatu subgrup berada di bawah nilai LCL maka akan
dianggap out of control (diluar batas kendali), sedangkan dalam pengertian
pengendalian kualitas adalah suatu proses produksi dikatakan memiliki kualitas
baik apabila proporsi kecacatannya mendekati nol. Untuk menghindari masalah
seperti itu, maka batas kendali LCL yang positif ini dibuat menjadi nol.
Berdasarkan perhitungan nilai UCL dan LCL, terlihat bahwa proporsi kecacatan
(p) pada subgrup 1 masih berada dalam batas kontrol. Perhitungan np dan p dapat
dilihat pada Tabel 5.12 berikut:
Tabel 5.12. Perhitungan Batas Kontrol Peta p
Subgroup Total
Inspeksi (n)
Total Kecacatan
(np)
Proporsi Kecacatan
(p) LCL UCL Ket.
1 547.8 18.4 0.0336 0 0.0623 In Control 2 549.4 26.7 0.0486 0 0.0623 In Control3 546.2 19.2 0.0352 0 0.0624 In Control 4 546.8 22.3 0.0408 0 0.0623 In Control 5 547.6 24.1 0.0440 0 0.0623 In Control 6 546.9 21.6 0.0395 0 0.0623 In Control 7 543.1 20.5 0.0377 0 0.0624 In Control 8 540.9 23.8 0.0440 0 0.0625 In Control 9 546.5 18.7 0.0342 0 0.0624 In Control 10 543.7 24.1 0.0443 0 0.0624 In Control 11 542.8 18.9 0.0348 0 0.0624 In Control 12 549.3 21.1 0.0384 0 0.0623 In Control 13 548.9 19.3 0.0352 0 0.0623 In Control 14 545.6 19.7 0.0361 0 0.0624 In Control 15 548.3 18.5 0.0337 0 0.0623 In Control 16 547.9 21.2 0.0387 0 0.0623 In Control 17 544.7 20.1 0.0369 0 0.0624 In Control 18 546.1 21.1 0.0386 0 0.0624 In Control 19 545.8 19.1 0.0349 0 0.0624 In Control
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.12. Perhitungan Batas Kontrol Peta p (Lanjutan)
Subgroup Total
Inspeksi (n)
Total Kecacatan
(np)
Proporsi Kecacatan
(p) LCL UCL Ket.
20 545.3 22.0 0.0404 0 0.0624 In Control 21 544.1 18.4 0.0338 0 0.0624 In Control 22 547.8 20.8 0.0380 0 0.0623 In Control 23 545.9 18.6 0.0342 0 0.0624 In Control 24 546.4 19.5 0.0356 0 0.0624 In Control 25 548.6 19.3 0.0352 0 0.0623 In Control
Jumlah 13656.4 517,032
Dari perhitungan batas kontrol di atas, dapat disimpulkan bahwa
keseluruhan proporsi kecacatan pada subgrup berada dalam batas kontrol (in
control). sehingga perhitungan kapabilitas proses Quality Control ditunjukkan
oleh nilai tengah dari peta control. Jadi kapabilitas proses terhadap parameter
kotoran sebesar 100% x p = 100% x 0,03786 = 3,786 %. Adapun Peta p untuk
kecacatan kotoran dapat dilihat pada Gambar 5.4.
Peta p Jenis Cacat Kotoran
0.0000
0.0100
0.0200
0.0300
0.0400
0.0500
0.0600
0.0700
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Subgroup
Pro
po
rsi
Kec
acat
an
Gambar 5.4. Peta p untuk Kecacatan Kotoran
Universitas Sumatera Utara
5.2.2.3.2.Perhitungan Kemampuan Proses terhadap Parameter Gelembung
Udara.
Sebelum kita menghitung kemampuan dari suatu proses, terlebih dahulu
kita memenuhi syarat kenormalan data dan kestabilan data (harus in control).
Maka dilakukan pengujian kenormalan terhadap hasil pengamatan dan
menentukan batas kendali data.
A. Uji Kenormalan data untuk Parameter Gelembung Udara
Langkah-langkah pengujian kenormalan data untuk parameter gelembung
udara dengan Kolmogorov-Smirnov Test adalah:
3. Data pengamatan diurutkan mulai dari nilai pengamatan terkecil sampai
pengamatan terbesar dan beri penomoran.
4. Setelah data pengamatan diurutkan maka selanjutnya menghitung nilai Fa(X)-
nya dengan:
Fa(X) = data total
datanomor
Contoh, data nomor 1 dan jumlah data 25, maka:
Fa(X) = 04,025
1
3. Hitung nilai Z
19,376 25
40,484xi
n
1
nx i
σ = 1
)x - (1
2
n
xin
i = 125
086,111
= 2,1514
maka nilai Z untuk data pertama X1 = 15,3 adalah:
Universitas Sumatera Utara
Z =
X iX =
1514,2
19,376 - 85,31 -1,8946
4. Dari nilai Z yang didapat, selanjutnya dicari Fe(X) dengan melihat tabel
distribusi normal atau menggunakan Microsoft Excel. Dalam hal ini untuk
mencari nilai Fe(X) menggunakan Microsoft Exel dengan formulasi:
= NORMDIST(-1,8946) = 0,0291
5. Hitung selisih nilai Fa(X) dengan Fe(X) dan diberi tanda mutlak, serta
notasikan dengan D.
Fa(X) = 0,0400; Fe(X) = 0,0291
D = │Fa(X) – Fe(X)│
= │0,0400 – 0,0291│
= 0.0109
Perhitungan dari pengujian kenormalan data untuk parameter gelembung
udara dapat dilihat pada Tabel 5.13
Tabel 5.13. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov Test untuk Parameter Gelembung Udara
No. Jumlah Produk
Cacat (X) Fa(X) Z Fe(X) D = │Fa(X) – Fe(X)│
1 15.3 0.0400 -1.8946 0.0291 0.0109 2 15.3 0.0800 -1.8946 0.0291 0.0509 3 16.8 0.1200 -1.1974 0.1156 0.0044 4 17.5 0.1600 -0.8720 0.1916 0.0316 5 17.7 0.2000 -0.7790 0.2180 0.0180 6 18.3 0.2400 -0.5001 0.3085 0.0685 7 18.4 0.2800 -0.4537 0.3250 0.0450 8 18.4 0.3200 -0.4537 0.3250 0.0050 9 18.5 0.3600 -0.4072 0.3419 0.0181 10 18.7 0.4000 -0.3142 0.3767 0.0233 11 18.9 0.4400 -0.2213 0.4124 0.0276
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.13. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov Test untuk Parameter Gelembung Udara (Lanjutan)
No. Jumlah Produk
Cacat (X) Fa(X) Z Fe(X) D = │Fa(X) – Fe(X)│
12 19.2 0.4800 -0.0818 0.4674 0.0126 13 19.2 0.5200 -0.0818 0.4674 0.0526 14 19.5 0.5600 0.0576 0.5230 0.0370 15 19.5 0.6000 0.1506 0.5599 0.0401 16 18.9 0.6400 0.1971 0.5781 0.0619 17 21.4 0.6800 0.2900 0.6141 0.0659 18 20.0 0.7200 0.3365 0.6318 0.0882 19 20.1 0.7600 0.3365 0.6318 0.1282 20 20.1 0.8000 0.3830 0.6491 0.1509 21 20.2 0.8400 0.9408 0.8266 0.0134 22 21.4 0.8800 0.9408 0.8266 0.0534 23 21.4 0.9200 1.3591 0.9129 0.0071 24 22.3 0.9600 1.7310 0.9583 0.0017 25 23.1 1.0000 2.4282 0.9924 0.0076 ∑ X = 484,40 Dmax = 0.1509
Langkah pengujian hipotesanya:
1. H0 : Data tersebut berdistribusi Normal
H1 : Data tersebut tidak berdistribusi Normal
2. Level of Significant (α) = 0,05
3. Wilayah kritis, D > Dα, dimana Dα (n : 25) = 0,624
4. Nilai D (Dmax) = 0,1509
5. Kesimpulan : H0 diterima, karena D (0,1509) < D α (0,624). Hal ini berarti
data parameter kotoran berdistribusi normal.
Universitas Sumatera Utara
B. Penentuan Batas Kontrol (Batas Kendali)
Ini bertujuan untuk mengetahui apakah data telah berada di dalam batas
kendali (in control) sebagai syarat untuk perhitungan process capability. Adapun
contoh perhitungan Peta p pada subgroup 1 adalah sebagai berikut:
Total kecacatan (∑ np) = 484,40
Total inspeksi (∑n) = 13656,40
Total inspeksi subgrup 1 (np1) = 547,8
Total kecacatan subgrup 1 (np1) = 20,2
Maka proporsi kecacatan pada subgrup 1 adalah :
p = 0,0369 547,8
20,2
1
1
n
np
p = 0,03547 13656,4
484,40
n
np
UCL = 1
)1(3
n
ppp
UCL = 8,547
)03547,01(03547,0303547,0
= 03547,0 + 0,02370
= 0,0592
LCL = 1
)1(3
n
ppp
LCL = 8,547
)03547,01(03547,0303547,0
= 0,03786 – 0,02370
= 0,0118 ≈ 0
Universitas Sumatera Utara
Dari perhitungan batas kendali di atas, terlihat bahwa nilai dari LCL
adalah positif yaitu 0,0118. Nilai LCL yang positif ini dibuat menjadi nol karena
jika nilai proporsi dari suatu subgrup berada di bawah nilai LCL maka akan
dianggap out of control (diluar batas kendali), sedangkan dalam pengertian
pengendalian kualitas adalah suatu proses produksi dikatakan memiliki kualitas
baik apabila proporsi kecacatannya mendekati nol. Untuk menghindari masalah
seperti itu, maka batas kendali LCL yang positif ini dibuat menjadi nol.
Berdasarkan perhitungan nilai UCL dan LCL, terlihat bahwa proporsi kecacatan
(p) pada subgrup 1 masih berada dalam batas kontrol. Perhitungan np dan p dapat
dilihat pada Tabel 5.14 berikut:
Tabel 5.14. Perhitungan Batas Kontrol Peta p
Subgroup Total
Inspeksi (n)
Total Kecacatan
(np)
Proporsi Kecacatan
(p) LCL UCL Ket.
1 547.8 20.2 0.0369 0 0.0592 In Control 2 549.4 24.6 0.0448 0 0.0591 In Control3 546.2 18.3 0.0335 0 0.0592 In Control 4 546.8 17.7 0.0324 0 0.0592 In Control 5 547.6 21.4 0.0391 0 0.0592 In Control 6 546.9 19.8 0.0362 0 0.0592 In Control 7 543.1 18.5 0.0341 0 0.0593 In Control 8 540.9 19.2 0.0355 0 0.0593 In Control 9 546.5 20.1 0.0368 0 0.0592 In Control 10 543.7 15.3 0.0281 0 0.0593 In Control 11 542.8 23.1 0.0426 0 0.0593 In Control 12 549.3 19.2 0.0350 0 0.0591 In Control 13 548.9 18.4 0.0335 0 0.0592 In Control 14 545.6 18.4 0.0337 0 0.0592 In Control 15 548.3 19.5 0.0356 0 0.0592 In Control 16 547.9 18.9 0.0345 0 0.0592 In Control 17 544.7 21.4 0.0393 0 0.0592 In Control 18 546.1 20 0.0366 0 0.0592 In Control 19 545.8 19.7 0.0361 0 0.0592 In Control
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.14. Perhitungan Batas Kontrol Peta p (Lanjutan)
Subgroup Total
Inspeksi (n)
Total Kecacatan
(np)
Proporsi Kecacatan
(p) LCL UCL Ket.
20 545.3 22.3 0.0409 0 0.0592 In Control 21 544.1 15.3 0.0281 0 0.0593 In Control 22 547.8 16.8 0.0307 0 0.0592 In Control 23 545.9 17.5 0.0321 0 0.0592 In Control 24 546.4 18.7 0.0342 0 0.0592 In Control 25 548.6 20.1 0.0366 0 0.0592 In Control
Jumlah 13656.4 484,40
Dari perhitungan batas kontrol di atas, dapat disimpulkan bahwa
keseluruhan proporsi kecacatan pada subgrup berada dalam batas kontrol (in
control). sehingga perhitungan kapabilitas proses Quality Control ditunjukkan
oleh nilai tengah dari peta control. Jadi kapabilitas proses terhadap parameter
kotoran sebesar 100% x p = 100% x 0,03547 = 3,547 %. Adapun Peta p untuk
kecacatan kotoran dapat dilihat pada Gambar 5.5.
Peta p Jenis Cacat Gelembung Udara
0.0000
0.0100
0.0200
0.0300
0.0400
0.0500
0.0600
0.0700
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Subgroup
Pro
po
rsi
Kec
acat
an
Gambar 5.5. Peta p untuk Kecacatan Gelembung Udara
Universitas Sumatera Utara
5.2.2.3.3. Perhitungan Kemampuan Proses terhadap Parameter Gumpalan
Karet.
Sebelum kita menghitung kemampuan dari suatu proses, terlebih dahulu
kita memenuhi syarat kenormalan data dan kestabilan data (harus in control).
Maka dilakukan pengujian kenormalan terhadap hasil pengamatan dan
menentukan batas kendali data.
A. Uji Kenormalan data untuk Parameter Gumpalan Karet
Langkah-langkah pengujian kenormalan data untuk parameter gumpalan
karet dengan Kolmogorov-Smirnov Test adalah:
5. Data pengamatan diurutkan mulai dari nilai pengamatan terkecil sampai
pengamatan terbesar dan beri penomoran.
6. Setelah data pengamatan diurutkan maka selanjutnya menghitung nilai Fa(X)-
nya dengan:
Fa(X) = data total
datanomor
Contoh, data nomor 1 dan jumlah data 25, maka:
Fa(X) = 04,025
1
3. Hitung nilai Z
18,3320 25
3,458xi
n
1
nx i
σ = 1
)x - (1
2
n
xin
i = 125
9544,33
= 1,1894
maka nilai Z untuk data pertama X1 = 15,3 adalah:
Universitas Sumatera Utara
Z =
X iX =
1894,1
18,332 - 5,31 -2,5491
4. Dari nilai Z yang didapat, selanjutnya dicari Fe(X) dengan melihat tabel
distribusi normal atau menggunakan Microsoft Excel. Dalam hal ini untuk
mencari nilai Fe(X) menggunakan Microsoft Exel dengan formulasi:
= NORMDIST(-2,5491) = 0,0054
5. Hitung selisih nilai Fa(X) dengan Fe(X) dan diberi tanda mutlak, serta
notasikan dengan D.
Fa(X) = 0,0400; Fe(X) = 0,0054
D = │Fa(X) – Fe(X)│
= │0,0400 – 0,0054│
= 0.0346
Perhitungan dari pengujian kenormalan data untuk parameter gumpalan
karet dapat dilihat pada Tabel 5.15 berikut:
Tabel 5.15. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov Test untuk Parameter Gumpalan Karet
No. Jumlah Produk
Cacat (X) Fa(X) Z Fe(X) D = │Fa(X) – Fe(X)│
1 15.3 0.0400 -2.5491 0.0054 0.0346 2 16.7 0.0800 -1.3721 0.0850 0.0050 3 16.9 0.1200 -1.2039 0.1143 0.0057 4 17.0 0.1600 -1.1199 0.1314 0.0286 5 17.2 0.2000 -0.9517 0.1706 0.0294 6 17.3 0.2400 -0.8676 0.1928 0.0472 7 17.5 0.2800 -0.6995 0.2421 0.0379 8 17.6 0.3200 -0.6154 0.2691 0.0509 9 17.7 0.3600 -0.5313 0.2976 0.0624 10 18.0 0.4000 -0.2791 0.3901 0.0099 11 18.1 0.4400 -0.1950 0.4227 0.0173 12 18.3 0.4800 -0.0269 0.4893 0.0093
Tabel 5.15. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov Test untuk
Parameter Gumpalan Karet (Lanjutan)
Universitas Sumatera Utara
No. Jumlah Produk
Cacat (X) Fa(X) Z Fe(X) D = │Fa(X) – Fe(X)│
13 18.5 0.5200 0.1412 0.5562 0.0362 14 18.7 0.5600 0.3094 0.6215 0.0615 15 18.9 0.6000 0.4775 0.6835 0.0835 16 18.9 0.6400 0.4775 0.6835 0.0435 17 19.1 0.6800 0.6457 0.7408 0.0608 18 19.3 0.7200 0.8138 0.7921 0.0721 19 19.3 0.7600 0.8138 0.7921 0.0321 20 19.5 0.8000 0.9820 0.8369 0.0369 21 19.5 0.8400 0.9820 0.8369 0.0031 22 19.6 0.8800 1.0660 0.8568 0.0232 23 19.7 0.9200 1.1501 0.8750 0.0450 24 19.7 0.9600 1.1501 0.8750 0.0850 25 20.0 1.0000 1.4023 0.9196 0.0804 ∑ X = 458,30 Dmax = 0.0850
Langkah pengujian hipotesanya:
1. H0 : Data tersebut berdistribusi Normal
H1 : Data tersebut tidak berdistribusi Normal
2. Level of Significant (α) = 0,05
3. Wilayah kritis, D > Dα, dimana Dα (n : 25) = 0,624
4. Nilai D (Dmax) = 0,0850
5. Kesimpulan : H0 diterima, karena D (0,0850) < D α (0,624). Hal ini berarti
data parameter kotoran berdistribusi normal.
B. Penentuan Batas Kontrol (Batas Kendali)
Ini bertujuan untuk mengetahui apakah data telah berada di dalam batas
kendali (in control) sebagai syarat untuk perhitungan process capability. Adapun
contoh perhitungan Peta p pada subgroup 1 adalah sebagai berikut:
Total kecacatan (∑ np) = 458,30
Universitas Sumatera Utara
Total inspeksi (∑n) = 13656,40
Total inspeksi subgrup 1 (np1) = 547,8
Total kecacatan subgrup 1 (np1) = 19,5
Maka proporsi kecacatan pada subgrup 1 adalah :
p = 0,0356 547,8
19,5
1
1
n
np
p = 0,03356 13656,4
458,30
n
np
UCL = 1
)1(3
n
ppp
UCL = 8,547
)03356,01(03356,0303356,0
= 03356,0 + 0,02308
= 0,0566
LCL = 1
)1(3
n
ppp
LCL = 8,547
)03356,01(03356,0303356,0
= 03356,0 - 0,02308
= 0,0105 ≈ 0
Dari perhitungan batas kendali di atas, terlihat bahwa nilai dari LCL
adalah positif yaitu 0,0105. Nilai LCL yang positif ini dibuat menjadi nol karena
jika nilai proporsi dari suatu subgrup berada di bawah nilai LCL maka akan
dianggap out of control (diluar batas kendali), sedangkan dalam pengertian
pengendalian kualitas adalah suatu proses produksi dikatakan memiliki kualitas
Universitas Sumatera Utara
baik apabila proporsi kecacatannya mendekati nol. Untuk menghindari masalah
seperti itu, maka batas kendali LCL yang positif ini dibuat menjadi nol.
Berdasarkan perhitungan nilai UCL dan LCL, terlihat bahwa proporsi kecacatan
(p) pada subgrup 1 masih berada dalam batas kontrol. Perhitungan np dan p dapat
dilihat pada Tabel 5.16 berikut:
Tabel 5.16. Perhitungan Batas Kontrol Peta p
Subgroup Total
Inspeksi (n)
Total Kecacatan
(np)
Proporsi Kecacatan
(p) LCL UCL Ket.
1 547.8 19.5 0.0356 0 0.0566 In Control 2 549.4 15.3 0.0278 0 0.0566 In Control 3 546.2 16.7 0.0306 0 0.0567 In Control 4 546.8 18.3 0.0335 0 0.0567 In Control 5 547.6 18 0.0329 0 0.0566 In Control 6 546.9 17.2 0.0314 0 0.0567 In Control 7 543.1 16.9 0.0311 0 0.0567 In Control 8 540.9 17 0.0314 0 0.0568 In Control 9 546.5 18.7 0.0342 0 0.0567 In Control 10 543.7 19.1 0.0351 0 0.0567 In Control 11 542.8 17.3 0.0319 0 0.0567 In Control 12 549.3 17.6 0.0320 0 0.0566 In Control 13 548.9 18.5 0.0337 0 0.0566 In Control 14 545.6 18.9 0.0346 0 0.0567 In Control 15 548.3 17.5 0.0319 0 0.0566 In Control 16 547.9 18.9 0.0345 0 0.0566 In Control 17 544.7 19.6 0.0360 0 0.0567 In Control 18 546.1 19.3 0.0353 0 0.0567 In Control 19 545.8 18.1 0.0332 0 0.0567 In Control 20 545.3 19.7 0.0361 0 0.0567 In Control 21 544.1 20 0.0368 0 0.0567 In Control 22 547.8 19.7 0.0360 0 0.0566 In Control 23 545.9 19.5 0.0357 0 0.0567 In Control 24 546.4 17.7 0.0324 0 0.0567 In Control 25 548.6 19.3 0.0352 0 0.0566 In Control
Jumlah 13656.4 458,30
Dari perhitungan batas kontrol di atas, dapat disimpulkan bahwa
keseluruhan proporsi kecacatan pada subgrup berada dalam batas kontrol (in
Universitas Sumatera Utara
control). sehingga perhitungan kapabilitas proses Quality Control ditunjukkan
oleh nilai tengah dari peta control. Jadi kapabilitas proses terhadap parameter
kotoran sebesar 100% x p = 100% x 0,03356 = 3,356 %. Adapun Peta p untuk
kecacatan kotoran dapat dilihat pada Gambar 5.6.
Peta p Jenis Cacat Gumpalan Karet
0.0000
0.0100
0.0200
0.0300
0.0400
0.0500
0.0600
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Subgroup
Pro
po
rsi
Kec
acat
an
Gambar 5.6. Peta p untuk Kecacatan Gumpalan Karet
5.2.3. Analisis (analyze)
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap faktor-faktor penyebab
terjadinya cacat dominan pada produk ribbed smoke sheet. Analisis menggunakan
Cause and Effect Diagram dan Failure Mode & Effect Analysis (FMEA).
5.2.3.1.Analisis Cause & Effect Diagram
Diagram sebab-akibat (Cause-Effect Diagram) dikenal dengan istilah
diagram tulang ikan (fishbone diagram). Diagram ini berguna untuk menganalisis
dan menentukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan di dalam
menentukan karakteristik kualitas produk berdasarkan kategori rasional.
Universitas Sumatera Utara
Disamping itu juga berguna untuk mencari penyebab yang sesungguhnya dari
suatu masalah.
5.2.3.1.1. Cause and Effect Diagram Adanya Kotoran
Dari Pareto Diagram terlihat bahwa jumlah kecacatan terbesar terjadi
pada KO yaitu dengan 29,117 kg. Dengan demikian dilakukan analisis penyebab
kesalahan pada jenis kesalahan tersebut dengan menggunakan Cause and Effect
Diagram, seperti terlihat pada Gambar 5.7.
Kotoran
Banyaknya Debu
Lingkungan KerjaBahan Baku
Mutu Kurang Baik
Manusia
Kurangnya ketelitian
Mesin / Peralatan
Mesin / Peralatan Kotor
Gambar 5.7. Cause and Effect Diagram Kotoran
Penyebab terjadinya cacat kotoran adalah :
1. Bahan Baku
Bahan baku yang diterima tidak sesuai standard, banyak terdapat kotoran.
2. Lingkungan Kerja
Keadaan lingkungan kerja pada saat pencetakan banyak debu yang
berterbangan sehingga tercampur kedalam tangki pencetakan.
Universitas Sumatera Utara
3. Manusia
Pekerja kurang konsentrasi pada saat penyaringan sewaktu pencetakan,
sehingga kotoran yang ada tidak benar-benar tersaring.
4. Mesin / Peralatan
Mesin / peralatan tidak terawat dengan baik, sehingga banyak terdapat karat
pada sisi-sisi mesin.
5.2.3.1.2. Cause and Effect Diagram Adanya Gelembung Udara
Dari Pareto Diagram terlihat bahwa jumlah kecacatan terbesar terjadi
pada GU yaitu dengan 214.16 kecacatan. Dengan demikian dilakukan analisis
penyebab kesalahan pada jenis kesalahan tersebut dengan menggunakan Cause
and Effect Diagram, seperti terlihat pada Gambar 5.8.
Manusia
Gelembung Udara
Kurangnya ketelitian
Bahan Baku
Mutu Kurang Baik
Metode Kerja
Cara penggilingan yang kurang baik
Mesin / Peralatan
Putaran Mesin tidak sesuai rpm yang diharapkan
Gambar 5.8. Cause and Effect Diagram Gelembung Udara
Penyebab terjadinya cacat gelembung udara adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Bahan Baku
Bahan baku yang diterima tidak sesuai standard, tidak sesuai dengan DRC
yang telah ditetapkan.
2. Metode Kerja
Penggilingan sheet kurang baik, disebabkan putaran mesin yang tidak
sesuai, sehingga banyak sheet yang tidak tergiling sempurna.
3. Manusia
1. Pekerja kurang konsentrasi pada saat penggiilingan, tidak
memperhatikan hasil dari gilingan.
2. Pada saat pengenceran lateks cair, tidak sesuai dengan % DRC yaitu Dry
Rubber Content (DRC) 14-15 %.
4. Mesin / Peralatan
Mesin / peralatan tidak terawat dengan baik, sehingga putaran mesin tidak
sesuai rpm.
5.2.3.1.3. Cause and Effect Diagram Adanya Gumpalan Karet
Dari Pareto Diagram terlihat bahwa jumlah kecacatan terbesar terjadi
pada GK yaitu dengan 148.35 kecacatan. Dengan demikian dilakukan analisis
penyebab kesalahan pada jenis kesalahan tersebut dengan menggunakan Cause
and Effect Diagram, seperti terlihat pada Gambar 5.9.
Universitas Sumatera Utara
Gumpalan Karet
Metode Kerja
Pengenceran lateks cair kurang sesuai
Cara penggilingan yang kurang baik
Bahan Baku
Mutu Kurang Baik
Manusia
Pekerja Kurang Konsentrasi
Mesin / Peralatan
Putaran Mesin tidak sesuai rpm yang diharapkan
Gambar 5.9. Cause and Effect Diagram Gumpalan Karet
Penyebab terjadinya cacat gumpalan karet adalah :
1. Bahan Baku
Bahan baku yang diterima tidak sesuai standard DRC.
2. Metode Kerja
Penggilingan sheet kurang baik, disebabkan putaran mesin yang tidak
sesuai, sehingga banyak sheet yang tidak tergiling sempurna.
3. Manusia
1. Pada saat pengenceran lateks cair, tidak sesuai dengan % DRC yaitu Dry
Rubber Content (DRC) 14-15 %.
2. Pekerja kurang konsentrasi pada saat penggiilingan.
4. Mesin / Peralatan
Mesin / peralatan tidak terawat dengan baik, sehingga putaran mesin tidak
sesuai rpm.
Universitas Sumatera Utara
5.2.3.2.Analisis Kesamaan Penyebab Terjadinya Cacat Produk
Dari uraian Cause & Effect Diagram, Digram SIPOC (Suppliers-Inputs-
Process-Outputs-Customer dan Operation Process Chart (OPC). Dapat dilihat
sumber penyebab terjadinya jenis cacat dominan pada produk Ribbed Smoke Sheet
(RSS). Faktor metode, manusia, dan lingkungan merupakan penyebab yang umum
untuk semua jenis kecacatan yang ada. Sedangkan faktor mesin dan material
merupakan penyebab kecacatan bersifat khusus, dimana setiap jenis kecacatan
biasanya disebabkan oleh kesalahan mesin dan material yang berbeda. Namun ada
beberapa kesamaan sumber penyebab terjadinya cacat antara dua jenis cacat
dominan dengan jenis kecacatan lainnya, khususnya yang disebabkan faktor
mesin dan material / bahan yang dapat dilihat pada Tabel 5.17
Tabel 5.17. Kesamaan Faktor Penyebab Terjadinya Cacat Produk
Ribbed Smoke Sheet (RSS)
Jenis Cacat Kotoran Gelembung Udara Gumpalan
Karet Warna Tidak
Homogen Penyaringan tidak
maksimal -
Pengasapan tidak sempurna
Lengket - Pengenceran Tidak
Sesuai DRC 14-15 %
Proses Pengasapan
Tidak sempurna
Dengan mengendalikan semua faktor penyebab terjadinya ketiga jenis
cacat dominan, secara tidak langsung terdapat kemungkinan mengurangi
terjadinya jenis cacat yang lain karena kesamaan faktor penyebabnya.
Universitas Sumatera Utara
5.2.3.3.Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Failure Mode and Effect Analysis(FMEA) merupakan alat yang digunakan
dalam mengidentifikasi dan menilai resiko yang berhubungan dengan potensial
kegagalan. Sebelum membuat Failure Mode and Effect Analysis, terlebih dahulu
ditentukan efek yang diakibatkan dari kegagalan pada proses, penyebab dari
kegagalannya dan kontrol yang dilakukan untuk mencegah terjadinya efek dari
kegagalan proses tersebut. Penyelesaikan masalah yang ada ditentukan dengan
menghitung nilai RPN (Risk Priority Number) yang merupakan hasil perkalian
antara nilai Severity (S), Occurance(O) dan Detectability (D). Penilaian yang
dilakukan terhadap Severity (S), Occurance (O) dan Detectability (D) adalah
berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada lantai produksi dan pencocokkan
dengan data-data perusahaan seperti jumlah kecacatan yang terjadi dan kontrol
Universitas Sumatera Utara
yang selama ini dilakukan. Adapun proses analisis dengan FMEA adalah sebagai berikut :
Tabel 5.18. Analisis FMEA Produk Ribbed Smoke Sheet
Nama ProsesProses Produksi Ribbed
Smoke SheetDiselesaikan oleh
Bertanggungjawab Ivan Herbeth H. S Tanggal 28/06/2011
Ivan Herbeth H. S
Fungsi ProsesJenis
KegagalanEfek dari
KegagalanS
Penyebab Kegagalan
OKontrol yang
dilakukanD RPN Penanggulangan
PembekuanGelembung
Udara
Sheet susah untuk
digiling7
Sheet belum
membeku3
Melakukan pembekuan
kembali4
Memberi pengarahan kepada operator agar
mencampurkan secara sempurna larutan asam
semut ke lateks cair
84
Kurangnya konsentrasi dari larutan asam semut
Tidak ada
Menempelkan daftar kadar asam semut yang
akan diberikan di dinding
Tidak ada
Mengadakan pelatihan kerja untuk operator
secara berkala
Operator kurang teliti
5
3
5
5
175
105
PenggilinganGumpalan
KaretTebal sheet tidak rata
7
Tidak adaMengadakan pelatihan kerja untuk operator
secara berkala
Operator kurang teliti
3 5 105
Tidak adaMerawat secara rutin
mesin gilingan
Roll gilingan
tidak stabil5 1755
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.18. Analisis FMEA Produk Ribbed Smoke Sheet (Lanjutan)
Nama ProsesProses Produksi Ribbed
Smoke SheetDiselesaikan oleh
Bertanggungjawab Ivan Herbeth H. S Tanggal 28/06/2011
Ivan Herbeth H. S
Fungsi ProsesJenis
KegagalanEfek dari
KegagalanS
Penyebab Kegagalan
OKontrol yang
dilakukanD RPN Penanggulangan
Pengasapan Kotoran
Tampilan Produk tidak
sesuai dengan
spesifikasi
6
Banyaknya debu pada
ruang asap
4 Tidak ada 5Harus sering
membersihkan ruang kamar asap
120
Proses penyaringan
tidak sempurna
Tidak ada
Menggantikan saringan yang sudah berlubang
Tidak ada
Mengadakan pelatihan kerja untuk operator
secara berkala
Operator kurang teliti
5
3
5
5
175
105
Keterangan :
(S) Severity : Keseriusan dari efek kegagalan potensial pada fungsional produk (Skala 1–10)
(O) Occurance : Frekuensi terjadinya kegagalan potensial akibat penyebab tertentu (Skala 1–10)
(D) Detection : Kemungkinan kegagalan potensial dan penyebabnya dapat dideteksi (Skala 1–10)
(RPN) Risk Priority Number : S x O x D
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel FMEA di atas diperoleh faktor-faktor penyebab kegagalan
proses yang mengakibatkan terjadinya produk cacat. Faktor-faktor tersebut
kemudian diurutkan berdasarkan nilai RPN yang tertinggi. Daftar faktor-faktor
tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.19 berikut:
Tabel 5.19. Urutan Penyebab Kegagalan Proses Berdasarkan RPN
No. Penyebab Kegagalan RPN 1 Proses penyaringan tidak sempurna 175 2 Kurangnya konsentrasi dari larutan asam semut 175 3 Roll mesin giling tidak stabil 175 4 Banyaknya debu pada ruang kamar asap 120 5 Operator kurang teliti 105 6 Operator kurang teliti 105 7 Operator kurang teliti 105 8 Sheet belum membeku 84
5.2.4. Improve
Pada langkah ini diterapkan suatu rencana tindakan peningkatan kualitas
six sigma, melalui perbaikan terhadap sumber-sumber penyebab terjadinya produk
cacat. Perbaikan dilakukan terhadap semua sumber yang berpotensi untuk
menciptakan produk cacat berdasarkan hasil analisis cause and effect diagram,
dan prioritas tindakan perbaikan didasarkan pada nilai RPN hasil dari analisi
FMEA.
Tawaran-tawaran perbaikan yang diusulkan terhadap jenis cacat yang
paling mempengaruhi (frekwensi tertinggi) yaitu jenis cacat adanya kotoran,
gelembung udara dan gumpalan karet adalah sebagai berikut :
Manusia (SDM)
- Memberikan training kepada operator pada unit Pengenceran
Universitas Sumatera Utara
Pelatihan/training yang diberikan kepada operator adalah mengenai sistem
kerja serta tindakan-tindakan yang harus dilakukan bila terjadi gangguan
yang tidak bisa diatasi secara manual. Pelatihan/training mengenai cara-
cara penanggulangan dan perbaikan jenis-jenis cacat yang terjadi pada
Ribbed Smoke Sheet (RSS) juga perlu diberikan. Pelatihan ini bertujuan
agar operator tidak terlambat dalam mengantisipasi kerusakan/cacat yang
terjadi.
- Menciptakan kekompakan team
Untuk menciptakan kekompakan team perlu ditanamkan rasa saling
memiliki dan tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan serta
ditumbuhkan rasa kekeluargaan antar sesama pekerja dan atasan. Salah
satu caranya pimpinan/kepala pabrik membaur kepada bawahan dalam hal
memecahkan permasalahan seperti mengantisipasi kerusakan/kecacatan
yang terjadi. Dengan menciptakan kekompakan team diharapkan
operator/karyawan yang sedang bekerja tidak meninggalkan daerah
kerjanya dan keterlambatan dalam menghadapi kerusakan/cacat pada
Ribbed Smoke Sheet (RSS) dapat diatasi.
Metode
- Memberikan Pengarahan tentang Teknik Penyaringan dan Pembekuan
Penyaringan disesuaikan dengan ukuran mess yang telah ditetapkan.
Penyaringan dilakukan operator secara manual dan harus benar-benar
dilakukan secara teliti. Karena dilakukan secara manual maka perlu
Universitas Sumatera Utara
diberikan pelatihan khusus sehingga kerusakan/cacat yang terjadi pada
Ribbed Smoke Sheet (RSS) dapat ditanggulangi.
- Memberikan Pengarahan tentang Teknik Penggilingan Sheet
Pelatihan mengenai teknik penggilingan sheet perlu juga diberikan,
sehingga bila terjadi sheet yang rusak/cacat maka dengan cepat dapat
diatasi.
- Memberikan Pengarahan tentang Teknik Pengasapan Sheet
Sebelum proses pengasapan dilaksanakan sebaiknya petugas kebersihan
membersihkan ruang tersebut agat debu dan kotoran yang ditimbulkan
akibat asap tidak menempel pada sheet yang akan dilakukan pengasapan
selanjutnya.
Mesin
- Pengecekan dan pergantian elemen-elemen pada mesin motor listrik dan
mesin giling.
Pengecekan terhadap elemen-elemen mesin khususnya pada mesin motor
listrik dan mesin giling perlu dilakukan seteliti mungkin. Adapun elemen-
elemen yang perlu diamati/dicek dan diganti bila terjadi kerusakan pada
elemen-elemen mesin tersebut adalah :
1. Putaran pada dinamo motor listrik
2. Roll pada mesin giling
Pengecekan terutama dilakukan sebelum proses berjalan. Ini disebabkan
karena selama proses produksi berjalan mesin diharapkan tidak mengalami
gangguan-gangguan yang dapat menyebabkan mesin berhenti sampai
Universitas Sumatera Utara
produksi berjalan selesai sesuai dengan kapasitas bahan baku. Bila proses
berhenti sebelum produksi tercapai maka akan terjadi kerusakan yang
besar/banyak pada Ribbed Smoke Sheet (RSS), begitu juga dengan
kerugian waktu karena penyetingan awal membutuhkan waktu yang lama
sehingga dapat menyebabkan waktu yang ditargetkan untuk produksi tidak
tercapai.
- Membersihkan elemen-elemen pada mesin giling.
Pengecekan terhadap kebersihan elemen-elemen mesin dari debu atau
karat yang menempel perlu diperhatikan. Kotoran yang melekat pada
elemen mesin dapat menggangu kinerja mesin dan juga dapat
menimbulkan produk cacat, karena itu pengecekan terhadap kerbersihan
elemen-elemen mesin harus dilakukan sesering mungkin.
Bahan/Material
- Mengawasi kotoran yang ada pada bahan baku
Selama proses produksi berlangsung juga harus selalu diamati/diawasi.
Kotoran yang ada pada bahan baku sebelum proses pembekuan harus
disaring. Operator senantiasa menginspeksi kotoran yang ada pada bahan
baku lateks cair, karena itu operator/karyawan siap sedia di tempatnya
masing-masing sampai tugasnya selesai dan sebelum digantikan oleh
operator/karyawan lainnya.
Untuk kegagalan dikarenakan faktor lama pembekuan, lama pengasapan
dan kecepatan roll penggilingan yang tidak optimal, seharusnya dilakukan dengan
eksperimen. Eksperimen bertujuan untuk mengetahui efek dari setiap faktor
Universitas Sumatera Utara
terhadap jumlah produk ribbed smoke sheet yang diakibatkan oleh cacat jenis
kotoran, gelembung udara, gumpalan karet, serta menentukan taraf faktor yang
optimal. Namun karena eksperimen tidak dapat dilakukan maka permasalahan
diselesaikan dengan analisis varians (ANAVA) dengan menggunakan data historis
perusahaan. Adapun tahapan pengerjaannya dapat dilihat dibawah ini.
Untuk melihat apakah data berdistribusi normal maka akan di uji dengan
menggunakan uji Chi Square. Dalam uji kenormalan ini, data pengamatan jumlah
produk cacat (dalam satuan kg) terlebih dahulu diurutkan dari data minimum ke
data maksimum untuk pengklasifikasian data menjadi distribusi frekuensi yang
dapat dilihat pada Tabel 5.20 berikut:
Tabel 5.20. Data Urutan Jumlah Produk Cacat
Data Jumlah Produk Cacat (kg) 316 506 538 593 621 661 695 723 762 332 510 541 593 634 672 701 723 765 408 512 551 598 634 674 704 730 772 425 521 560 599 638 675 704 738 782 431 524 567 612 643 686 705 740 784 467 528 573 612 651 689 721 753 801 489 530 578 612 651 689 721 758 819 498 533 582 613 653 694 721 762 838
Dari tabel 5.21 dapat ditentukan :
Ymin = 316
Ymax = 838
Sehingga : R = Ymax - Ymin
= 838 – 316
= 522
Universitas Sumatera Utara
K = 1 + 3,3 Log N dimana N = Jumlah data
= 1 + 3,3 Log 72
= 7,1291 ≈7
I = K
R ; I = interval kelas
= 7
522 = 73,2200 ≈ 73
Dari hasil perhitungan tersebut maka data pada tabel 5.20. dapat diubah
menjadi data distribusi frekuensi seperti pada tabel 5.21 berikut:
Tabel 5.21 Data Distribusi frekuensi untuk Jumlah Produk Cacat
Interval BKB BKA Titik tengah
(xi) fi fi.xi
316 – 389 315.5 389.5 352.5 2 705 390 – 463 389.5 463.5 426.5 4 1706 464 – 537 463.5 537.5 500.5 10 5005 538 – 611 537.5 611.5 574.5 16 9192 612 – 685 611.5 685.5 648.5 12 7782 686 – 759 685.5 759.5 722.5 19 13727.5 760 – 833 759.5 833.5 796.5 8 6372 834 – 907 833.5 907.5 870.5 1 870.5
Jumlah 72 45360
Sehingga diperoleh rata-rata:
630 72
45.360
fi.xi
fiX
Besar standard deviasi ditentukan dengan persamaan:
σ = 1
)( 2
n
XXifi
σ = 71
)6305,870(1...)6305,426(4)6305,352(2 222
σ = 123,42
sedangkan nilai bakunya ditentukan dengan persamaan:
Universitas Sumatera Utara
Z =
X - X
Sebagai contoh batas kontiniu 611,5 – 574,5 perhitungan nilai bakunya sebagai
berikut:
Z611,5 = 66,117
630 - 5,611= - 0,14 Z574,5 =
66,117
630 - 5,574= 0,44
Dari data diatas dapat dihitung luas wilayah kurva normal sebagai berikut:
Luas = P(-0,14 < Z < 0,44)
= P(Z < 0,44) – P (Z < -0,14)
= 0,0257
Rekapitulasi perhitungan luas daerah keseluruhan data dapat dilihat pada Tabel
5.22 berikut:
Tabel 5.22. Perhitungan Luas Kurva
Interval Fi(oi) ZBKB ZBKA Luas BKB Luas BKA Luas
Kurva 315,5-389,5 2 - ∞ -1.9486 0 0.0257 0.0257 389,5-463,5 4 -1.9486 -1.3490 0.0257 0.0887 0.0630 463,5-537,5 10 -1.3490 -0.7494 0.0887 0.2268 0.1381 537,5-611,5 16 -0.7494 -0.1498 0.2268 0.4404 0.2136 611,5-685,5 12 -0.1498 0.4496 0.4404 0.6735 0.2331 685,5-759,5 19 0.4496 1.0492 0.6735 0.8530 0.1794 759,5-833,5 8 1.0492 1.6488 0.8530 0.9504 0.0974 833,5-907,5 1 1.6488 + ∞ 0.9504 1 0.0496
72 1 Dari hasil tersebut, diperoleh ekspetasi untuk masing-masing batas kontiniu (ei),
yang ditentukan dengan persamaan:
ei = Pi x N
dimana : Pi = Luas kurva
N = Jumlah data pengamatan
Contoh perhitungan batas kontiniu 315,5 – 389,5 adalah:
ei = Pi x N
Universitas Sumatera Utara
= 0,0257 x 72
= 1,8482
Rekapitulasi dari perhitungan ditunjukkan dalam Tabel 5.23 berikut:
Tabel 5.23. Data Frekuensi Observasi dan Frekuensi Ekspetasi untuk Jumlah Produk Cacat
Interval Luas
Kurva (oi) ei
ei
eii 2)0(
315,5-389,5 0.0257 2 1.8482 0.0125 389,5-463,5 0.0630 4 4.5353 0.0632 463,5-537,5 0.1381 10 9.9451 0.0003 537,5-611,5 0.2136 16 15.3819 0.0248 611,5-685,5 0.2331 12 16.7837 1.3634 685,5-759,5 0.1794 19 12.9197 2.8615 759,5-833,5 0.0974 8 7.0156 0.1381 833,5-907,5 0.0496 1 3.5705 1.8506
72 72 6.3144
Berdasarkan data di atas dapat kita lihat bahwa ada nilai oi dan ei yang
lebih kecil dari 5 maka dilakukan revisi atau penggabungan data sehingga
terbentuk kelas baru seperti pada Tabel 5.24 berikut:
Tabel 5.24. Data Revisi Frekuensi Observasi dan Frekuensi Ekspetasi
untuk Jumlah Produk Cacat
Interval Luas
Kurva (oi) ei
ei
eii 2)0(
315,5-463,5 0.0887 6 6.3835 0.0230 463,5-537,5 0.1381 10 9.9451 0.0003 537,5-611,5 0.2136 16 15.3819 0.0248 611,5-685,5 0.2331 12 16.7837 1.3634 685,5-759,5 0.1794 19 12.9197 2.8615 759,5-907,5 0.1470 9 10.5861 0.2376
72 72 4.5108
Universitas Sumatera Utara
Tahap Pengujian:
1. Rumusan Hipotesa
H0 = Data berdistriibusi normal
H1 = Data tidak berdistribusi normal
2. Jumlah Kelas (k) = 6
Derajat kebebasan (v) = k – 3, angka 3 menunjukkan bahwa ada 3 besaran
yang dibutuhkan dalam perhitungan nilai ekspektasi yaitu rata-rata, standard
deviasi dan jumlah data.
Sehingga V = 6 – 3 = 3
3. Level of Significant (α) = 0,05
4. Wilayah kritik: X2 > X20,05;3
5. Nilai Chi Kuadrat hitung
X2 =
5
1
2
5148,4)(
i ei
eioi
6. Nilai Chi Kuadrat tabel 23;05,0X = 7,815
7. Chi Kuadrat hitung (4,5148) < Chi Kuadrat tabel (7,815)
Kesimpulan H0 diterima
Sehingga diperoleh hasil berdistribusi normal.
Setelah asumsi kenormalan data dipenuhi, barulah dilakukan perhitungan
varians dengan menggunakan analisis varians (ANAVA) yang dapat dilihat pada
Tabel 5.25, Tabel 5.26, Tabel 5.27, Tabel 5.28 dan Tabel 5.29.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.25. Jumlah Produk Cacat Akibat Perbedaan Ketiga Taraf Faktor
Kecepatan Roll
Penggilingan (c)
Lama Pembekuan (a)
Jumlah 5.4 5.7 6
Lama Pengasapan (b) Lama Pengasapan (b) Lama Pengasapan (b) 120 122 125 120 122 125 120 122 125
300 573 695 762 538 689 723 582 634 675
541 674 758 521 672 701 567 612 653 Jumlah 1114 1369 1520 1059 1361 1424 1149 1246 1328 11570
350 530 643 723 506 651 689 425 593 612
528 621 704 489 638 661 408 560 598 Jumlah 1058 1264 1427 995 1289 1350 833 1153 1210 10579
375 510 593 686 467 613 634 332 533 551
498 578 651 431 599 612 316 512 524 Jumlah 1008 1171 1337 898 1212 1246 648 1045 1075 9640
Total Jumlah 3180 3804 4284 2952 3862 4020 2630 3444 3613 31789
Tabel 5.26. Daftar a x b x c
a1 a2 a3
b1 b2 b3 b1 b2 b3 b1 b2 b3 c1 1114 1369 1520 1059 1361 1424 1149 1246 1328 c2 1058 1264 1427 995 1289 1350 833 1153 1210 c3 1008 1171 1337 898 1212 1246 648 1045 1075
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.27. Daftar a x b a1 a2 a3 Jumlah
b1 1008 898 648 2554 b2 1171 1212 1045 3428 b3 1337 1246 1075 3658
Jumlah 3516 3356 2768
Tabel 5.28. Daftar b x c b1 b2 b3 Jumlah
c1 3322 3976 4272 11570 c2 2886 3706 3987 10579 c3 2554 3428 3658 9640
Tabel 5.29. Daftar a x c
a1 a2 a3 c1 4003 3844 3723 c2 3749 3634 3196 c3 3516 3356 2768
Untuk membuat daftar ANAVA maka sebelumnya perlu dihitung
parameter-parameter yang digunakan dalam daftar ANAVA tersebut.
A
1i
B
1j 1 1
22 C
k
n
lijklYY
= 5732 + 5412 + 5302 + 5282 + ........ + 5982 + 5512 + 5242 = 19.230.479
Ry = abcnYA
i
B
j
C
k
n
lijkl /
2
1 1 1 1
= 2333
)789.31( 2
xxx= 18.713.713,4
Jabc =
A
i
B
jy
C
k
ijk Rn
J
1 1 1
2
= 2
)057.1()210.1(....)008.1()058.1()114.1( 22222 - 18.713.713,4
= 510.567,14
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel 5.27, tabel 5.28, tabel 5.29, dan tabel 5.30 dapat diperoleh:
Jab =
A
iy
B
j
ij RCn
J
1 1
2
= 23
)613.3()444.3(....)804.3()180.3( 2222
x
- 18.713.713,4
= 379.124,15
Jbc =
B
j
C
k
jk
An
J
1 1
2
- Ry
= 2x 3
)658.3()428.3(....)976.3()322.3( 2222 - 18.713.713,4
= 404.438,1
Jac =
A
i
C
k
ik
Bn
J
1 1
2
- Ry
= 2x 3
)768.2()356.3(....)844.3()003.4( 2222 - 18.713.713,4
= 190.163,8
Selanjutnya dapatkan harga-harga:
Ay =
A
i n
i
BC
A
1
2
- Ry, dengan dk = (a-1)
= 2 x 3 x 3
687.9834.10268.11 222 - 18.737.713,4 = 74.139,37
By =
B
j n
j
AC
B
1
2
- Ry, dengan dk = (b-1)
Universitas Sumatera Utara
= 2 x 3 x 3
917.111110.11762.8 222 - 18.737.713,4 = 298.488,5
Cy =
C
k n
k
AB
C
1
2
- Ry, dengan dk = (c-1)
= 2 x 3 x 3
917.111110.11762.8 222 - 18.737.713,4 = 103.494,48
ABy = Jab – Ay – By, dengan dk = (a-1)(b-1)
= 379.124,15 - 74.139,37 - 298.488,5 = 6.496,27
BCy = Jbc – By – Cy, dengan dk = (b-1)(c-1)
= 404.438,1 - 298.488,5 - 103.494,48 = 2.455,12
ACy = Jac – Ay – Cy, dengan dk = (a-1)(c-1)
= 190.163,8 - 74.139,37- 103.494,48 = 12.529,95
ABCy = Jabc – Ay – By – Cy - ABy - BCy - ACy, dengan dk = (a-1)(b-1)(c-1)
= 510.567,1481 - 74.139,37 - 298.488,5 - 103.494,48 - 6.496,27 –
2.455,12 - 12.529,95
= 12.963,458
Jika nilai-nilai di atas disusun dalam daftar ANAVA, maka diperoleh hasil
yang dapat dilihat pada Tabel 5.30. berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.30 Daftar ANAVA dengan F tabel
Sumber Variasi Dk Jk KT F uji
F tabel (5%)
Rata-Rata 1 18.713.713,4 18.713.713,4 Perlakuan
A 2 74.139,37
37069,69Tidak ada uji
eksak
B 2 298.488,5
149244,3Tidak ada uji
eksak
C 2 103.494,48 51747,24
Tidak ada uji eksak
AB 4 6.496,27 1.624,068 6,03 3,84 BC 4 2.455,12 613,78 2,28 3,84 AC 4 12.529,95 3.132,488 11,62 3,84
ABC 8 12.963,458 1.620,432 6,01 2,32 Kekeliruan 23 6198,452 269,4979
Jumlah 54 19.230.479 - - Keterangan:
A = Faktor lama pembekuan
B = Faktor lama pengasapan
C = Faktor kecepatan roll penggilingan
AB = Interaksi faktor lama pembekuan dengan lama pengasapan
AC = Interaksi faktor lama pembekuan dengan kecepatan roll penggilingan
BC = Interaksi faktor lama pengasapan dengan kecepatan roll penggilingan
AC = Interaksi faktor lama pembekuan dengan kecepatan roll penggilingan
ABC = Interaksi faktor lama pembekuan, lama pengasapan dan kecepatan roll
penggilingan
JK = Jumlah kuadrat
DK = Derajat kebebasan
Universitas Sumatera Utara
Jika nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel 5 %, maka terdapat
perbedaan yang sangat nyata antar faktor terhadap respon. Kesimpulan yang
diperoleh dengan membandingkan F hitung dengan F tabel adalah sebagai berikut:
- AB = terdapat pengaruh interaksi faktor lama pembekuan dengan
lama pengasapan terhadap jumlah produk ribbed smoke sheet
yang cacat.
- AC = terdapat pengaruh interaksi faktor lama pembekuan dengan
kecepatan roll penggilingan terhadap jumlah produk ribbed
smoke sheet yang cacat.
- BC = tidak terdapat pengaruh interaksi faktor lama pengasapan
dengan kecepatan roll penggilingan terhadap jumlah produk
ribbed smoke sheet yang cacat.
- ABC = terdapat pengaruh interaksi faktor lama pembekuan, lama
pengasapan dan dengan kecepatan roll penggilingan terhadap
jumlah produk ribbed smoke sheet yang cacat.
Kemudian dicari rata-rata respon (jumlah produk cacat) dari tiap kombinasi taraf
faktor untuk mengetahui jumlah respon terkecil yang dapat dilihat pada Tabel
5.31 berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.31. Rata-rata Hasil Respon Terhadap Tiap Taraf Faktor
a1 a1 a1 a1
b1 b2 b3 b1 b2 b3 b1 b2 b3 b1 b2 b3 c1 557 684.5 760 529.5 680.5 712 574.5 623 664 762.5 792.5 828.5 c2 529 632 713.5 497.5 644.5 675 416.5 576.5 605 729.5 751 773.5 c3 504 585.5 668.5 449 606 623 324 522.5 537.5 699 713 725.5
Dari tabel 5.32 dapat diketahui bahwa respon terkecil terdapat pada kombinasi taraf faktor a1, b1, c3. jadi dapat disimpulkan
bahwa operasional produksi yang optimal yang pernal dilakukan di lantai produksi selama bulan Juni 2011 yaitu:
- Lama pembekuan : 6 jam
- Lama pengasapan : 120 jam
- Kecepatan roll penggilingan : 375 rpm
Universitas Sumatera Utara
5.2.5. Control (Tahap Pengendalian)
Tahapan analisa terakhir dari Six Sigma adalah tahapan Control (tahap
pengendalian). Pada tahapan ini akan dilakukan tindakan pengawasan terhadap
hasil yang telah diperoleh pada tahapan-tahapan sebelumnya. Dan ini merupakan
sebuah langkah awal dari perbaikan terus menerus dan integrasi system Six sigma.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu pembakuan, pendokumentasian dan
penyebarluasan dari tindakan perbaikan supaya kegagalan yang pernah terjadi
tidak terulang kembali. Tindakan yang perlu dilakukan adalah:
1. Membuat standar terhadap semua tindakan-tindakan perbaikan pada proses
dalam bentuk Standard Opertaion Procedure (SOP) yang ditempelkan pada
departemen atau stasiun kerja terkait.
2. Melakukan perhitungan DPMO dan level sigma secara rutin tiap periode
untuk mengetahui kemampuan proses dalam menghasilkan produk tanpa
cacat per satu juta kesempatan.
3. Melakukan perhitungan performasi proses secara berkala (Cp dan Cpk) untuk
mengetahui kemampuan proses dalam memenuhi spesifikasi dan pergeseran
nilai tengah proses terhadap target nilai. dalam memenuhi spesifikasi
perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI
ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL
Six Sigma adalah suatu metode peningkatan kualitas yang bertujuan untuk
meminimumkan variance pada produk maupun proses yang menuju tingkat
kesempurnaan (zero defect). Berikut akan diulas kembali apa yang telah diperoleh
dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode DMAIC.
6.1. Analisis Fase Define
Pada fase ini adalah pemilihan produk dari persentase cacat yang paling
besar untuk dijadikan fokus penelitian. Sementara produk yang diproduksi pada
tempat penelitian dilangsungkan hanyalah ribbed smoke sheet, maka fokus pada
penelitian ini adalah ribbed smoke sheet.
Dari dokumentasi catatan bagian quality control dan wawancara, dapat
diketahui terdapat 5 (lima) jenis CTQ dominant untuk produk ribbed smoke sheet
yaitu; adanya kotoran, warna tidak homogen, adanya gelembung udara, terdapat
gumpalan karet dan lembaran sheet lengket.
6.2. Analisis Fase Measure
Pada fase ini akan dibandingkan tingkat pengukuran DPMO dan nilai
sigma pada kondisi aktual dan kondisi ideal. Perbandingan ini dapat dilihat pada
Tabel 6.1. berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6.1. Nilai DPMO dan Nilai σ Proses
Periode Kondisi Aktual Kondisi Ideal
DPMO Nilai σ DPMO Nilai σ Mei 2010 10.011 3.82 3.4 6 Juni 2010 11.944 3.75 3.4 6 Juli 2010 18.842 3.57 3.4 6 Agt.2010 16.634 3.62 3.4 6
Sept. 2010 18.510 3.58 3.4 6 Okt.2010 15.257 3.66 3.4 6 Nov. 2010 27.420 3.42 3.4 6 Des. 2010 24.505 3.46 3.4 6 Jan. 2011 21.553 3.52 3.4 6 Feb. 2011 20.641 3.54 3.4 6 Mar. 2011 24.997 3.46 3.4 6 Apr. 2011 14.657 3.67 3.4 6
Proses 17.675 3.60 3.4 6
Hasil tersebut masih jauh dari standard yang diterapkan oleh six sigma
yaitu nilai DPMO sebesar 3,4 dengan nilai sigma sebesar 6σ dan persentase
produk yang tidak cacat sebesar 99,9996%. Namun nilai σ proses sebesar 3,60
sudah cukup baik jika dibandingkan dengan rata-rata industri di Indonesia yang
berkisar antara 3 – 4 σ. Berikut akan ditampilkan pada Gambar 6.1. dan 6.2
peningkatan nilai DPMO dan nilai σ namun jumlahnya tidak terlalu signifikan.
0
5
10
15
20
25
30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Periode
DP
MO DPMO Periode
DPMO Proses
Gambar 6.1. Grafik Nilai DPMO
Universitas Sumatera Utara
0
1
2
3
4
5
6
7
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Periode
Sig
ma Sigma Periode
Sigma Proses
Gambar 6.2. Grafik Nilai Sigma
Semakin rendah nilai DPMO mengakibatkan nilai σ akan semakin tinggi.
Dan semakin tinggi nilai σ sebuah proses akan memperlihatkan bahwa proses
tersebut semakin membaik karena mampu menghasilkan produk yang tidak cacat
semakin tinggi. Perbedaan nilai DPMO dan σ setiap periode disebabkan karena
perbedaan jumlah produksi dan produk cacat tiap bulannya.
Dari diagram pareto diketahui 3 (tiga) jenis cacat yang paling dominant
terjadi, yaitu dapat dilihat pada Tabel 6.2. berikut:
Tabel 6.2. Jenis Cacat Dominan berdasarkan Diagram Pareto
No. Jenis Cacat % 1 Kotoran 33,31 2 Gelembung Udara 19,80 3 Gumpalan Karet 14,53
Jumlah 72,6
Dari 5 (lima) jenis cacat yang ada terdapat 3 (tiga) jenis cacat yang
dominant yang menghasilkan jumlah produk cacat mencapai 72,6 %. Nilai ini
sudah memenuhi prinsip 80-20 Pareto, dimana 80% jumlah produk cacat
Universitas Sumatera Utara
disebabkan oleh 20% dari jenis kecacatan yang ada, sehingga hanya perlu
dilakukan perioritas perbaikan untuk ketiga jenis cacat tersebut.
Dari peta control untuk ketiga parameter produk diperoleh informasi
bahwa tidak ada data yang out of control. Process Capability untuk setiap
parameter adalah bersifat atribut (tidak dapat diukur). Process Capability untuk
setiap parameter ditunjukkan oleh nilai tengah peta kontrol p dikali 100
(100% x p ), yaitu untuk kotoran sebesar 3,78%. Ini berarti bahwa proses
menghasilkan produk diluar spesifikasi untuk parameter kotoran rata-rata sebesar
3,78%, begitu juga untuk parameter gelembung udara sebesar 5,54%, dan untuk
gumpalan karet sebesar 3,35%.
6.3. Analisis Fase Analyze
Pada fase ini dilakukan analisis terhadap semua sumber potensial yang
memungkinkan terjadi variasi pada proses maupun pada produk yang
mengakibatkan terjadinya produk cacat. Alat yang digunakan untuk fase ini
adalah Cause and Effect Diagram dan FMEA.
Pada Cause and Effect Diagram sumber-sumber masalah potensial dibagi
menjadi beberapa kategori yaitu; mesin, material, metode, manusia/operator dan
lingkungan. Dari tiap kategori diidentifikasi semua faktor yang mungkin dapat
mempengaruhi terjadinya produk cacat.
Penggunaan FMEA bertujuan untuk menganalisis resiko kegagalan pada
proses maupun produk yang berpengaruh pada tingkat kualitas produk akhir.
Resiko terjadinya kegagalan dibuat berdasarkan rating Severity, Occurance, dan
Universitas Sumatera Utara
Detection. Kemudian dihitung nilai RPN dari hasil kali ketiganya. Dari hasil
analisis FMEA diperoleh nilai RPN tertinggi yaitu 175 untuk penyebab kegagalan
proses penyaringan tidak sempurna, dan nilai RPN terendah sebesar 84 untuk
penyebab kegagalan sheet belum membeku.
6.4. Analisis Fase Improve
Fase improve merupakan tahap dimana dilakukan perbaikan terhadap
sumber-sumber permasalahan yang ada. Pemilihan sasaran perbaikan didasarkan
pada hasil analisis cause and effect diagram dan RPN FMEA. Perbaikan
dilakukan pada semua aspek yang dinilai perlu. Namun perbaikan hanya
dilakukan sebatas rekomendasi, tidak diterapkan langsung pada perusahaan karena
keterbatasan waktu dan biaya.
Untuk perbaikan kuantitatif seharusnya dilakukan eksperimen langsung
yang dilakukan dilantai pabrik yang bertujuan untuk menentukan derajat
signifikansi atas faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap hasil produksi,
dan taraf faktornya yang paling optimal. Namun karena keterbatasan kesempatan
yang diberikan pihak perusahaan, sehingga tidak memungkinkan untuk
dilakukannya eksperimen. Oleh karena itu penelitian ini hanya melakukan analisis
variansi (ANAVA) terhadap faktor-faktor yang dianggap berpengaruh secara
signifikan terhadap produk ribbed smoke sheet dengan menggunakan data-data
historis perusahaan. Untuk analisa hasil dari perhitungan ANAVA yang didapat
agar hasil produksi optimal dengan produk cacat yang minimal dilakukan:
- Lama pembekuan : 6 jam
Universitas Sumatera Utara
- Lama pengasapan : 120 jam
- Kecepatan roll penggilingan : 375 rpm
Berdasarkan dari gambar Cause & Effect Diagram pada gambar 5.7, 5.8,
5.9 maka dapat diusulkan tindakan untuk masing-masing kecacatan dapat dilihat
pada Tabel 6.3 berikut:
Tabel 6.3 Usulan Tindakan Untuk Kegagalan Karena Kotoran
Faktor Penyebab Usulan tindakan perbaikan Bahan Baku 1. Bahan baku kotor dan tidak
sesuai standard 1. Menyampaikan Keluhan
kepada pemasok 2. Melakukan evaluasi terhadap
kinerja pemasok Manusia 1. Kelalaian pekerja penerimaan
bahan. 2. Kelalaian pekerja penyaringan.
1. Melakukan pengawasan yang lebih ketat kepada para pekerja.
2. Memberikan peringatan kepada pekerja apabila melakukan kesalahan
3. Memberikan pengarahan kepada pekerja bagian penerimaan bahan dan penyaringan tentang pentingnya kualitas
Lingkungan 1. Kebersihan lingkungan produksi 1. Menjaga kebersihan lingkungan produksi. Sebaiknya memperkerjakan pekerja khusus bagian kebersihan untuk menjada kebersihan pabrik dan sekitar pabrik.
Mesin / Peralatan 1. Mesin / peralatan tidak terawat
secara teratur 1. Membuat jadwal pemeriksaan
mesin / peralatan secara berkala
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6.4 Usulan Tindakan Untuk Kegagalan Karena Gelembung Udara Faktor Penyebab Usulan tindakan perbaikan
Manusia 1. Kelalaian pekerja penerimaan bahan.
2. Kelalaian pekerja pengenceran.
1. Melakukan pengawasan yang lebih ketat kepada para pekerja.
2. Memberikan pengarahan kepada pekerja bagian penerimaan bahan dan pengenceran tentang pentingnya kualitas
3. Memberikan peringatan kepada pekerja apabila melakukan kesalahan
Tabel 6.4 Usulan Tindakan Untuk Kegagalan Karena Gelembung Udara (Lanjutan)
Faktor Penyebab Usulan tindakan perbaikan Mesin / Peralatan 1. Mesin / peralatan tidak
terawat secara teratur 1. Membuat jadwal pemeriksaan
mesin / peralatan secara berkala Bahan Baku 1. Bahan baku kotor dan tidak
sesuai standard 1. Menyampaikan Keluhan kepada
pemasok 2. Melakukan evaluasi terhadap
kinerja pemasok
Tabel 6.5 Usulan Tindakan Untuk Kegagalan Karena Gumpalan Karet Faktor Penyebab Usulan tindakan perbaikan
Manusia 1. Kelalaian pekerja bagian pengilingan.
1. Melakukan pengawasan yang lebih ketat kepada para pekerja.
2. Memberikan peringatan kepada pekerja apabila melakukan kesalahan
Mesin / Peralatan 1. Mesin / peralatan tidak terawat secara teratur
1. Membuat jadwal pemeriksaan mesin / peralatan secara berkala
Metode 1. Instruksi kurang jelas 1. Membuat instruksi kerja yang jelas dengan memberikan langkah-langkah pengerjaan yang mudah dipahami dan dilaksanakan secara tertulis namun disertai juga secara lisan
Universitas Sumatera Utara
6.5. Analisis Fase Control
Control (tahap pengendalian) merupakan tahapan akhir dari perbaikan
kualitas dengan metode Six sigma, tetapi juga merupakan sebuah langkah awal
dari perbaikan terus menerus dan integrasi system Six sigma. Oleh karena itu
dibutuhkan suatu pembakuan, pendokumentasian dan penyebarluasan dari
tindakan perbaikan supaya kegagalan yang pernah terjadi tidak terulang kembali.
Adapaun Control (tahapan pengendalian) sebagai proyek six sigma yang
menekankan terhadap pembakuan, pendokumentasian dan penyebarluasan
tindakan yang telah dilakukan meliputi:
4. Melakukan perhitungan DPMO dan level sigma secara rutin tiap periode
untuk mengetahui kemampuan proses dalam menghasilkan produk tanpa
cacat per satu juta kesempatan.
5. Melakukan perhitungan pengendalian kualitas produk untuk mengetahui
kestabilan dari proses melalui peta kontrol (control chart) secara rutin untuk
setiap periode.
Universitas Sumatera Utara
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Dari keseluruhan penelitian yang dilakukan, maka diperoleh kesimpulan
yang dapat mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Kesimpulan tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Terdapat 5 jenis kriteria cacat (CTQ) untuk produk ribbed smoke sheet
yaitu ; adanya kotoran, warna tidak homogen, adanya gelembung udara,
terdapat gumpalan karet, dan lembaran sheet lengket. Dan jenis cacat yang
dominan adalah adanya kotoran, adanya gelembung udara dan gumpalan
karet.
2. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kerusakan/cacat dominan
yang berhasil dibangkitkan melalui diagram sebab akibat adalah metode
kerja yang kurang dikuasai, kurangnya pengawasan terhadap proses
produksi yang berlangsung dan perawatan mesin yang kurang
diperhatikan.
3. Tawaran-tawaran perbaikan untuk mengurangi tingkat kecacatan yang
terjadi khususnya cacat yang paling mempengaruhi (frekwensi tinggi)
yaitu jenis cacat adanya kotoran, gelembung udara dan gumpalan karet
dapat mendekati target six sigma adalah menerapkan lama pembekuan
selama 6 jam, lama pengasapan selama 120 jam, dan kecepatan roll
penggilingan adalah 375 rpm pada proses produksi.
Universitas Sumatera Utara
7.2. Saran
Dari hasil kesimpulan yang diambil maka dapat diberikan saran-saran
perbaikan yang diberikan untuk perusahaan, yaitu :
1. Diharapkan kepada pihak perusahaan untuk dapat menerapkan usulan-
usulan perbaikan yang diberikan untuk meminimisasi cacat seperti; cacat
adanya kotoran dan jenis cacat yang lainnya.
2. Perlunya diciptakan kekompakan team sehingga setiap operator memiliki
rasa saling memiliki dan tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan
serta ditumbuhkan rasa kekeluargaan antar sesama pekerja dan atasan.
Disamping itu perusahaan perlu juga mengawasi dan mengecek posisi
operator/karyawan yang sedang bekerja agar tidak meninggalkan daerah
kerjanya masing-masing, dimana hal ini dapat mengakibatkan
kerusakan/cacat yang besar karena ketelambatan dalam mengantisipasi
kerusakan/cacat yang terjadi.
3. Pembentukan team leader. Hal ini didorong oleh kondisi dimana six sigma
merupakan metodologi yang harus didukung oleh fakta, bukan hanya data.
Team leader diperlukan sebagai motor penggerak, dimana team ini full
time dalam mengimplementasikan six sigma di lingkungan organisasi.
Semua anggota perusahaan juga perlu diberikan pendidikan mengenai six
sigma dan dilibatkan juga dalam implementasi, walaupun tidak full time,
tapi mereka diperlukan sebab mereka yang menjalankan proses bisnis,
sehingga mereka mempunyai pemahaman yang lebih baik mengenai
proses bisnis.
Universitas Sumatera Utara