chapter ii koef. lengkung tegal

33
BAB II DASAR TEORI 2.1 PERHITUNGAN HIDROLOGI 2.1.1 Umum Persediaan air hujan dunia hampir seluruhnya didapatkan dalam bentuk hujan sebagai hasil dan penguapan air. Proses-proses yang tercakup dalam peralihan uap lengas dari laut ke daratan dan kembali ke laut lagi membentuk apa yang disebut daur hidrologi. Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi penguapan, presipitasi dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh scbagai hujan alau salju (presipitasi) ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian Iangsung menguap ke udara dan sebagian mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh- tumbuhan di mana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan ke permukaan tanah. Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah berinfiltrasi ke dalam tanah dan bergerak menurun sebagai perkolasi. Air ini akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah. kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhimya ke laut. Dalam perjalanannya ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar kembali segera ke sungai-sungai (disebut aliran interflow). Tetapi sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan Universitas Sumatera Utara

Upload: ngumban

Post on 16-Feb-2015

87 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

irigasi

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

BAB II

DASAR TEORI

2.1 PERHITUNGAN HIDROLOGI

2.1.1 Umum

Persediaan air hujan dunia hampir seluruhnya didapatkan dalam bentuk

hujan sebagai hasil dan penguapan air. Proses-proses yang tercakup dalam

peralihan uap lengas dari laut ke daratan dan kembali ke laut lagi membentuk apa

yang disebut daur hidrologi.

Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi penguapan,

presipitasi dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan

tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan

kemudian jatuh scbagai hujan alau salju (presipitasi) ke permukaan laut atau

daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian Iangsung menguap ke udara

dan sebagian mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-

tumbuhan di mana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau

mengalir melalui dahan-dahan ke permukaan tanah.

Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam

tanah berinfiltrasi ke dalam tanah dan bergerak menurun sebagai perkolasi. Air ini

akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah. kemudian mengalir ke daerah-daerah

yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhimya ke laut. Dalam perjalanannya

ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke

dalam tanah keluar kembali segera ke sungai-sungai (disebut aliran interflow).

Tetapi sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama ke permukaan tanah di

daerah-daerah yang rendah (disebut groundwater runoff = limpasan air tanah).

2.1.2 Penentuan Curah Hujan Rata-Rata DAS

Semua air yang bergerak di dalam bagian daur hidrologi secara langsung

maupun tidak langsung berasal dari hujan (presipitasi). Udara yang diserap oleh

air membawa air yang diuapkan dan bergerak hingga air tersebut mendingin

sampai di bawah titik embun dan mempresipitasikan uap air sebagai hujan

maupun bentuk presipitasi yang lain.

Suatu DAS adalah daerah yang dianggap sebagai wilayah dari suatu titik

tertentu pada suatu sungai dan dipisahkan dari DAS-DAS di sebelahnya oleh

suatu pembagi, atau punggung bukit/gunung yang dapat ditelusuri pada peta

topografi.

Daerah aliran disebut juga sebagai cathment area atau drainage basin.

Data hujan dari beberapa stasiun hujan digunakan dalam analisa data hujan untuk

mencari curah hujan rata-rata daerah aliran.

Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan

pemanfaatan air adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan,

bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan

wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm. Beberapa cara perhitungan untuk

mencari curah hujan rata-rata daerah aliran, yaitu :

1. Arithmatic Mean Method

Ini merupakan cara yang paling sederhana dan diperoleh dengan menghitung

rata-rata arithmatic dan semua total penakar hujan di suatu kawasan. Cara ini

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

sesuai pada daerah yang datar dan mempunyai banyak penakar hujan yang

didistribusikan secara merata pada lokasi-lokasi yang mewakili. Cara Arithmatic

Mean dapat dirumuskan sebagai berikut :

R = 1/n ( R1 + R2 + R3 + ... + R……………………………………………..(2.1)

Dimana :

R = Curah hujan rata-rata (mm)

Rn = Tinggi hujan tiap stasiun n (mm)

n = Banyaknya stasiun penakar hujan

2. Thiessen Method

Cara ini dengan memperhitungkan luas daerah yang diwakili oleh stasiun

yang bersangkutan (luas daerah pengaruh). Untuk digunakan sebagai faktor

dalam menghitung hujan rata-rata.

Menurut Thiessen luas daerah pengaruh dari setiap stasiun dengan cara :

1. Menghubungkan stasiun-stasiun dengan suatu garis sehingga membentuk

poligon-poligon segitiga.

2. Menarik sumbu-sumbu dan poligon-poligon segitiga.

3. Perpotongan sumbu-sumbu ini akan membentuk luasan daerah pengaruh

dari tiap-tiap stasiun.

Luas daerah pengaruh masing-masing stasiun dibagi dengan luas daerah

aliran disebut sebagai Koefisien Thiessen masing-masing stasiun (weighting

factor).

Hujan rata-rata di daerah aliran dirumuskan sebagai berikut :

R = A1 . R1 + A2 . R2 + A3 . R3 + .. + An . Rn

A A A A = W1.R1 + W2.R2 + W3.R3 + ... + Wn.R....................................................(2.2)

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

Dimana:

A = Luas daerah aliran (km2)

An = Luas daerah pengaruh stasiun n (km2)

Wn = Faktor pembobot daerah pengaruh stasiun n

Rn = Tinggi hujan pada stasiun n (mm)

Metode Thiessen sesuai untuk daerah dengan jarak penakar hujan yang

tidak merata.

3. Isohyet Method

Isohyet adalah garis yang menunjukkan tempat-tempat yang mempunyai

tinggi hujan yang sama.

Cara ini adalah cara yang paling teliti, tetapi cukup sulit pembuatannya.

Pada umumnya digunakan untuk hujan tahunan, karena terlalu banyak

variasinya, sehingga isohyet akan berubah-ubah.

Hujan rata-rata di daerah aliran dirumuskan sebagai berikut :

R = A1,2 . R1,2 + A2,3 . R2,3 + ... + An,n+1 . Rn,n+1 ...................…………………(2.3) A A A Dimana :

An,n+1 = Luas antara isohyet In, dan isohyct In+1,

Rn,n+1 = Tinggi hujan rata-rata antara isohyet In, dan Isohyet In+1

2.1.3 Perhitungan Curah Hujan Effektif (Reff)

Besarnya curah hujan yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk memenuhi

kebutuhan air, sehingga dapat memperkecil debit yang diperlukan dari pintu

pengambilan. Mengingat bahwa jumlah curah hujan yang turun tersebut tidak

semuanya dapat dipergunakan untuk tanarnan dalam melangsungkan

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

kehidupannya, maka disini perlu diperhitungkan dan dicari curah hujan effektif

yang merupakan besarnya angka kebutuhan air yang dapat dimanfaatkan oleh

tanaman.

Curah hujan effektif (Reff) ditentukan berdasarkan besarnya R-80 yang

merupakan curah hujan yang besarnya dapat dilampaui sebanyak 80% atau

dengan kata lain dilampauinya 8 kali kejadian dari 10 kali kejadian. Dengan kata

lain bahwa besarnya curah hujan yang terjadi lebih kecil dari R80 mempunyai

kemungkinan hanya 20%.

Ada berbagai cara untuk mencari curah hujan effektif ini yang telah

dikembangkan oleh berbagai ahli, diantaranya ialah:

1. Cara Empiris

Harza Engineering Comp. Int. menghitung besarnya curah hujan

effektif berdasarkan R80 = Rainfall equal or exceeding in 8 years out

of 10 years. Bila dinyatakan dengan rumus adalah sebagai berikut :

R80=(n/5)+ 1……………………………………………………..(2.4)

Dimana :

Reff = R80 = Curah hujan efektif 80 % (mm/hari)

n/5 + I = Rangking curah hujan effektif dihitung dan curah hujan

terkecil

n = Jumlah data

2. Cara Statistik

Dengan menghitung probabilitas curah hujan effektif yang 80%

disamai atau dilampaui. Metode yang dapat dipakai antara lain adalah

dengan metode Gumbel, Hazen, dan Log Pearson tipe III.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

Dalam tugas akhir ini perhitungan curah hujan effektif

menggunakan cara empiris yang digunakan oleh Harza Engineering

Comp.Int. Pemilihan cara ini disebabkan data yang tersedia dapat

dimasukkan ke dalam perhitungan rumus tersebut dan tidak ada

batasan-batasan khusus terhadap data yang ada.

Wiramihardja Sadeli, Hidrologi Pertanian, hal 51, Himpunan Mahasiswa ITB

2.2 PERHITUNGAN KLIMATOLOGI

2.2.1 Umum

Karakteristik hidrologi suatu daerah sebagian besar ditentukan oleh

keadaan geologi dan geografinya, iklim mempunyai peranan penting dalam

penentuan karakteristik tersebut. Yang termasuk dalam data meteorologi antara

lain : Temperatur udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan lama penyinaran

matahari.

1. Temperatur

Suhu atau temperatur udara adalah salah satu variabel yang

mempengaruhi besarnya hujan. evaporasi dan transpirasi. Yang biasa disebut

suhu udara atau temperatur adalah suhu yang diukur dengan termometer yang

diletakkan pada sangkar meteorologi. Data temperatur udara dinyatakan

dalam derajat celsius (°C’). derajat Fahrenheit (°F) atau derajat absolut yang

merupakan data temperatur rata-rata harian.

2. Kelembaban, (Humidity)

Udara sangat mudah menyerap air dalam bentuk uap air, hal ini

tergantung dari temperatur udara dan airnya. Temperatur udara makin besar

maka makin banyak yang dapat mengisi udara dan hal ini akan berlangsung

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

terus menerus sampai terjadi suatu keseimbangan dimana udara jenuh air, dan

penyerapan air tidak banyak. Adanya air yang terkandung dalam udara inilah

yang disebut sebagai kelembaban udara.

Alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban udara dan hasil

pengukuran dinyatakan dalam persen (%). Kelembaban udara yang mutlak

jarang dijumpai. yang ada adalah kelembaban udara nisbi atau relatif yang

merupakan perbandingan antara tekanan uap air dan tekanan uap jenuh.

3. Angin

Yang disebut arah angin adalah arah dari mana angin bertiup. Untuk

penentuan arah angin ini digunakan lingkaran arah angin dan pencatat angin.

Angin sebagai udara yang bergerak merupakan faktor yang sangat

berpengaruh dalam proses-proses hidrometeorologi. Angin cukup

berpengaruh dalam proses penguapan dan dalam memproduksi hujan.

Kecepatan angin diukur dengan anemometer dimana kecepatan anginnya

dinyatakan dalam km/jam, mil/jam, m/dt atau knots.

4. Penyinaran Matahari (Suns Shine)

Jumlah jam selama matahari bersinar disebut jam penyinaran matahari.

Jumlah jam penyinaran yang terjadi dalam sehari adalah tetap yang

tergantung pada musim dan jarak lintang ke kutub.

Lama penyinaran relatif suns shine adalah perbandingan antara jumlah

jam dengan jam penyinaran yang mungkin terjadi dalam satu hari. Makin

besar harga perbandingan ini, makin baik keadaan cuaca. Lama penyinaran

matahari dapat diukur dengan menggunakan alat yang disebut scbagai

Camphell Stokes Recorder atau Suns Shine Recorder.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

Dalam pengukuran data lama penyinaran matahari biasanya dinyatakan dalam

persen (%).

2.2.2 Evapotranspirasi

Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah

dan permukaan air ke udara disebut evaporasi (penguapan). Transpirasi adalah

proses dimana tanaman menghisap air dari dalam tanah dan menguapkannya ke

udara sebagai uap. Peristiwa yang terjadi secara bersama-sama antara transpirasi

dan evaporasi disebut evapotranspirasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah suhu air, suhu

udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari dan lain-lain

yang saling berhubungan satu sama lain.

Besamya evaporasi yang terjadi pada tanaman dihitung berdasarkan

metode Penmann yang telah dimodifikasi. Dalam hal ini dipakai cara FAO yang

dalam perumusannya adalah sebagai berikut:

Eto = c. [W. Rn + (1-W). f (u). (ea-ed)] .............................................................................(2.5)

dimana :

Eto = Evapotranspirasi acuan (mm/hari)

c = Faktor koreksi terhadap perbedaan cuaca antara siang dan malam

W = Faktor koreksi temperatur terhadap radiasi

f(u) = Faktor pengaruh kecepatan angin (km/hari)

Rn = Radiasi netto (mm/hari)

ea = Tekanan uap jenuh (mbar)

ed = Tekanan uap nyata (mbar)

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

(ea – ed) = Perbedaan antara tekanan uap jenuh pada temperatur rata-rata udara

dengan tekanan rata-rata air di udara yang sebenarnya

ed = RH x ea

= Tekanan uap nyata (mbar), dimana RH = Kelembaban relatif (%)

f(u) = 0,27(1 +u/100)

= Fungsi kecepatan angin, dimana u = Kecepatan angin (km/jam)

(Nilai fungsi angin f(u) = 0,27( 1+u/100) untuk kecepatan angin

pada tinggi 2m)

1 -w = Faktor pembobot, dimana w Faktor pemberat

Rs = (0,25 + 0,5 . n/N). Ra

= Radiasi gelombang pendek, dimana Ra = Radiasi Extra

Teresterial(mm/hari)

n/N = Rasio Lama penyinaran

N = Lama penyinaran rnaksimum

Rns = Rs . (1-α)

= Radiasi netto gelombang pendek, dimana α = 0,25

f(T’) = σ . T4

= Fungsi Temperatur

f(ed) = 0,33- 0,044 . (ed)0,5

= Fungsi tekanan uap nyata

f(n/N) = 0,1 + 0,9 . n/N

= Fungsi rasio lama penyinaran

Rnl = f(T’) . f(ed) . f(n/N)

= Radiasi netto gelombang panjang

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

Rn = Rns - Rnl

= Radiasi netto

Rumus Penmann didasarkan atas anggapan bahwa suhu udara dan

permukaan air rata-rata adalah sama.

2.3 Analisa Debit Andalan

Debit andalan (dependable discharge) adalah besarnya debit yang tersedia

sepanjang tahun dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan. Dalam studi

ini, penentuan debit andalan menggunakan metode tahun dasar perencanaan

(basic year) dimana debit yang diandalkan adalah debit yang pernah terjadi pada

tahun yang lalu.

Tahapan yang digunakan untuk menentukan besarnya debit andalan adalah

sebagai berikut:

1. Data debit tahunan rata-rata diurutkan dari besar ke kecil

2. Dari data debit tahunan yang telah diurutkan tersebut, dicari probabilitas

untuk tiap-tiap debit

3. Dari hasil perhitungan no. 2, kemudian dicari besarnya debit andalan yang

dibutuhkan. Debit andalan dihitung berdasarkan data debit yang telah

tercatat dengan periode yang memadai.

2.3.1 Debit Andalan Metode DR. F.J. Mock

Dengan metode Water Balance dari DR.F.J Mock dapat diperoleh suatu

estimasi empiris untuk mendapatkan debit andalan. Metode ini didasarkan pada

parameter data hujan, evapotranspirasi dan karakteristik DAS setempat. Untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

mendapatkan debit bulanan, pada pertimbangan hidrologi daerah irigasi

digunakan metode Dr. F.J. Mock dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Hitung Evapotranspirasi Potensial

2. Hitung Limitted Evapotranspirasi

3. Hitung Water Balance

4. Hitung Aliran Dasar dan Limpasan Langsung

Berikut adalah data-data yang digunakan dalam perhitungan debit andalan metode

F.J.Mock :

a. Data Curah Hujan

Data curah hujan digunakan adalah curah hujan efektif bulanan

yang berada dalam DPS. Stasiun curah hujan yang dipakai adalah stasiun

yang dianggap mewakili kondisi hujan di daerah tersebut.

b. Evapotranspirasi Terbatas (Et)

Evapotranspirasi terbatas adalah evapotranspirasi aktual dengan

mempertimbangkan kondisi vegetasi dan permukaan tanah serta frekwensi

curah hujan. Untuk menghitung evapotranspirasi terbatas diperlukan data :

1. Curah hujan tengah bulanan (P)

2. Jumlah hari hujan tengah bulanan (n)

3. Jumlah permukaan kering setengah bulanan (d), dihitung dengan

asumsi bahwa tanah dalam suatu hari hanya mampu menahan air 12

mm dan selalu menguap sebesar 4 mm.

Exposed surface (m%), ditaksir berdasarkan peta tata guna lahan, atau dengan

asumsi.

m = 0 % untuk lahan dengan hutan lebat

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

m = 0 % pada akhir musim hujan dan bertambah 10% setiap

bulan kering untuk lahan sekunder.

m = 10 % - 40 % untuk lahan yang tererosi

m = 20 % - 50 % untuk lahan pertanian yang diolah

Secara matematis evapotranspirasi terbatas dirumuskan sebagai berikut :

ET = Ep - E

E = Ep*(m/20)*(18-n)...............................................(2.6)

dimana :

E = Beda antara evapotranspirasi potensial dengan

evapotranspirasi terbatas (mm)

ET = evapotranspirasi terbatas (mm)

Ep = evapotranspirasi potensial (mm)

m = singkapan lahan (Exposed surface (%))

n = jumlah hari hujan dalam sebulan

c. Faktor Karakteristik Hidrologi

Faktor bukaan lahan

m = 0 % untuk lahan dengan hutan lebat

m = 10 – 40 % untuk lahan tererosi

m = 30 – 50 % untuk lahan pertanian yang diolah

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan untuk seluruh daerah

studi yang merupakan daerah terbuka berbatu dapat diasumsikan

untuk faktor m diambil 20 % - 40 %.

Luas Daerah Pengaliran

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

Semakin besar daerah pengaliran dari suatu aliran kemungkinan

akan semakin besar pula ketersediaan debitnya.

Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC)

Soil moisture capacity adalah kapasitas kandungan air pada

lapisan tanah permukaan (surface soil) per m2. Besarnya Soil

Moisture Capacity untuk perhitungan ketersediaan air ini

diperkirakan berdasarkan kondisi posositas lapisan tanah

permukaan dari DPS. Semakin besar porositas tanah, akan

semakin besar pula Soil Moisture Capacity yang ada. Dalam

perhitungan ini nilai SMC diambil antara 50 mm sampai dengan

250 mm.

Persamaan yang digunakan untuk besarnya kapasitas kelembaban

tanah adalah :

SMC(n) = SMC(n-1) + IS(n)

Ws = As – IS…………………………(2.7)

dimana:

SMC = Kelembaban tanah (diambil 50mm/205mm)

SMC(n) = Kelembaban tanah bulan ke n

SMC(n-1) = Kelembaban tanah bulan ke n - 1

IS = Tampungan awal (initial storage) ….. mm

As = Air hujan yang mencapai permukaan tanah

d. Keseimbangan air di permukaan tanah

Keseimbangan air permukaan tanah di permukaan tanah

dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

Air Hujan (As)

Air hujan yang mencapai permukaan tanah dapat dirumuskan

sebagai berikut:

As = P – Et…………………………………………………(2.8)

di mana :

As = air hujan mencpai permukaan tanah

P = Curah hujan bulanan

Et = Evapotranspirasi

Kandungan air tanah

Besar kandungan tanah tergantung dari harga As, bila harga As

negatif, maka kepasitas kelembaban tanah akan berkurang dan bila

As positif maka kelembaban tanah akan bertambah.

e. Aliran dan Penyimpangan Air Tanah (run off & ground water storage)

Nilai run off dan ground water tergantung dari kesimbangan air

dan kondisi tanahnya. Data-data yang diperlukan untuk menentukan

besarnya aliran air tanah adalah sebagai berikut :

Koefisien Infiltrasi

Koefisien nilai infiltrasi diperkirakan berdasarkan kondisi porositas

tanah dan kemiringan DPS. Lahan DPS yang porous memiliki

koefisien infiltrasi yang besar. Sedangkan lahan yang terjal

memiliki koefisien infiltrasi yang kecil, karena air akan sulit

terinfiltrasi ke dalam tanah. Batasan koefisien infiltrasi adalah 0-1.

Faktor Reresi Aliran Tanah (k)

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

Faktor resesi adalah perbandingan antara aliran air tanah pada

bulan ke-n dengan aliran air tanah pada awal bulan tersebut. Faktor

resesi aliran tanah dipengaruhi oleh sifat geologi DPS. Dalam

perhitungan ketersediaan air dengan metode MOCK, besarnya nilai

k didapat dengan cara coba-coba (trial), sehingga dapat dihasilkan

aliran seperti yang diharapkan.

Initial Storage (IS)

Initial Storage atau tampungan awal adalah perkiraan besarnya

volume air pada awal perhitungan.

Penyimpangan Air Tanah (Ground Water Storage)

Penyimpangan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi

setempat dan waktu. Sebagai permulaan dari simulasi harus

ditentukan penyimpangan awal (initial storage) terlebih dahulu.

Persamaan yang dipergunakan dalam perhitungan penyimpanan air

tanah adalah sebagai berikut :

Vn = k * V(n-1) + 0.5 (1 + k) ln

Vn = Vn - V(n-1)....................................................(2.9)

dimana :

Vn = Volume air tanah bulan ke n

K = qt/qo = faktor resesi aliran tanah

qt = aliran air tanah pada waktu bulan ke t

qo = aliran air tanah pada awal bulan (bulan ke 0)

vn-1 = volume air tanah bulan ke (n-1)

vn = Perubahan volume aliran air tanah

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

f. Aliran Sungai

Aliran Dasar = infiltrasi - Perubahan aliran air dalam tanah

Aliran permukaan = volume air lebih - infiltrasi

Aliran sungai = aliran permukaan + aliran dasar

Debit andalan = Aliran sungai * Luas DAS 1 bulan dalam detik

…...…………………(2.10)

Air yang mengalir di sungai merupakan jumlah dari aliran lansung (direct

run off), aliran dalam tanah (interflow), dan aliran tanah (base flow).

Besarnya masing-masing aliran tersebut adalah :

Interflow = infiltrasi - volume air tanah

Direct run off = water surflus - infiltrasi

Base flow = aliran yang selalu ada sepanjang tahun

Run off = interflow + direct run off + base flow

Dalam perhitungan debit andalan Sungai Percut, digunakan data curah

hujan wilayah metode Thiessen tengah bulanan dari stasiun Aek Pancur,

Patumbak dan Tanjung Morawa.

Perhitungan debit andalan sei Percut dapat dilihat pada tabel 4.18

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

Tabel 2.1 Radiasi Ekstra Terretrial (Ra), (mm/hari)

Lintang Utara Posisi Lintang Selatan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Lintang Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

15,0 15,5 15,7 15,3 14,4 13,9 14,1 14,8 15,3 15,4 15,1 14,8 0 15,0 15,5 15,7 15,3 14,4 13,9 14,1 14,8 15,3 15,4 15,1 14,8

14,7 15,3 15,6 15,3 14,6 14,2 14,3 14,9 15,3 15,3 14,8 14,4 2 15,3 15,7 15,7 15,1 14,1 13,5 13,7 14,5 15,2 15,5 15,3 15,1

14,3 15,0 15,5 15,4 14,9 14,4 14,6 15,1 15,3 15,1 14,5 14,1 4 15,5 15,8 15,6 14,9 13,8 13,2 13,4 14,3 15,1 15,6 15,5 15,4

13,9 14,8 15,4 15,4 15,1 14,7 14,9 15,2 15,3 15,0 14,2 13,7 6 15,8 16,0 15,6 14,7 13,4 12,8 13,1 14,0 15,0 15,7 15,8 15,7

13,6 14,5 15,3 15,6 15,3 15,0 15,1 15,4 15,3 14,8 13,9 13,3 8 16,1 16,1 15,5 14,4 13,1 12,4 12,7 13,7 14,9 15,8 16,0 16,0

13,2 14,2 15,3 15,7 15,5 15,3 15,3 15,5 15,3 14,7 13,6 12,9 10 16,4 16,3 15,5 14,2 12,8 12,0 12,4 13,5 14,8 15,9 16,2 16,2

12,8 13,9 15,1 15,7 15,7 15,5 15,5 15,6 15,2 14,4 13,3 12,5 12 16,6 16,3 15,4 14,0 12,5 11,6 12,0 13,2 14,7 15,8 16,4 16,5

12,4 13,6 14,9 15,7 15,8 15,7 15,7 15,7 15,1 14,1 12,8 12,0 14 16,7 16,4 15,3 13,7 12,1 11,2 11,6 12,9 14,5 15,8 16,5 16,6

12,0 13,3 14,7 15,6 16,0 15,9 15,9 15,7 15,0 13,9 12,4 11,6 16 16,9 16,4 15,2 13,5 11,7 10,8 11,2 12,6 14,3 15,8 16,7 16,8

11,8 13,2 14,7 15,6 16,1 16,0 16,0 15,8 15,0 13,8 12,2 11,4 17 17,0 16,5 15,2 13,4 11,6 10,6 11,0 12,5 14,2 15,8 16,8 17,0

11,6 13,0 14,6 15,6 16,1 16,1 16,1 15,8 14,9 13,6 12,0 11,1 18 17,1 16,5 15,1 13,2 11,4 10,4 10,8 12,3 14,1 15,8 16,8 17,1

11,4 12,9 14,5 15,6 16,2 16,3 16,2 15,9 14,9 13,5 11,8 10,9 19 17,2 16,5 15,1 13,1 11,2 10,2 10,6 12,2 14,0 15,8 16,9 17,3

11,2 12,7 14,4 15,6 16,3 16,4 16,3 15,9 14,8 13,3 11,6 10,7 20 17,3 16,5 15,0 13,0 11,0 10,0 10,4 12,0 13,9 15,8 17,0 17,4

10,7 12,3 14,2 15,5 16,3 16,4 16,4 15,8 14,6 13,0 11,1 10,2 22 17,4 16,5 14,8 12,6 10,6 9,6 10,0 11,6 13,7 15,7 17,0 17,5

10,2 11,9 13,9 15,4 16,4 16,6 16,5 15,8 14,5 12,6 10,7 9,7 24 17,5 16,5 14,6 12,3 10,2 9,1 9,5 11,2 13,4 15,6 17,1 17,7

9,8 11,5 13,7 15,3 16,4 16,7 16,6 15,7 14,3 12,3 10,3 9,3 26 17,6 16,4 14,4 12,0 9,7 8,7 9,1 10,9 13,2 15,5 17,2 17,8

9,3 11,1 13,4 15,3 16,5 16,8 16,7 15,7 14,1 12,0 9,9 8,8 28 17,7 16,4 14,3 11,6 9,3 8,2 8,6 10,4 13,0 15,4 17,2 17,9

8,8 10,7 13,1 15,2 16,5 17,0 16,8 15,7 13,9 11,6 9,5 8,3 30 17,8 16,4 14,0 11,3 8,9 7,8 8,1 10,1 12,7 15,3 17,3 18,1

8,3 10,2 12,8 15,0 16,5 17,0 16,8 15,6 13,6 11,2 9,0 7,8 32 17,8 16,2 13,8 10,9 8,5 7,3 7,7 9,6 12,4 15,1 17,2 18,1

7,9 9,8 12,4 14,8 16,5 17,1 16,8 15,5 13,4 10,8 8,5 7,2 34 17,8 16,1 13,5 10,5 8,0 6,8 7,2 9,2 12,0 14,9 17,1 18,2

7,4 9,4 12,1 14,7 16,4 17,2 16,7 15,4 13,1 10,6 8,0 6,6 36 17,9 16,0 13,2 10,1 7,5 6,3 6,8 8,8 11,7 14,6 17,0 18,2

6,9 9,0 11,8 14,5 16,4 17,2 16,7 15,3 12,8 10,0 7,5 6,1 38 17,9 15,8 12,8 9,6 7,1 5,8 6,3 8,3 11,4 14,4 17,0 18,3

6,4 8,6 11,4 14,3 16,4 17,3 16,7 15,2 12,5 9,6 7,0 5,7 40 17,9 15,7 12,5 9,2 6,6 5,3 5,9 7,9 11,0 14,2 16,9 18,3

5,9 8,1 11,0 14,0 16,2 17,3 16,7 15,0 12,2 9,1 6,5 5,2 42 17,8 15,5 12,2 8,8 6,1 4,9 5,4 7,4 10,6 14,0 16,8 18,3

5,3 7,6 10,6 13,7 16,1 17,2 16,6 14,7 11,9 8,7 6,0 4,7 44 17,8 15,3 11,9 8,4 5,7 4,4 4,9 6,9 10,2 13,7 16,7 18,3

4,9 7,1 10,2 13,3 16,0 17,2 16,6 14,5 11,5 8,3 5,5 4,3 46 17,7 15,1 11,5 7,9 5,2 4,0 4,4 6,5 9,7 13,4 16,7 18,3

4,3 6,6 9,8 13,0 ,15,9 17,2 16,5 14,3 11,2 7,8 5,0 3,7 48 17,6 14,9 11,2 7,5 4,7 3,5 4,0 6,0 9,3 13,2 16,6 18,2

3,8 6,1 9,4 12,7 15,8 17,1 16,4 14,1 10,9 7,4 4,5 3,2 50 17,5 14,7 10,9 7,0 4,2 3,1 3,5 5,5 8,9 12,9 16,5 18,2

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

Tabel 2.2 Pengaruh Suhu Udara pada Panjang Gelombang Radiasi f(T)

Suhu udara (◦C) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 21 22 24 26 28 30 32 34 36 f(T) = c Ta 4 11,0 11,4 11,7 12,0 12,4 12,7 13,1 13,5 13,8 14,2 14,6 14,8 15,0 15,4 15,9 16,3 16,7 17,2 17,7 18,1

Sumber : Laporan Nota Perencanaan Jaringan Utama dan Tertier CV. Biro Permcanaan Sketsa (1995)

Tabel 2.3 Tekanan Uap Jenuh (ea), (mbar)

Suhu udara (◦C) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 f(T) = c Ta 4 6,1 6,6 7,1 7,6 8,1 8,7 9,3 10,0 10,7 11,5 12,3 13,1 14,0 15,0 16,1 17,0 18,2 19,4 20,6 22,0

Suhu udara (◦C) 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 f(T) = c Ta 4 23,4 24,9 26,4 28,1 29,8 31,7 33,6 35,7 37,8 40,1 42,4 44,9 47,6 50,3 53,2 56,2 59,4 62,8 66,3 69,9

Sumber : Laporan Nota Perencanaan Jaringan Utama dan Tertier CV. Biro Permcanaan Sketsa (1995)

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

Tabel 2.4 Sudut Tekanan Uap Jenuh (D), (mbar)

Ta 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 13 0,973 0,979 0,985 0,992 0,998 1,004 1,010 1,017 1,023 1,029 14 1,035 1,042 1,048 1,054 1,060 1,067 1,073 1,079 2,085 1,092 15 1,098 1,104 1,110 1,117 1,124 1,130 1,136 1,143 1,149 1,156 16 1,162 1,169 1,175 1,182 1,188 1,195 1,202 1,028 1,215 1,221 17 1,228 1,235 1,242 1,249 1,256 1,236 1,270 1,277 1,284 1,291 18 1,298 1,305 1,313 1,320 1,327 1,335 1,342 1,349 1,356 1,364 19 1,371 1,379 1,386 1,394 1,402 1,410 1,417 1,425 1,433 1,440 20 1,448 1,456 1,464 1,472 1,480 1,488 1,496 1,504 1,512 1,520 21 1,528 1,536 1,545 1,553 1,562 1,570 1,578 1,587 1,595 1,604 22 1,612 1,621 1,629 1,638 1,647 1,656 1,664 1,673 1,682 1,690 23 1,699 1,708 1,717 1,726 1,735 1,745 1,754 1,769 1,772 1,781 24 1,790 1,800 1,809 1,819 1,828 1,838 1,848 1,857 1,867 1,876 25 1,886 1,896 1,906 1,916 1,926 1,936 1,946 1,956 1,966 1,976 26 1,986 1,997 2,007 2,018 2,028 2,039 2,049 2,060 2,070 2,081 27 2,092 2,102 2,113 2,123 2,134 2,144 2,155 2,165 2,176 2,186 28 2,197 2,207 2,218 2,228 2,239 2,249 2,260 2,270 2,281 2,291 29 2,302 2,312 2,323 2,333 2,344 2,354 2,365 2,375 2,386 2,396 30 2,397 2,417 2,428 2,438 2,449 2,495 2,470 2,480 2,491 2,501

Sumber : Direktorat Irigasi, Pedoman dan Kriteria Perencanaan Teknik Irigasi, Volume IV, 1980, Jakarta

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

2.4 KEBUTUHAN AIR UNTUK TANAMAN

2.4.1 Kebutuhan Bersih Air di Sawah (Net field Requirement = NFR)

NFR adalah kebutuhan air untuk suatu areal sawah dengan memperhatikan

faktor-faktor yang mempengaruhinya, diantaranya adalah penyiapan lahan,

penggunaan konsumtif, perkolasi, pergantian lapisan air dan curah hujan efektif.

Rumus yang dipakai adalah :

NFR = Etc + P + WLR Reff…………………………………………………….(2.11)

Dimana :

NFR = Kebutuhan air bersih di sawah (mm/hari)

Etc = Penggunaan konsumtif (mm/hari)

P = Perkolasi (mm/hari)

Reff = Curah hujan efektif (mm/hari)

WLR = Penggantian lapisan air (mm)

2.4.2 Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah merupakan langkah pertama dalam mempersiapkan tanah

bagi penanaman. Besarnya kebutuhan air untuk pengolahan tanaman padi tergantung

dari :

• Luas lahan yang harus dijenuhkan

• Lamanya pengolahan tanah

• Besarnya evaporasi dan perkolasi yang terjadi

Rumus perhitungan pengolahan tanah menggunakan metode yang

dikembangkan Vaan De Goor & Zijistra (1968) yaitu :

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

LP = . –

k

k

M ee 1

…………………………………………………………………………(2.12)

dimana :

LP = Kebutuhan air untuk pengolahan tanah (mm/hari)

M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan

perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan (mm/han)

= Eo + P

c = Bilangan alam

Eo = Evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 x Eto selama

penyiapan lahan (mm/hari)

P = Perkolasi (mm/hari)

K = S

M.T

T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari)

S = Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm,

yakni 200 + 50 = 250 mm

Tabel 2.5 Kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan M = Eo + P (mm/hari)

T = 30 hari T = 45 hari S = 250 mm S= 300 mm S = 250 mm S= 300 mm

5,0 5.5 6.0 6,5 7.0 7,5 8.0 8,5 9,0 9,5

10,0 10,5 11,0

11.1 1 1.4 11.7 12,0 12.3 12,6 13.0 13,3 13.6 14.0 14,3 14.7 15,0

12,7 13,0 13,3 13.6 13.9 14,2 14.5 14.8 15,2 15,5 15.8 16.2 16.5

8.4 8.8 9.1 9,4 9.8

10,1 10.5 10.8 11.2 11.6 12,0 12.4 12.8

9,5 9,8

10.1 10.4 10.8 11,1 11.4 11,8 12.1 12.5 12,9 13.2 13,6

Sumber : Standart Perencanaan Irigasi KP-01

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

2.4.3 Perkolasi

Perkolasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perhitungan

besarnya kebutuhan air di sawah. Perkolasi adalah proses mengalirnya air dibawah

permukaan tanah akibat adanya gaya gravitasi atau tekanan hidrostatik atau juga dari

keduanya, dan suatu lapisan tanah ke lapisan tanah dibawahnya, hingga mencapai

permukaan air tanah pada lapisan jenuhnya. Jenis air ini tidak dapat dimanfaatkan

untuk tanaman. Perkolasi atau peresapan air kedalam tanah dibedakan menjadi dua,

yaitu perkolasi vertikal dan perkolasi horizontal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah :

• Sifat tanah

• Air tanah

• Keadaan medan

Jadi perkolasi disini adalah kehilangan air yang dipengaruhi oleh keadaan

fisik dilapangan.

Besar angka perkolasi dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut ini

Tabel 2.6 Tingkat Perkolasi Jenis Tanah Angka Perkolasi

Padi (mm/hari) Palawija (mm/hari) Tekstur Berat

Tekstur Sedang Tekstur Ringan

1 2 5

2 4

10 Sumber : Standart Perencanaan Irigasi KP-01

2.4.4 Penggantian Lapisan Air (Water Layer Requirement = WLR)

Penggantian lapisan air mi dimaksudkan untuk mengisi kembali lapisan air

setelah dilakukan pemupukan. Penggantian ini dilakukan sebanyak 2 kali, masing-

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

masing 50 mm (3,3 mm/hari selama setengah bulan) selama sebulan dan dua bulan

setelah transplantasi.

2.4.5 Koefisien Tanaman

Besarnya koefisien tanaman yang diperlukan untuk menghitung

evapotranspirasi tergantung dari jenis dan umur tanaman tersebut. Koefisien tanaman

ini merupakan faktor yang mencari besarnya air yang habis terpakai oleh tanaman

untuk pertumbuhannya. Dalam studi ini harga-harga koefisien tanaman padi dan

palawija yang akan dipakai berdasarkan data-data dan FAO yang telah dipakai secara

umum di Indonesia. Harga koefisien tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.7 Harga Koefisien Tanaman Bulan Padi Palawija

Varietas Biasa Varietas Unggul Keledai K. Tanah Jagung 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5

1,10 1,10 1,10 1,10 1,10 1,05 0,95 0,00

1,10 1,10 1,05 1,05 0,95 0,00

0,50 0,75 1,00 1,00 0,82 0,45*

0,50 0,51 0,66 0,85 0,95 0,95 0,95 0,55

0,55*

0,50 0,95 0,96 1,05 1,02 0,95*

Sumber : Standart Perencanaan Irigasi KP-01

Catatan - * = untuk sisanya kurang dan 1/2 bulan - Umur kedelai = 85 hari - Umur kacang tanah = 130 hari - Umur jagung = 80 hari

2.4.6 Penggunaan Konsumtif

Penggunaan air yang dikonsumsi tanarnan tergantung pada data iklim dan

koefisien tanaman pada tahap pertumbuhannya. Rumus yang dipakai adalah :

Etc = Kc x Eto ………………………………………………………………….(2.13)

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

Dimana :

Etc = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)

Kc = Koefisien tanaman

Eto = Evapotranspirasi (Penman Modifikasi) (mm/hari)

2.4.7 Pola Tanam

Dengan keterbatasan persediaan air, maka pengaturan pola tanam dan jadwal

tanam perlu dilaksanakan untuk mengurangi banyaknya air yang diperlukan.

Pola tanam adalah suatu sistem dalam menentukan jenis-jenis tanaman atau

pergiliran tanaman pada suatu daerah tertentu yang disesuaikan dengan persediaan air

yang ada dan dilaksanakan sesuai jadwal penanarnan yang ditetapkan.

Alternatif pola tanam disusun dengan rnemperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Dengan membagi areal irigasi dalam beberapa golongan berdasarkan

pertimbangan pemasokan air dan tenaga kerja yang tersedia

2. Jenis tanaman

Gambar 2.1 Pola Tanam

J F M A M J J A S O N D

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

PALAWIJA PADI PADI

85 hari 90 hari setelah 90 hari transplantasi setelah

transplantasi

Sumber : Buku Petunjuk Perencanaan Irigasi (1986)

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

Untuk mempermudah perhitungan, pola tanam pada gambar 2.8 dibuat dalam

bentuk skema seperti terlihat pada tabel 2.9 Masa tanam tidak serentak berperiode

tengah bulanan dengan waktu bebas (timelag) satu setengah bulan, diandaikan

mencakup 3 bulan yang disediakan untuk penyiapan lahan (45 hari).

Lapisan air setinggi 50 mm diberikan dengan jangka waktu satu setengah

bulan, jadi kebutuhan air tambahan adalah 3,3 mm/hari. Berdasarkan data-data yang

diketahui dan skema pola tanam dengan koefisien tanaman, kebutuhan air untuk pola

tanam yang diterapkan dapat dihitung. Selama jangka waktu penyiapan lahan (45

hari), air irigasi diberikan secara terus menerus dan merata untuk seluruh areal. Tidak

dibedakan antara areal yang sudah ditanami atau areal yang masih dalam tahap

penyiapan.

Tabel 2.8 Skema Pola Tanam Dengam Koefisien Tanaman

jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nop Des

I II I I

I I II I I

I I II I I

I I II I I

I I II I I

I I II I I

I

C1

1.05

0.95

LP

1.10

1.10

1.05

1.05

0.95

0.

50

0.75

1.00

1.00

0.82

0.45

LP

1.10

1.10

1.05

C2

1.05

1.05

0.95

LP

LP

1.10

1.10

1.05

1.05

0.95

0.

50

0.75

1.00

1.00

0.82

0.45

LP

LP

1.10

1.10

C3

1.10

1.05

1.05

0.95

LP

LP

LP

1.10

1.10

1.05

1.05

0.95

0.

50

0.75

1.00

1.00

0.82

0.45

LP

LP

LP

1.10

C

1.07

1.02

0.67

0.32

0.00

LP

LP

LP

1.08

1.07

1.02

0.67

0.48

0.42

0.75

0.92

0.94

0.76

0.42

0.15

LP

LP

LP

1.08

Sumber : Buku Petunjuk Perencanaan Irigasi (1986)

Tabel 2.9 Penggantian Lapisan Air

jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nop Des

I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II

WL

R1 3,3 3,3 3,3 3,3

WL

R2

3,3 3,3 3,3 3,3

WL

R3 3,3 3,3 3,3 3,3

WL R

1,10

2,20

1,10

1,10

1,10

1,10

2,20

1,10

1,10

1,10

Sumber : Buku Petunjuk Perencanaan Irigasi (1986)

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

2.4.8 Efisiensi Irigasi

Efisiensi irigasi adalah perbandingan antara jumlah air yang digunakan

dengan jumlah air yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman dengan jumlah air

yang dikeluarkan dari pintu pengambilan yang dinyatakan dalam persen (%). Supaya

air yang sampai pada tanaman tepat pada jumlahnya, maka air yang dikeluarkan dari

pintu pengambilan harus lebih besar dari kebutuhan, untuk itu diperlukan faktor

efisiensi irigasi

Besarnya efisiensi irigasi dipengaruhi olch jumlah air yang hilang selama

diperjalanan. Kehilangan air yang dimaksud adalah :

1. Kehilangan air di tingkat primer

Meliputi kehilangan air di saluran primer dan bangunan-bangunannya.

2. Kehilangan air di tingkat sekunder

Meliputi kehilangan air di saluran sekunder dan bangunan-bangunannya.

3. Kehilangan air di tingkat tersier

Meliputi kehilangan air di sawah, di saluran kuarter dan saluran tersier serta di

bangunan- bangunannya.

Pada dacrah irigasi Bandar Sidoras kehilangan air di tingkat saluran

diasumsikan sebagai berikut:

1. Kehilangan air di tingkat primer : 10%

2. Kehilangan air di tingkat sekunder : 10%

3. Kehilangan air di tingkat tersier : 20%

Berdasarkan besamya kehilangan air tersebut, maka besarnya efisiensi di

masing-masing tingkat saluran dapat ditentukan sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

1. Efisiensi ditingkat primer = 100% - 10% = 90%

2. Efisiensi ditingkat sekunder = 100% - 10% = 90%

3. Efisiensi ditingkat tersier = 100% - 20% = 80%

Sehingga besamya efisiensi irigasi total(E):

E= 90% x 90% x 80% = 65% ………………………………………………….(2.14)

2.4.9 Kebutuhan Air di Pintu Pengambilan

Besamya kebutuhan air di pintu pengambilan adalah banyaknya kebutuhan air

bersih di sawah dibagi dengan efisiensi proyek. Rumus yang digunakan adalah:

DR = . ,NFR

E 8 64…………………………………………………………………....(2.15)

Dimana :

DR = Kebutuhan air di pintu pengambilan (l/dt/ha)

NFR = Kebutuhan air di sawah (mm/hari)

E = Efisiensi irigasi (%)

1/8,64 = Angka konversi satuan dari mm/hari ke lt/dt/ha

2.5 Tata Letak Saluran

Saluran terdiri dari saluran primer, sekunder dan tersier. Saluran tersebut

dapat menjadi sebagai saluran garis tinggi (trances) dan dapat juga sebagai saluran

punggung Standar Perencanaan Irigasi KP-01 Direktorat Irigasi (1986).

Menurut Reksokusumo, 1977, saluran primer pada umumnya selalu mengikuti

titik yang tertinggi dari daerah yang akan diairi, sehingga seluruh daerah yang akan

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

direncanakan dapat diairi, maka saluran induknya akan mengikuti garis yang

menghubungkan titik-titik yang sama tinggi dari daerah yang bersangkutan,

sedangkan saluran sekunder akan mengikuti punggung medan. Apabila daerah yang

akan diairi diapit oleh dua buah sungai atau parit, maka saluran induk akan mengikuti

garis pemisah air (garis pembagi tangkapan air).

2.6 Penentuan Petak-Petak Persawahan

Dalam penentuan petak-petak persawahan topografi sangat diperlukan untuk

membagi batas-batas daerah seperti : batas kampung, jalan raya, sungai, saluran

pembuang dan lain sebagainya untuk memudahkan penentuan ukuran-ukuran luas

bagian petak persawahan yang diperlukan untuk pembagian daerah-daerah

persawahan kedalam kategori yang lebih kecil. Pembagian ini dilakukan dari

pembagian yang lebih besar, petak primer atau sekunder ke pembagian yang lebih

kecil,petak tersier (Reksokusumo,1977).

Menurut Standar Perencanaan Irigasi KP-01 Dierektorat Irigasi (1986), beda

garis tinggi untuk daerah datar dengan kemiringan tanahnya lebih kecil dari 2 %,

maka interval garis tinggi diambil 0,50 meter dan untuk daerah landai dengan

kemiringan tanahnya antara (2–5)%, maka diambil interval garis tinggi 1 meter,

selanjutnya untuk daerah berbukit-bukit dengan kemiringan tanahnya antara (5-20)%,

maka diambil interval garis tinggi 2 meter danuntuk daerah dan untuk daerah

pegunungan dengan kemiringan tanahnya diatas 20%, maka diambil interval garis

tinggi 5 meter.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

Menurut Soetodjo, 1974, pembagian petak-petak persawahan didasari kepada

kriteria-kriteria sebagai berikut :

a. Luas petak tersier maksimum 160 Ha pada daerah datar dan pada daerah

berbukit-bukit maksimum luasnya adalah 80 Ha. Luas tersebut sedapat

mungkin sama untuk setiap petak tersier, agar memudahkan pengawasan

atas banyaknya air yang diperlukan dan juga sangat berguna bagi daerah

penanam padi yang menggunakan sistem pemberian air secara bergiliran.

b. Luas petak tersier diberi batas yang nyata, misalnya jalan raya, jalan desa,

jalan kereta api, sungai, saluran pembuang, pemukiman penduduk dan

lain-lain. Hal ini perlu bagi si pemakai air itu sendiri agar tidak timbul

keraguan dari saluran mana ia mesti mengalirkan air kesawahnya.

c. Letak Tersier diusahakan sedekat mungkin dengan pintu pengambilan

agar pengukuran atau pengambilan air dipetak tersebut mudah dilakukan.

d. Petak tersier hanya mendapatkan air dari satu bangunan sadap tersier atau

dari satu saluran tersier.

e. Bentuk petak sedapat mungkin sama panjang dengan lebar untuk

menghindari terlalupanjangnya saluran tersier.

Menurut Reksokusumo,1977, petak tersier sedapat mungkin kelihatan bebas

(survey able) dan jaraknya dari petak tersier dengan bangunan sadap tidak melebihi 3

km, sehingga pembagian air tidak terlalu sukar.

Pembagian daerah persawahan kedalam petak-petak sekunder atau primer

dapat berpedoman pada Standar Perencanaan Irigasi KP-01 Direktorat Irigasi (1986).

Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang airnya dibagikan oleh satu

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

saluran pembagi sekunder dan menerima air langsung dari bangunan bagi yang

terletak di saluran primer atau di saluran sekunder. Sebagai batas-batas petak

sekunder pada umumnya digunakan tanda-tanda topografi yang jelas seperti saluran

pembuang, jalan raya, jalan desa, jalan kereta api, dan lain-lain. Luas petak sekunder

tergantung dari pada medan yang dapat diairi oleh satu saluran sekunder. Petak

primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang airnya dibagikan oleh satu saluran

pembagi sekunder dan mengalirkan air langsung dari sumbernya (Bendung atau

waduk)

2.7 Perhitungan Debit

Banyaknya air yang keluar dari suatu bendungan untuk memenuhi kebutuhan

air irigasi. tentunya perlu diimbangi dengan banyaknya air yang masuk ke bendungan

tersebut. Air yang masuk mengisi suatu bendungan biasanya merupakan debit air

yang mengalir dari suatu cathment area. Dari data debit yang diperoleh pada studi ini,

maka diketahui pengisian bendungan berlangsung tiap bulannya selama setahun. Data

ini nantinya akan dipakai dalam perhitungan debit yang masuk ke bendungan.

Perhitungan debit untuk mengetahui banyaknya air yang masuk suatu

bendungan ialah dihitung dengan mencari debit rata-rata tiap bulannya selama

setahun. Rumus yang digunakan untuk menghitung debit rata-rata adalah

Qrata-rata = 1/n x ∑Q………………………………………………………….(2.16)

Dimana :

n = Banyaknya data

Q = Data debit

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

2.7.1 Besar Bebit yang di Distribusikan

Besar debit yang didistribusikan disetiap saluran tergantung dari jumlah

kebutuhan air pada petak sawah dan diperbesar atau ditambah untuk menutupi

kehilanga air pada setiap tingkat saluran didaerah irigasi yang bersangkutan hingga

ke pengambilan pada waduk atau sungai Standar Perencanaan Irigasi KP-01

Direktorat Irigasi (1986).

Menurut Soetodjo, 1974, untuk menghitung besarnya debit air yang akan di

distribusikan pada setiap saluranjika system pemberian airnya secara giliran bebas,

tidak beraturan golongan, maka digunakan rumus sebagai berikut:

Qo = t . a . A ………………………………………………………….(2.17)

Q = 1,1 . Qo ………………………………………………………….(2.18)

Q = 1,2 . Qo ………………………………………………………….(2.19)

Dimana :

Qo = debit di saluran (ltr/dtk)

Q = debit di saluran primer atau sekunder (ltr/dtk)

Q = debit di saluran tersier (ltr/dtk)

t = koefisien tegal

a = Kebutuhan air normal (ltr/dtk/Ha)

A = Luas yang diairi (Ha)

Kebutuhan air normal adalah kebutuhan air dengan koefisien reduksi sama

dengan 1 untuk daerah pengairan seluas 140 Ha, dimana dapat terjadi giliran bebas.

Kebutuhan dasar adalah kebutuhan air pada waktu rendaman penuh untuk daerah

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

yang kecil dan dapat dikerjakan dalam waktu 14 hari. Besarnya kebutuhan normal

sebagai pendekatan adalah 90% dari kebutuhan dasar. Jadi kebutuhan air normal

adlah sebagai berikut :

a = 0,90 . k…………...…………………………….…………………………….(2.20)

Dimana :

k = kebutuhan dasar (ltr/dtk/Ha)

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Chapter II Koef. Lengkung Tegal

Tabel 2.10 Koefisien Lengkung Kapasitas “TEGAL” (t) untuk Tiap Luas Daerah yang Diairi

Luas (A) Koefisien Luas (A) Koefisien Luas (A) Koefisien Luas (A) Koefisien Luas (A) Koefisien Luas (A) Koefisien Luas (A) Koefisien Luas (A) Koefisien (ha) (t) (ha) (t) (ha) (t) (ha) (t) (ha) (t) (ha) (t) (ha) (t) (ha) (t)

0 3 30 1,69 60 1,33 90 1,145 120 1,045 150 0,985 180 0,95 210 0,93 1 2,9 1 1,67 1 1,32 1 1,14 1 1,04 1 0,98 1 0,95 20 0,925 2 2,8 2 1,655 2 1,315 2 1,14 2 1,04 2 0,98 2 0,95 30 0,92 3 2,72 3 1,64 3 1,31 3 1,3 3 1,04 3 0,98 3 0,95 40 0,917 4 2,66 4 1,62 4 1,3 4 1,13 4 1,035 4 0,98 4 0,945 50 0,91 5 2,605 5 1,6 5 1,29 5 1,125 5 1,03 5 0,98 5 0,945 60 0,908 6 2,55 6 1,59 6 1,285 6 1,12 6 1,03 6 0,975 6 0,945 70 0,903 7 2,5 7 1,57 7 1,28 7 1,115 7 1,025 7 0,975 7 0,945 80 0,9 8 2,44 8 1,56 8 1,27 8 1,11 8 1,025 8 0,97 8 0,945 90 0,895 9 2,38 9 1,55 9 1,265 9 1,11 9 1,02 9 0,97 9 0,94 300 0,89

10 2,33 40 1,53 70 1,255 100 1,105 130 1,02 160 0,97 190 0,94 20 0,885 1 2,27 1 1,52 1 1,25 1 1,1 1 1,02 1 0,97 1 0,94 40 0,875 2 2,22 2 1,505 2 1,245 2 1,1 2 1,02 2 0,97 2 0,94 60 0,867 3 2,175 3 1,495 3 1,235 3 1,095 3 1,015 3 0,97 3 0,94 80 0,86 4 2,135 4 1,485 4 1,23 4 1,09 4 1,01 4 0,965 4 0,94 400 0,853 5 2,095 5 1,47 5 1,225 5 1,09 5 1,01 5 0,965 5 0,94 20 0,845 6 2,06 6 1,46 6 1,22 6 1,085 6 1,01 6 0,965 6 0,94 40 0,837 7 2,02 7 1,45 7 1,215 7 1,08 7 1,01 7 0,965 7 0,94 60 0,835 8 1,99 8 1,44 8 1,21 8 1,08 8 1,005 8 0,965 8 0,94 80 0,83 9 1,96 9 1,43 9 1,2 9 1,075 9 1,005 9 0,96 9 0,94 500 0,83

20 1,93 50 1,42 80 1,195 110 1,07 140 1 170 0,96 200 0,937 20 0,827 1 1,9 1 1,41 1 1,19 1 107 1 1 1 0,96 1 0,935 40 0,825 2 1,87 2 1,4 2 1,185 2 1,065 2 1 2 0,96 2 0,935 60 0,82 3 1,84 3 1,39 3 1,18 3 1,06 3 1 3 0,96 3 0,935 80 0,82 4 1,82 4 1,38 4 1,175 4 1,06 4 0,995 4 0,955 4 0,935 600 0,815 5 1,8 5 1,375 5 1,17 5 1,055 5 0,995 5 0,955 5 0,93 6 1,775 6 1,365 6 1,165 6 1,055 6 0,99 6 0,955 6 0,93 700 0,8 7 1,75 7 1,36 7 1,16 7 1,055 7 0,99 7 0,95 7 0,93 8 1,73 8 1,35 8 1,155 8 1,05 8 0,99 8 0,95 8 0,93 9 1,71 9 1,34 9 1,15 9 1,045 9 0,985 9 0,95 9 0,93 709,65 0,8

Sumber:DirektoratIrigasi,PedomandanKriteriaPerencanaanTeknikIrigasi,VolumeIV,1980,Jakart

Universitas Sumatera Utara