chapter ii 10

24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pelestarian Bahan pustaka merupakan satu dari beberapa unsur penting dalam sebuah sistem perpustakaan selain gedung atau ruangan, peralatan atau perabot, tenaga dan anggaran. Unsur-unsur tersebut saling berkaitan dan saling mendukung untuk terselenggaranya layanan perpustakaan yang baik. Bahan pustaka antara lain berupa buku, terbitan berkala (surat kabar dan majalah), serta bahan audiovisual seperti audio kaset, video, slide dan sebagainya harus dilestarikan mengingat nilainya yang mahal (Martoatmodjo, 2012:1.1). Menurut Rahayuningsih (2007:131) perpustakaan sebagai salah satu pengelolah informasi bertugas mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan merawat koleksi untuk dapat dimanfaatkan oleh pengguna dalam jangka waktu yang lama secara efektif dan efisien. Untuk itu koleksi perlu dirawat dan dilestarikan agar ilmu pengetahuan dan teknologi yang terkandung di dalamnya dapat diwariskan ke generasi yang akan datang. Tugas pemeliharaan, perawatan dan pelestarian koleksi bukanlah tugas yang mudah. Sejak zaman dahulu, perpustakaan telah berusaha untuk mencegah dan mengatasi kerusakan koleksi yang disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor eksternal maupun faktor internal. Kerusakan bahan pustaka yang disebabkan oleh faktor eksternal antara lain mekanis atau kimiawi dari lingkungan dan hayati seperti kecerobohan pengguna dalam menggunakan bahan pustaka, debu, kotoran, serangga, kelembaban, dan suhu udara. Sedangkan faktor internal yang dapat merusak bahan pustaka antara lain terdapat pada kertas, tinta cetak, perekat dan pada benang penjilidan yang tidak serasi dengan sampul (Departemen Pendidikan Nasional RI, 2004:63). Agar bahan pustaka dapat dimanfaatkan oleh pengguna secara efektif dan seefisien mungkin, maka perlu dilakukan pelestarian terhadap bahan pustaka. Pelestarian bahan pustaka merupakan kegiatan yang sangat penting dan perlu mendapat perhatian, tanpa pelestarian maka bahan pustaka akan cepat rusak. Kegiatan pemeliharaan bahan pustaka dapat berupa alih bentuk media, penjilidan atau perbaikan, fumigasi, laminasi, penyiangan, pengaturan kondisi ruangan dan Universitas Sumatera Utara

Upload: nurul-samsiyah-jrs

Post on 16-Jan-2016

219 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jurnal

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter II 10

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pelestarian

Bahan pustaka merupakan satu dari beberapa unsur penting dalam sebuah

sistem perpustakaan selain gedung atau ruangan, peralatan atau perabot, tenaga

dan anggaran. Unsur-unsur tersebut saling berkaitan dan saling mendukung untuk

terselenggaranya layanan perpustakaan yang baik. Bahan pustaka antara lain

berupa buku, terbitan berkala (surat kabar dan majalah), serta bahan audiovisual

seperti audio kaset, video, slide dan sebagainya harus dilestarikan mengingat

nilainya yang mahal (Martoatmodjo, 2012:1.1).

Menurut Rahayuningsih (2007:131) perpustakaan sebagai salah satu pengelolah informasi bertugas mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan merawat koleksi untuk dapat dimanfaatkan oleh pengguna dalam jangka waktu yang lama secara efektif dan efisien. Untuk itu koleksi perlu dirawat dan dilestarikan agar ilmu pengetahuan dan teknologi yang terkandung di dalamnya dapat diwariskan ke generasi yang akan datang.

Tugas pemeliharaan, perawatan dan pelestarian koleksi bukanlah tugas

yang mudah. Sejak zaman dahulu, perpustakaan telah berusaha untuk mencegah

dan mengatasi kerusakan koleksi yang disebabkan oleh berbagai faktor, baik

faktor eksternal maupun faktor internal. Kerusakan bahan pustaka yang

disebabkan oleh faktor eksternal antara lain mekanis atau kimiawi dari lingkungan

dan hayati seperti kecerobohan pengguna dalam menggunakan bahan pustaka,

debu, kotoran, serangga, kelembaban, dan suhu udara. Sedangkan faktor internal

yang dapat merusak bahan pustaka antara lain terdapat pada kertas, tinta cetak,

perekat dan pada benang penjilidan yang tidak serasi dengan sampul (Departemen

Pendidikan Nasional RI, 2004:63).

Agar bahan pustaka dapat dimanfaatkan oleh pengguna secara efektif dan

seefisien mungkin, maka perlu dilakukan pelestarian terhadap bahan pustaka.

Pelestarian bahan pustaka merupakan kegiatan yang sangat penting dan perlu

mendapat perhatian, tanpa pelestarian maka bahan pustaka akan cepat rusak.

Kegiatan pemeliharaan bahan pustaka dapat berupa alih bentuk media, penjilidan

atau perbaikan, fumigasi, laminasi, penyiangan, pengaturan kondisi ruangan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II 10

 

teknik pengambilan atau penjajaran bahan pustaka dalam rak agar terhindar dari

kerusakan dan untuk mengatasi kesulitan dalam ruang penyimpanan. Kesadaran

akan pentingnya pelestarian dimulai sejak tahun 1966, yaitu pada saat ada banjir

di Florence, Italia yang merusak koleksi perpustakaan nasional Italia serta benda-

benda lainnya.

Menurut Purwono (2010:47) dalam The Principles for the Preservation

and Coservation of Library Materials yang disusun oleh J.M. Dureau dan D.W.G

Clements, Pelestarian (preservation) mempunyai arti yang lebih luas yaitu

mencakup unsur-unsur pengelolaan keuangan, cara penyimpanan, tenaga, metode

dan teknik untuk melestarikan informasi dan bentuk fisik bahan pustaka.

Menurut Wendy yang dikutip oleh Purwono (2010:48) dari National Library of Australia preservation (pelestarian) adalah semua kegiatan yang bertujuan memperpanjang umur bahan pustaka dan informasi yang ada di dalamnya. Pelestarian tidak hanya menyangkut pelestarian dalam bidang fisik, tetapi juga pelestarian informasi yang terkandung di dalamnya. Perawatan terhadap bahan pustaka perlu dilakukan untuk menjamin bahan koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa preservation (pelestarian)

adalah semua kegiatan yang bertujuan memperpanjang usia bahan pustaka serta

upaya untuk menyimpan informasi yang ada didalamnya ke dalam bentuk bahan

perpustakaan aslinya dengan cara ahli media dan mengusahakan agar bahan

pustaka yang dikerjakan tidak cepat mengalami kerusakan agar dapat digunakan

dalam jangka waktu yang lama dan bisa menjangkau lebih banyak pembaca

perpustakaan.

2.2 Maksud dan Tujuan Pelestarian Bahan Pustaka

Martoatmodjo (2012:1.5) menyatakan bahwa Kegiatan pelestarian bertujuan untuk mengusahakan agar bahan pustaka tidak cepat mengalami kerusakan. Bahan pustaka yang mahal, diusahakan agar awet, bisa dipakai lebih lama dan bias menjangkau lebih banyak pembaca perpustakaan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melestarikan bentuk fisik dan kandungan informasi bahan pustaka dengan alih bentuk menggunakan media lain untuk dapat digunakan oleh pengguna secara efektif dan efisien. Ada beberapa tujuan dalam kegiatan pelestarian bahan pustaka, antara lain : 1. Menyelamatkan nilai informasi dokumen. 2. Menyelamatkan fisik bahan pustaka atau dokumen.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II 10

 

3. Mengatasi kendala kekurangan ruang. 4. Mempercepat perolehan informasi, sehingga pemakaian bahan pustaka

menjadi lebih optimal dan mudah untuk diakses oleh pengguna. 2.3 Fungsi Pelestarian Bahan Pustaka

Fungsi pelestarian ialah menjaga agar koleksi peprustakaan tidak diganggu

oleh orang yang tidak bertanggung jawab, serangga atau jamur yang merajalela

pada buku-buku yang ditempatkan di ruang yang lembab. Jika disimpulkan maka

pelestarian memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:

1. Fungsi Perlindungan

Bahan pustaka dilindungi dari berbagai faktor yang dapat

menyebabkan kerusakan pada bahan pustaka.

2. Fungsi Pengawetan

Melestarikan bahan pustaka dengan baik, agar bentuk fisik bahan

pustaka menjadi awet dan diharapkan dapat bertahan lama.

3. Fungsi Kesehatan

Dengan pelestarian yang baik, bahan pustaka dapat terhindar dari

jamur, bebas dari debu dan binatang perusak lainnya. Sehingga

pengguna dapat bersemangat dan bergairah untuk membaca bahan

pustaka tersebut.

4. Fungsi Pendidikan

Mendidik pustakawan dan pemakai untuk dapat merawat dan memakai

bahan pustaka dengan baik serta menjaga dan menghargai kebersihan.

5. Fungsi Kesabaran

Pustakawan diharapkan mampu merawat bahan pustaka dengan tingkat

kesabaran yang tinggi.

6. Fungsi Sosial

Dalam pelestarian, pustakawan harus mengikut sertakan pengguna

untuk tetap merawat bahan pustaka. Ini dilakukan untuk kepentingan

keawetan bahan pustaka.

7. Fungsi Ekonomi

Dengan pelestarian yang baik, bahan pustaka dapat tetap awet. Hal ini

dapat menghemat keuangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II 10

 

8. Fungsi Keindahan

Dengan penataan bahan pustaka yang rapi, perpustakaan akan terlihat

lebih indah untuk dipandang oleh penggunanya sehingga hal tersebut

menambah daya tarik pengguna untuk datang kembali ke

perpustakaan.

2.4 Unsur-Unsur Pelestarian Bahan Pustaka

Bahan pustaka merupakan modal utama perpustakaan, oleh karena itu

daya tahan serta kelestariannya perlu diperhitungkan secara matang agar koleksi

yang tersedia dapat didayagunakan secara optimal. Sehingga perpustakaan perlu

memikirkan mengenai pemeliharaan bahan pustaka, Maka dari itu untuk

pemeliharaan bahan pustaka akan memerlukan dana yang cukup besar

(Muchyidin dan Iwa, 2008:86).

Menurut Yulia, Janti dan Henny (1994:182) Tujuan pelestarian bahan pustaka adalah melestarikan kandungan informasi bahan pustaka dengan alih bentuk menggunakan media lain atau melestarikan bentuk aslinya selengkap mungkin agar bahan pustaka dapat digunakan secara optimal dalam jangka waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, koleksi perpustakaan harus dijaga dalam keadaan yang

baik. Agar bahan pustaka dapat tetap utuh seperti bentuk fisiknya, maka

didharapkan pustakawan mempunyai keahlian dalam melestarikan bahan pustaka.

Purwono (2010:51) menyatakan bahwa dari uraian di atas terdapat

berbagai unsur yang perlu diperhatikan dalam pelestarian bahan pustaka,

diantaranya:

1. Manajemen, dalam hal ini perlu diperhatikan siapa yang bertanggung jawab dalam pekerjaan melestarikan bahan pustaka, prosedur pelestarian yang bagaimana harus diikuti dan kebijakan seperti apa yang harus dilakukan dalam pelestarian bahan pustaka.

2. Dalam hal ini dibutuhkan tenaga yang dapat merawat bahan pustaka dengan keahlian dan keterampilan yang mereka miliki.

3. Laboratorium, suatu tempat atau ruang pelestarian dengan berbagai peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan dalam pelestarian bahan pustaka.

4. Dana, keperluan untuk kegiatan pelestarikan bahan pustaka. Dalam kegiatan ini diusahakan dan dimonitor dengan baik sehingga pekerjaan tidak mengalami gangguan. Pendanaan tersebut tergantung dari lembaga tempat perpustakaan bernaung. Apabila tidak memungkinkan

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II 10

 

untuk menyelenggarakan bagian pelestarian sendiri, dianjurkan untuk diadakan kerja sama dengan perpustakaan lain. Hal tersebut dapat menghemat biaya yang cukup besar.

2.5 Tindakan Pencegahan terhadap Tindakan Penyalahgunaan Bahan

Pustaka

Upaya pencegahan terhadap tindakan penyalahgunaan bahan pustaka

dapat dilakukan untuk meminimalkan jumlah bahan pustaka yang dirusak. Hal ini

bisa dilakukan dengan cara antara lain:

1. Mengatur tata ruang layanan bahan pustaka perpustakaan sangat

penting sehingga tidak memungkinkan pemustaka melakukan tindakan

penyalahgunaan bahan pustaka dengan leluasa.

2. Menciptakan keadaan perpustakaan yang kondusif baik itu untuk

membaca ataupun untuk belajar sehingga menciptakan kenyamanan

bagi pengunjung perpustakaan.

3. Menyediakan fasilitas mesin fotokopi yang memadai, dengan harga

yang terjangkau dan hasil yang memuaskan.

4. Menambah jumlah eksemplar bahan pustaka yang banyak dibutuhkan

oleh pemustaka.

5. Menempatkan pengawas (pustakawan) secukupnya di ruang layanan

bahan pustaka yang memungkinkan untuk dengan leluasa mengawasi

seluruh ruangan dan untuk berpatroli berkeliling ke seluruh ruangan

baca bahan pustaka untuk memonitor hal-hal yang tidak diinginkan.

6. Memeriksa setiap bahan pustaka yang telah selesai dipinjam oleh

pemustaka.

7. Membekali staf perpustakaan dengan pengetahuan yang cukup

mengenai preservasi bahan pustaka.

8. Pemasangan sistem keamanan elektronik misalnya pemustakaan

kamera pengintai untuk memantau kegiatan pemustaka di dalam

perpustakaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II 10

 

2.6 Faktor Penyebab Kerusakan Bahan Pustaka

Bahan pustaka yang terbuat dari kertas merupakan bahan yang mudah

terbakar, sobek, mudah rusak oleh makhluk hidup dan timbul noda oleh debu dan

jamur. Kekuatan kertas makin lama makin menurun sejalan dengan usia kertas.

Penurunan tersebut karena reaksi foto kimia atau reaksi antara selulosa dengan

bahan-bahan lain yang ada pada kertas atau bahan lain yang berasal dari luar.

Kertas yang sudah tua akan berubah warna menjadi kuning kecoklatan dan lama

kelamaan menjadi rapuh dan hancur. Walaupun demikian cepat atau lambat

proses kerusakan pada kertas tergantung pada mutu kertas dan iklim daerah

dimana kertas itu berada (Darmono, 2001:74).

Menurut Purwono (2010:52) mengetahui faktor perusak bahan pustaka adalah sama pentingnya dengan memiliki bahan pustaka tersebut. Begitu pula cara-cara memperbaiki bahan pustaka yang rusak. Pengetahuan tentang kerusakan bahan pustaka sudah dikenal sejak tahun 335 SM oleh Aristoteles. Jenis perusak bahan pustaka sangat tergantung pada keadaan iklim dan

alam setempat, serta lingkungannya. Daerah Tropis memiliki berbagai perusak

bahan pustaka seperti dijelaskan oleh Plumbe. Dalam bukunya yang ditulis pada

tahun 1966, Plumbe menjelaskan mengenai berbagai perusak bahan pustaka untuk

daerah tropis, yaitu: serangga, binatang pengerat, jamur, debu, kelembaban udara,

bencana alam, dan sebagainya.

Pada dasarnya kerusakan bahan pustaka dipengaruhi oleh dua faktor yaitu

faktor internal (faktor dari dalam) dan faktor eksternal (faktor dari luar),

(Departemen Pendidikan Nasional RI, 2004:63) antara lain:

2.6.1 Faktor Internal (faktor dari dalam)

Kerusakan pada faktor internal atau faktor dari dalam dapat disebabkan

pada bahan pustaka itu sendiri, diantaranya:

1. Kualitas Kertas

a. Kebanyakan kertas terbuat dari bubur kertas (pulp) dengan kualitas

yang bervariasi tergantung dari jenis kayu dan proses pembuatan.

b. Pembuatan bubur secara mekanik menghasilkan serat yang tidak

murni dapat menyebabkan kertas berubah warna menjadi coklat.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II 10

 

c. Ikatan kimia juga berpengaruh terhadap kekuatan kertas, daya

rentang kertas sehingga kertas menjadi cepat rapuh.

d. Kualitas kertas yang baik untuk koleksi perpustakaan adalah kertas

bebas asam atau permanent paper yang terbuat dari bubur kayu

yang diproses secara kimia.

2. Tinta

a. Tinta yang digunakan dikenal dengan nama tinta iron gell atau oak

gell.

b. Mengandung fero-sulfat yang dapat mengalami oksidasi sehingga

dapat menyebabkan membakar atau melenyapkan tulisan pada

kertas.

c. Perubahan warna tinta dari hitam menjadi coklat.

3. Asam yang berasal dari Karton atau Sampul

a. Sampul buku (hard cover atau soft cover), terbuat dari karton dan

biasanya kartonnya bersifat asam.

b. Keasaman tersebut dapat berpindah ke kertas pada buku atau blok

sehingga dapat menurunkan kualitas kertas, kertas menjadi rapuh

dan cepat hancur.

4. Perekat atau Lem

a. Dalam proses penjilidan selalu menggunakan perekat atau lem.

b. Macam perekat atau lem antara lain: lem binatang (animal glue)

yang terbuat dari tulang dan kulit binatang, biasa digunakan pada

penjilidan tradisional, dapat mengundang serangga datang.

c. PVA (Polyvinyl Acetate) merupakan perekat sintetis lebih cepat

kering dan tidak mengundang serangga untuk datang.

2.6.2 Faktor Eksternal (faktor dari luar)

Kerusakan bahan pustaka dapat disebabkan oleh faktor mekanis atau

kimiawi dari lingkungan dan hayati, diantaranya:

1. Faktor Fisik atau Mekanis

a. Cahaya

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II 10

 

Cahaya adalah suatu bentuk energy elektromagnetik yang berasal

dari radiasi cahaya matahari. Cahaya dari sinar matahari dapat

mengubah warna sampul menjadi kuning yang akan

mempengaruhi ketahanan kertas karena proses fotoanalisis yang

pada akhirnya mengalami kerusakan pada bahan pustaka.

Kerusakan yang terjadi dikarenakan pengaruh sinar ultra yang

dapat membuat memudarnya tulisan, sampul buku serta bahan

cetak.

b. Debu

Debu dapat masuk secara mudah ke dalam ruang melalui jendela,

pintu, maupun dari sela-sela lubang perpustakaan.Hal tersebut

terjadi karena kurang bersihnya ruang perpustakaan. Apabila debu

melekat pada kertas, maka akan terjadi reaksi kimia yang

meninggikan tingkat keasaman pada kertas, yang mengakibatkan

kertas menjadi rapuh dan cepat rusak.

c. Abrasi (Keausan)

Terjadi pada bahan pustaka disebabkan perlakuan yang kurang

tepat terhadap bahan pustaka dalam pengiriman, penempatan pada

rak, frekuensi pemakaian, pemakaian oleh pembaca atau petugas

pada waktu pengambilan dan penempatan kembali pada rak.

2. Faktor Kimiawi

a. Suhu dan Kelembaban Udara

Kerusakan kertas yang diakibatkan oleh suhu yang terlalu tinggi

dapat menyebabkan perekat pada jilidan buku menjadi kering.

Disamping itu, suhu yang tinggi dapat mengakibatkan kertas

menjadi rapuh, warna kertas menjadi kuning. Sebaliknya apabila

lembab nisbi terlalu tinggi, buku akan menjadi lembab. Sebagai

akibatnya, buku mudah diserang jamur, rayap, kecoa, kutu buku,

dan ikan perak. Peningkatan suhu umumnya mempercepat reaksi

kimia dan keseimbangan petumbuhan jenis cendawan tertentu.

Suhu ideal untuk bahan ketas adalah 20-24 derajat celcius.

Kelembaban lebih dari 65% akan mempercepat kerusakan bahan

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II 10

 

pustaka, terutama didaerah tropis seperti di Indonesia. Kelembaban

ideal untuk bahan kertas adalah 40-55%.

b. Reaksi Kimiawi

Terjadi karena proses oksidasi dan hidrolisa bahan selulose

merupakan salah satu bahan campuran kertas. Proses hidrolisa

dipercepat oleh adanya asam-asam kuat seperti HCI, H2SO4, HNO3

serta unsur-unsur logam berat seperti Fe, Cu yang merupakan

residu yang terkandung dalam kertas sebagai katalisator.

c. Pencemaran Udara

Pencemaran udara yang ditimbulkan oleh gas-gas SO2, NO2, H2S

pada konsentrasi tinggi, jika terjadi dalam kelembaban dan suhu

udara yang cukup tinggi akan menghasilkan asam-asam kuat yang

dapat merusak bahan kertas, film dan alat-alat dari logam.

3. Faktor Hayati

a. Manusia

Dalam hal ini pemakai perpustakaan dapat merupakan lawan atau

juga kawan. Pemakai perpustakaan menjadi kawan bilamana

membantu melakukan pengamanan terhadap buku dengan cara

menggunakan bahan pustaka secara cermat dan hati-hati. Manusia

merupakan penyebab kerusakan bahan pustaka karena

kecerobohannya, tidak menjaga kebersihan, membuat coretan atau

merobek kertas dan seterusnya.

b. Bencana Alam

Bencana alam seperti kebanjiran, kebakaran dan gempa bumi

merupakan suatu kerusakan yang sangat merugikan. Kerusakan

yang terjadi karena kebanjiran akan menimbulkan noda dan

kotoran yang terdapat dalam air. Noda yang ditimbulkan oleh

jamur sangat sulit untuk dihilangkan serta kebakaran dapat

memusnahkan kertas dalam waktu yang relatif singkat.

c. Binatang Pengerat dan Serangga

Bahan pustaka terdiri atas selulosa, perekat dan protein yang

merupakan sumber makanan bagi makhluk hidup seperti jamur,

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II 10

 

serangga, binatang pengerat dan lain-lain. Makhluk tersebut dapat

hidup dengan kondisi lingkungan yang kelembaban dan suhunya

tinggi. Bila ruang tempat penyimpanan bahan pustaka lembab dan

dibiarkan berlarut-larut maka akan banyak dijumpai bahan pustaka

yang rusak berat.

2.7 Pengertian Kebijakan Pelestarian Bahan Pustaka

Pelestarian koleksi perpustakaan mencakup unsur-unsur pengelolaan dan

keuangan, termasuk cara menyimpan dan alat-alat dalam pelestarian bahan

pustaka, tingkat ketrampilan dan tenaga kerja yang diperlukan serta teknik dan

metode yang diterapkan untuk melestarikan bahan-bahan pustaka dan informasi

yang terdapat di dalamnya. Secara umum, pelestarian termasuk dalam aspek

manajemen serta pengambilan keputusan terhadap kebijakan tertentu yang

berkaitan dengan pelestarian.

Menurut Martoatmodjo (2012:9.31) dalam rangka manajemen koleksi, meliputi kegiatan pemilihan, pengadaan, penyimpanan, pelayanan sampai dengan pelestarian semuanya saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, perpustakaan harus memiliki bagian pelestarian, agar kegiatan perpustakaan berimbang dan berjalan lancar. Agar kegiatan pelestarian dapat berjalan dengan lancar, perlu ditetapkan

suatu kebijakan sebagai langkah awal untuk melaksanakan kegiatan pelestarian

perpustakaan dalam rangka mencapai tujuan dari perpustakaan. Kebijakan

tersebut ditetapkan sebagai hasil dari rangkaian proses yang melibatkan unsur-

unsur terkait untuk terlibat dan ikut bertanggung jawab secara moral dan teknis

operasional untuk melaksanakan kegiatan pemeliharaan serta pelestarian semua

sumber informasi yang terdapat pada suatu perpustakaan (Sutarno, 2006:153).

Kebijakan pelestarian merupakan suatu kebijakan manajemen yang di

dalamnya terdapat dokumen yang berisi maksud pelestarian secara terperinci dan

prosedur yang terkandung didalamnya dan didasarkan kepada pemahaman

terhadap kondisi lingkungan dan konsep fungsi dari perpustakaan. Pelaksanaan

kebijakan pelestarian diperoleh melalui proses perencanaan yaitu mulai dari

penelusuran, survey kondisi, dan menentukan cara-cara pelestarian bahan pustaka

yang akan dilakukan. Melalui perencanaan tersebut tim pelaksana pelestarian,

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II 10

 

pengelola koleksi dan tim pelaksana pelestarian mempunyai tugas yang saling

terkait satu sama lain. Tim menyusun uraian kegiatan atau tugas dan tanggung

jawab dari masing-masing kelompok yang berkaitan dengan pelestarian bahan

pustaka (Perpustakaan Nasional RI, 1995:17).

Perpustakaan Nasional RI (1995:18) menyatakan bahwa kebijakan

pelestarian merupakan bagian keseluruhan strategi pengelolaan koleksi atau

tempat penyimpanan. Kebijakan pengelolaan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :

1. Jenis koleksi yang diperoleh (Akuisisi), menunjukkan besarnya dana dan kondisi yang dikaitkan dengan pelayanan.

2. Lamanya koleksi disimpan, menunjukkan hubungan antara penyimpanan dan pelestarian dalam kaitannya dengan pengadaan rak serta peralatan untuk control lingkungan dan reproduksi.

3. Kegunaan koleksi, menunjukkan kegunaan yang diharapkan sehingga dapat ditentukan bentuk pelestarian yang diperlukan agar koleksi tersedia bagi pengguna.

2.7.1 Tujuan Utama Kebijakan Pelestarian Bahan Pustaka

Menurut Perpustakaan Nasional RI (1995:20) tujuan utama pelestarian adalah mengusahakan agar koleksi selalu tersedia dan siap pakai. Hal ini dapat dilakukan dengan melestarikan bentuk fisik bahan pustaka, melestarikan informasi yang terkandung dengan alih media atau melestarikan kedua-duannya, baik bentuk fisik maupun kandungan informasinya. Tujuan kebijakan pelestarian koleksi adalah untuk menetapkan suatu

pernyataan formal yang mewujudkan maksud dan tujuan pelestarian koleksi,

terutama menyangkut semua aspek dari pelaksanaan pelestarian bahan pustaka

yang dimiliki oleh perpustakaan dimana biasanya meliputi periode lima sampai

sepuluh tahunan atau lebih.

2.7.2 Skala Prioritas Pelestarian Bahan Pustaka

Martoatmodjo (2012:9.31) menyatakan bahwa dalam pelestarian, tidak terlepas dari keadaan fisik koleksi perpustakaan. Fisik bahan pustaka menentukan penempatan bahan pustaka dalam rak dan bagaimana menyimpannya agar tetap awet serta apabila ingin mengadakan perbaikan, harus mempertimbangkan fisik dari bahan pustaka. Dan apabila ingin mengadakan alih bentuk, maka fisik dari bentuk baru akan menjadi pertimbangan dalam kegiatan pelestarian bahan pustaka. Kemudian pihak perpustakaan dapat menentukan kebijakan pelestarian yang akan di ambil, seperti menentukan skala prioritas, bagaimana kondisi keuangan yang

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II 10

 

tersedia untuk kegiatan pelestarian di perpustakaan serta bagaimana caranya melestarikan bahan pustaka.

Setiap unsur seperti akuisisi, penyimpanan dan pelayanan informasi serta

kebijakan pengelolaan koleksi sangat ditentukan oleh tersedianya dana

perpustakaan untuk melakukan kegiatan pelestarian dan fasilitas penyimpanan

yang tepat. Apabila dana tersedia dengan cukup untuk melakukan pelestarian,

maka akan memungkinkan untuk menetapkan kebijakan pengelolaan yang

memadai. Dalam kebijakan pelestarian, dibutuhkan skala prioritas dalam

pengadaan, penyimpanan dan koleksi yang layak dimanfaatkan.

Skala prioritas dalam pelaksanaan pelestarian bahan pustaka :

1. Nilai bahan pustaka yang dimiliki : Apakah bernilai sejarah, bernilai

estetika atau merupakan koleksi langkah.

2. Jenis bahan pustaka : Apakah akan dilakukan pelestarian bentuk

fisiknya ataukah kandungan informasinya.

3. Kebutuhan pemustaka : perlu dibuatkan copynya baik dalam bentuk

mikro maupun digitalnya.

4. Ketersediaan dana untuk pelaksanaan kegiatan pelestarian.

2.7.3 Jenis Kebijakan Pelestarian Bahan Pustaka

Menurut Perpustakaan Nasional RI (1995:19) Beberapa jenis kebijakan

yang diperlukan dalam pelestarian bahan pustaka antara lain :

1. Kebijakan dalam penyimpanan dan mengatur kondisi lingkungan. 2. Kebijakan dalam pengamanan dan kesiapan menghadapi bencana

alam. 3. Kebijakan dalam akuisisi, penggunaan dan pengawasan. 4. Kebijakan dalam penanganan, membuat salinan, peminjaman dan

pameran. 5. Kebijakan dalam perawatan, pengawetan, perbaikan dan reproduksi. 6. Kebijakan yang lain dalam penerapan metode pelestarian bahan

pustaka. 7. Kebijakan dalam meningkatkan sumber daya manusia dengan

melaksanakan penyuluhan teknis pelestarian bahan pustaka.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II 10

 

2.7.4 Proses Penyusunan Kebijakan Pelestarian Bahan Pustaka

Menurut Prastowo (2012:345) Pemeliharaan dilakukan sebagai tindakan atau kegiatan mencegah, melindungi, dan memperbaiki semua fasilitas, sarana, dan perlengkapan perpustakaan. Baik perlindungan dari kerusakan karena sebab-sebab alamiah maupun akibat manusia. Kerusakan secara alamiah dapat terjadi seperti buku menjadi lapuk, meja, kursi dan peralatan lainnya rusak karena sudah lama digunakan serta kerusakan akibat manusia dapat terjadi seperti sebagian buku disobek dan dicoret-coret sehingga mengganggu tulisan aslinya. Oleh karena itu, dalam kegiatan pemeliharaan maupun pelestarian, tempat

penyimpanan koleksi menjadi faktor yang harus diperhatikan. Faktor lingkungan

sangat menentukan lestari atau tidaknya suatu bahan pustaka. Lingkungan pusat

kota yang polusi udaranya tinggi akan mempercepat kerusakan pada bahan

pustaka, begitu pula lingkungan yang berudara lembab, panas atau kering yang

masing-masing mendorong mempercepat kerusakan terhadap bahan pustaka.

Sehingga tidak setiap perpustakaan harus melestarikan koleksinya dalam

bentuk asli, tetapi tergantung kepada jenis, tujuan dan fungsi dari perpustakaan.

Berdasarkan jenisnya mungkin perpustakaan tersebut hanya menyimpannya ke

dalam bentuk media lain seperti bentuk mikro dan fotocopy sehingga yang perlu

dilakukan hanya cukup menjaga kebersihan atau melakukan pengawetan tanpa

harus melakukan perbaikan. Berdasarkan jenis dan tujuan perpustakaan dapat

ditentukan kebijakan-kebijakan dalam perawatan ataupun pelestarian sehingga

terhindar dari pemborosan dan pekerjaan yang sia-sia, karena untuk melestarikan

bahan pustaka diperlukan biaya yang cukup besar dan tenaga terampil (Darmono,

2001:71-72).

Menurut Perpustakaan Nasional RI (1995:21) sebelum proses penyusunan suatu kebijakan dilakukan, maka diperlukan berbagai rangkaian penelitian untuk memberikan informasi sehingga suatu kebijakan dapat dikembangkan. Dalam proses penyusunan kebijakan meliputi penelitian gedung, meneliti kondisi koleksi dan meneliti gedung.

2.7.4.1 Penelitian gedung

Berdasarkan literatur Suwarno (2009:97) gedung perpustakaan merupakan sarana yang sangat penting dalam proses penyelenggaraan suatu perpustakaan. Dalam pembangunan gedung perpustakaan perlu memperhatikan faktor-faktor fungsional dari kegiatan perpustakaan. Gedung perpustakaan berfungsi sebagai fasilitas layanan, maka dari itu

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II 10

 

gedung perpustakaan harus memperhatikan kemudahan arus pergerakan pengguna perpustakaan. Untuk menghasilkan sebuah gedung perpustakaan yang fungsional,

pembangunan gedung pada umumnya tidak dapat dibangun tanpa

memperhitungkan faktor anggaran yang tersedia dimana perpustakaan yang

bernaung perlu merumuskan dan memperhitungkan dana yang tersedia untuk

membangun gedung perpustakaan serta melibatkan berbagai pihak yang terkait,

seperti pimpinan pembangunan atau pimpinan proyek, pustakawan sebagai

pemakai gedung, arsitek serta pemborong. Sehingga pendirian gedung

perpustakaan perlu mempertimbangkan tujuan yang telah ditetapkan serta fungsi

perpustakaan yang besangkutan, (Darmono, 2001:191).

Menurut Lasa (2005:147) dalam perencanaan gedung perlu memerhatikan fungsi tiap ruang, unsur-unsur keharmonisan dan keindahan, baik dari segi interior maupun eksterior. Keberadaan gedung dimaksudkan untuk menampung dan melindungi koleksi perpustakaan dari kerusakan, sekaligus sebagai wadah untuk melaksanakan kegiatan kepustakawanan.

Perpustakaan Nasional RI (1995:21) menyatakan bahwa penelitian gedung

sangat berpengaruh terhadap kebutuhan pengguna dan susunan ruangan yang

diperlukan meliputi:

1. Tempat penyimpanan bahan pustaka Bahan pustaka yang berasal dari kertas umumnya bersifat asam. Kadar asam dapat meningkat karena pengaruh terhadap perpindahan asam dari karton dan proses penguapan dari tempat penyimpanan yang kurang memenuhi syarat maupun dari pencemar udara. Keberadaan tempat penyimpanan diperlukan untuk melindungi bahan pustaka dan memperkecil resiko kerusakan. Sehingga tempat penyimpanan bahan pustaka harus diperiksa secara berkala dan dibersihkan secara rutin agar terhindar dari jamur dan serangga lainnya. Paling sedikit setahun sekali untuk memeriksa apakah ada penyangga buku yang rusak, melengkung atau berkarat serta adanya kerusakan terhadap bahan pustaka (Perpustakaan Nasional RI, 1995:52 dan 98).

2. Ruang baca Menurut Darmono (2001: 141) ruang baca adalah layanan yang diberikan oleh perpustakaan berupa tempat untuk melakukan kegiatan membaca di perpustakaan. Layanan ini diberikan untuk mengantisipasi pengguna perpustakaan yang tidak ingin meminjam untuk dibawa pulang.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II 10

 

Dalam pelestarian bahan pustaka, ruang baca dijadikan sebagai suatu

tempat untuk melakukan pengawasan terhadap pengguna perpustakaan. Dimana

pengguna perpustakaan dapat mencoret-coret halaman buku serta merobek bahan

pustaka sehingga mengganggu tulisan aslinya, (Prastowo, 2012:345). Pengawasan

dilakukan untuk menghindari terjadinya kerusakan secara berkelanjutan.

2.7.4.2 Penelitian Terhadap Lingkungan Gedung

Penelitian terhadap lingkungan gedung dilakukan untuk menganalisa

tempat yang beresiko tinggi bagi keamanan lingkungan perpustakaan seperti api

dan bahaya banjir, (Perpustakaan Nasional RI, 1995:21).

Keamanan koleksi terhadap bencana alam merupakan faktor penting

dalam kebijakan pelestarian bahan pustaka. Kebijakan preservasi harus dapat

menentukan segi keamanan yang dibutuhkan untuk pencegahan terhadap api dan

bahaya banjir, harus diperhitungkan sumber daya yang efektif untuk

mengamankan koleksi, termasuk siapa yang mengoperasikan alarm, pemeriksaan

struktur bangunan, dan tindakan perbaikan bila diperlukan, harus menentukan

bahwa koleksi menghendaki bahwa kondisi yang khusus terhadap keamanan,

misalnya koleksi disimpan di box anti api atau koleksi tidak boleh dipamerkan.

Darmono (2001:80) Menyatakan bahwa kebakaran merupakan musibah yang dapat memusnahkan bahan pustaka dalam jangka waktu yang singkat. Oleh sebab itu, kebakaran harus dihindari dengan Memasang detector smoke pada tiap ruangan dalam perpustakaan, Instalasi listrik harus diperiksa secara awal, Alat pemadam api harus dipasang ditempat-tempat yang mudah dijangkau. Air dapat berasal dari reservoir pemadam kebakaran, pipa maupun atap

yang bocor, kebanjiran dan lain-lainnya. Untuk menghindari kerusakan karena air,

maka sebelum memasukkan bahan pustaka ke dalam ruangan, harus dilakukan

penelitian untuk penyempurnaan lingkungan gedung perpustakaan dengan

memperbaiki atap yang bocor dan lain sebagainya (Darmono, 2001:81).

Apabila terjadi kerusakan disebabkan musibah kebakaran dan kebanjiran

maka hendaknya bagian perencanaan sudah menyusun prosedur penyelamatan

dan rehabilitasi koleksi yang terkena bencana. Pemeriksaan, penanganan dan

pengeringan bahan pustaka yang rusak memerlukan staf yang terlatih untuk

menanganinya.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II 10

 

Didalam perencanaan sebaiknya dicantumkan daftar staf yang terlatih

untuk menangani bahan pustaka yang rusak dalam keadaan darurat mereka dapat

dipanggil sewaktu waktu jika terjadi musibah itu.

2.7.4.3 Penelitian Terhadap Koleksi Perpustakaan

Muchyidin dan Iwa (2008:80) menyatakan bahwa koleksi perpustakaan merupakan modal dasar perpustakaan yang akan menentukan dan menunjang terhadap kelancaran penyelenggaraan dan pelayanan perpustakaan.

Perpustakaan Nasional RI (1999:19) menyatakan bahwa koleksi

perpustakaan adalah semua bahan pustaka yang dikumpulkan, diolah dan

disimpan untuk disajikan kepada masyarakat pengguna dalam rangka memenuhi

informasi yang dibutuhkan.

Penelitian terhadap koleksi perpustakaan dilakukan dengan cara

mengevaluasi koleksi dan melakukan survey terhadap bahan pustaka yang telah

mengalami kerusakan dengan teknik pengumpulan data sehingga dapat diperoleh

informasi bahwa bahan pustaka mana yang perlu mendapatkan penanganan yang

lebih.

2.7.5 Kebijakan Pustakawan Dalam Pelestarian Bahan Pustaka Monograf

Pelestarian berkaitan dengan perencanaan serta kegiatan mengurangi

kerusakan bahan pustaka. Kegiatan ini termasuk pemantauan pengawasan

lingkungan, pemasangan tirai kaca untuk menahan sinar matahari, pengembangan

perencanaan kesiagaan terhadap kerusakan bahan pustaka, pembuatan bentuk

mikro serta pelatihan bagi staf perpustakaan (Sulistyo-Basuki, 1993:274).

Pada kegiatan ini, pustakawan perlu melakukan pengawetan dan

pelestarian terhadap bahan pustaka. Pengawetan merupakan kegiatan untuk

melindungi koleksi dari kerusakan dan kehancuran. Sehingga koleksi

perpustakaan perlu dilindungi dengan cara membersihkan debu, mengadakan

pengasapan untuk membunuh serangga dan jamur serta menjilid dan perbaikan

bahan pustaka. Pengawetan dilakukan secara rutin agar informasi yang terdapat

dalam koleksi selalu terjaga dengan baik dan utuh (Rahayuningsih, 2007:135).

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II 10

 

Dalam kebijakan pelestarian, salah satu pustakawan ditunjuk untuk

bertanggung jawab atas program kebijakan pelestarian bahan pustaka. Karena

cakupan kegiatan ini luas, maka penanggung jawab kegiatan pelestarian bekerja

sama dengan berbagai pihak termasuk pihak administrasi perpustakaan, pengawas

gedung, pengelolaan koleksi daan pihak atasan (Sulistyo-Basuki, 1993:274).

Menurut Perpustakaan Nasional RI (1995:21) kebijakan pustakawan

dalam pelestarian bahan pustaka dituangkan dalam suatu dokumen yang dijadikan

pedoman keseluruhan strategi oleh pustakawan dalam menyusun program

pelestarian yang tepat guna. Kebijakan pustakawan tersebut mencakup :

1. Tindakan preventif untuk mengurangi proses kerusakan. 2. Pemeliharaan bahan pustaka meliputi pembersihan rutin untuk

menghindari debu. 3. Program pelatihan dan penyuluhan kepada staf dan pengguna. 4. Perencanaan kesiapan menghadapi bencana. 5. Pembuatan kotak pelindung, penjilidan dan membungkus koleksi. 6. Program penggantian media ke dalam bentuk mikro dan foto repro. 7. Program perawatan, pengawetan dan perbaikan. 8. Menyisihkan (weeding) koleksi yang sudah tidak dipergunakan lagi

(misalnya yang sudah rapuh) setelah melalui program reproduksi. 9. Prosedur pameran atau peminjaman.

2.7.5.1 Tindakan preventif

Menurut Yusuf dan Yaya (2007:119) tindakan preventif dimaksudkan

untuk mencegah sebelum bahan atau koleksi perpustakaan termasuk segala

fasilitas, perabotan maupun perlengkapannya mengalami kerusakan. Adapun

langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Membersihkan secara rutin seluruh perabotan dan perlengkapan perpustakaan, termasuk keadaan ruangan yang harus selalu dalam keadaan bersih.

2. Memberi sampul setiap buku yang dimiliki oleh perpustakaan. 3. Mengatur ventilasi udara supaya tetap dalam keadaan normal. Sinar

matahari diusahakan supaya tidak langsung menembus ruangan perpustakaan.

4. Membersihkan bahan pustaka dan koleksi lainnya dengan menggunakan lap yang bersih atau kemoceng.

5. Memberi peringatan kepada pengguna agar dapat menjaga kebersihan dan kelestarian perpustakaan.

6. Memasang rambu-rambu peringatan pada ruangan perpustakaan agar dapat menjaga kebersihan dan keamanan.

7. Menjaga kerapian letak koleksi perpustakaan, termasuk perlengkapan dan perabotannya agar selalu dalam keadaan siaga layan.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II 10

 

2.7.5.2 Pemeliharaan

Pemeliharaan berfungsi untuk mengatur rak, mengatur lokasi buku serta

membersihkan dan menghilangkan debu. Salah satu cara pemeliharaan bahan

pustaka adalah dengan menyimpannya pada tempat yang bersih dan bebas dari

debu. Apabila bahan pustaka sudah kotor oleh debu, maka harus dibersihkan

dengan prosedur yang benar dan dilakukan secara teratur oleh staf yang terlatih

agar tidak menimbulkan kerusakan pada bahan pustaka. (Sulistyo-Basuki,

1993:231).

Perpustakaan Nasional RI (1995:23) menyatakan bahwa pembersihan yang dilakukan secara rutin pada tempat penyimpanan bahan pustaka, akan memperbaiki tingkat usia bahan pustaka. Tempat penyimpanan harus dibersihkan secara teratur untuk mengurangi debu, kotoran dan bahan-bahan organik lainnya yang dapat menyebab tumbuhnya jamur dan serangga. Sesuai dengan Sulistyo-Basuki (1993:233) bahwa tindakan fumigasi

sangat penting karena bertujuan untuk mematikan ngengat buku. Hal tersebut

perlu dilakukan secara rutin agar informasi yang terdapat dalam koleksi selalu

terjaga dengan baik dan utuh.

2.7.5.3 Program Pelatihan dan Penyuluhan

Menurut Silalahi (1996:256) yang dikutip oleh Lasa (2005:76) Pelatihan adalah bentuk aktivitas untuk meningkatkan kemampuan teknis dan ketrampilan kerja yang spesifik, rinci, dan rutin yang berhubungan dengan jabatan yang sedang dilaksanakan. Penanganan yang layak terhadap buku-buku oleh para staf dan pengguna

jasa perpustakaan merupakan upaya pelestarian bahan pustaka. Salah satu

diantaranya adalah penanganan yang benar terhadap buku-buku dan merupakan

bagian dari tanggung jawab staf perpustakaan dalam memelihara dan mengelola

koleksi. Dengan diberikannya semacam latihan dalam melakukan penataan

(shelving) termasuk dalam melakukan penyelamatan, pengembalian buku-buku

dengan benar, penggunaan sandaran dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, staf perpustakaan hendaknya dilatih untuk melakukan

perawatan bahan pustaka sesuai dengan aturan yang benar serta tanggap terhadap

hal-hal yang dapat merusak bahan pustaka, sehingga sedikit banyak akan

memperkecil kerusakan fisik Bahan pustaka. Kerusakan bahan pustaka yang

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II 10

 

paling besar disebabkan oleh staf dan pengguna jasa yang kurang mengerti

bagaimana cara menangani dan memanfaatkan bahan pustaka secara baik dan

benar. Sehingga perlu dilakukan penyuluhan dan contoh yang baik dari

pustakawan senior yang telah mendapat pendidikan dan pelatihan tentang cara

penanganan bahan pustaka. Penyuluhan diperuntukkan bagi staf yang bekerja

dalam bidang pengolahan, akuisisi, bibliografi dan pelayanan serta pengguna jasa

perpustakaan. Tujuannya untuk memperkecil resiko kerusakan fisik pada bahan

pustaka (Perpustakaan Nasional RI, 1995:37).

2.7.5.4 Perencanaan Kesiapan Menghadapi Bencana

Keamanan koleksi terhadap pencurian, perusakan, dan bencana merupakan

faktor penting dalam kebijakan pelestarian bahan pustaka. Untuk mencegah hilang

atau rusaknya koleksi umumnya dibutuhkan konstruksi bangunan yang kuat

dengan sistem peringatan, pengawasan dan pemeriksaan secara berkala oleh staf

setiap waktu.

Bencana adalah musibah dalam skala besar yang dapat menyebabkan

kerusakan serius pada gedung perpustakaan dan koleksi bahan pustaka yang ada

di dalamnya. Namun demikian kita harus berusaha agar kerusakan yang

disebabkan oleh bencana, dapat ditekan sekecil mungkin. Oleh sebab itu

diperlukan adanya perencanaan kesiapan menghadapi bencana. Perencanaan ini

diperlukan untuk:

1. Memperkecil resiko kerusakan agar koleksi tersedia bagi pengguna jasa baik sekarang maupun untuk yang akan datang.

2. Dengan adanya perencanaan dapat mengurangi rasa panik pada staf dan menunjukkan jalan keluar untuk mengatasinya.

3. Penyediaan stok bahan dan peralatan yang akan digunakan dalam keadaan darurat.

4. Penyusunan daftar nama orang atau lembaga yang harus dihubungi jika terjadi keadaan darurat.

Bencana alam seperti kebakaran dan banjir ataupun air merupakan

musibah yang dapat mengakibatkan kerusakan koleksi bahan pustaka dalam

jumlah besar dan dalam waktu yang relatif singkat. Oleh karena itu pustakawan

diharapkan mampu menekan sekecil mungkin akibat dari bencana alam. Untuk

menanggulangi bahaya api maka faktor yang perlu diperhatikan antara lain:

1. Alat-alat dalam gedung digunakan yang tahan api.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II 10

 

2. Perlu dipersiapkan alat pemadam kebakaran. 3. Dilarang merokok di dalam ruangan perpustakaan. 4. Pemakaian peralatan listrik harus hati-hati.

Bahaya yang disebabkan oleh air bukanlah merupakan satu hal yang baru.

Selain menimbulkan kerusakan secara langsung pada bahan pustaka, air juga

dapat menimbulkan terjadinya kebanjiran yang dapat mengakibatkan

meningkatnya prosentase kelembaban di dalam ruangan perpustakaan, sehingga

bahan pustaka dan koleksi perpustakaan lainnya dapat menjadi lembab dan mudah

terserang jamur atau hama lainnya.

Air dapat ditimbulkan dari berbagai faktor seperti air laut pasang, sungai

meluap atau hujan yang terus menerus , kerusakan saluran persediaan air minum,

alat pendingin udara dan lain sebagainya.

Menurut Perpustakaan Nasional RI (1995:98) pada saat mendirikan gedung perpustakaan, harus diperhatikan pembuatan saluran air buangan, atap bangunan, kamar kecil, dapur dan lain-lainnya. Pipa-pipa air tidak boleh melintas di atas ruang penyimpanan karena kemungkinan dapat terjadi kebocoran pada pipa-pipa. Mengatasi timbulnya kerusakan-kerusakan perlu adanya usaha atau

tindakan pencegahan. Salah satu usaha pencegahan seperti perawatan dan

pemeliharaan gedung secara teratur dan cara pencegahan lainnya adalah dengan

menyusun perincian arsitektur bangunan baru, misalnya pembuangan genangan

air sebaiknya tidak berlokasi di daerah penyimpanan koleksi.

Kertas yang terkena air dapat dikeringkan dalam ruangan yang

mempunyai ventilasi yang baik. Kertas dihamparkan di rak-rak, sehingga dalam

waktu 24 jam dapat kering dengan baik. Untuk menghentikan kerusakan yang

disebabkan oleh air dapat dilakukan dengan cara mengangin-anginkan secara

tradisional atau mempercepat pembekuan. Pustakawan perlu mengenal

perusahaan setempat yang dapat dimanfaatkan untuk tindakan pendinginan

tersebut.

Berdasarkan literatur Martoatmodjo (1993:78) untuk buku yang rusak

terkena banjir, langkah-langkah yang dapat diambil sebagai tindakan pencegahan

adalah sebagai beikut:

1. Kesabaran adalah modal utama dalam usaha melakukan tindakan pencegahan terhadap kerusakan bahan pustaka.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter II 10

 

2. Buku diusahakan agar tetap utuh dan lampirannya jangan sampai terpisah.

3. Ikatan buku jangan dilepas, dengan demikian lumpur yang ada pada bagian luar mudah dibersihkan. Untuk menghilangkan kotoran, lumpur dan lain-lain digunakan kapas yang sudah dibasahi.

4. Air yang terdapat dalam ikatan buku harus dikeluarkan dengan cara menekannya perlahan-lahan.

5. Buku yang masih basah dianginkan sampai kering. 6. Buku jangan dikeringkan dibawah pancaran sinar matahari.

2.7.5.5 Perlindungan

Soedibyo (1987:273) menyatakan bahwa penjilidan merupakan langkah yang tepat untuk memberikan bentuk perlindungan dengan mengganti sampul lunak dengan karton board (karton tebal), yang kemudian di potong dan disesuaikan dengan tinggi dan lebar isi buku yang sudah terjahit. Selanjutnya untuk lapisan punggung jilid diberi kertas tebal (karton manila) yang ukurannya disesuaikan dengan tebal punggung buku dan engsel direkatkan pada kertas tipis. Baru diberi kain kertas penutup. Kemudian lembaran kertas dari kedua ujung buku direkatkan dengan jilid yang sudah selesai dan dipress. Selain itu, enkapsulasi adalah salah satu cara melindungi kertas dari

kerusakan yang bersifat fisik, misalnya rapuh karena usia, pengaruh asam karena

dimakan serangga, kesalahan penyimpanan dan sebagainya, (Martoatmodjo,

2012:4.12).

Pada umumnya kertas yang akan dienkapsulasi berupa ketas lembaran

seperti naskah kuno, peta, poster dan sebagainya yang umumnya sudah rapuh.

Pada enkapsulasi setiap lembar kertas diapit dengan menempatkannya di antara

dua lembar plastik yang transparan sehingga tulisannya tetap dapat dibaca dari

luar. Pinggiran plastik, ditempeli lem dari double sided tape, agar bahan pustaka

tidak terlepas. Dengan cara ini bahan pustaka tidak menempel, jika kalau

diperlukan, bahan pustaka bisa diambil dengan utuh, dengan cara menggunting

bagian tepi plastic pelindungnya. Sehingga bahan pustaka tetap terlindung, awet,

dan tidak rusak.

2.7.5.6 Program Penggantian

Alih bentuk ke media lain misalnya dengan microfilm atau fis merupakan

usaha lain dalam melestarikan koleksi perpustakaan. Bahan pustaka yang terbuat

dari jenis yang kurang baik dapat segera difilmkan untuk melestarikan

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter II 10

 

informasinya serta memudahkan pemakaian dan penyebarannya. Pemakai cukup

menggunakan kopi film atau fis, sehingga bahan asli dapat dilestarikan bila

bernilai historis tinggi. Dalam hal terakhir ini nilai informasi lebih tinggi

disbanding dengan nilai historis fisik dokumen. Pemakaian teknologi baru

terutama dalam image processing akan banyak menolong pelestarian koleksi.

Namun yang pasti dengan mulai dipakainya media baru hasil teknologi, berarti

media tersebut perlu penanganan secara tepat seperti kertas, agar kelestariannya

dapat dipertahankan (Sudarsono, 2006:318-319).

2.7.5.7 Program Perawatan, Pengawetan dan Perbaikan (Konservasi)

Perawatan fisik bahan pustaka merupakan upaya untuk menjaga agar

kondisi fisik bahan perpustakaan bertahan lama dan koleksi tetap berdaya guna

dan berhasil guna. Perawatan bahan pustaka dilakukan melalui upaya pelestarian

dan pengawetan. Merawat bahan pustaka memerlukan pengetahuan tentang

penyebab kerusakan, proses terjadinya kerusakan, cara mencegah dan

memperbaikinya, serta cara melestarikannya, (Departemen Pendidikan Nasional

RI, 1994:63). Tujuan perawatan meliputi hal berikut:

1. Mencegah penyebab kerusakan bahan pustaka.

2. Melindungi bahan pustaka dari faktor penyebab kerusakan.

3. Memperbaiki bahan pustaka yang masih layak disimpan dan

bermanfaat.

4. Melestarikan isi bahan pustaka yang masih bermanfaat.

Pengawetan (conservation) merupakan kebijaksanaan dan cara tertentu

yang dipakai untuk melindungi bahan pustaka dari kerusakan dan kehancuran,

termasuk metode dan teknik yang diterapkan oleh petugas teknis (Darmono,

2001:71).

Menurut Perpustakaan Nasional RI (1995:27) pengawetan (conservation) bahan pustaka merupakan kegiatan yang memerlukan pengetahuan dan ketrampilan serta menggunakan bahan konservasi yang bebas asam sehingga membutuhkan waktu dan biaya yang mahal. Staf konservasi (konservator) dan staf pengelola koleksi bahan pustaka (pustakawan) harus menjalin kerjasama dalam mencocokkan bibliografi dan nilai historis dengan koleksi yang ditangani. Sehingga pada kegiatan ini, pada umumnya koleksi langkah maupun koleksi naskah kuno yang memerlukan penanganan konservasi karena koleksi tersebut merupakan warisan budaya, mempunyai nilai estetika dan struktur fisiknya harus

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter II 10

 

dipertahankan. Maka kebijakan pelestarian bahan pustaka harus menggunakan skala prioritas untuk melakukan konservasi. Program konservasi harus menyimpan arsip laporan survey kondisi dan

laporan kegiatan konservasi serta rekomendasi bagaimana cara penyimpanan dan

penggunaannya. Laporan kegiatan konservasi harus mancakup rincian

penanganan, tanggal pelaksanaan dan bahan konservasi yang digunakan. Hal ini

sebagai laporan kepada pimpinan dan konservator yang akan menangani

konservasi selanutnya dan penelitian, Perpustakaan Nasional RI (1995:27).

2.7.5.8 Menyisihkan (Weeding)

Koleksi yang disimpan pada rak tanpa penanganan konservasi,

kemungkinan akan menjadi rusak sehingga penanganan konservasi akan menjadi

mahal apabila dibiarkan semakin rusak. Dalam kebijakan pengelolaan koleksi

hendaknya dapat menentukan bahan pustaka mana yang harus disimpan dalam

jangka waktu yang tidak terbatas dan hendaknya dapat menentukan umur

penyimpanan. Kebijakan pelestarian harus menjamin bahan koleksi terpelihara

selama penyimpanan. Perpustakaan harus memikirkan pembuangan bagi koleksi

yang rapuh dan sudah tidak memungkinkan lagi di konservasi. Koleksi tersebut

tidak perlu menempati ruang penyimpanan karena kondisinya yang semakin rapuh

(Perpustakaan Nasional RI, 1995:27-28).

2.7.5.9 Pameran dan Peminjaman

Koleksi yang dipamerkan harus diletakkan pada sandaran buku sehingga

tidak terjadi tegangan pada bagian tertentu. Koleksi yang dipamerkan di ruang

”display” dianjurkan tidak ditata dalam jangka waktu yang lama. Koleksi harus

diganti secara berkala setiap 6 bulan sekali. Bila ada koleksi yang dipamerkan

dalam jangka waktu yang lama, kebijakan pelestarian harus menetapkan ketentuan

bahwa penyusunan halaman harus diganti secara berkala untuk mencegah

ketegangan yang tidak semestinya terjadi dan mencegah perubahan warna akibat

cahaya. Kondisi lingkungan seperti cahaya, temperatur dan kelembaban udara

harus yang ideal, sedangkan pada ruangan yang tidak menggunakan AC

diusahakan agar fluktuasi temperatur tidak terlalu tinggi sehingga perbedaan

kelembaban udara tidak terlalu besar.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter II 10

 

Bahan pustaka yang dipinjamkan oleh lembaga lain harus didisplay dalam

kondisi yang sesuai dengan pamerandi dalam ruangan. Kebijakan pelestarian

harus mencakup langkah-langkah yang menjamin bahwa kondisi bahan pustaka

sama dengan tempat penyimpanan. Jika memungkinkan hendaklah diperiksa

kondisi sebelum dan sesudah terjadinya pameran atau peminjaman. Kebijakan

pelestarian harus menjamin bahwa koleksi yang dipamerkan dan dipinjamkan

harus aman dari pengaruh kondisi lingkungan dan kehilangan (Perpustakaan

Nasional RI, 1995:28).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Universitas Sumatera Utara