chapter 7 : tears & beep!

7
Jalanan terlihat ramai. Kendaraan di sana dan sini. Trotoar juga sepertinya tak mau ketinggalan, terlihat banyak anak remaja dengan beragam seragam sekolah sedang berjalan di sana. Jieun menatap kosong ke jalanan di sebelahnya. Matanya kemudian berpindah untuk menatap punggung di depannya. Untung saja tadi ayahnya datang tepat pada waktunya. Jieun tak tahu bagaimana wajahnya tadi, ditambah tawa palsunya yang sepertinya tak membantu sedikit pun. Semoga saja Chanyeol dan Naya tak curiga. Jieun menggigit bibir bawahnya. Ia teringat dengan kata-kata gurunya di sekolah tadi. Ini sudah akhir semester dan Ia masih punya tunggakan biaya sekolah. Setelah menimbang beberapa saat, Ia pun memutuskan untuk membuka mulutnya,”Appa, biaya sekolahku harus dibayar akhir minggu ini.” Jieun sedikit memajukan kepalanya, berusaha melihat reaksi dan ekspresi wajah ayahnya. Ayahnya terdiam beberapa saat, masih memfokuskan perhatiannya pada jalanan yang ada di depannya. Tanpa Jieun sadari, Ia masih saja menggigit bibirnya. Jantungnya terasa berdetak lebih cepat saat Ia mendengar kalimat yang keluar dari mulut ayahnya,”Kalau begitu, bagaimana kalau kita jual laptopmu?” Jieun membuka mulutnya. Menjual laptop tidak pernah terpikirkan olehnya. Ini tidak bisa terjadi. Laptop itu bagaikan satu-satunya sahabat Jieun. Jieun menyimpan segalanya di sana. Dan laptop itu juga satu-satunya hiburan Jieun, alasan Jieun untuk melupakan sejenak masalah keluarganya. “Tidak, aku tak mau,” jawab Jieun. Suara gadis itu sedikit bergetar, takut dengan tanggapan yang akan dikeluarkan oleh ayahnya. “Mengapa? Tak ada jalan lain kan,” balas ayahnya. “Tapi..” Jieun memutar otaknya, berusaha mencari alasan yang tepat agar tidak membuat ayahnya marah. “Tapi apa? Kau harus mengorbankan

Upload: irene-witanto

Post on 09-Nov-2015

215 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

The 7th chapter of fanfiction "My Friend's Crush.Write it in my free time with IU & EXO's Chanyeol as the main characters!Just a FANFICTION, not Real. Story belong to me.

TRANSCRIPT

Jalanan terlihat ramai. Kendaraan di sana dan sini. Trotoar juga sepertinya tak mau ketinggalan, terlihat banyak anak remaja dengan beragam seragam sekolah sedang berjalan di sana. Jieun menatap kosong ke jalanan di sebelahnya. Matanya kemudian berpindah untuk menatap punggung di depannya. Untung saja tadi ayahnya datang tepat pada waktunya. Jieun tak tahu bagaimana wajahnya tadi, ditambah tawa palsunya yang sepertinya tak membantu sedikit pun. Semoga saja Chanyeol dan Naya tak curiga.

Jieun menggigit bibir bawahnya. Ia teringat dengan kata-kata gurunya di sekolah tadi. Ini sudah akhir semester dan Ia masih punya tunggakan biaya sekolah. Setelah menimbang beberapa saat, Ia pun memutuskan untuk membuka mulutnya,Appa, biaya sekolahku harus dibayar akhir minggu ini.

Jieun sedikit memajukan kepalanya, berusaha melihat reaksi dan ekspresi wajah ayahnya. Ayahnya terdiam beberapa saat, masih memfokuskan perhatiannya pada jalanan yang ada di depannya. Tanpa Jieun sadari, Ia masih saja menggigit bibirnya. Jantungnya terasa berdetak lebih cepat saat Ia mendengar kalimat yang keluar dari mulut ayahnya,Kalau begitu, bagaimana kalau kita jual laptopmu?

Jieun membuka mulutnya. Menjual laptop tidak pernah terpikirkan olehnya. Ini tidak bisa terjadi. Laptop itu bagaikan satu-satunya sahabat Jieun. Jieun menyimpan segalanya di sana. Dan laptop itu juga satu-satunya hiburan Jieun, alasan Jieun untuk melupakan sejenak masalah keluarganya.

Tidak, aku tak mau, jawab Jieun. Suara gadis itu sedikit bergetar, takut dengan tanggapan yang akan dikeluarkan oleh ayahnya. Mengapa? Tak ada jalan lain kan, balas ayahnya.

Tapi.. Jieun memutar otaknya, berusaha mencari alasan yang tepat agar tidak membuat ayahnya marah. Tapi apa? Kau harus mengorbankan sesuatu, kau tahu itu. Tidak ada gunanya orang punya barang mewah tapi dia harus kelaparan, ayahnya berbicara dengan nada tinggi, membuat orang-orang di sekitar mereka melirik mereka.

Jieun terdiam, ia tak tahu harus berkata apa lagi. Kata-kata ayahnya memang benar, tapi.. Jieun tak bisa mengorbankan satu-satunya benda berharganya itu. Aku punya banyak data di dalam situ,katanya putus asa. Ayahnya tak membalas lagi. Jieun menatap jalanan dengan tatapan kosong lagi, gadis itu tenggelam dalam lautan masalah di pikirannya.

---

Jieun menarik napas panjang. Sejak mereka sampai di rumah, ayahnya mulai mengomel tentang uang dan bagaimana Jieun yang tidak bisa berkorban katanya. Ayahnya sangat ingin menjual laptopnya, dan Jieun tetap saja tak setuju. Lagipula, berapa uang yang bisa mereka dapatkan dari menjual laptop lama yang tombolnya telah copot satu? Ayahnya memang sudah tidak waras, Jieun kembali menghembuskan napas berat.

Ibu Jieun berusaha mengatakan bahwa ada jalan lain, selain harus menjual barang-barang milik mereka, tapi belum juga berhasil. Ibunya telah mengatakan bahwa mereka dapat mengumpulkan uang hasil dari kedai, lagipula masih ada waktu sampai akhir pekan. Tapi ayahnya tetap ingin menjual sesuatu dari barang milik mereka. Jieun tahu, bukan hanya untuk membayar biaya sekolahnya, ayahnya itu punya motif lain. Ia pasti ingin menggunakan uang itu untuk bermain judi, berharap Ia akan mendapatkan uang dari judi.

Ibu Jieun memasuki kamar, mengagetkan Jieun yang sedang duduk di ujung tempat tidurnya. Wanita itu menarik napas lalu menatap Jieun sebal sambil berkata, Eomma kan sudah bilang, tidak perlu membicarakan masalah uang dengan appamu. Ia tidak bisa berpikir dengan jernih, lagipula Ia tak punya uang. Lain kali, tak perlu membicarakan masalah uang dengannya.

Jieun hanya mengangguk lemah. Ia tak tahu harus bagaimana. Ibunya telah mengatakan itu padanya sebelumnya, tapi Jieun selalu melupakannya. Mulutnya selalu saja mengatakan apa saja yang terjadi, dan akhirnya terjadi masalah.

Jieun menjatuhkan badannya dan berbaring di tempat tidurnya. Menatap langit-langit kamar yang di cat kuning. Telinganya tetap menangkap suara besar dari kedua orang tuannya. Ibunya masih terus membujuk ayahnya untuk bersabar. Dan ayahnya tetap memaksakan untuk menjual sesuatu.

Jieun menutup matanya saat suara ayahnya tiba-tiba membesar. Inilah mengapa Jieun tak begitu menyukai berada di rumah. Kedua orang tuanya sangat sering bertengkar, dan penyebabnya selalu uang.

Suasana mendadak sunyi, sepertinya Ibunya telah berhasil membujuk ayahnya itu. Tiba-tiba pintu terbuka, Jieun segera menutup dirinya dengan selimut, berpura-pura tidur. Terdengar ibunya sedang mengenakan bedak ke wajahnya lalu pintu itu tertutup kembali. Jieun sempat menangkap ibunya berkata,Sudahlah, ayo antar aku. Kita bisa mengumpulkan uang sampai akhir pekan untuk membayar biaya sekolah Jieun. Tenang saja lalu terdengar Ibunya tertawa. Ayahnya tak menjawab tapi setidaknya ayahnya menuruti kata Ibunya itu.

Sesaat setelah suara pintu pagar tertutup terdengar, tangis Jieun pecah. Air mata turun menghujani pipinya. Matanya tertutup, tertekan membentuk garis melengkung. Kembali, air matak itu jatuh dari ujung garis tersebut. Terdengar isakan yang menyedihkan dari gadis itu. Ia tak peduli, bagaimana ia terlihat sekarang, saat ini Jieun tak dapat membendung kesedihannya. Masalah keluarganya terlalu berat baginya.

Sebuah suara membuat mata Jieun terbuka. Ia berbalik mendapati Jinu sedang menatapnya dengan khawatir. Jieun tersenyum lemah lalu berkata pelan,Ayo kita tidur!

Ia lalu berbalik membelakangi Jinu. Gadis itu menghapus air matanya lalu berusaha menstabilkan napasnya. Sesekali ia merasa sangat susah bernapas. Ia harus membuka mulutnya, berusaha untuk mendapatkan oksigen dari sana. Jieun berbalik, menatap Jinu sekilas. Anak lelaki itu sudah tertidur. Kembali, Jieun tersenyum lemah.

Jieun menatap langit-langit kamarnya lagi. Napasnya masih tidak teratur, mulutnya masih sedikit terbuka. Semua kejadian selama ini terulang di otaknya. Semua, saat ayahnya datang dalam keadaan mabuk lalu meminta uang, dan membanting monitor komputer karena tak diberikan uang. Saat Ia harus berjalan kaki di malam hari karena ayahnya tak tahu di mana. Saat orang-orang berbadan besar yang tak Jieun kenali datang dan berusaha mengambil kulkas, televisi, dan barang-barang lain hingga akhirnya Ibu Jieun harus berlutut dan memohon untuk diberikan waktu.

Jieun segera membenamkan wajahnya ke bantalnya, menangis dalam keheningan. Semuanya terlalu berat baginya. Jieun selalu berpikir Ia butuh seseorang untuk bercerita. Ia tak mampu menanggung segalanya sendiri. Tapi, Ia tak punya orang lain untuk membagikan pengalamannya.

Ia tak mungkin bercerita pada temannya, Ia tak mungkin mengambil resiko, ayahnya bisa saja ditangkap polisi jika ketahuan. Jieun juga tak mungkin bercerita pada adiknya, adiknya masih terlalu kecil untuk mengerti semua masalah keluarga mereka. Jieun pernah berniat untuk mencurahkan isi hatinya pada Ibunya, tapi melihat betapa lelahnya Ibunya, Jieun tak mau menambah bebannya.

Hingga akhirnya, Jieun hanya bisa memendamnya sendiri. Masalah keluarga Jieun bukan suatu masalah yang bisa diceritakan ke sembarang orang, Jieun tahu itu. Jieun menarik napas dalam. Seketika Ia harus membuka mulutnya lagi karena napas yang ingin ia tarik itu tidak juga sampai ke paru-parunya. Tangannya terangkat untuk menghapus air mata yang ada di pipinya.

Beep! Jieun hampir saja melompat saat mendengar bunyi itu tepat di samping telinganya. Ia segera meraih ponselnya. Satu pesan dan dari Park Chanyeol. Jieun mengedipkan matanya beberapa kali. Ia baru ingat, semalam Ia telah mengirim pesan kepada seniornya itu. Sebuah senyuman terukir di wajahnya saat melihat emoticon yang ada di pesan itu, Benar-benar style Park Chanyeol pikirnya.

Ini Jieun, kata Jieun lalu segera mengetikkan kalimat yang keluar dari mulutnya.

Beep! Chanyeol-oppa : Oh, Jieun :D

Jieun tertawa kecil sambil mengetikkan pesannya. Why? Kau sedih karena aku bukan Jangmi, eoh?

Beep!Chanyeol-oppa : Tidak, tidak XD Ohya, ada apa?

Aku hanya ingin memberitahukan nomorku. Kau mungkin akan memerlukannya. Mungkin kau punya pertanyaan tentang Jangmi, hahhaha,ketik Jieun di ponselnya. Jieun menghembuskan napas. Mengapa isi percakapannya dengan Chanyeol selalu tentang Jangmi? Tapi, itu memang satu-satunya jalan untuk berbicara dengan Chanyeol, setidaknya begitu, menurut Jieun.

Beep!Chanyeol-oppa : Cih, aku tak akan menyimpan nomormu :p Mengapa harus Jangmi lagi? Di sekolah Jangmi, di chat pun harus Jangmi ya? U.U

Jieun tertawa membaca pesan baru itu. Uh, maaf, aku bercanda >< hihihi, aku tak punya topik lain, selain Jangmi. Tapi oppa, Jangmi memang benar-benar menyukaimu, percayalah, ketiknya lagi. Huft! Ini memang yang seharusnya aku lakukan, membantu Jangmi. Lagipula Chanyeol-oppa sepertinya menyukai Jangmi

Beep!Chanyeol-oppa: Soal itu, aku tahu kok :D

Percakapan mereka terus berlanjut hingga malam. Chanyeol menceritakan banyak hal pada Jieun. Jieun tak pernah terpikir bahwa Chanyeol adalah orang yang gampang mempercayai orang. Chanyeol menceritakan pengalamannya, bagaimana Ia dengan tidak sengaja mengatakan hemaprodit sambil menunjuk juri pada suatu perlombaan dan bagaimana Chanyeol mendapatkan piala pertamanya.

Chanyeol juga menceritakan tentang Naeun, yang ternyata adalah sepupu jauh dari Chanyeol. Dan Chanyeol dengan percaya diri mengatakan bahwa Naeun menyukainya walaupun mereka sepupu. Chanyeol juga dengan percaya dirinya menyebut nama-nama orang yang menyukainya. Semua pesan Chanyeol telah membuat Jieun melupakan masalah keluarganya untuk sementara.

Namun sejak tadi, Jieun telah menyimpan satu pertanyaan di benaknya. Apakah Chanyeol menyukai Jangmi? Pertanyaan ini sangat penting bagi Jieun. Ia telah memutuskan, jawaban Chanyeol untuk pertanyaan ini akan menjadi penentu bagaimana Ia harus bersikap setelah ini. Jika iya, Jieun akan membantu mereka. Tetapi jika tidak, Jieun akan.. entahlah, mungkin Jieun akan menyatakan cintanya pada Chanyeol.

Oppa, apa kau menyukai Jangmi?

Send! Jieun mengetuk-ngetuk ponselnya. Ia lalu menatap layar ponselnya. Sudah lima menit tapi belum ada balasan. Jieun menggembungkan pipinya. Pertanyaan penting seperti ini, malah balasannya lambat. Jieun baru saja akan bergegas ke kamar mandi untuk menyikat gigi saat bunyi itu terdengar lagi.

Beep!