cerita rakyat maluku

43
Nenek Luhu Pada zaman penjajahan Belanda, ada sebuah negeri yang bernama Luhu. Negeri itu terletak di Pulau Seram, Maluku. Negeri Luhu adalah negeri yang kaya dengan hasil cengkeh. Negeri yang jumlah warganya tidak terlalu banyak itu diperintah oleh Raja Gimelaha Luhu Tuban atau yang lebih dikenal dengan nama Raja Luhu. Sang Raja mempunyai permaisuri bernama Puar Bulan dan seorang putri bernama Ta Ina Luhu yang cantik jelita. Ta Ina Luhu berarti anak perempuan dari Luhu atau Putri Negeri Luhu atau Putri Luhu. Ia adalah anak sulung sang raja yang memiliki perangai baik, penurut, berbudi pekerti luhur, rajin beribadah, mandiri, serta sayang kepada seluruh keluarganya. Selain Ta Ina Luhu, Raja Luhu mempunyai dua orang putra, yaitu Sabadin Luhu dan Kasim Luhu. Suatu ketika, kabar tentang kekayaan Negeri Luhu di Pulau Seram terdengar oleh penjajah Belanda yang berkedudukan di Ambon. Mereka pun berniat untuk menguasai pulau itu. Dengan persenjataan lengkap, mereka menyerang Negeri Luhu. Raja Luhu dan pasukannya pun berusaha melakukan perlawanan sehingga pertempuran sengit pun terjadi. Perang itu dikenal dengan nama Perang Pongi, dan ada juga yang menyebutnya Perang Huamual. Dalam pertempuran itu, penjajah Belanda berhasil menguasai Negeri Luhu. Raja Luhu berserta keluarga dan seluruh rakyatnya tewas. Satu-satunya orang yang selamat ketika itu adalah putri raja, Ta Ina Luhu. Namun, ia ditangkap dan dibawa oleh penjajah Belanda ke Ambon untuk dijadikan istri panglima perang Belanda. Setibanya di Benteng Victoria, Ambon, Ta Ina Luhu menolak untuk dijadikan istri oleh panglima perang Belanda. Akibatnya, ia pun diperkosa oleh sang panglima. Putri cantik yang malang itu tidak

Upload: aron-taha

Post on 11-Dec-2015

115 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

Page 1: cerita rakyat maluku

Nenek Luhu

Pada zaman penjajahan Belanda, ada sebuah negeri yang bernama Luhu.

Negeri itu terletak di Pulau Seram, Maluku. Negeri Luhu adalah negeri yang

kaya dengan hasil cengkeh. Negeri yang jumlah warganya tidak terlalu

banyak itu diperintah oleh Raja Gimelaha Luhu Tuban atau yang lebih

dikenal dengan nama Raja Luhu. Sang Raja mempunyai permaisuri bernama

Puar Bulan dan seorang putri bernama Ta Ina Luhu yang cantik jelita. Ta Ina

Luhu berarti anak perempuan dari Luhu atau Putri Negeri Luhu atau Putri

Luhu. Ia adalah anak sulung sang raja yang memiliki perangai baik, penurut,

berbudi pekerti luhur, rajin beribadah, mandiri, serta sayang kepada seluruh

keluarganya. Selain Ta Ina Luhu, Raja Luhu mempunyai dua orang putra,

yaitu Sabadin Luhu dan Kasim Luhu.

Suatu ketika, kabar tentang kekayaan Negeri Luhu di Pulau Seram terdengar

oleh penjajah Belanda yang berkedudukan di Ambon. Mereka pun berniat

untuk menguasai pulau itu. Dengan persenjataan lengkap, mereka

menyerang Negeri Luhu. Raja Luhu dan pasukannya pun berusaha

melakukan perlawanan sehingga pertempuran sengit pun terjadi. Perang itu

dikenal dengan nama Perang Pongi, dan ada juga yang menyebutnya Perang

Huamual. Dalam pertempuran itu, penjajah Belanda berhasil menguasai

Negeri Luhu. Raja Luhu berserta keluarga dan seluruh rakyatnya tewas.

Satu-satunya orang yang selamat ketika itu adalah putri raja, Ta Ina Luhu.

Namun, ia ditangkap dan dibawa oleh penjajah Belanda ke Ambon untuk

dijadikan istri panglima perang Belanda.

Setibanya di Benteng Victoria, Ambon, Ta Ina Luhu menolak untuk dijadikan

istri oleh panglima perang Belanda. Akibatnya, ia pun diperkosa oleh sang

panglima. Putri cantik yang malang itu tidak dapat berbuat apa-apa. Namun,

karena tidak ingin terus-terusan diperlakukan tidak senonoh oleh panglima

itu, sang putrid selalu berpikir keras untuk mencari cara agar dapat keluar

dari Kota Ambon.

Suatu malam, Ta Ina Luhu berhasil mengelabui tentara Belanda sehingga ia

dapat melarikan diri dari kota Ambon. Ia berjalan menuju ke sebuah negeri

yang bernama Soya. Di negeri itu, ia disambut baik oleh Raja Soya. Bahkan,

ia kemudian dianggap sebagai keluarga istana Soya. Ia diberi kamar tidur

Page 2: cerita rakyat maluku

yang bagus dan indah. Atas sambutan tersebut, Ta Ina Luhu sangat terharu

karena teringat ketika dulu dirinya menjadi putri raja. Tak terasa, air

matanya menetes membasahi kedua pipinya. Wajah kedua orangtua dan

adik-adiknya kembali terbayang di hadapannya. Ia sangat merindukan

mereka.

“Ayah, Ibu! Adikku, Sabadin dan Kasim! Beta sangat merindukan kalian. Beta

hanya bisa berdoa semoga kalian hidup tenang di alam sana!”  

Setelah beberapa bulan tinggal di dalam istana Soya, Ta Ina Luhu diketahui

hamil. Keadaan demikian membuatnya semakin merasa berat tinggal di

istana karena tentu akan semakin merepotkan keluarga Raja Soya. Akhirnya,

ia memutuskan untuk meninggalkan istana tersebut.

“O, Tuhan! Beta tidak mempunyai keluarga lagi di dunia ini. Tapi, kehadiran

Beta di tempat ini hanya akan merepotkan keluarga Raja Soya. Beta harus

pergi dari istana ini. Berilah Beta petunjuk-Mu, Tuhan!” pinta Ta Ina Luhu.

Pada suatu malam, saat suasana di dalam istana sudah sepi, Ta Ina Luhu

mengendap-endap berjalan menuju ke pintu belakang istana sambil

mengawasi keadaan sekelilingnya. Rupanya, ia benar-benar ingin pergi dari

istana secara diam-diam. Ia sengaja tidak memberitahukan kepergiannya

kepada keluarga Raja Soya karena sudah tentu mereka tidak akan

mengizinkannya. Setelah sampai di halaman belakang istana, ia melihat ada

seekor kuda sedang ditambatkan di bawah sebuah pohon. Kuda itu adalah

milik Raja Soya yang biasa dipakai ketika akan menghadap Gubernur

Ambon. Dengan hati-hati, Ta Ina Luhu naik di atas punggung kuda itu.

Sebelum meninggalkan negeri itu, sang putri berbisik dalam hati.

“Maafkan Beta, Baginda! Maafkan Beta, wahai seluruh keluarga istana!

Kalian sungguh baik hati kepada Beta. Tapi, Beta terpaksa harus pergi

karena tidak ingin merepotkan kalian. Relakanlah Beta pergi dan kalian

jangan mencari Beta lagi!”

Setelah itu, Ta Ina Luhu yang sedang mengandung itu segera pergi sebelum

ada warga istana yang melihatnya. Ia menyusuri hutan belantara yang sepi

dan mencekam. Meskipun suasana malam terasa sangat dingin, Putri Raja

Luhu itu terus memacu kuda yang ditungganginya menuju ke puncak

gunung. Setibanya di sana, sang putri pun berhenti. Ia sangat takjub melihat

Page 3: cerita rakyat maluku

pemandangan Teluk Ambon yang sungguh mempesona. Pemandangan itu

sejenak mengobati luka-lara sang putri.

“Oh, Negeriku! Keindahanmu sungguh mempesona,” ucap Ta Ina Luhu

dengan kagum.

Usai berucap demikian, sang putri tiba-tiba terjatuh dari kudanya hingga tak

sadarkan diri. Rupanya, ia sudah tidak kuat lagi menahan rasa lelah yang

begitu berat setelah menempuh perjalanan jauh. Tak berapa lama kemudian,

ia kembali sadar. Dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya, perlahan-lahan

sang putri berusaha bangkit dan berdiri di samping kudanya. Dalam keadaan

setengah sadar, ia menarik kudanya menuju ke sebuah pohon jambu yang

rindang dan berbuah lebat.

Setelah menambatkan kudanya pada batang pohon jambu itu, sang putri

segera membaringkan tubuhnya. Dalam sekejap, ia pun langsung tertidur

pulas dan baru terbangun pada keesokan harinya saat matahari mulai

beranjak tinggi. Begitu ia terbangun, perutnya terasa kosong. Dengan

kondisi tubuh yang masih lemas, ia berusaha meraih buah jambu yang

sudah matang. Setelah memakan beberapa buah jambu tersebut, tenaganya

pun berangsur-angsur pulih.

Sementara itu, di istana Soya, sang raja menjadi panik ketika mengetahui Ta

Ina Luhu tidak ada di kamarnya. Seluruh keluarga istana telah mencarinya

ke seluruh ruangan istana namun belum juga menemukannya. Para

pengawal istana yang mencarinya di jalan-jalan Kota Soya juga tidak

menemukannya. Pada saat pencarian dilakukan, tiba-tiba seorang pengawal

datang menghadap kepada Raja Soya.

“Ampun, Baginda! Hamba ingin melaporkan sesuatu,” lapor pengawal itu.

“Hai, apakah kamu sudah menemukan Putri Ta Ina Luhu? Di mana dia

sekarang?” tanya Raja Soya dengan penasaran.

“Ampun, Baginda Raja! Hamba hanya ingin melaporkan bahwa kuda milik

Baginda yang ditambatkan di belakang istana juga hilang. Jadi, hamba

berpikir bahwa Putri Ta Ina Luhu pergi dengan menunggang kuda milik

Baginda,” jelas pengawal itu.

Mendengar laporan itu, Raja Soya semakin panik. Ia sangat mencemaskan

keadaan Putri Ta Ina Luhu yang sedang mengandung itu. Tanpa berpikir

Page 4: cerita rakyat maluku

panjang, ia segera membunyikan tifa (gendang kecil) sebanyak empat kali

untuk memanggil marinyo (seorang petugas tifa), dan kemudian kembali

memukulnya sebanyak enam kali untuk memanggil Kepala Soa (penasehat

raja). Tak berapa lama kemudian, kedua pejabat istana tersebut datang

menghadap kepadanya.

“Ampun, Baginda! Ada apa gerangan Baginda memanggil kami?” tanya

kedua pejabat itu serentak.

“Segera kumpulkan semua laki-laki yang berumur enam belas tahun hingga

empat puluh tahun. Setelah itu, perintahkan mereka untuk pergi mencari

dan membawa pulang Putri Ta Ina Luhu dalam keadaan selamat!” titah Raja

Soya.

“Titah Baginda kami laksanakan,” jawab keduanya seraya memberi hormat.

Setelah orang-orang tersebut berkumpul, mereka dibagi ke dalam beberapa

kelompok. Kemudian, mereka pergi mencari sang putri dengan mengikuti

jejak tapak kaki kuda yang ditunggangi oleh sang putri.

Sementara itu, Ta Ina Luhu masih berada di puncak gunung. Ketika hari

menjelang siang, tiba-tiba ia mendengar suara orang yang memanggilnya

dari jauh. Ia pun sadar bahwa orang-orang tersebut pastilah para pengawal

Raja Soya yang datang mencarinya. Oleh karena itu, ia segera meninggalkan

tempat itu. Tak begitu lama setelah kepergiannya, sebagian rombongan

pengawal Raja Soya yang tiba di tempat itu tidak menemukan sang putri

kecuali kulit jambu bekas sisi-sisa makanan sang putri. Konon, rombongan

itu kemudian menamakan tempat itu “Gunung Nona”.

Ta Ina Luhu terus memacu kudanya menuruni lereng gunung menuju pantai

Amahusu. Karena begitu kencangnya, topi yang dikenakannya diterbangkan

angin. Menurut cerita, ketika sang putrid hendak berhenti mengambilnya,

topi itu tiba-tiba menjelma menjadi sebuah batu. Batu itu kemudian diberi

nama “Batu Capeu”.

Ta Ina Luhu terus menelusuri pantai Amahusu hingga akhirnya sampai ke

Ambon. Tumbuh sang putri tampak begitu lemah karena lapar dan haus.

Demikian pula dengan kuda tunggangannya. Setelah beberapa jauh berjalan

mencari air minum, akhirnya ia menemukan sebuah mata air. Ta Ina dan

Page 5: cerita rakyat maluku

Luhu segera meminum air dari mata air tersebut dengan sepuasnya. Konon,

mata air itu dinamakan “Air Putri”.

Setelah sejenak beristirahat di tempat itu, Ta Ina Luhu berniat untuk kembali

ke puncak Gunung Nona dengan melalui jalan yang berbeda agar tidak

bertemu dengan para pengawal Raja Soya. Namun, ketika hendak beranjak

dari tempat itu, ia kembali mendengar suara orang-orang memanggilnya.

“Putri…, Putri…, Putri Ta Ina Luhu…! Kembalilah… Baginda Raja Soya sedang

menunggumu!”

Ta Ina Luhu pun segera naik ke atas kudanya hendak melarikan diri. Namun,

begitu ia akan memacu kudanya, tiba-tiba rombongan Raja Soya datang

menghadangnya. Dalam keadaan terdesak, Ta Ina Luhu segera turun dari

kudanya seraya berlutut memohon kepada Tuhan agar rombongan itu tidak

membawanya pulang ke istana Soya.

“Oh, Tuhan! Tolonglah Beta ini! Beta tidak mau kembali ke istana Soya. Beta

tidak mau merepotkan orang lain. Biarkanlah Beta hidup sendirian!” pinta Ta

Ina Luhu.

Ketika salah seorang pengawal akan menarik tangannya, tiba-tiba Ta Ina

Luhu menghilang secara gaib. Rombongan pengawal tersebut tersentak

kaget. Mereka hanya terperangah menyaksikan peristiwa ajaib itu.

Sejak peristiwa itu, penduduk Ambon sering diganggu oleh sesosok makhluk

halus. Jika hujan turun bersamaan dengan cuaca panas, seringkali ada warga

—terutama anak-anak—yang hilang. Menurut kepercayaan masyarakat

setempat, makhluk halus yang suka mengambil anak-anak tersebut adalah

penjelmaan dari Ta Ina Luhu. Sejak itu pula, Ta Ina Luhu dipanggil dengan

sebutan Nenek Luhu. Hanya saja, hingga saat ini tak seorang pun yang tahu

mengapa Nenek Luhu suka mengganggu penduduk Ambon, terutama anak-

anak.

Empat Kapiten Maluku

Dahulu, Negeri Nunusaku atau lebih dikenal Negeri Nusa Ina merupakan

pusat kegiatan penduduk yang mendiami Pulau Seram, Maluku. Negeri itu

dipimpin oleh empat kapiten yaitu Kapitan Wattimena, Kapitan Wattimury,

Kapitan Nanlohy, dan Kapitan Talakua. Keempat kapiten tersebut

Page 6: cerita rakyat maluku

mempunyai wilayah kekuasaan masing-masing sehingga penduduk mereka

tersebar di berbagai daerah di pulau tersebut. Meskipun demikian, mereka

senantiasa saling membantu dan bekerjasama dalam berbagai hal. Mereka

juga suka berpetualang hingga ke daerah pelosok secara bersama-sama.

Suatu hari, kempat kapiten tersebut bermaksud mengadakan petualangan

yaitu menyusuri Sungai Tala. Segala keperluan seperti bekal makanan dan

minuman segera mereka siapkan. Setelah itu, berangkatlah mereka ke

daerah Watui yang terletak di tepi sungai. Di sana, mereka membuat gusepa

(rakit) yang terbuat dari batang dan bilah-bilah bambu. Gusepa itulah yang

akan mereka gunakan untuk mengarungi Sungai Tala menuju ke hilir.

Sebelum berangkat, keempat kapiten tersebut berbagi tugas. Kapitan

Wattimena ditunjuk sebagai pemimpin, Kapitan Wattimury bertugas sebagai

pengemudi, Kapitan Nanlohy ditunjuk sebagai penjaga harta milik mereka

dan duduk di tengah gusepa, sedangkan Kapitan Talakua duduk bagian

belakang sebelah kanan. Menurut adat, Kapitan Nanlohy adalah seorang

Kepala Dati yang berhak menentukan pembagian harta milik pribadi maupun

milik bersama. Itulah sebabnya, semua harta dan perbekalan diletakkan di

dekatnya. Dalam petualangan kali ini, Kapitan Wattimena juga membawa

burung nuri kesayangannya dan sebuah pinang putih yang disimpan dalam

tempat sirih pinang.

Setelah persiapan selesai, gusepa pun siap meluncur. Perlahan-lahan,

Kapitan Wattimury mengarahkan gusepa ke tengah sungai dengan

menggunakan galah dari bambu panjang. Begitu tiba di tengah sungai,

gusepa itu pun meluncur dengan cepat terbawa arus sungai yang sangat

deras. Ketika keempat kapiten tersebut tiba di sebuah tempat bernama Batu

Pamali, gusepa yang mereka tumpangi kandas dan hampir terbalik. Mereka

pun panik. Kapitan Wattimena yang terkejut kemudian berteriak dan

menyerukan kepada Kapitan Talakua yang berada di belakang.

“Talakuang!” serunya. Kata tersebut artinya “tikam dan tahan gusepa!”

Konon, Kapitan Talakua yang mendapat perintah itu kemudian menjadi

nenek moyang masyarakat Maluku dengan memakai mata rumah atau

marga Talakua di Negeri Portho. Sementara itu, pada saat yang bersamaan,

Kapitan Wattimena segera membuka tempat sirih pinangnya. Namun,

Page 7: cerita rakyat maluku

tempat sirih pinang itu tiba-tiba terjatuh dan burung nurinya pun terbang

entah ke mana. Kejadian itu benar-benar membuat hati Kapitan Wattimena

kecewa dan mengucapkan sumpah.

“Aku bersumpah, seluruh keturunan marga Wattimena dan para menantu

tidak boleh memelihara burung nuri dan memakan sirih pinang!” ucap

Kapitan Wattimena.

Setelah itu, keempat kapiten tersebut melanjutkan perjalanan menuju

daerah Tala. Setiba di sana, mereka kemudian membuat batu perjanjian

yang dinamakan Manuhurui. Mereka berikrar bahwa jika suatu saat nanti

mereka berpisah atau tercerai-berai, hubungan persaudaraan harus tetap

berbina. Mereka harus tolong-menolong dalam segala hal dan selalu saling

mengunjungi satu sama lain.

Keempat Kapiten tersebut tampaknya sudah mulai kelelahan sehingga

mereka pun memutuskan untuk beristirahat beberapa hari. Suatu ketika,

Kapitan Wattimena dan Kapitan Wattimury sedang istirahat di darat,

sedangkan Kapitan Nanholy dan Kapitan Talakua berisitirahat di atas

gusepa. Tanpa disadari, gusepa itu hanyut terbawa arus. Keduanya pun

panik dan berteriak meminta tolong.

“Tolong… Tolong…!” seru Kapitan Nanlohy meneriaki kedua saudaranya

yang sedang tidur di darat. Mendengar teriakan itu, Kapitan Wattimena dan

Kapitan Wattimury terbangun. Alangkah terkejutnya mereka saat melihat

kedua saudara mereka hanyut terbawa arus. Mereka hendak menolong,

namun kedua saudara mereka sudah jauh terbawa arus hingga ke tengah

laut. Kapitan Nanholy berusaha berenang ke daratan dan terdampar ke

sebuah tempat. Tempat itu kemudian diberi nama Nanuhulu yang berarti

“berenang dan terdampar di hulu”. Sejak itu, Kapitan Nanholy menetap di

daerah tersebut. Sementara itu, Kapitan Talakua terus hanyut hingga

melewati Tanjung Uneputty dan terdampar di Teluk Pulau Saparua. Di situ, ia

membangun negeri yang diberi nama Portho.

Sementara itu di tempat lain, Kapitan Wattimena dan Kapitan Wattimury

tetap mendiami daerah Manuhurui di Kampung Sanuhu. Keduanya pun hidup

saling tolong-menolong dan menyayangi. Suatu ketika, mereka mendengar

Page 8: cerita rakyat maluku

kabar bahwa kampung mereka akan diserang musuh yang datang dari

kampung sebelah.

“Apa yang harus kita lakukan, Wattimena?” tanya Kapitan Wattimury

bingung.

“Kita harus segera meninggalkan kampung ini dan mencari tempat

persembunyian yang aman,” kata Kapitan Wattimena,

Kapitan Wattimury pun menyetujui keputusan itu. Akhirnya, kedua orang

bersaudara itu bersembunyi di suatu tempat yang aman dari kejaran musuh.

Namun sayang, tempat gersang dan tandus sehingga air sulit didapatkan.

Kapitan Wattimury kembali dilanda kebingungan.

“Bagaimana kita bisa hidup di tempat ini? Air untuk diminum saja susah,”

keluh Kapitan Wattimury.

Kapitan Wattimena tidak menjawab. Ia langsung mengambil sebuah tombak

lalu ditancapkan ke tanah. Seketika, air pun menyembur keluar dengan

sangat deras. Akhirnya, keduanya pun dapat minum air sampai kenyang.

Tempat itu kemudian mereka beri nama Hule yang berarti kekenyangan.

Mereka pun menetap di daerah itu, namun tidak beberapa lama. Mereka

bersepakat untuk membuka daerah baru di tempat lain.

Kedua kapiten itu kemudian melanjutkan perjalanan menyusuri daerah

Seram Selatan hingga ke bagian timur daerah Boboth. Namun, hingga

malam hari, mereka belum juga menemukan tempat yang cocok. Pada

malam yang gelap gulita itu, keduanya tetap melanjutkan perjalanan. Tiba-

tiba, Kapiten Wattimena mengentikan langkahnya.

“Hai, kenapa berhenti, Wattimena?” tanya Kapiten Wattimury heran.

“Kita beristirahat sejenak di sini,” ujar Kapitan Wattimena, “Sudah jauh kita

berjalan tapi tidak ada tempat yang cocok untuk dijadikan tempat menetap.”

“Lalu, apa yang harus kita lakukan?” tanya Kapitan Wattimury bingung.

“Sebaiknya kita buat lobe (obor). Tempat di mana obor ini nanti padam,

maka di situlah kita menetap,” ujar Kapitan Wattimena.

Setelah menyalakan obor, keduanya pun melanjutkan perjalanan. Ketika

obor itu padam, keduanya pun berhenti dan menjadi tempat itu sebagai

tempat tinggal mereka. Tempat itu kemudian mereka beri nama Japisuru

atau Api Lobe dan kini nama tempat itu telah berganti menjadi Mahariki.

Page 9: cerita rakyat maluku

Selang beberapa waktu tinggal di daerah itu, Kapiten Wattimury bermaksud

untuk pindah ke daerah lain.

“Saudaraku, perkenankanlah aku untuk mencari daerah lain untuk

membangun negeri sendiri,” pinta Kapiten Wattimury.

“Baiklah, kalau itu keinginanmu. Tapi, jangan lupa dengan ikrar yang pernah

kita ucapkan dulu bahwa kita akan saling mengunjungi,” ujar Kapitan

Wattimena.

“Tentu, Wattimena,” jawab Kapitan Wattimena.

Akhirnya, Kapitan Wattimury menuju ke sebuah tempat yang jaraknya

kurang lebih tujuh kilometer dari dari Mahariki. Ia pun menamai tempat itu

dengan nama Amahai. Kini, nama tempat itu telah berubah menjadi Ruta.

Laba-Laba Emas

ADA sepasang laba-laba jantan dan betina yang tinggal di Pulau Seram dan

oleh penduduk yang tinggal disekitar tempat itu menamakan binatang itu

laba-laba raja mas karena kulitnya dilapisi oleh emas.

Tubuh binatang itu besar, memiliki jari- jari yang panjang, keras dan tajam.

Pokoknya laba-laba itu dianggap sebagai binatang yang kuat dan ditakuti.

Mereka menganggap laba-laba raja itu sebagai makhluk yang harus

dihormati sehingga tidak sembarang orang dapat melewati daerah yang

Page 10: cerita rakyat maluku

ditempati oleh sepasang laba-laba itu.

Laba-laba rasa mas memiliki wilayah kekuasaan yang terbentang luas yaitu

dari wilayah timur sampai ke barat , dimana hampir setiap hari binatang

tersbeut terbang kesana dan kemari mengawasi wilayahnya serta ingin

mengetahui situasi keamanan kalau-kalau ada musuh yang datang

menganggu. Pada suatu hari, kedua ekor laba-laba raja itu terbang ke arah

Asia Barat dan tiba di sebuah lembah yang bernama Line, tepat di

pegunungan Ararat di tanah Armenia. Disitu, keduanya mulai bekerja

membangun sebuah jalan.

Dengan jari-jarinya yang panjang dan kuat itu dibangunlah jalan dengan cara

menyngkut tali-tali-tali sarangnya dari sebuah gunung le unung yang lain.

Hampir sepanjang hari laba-laba mas itu memintal benangnya sehingga

jadilah sebuah jalan.

Usai membuat jalan tersebut dan merasa lelah, sepasang laba-laba itu

datang ke sebuah gunung yang berada di daerah Nunusaku untuk

beristirahat. Daerah itu memiliki udara yang dingin dan sejuk karena

lokasinya ditumbuhi lumut-lumut yang tebal.

Ditempat itu, tinggalah orang Alifuru. Ketika orang-orang Alifuru mengetahui

ada laba- laba mas berunjung di daerahnya merekapun menjumpai binatang

itu. Dari hasil perundingan diantara mereka, terjadilah sebuah kesepakatan

yaitu orang-orang Alifuru memberikan izin kepada binatang tersebut untuk

tinggal bersama-sama di Nunusaku. Laba-Laba raja dan orang Alifuru

kemudian hidup rukun dan damai.

Orang-orang Alifuru meminta agar laba-laba raja dapat membuat sebuah

jalan sehingga mereka dapat berpergian ke daerah seberang dan hal itu

disetujui oleh laba-laba raja mas.

Untuk itu, dibangunlah sebuah pondasi yang kuat diatas gunung lumut. Jalan

Page 11: cerita rakyat maluku

yang dibuat oleh jaring laba-laba yaitu melintasi Gunung Binaya dan

Manusela sampai kea rah Pasifik Utara dan Selatan. Dari tempat inilah orang-

orang Alifuru memantau orang yang akan datang ke Asia Timur dan

Tenggara. Bila musuh ingin menyerang, mereka sulit mencapai daerah

kediaman orang-orang Alifuru karena sangat tinggi. Setiap hari sepadang

laba-laba raja mas itu terus membuat jaringnya menjadi panjang dan

akhirnya sampai ke Asia Timur, Asia Tenggara, Lautan Pasifik terus ke

Hawai-Honolulu.

Asal Usul Tanjung Menangis di HALMAHERA

Dahulu kala terdapat kerajaan besar di Pulau Halmahera. Rajanya belum

lama meninggal dunia. Ia meninggalkan dua anak laki-laki dan satu anak

perempuan. Mereka bernama Baginda Arif, Putra Baginda Binaut, dan Putri

Baginda Nuri. Putra Baginda Binaut sangat menginginkan kedudukan

sebagai raja untuk menggantikan ayahnya. Keinginan itu disampaikan

kepada patih kerajaan. “Aku harus menggantikan kedudukan ayahku.” Kata

Binaut kepada sang Patih dengan penuh keyakinan.

Agar sang Patih ikut mendukung rencana tersebut, maka Binaut memberi

janji bahwa jabatan sang Patih akan tetap dipertahankan, dan ia akan diberi

hadiah emas berlian. Berkat bujuk rayu dan janji itulah, Sang Patih bersedia

mendukung Binaut menjadi raja. Sang Patih segera mengatur para pengawal

Page 12: cerita rakyat maluku

kerajaan untuk menangkap Sri Baginda Ratu, Putra Baginda Arif dan Putri

Baginda Nuri. Setelah ditangkap, mereka dijebloskan di penjara bawah

tanah.

“Kanda Binaut benar-benar kejam! Tamak! Tak tahu diri!” umpat Putri

Baginda Nuri dengan penuh emosi. Namun, Sri Baginda Ratu meminta agar

Nuri bersabar dan tawakal dalam menghadapi cobaan ini. “Yang benar akan

tampak benar dan yang salah akan tampak salah. Dan yang salah itu, kelak

akan mendapatkan hukuman yang setimpal,” kata Sri Baginda Ratu

menghibur dengan penuh keibuan, betapapun sangat sakit hati melihat

kekejaman putra kandungnya.

Binaut merasa gembira setelah menjebloskan ibu dan saudara kandungnya

ke penjara. Ia mengumumkan kepada rakyat kerajaan bahwa Sri Baginda

Ratu dan putra-putrinya mengalami musibah di laut. Saat itu pula, Putra

Baginda Binaut minta kepada para pembesar istana untuk segera dilantik

menjadi raja. Sejak itu, Sri Baginda Binaut bersikap angkuh dan tinggi hati. Ia

menganggap sebagai raja yang paling berkuasa di muka bumi ini.

Demi kepentingan dirinya, ia memerintahkan kepada seluruh rakyat

kerajaan agar bekerja giat untuk membangun istana megah. Selain itu,

diberlakukan berbagai pungutan pajak, diantaranya pajak hasil bumi, pajak

hewan, pajak tanah. “Bukan main! Raja Binaut penghisap dan penindas

rakyat!” kata salah seorang penduduk kepada yang lain. Mereka mengeluh

dengan peraturan yang dikeluarkan Raja Binaut yang sangat merugikan

rakyat. Tetapi, mereka takut membantah, apalagi berani melawan perintah

raja, pasti kena hukuman berat.

Ada seorang pelayan istana raja bernama Bijak. Ia melarikan diri dari istana

dan membentuk sebuah pasukan tangguh melawan raja Binaut. Paling tidak,

mereka dapat membebaskan Sri Baginda Ratu dan putra-putrinya. “Kita

harus segera bertindak menyelamatkan mereka,” kata Bijak dengan penuh

harap. Hal ini didukung teman-temannya.

Waktu itu, banyak para pegawai istana yang telah membelot bergabung

dengan Bijak. Bijak pun telah mempelajari bagaimana mengadakan

penyelamatan itu. Bila penyelamatan berhasil, direncanakan mengadakan

penyerangan ke istana Raja Binaut. Berkat kepemimpinan Bijak, dalam

Page 13: cerita rakyat maluku

sekejap mereka berhasil menyelamatkan Sri Baginda Ratu dan putra-

putrinya yang dipenjara Binaut. Mereka langsung dibawa ke hutan.

“Kuucapkan terima kasih tak terhingga,” ucap Sri Baginda Ratu dengan

tersendat. Mereka tampak kurus kering karena selama dipenjara di bawah

tanah jarang makan dan minum. Bijak pun menyampaikan kepada Sri

Baginda Ratu akan mengadakan penyerangan ke istana. Tetapi, Sri Baginda

Ratu tidak setuju, ia tidak mau berlumuran darah bangsanya sendiri.

Ketamakan, kebengisan, iri dan dengki akan kalah dengan doa permohonan

yang disampaikan kepada Tuhan.

Raja Binaut berlaku semena-mena terhadap rakyatnya. Sang Patih yang

selalu mendukung keputusan Raja Binaut lama-kelamaan tidak senang

dengan perilaku Raja. Tetapi ia tidak berani mengeluarkan sikap yang

melawan. Kalau itu dilakukan pasti ia langsung dipecat dan dijebloskan

penjara. Saat itu penjara penuh dengan tahanan. “Siapa yang melawan Raja,

hukuman penjaralah tempatnya.” Itulah kesombongan Raja Binaut. Karena ia

merasa yang paling berkuasa dan paling tinggi.

Namn tak disangka, sebuah bencana alam terjadi. Sebuah gunung meletus

dengan sangat dahsyat. Lahar panas mengalir ke segala penjuru. Istana Raja

Binaut pun menjadi sasaran lahar panas. Ternyata sebagian besar lahar

panas telah meluluh lantakkan bangunan istana yang baru saja selesai

dibangun dari hasil keringat rakyat. Raja Binaut kebingungan mencari

perlindungan. Ia lari pontang-panting tak tahu arah tujuan.

Anehnya, lahar seolah-olah mengejar kemanapun Raja Binaut lari. “Tolong-

tolong!” teriak Binaut. Lahar panas itu sedikit demi sedikit menempel di kaki

Binaut. Seketika itu juga kakinya melepuh dan kulitnya terkelupas. Ia

berusaha untuk tidak berhenti berlari. Lahar panas mulai menjalar ke

tubuhnya. Ia sangat tersiksa. Ketika ia mengalami siksaan lahar panas itu ia

ingat ibunya. Ia mohon ampun. “Ampunilah aku, bu! Maafkanlah aku, bu!

Aku sudah tidak kuat menanggung penderitaan ini! Aku tidak akan

mengkhianati ibu, kakak Arif dan adik Nuri lagi. Maafkanlah aku! Ibu! Ibu!”

teriak Binaut karena kesakitan. Namun teriakan itu hilang perlahan-lahan

dan akhirnya ia meninggal.

Page 14: cerita rakyat maluku

Jasad Binaut terdampar di sebuah pantai. Seketika itu juga tempat itu

berubah menjadi sebuah Tanjung. Konon, tanjung itu sering terdengar orang

menangis minta belas kasihan karena mengalami siksaan yang amat sangat.

Kini tempat terdamparnya Binaut itu dinamakan Tanjung Menangis.

Moral : Moral : Sifat iri, dengki dan tamak akan membawa celaka dan

pembalasan setimpal. Karenanya jauhilah sifat-sifat tersebut.

BATU BADAONG (CERITA RAKYAT MALUKU)

Di sebuah desa di pulau Tanimbar (Maluku), hiduplah seorang pria kaya

bersama istri dan 2 orang anak yang sudah tumbuh menjadi seorang

pemuda dan seorang gadis, mereka berdua sangat dimanjakan oleh ayah

mereka sehingga mereka mempunyai sifat yang malas dan sombong.

Mereka memiliki banyak pelayan yang siap melayani semua keinginan

mereka.

Ketika ayah mereka meninggal, semua pelayan pergi karena tidak tahan

dengan perlakuan mereka. Sehingga sang ibulah yang menggantikan tugas-

tugas para pelayan itu. Mulai dari mempersiapkan makanan, menyapu,

mengepel, hingga menyetrika dikerjakan oleh ibunya dengan ikhlas. Namun,

sungguh tidak terpuji. Kedua anak itu memperlakukan ibu mereka seperti

pelayan. Jika ada yang salah mereka tak segan-segan membentak, seperti

Page 15: cerita rakyat maluku

seorang majikan yang sedang marah kepada budaknya.

Hati ibu yang malang sungguh sangat sakit, tetapi hanya bisa pasrah.

Bagimanapun juga, mereka adalah putra-putrinya tercinta. Sekurang-ajar

apapun perlakuan mereka, ibunya tetap melayani kebutuhan mereka seperti

biasanya. Sering ibu yang malang itu melakukan pekerjaannya sambil

meneteskan air mata dan berdoa…

Ampunilah hamba, ya Tuhanku

Hamba gagal mendidik mereka

Hamba gagal menjadikan mereka anak-anak yang berbakti

Ya Tuhanku

Bukalah mata hati mereka

Berilah mereka kesadaran

Agar mereka bisa menjadi anak-anak yang insyaf;

Insyaf akan dirinya;

Dan kembali ke jalanMu

Suatu hari ketika mereka bangun tidur dan ingin makan, mereka terkejut

melihat meja dalam keadaan kosong. Tak ada makanan dan minuman yang

tersaji. Hanya ada panci diatas kompor. Mereka berdua marah dan

membanting apapun yang ditemukan sambil mencari ibu mereka.

Si pemuda berpikir… pasti ibunya sedang mencuci pakaian di sungai.

Merekapun bergegas menuju kes ungai. Dan, ternyata benar dugaan

pemuda itu; sang ibu sedang mencuci pakaian.

Dalam keadaan marah pemuda itu mengahmpiri ibunya. Tanpa bertanya,

langsung ”wesss.. gubrakkk…”, pemuda itu menendang cucian sang ibu

hingga terjatuh ke sungai. Ibunya tidak kuasa berbuat apa-apa selain

menangis. Tak hanya itu, si gadis pun tidak mau ketinggalan. Sementara

Page 16: cerita rakyat maluku

tangan kirinya memegangi tangan ibunya, tangan kanannya mengayunkan

pukulan bertubi-tubi ke tubuh ibunya.

“Ampun nak…. Ada apa gerangan, kenapa kalian memperlakukan ibumu

seperti ini?” tanya sang ibu dengan diriingi isakan tangis dan cucuran air

mata.

“Dasar kau perempuan tua, sampai jam begini aku belum makan. Aku lapar!

Kau tak ikhlas yah memasak untukku?” hardik gadis itu sambil terus

memukuli tubuh ibunya.

Si Ibu menangis dengan nyaring dan memohon, tapi kedua anak itu tidak

mau mendengarkannya. Malah mereka memukulnya lagi dan lagi. Ibu yang

malang mendapatkan perlakuan buruk dari sang anak.

Tiba-tiba sang Ibu berhenti menangis, tubuhnya lemah, dan dengan suara

tertahan berkata:

“Ayahmu memang meninggalkan banyak kekayaan, tapi tidak akan

berlangsung lama. Dan meskipun aku yang melahirkan kalian kedunia ini,

mulai sekarang kalian bukan lagi anak-anakku. Aku tidak akan pernah mau

kembali kerumah kalian lagi. Kalian bebas melakukan apapun, aku sudah

tidak peduli lagi”.

Setelah mengatakan itu, si ibu menyeret tubuhnya ke sebuah batu besar di

pinggir sungai. Lalu berujar:

“Wahai batu besar terbukalah. Biarkan aku masuk kedalam. Jadikan aku

bunga yang wangi seperti melati putih”

Tak lama setelah itu, perlahan batu itu terbuka. Lalu masuklah sang ibu

kedalam batu itu. Dalam sekejap mata batu itu telah tertutup kembali.

Setelah beberapa hari, pada batu itu muncul dedaunan dan bunga-bunga

Page 17: cerita rakyat maluku

berwarna putih yang wangi semerbak.

Apa yang terjadi pada kedua anak tersebut?

Penduduk desa marah serta mengusir mereka. Hartanypun dijarah untuk

dibagikan kepada orang-orang miskin di desa tersebut. Kini yang tertinggal

hanya penyesalan. Menyesal telah berlaku kasar kepada ibu yang telah

melahirkan dan merawat mereka. Namun penyesalan tinggal penyesalan,

sang ibu telah tiada.

Mereka mendatangi batu dimana ibu mereka tertelan. Sambil mengelus batu

yang telah ditumbuhi dedaunan dan bunga putih, mereka menangis tersedu-

sedu…. berharap batu itu membuka dan menelan mereka agar bisa bertemu

kembali dengan sang ibu tercinta…

Page 18: cerita rakyat maluku

"Buaya Putih dari maluku"

Pernahkah anda datang ke Danau Wisata Tolire, Ternate, Maluku?? tahukah

anda danau tersebut bukan hanya indah tetapi juga menyimpan

kemisteriusan. Salah satunya adalah jika kita melempar apapun, sekeras

apapun kedalam danau maka benda tersebut tidak akan pernah mengenai

permukaan air danau tersebut. Dipercaya juga Buaya Putih hidup didanau

tersebut. Aneh? Misterius? Tidak logis? sudah jelas. Menurut penduduk

setempat kejadian tersebut tidak lepas dari legenda danau tersebut secara

turun temurun.

Biasanya saya lebih suka menulis artikel2 luar yang berbau misteri. Kali ini

saya berinisiatif untuk mengangkat salah satu kekayaan Indonesia yaitu

"legenda". Sangat banyak legenda dan kebudayaan Indonesia yang

mengandung misteri yang hingga sekarang dapat dirasakan secara nyata

namun tidak bisa dijelaskan secara ilmiah. Legenda buaya putih dari Maluku

ini adalah salah satunya.

Sebelum menuju ke cerita legenda, saya akan menjelaskan lokasi terjadinya

kejadian tersebut.

Danau Tolire

Page 19: cerita rakyat maluku

Maluku memang masih sangat terasa kental keindahan alamnya, salah

satunya yang dikenal adalah danau Tolire. Danau wisata yang terletak

sekitar 10 km dari pusat kota Ternate ini selain mengandung keindahan juga

menyimpan misteri.

Danau Tolire berada di bawah kaki Gunung Gamalama, gunung api tertingi di

Maluku Utara. Di sisi kanan hamparan tanaman jati emas dan pepohonan

Jambulang (buah khas Ternate, Disisi barat, atau di belakang saat

menghadap danau, deretan pohon kelapa dan luasnya laut dan sunset sore

hari merupakan pemandangan spesial khas Tolire.

Danau Tolire terdiri dari dua buah danau, yaitu Danau Tolire Besar dan

Danau Tolire Kecil. Jarak antara keduanya hanya sekitar 200 meter. Uniknya

danau Tolire besar sekilas terlihat seperti kuali besar karena dikelilingi

tebing2 tinggi dari gunung Gamalama. Danau air tawar ini juga dihuni oleh

banyak ikan2 air tawar.

Berdasarkan sejarah geologi, terbentuknya Danau Tolire adalah akibat dari

letusan freatik yang pernah terjadi daerah ini.

Legenda

Dahulu kala dilokasi tersebut merupakan sebuah desa/perkampungan.

Warga desa tersebut hidup sejahtera dan mempunyai tali persaudaraan

yang kuat, sehingga tidaklah aneh jika semua warga didesa tersebut saling

mengenal pribadi satu sama lain. Sampai suatu ketika terjadi kejadian yang

diluar dugaan.

Seorang bapak menghamili anaknya sendiri. Kejadian tersebut akhirnya

diketahui masyarakat sekitar dan membuat seluruh warga marah. Mereka

mengutuk sang ayah dan anak tersebut dan mengusir mereka dari desa.

Karena terpaksa dan merasa malu maka ayah dan anak tersebut pergi

meninggalkan desa. Ketika mereka melangkahkan kaki pergi dari desa suatu

Page 20: cerita rakyat maluku

kejadian aneh terjadi.

Konon katanya seketika tempat mereka (ayah dan anak itu) berpijak

terbelah akibat gempa dahsyat secara tiba-tiba. Sang penguasa murka dan

menghukum ayah, anak, beserta desa tersebut menjadi dua buah danau.

Satu danau besar yang kemudian disebut tolire besar (lamo) yang

menggambarkan sang ayah. Satu lagi danau yang lebih kecil yang disebut

tolire kecil (ici) yang mencerminkan sang anak.

Sampai sekarang kedua danau tersebut masih ada sampai sekarang.

Menurut masyarakat kedalaman danau Tolire tidak terukur

Konon katanya para warga desa tersebut sekarang berubah menjadi buaya

putih yang melindungi danau sampai sekarang. Penduduk setempat

meyakini danau tersebut dihuni oleh ratusan buaya putih berukuran sekitar

10 meter yang kerap kali menampakkan dirinya. Itu sebabnya mengapa

pengunjung dilarang berendam, berenang, bahkan memancing di danau

Tolire, karena mereka percaya barang siapa yang mengganggu danau akan

menjadi mangsa buaya putih.

Buaya putih hanya bisa dilihat oleh orang2 tertentu yang memiliki hati yang

bersih, jadi tidak semua orang bisa melihatnya. Tapi memang ada beberapa

wisatawan yang bisa melihat Buaya Putih tersebut.

Pernah suatu ketika seorang perantau dari luar negeri tidak percaya akan

adanya legenda tersebut. Dia memaksa untuk berenang di danau tersebut

untuk membuktikan kebenaran legenda itu walaupun sudah dilarang warga.

Diapun akhirnya berenang di danau dan hilang begitu saja. Warga percaya

kalau perantau itu telah dimangsa oleh buaya putih.

Page 21: cerita rakyat maluku

Danau ini juga menyimpan keanehan lainnya. Katanya jika kita melempar

benda ke danau tersebut sekeras apapun benda tersebut tidak akan pernah

menyentuh permukaan danau. Kebanyakan wisatawan yang datang ke

danau ini tidak hanya menikmati pemandangan tetapi juga ingin mencoba

kebenaran legenda setempat.

Akibatnya disekeliling danau dijual batu kerikil khusus untuk dilempar

kedalam danau. Benar saja, tidak ada satu orang pun yang berhasil

menyentuh permukaan danau. Batu yang dilempar seperti ditahan oleh

kekuatan gravitasi tertentu. Menurut penduduk setempat kekuatan Buaya

Putihlah yang menahan batu2 tersebut agar tidak mengenai permukaan

danau.

Apakah yang menyebabkan batu2 itu bisa tertahan? apakah mungkin ada

kekuatan gaib yang menahannya???

Menurut pendapat saya mungkin didasar kedalaman danau tersebut

terdapat suatu gas atau zat tertentu yang dapat mengurangi kekuatan

gravitasi sehingga terasa seperti melayang (apalagi batu kerikil). Kalau

mengenai Buaya Putih selama saya belum pernah melihat sendiri jadi saya

tidak percaya, tapi memang Indonesia kaya akan hal2 gaib seperti ini, ada

yang nyata ada juga yang tidak, jadi mungkin keberadaan buaya putih itu

memang ada.

Yang harus diperhatikan adalah semua legenda pasti berasal dari

kisah/kejadian nyata yang mungkin salah diinterpretasikan.

Namun itu hanya pendapat saya, mungkin benar mungkin juga tidak. Satu

hal yang pasti, karena kemisteriusannya itu danau Tolire sampai sekarang

belum pernah diteliti secara serius. Kedalaman danaunya saja belum

diketahui, apalagi yang terkandung didalamnya.

Page 22: cerita rakyat maluku

Si Rusa dan Si Kulomang

Pada jaman dahulu di sebuah hutan di kepulauan Aru, hiduplah sekelompok

rusa. Mereka sangat bangga akan kemampuan larinya. Pekerjaan mereka

selain merumput, adalah

menantang binatang lainnya untuk adu lari. Apabila mereka itu dapat

mengalahkannya, rusa itu akan mengambil tempat tinggal mereka.

Ditepian hutan tersebut terdapatlah sebuah pantai yang sangat indah.

Disana hiduplah siput laut yang bernama Kulomang. Siput laut terkenal

sebagai binatang yang cerdik dan sangat setia kawan. Pada suatu hari, si

Rusa mendatangi si Kulomang. Ditantangnya siput laut itu untuk adu lari

hingga sampai di tanjung ke sebelas. Taruhannya adalah pantai tempat

tinggal sang siput laut.

Dalam hatinya si Rusa itu merasa yakin akan dapat mengalahkan si

Kulomang. Bukan saja jalannya sangat lambat, si Kulomang juga memanggul

cangkang. Cangkang itu biasanya lebih besar dari badannya. Ukuran yang

demikian itu disebabkan oleh karena cangkang itu adalah rumah dari siput

laut. Rumah itu berguna untuk menahan agar tidak hanyut di waktu air

pasang. Dan ia berguna untuk melindungi siput laut dari terik matahari.

Pada hari yang ditentukan si Rusa sudah mengundang kawan-kawannya

untuk menyaksikan pertandingan itu. Sedangkan si Kulomang sudah

menyiapkan sepuluh teman-temannya. Setiap ekor dari temannya

ditempatkan mulai dari tanjung ke dua hingga tanjung ke sebelas. Dia

sendiri akan berada ditempat mulainya pertandingan.   Diperintahkannya

agar teman-temanya menjawab setiap pertanyaan si Rusa.

Page 23: cerita rakyat maluku

Begitu pertandingan dimulai, si Rusa langsung berlari secepat-cepatnya

mendahului si Kulomang. Selang beberapa jam is sudah sampai di tanjung

kedua. Nafasnya terengah-engah. Dalam hati ia yakin bahwa si Kulomang

mungkin hanya mencapai jarak beberapa meter saja. Dengan sombongnya

ia berteriak-teriak, "Kulomang, sekarang kau ada di mana?" Temannya si

Kulomang pun menjawab, "aku ada tepat di belakangmu." Betapa

terkejutnya si Rusa, ia tidak jadi beristirahat melainkan lari tunggang

langgang.

Hal yang sama terjadi berulang kali hingga ke tanjung ke sepuluh. Memasuki

tanjung ke sebelas, si Rusa sudah kehabisan napas. Ia jatuh tersungkur dan

mati. Dengan demikian si Kulomang dapat bukan saja mengalahkan tetapi

juga memperdayai si Rusa yang congkak itu.

Page 24: cerita rakyat maluku

ASAL MULA MAHAKIRI, AMAHAI,

LUHU, DAN PORTHO

                Dahulu daerah nunusaku merupakan pusat kegiatan pulau seram

yang biasa juga disebut nusa ina. Penduduknya mulai tersebar ketempat-

tempat lain yang dipimpin olah orang kapitan. Mereka berempat

bermusyawarah untuk menyepakati tujuan arah pengembaraannya. Sasaran

mereka yaitu akan mengilir sepanjang sungai talasebab sungai ini memilki

banyak kekayaan alam.

                Persiapan temasuk segala perbekalan dalam perjalanan dikemas

cepat. Sebagaimana biasa upacara adat pun diadakan sebelum mengadakan

perjalanan yaitu dengan berjalan kaki kenegri watui. Disana mereka mulai

mengerjakan sebuah rakit (gusepa)yang dibuat dari batang bilah-bilah

bambu. Rakit ini dipakai untuk menghilir sungai tala.berbeda dengan air laut,

air yang terdapat didaratan yaitu air air didalam tanah dan air disungai,

semuanya berasal dri air hujan. Air ini rasanya tidak asin. Disamping

kekayaan alam, sungai tala ini terkenal juga dengan keganasan dan terdapat

banyak batu-batu besar disepanjang alirannya.

                Pelayaran pun dimulai dan sebagai pemimipinnya adalah kapitan

nunusaku yang juga merupakan besar dari tiga batang turunan moyang

patola. Kemudian, moyang inilah yang akan menjadi moyang dari mata

rumah wattimena wael di Mahariki. Harta milik  kapitan dibawahnya dan lupa

pula seekor burung nuri atau burung kasturi raja. Sayang ditinggalkan karna

nuri berwarna terang.apalagi nuri menyukai hiruk-pikuk dan suka

berkelompo, jadi cocok dibawa dalam perjalanan. Selain itu nuri mereka juga

membawa pinang putih yang diletakkan dalam sirih pinang.

                Di belakang kemudi duduk kapitan yang akan menjadi moyang

dari mata rumah Wattimury. Di tengah rakit adalh kapitan yang akan

Page 25: cerita rakyat maluku

menjadi moyang nanlohy. Di belakang sebelah kanan duduk kapitan yang

akan menjadi nenek moyang Talakua.

                Kapitan Nanlohy ditunjuk untuk menjaga harta milik mereka. Di

dalam hukum adat ia brtindak sebagai kepala dati yang akan menentukan

pembagian-pembagian baik milik pribadi maupun milik bersama.oleh sebab

itu semua harta dan perbekalan diletakan ditengah rakit berdekatan dengan

kapitan Nanlohy.

                Peleyaran dimulai dan mereka berempat hanyut dengan rakit

karena kekuatan air yang mengalir turun menuju Tala. Begitu tiba ditempat

yang disebut batu Pamali\rakit mereka kandas dan hampir terbalik. Kapitan

Wattimena wael terkejut dan berteriak kepada kapitan yang berada

didekatnya, “Talakuang!” yang artinya’tikam tahan gusepa’.dengan

demikian, kapitan yang mendapatkan tugas tersebut dinamakan

“Talakua”yang kemudian menjadi moyang dari mata rumah Talakua di negri

portho hingga kini.

                Ketika rakit hampir terbalik,Kapitan Wattimena Wael sementara

membuka tempat sirih pinangnya untuk makan, tetapi tib-tiba jatuh. Pada

saat yang sama burung nuri pun terbang.kejadian ini sangat mengecewakan

kapitan dan langsung mengucapkan dan mengikrarkan sumpah yang

merupakan pantangan bagi mata rumah Wattimena Wael dan para menantu

tidak boleh memelihara burung nuri dan memakan sirih pinang. Kemudian

Batu yang ada di sungai tersebut dinamakan batu pamali hingga sekarang.

                Perjalanan pun dilanjutkan hingga tiba di Tala. Di san amereka

membuat perjanjian dengan menanam sebuah batu perjanjiandan

dinamakan manuhurui kemudian berubah huse. Perjanjian yang mereka

ingkarkan ialah walaupun nanti bercerai berai hubungan persaudaraan yang

terbina selama ini haruslah dipertahankan. Selain itu pula mereka hrus saling

tolong menolong dalam segala hal, kunjug mengunjungi satu dengan yang

lain. Tempat ini kemudian suatu batu pertanda kenangan-kenangan dari

negri Mahariki, Amahai, Luhu,dan Portho.

Page 26: cerita rakyat maluku

                Beberapa hari kemudian selesai proses perjanjian, Kapita

Wattmena Wael dan Kapitan Wattimury sedang tidur, ketika itu pula Ketika

itu Kapitan Nanlohy dan Kapitan Talakuanaik keatas rakit untuk bermain-

main. Tetapi rakit itu hanyut terbawa arus semakin jauh dari tengah lau.

Wattimury terbangun dan melambaikan tangan melihat rakit mereka hanyut

bersama Kapitan Nanlohy dan Kapitan Talakua yang terkatung-katung di

tanjung Hualoi. Kapitan Nanlohy membalas lambaian tangan kedua kapitan

yang ada di daratan tetapi mereka tidak bisa kembalil. Niat untuk berenang

kembali kedarat tidak tercapai jarena letih dan tak mampu berenang

melawan arus. Selanjutnya mereka terdampar ditempat yang bernama

Nanuluhu yang berarti ‘berenang dan terdampar di Hulu’.

                Selanjutnya, Kapitan Talakua sendiri terus hanyut terbawa arus

hingga melewati Tanjung Uneputty. Pelayaran hanyut ini akhirnya terdampar

juga pada suatu teluk dipulau saparua. Disana dibangunnya negri yang

diberi nama portho. Hal ini didengar oleh Kapitan Nanlohy dan beliau pun

pun pindah dari Luhu ke Portho. Untuk hidup bersama.

                Keadaan Kapitan Wattimena Wael dan Wattimury tetap mendiami

daerah Manuhurui di kampun sanuhu. Mereka hidup saling mengasihi dan

banyak sahabatnya, antara lain kapitan kampung tersebut. Kapitan ini

kemudian dijadikan pengintai oleh Kapitan Wattimena Wael. Suatu ketika

kedua kapitan mendengar berita dari pengintai bahwa ada kapitan dari

gunung sembilan bersama laskarnya. Mereka sedang menuju negeri di mana

kedua kapitan berada dengan tujuan akan membunuh. Kedua kapitan

bersiap-siap untuk menantang musu apabila mereka diserang.  Namun hal

ini tidak terjadi karena ternyata lawannya tidak ada.

                Di tempat persembunyian mereka yang sangat aman tetapi tak

ada air. Tiba-tiba kapitan Watimena Wael berdiri mengambil tombak dan

langsung ditancapkan ke tanah. Saat itu pula mencuatlah air dari dalam

tanah. Dengan demikian mereka boleh makan dan minum banyak

sekenyang-kenyangnya. Oleh karena itu tempat itu diberi nama “Hule”

(‘kekenyangan’).

                Kemudian, kedua kapitan ingin melanjutkan perjalanan membuka

daerah baru. Penduduk di kampung tersebut tak rela melepaskan kedua

Page 27: cerita rakyat maluku

kapitan. Tetapi, karena kedua kapitan berkeras hati, akhirnya mereka

dilepaskan juga. Sebelum berpisah mereka saling berjanji untuk saling

membantu dan mengujungi.

                Perjalanan pun dilanjutkan ke arah sepanjang Seram Selatan

hingga ke bagian timur tempat yang bernama Boboth. Walau pun hari

hampir malam, mereka belum juga mendapatkan tempat yang baik. Mereka

pun kembali ke selatan dan tiba-tiba Kapitan Wattimuri diajak berhenti oleh

Kapitan WattimenaWael sambil berkata, “Di sini kita berhenti dan akan

membuat suluh (lobe), kemuduian kita akan melanjutkan prjalanan. Tempat

dimana suluh itu padam disitulah kita akan membangun. “ Kapitan Wattimuri

segera memebuat suluh besar dan mereka langsung berjalan. Ketika suluh

itu padam mereka behenti dan mendirikan kediaman mereka yang disebut

“Japisuru” atau “Api Lobe”. Nama ini kemudian diganti dengan nama

Mahariki.

                Beberapa lama kemudian Kapitan Waimuri minta diri unuk pindah.

Tempat yang akan dituju jauhnya kira-kira 7km dari Japisuru. Selanjutnya

tempat ini diberi nama “Amahai”. Akhirnya nama ini berupa pula mejadi

“Ruta’ hingga kini

Page 28: cerita rakyat maluku

BUAYA TEMBAGA

           

            Pulau Ambon Manise yang terletak di jazirah lei Timur dan jazirah lei

Hitu adalah salah satu pulau yang indah di Indonesia. Di sana terdapat

lautan yang membiru berisika ikan-ikan yang dapat terbang jauh mencecah

laut.  Di tempat yang indah ini terdapat pula burung camar yang turun naik

terbang di atas gelomban setelah lesu berkelana. Apalagi taman lautnya

yang berisi ikan macan bergerombol-gerombol di dalamnya. Begitu indah

taman lautnya, tak terkira oleh mata dan tak terukir oleh rasa.

                Tak jauh dari jazirah Lei Timur terdapat sebuah kota, yang diberi

nama Ambon. Kota ini dikelilingi pohon Sagu yang melambai-lambai dan

pohon mintanggor yang tumbuh di tepi pantai. Alam ini memberi kesejukan

ketika kita akan menghirup udara lautnya. Apalagi kita ingin ramai-ramai

ingin naik arumbae. Dengan hembusan angin laut para nelayan berlabuh

tenang di pelabuhan. Pemandangan yang indah itu memberi kita suasana

damai dan tentram bahkan dapat memberi inspirasi yang baik.

                Konon di kota yang banyak dipuja itu tersimpan suatu kisah yang

hampir punah. Kota Ambon yang terletak pada kedua jazirah itu

dihubungkan oleh satu tanah genting yang bernama Tanah Genting Baguala.

Tanah ini merupakan penghubung antar Teluk Ambon dan Teluk Baguala.

Pada waktu zaman Jepang mereka mengusahakan daerah yang menjadi

penghubung ini di kuatkan oleh satu terusan tetapi gagal.

                Konon ketika mereka sedang menggali tanah genting keluarlah

darah. Selain darah yang keluar ternyata terdapat seekor buaya yang besar.

Panjang badannya kira-kira 5 meter dan warna kulitnya kuning. Oleh sebab

itu penduduk di sana memberi nama Buaya Tembaga. Alam sekitar Baguala

membuat keadaan aman dan tentram penuh kenyamanan bagi Buaya

Tembaga itu. Apalgi penduduknya sangat memuja buaya tersebut.

                Tak jauh dari tempat itu, di pesisir pantai selatan Pulau Buru,

hiduplah seekor ular di atas sebatang pohon besar. Pohon ini senantiasa

Page 29: cerita rakyat maluku

tumbuh di tepi pantai dan selalu condong ke arah laut. Ular itu sangat

mengganggu ketentraman hidup semua penghuni terutama penghuni laut

sekitarnya. Hampir semua jenis ikan hias dan ikan yang enak dan

mengandung banyak protein ditelannya. Buaya besar dan kecil pun digigit

kemudian menjadi santapan yang lezat baginya.

                Kehidupan ikan-ikan dan buaya-buaya yang berada disitu selalu

diserbu dan terancam oleh ular tersebut. Hal ini menyebabkan mereka 

terpaksa mengadakan musyawarah besar untuk mengatasi atau membasmi

ular itu. Keputusan musyawarah besar mereka menyatakan bahwa yang

dapat menantang ular itu adalah “Buaya Tembaga”. Oleh karena itu mereka

akan meminta bantuan kepadanya.

                Setelah selesai bermusyawarah mereka mengirim utusan untuk

bertemu dengan Buaya Tembaga. Tujuannya yaitu meminta bantuan agar

dapat menghancurkan ular pemangsa tersebut. Sekaligus pula menjemput

Buaya Tembaga dari Teluk Baguala. Sementara itu ikan-ikan dan buaya yang

lain mempersiapkan upacara penyambutan.

                Setiba mereka disana Buaya Tembaga mengabulkan permohonan

mereka dan bersedia untuk berangkat bersama-sama utusan menuju pantai

selatan Pulau Buru. Dalam perjalanan mereka saling bertukar pendapat

langkah-langkah apa yang akan dikerjakan. Dan sambil menikmati

perjalanan mengarungi lautan mereka juga mengamati genangan air

dicelah-celah batu. Mereka melihat hewan-hewan lain yang merayap

berenang, bakung laut, kerang limpet, keong laut dan kepak, bakung laut,

dan hewan-hewan yang aneh lainnya, yang kalau air pasang, badannya

memekar mereka pun melihat kerang limpet yang biasa hidup dipantai

berbatu. Hal ini memberi pertanda bahwa tempat yang mereka tuju sudah

dekat. Burung-burung laut pun seperti ganet, camar, kormoran, mandor, dan

lain-lain sudah mulai tampak.

                Mereka tiba waktu pasang surut karena keong-keong laut sedang

bersembunyi di celah-celah ganggang gelombang. Bahkan kerang limpet

mulai nampak melekat erat pada batu-batu. Setibanya mereka disana Buaya

Tembaga disambut denga meriah dalam satu upacara yang meriah. Upacara

pun dihadiri oleh para penghuni laut seperti keong laut, kepak berjenis ikan,

Page 30: cerita rakyat maluku

para buaya, berjenis-jenis burung laut, kepiting, kelomang, tikus laut bahkan

cacing-cacing laut. Mereka beramah-tamah, bersukariah dengan Buaya

Tembaga selama dua hari.

                Pada hari ketiga Buaya Tembaga mulai melaksanakan tugas yang

telah dipercayakan kepadanya. Ia mulai berjalan, berenang kesana kemari

mengintai musuhnya dan mendekati pohon mintanggor. Ketika melalui

pohon tersebut ular dan Buaya Tembaga saling berpapasan. Dengan cepat

ular itu melilitkan ekornya pada batang mintanggor tadi dan menjulurkan

badannya ke laut seraya memagut Buaya Tembaga.

                Tindakan ular itu segera ditangkis dan Buaya Tembaga dengan

memukulkan ekornya. Perang tanding terjadi antara keduanya dan peristiwa

ini disaksikan oleh semua penghuni laut yang berada di sekitar tempat itu. 

Hal ini terjadi beberapa hari lamanya.

                Ketika pertarungan sudah berlangsung selama 2 hari terjadilah

saat-saat yang menentukan pemenangnya. Ular, sebagaimana biasanya,

melilitkan ekornya keras-keras pada pohon mintanggopr dan memagut mata

Buaya Tembaga. Pukul balasan dari Buaya Tembaga sangat jitu dan keras

dengan menghempaskan ekornya kearah kepala ular. Keadaan itu terjadi

berulang kali. Akhirnya lilitan ekor ular terlepas dari batang pohon

mintanggor dan terhempas kelaut dan berakhirlah riwayatnya.

                Penghuni laut serentak bersorak-sorai melihat keadaan itu. Semua

menyaksikan pertarungan seru yang menghancurkan musuh keparat itu.

Buaya Tembaga dielu-elukan atas kemenangan itu. Dengan demikian

mereka telah luput dan bebas berada didaerahnya. Hadiah pun disiapkan

untuk diserahkan kepada Buaya Tembaga. Penghargaan pertama atas

jasanya dianugerahkan “Yang dipertuan di Daerah Teluk Baguala”. Hadiah

itu diberikan pada sebuah tagala (besek) dan diisi dengan beberapa jenis

ikan seperti ikan parang, make, papere, dan salmaneti.

                Setelah itu, Buaya Tembaga pun bertolak kembali menuju ke

tempat kediamannya dengan membawa kemenangan berupa hadiah

berjenis-jenis ikan. Sejak itu maka berkembang biaklah ikan-ikan itu di Teluk

Baguala. Oleh karena itu, hingga kini ikan jenis itu sangat banyak terdapat

diteluk tersebut. Bahkan ada dari penduduk yang percaya, terutama yang

Page 31: cerita rakyat maluku

berada di sekeliling teluk itu bahwa bila Buaya Tembaga itu timbul itu

pertanda akan datang banyak ikan. Sehingga masyarakat siap-siap akan

menangkap ikan dan dijual sebagai mata pencahariannya. Pemunculan

Buaya Tembaga membawa keuntungan bagi penduduk Baguala.   

Asal Mula Telaga Biru

Di belahan bumi Halmahera Utara tepatnya di wilayah Galela dusun Lisawa,

Page 32: cerita rakyat maluku

di tengah ketenangan hidup dan jumlah penduduk yang masih jarang (hanya

terdiri dari beberapa rumah atau dadaru), penduduk Lisawa tersentak

gempar dengan ditemukannya air yang tiba-tiba keluar dari antara bebatuan

hasil pembekuan lahar panas. Air yang tergenang itu kemudian membentuk

sebuah telaga.

Airnya bening kebiruan dan berada di bawah rimbunnya pohon beringin.

Kejadian ini membuat bingung penduduk. Mereka bertanya-tanya dari

manakah asal air itu? Apakah ini berkat ataukah pertanda bahwa sesuatu

yang buruk akan terjadi. Apa gerangan yang membuat fenomena ini terjadi?

Berita tentang terbentuknya telaga pun tersiar dengan cepat. Apalagi di

daerah itu tergolong sulit air. Berbagai cara dilakukan untuk mengungkap

rasa penasaran penduduk. Upacara adat digelar untuk menguak misteri

timbulnya telaga kecil itu. Penelusuran lewat ritual adat berupa pemanggilan

terhadap roh-roh leluhur sampai kepada penyembahan Jou Giki Moi atau Jou

maduhutu (Allah yang Esa atau Allah Sang Pencipta) pun dilakukan.

Acara ritual adat menghasilkan jawaban “Timbul dari Sininga irogi de itepi

Sidago kongo dalulu de i uhi imadadi ake majobubu” (Timbul dari akibat

patah hati yang remuk-redam, meneteskan air mata, mengalir dan mengalir

menjadi sumber mata air).

Dolodolo (kentongan) pun dibunyikan sebagai isyarat agar semua penduduk

dusun Lisawa berkumpul. Mereka bergegas untuk datang dan mendengarkan

hasil temuan yang akan disampaikan oleh sang Tetua adat. Suasana pun

berubah menjadi hening. Hanya bunyi desiran angin dan desahan nafas

penduduk yang terdengar.

Tetua adat dengan penuh wibawa bertanya “Di antara kalian siapa yang

tidak hadir namun juga tidak berada di rumah”. Para penduduk mulai saling

memandang. Masing-masing sibuk menghitung jumlah anggota keluarganya.

Dari jumlah yang tidak banyak itu mudah diketahui bahwa ada dua keluarga

yang kehilangan anggotanya. Karena enggan menyebutkan nama kedua

anak itu, mereka hanya menyapa dengan panggilan umum orang Galela

yakni Majojaru (nona) dan Magohiduuru (nyong). Sepintas kemudian, mereka

bercerita perihal kedua anak itu.

Majojaru sudah dua hari pergi dari rumah dan belum juga pulang. Sanak

Page 33: cerita rakyat maluku

saudara dan sahabat sudah dihubungi namun belum juga ada kabar

beritanya. Dapat dikatakan bahwa kepergian Majojaru masih misteri. Kabar

dari orang tua Magohiduuru mengatakan bahwa anak mereka sudah enam

bulan pergi merantau ke negeri orang namun belum juga ada berita kapan

akan kembali.

Majojaru dan Magohiduuru adalah sepasang kekasih. Di saat Magohiduuru

pamit untuk pergi merantau, keduanya sudah berjanji untuk tetap sehidup-

semati. Sejatinya, walau musim berganti, bulan dan tahun berlalu tapi

hubungan dan cinta kasih mereka akan sekali untuk selamanya. Jika tidak

lebih baik mati dari pada hidup menanggung dusta.

Enam bulan sejak kepergian Magohiduuru, Majojaru tetap setia menanti.

Namun, badai rupanya menghempaskan bahtera cinta yang tengah berlabuh

di pantai yang tak bertepi itu.

Kabar tentang Magohiduuru akhirnya terdengar di dusun Lisawa. Bagaikan

tersambar petir disiang bolong Majojaru terhempas dan jatuh terjerembab.

Dirinya seolah tak percaya ketika mendengar bahwa Magohiduuru so

balaeng deng nona laeng. Janji untuk sehidup-semati seolah menjadi

bumerang kematian.

Dalam keadaan yang sangat tidak bergairah Majojaru mencoba mencari

tempat berteduh sembari menenangkan hatinya. Ia pun duduk berteduh di

bawah pohon Beringin sambil meratapi kisah cintanya.

Air mata yang tak terbendung bagaikan tanggul dan bendungan yang

terlepas, airnya terus mengalir hingga menguak, tergenang dan

menenggelamkan bebatuan tajam yang ada di bawah pohon beringin itu.

Majojaru akhirnya tenggelam oleh air matanya sendiri.

Telaga kecil pun terbentuk. Airnya sebening air mata dan warnanya sebiru

pupil mata nona endo Lisawa. Penduduk dusun Lisawa pun berkabung.

Mereka berjanji akan menjaga dan memelihara telaga yang mereka

namakan Telaga Biru.

Telaga biru kala itu selalu tampak bersih. Airnya sejernih kristal berwarna

kebiruan. Setiap dedaunan yang jatuh di atasnya tidak akan tenggelam

karena seolah terhisap untuk dibersihkan oleh bebatuan yang ada di tepian

telaga.

Page 34: cerita rakyat maluku

Sampai saat ini mitos asal-mula telaga Biru masih terus terjaga di

masyarakat. Pasangan muda-mudi dari Galela dan Tobelo ada yang datang

ke telaga ini untuk saling mengikat janji. Sebagai tanda ikatan mereka akan

mengambil air dengan daun Cingacinga dan lalu meminumnya bersama. Air

yang masih tersisa biasanya akan dipakai untuk membasuh kaki dan wajah.

Maknanya adalah supaya jangan ada lagi air mata yang mengalir dari setiap

ikatan janji dan hubungan.

Penduduk dusun Lisawa mula-mula kini telah tiada dan hanya menyisakan

telaga Biru. Sayang kondisi telaga Biru saat ini kian merana akibat

ditebangnya pepohonan di sekitar telaga. Hal ini semakin diperparah dengan

hilangnya bebatuan di sekitar telaga yang telah berganti dengan tanggul

beton. Masyarakat sekitar juga memanfaatkan telaga ini sebagai tempat

MCK sehingga banyak sampah plastik yang kini sangat merusak

pemandangan. Belum lagi batang-batang pohon yang sengaja ditebang tidak

pernah diangkat tetapi dibiarkan membusuk didalam air telaga.

Telaga Biru kini kembali menangis dan bertanya adakah orang yang dapat

bertahan jika di dalam matanya kemasukan butiran pasir atau terkena

pedihnya air sabun. Jika masih ada maka jangan wariskan derita ini pada

anak cucumu. Ingat dan camkan bahwa negeri ini adalah pinjaman dari anak

cucu kita!