cedera kepala berat

55
CEDERA KEPALA BERAT Disusun oleh : Nama : I Putu Agus Indra Saputra Nim : 1002055 Prodi S1 keperawatan STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA

Upload: indra-saputra

Post on 25-Jul-2015

670 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: CEDERA KEPALA BERAT

CEDERA KEPALA BERAT

Disusun oleh :

Nama : I Putu Agus Indra Saputra

Nim : 1002055

Prodi S1 keperawatan

STIKES BETHESDA YAKKUM

YOGYAKARTA

2011

Page 2: CEDERA KEPALA BERAT

CEDERA KEPALA BERAT

A. LATAR BELAKANG

Distribusi kasus cedera kepala / cedera otak terutama melibatkan kelompok usia

produktif, yaitu antara 15 – 44 tahun, dengan usia rata – rata sekitar tiga puluh tahun, dan

lebih didominasi oleh kaum laki – laki dibandingkan kaum perempuan. Adapun penyebab

yang tersering adalah kecelakaan lalu lintas ( 49 % ) dan kemudian disusul dengan jatuh

(terutama pada kelompok usia anak – anak).

Pada kehidupan sehari – hari cedera kepala adalah tantangan umum bagi kalangan

medis untuk menghadapinya, di mana tampaknya keberlangsungan proses patofisiologis

yang diungkapkan dengan segala terobosan investigasi diagnosik medis mutakhir cenderung

bukanlah sesuatu yang sederhana. Berbagai istilah lama seperti kromosio dan kontusio kini

sudah ditingalkan dan klasifikasi cedera kepala lebih mengarah dalam aplikasi penanganan

klinis dalam mencapai keberhasilan penanganan yang maksimal.

Cedera pada kepala dapat melibatkan seluruh struktur lapisan, mulai dari lapisan kulit

kepala atau tingkat yang paling ringan, tulang tengkorak , durameter, vaskuler otak, sampai

jaringan otak sendiri. Baik berupa luka tertutup, maupun trauma tembus. Dengan

pemahaman landasan biomekanisme-patofisiologi terperinci dari masing – masing proses di

atas, yang dihadapkan dengan prosedur penanganan cepat dan akurat, diharapkan dapat

menekan morbilitas dan mortalitasnya.

Jenis beban mekanik yang menimpa kepala sangat bervariasi dan rumit. Pada garis

besarnya dikelompokkan atas dua tipe yaitu beban statik dan beban dinamik. Beban statik

timbul perlahan – lahan yang dalam hal ini tenaga tekanan diterapkan pada kepala secara

bertahap, hal ini bisa terjadi bila kepala mengalami gencetan atau efek tekanan yang lambat

dan berlangsung dalam periode waktu yang lebih dari 200 mili detik. Dapat mengakibatkan

terjadinya keretakan tulang, fraktur multiple, atau kominutiva tengkorak atau dasar tulang

tengkorak. Biasanya koma atau defisit neurologik yang khas belum muncul, kecuali bila

deformasi tengkorak hebat sekali sehingga menimbulkan kompresi dan distorsi jaringan

otak, serta selanjutnya mengalami kerusakan yang fatal.

Mekanisme ruda paksa yang lebih umum adalah akibat beban dinamik, dimana

peristiwa ini berlangsung dalam waktu yang lebih singkat ( kurang dari 200 mili detik).

Page 3: CEDERA KEPALA BERAT

Beban ini dibagi menjadi beban guncangan dan beban benturan. Komplikasi kejadian ini

dapat berupa hematoma intrakranial, yang dapat menjadikan penderita cedera kepala derajat

ringan dalam waktu yang singkat masuk dalam suatu keadan yang gawat dan mengancam

jiwanya.

Disatu pihak memang hanya sebagian saja kasus cedera kepala yang datang kerumah

sakit berlanjut menjadi hematom, tetapi dilain pihak “ frekuensi hematom ini terdapat pada

75 % kasus yang datang sadar dan keluar meninggal “.

B. PENGERTIAN

1. Trauma / cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang

tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak

langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)

2. Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan

atau tanpa kehilangan kesadaran (Susan Nartin, 1996)

3. Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma

kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya

(Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito)

4. Cedera kepala merupakan salah satu  penyebab kematian dan kecacatan utama pada

kelompok usia  produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas .

(Mansjoer Arif ,dkk ,2000)

Page 4: CEDERA KEPALA BERAT

C. ANATOMI FISIOLOGI

Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi otak,tetapi meskipun

memiliki helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai jenis cedera.

Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang menembus tengkorak.

berbagai cedera bisa disebabkan oleh percepatan mendadak yang memungkinkan terjadinya

benturan atau karena perlambatan mendadak yang terjadi jika kepala membentur objek yang

tidak bergerak. Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada sisi yang

berlawanan.

Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau menghancurkan saraf,

pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan pada

jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan hebat.

Perdarahan, pembengkakan dan penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama yang

ditimbulkan oleh pertumbuhan massa di dalam tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat

bertambah luas, maka peningkatan tekanan bisa merusak atau menghancurkan jaringan otak.

Page 5: CEDERA KEPALA BERAT

Karena posisinya di dalam tengkorak, maka tekanan cenderung mendorong otak ke bawah.

otak sebelah atas bisa terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak dengan batang

otak, keadaan ini disebut herniasi. Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan

batang otak melalui lubang di dasar tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula spinalis.

Herniasi ini bisa berakibat fatal karena batang otak mengendalikan fungsi vital (denyut

jantung dan pernafasan).

Meninges

Meninges adalah selubung jaringan ikat non sarafi yang membungkus otak dan medulla

spinalis yang barisi liquor cerebrospinal dan berfungsi sebagai schock absorber. Meninges

terdiri dari tiga lapisan dari luar kedalam yaitu : duramater, arachnoidea dan piamater.

a. Duramater

Merupakan selaput padat, keras dan tidak elastis. Duramater pembungkus medulla

spinalis terdiri atas satu lembar, sedangkan duramater otak terdiri atas dua lembar yaitu

lamina endostealis yang merupakan jaringan ikat fibrosa cranium, dan lamina

meningealis. Membentuk lipatan / duplikatur dibeberapa tempat, yaitu dilinea mediana

diantara kedua hehemispherium cerebri disebut falx cerebri , berbentuk segitiga yang

merupakan lanjutan kekaudal dari falx cerebri disebut Falx cerebelli, berbentuk tenda

Page 6: CEDERA KEPALA BERAT

yang merupakan atap dari fossa cranii posterior memisahkan cerebrum dengan

cerebellum disebut tentorium cerebelli, dan lembaran yang menutupi sella tursica

merupakan pembungkus hipophysis disebut diafragma sellae. Diantara dua lembar

duramater, dibeberapa tempat membentuk ruangan disebut sinus ( venosus ) duramatris.

Sinus duramatis menerima aliran dari vv. Cerebri, vv. Diploicae, dan vv. Emissari. Ada

dua macam sinus duramatis yang tunggal dan yang berpasangan. Sinus duramater yang

tunggal adalah : sinus sagitalis superior, sinus sagitalis inferior, sinus rectus, dan sinus

occipitalis. Sinus sagitalis superior menerima darah dari vv. Cerebri,vv. Diploicae, dan

vv. Emissari.Sinus sagitalis inferior menerima darah dari facies medialis otak. Sinus

rectus terletak diantara falx cerebri dan tentorium cerebelli, merupakan lanjutan dari v.

cerebri magna, dengan sinus sagitalis superior membentuk confluens sinuum. Sinus

occipitalis mulai dari foramen magnum, bergabung dengan confluens sinuum.

Sinus duramater yang berpasangan yaitu sinus tranversus, sinus cavernosus, sinus

sigmoideus dan sinus petrosus superior dan inferior. Sinus tranversus menerima darah

dari sinus sagitalis superior dan sinus rectus, kemudian mengalir ke v. jugularis interna.

Sinus sigmoideus merupakan lanjutan sinus tranversus berbentuk huruf S. Sinus

petrosus superior dan inferior menerima darah dari sinus cavernosus dan mengalirkan

masing – masing ke sinus traaanversus dan v. jugularis interna.

b. Aracnoidea

Membran halus disebelah dalam duramater, tidak masuk kedalam sulcus / fissura

kecuali fissura longitudinalis. Dari aracnoidea banyak muncul trabecula halus menuju

kepiamater membentuk bangunan seperti sarang laba – laba.

Diantara aracnoidea dan piamater terdapat ruang spatium subaracnoidale, yang

dibeberapa tempat melebar membentuk cisterna. Sedangkan celah sempit diantara

duramater dan aracnoidea disebut spatium subdurale, celah sempit diluar duramater

disebut spatium epidurale.

Dari aracnoidea juga muncul jonjot – jonjot yang mengadakan invaginasi ke duramater

disebut granulasio aracnoidales terutama didaerah sinus sagitalis yang berfungsi klep

satu arah memungkinkan lalunya bahan – bahan dari LCS ke sinus venosus.

Page 7: CEDERA KEPALA BERAT

c. Piamater

Piamater melekat erat pada otak dan medulla spinalis, mengikuti setiap lekukan,

mengandung vasa kecil. Ditempat tertentu bersama dengan ependyma membentuk tela

choroidea. Piamater berperan sebagai barrier terhadap masuknya senyawa yang

membahayakan.

D. EPIDEMIOLOGI

1. Di Amerika cedera kepala merupakan penyebab kematian terbanyak usia 15 – 44 tahun

dan merupakan penyebab kematian ketiga untuk keseluruhan. Di negara berkembang

seperti Indonesia, seiring dengan kemajuan teknologi dan pembangunan frekuensinya

cenderung makin meningkat. Cedera kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh

kematian akibat trauma, mengingat bahwa kepala merupakan bagian yang tersering dan

rentan terlibat dalam suatu kecelakaan.

"Gegar otak tampaknya meningkatkan penyakit Alzheimer atau demensia di kemudian

hari,"cetus Dr Kristine Yaffe,pimpinan penelitian yang berasal dari University of

California, profesor dan direktur Klinik Gangguan Memori di San Francisco VA Medical

Center, seperti dikutip Straits Times, Senin (18/7/2011).

Penelitian yang dilaporkan di Konfrensi Asosiasi Alzheimer Internasional di Perancis,

tantangan tampilan saat ini yang hanya cedera otak sedang atau berat mempengaruhi

orang untuk menderita demensia.

2. Di Surabaya, kasus cedera otak akibat kecelakaan  masih terbilang tinggi. Data  RSUD

Dr. Soetomo Surabaya menunjukkan sepanjang tahun 2010 tercatat kasus cedera otak

mencapai 1503 kasus. Ini baru satu rumah sakit, belum lagi ditambah dengan data dari 

wilayah lain  di Surabaya dan rumah sakit luar kota.  

Ahli  bedah syarat RSUD dr. Soetomo ini mengatakan, tingginya angka kecelakaan saat

ini dipengaruhi banyak hal, selain kurangnya kedisiplinan pengendara dalam berlalu

lintas, kemacetan dan situasi angkutan umum yang kurang menjamin keamanan juga

menjadi  alasan banyak orang   cenderung memilih sepeda motor sebagai kendaraan

alternatif irit BBM. Menjamurnya kemudahan layanan kredit sepeda motor, juga turut

memicu bertambahnya jumlah pengendara sepeda motor.

Page 8: CEDERA KEPALA BERAT

 

E. ETIOLOGI

1. Trauma oleh benda tajam

Menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal

2. Trauma oleh benda tumpul menyebabkan kerusakan substansi otak

3. Kerusakan terjadi ketika energi/kekuatan diteruskan ke substansi otak energi diserap

lapisan pelindung yaitu rambut kulit kepala dan tengkorak

4. Kecelakaan lalu lintas

5. Kecelakaan kerja

6. Trauma pada olah raga

7. Kejatuhan benda keras

8. Luka tembak

F. KLASIFIKASI

Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul setelah

cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera

kepaka. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek ,secara praktis dikenal 3

deskripsi klasifikasi  yaitu berdasarkan

1. Mekanisme Cedera kepala

Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera

kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-

motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru

atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera

termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.

2. Beratnya Cedera

Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan

neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala

a. Cedera Kepala Ringan (CKR).

Page 9: CEDERA KEPALA BERAT

GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit

atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio

cerebral maupun hematoma

b. Cedera Kepala Sedang ( CKS)

GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi

kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

c. Cedera Kepala Berat (CKB)

GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia

lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma

intracranial.

Skala Koma Glasgow

No RESPON NILAI

1 Membuka Mata :

-Spontan

-Terhadap rangsangan suara

-Terhadap nyeri

-Tidak ada

 

4

3

2

1

2 Verbal :

-Orientasi baik

-Orientasi terganggu

-Kata-kata tidak jelas

-Suara tidak jelas

-Tidak ada respon

 

5

4

3

2

1

3 Motorik :

- Mampu bergerak

-Melokalisasi nyeri

-Fleksi menarik

-Fleksi abnormal

-Ekstensi

-Tidak ada respon

 

6

5

4

3

2

1

Page 10: CEDERA KEPALA BERAT

Total 3-15

 

3.   Morfologi Cedera

            Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :

a. Fraktur kranium

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk

garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak

biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya.

Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan

untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.

Tanda-tanda tersebut antara lain :

Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)

Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )

Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan

Parese nervus facialis ( N VII )

Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam, lebih

tebal dari tulang kalvaria, biasanya memeerlukan tindakan pembedahan.

b. Lesi Intrakranial

Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi

sering terjadi bersamaan.

Termasuk lesi lesi local ;

Perdarahan Epidural

Perdarahan Subdural

Kontusio (perdarahan intra cerebral)

Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang normal, namun

keadaan klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma.

Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus

dikelompokkan menurut kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus (

CAD).

1) Perdarahan Epidural

Page 11: CEDERA KEPALA BERAT

Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya  terjadi pada

regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media

( Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan

dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh

gangguan kesadaran progresif disertai kelainan neurologist unilateral. Kemudian

gejala neurology timbul secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese,

papil edema dan gejala herniasi transcentorial.

Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus

lateral, jika terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri

kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervi kranialis. Cirri perdarahan

epidural berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung

2) Perdarahan subdural

Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kira-kira

30 % dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya

vena-vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat

vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri

pada permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh

permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan

prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural.

3) Kontusio dan perdarahan intracerebral

Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau

terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum.

Kontusio cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam

mengalami evolusi membentuk perdarahan intracerebral.  Apabila lesi meluas

dan terjadi penyimpangan neurologist lebih lanjut

4) Cedera Difus

Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat akselerasi dan

deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi pada cedera

kepala.

Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu,

namun terjadi disfungsi neurologist yang bersifat sementara dalam berbagai

Page 12: CEDERA KEPALA BERAT

derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan sering kali tidak

diperhatikan, bentuk yang paling ringan dari kontusio ini adalah keadaan

bingung dan disorientasi tanpa amnesia retrograd, amnesia integrad ( keadaan

amnesia pada peristiwa sebelum dan sesudah cedera) Komusio cedera klasik

adalah cedera yang mengakibatkan menurunya atau hilangnya kesadaran.

Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia

ini merupakan ukuran beratnya cedera. Hilangnya kesadaran biasanya

berlangsung beberapa waktu lamanya dan reversible. Dalam definisi klasik

penderita ini akan sadar kembali dalam waktu kurang dari 6 jam. Banyak

penderita dengan komosio cerebri klasik pulih kembali tanpa cacat neurologist,

namun pada beberapa penderita dapat timbul deficit neurogis untuk beberapa

waktu. Defisit neurologist itu misalnya : kesulitan mengingat, pusing ,mual,

amnesia dan depresi serta gejala lainnya. Gejala-gejala ini dikenal sebagai

sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat. Cedera Aksonal difus ( Diffuse

Axonal Injuri,DAI) adalah dimana penderita mengalami coma pasca cedera yang

berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan

iskemi. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma

selama beberapa waktu, penderita sering menunjukkan gejala dekortikasi atau

deserebasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila

bertahan hidup. Penderita sering menunjukkan gejala disfungsi otonom seperti

hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera batang

otak primer.

G. PATOFISIOLOGI

Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang menembus tengkorak.

berbagai cedera bisa disebabkan oleh percepatan mendadak yang memungkinkan terjadinya

benturan atau karena perlambatan mendadak yang terjadi jika kepala membentur objek yang

tidak bergerak. Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada sisi yang

berlawanan.

Page 13: CEDERA KEPALA BERAT

Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau menghancurkan saraf,

pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan pada

jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan hebat. Perdarahan, pembengkakan dan

penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan

massa di dalam tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan

tekanan bisa merusak atau menghancurkan jaringan otak.

Karena posisinya di dalam tengkorak, maka tekanan cenderung mendorong otak ke

bawah. Otak sebelah atas bisa terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak dengan

batang otak, keadaan ini disebut herniasi. Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil

dan batang otak melalui lubang di dasar tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula

spinalis. Herniasi ini bisa berakibat fatal karena batang otak mengendalikan fungsi vital

(denyut jantung dan pernafasan).

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat

terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses

oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak

walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan

oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena

akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan

glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-

gejala permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen

melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada

kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat

metabolisme anaerob.

Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam keadaan normal cerebral blood flow

(CBF) adalah 50 – 60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac

output. Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-

myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi

ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel,

takikardia.

Page 14: CEDERA KEPALA BERAT

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana

penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi .

Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak

tidak begitu besar.

H. MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala.

1. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat

dilihat dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale)

2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti :

Page 15: CEDERA KEPALA BERAT

Nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang

disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali

proyektil

Penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa.

Dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler,

Penurunan nadi, peningkatan suhu.

Kebingungan

Pucat

Mual dan muntah

Pusing kepala

Terdapat hematoma

Kecemasan

Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung

(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

Akibat dari trauma otak ini akan bergantung :

1. Kekuatan benturan

Makin besar kekuatan makin parah kerusakan, bila kekautan itu diteruskan pada substansi

otak, maka akan terjadi kerusakan sepanjang jalan yang dilewati karena jaringan lunak

menjadi sasaran kekuatan itu.

2. Akselerasi dan deselerasi

Akselerasi adalah benda bergerak mengenai kepala yang diam.

Deselerasi adalah kepala membentur benda yang diam. Keduanya mungkin terjadi secara

bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba – tiba tanpa kontak langsung. Kekuatan ini

menyebabkan isi dalam tengkorak yang keras bergerak dan otak akan membentur

permukaan dalam tengkorak pada otak yang berlawanan.

3. Kup dan kontra kup

Cedera “cup” mengakibatkan kebanyakan kerusakan yang relatif dekat daerah yang

terbentur, sedangkan kerusakan cedera “kontra cup” berlawanan pada sisi desakan

benturan.

4. Lokasi benturan

Page 16: CEDERA KEPALA BERAT

Bagian otak yang paling besar kemungkinannya menderita cedera kepala terbesar adalah

bagian anterior dari lobus frantalis dan temporalis, bagian posterior lobus aksipitalis dan

bagian atas mesensefalon.

5. Rotasi

Pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma regangan dan robekan pada

substansi alba dan batang otak.

6. Fractur impresi

Fractur impresi sebabkan oleh suatu keluaran yang mendorong fragmen tentang turun

menekan otak yang lebih dalam ketebalan tulang otak itu sendiri, akibat fraktur ini dapat

menimbulkan kontak cairan serebraspimal (CSS) dalam ruang sobarachnoid dalam sinus

kemungkinan cairan serebraspinoa (CSS) akan mengalir ke hidung, telinga,

menyebabkan masuknya bakteri yang mengkontaminasi cairan spinal

I. PEMERIKSAAN DIAKNOSTIK

1. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran

ventrikuler, pergeseran jaringan otak.

Indikasi CT Scan adalah :

a. Nyeri kepala menetap atau muntah – muntah yang tidak menghilang setelah

pemberian obat – obatan analgesia/anti muntah.

b. Adanya kejang – kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi intrakranial

dibandingkan dengan kejang general.

c. Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor – faktor ekstracranial telah disingkirkan

(karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi shock, febris, dll).

d. Adanya lateralisasi.

e. Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur depresi

temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.

f. Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.

g. Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS.

h. Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit).

Page 17: CEDERA KEPALA BERAT

2. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan

otak akibat edema, perdarahan, trauma.

3. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis

(perdarahan / edema), fragmen tulang.

Tidak semua penderita dengan cidera kepala diindikasikan untuk pemeriksaan kepala

karena masalah biaya dan kegunaan yang sekarang makin dittinggalkan. Jadi indikasi

meliputi jejas lebih dari 5 cm, Luka tembus (tembak/tajam), Adanya corpus alineum,

Deformitas kepala (dari inspeksi dan palpasi), Nyeri kepala yang menetap, Gejala fokal

neurologis, Gangguan kesadaran (Bajamal A.H ,1999). Sebagai indikasi foto polos kepala

meliputi jangan mendiagnose foto kepala normal jika foto tersebut tidak memenuhi

syarat, Pada kecurigaan adanya fraktur depresi maka dillakukan foto polos posisi

AP/lateral dan oblique.

4. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi

peningkatan tekanan intrakranial.

5. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan

tekanan intrakranial

6. Foto cervical bila ada tanda-tanda fraktur cervical

J. KOMPLIKASI

1. Patah tulang tengkorak

Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak.

Patah tulang tengkorak bisa melukai arteri dan vena, yang kemudian mengalirkan

darahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Patah tulang di dasar tengkorak

bisa merobek meningens (selaput otak). Cairan serebrospinal (cairan yang beredar

diantara otak dan meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga.

Bakteri kadang memasuki tulang tengkorak melalui patah tulang tersebut, dan

menyebabkan infeksi serta kerusakan hebat pada otak.

Sebagian besar patah tulang tengkorak tidak memerlukan pembedahan, kecuali jika

pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser.

Page 18: CEDERA KEPALA BERAT

2. Konkusio

Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terjadinya

cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio

menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang

nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada

goncangan yang menimpa otak di dalam tulang tengkorak.

Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang

Page 19: CEDERA KEPALA BERAT

abnormal; sebagian besar penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam

atau hari. Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi

pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan.

Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang

lebih dari beberapa minggu. penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar

dan bersosialisasi. keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio.

3. Gegar otak & robekan otak

Gegar otak (kontusio serebri) merupakan memar pada otak, yang biasanya disebabkan

oleh pukulan langsung dan kuat ke kepala. Robekan otak adalah robekan pada jaringan

otak, yang seringkali disertai oleh luka di kepala yang nyata dan patah tulang tengkorak.

Gegar otak dan robekan otak lebih serius daripada konkusio.

MRI menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa ringan atau bisa menyebabkan

kelemahan pada satu sisi tubuh yang diserati dengan kebingungan atau bahkan koma.

Jika otak membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak;

pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak.

4. Perdarahan intrakranial

Perdarahan intrakranial (hematoma intrakranial) adalah penimbunan darah di dalam otak

atau diantara otak dengan tulang tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi karena

cedera atau stroke.

Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada

akhirnya menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan

otak bagian atas atau batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa

terjadi penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi

tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian.

Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.

Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara meningens

dan tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri.

darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar.

Page 20: CEDERA KEPALA BERAT

Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru muncul beberapa

jam kemudian. sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul

lagi dan lebih parah dari sebelumnya. Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan,

rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma.

5. Kerusakan pada bagian otak tertentu

Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri biasanya akan mempengaruhi

kemampuan berfikir, emosi dan perilaku seseorang. Daerah tertentu pada korteks serebri

biasanya bertanggungjawab atas perilaku tertentu, lokasi yang pasti dan beratnya cedera

menentukan jenis kelainan yang terjadi.

6. Kerusakan lobus frontalis

Page 21: CEDERA KEPALA BERAT

Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian motorik (misalnya

menulis, memainkan alat musik atau mengikat tali sepatu). Lobus frontalis juga mengatur

ekspresi wajah dan isyarat tangan. Daerah tertentu pada lobus frontalis bertanggungjawab

terhadap aktivitas motor tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan.

Efek perilaku dari kerusakan lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan

lokasi kerusakan fisik yang terjadi. Kerusakan yang kecil, jika hanya mengelai satu sisi

otak, biasanya tidak menyebabkan perubahan perilaku yang nyata, meskipun kadang

menyebabkan kejang.

Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa menyebabkan

apati, ceroboh, lalai dan kadang inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian

depan atau samping lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita mudah teralihkan,

kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam; penderita mengabaikan

akibat yang terjadi akibat perilakunya.

7. Kerusakan lobus parietalis

Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk, tekstur dan berat

badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil kemampuan matematikan dan bahasa

berasal dari daerah ini. Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada ruang

di sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian tubuhnya.

Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh

yang berlawanan. Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya kemampuan

untuk melakukan serangkaian pekerjaan (keadaan ini disebut apraksia) dan untuk

menentukan arah kiri-kanan.

Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali bagian

tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan bentuk

yang sebelumnya dikenal dengan baik (misalnya bentuk kubus atau jam dinding).

Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian maupun

melakukan pekerjaan sehari-hari lainnya.

8. Kerusakan lobus temporalis

Page 22: CEDERA KEPALA BERAT

Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan mengingatnya

sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga memahami suara dan gambaran,

menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur emosional.

Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya ingatan akan

suara dan bentuk. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan

pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam dan menghambat penderita

dalam mengekspresikan bahasanya.

Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang non-dominan, akan mengalami

perubahan kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak

biasa, obsesif dan kehilangan gairah seksual.

K. PENATALAKSANAAN

Secara umum :

1. Tindakan terhadap peningkatan TIK

a. Pemantauan TIK dengan ketat.

b. Oksigenasi adekuat

c. Pemberian manitol

d. Penggunaan steroid

e. Peninggatan tempat tidur pada bagian kepala

f. Bedah neuro

2. Tindakan pendukung lain

a. Dukung ventilasi

b. Pencegahan kejang

c. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.

d. Terapi antikonvulsan

e. CPZ untuk menenangkan pasien

f. NGT

a. Penanganan pertama kasus cidera kepala di UGD

Page 23: CEDERA KEPALA BERAT

Pertolongan pertama dari penderita dengan cidera kepala mengikuti standart yang telah

ditetapkan dalam ATLS (Advanced Trauma Life Support) yang meliputi, anamnesa

sampai pemeriksaan fisik secara seksama dan stimultan pemeriksaan fisik meliputi

Airway, Breathing, Circulasi, Disability (ATLS ,1997).

Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas stabil, dengan cara kepala miring, buka

mulut, bersihkan muntahkan darah, adanya benda asing. Perhatikan tulang leher,

Immobilisasi, Cegah gerakan hiperekstensi, Hiperfleksi ataupun rotasi.

Indikasi sosial yang dipertimbangkan pada pasien yang dirawat dirumah sakit tidak ada

yang mengawasi di rumah jika di pulangkan,Tempat tinggal jauh dengan rumah sakit

oleh karena jika terjadi masalah akan menyulitkan penderita. Pada saat penderita di

pulangkan harus di beri advice (lembaran penjelasan) apabila terdapat gejala seperti ini

harus segera ke rumah sakit misalnya : mual – muntah, sakit kepala yang menetap,

terjadi penurunan kesadaran, Penderita mengalami kejang – kejang, Gelisah.

Pengawasan dirumah harus dilakukan terus menerus selama kerang lebih 2 x 24 jam

dengan cara membangunkan tiap 2 jam (Bajamal AH ,1999).

b. Perawatan dirumah sakit

Perawatan di rumah sakit bila GCS 13 – 15 meliputi :

Infus dengan cairan normoosmotik (kecuali Dextrose oleh karena dextrose cepat

dimetabolisme menjadi H2O + CO2 sehingga dapat menimbulkan edema serebri)

Di RS Dr Soetomo surabaya digunakan D5% ½ salin kira – kira 1500 – 2000 cc/24

jam untuk orang dewasa.

Diberikan analgesia/antimuntah secara intravena, jika tidak muntah dicoba minum

sedikit – sedikit (pada penderita yang tetap sadar).

Mobilisasi dilakukan sedini mungkin, dimulai dengan memberikan bantal selama 6

jam kemudian setengah duduk pada 12 jam kemudian duduk penuh dan dilatih

berdiri (dapat dilakukan pada penderita dengan GCS 15).

Jika memungkinkan dapat diberikan obat neorotropik, seperti : Citicholine, dengan

dosis 3 X 250 mg/hari sampai minimal 5 hari.

Page 24: CEDERA KEPALA BERAT

Minimal penderita MRS selama 2 X 24 jam karena komplikasi dini dari cidera

kepala paling sering terjadi 6 jam setelah cidera dan berangsur – angsur berkurang

sampai 48 jam pertama.

c. Perawatan di rumah sakit bila GCS < 13

Posisi terlentang kepala miring kekiri dengan diberi bantal tipis (head up 15° – 30°)

hal ini untuk memperbaiki venous return sehingga tekanan intra kranial turun.

Beri masker oksigen 6 – 8 liter/menit.

Atasi hipotensi, usahakan tekanan sistolok diatas 100 mmHg, jika tidak ada

perbaikan dapat diberikan vasopressor.

Pasang infus D5% ½ saline 1500 – 2000 cc/24 jam atau 25 – 30 CC/KgBB/24jam.

Pada penderita dengan GCS < 9 atau diperkirakan akan memerlukan perawatan

yang lebih lama maka hendaknya dipasang maagslang ukuran kecil (12 Fr) untuk

memberikan makanan yang dimulai pada hari I dihubungkan dengan 500 cc

Dextrose 5%. Gunanya pemberian sedini mungkin adalah untuk menghindari

atrophi villi usus, menetralisasikan asam lambung yang biasanya pH nya sangat

tinggi (stress ulcer), menambah energi yang tetap dibutuhkan sehingga tidak terjadi

metabolisme yang negatip, pemberian makanan melalui pipa lambung ini akan

ditingkatkan secara perlahan – lahan sampai didapatkan volume 2000 cc/24 jam

dengan kalori 2000 Kkal. Keuntungan lain dari pemberian makanan peroral lebih

cepat pada penderita tidak sadar antara lain mengurangi translokasi kuman di

dinding usus halus dan usus besar, Mencegah normal flora usus masuk kedalam

system portal.

Sedini mungkin penderita dilakukan mobilisasi untuk menghindari terjadinya statik

pneumonia atau dekubitus dengan cara melakukan miring kekiri dan kanan setiap 2

jam.

Pada penderita yang gelisah harus dicari dulu penyebabnya tidak boleh langsung

diberikan obat penenang seperti diazepam karena dapat menyebabkan masking efek

terhadap kesadarannya dan terjadinya depresi pernapasan. Pada penderita gelisah

dapat terjadi karena nyeri oleh karena fraktur, Kandung seni yang penuh, Tempat

tidur yang kotor, Penderita mulai sadar, Penurunan kesadaran, Shock, Febris.

Page 25: CEDERA KEPALA BERAT

d. Penanganan pasien Di Unit Perawatan Intensif (UPI/ICU)

Kelompok ini terdiri dari penderita yang tidak mampu mengikuti perintah sederhana

bahkan setelah stabilisasi kardiopulmonal. Walau definisi tersebut memasukan cedera

otak dalam spektrum yang luas, ia mengidentifikasikan kelompok dari penderita yang

berada pada risiko maksimal atas morbiditas dan mortalitas. Pendekatan 'tunggu dan

lihat' sangat mencelakakan dan diagnosis serta tindakan tepat adalah paling penting.

Pengelolaan pasien dibagi 4 tingkatan: 

(1) stabilisasi kardiopulmoner, 

(2) pemeriksaan umum, 

(3) pemeriksaan neurologis, 

(4) prosedur diagnostik

1. Stabilisasi cardiopulmoner

Cedera otak sering diperburuk oleh kerusakan  sekunder. Miller melaporkan pasien dengan cedera otak berat  yang dinilai saat masuk UGD, 30% dalam hipoksemik (PO2 <65 mmHg), 13% dengan hipotensif (TD sistolik < 95mmHg,dan 12% dengan anemik (hematokrit < 30%). 

Diperlihatkan bahwa hipotensi saat masuk (TD sistolik <90 mmHg)  adalah satu dari tiga faktor pada pasien dengan cedera kepala berat dengan CT scan normal (dua lainnya adalah usia > 40 tahun dan posturing motor) yang, bila  ditemukan saat masuk, berhubungan dengan akan terjadinya  peningkatan  TIK. TIK tinggi berhubungan  dengan  outcome yang  lebih buruk. Karenanya wajib  untuk menstabilkan kardiopulmoner segera.

a. Jalan NafasYang sering bersamaan dengan konkusi adalah terhentinya nafas  untuk sementara. Apnea yang lama sering  menjadi penyebab  kematian yang segera pada  suatu  kecelakaan. Bila pernafasan buatan segera dilakukan, dapat  dicapai outcome  yang  baik. Apnea, atelektasis,  aspirasi  dan sindroma distres respirasi akuta (ARDS) sering bersamaan dengan cedera kepala berat, dan karenanya satu-satunya  aspek yang paling penting dalam pengelolaan segera pasien tersebut adalah mempertahankan jalan  nafas yang baik. Setiap pasien dengan cedera kepala berat harus  diintubasi segera. Kecermatan  harus  diperhatikan dalam menjamin letak yang benar dari tube endotrakhea, bukan esofageal.

Page 26: CEDERA KEPALA BERAT

Jarang, bila perlu dilakukan trakheostomi emergensi, terutama pada pasien dengan cedera maksilofasial berat dimana intubasi dihindari karena pembengkakan  berat jaringan lunak serta  adanya  distorsi anatomi.

Dalam  usaha mempertahankan jalan  nafas,  saluran mulut  dan nasal harus bersih dari semua  benda  asing, sekresi, darah dan muntah. Sekali tube endotrakheal pada  tempatnya, balon harus digembungkan untuk  mencegah atau mengurangi aspirasi, dan pengisapan seksama saluran trakheal harus dilakukan.

b. Tekanan DarahPada pasien cedera kepala sering di temukan Hipotensi  dan hipoksia.Bila jalan nafas sudah diperbaiki, nadi dan tekanan darah pasien diperiksa dan siapkan jalur  vena. Minimum  dua  jalur vena (gunakan Jelcos  14  atau  16) harus terpasang baik. Umumnya digunakan  kateter  vena infraklavikular  perkutaneus subklavian  atau jugular, walau kadang-kadang pembukaan vena safena atau brakhial diperlukan untuk mendapat jalur vena yang memadai. Pada titik ini, darah bisa diambil untuk pemeriksaan  rutin, skrining  koagulasi, kadar alkohol serum, contoh  untuk bank darah serta gas darah arterial.

Bila pasien hipotensif, sangat penting untuk  memperbaikinya sesegera mungkin. Hipotensi biasanya  tidak karena cedera kepala semata, kecuali pada fase terminal dimana sudah terjadi kegagalan medullari. Jauh lebih umum, hipotensi adalah pertanda kehilangan darah banyak,yang mana bisa tampak atau tersembunyi, atau keduanya.Pada pasien cedera dengan hipotensif, pertama  harus dipikirkan cedera cord spinal yang terjadi  (dengan kuadriplegia atau paraplegia)  serta kontusi atau tamponade kardiak dan pneumotoraks tension  sebagai penyebabnya. Selama upaya mencari penyebab hipotensi,  penggantian  volume harus dimulai dengan menggunakan  salin normal atau plasmanat. Transfusi darah harus  dilakukan sesegera mungkin bila tekanan darah tidak bereaksi  memadai terhadap penggantian cairan atau bila kadar hemoglobin  kurang dari 10 gm% (HCT 30%). Darah kelompok  O Rh  negatif mungkin bisa digunakan selama belum tersedianya  darah yang telah dibanding  silang.  Pentingnya parasentesis abdominal rutin pada pasien  koma  dengan hipotensif sudah terbukti.Harus ditekankan bahwa pemeriksaan neurologis  tidak  berarti sepanjang pasien dalam hipotensif.  Pasien yang  tidak responsif terhadap stimulasi saat hipotensif, sering kembali kepemeriksaan neurologis yang  mendekati normal segera setelah tekanan darah diperbaiki.

c. Kateter

Page 27: CEDERA KEPALA BERAT

Kateter  Foley ( 16-18 French untuk dewasa)  diinsersikan  dengan hati-hati dan urine dikirimkan untuk  pemeriksaan urinalisis dan skrining toksik (bila tersedia). Hematuria  gross  mengarah pada cedera  renal  dan  iniindikasi untuk IVP emergensi. Hematuria ringan  mungkin sekunder atas kateterisasi traumatika, kontusi renal atau jarang-jarang aneurisma aortik dissekting. Perhatian khusus harus diberikan  atas catatan masukan dan keluaran cairan, terutama pada anak dan orang tua.  Sebagai tambahan untuk menjamin keseimbangan cairan, setiap catatan  membantu  penaksiran  kehilangan  darah serta pengamatan perfusi renal. 

Setelah stabilitas pulmonal tercapai pada pasien yang mengalami cedera kepala berat, maka di lanjutkan pada tahap berikutnya yaitu 

2. Pemeriksaan UmumSelama proses penstabilan kardiopulmoner, dilakukan pemeriksaan umum secara cepat untuk mencari cedera lain. Lebih dari 50% pasien cedera kepala berat disertai cedera sistemik major lainnya, memerlukan penanganan oleh spesialis lain. Perhatian khusus diberikan pada : Cedera kepala dan leher: laserasi, tempat perdarahan, otorrhea, rhinorrhea, mata racoon (ekkhimosis periorbital). Cedera  toraks:  fraktura  iga,  pneumotoraks   atau  hemotoraks,  tamponade

kardiak, (dengan  bunyi  jantung  lemah, distensi vena jugular, dan hipotensi), aspirasi, atau ARDS.

Cedera abdominal: terutama laserasi hati, limpa atau ginjal.  Perdarahan biasanya  berakibat  tenderness, guarding atau distensi abdominal. Namun tanda-tanda ini mungkin tidak muncul dini dan mungkin  tersembunyi  pada pasien koma. Adanya bising  usus  biasanya pertanda tenang.

Cedera  pelvik: Cedera pada pasien yang  tidak  koma  bisa ditetapkan secara klinis. Konfirmasi radiologis biasanya diperlukan. Pemeriksaan rektal mungkin berguna.  Cedera pelvik sering bersamaan  dengan  kehilangan darah tersembunyi dalam jumlah besar.

Cedera tulang belakang: Trauma kepala dan tulang belakang mungkin bersamaan, dan kombinasi tersebut harus  selalu dicari walau kejadiannya hanya 2  hingga 5% dari pasien cederaCedera ekstremitas: Mungkin terjadi kerusakan tulang atau  jaringan lunak (otot, saraf, pembuluh  darah). Fraktura  pada pasien gelisah harus  dibidai  segera untuk mencegah kerusakan saraf dan pembuluh bersangkutan. Tindakan definitif pada kebanyakan pasien cedera  ekstremitas dapat ditunda hingga setelah  tindakan terhadap masalah yang mengancam nyawa. kepala berat. Tulang belakang leher paling sering dikenai.

3. Pemeriksaan Neurologis

Page 28: CEDERA KEPALA BERAT

Segera setelah status kardiopulmoner distabilkan, pemeriksaan neurologis cepat dan terarah dilaksanakan. Walau berbagai faktor dapat menghalangi penilaian akurat dari status neurologis pasien pada saat tersebut (hipotensi, hipoksia, atau intoksikasi), data yang berharga dapat diperoleh. Antara alert penuh dan koma  dalam,  terjadi perubahan kesadaran yang sinambung hingga sulit untuk melakukan penilaian secara objektif.  Sebagai dikemukakan didepan, untuk keperluan ini SKG  digunakan secara luas.Bila  pasien menunjukkan respons  yang  bervariasi terhadap stimulasi, atau responsnya berbeda pada setiap sisi, tampilan respons yang terbaik lebih merupakan indikator prognostik yang lebih akurat dibanding  respons yang terburuk. Untuk mengikuti kecenderungan arah  perjalanan  penyakit, lebih baik melaporkan  baik respons terbaik  maupun  terburuk. Dengan  kata  lain,  respons motor  sisi  kiri dan kanan dicatat  terpisah.  Sebagai stimulus nyeri standar adalah penekanan dalam terhadap bed kuku.Pemeriksaan  tidak hanya terbatas  pada  parameter ketidaksadaran yang digunakan dalam SKG (kemampuan membuka  mata, respons motor serta respons verbal), namun hal  yang sama pentingnya dalam menaksir pasien  dengan gangguan kesadaran adalah usia, tanda-tanda vital, res- pons  pupil, dan gerakan mata. SKG memberikan  grading sederhana dari arousal dan kapasitas fungsional korteks serebral, dan respons pupil serta gerakan mata  digunakan  untuk  menilai fungsi batang  otak.  Usia  lanjut, hipotensi, dan hipoksia semuanya mempengaruhi buruknya outcome. Semua faktor tersebut berpengaruh dalam penentuan prognosis pada cedera kepala berat.

4. Prosedur DiagnostikSegera setelah keadaan kardiorespiratori distabilkan dan pemeriksaan neurologis pendahuluan dilengkapkan, segera ditentukan adanya lesi massa intrakranial. Pasien diintubasi dan diparalisakan memakai pankuronium (Pavulon) atau obat sejenis dan dipasang ventilasi mekanik. Manuver ini mencegah pasien menggeliat atau bergerak, yang berarti mencegah terjadinya peninggian TIK dan secara nyata menambah kualitas pemeriksaan diagnostik. CT scanning mengungguli semua tes yang lebih kuno. Namun tes lain digunakan juga baik sebagai pengganti CT scanning, atau tes angiografi untuk melengkapi data tertentu.

Page 29: CEDERA KEPALA BERAT

L. PENGOBATAN

1. Amantadine

Pasien dengan cedera otak parah yang diberi amantadine menjadi lebih cepat sembuh

daripada mereka yang diberi obat dummy. Setelah pengobatan selama empat minggu,

pasien yang diberi amantadine telah mampu memberi jawaban ya-tidak, mengikuti

perintah atau menggunakan sendok dan sikat rambut.

Studi terhadap 184 pasien cedera otak di AS, Jerman dan Denmark juga menemukan,

lebih sedikit pasien yang mendapat amantadine tetap dalam keadaan vegetatif (17

persen) dibandingkan mereka yang diberi obat dummy sebanyak 32 persen. Amantadine

mulai banyak digunakan untuk mengobati cedera otak beberapa tahun belakangan.

Namun belum pernah ada penelitian yang menunjukkan khasiat obat ini secara spesifik.

Page 30: CEDERA KEPALA BERAT

M. ASUHAN KEPERWATAN

1. Pengkajian

a. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status

kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.

b. Pemeriksaan fisik

Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,

hiperventilasi, ataksik)

Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK

Sistem saraf :

Kesadaran GCS.

Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang otak

akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.

Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan

diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.

c. Sistem pencernaan

Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan

mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar

tanyakan pola makan?

Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.

Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.

d. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia, gangguan

gerak volunter, ROM, kekuatan otot.

e. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan disfagia atau afasia

akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.

f. Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari

keluarga.

Page 31: CEDERA KEPALA BERAT

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:

1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan

peningkatan tekanan intrakranial.

2. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.

3. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan berhubungan dengan gagal nafas,

adanya sekresi, dan meningkatnya tekanan intrakranial.

4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang kebutuhan tubuh b. d ketidakmampuan

pemasukan makanan atau mencerna makanan dan atau mengabsorbsi zat-zat gizi

karena faktor biologis.

5. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan  muntah.

6. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya

tekanan intrakranial.

7. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi. 

8. Devisit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.

9. Resiko infeksi b.d trauma, tindakan invasife, immunosupresif, kerusakan jaringan

10. Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang

paparan terhadap informasi, keterbatasan kognitif

3. Intervensi Keperawatan

a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan

peningkatan tekanan intrakranial.

Tujuan: Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing

hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda

peningkatan tekanan intrakranial.

Intervensi :

Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk

menurunkan tekanan vena jugularis.

Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya

Page 32: CEDERA KEPALA BERAT

peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada

leher, rotasi kepala, valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur

(peningkatan lendir atau suction, perkusi).

tekanan pada vena leher.

pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan

kompresi pada vena leher).

Bila akan memiringkan pasien, harus menghindari adanya tekukan pada

anggota badan, fleksi (harus bersamaan).

Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan

intrakranial sesuai program.

Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena

dapat meningkatkan edema serebral.

Monitor intake dan out put.

Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.

Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan

pemenuhan nutrisi.

b. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.

Tujuan: Pasien akan merasa nyaman yang ditandai dengan tidak mengeluh

nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal.

Intervensi:

Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri,

lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat,

berkeringat dingin.

Mengatur posisi sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi nyeri.

Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.

Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.

Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.

Page 33: CEDERA KEPALA BERAT

c. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya injuri.

Tujuan: Pasien akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan tidak ditemukan

tanda-tanda infeksi: suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada pus dari

luka, leukosit dalam batas normal.

Intervensi:

Kaji adanya drainage pada area luka.

Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh.

Lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati.

Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk kaku kuduk, iritabel,

sakit kepala, demam, muntah dan kenjang.

d. Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan

dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya

tekanan intrakranial.

Tujuan: Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak

ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan

dalam batas normal.

Intervensi:

Kaji Airway, Breathing, Circulasi.

Kaji, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari

memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila

ada cedera vertebra.

Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada

sekret segera lakukan pengisapan lendir.

Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.

Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan

tinggikan 15 – 30 derajat.

Pemberian oksigen sesuai program

e. Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.

Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi

yang ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik,

dan nilai elektrolit dalam batas normal.

Page 34: CEDERA KEPALA BERAT

Intervensi:

Kaji intake dan out put.

Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor  kulit, membran mukosa, dan      

ubun-ubun atau mata cekung dan out put urine.

Berikan cairan intra vena sesuai program.

f. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya

tekanan intrakranial.

Tujuan : Pasien terbebas dari injuri.

Intervensi:

Kaji status neurologis: perubahan kesadaran, kurangnya respon

terhadap nyeri, menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas

pergerakan menurun, dan kejang.

Kaji tingkat kesadaran dengan GCS

Monitor tanda-tanda vital setiap jam atau sesuai dengan protokol.

Berikan analgetik sesuai program.

g. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.

Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit yang ditandai

dengan kulit tetap utuh.

Intervensi:

Lakukan latihan pergerakan (ROM).

Pertahankan posisi postur tubuh yang sesuai.

Lakukan “back rub” setelah mandi di area yang potensial menimbulkan

lecet dan pelan-pelan agar tidak menimbulkan nyeri.

h. Devisit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.

Tujuan: Kebutuhan sehari-hari anak terpenuhi yang ditandai dengan berat badan

stabil atau tidak  menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur

bersih, tubuh anak bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar

dan kecil dapat dibantu.

Page 35: CEDERA KEPALA BERAT

Intervensi:

Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum,

mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan

kebersihan perseorangan.

Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.

Perawatan kateter bila terpasang.

Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk

memudahkan BAB.

Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari

dan demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan anak.

i. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.

Tujuan: Anak dan orang tua akan menunjukkan rasa cemas berkurang yang

ditandai dengan tidak gelisah dan orang tua dapat mengekspresikan

perasaan tentang kondisi dan aktif dalam perawatan anak.

Intervensi:

Jelaskan klien tentang prosedur yang akan dilakukan, dan tujuannya.

Anjurkan orang tua untuk selalu berada di samping anak.

Ajarkan anak dan orang tua untuk mengekspresikan perasaan.

Gunakan komunikasi terapeutik.

Page 36: CEDERA KEPALA BERAT

N. DAFTAR PUSTAKA

1. Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta: CV Sagung

Seto; 2001.

2. Syafudin,AMK. Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawtan, Edisi 3.Jakarta: EGC;

2003.

3. Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.

4. Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC;

1999.

5. http://dentingberdetak.blogspot.com/2011/07/askep-klien-dengan-trauma-kepala.html

6. http://ppni-klaten.com/index.php?option=com_content&view=article&id=68:cedera-

kepala&catid=38:ppni-ak-category&Itemid=66

7. http://kosmo.vivanews.com/news/read/293055-riset-obat-flu-percepat-pemulihan-cedera-

otak

8. http://ainicahayamata.wordpress.com/nursing-only/keperawatan-medikal-bedah-kmb/

askep-cedera-kepala/