cedera kepala
DESCRIPTION
tugasTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Cedera kepala merupakan kasus yang banyak terjadi di masyarakat
dan menimbulkan kematian. Banyak penderita cedera kepala meninggal sebelum
sampai di rumah sakit terutama penderita cedera kepala berat. Cedera kepala
berat merupakan keadaan yang sangat serius, oleh karena itu seorang perawat
perlu memiliki pengetahuan untuk melakukan pertolongan pertama pada
penderita cedera kepala sebelum dokter ahli tiba. Tindakan-tindakan untuk
mempertahankan perfusi otak dan mencegah adanya komplikasi lebih lanjut
penting dilakukan untuk keberhasilan kesembuhan penderita. Perawat berada
pada posisi sentral untuk memahami perubahan psikologis dan fisiologis untuk
membantu mengidentifikasi diagnosa keperawatan dan berkolaborasi dengan
dokter serta tenaga kesehatan lain untuk menangani kegawatdaruratan pasien.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera
kepala berat
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu:
a. Menjelaskan pengertian cedera kepala berat
b. Menjelaskan patofisiologi cedera kepala berat
c. Mengenali tanda dan gejala pasien dengan cedera kepala
berat
d. Melakukan primary survey pada pasien dengan cedera kepala
berat
e. Menegakkan diagnosa keperawatan pada paien dengan
cedera kepala berat
f. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera
kepala berat.
BAB II
TINJUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah suatu bentuk trauma yang dapat merubah
kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual ,
emosional, sosial dan pekerjaan atau suatu gangguan traumatik yang dapat
menimbulkan perubahan fungsi otak. Cedera kepala dapat meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak, dan otak. Disebut cedera kepala berat bila GCS 3-8,
kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam bahkan sampai
berhari-hari. Risiko utama pasien yang mengalami sedera kepala adalah
kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon
terhadap sedera dan menyebabkan peningkatan TIK.
B. PATOFISIOLOGI
Cedera kulit kepala
Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah
bila mengalami cedera dalam. Luka kulit kepala juga merupakan tempat
masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat menimbulkan abrasi, kontusio,
laserasi atau avulsi.
Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh
trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur
tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur
tengkorak diklasifikasikan terbuka/tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak
dan fraktur tertutup dura tidak rusak. Fraktur kubah kranial menyebabkan
bengkak pada sekitar fraktur, dan karena alasan yang akurat tidak dapat
ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar X. fraktur dasar tengkorak cenderung
melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang
temporal, juga sering menimbulkan hemoragi dari hidung, faring, atau telinga dan
darah terlihat di bawah konjungtiva. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS
keluar dari telinga dan hidung.
Cedera otak
Kejadian cedera “minor” dapat menyebabkan kerusakan otak
bermakna. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat
tertentu yang bermakna sel-sel serebral membutuhkan suplai darah terus menerus
untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati
dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa menit saja
dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
Komosio
Komosio serebral setelah cedera kepala adalah kehilangan fase
neurologik sementara tanpa kerusakan struktur. Jika jaringan otak dan lobus
frontal terkena, pasien dapatmenunjukkan perilaku yang aneh dimana keterlibatan
lobus temporal dapat menimbulkan amnesia disorientasi.
Kontusio
Kontusio serebral merupakan CKB, dimana otak mengalami memar dan
kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan
diri. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lenah, pernafasan dangkal,
kulit dingin dan pucat.
Hemoragi Intrakranial
Hematoma (pengumpalan darah) yang terjadi dalam tubuh kranial adalah akibat
paling serius dari cedera kepala. Ada 3 macam Hematom:
1. Hematoma Epidural (hematoma ekstradural)
Setelah cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural
(ekstradural) diantara tengkorak di dura. Keadaan ini sering diakibatkan dari
fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningkat tengah putus
atau rusak (laserasi); dimana arteri ini berada diantara dura dan tengkorak
daerah inferior menuju bagian tipis tulang temporal; hemoragi karena arteri
ini menyebabkan penekanan pada otak.
2. Hematoma Subdural
Hematoma subdural adalah pengumpalan darah diantara dura dan
dasar otak, yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hemoragi subdural
lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah
kecil yang menjembatani ruang subdural. Hemotoma subdural dapat terjadi
akut, subakut atau kronik tergantung pada ukuran pembuluh yang terkena dan
jumlah pendarahan yang ada. Hematoma subdural akut: dihubungkan dengan
cedera kelapa mayor yang meliputi kontusio atau laserasi. Hematoma subdural
subakut: sekrela kontusion sedikit berat dan dicurigai pada bagian yang gagal
untuk menaikkan kesadaran setelah trauma kepala. Hematoma subdural
kronik dapat terjadi karena cedera kepala minor dan terjadi paling sering pada
lansia. Lansia cenderung mangalami cedera kapala tipe ini sekunder akibat
atrofi otak, yang diperkirakan akibat proses penuaan.
3. Hemoragi Intraserebral dan Hematoma
Hematoma intraserebral adalah pendarahan ke dalam substansi otak.
Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kapala dimana tekanan mendesak
kepala sampai daerah kecil. Hemoragi ini didalam menyebabkan degenerasi
dan ruptur pembuluh darah, ruptur kantong aneorima vaskuler, tumor
infracamal, penyebab sistematik termasuk gangguan pendarahan.
Trauma otak mempengaruhi setiap sistem tubuh. Manifestasi klinis cedera otak
meliputi:
Ganngguan kesadaran
Konfusi
Abnormalitas
Tiba-tiba defisit neurologik
Perubaan TTV
Gangguan penglihatan
Disfungsi sensorik
Lemah otak
Sakit kepala
Vertigo
Gangguan pergerakan
C. TANDA DAN GEJALA
Pola pernapasan
Pusat pernapasan dicederai oleh peningkatan TIK dan hipoksia, trauma
langsung atau interupsi alirah darah. Pola napas dapat berupa hipoventilasi
alveolar, dangkal.
Kerusakan mobilitas fisik
Hemisfer atau hemiplegi akibat kerusakan pada area motorik otak.
Ketidakseimbangan hidrasi
Terjadi karena adanya kerusakan kelenjar hipofisis atau hipotalamus dan
peningkatan TIK.
Aktifitas menelan
Reflek menelan dari batang otak mungkin hiperaktif atau menurun sampai
hilang sama sekali.
Kerusakan komunikasi
Pasien yang mengalami trauma yang mengenai hemisfer serebral
menunjukkan disfasia, kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
CT Scan
Ventrikulografi udara
Angiogram
Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Ultrasonografi
E. PENATALAKSANAAN
1. Airway dan Breathing
- Perhatikan adanya apnoe
- Untuk cedera kepala berat lakukan intubasi endotrakeal. Penderita mendapat
ventilasi dengan oksigen 100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan
penyesuaian yang tepat terhadap Fio2.
- Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi asidosis dan
menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan pupil yang telah
berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmHg.
2. Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah penyebab utama terjadinya perburukan pada
penderita CKB. Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang
cukup berat, walaupun tidak tampak. Jika terjadi hipotensi maka tindakan
yang dilakukan adalah menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian
cairan untuk mengganti volume yang hilang sementara penyebab hipotensi
dicari.
3. Disability (Pemeriksaan neurologis)
- Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologist tidak dapat dipercaya
kebenarannya. Karena penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon
terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi normal kembali segera tekanan
darahnya normal.
- Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan refleks cahaya
pupil.
E. PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway
Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah karena hipoksia,
penggunaan otot bantu pernpasan, sianosis.
b. Breathing
Inspeksi frekuensi napas, apakah terdapat sianosis karena luka tembus dada,
flail chest, gerakan otot napas tambahan. Kaji adanya suara napas tambahan
seperti ronchi, wheezing.
c. Sirkulasi
Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea,
hipotermi, pucat, akral dingin, kapilari refill > 2 detik, penurunan produksi
urin.
F. PENGKAJIAN SEKUNDER
Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan
membran timpani, cidera jaringan lunak periorbital.
Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang.
Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan GCS
Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara napas dn jantung,
pemantauan EKG.
Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul
abdomen.
Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan
cidera yang lain.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL
1.Gangguan perfusi jaringan serebral b.d. penurunan aliran darah ke serebral,
edem serebral.
2.Kerusakan pertukaran gas b.d. hilangnya control volunteer terhadap otot
pernapasan
3. Inefektif bersihan jalan napas b.d akumulasi sekresi,
obstruksi jalan napas
4. Gangguan pola napas b.d. adanya depresi pada pusat
pernapasan
5. Risiko cedera b.d. kejang, agitasi, kekacauan mental, atau
postur refleksif
6. Kerusakan mobilitas fisik b.d.hemiparesis, hemiplegia,
spastisitas atau kontraktur.
7. Gangguan eliminasi urin b.d. kehilangan control
volunteer pada kandung kemih
H. RENCANA KEPERAWATAN
1. Diagnosa: Gangguan perfusi jaringan serebral b.d.
penurunan aliran darah ke serebral, edem serebral
Tujuan: mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi motorik,
sensorik
Intervensi:
- kaji faktor penyebab penurunan kesadaran dan peningkatan TIK
- monitor status neurology
- pantau tanda-tanda vital dan tanda peningkatan TIK
- evaluasi pupil, batasan dan proporsinya terhadap cahaya
- letakkan kepala dengan posisi 15-45 derajat lebih tinggi umtuk mencegah
peningkatan TIK
- kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi, pemasangan cairan IV,
persiapan operasi sesuai indikasi.
2. Diagnosa: kerusakan pertukaran gas b.d. hilangnya
control volunteer terhadap otot pernapasan
Tujuan: Pasien mempertahankan oksigenasi adekuat
Intervensi:
- Kaji irama atau pola napas
- Kaji bunyi napas
- Evaluasi nilai AGD
- Pantau saturasi oksigen
3. Diagnosa: Inefektif bersihan jalan napas b.d.
akumulasi secret, obstruksi jalan napas
Tujuan: Mempertahankan patensi jalan napas
Intervensi:
- Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misal krekels, mengi,
ronki
- Kaji frekuensi pernapasan
- Tinggikan posisi kepala tempat tidur sesuai indikasi
- Lakukan penghisapn lendir bila perlu, catat warna lendir yang keluar
- Kolaborasi: monitor AGD
4. Diagnosa: Inefektif pola napas b.d. penurunan
kesadaran
Tujuan : Pola napas efektif dengan GDA dalam rentang normal,bebas sianosis
Intervensi:
- Kaji penyebab pola napas tidak efektif
- Kaji kedalaman, frekuensi, irama, kecepatan pernapasan
- Auskultasi bunyi napas
- Catat pengembangan dada
- Kolaborasi: awasi seri GDA, berikan oksigen tambahan melalui
kanula/masker sesuai indikasi
5. Diagnosa: Risiko cedera b.d. penurunan kesadaran
Tujuan: tidak terjadi cedera pada pasien selama kejang, agitasi atau postur
refleksif
Intervensi:
- Pantau adanya kejang pada tangan, kaki mulut atau wajah
- Berikan keamanan pada pasien dengan memberi penghalang tempat tidur
- Berikan restrain halus pada ekstremitas bila perlu
- Pasang pagar tempat tidur
- Jika terjadi kejang, jangan mengikat kaki dan tangan tetapi berilah bantalan
pada area sekitarnya. Pertahankan jalan napas paten tapi jangan memaksa
membuka rahang
- Pertahankan tirah baring
6. Diagnosa: Kerusakan mobilitas fisik
b.d.hemiparesis, hemiplegia, spastisitas atau kontraktur
Tujuan: ROM normal dipertahankan
Intervensi:
- Kaji postur refleksif dan posisi untuk meminimalkan postur tersebut.
- Hindari posisi telentang jika pasien memperlihatkan sikap opistotonik
- Gunakan bebat atau bantal untuk mempertahankan kesejajaran sendi dan
mencegah kontraktur
7. Diagnosa: Gangguan eliminasi urin b.d. hilangnya
control volunteer pada kandung kemih
Tujuan: Mempertahankan haluaran urin yang adekuat, tanpa retensi urin
Intervensi:
- Kaji pengeluaran urin terhadap jumlah, kualitas dan berat jenis
- Periksa residu kandung kemih setelah berkemih
- Catat masukan dan haluaran
-Pasang Kateter jika diperlukan, pertahankan teknik steril selama pemasangan
untuk mencegah infeksi.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Tanggal Pengkajian : 30 Desember 2005
A. PENGKAJIAN
I. BIODATA
Inisial Klien : Nn. SS
Umur : 16 tahun
Alamat : Purwodadi
No. Register : B 761233
Diagnos Medis : Cedera Kepala Berat
II. RIWAYAT KESEHATAN
Keluhan utama: Penurunan kesadaran
Riwayat penyakit sekarang: 6 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien
pulang sekolah berboncengan. Tiba-tiba tertabrak becak dari samping, pasien
terlempar ke mobil yang sedang melaju dari arah yang berlawanan. Pasien
tidak sadarkan diri. Kemudian pasien dibawa ke rumah sakit Purwodadi lalu
dirujuk ke RSDK.
Riwayat penyakit dahulu: Sebelumnya pasien tidak pernah memiliki riwayat
penyakit jantung, hipertensi, dan DM.
III. PENGKAJIAN PRIMER
Airway: Jalan napas paten, tidak ada suara napas, terpasang orofaringeal tube.
Breathing: Frekuensi nafas 36 x/menit, dalam, cepat, ada nafas cuping
hidung, irama nafas irreguler, ada retraksi dinding dada
Circulation: TD: 125/70 mmHg, Nadi 76 x/menit irreguler, Suhu 38,5 0C,
tidak ada perdarahan massif.
IV. PENGKAJIAN SEKUNDER
Kesadaran: GCS: E1 M5 V1
Tanda-tanda vital: TD: 125/70 mmHg
Nadi: 76x/menit
RR: 36 x/menit
Suhu: 38,5 0C
Pemeriksaan fisik:
- Kepala: mesosefal, ditemukan jejas, tampak luka terjahit 10 cm,
perdarahan aktif, warna lebih merah disekitarnya, edema serebral
- Mata: konjungtiva anemis tidak ada, sclera tidak ikterik, pupil anisokor
4mm kanan dan 2mm kiri, reflek cahaya kanan kiri positif.
- Telinga: tidak ada discharge, tidak ada otorhea
- Hidung: tidak ada discharge, tidak ada epitaksis
- Mulut: Tidak ada sianosis
- Tenggorokan: faring tidak hiperemis
- Leher: pembesaran nul tidak ada, deviasi trachea
- Thorak: tidak ada jejas
Jantung: I: ictus cordis tidak tampak
P: ictus cordis teraba di SIC V
P: konfigurasi jantung dalam batas normal
A: bunyi jantung I dan II murni, tidak ada murmur atau gallop
Paru : I: Ada retraksi dinding dada
P: Pengembangan dada simetris
P: Sonor pada seluruh lapang paru
A: suara nafas vesikuler, tidak ada ronki, tidak ada wheezing
- Ekstremitas: tidak ada edem pada ekstremitas superior dan inferior kanan
kiri, akral tidak dingin, Capillary refill 2 detik
- Pola aktivitas: pasien gelisah
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Perekaman EKG
2. Pemeriksaan laboratorium darah
hematology dan kimia klinik
3. Pemeriksaan CT- Scan
VI. TINDAKAN YANG DILAKUKAN
1. Terapi O2 masker 10 L/menit
2. Manitol drip 200 mg
3. Infus RL 20 tetes per menit
4. Injeksi Cefotaxim 1 g
5. Injeksi Tramadol 1 ampul
6. Injeksi Ranitidin 1 ampul
7. Pemasangan Dower Catheter
B. ANALISA DATA DAN DIAGNOSA
KEPERAWATAN
No. Data Fokus Masalah Etiologi
1. - pupil anisokor 4mm kanan, 2
mm kiri, reflek cahaya kanan
dan kiri positif
- pasien gelisah
- GCS 7
Inefektif perfusi
jaringan serebral
Adanya edema
serebral
- TD: 125/70 mmHg,
Nadi 76 x/menit irreguler,
Suhu 38,5 oC
- terjadi penurunan kesadaran
2. - RR 36 x/menit
- Napas irregular
- Bunyi napas vesikuler
- Terdapat napas cuping hidung
- Terdapat retraksi dinding dada
Inefektif pola napas Depresi pusat
pernapasan
Diagnosa keperawatan
1. Inefektif perfusi jaringan serebral b.d. adanya edem serebral
2. Inefektif pola napas b.d. depresi pusat pernapasan
C. PERENCANAAN
No. DP Tujuan Rencana tindakan
1. Mempertahankan tingkat
kesadaran, kognisi dan fungsi
motorik, sensorik dengan criteria
hasil:
- nilai GCS meningkat atau
stabil
- tanda-tanda vital stabil atau
tidak ada tanda-tanda
peningkatan TIK
- fungsi kognitif dan motorik
membaik
- kaji faktor penyebab penurunan kesadaran
dan peningkatan TIK
-monitor status neurology
-pantau tanda-tanda vital dan tanda
peningkatan TIK
-evaluasi pupil, batasan dan proporsinya
terhadap cahaya
-letakkan kepala dengan posisi 30 derajat
lebih tinggi untuk mencegah peningkatan
TIK
- pasang infuse RL 20 tetes permenit
- berikan drip manitol 200 mg.
- pasang urine kateter
2. Pola napas efektif - Kaji kedalaman, frekuensi, irama,
Criteria hasil:
Tidak ada tanda sianosis
Frekuensi napas 16-24 x/menit
Irama napas regular, tidak ada
retraksi dinding dada
kecepatan pernapasan
- Auskultasi bunyi napas
- Catat pengembangan dada
- Tinggikan posisi kepala tempat tidur
- Berikan oksigen tambahan dengan
masker 10 L/menit
D. IMPLEMENTASI
No. DP Waktu Tindakan keperawatan Para
f
1. -mengkaji faktor penyebab penurunan kesadaran dan
peningkatan TIK
-memonitor status neurology
-memantau tanda-tanda vital dan tanda peningkatan TIK
-mengevaluasi pupil, batasan dan proporsinya terhadap
cahaya
-meletakkan kepala dengan posisi 30 derajat lebih tinggi
untuk mencegah peningkatan TIK
- memasang infuse RL 20 tetes permenit
- memberikan drip manitol 200 mg.
- memasang urine kateter
- memberikan injeksi cefotaxim 1 g, tramadol 1 ampul,
ranitidine 1 ampul
2. - mengkaji kedalaman, frekuensi, irama, kecepatan
pernapasan
- mengauskultasi bunyi napas
- mencatat pengembangan dada
- meninggikan posisi kepala tempat tidur
- memberikan oksigen tambahan melalui masker 10 L/menit
E. EVALUASI
1. Diagnosa: Inefektif perfusi jaringan serebral b.d. adanya edem serebral
S: -
O: pasien tidak muntah, tidak ada edem pupil, GCS E1 M5 V1
TD 125/70 mmHg, Nadi 76 x/menit RR 36x/menit
A: masalah teratasi sebagian
P: teruskan intervensi, pantau status neurology, pantau tanda-tanda vital
2. Diagnosa: Inefektif pola napas b.d. depresi pusat pernapasan
S: -
O: RR 36 x/menit, ada retraksi dinding dada, napas teratur, tidak ada bunyi
napas, tidak ada tanda-tanda sianosis
A: Masalah teratasi sebagian
P: teruskan intervensi, berikan oksigen tambahan 10 L/menit via masker,
pertahankan posisi tempat tidur
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan teori diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:
1.Gangguan perfusi jaringan serebral b.d. penurunan aliran darah ke serebral, edem
serebral.
2.Kerusakan pertukaran gas b.d. hilangnya control volunteer terhadap otot pernapasan
3.Inefektif bersihan jalan napas b.d akumulasi sekresi, obstruksi jalan napas
4.Gangguan pola napas b.d. adanya depresi pada pusat pernapasan
5.Risiko cedera b.d. kejang, agitasi, kekacauan mental, atau postur refleksif
6.Kerusakan mobilitas fisik b.d.hemiparesis, hemiplegia, spastisitas atau kontraktur.
7.Gangguan eliminasi urin b.d. kehilangan control volunteer pada kandung kemih
Sedangkan berdasarkan kasus, diagnosa keperawatan yang muncul adalah:
1.Inefektif perfusi jaringan serebral b.d. adanya edem serebral
2.Inefektif pola napas b.d. depresi pusat pernapasan
Untuk cedera kepala berat penatalaksanaan awal yang diberikan adalah
pemberian manitol, hiperventilasi dan antikonvulsan. Sedangkan dari kasus tersebut
juga dilakukan pemberian manitol melalui cairan intravena 200 cc, fungsinya untuk
menurunkan tekanan intrakranial. Pemberian manitol diberikan pada penderita koma
yang semula reaksi cahaya pupilnya normal tetapi kemudian timbul dilatasi pupil
dengan atau tanpa hemiparesis dan tidak boleh diberikan pada klien dengan hipotensi
karena akan memperberat hipovolemia. Pada kasus ini klien tidak mengalami
hipotensi (TD = 125/70 mmHg). Klien tidak diberikan obat antikonvulsan karena
klien tidak mengalami epilepsi karena faktor kejang awal yang terjadi minggu
pertama, perdarahan intrakranial dan fraktur depresi. Berdasarkan hasil penelitian
obat anti konvulsan seperti Phenobarbital dan phenytoin bermanfaat dalam
mengurangi terjadinya insiden kejang dalam minggu pertama saja (fase akut), namun
setelah itu tidak. Pada kasus ini klien juga diberikan O2 10 L/menit dan pemasangan
dower kateter cairan intravena RL 20 tetes/menit, inj. Cefotaxin 1 gr, Tramadol 1
amp, Ranitidin 1 amp untuk mencegah terjadinya perdarahan di lambung
kemungkinan akibat adanya trauma abdomen.
Berdasarkan teori klien segera dilakukan intubasi endotrakheal untuk
mencegah terjadinya apnue. Pada klien juga sudah terpasang endotrakheal. Dilakukan
pemeriksaan neurologis yang meliputi respon buka mata, respon motorik, verbal,
reaksi cahaya pupil, refleks okulo sefalik, refleks okulovestibuler (test kalori) serta
dilakukan pemeriksaan CT Scan, ventrikulografi udara dan angiogram. Pada kasus,
klien juga dilakukan pemeriksaan neurologis yang meliputi, respon buka mata,
motorik, verbal dan reaksi cahaya pupil.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Cedera kepala berat ditandai dengan GCS 3-8, adanya penurunan
kesadaran atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam bahkan bisa sampai berhari-hari.
Tanda dan gejalanya adalah pola napas hipoventilasi alveolar dan dalam,
kerusakan mobilitas fisik, menurunnya aktivitas menelan, ketidakseimbangan
hidrasi dan kerusakan komunikasi.Pemeriksaan dan penatalaksanaan yang
dilakukan pada klien cedera kepala berat adalah pemeriksaan primary survey dan
secondary survey, pemeriksaan neurologist, pemberian obat-obatan seperti
manitol, hiperventilasi sedang dan antikonvulsan serta melakukan pemeriksaan
diagnostik seperti CT Scan, ventrikulogram udara dan angiogram.
B. SARAN
Cedera kepala berat dimana klien tidak mampu melakukan perintah-
perintah sederhana karena kesadaran menurun oleh karena dalam melakukan
tindakan keperawatan harus cepat dan tepat. Misalnya, pemasangan endotrakheal
untuk membebaskan jalan napas jika ada sumbatan karena perdarahan atau
pemberian oksigen untuk pemenuhan oksigen ke otak dan jaringan yang kurang.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marylinn E. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC; 1999.
Hudak, Carolyn M., Barbara M. Gallo. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Volume II. Alih Bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC; 1997.
Price, Sylvia A. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC; 1995.
Smeltzer, Suzzane C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner & Suddarth Vol. III. Alih Bahasa: Agung Waluyo. Jakarta: EGC; 2001.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. SS
DENGAN CEDERA KEPALA BERAT
DI INSTALASI RAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT DOKTER KARIADI SEMARANG
Disusun oleh:
Anik S.
Bejo Utomo
Enggar Purnaningsih
Heni Putri Utami
Okti Eko Nurati
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG, 2006