cedera kepala
TRANSCRIPT
CEDERA KEPALA
DEFINISI
- Cedera kepala (trauma kapitis/head injury) adalah ruda paksa tumpul/tajam pada kepala
atau wajah yang berakibat disfungsi serebral sementara.
- Cedera Otak Traumatik/traumatic brain injury adalah kerusakan yang terjadi pada jaringan
otak akibat adanya trauma
- Cedera otak primer adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari
trauma. Pada cedera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
- Cidera otak sekunder adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia,
metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.
KLASIFIKASI
*) Adapun pembagian cedera kepala adalah :
Simple head injury
Commotio cerebri
Contusion cerebri
Laceratio cerebri
Basis cranii fracture
a. Simple head injury
Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:
Ada riwayat trauma kapitis
Tidak pingsan
Gejala sakit kepala dan pusing
Cedera Kepala Berat
Cedera Kepala Ringan
Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik dan
cukup istirahat.
b. Commotio Cerebri
Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak
lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak.
Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.
Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya
pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesia
retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya
kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus
temporalis.
c. Contusio Cerebri
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam
jaringan otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun neuron-neuron
mengalami kerusakan atau terputus. Yang penting untuk terjadinya lesi contusion ialah
adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak serta
pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula
hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang batang otak terlalu kuat,
sehingga menimbulkan blokade reversibel terhadap lintasan asendens retikularis difus.
Akibat blockade itu, otak tidak mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran hilang
selama blokade reversibel berlangsung.
Timbulnya lesi contusio di daerah “coup”, “contrecoup”, dan “intermediate”
menimbulkan gejala defisit neurologik yang bisa berupa refleks babinski yang positif
dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran pulih kembali, si penderita biasanya
menunjukkan “organic brain syndrome”.
Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi
pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah cerebral terganggu,
sehingga terjadi vasoparalitis. Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat,
atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual,
muntah dan gangguan pernafasan bisa timbul.
d. Laceratio Cerebri
Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan
piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid
traumatika, subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas laceratio
langsung dan tidak langsung.
Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh
benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka.
Sedangkan laceratio tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat
akibat kekuatan mekanis.
e. Fracture Basis Cranii
Fraktur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa
posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.
Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala :
Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding
Epistaksis
Rhinorrhoe
Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:
Hematom retroaurikuler, Ottorhoe
Perdarahan dari telinga
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii. Komplikasi :
Gangguan pendengaran
Parese N.VII perifer
Meningitis purulenta akibat robeknya duramater
Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya harus
disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi. Tindakan
operatif bila adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari.
Adapun pembagian cedera kepala lainnya:
Cedera Kepala Ringan (CKR) → termasuk didalamnya Laseratio dan Commotio
Cerebri
o Skor GCS 13-15
o Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit
o Pasien mengeluh pusing, sakit kepala
o Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan neurologist.
Cedera Kepala Sedang (CKS)
o Skor GCS 9-12
o Ada pingsan lebih dari 10 menit
o Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad
o Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota gerak.
Cedera Kepala Berat (CKB)
o Skor GCS <8
o Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat
o Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif
o Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas.
EPIDEMIOLOGI
Cedera adalah salah satu masalah kesehatan yang paling serius. Cedera kepala
merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan. Cedera kepala berperan pada
hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma. Distribusi cidera kepala terutama
melibatkan kelompok usia produktif antara 15-44 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-
laki dibandingkan dengan perempuan.
ETIOLOGI CEDERA KEPALA
Berdasarkan jenis kekerasan
a. Jenis kekerasan benda tumpul berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas (kecepatan
tinggi, kecepatan rendah), jatuh, dan pukulan benda tumpul
b. Jenis kekerasan benda tajam berkaitan dengan benda tajam (bacok) dan tembakan.
MEKANISME DAN PATOLOGI
Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung pada
kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang
tengkorak.
Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural dan
intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau
cedera struktural yang difus.
Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang ini
mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan jaringan
otak di tempat benturan yang disebut “coup” atau ditempat yang berseberangan dengan
benturan (contra coup)
1. Cedera Kepala Primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang
menyebabkan
gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
1. Gegar kepala ringan
2. Memar otak
3. Laserasi
2. Cedera Kepala Sekunder
a. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
b. Hipotensi sistemik
c. Hipoksia
d. Hiperkapnea
e. Udema otak
f. Komplikasi pernapasan
PATOFISIOLOGI
Gangguan metabolisme jaringan otak akan mengakibatkan oedem yang dapat
menyebabkan heniasi jaringan otak melalui foramen magnum, sehingga jaringan otak tersebut
dapat mengalami iskhemi, nekrosis, atau perdarahan dan kemudian meninggal.
Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Cedera kepala
dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa, yang terjadi karena berkurangnya
oksigenisasi darah akibat kegagalan fungsi paru atau karena aliran darah ke otak yang menurun,
misalnya akibat syok.
Karena itu, pada cedera kepala harus dijamin bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang
adekuat dan hemodinamik tidak terganggu sehingga oksigenisasi cukup.
Cedera kepala TIK - oedem
- hematom
Respon biologi Hypoxemia
Kelainan metabolisme
Cedera otak primer Cedera otak sekunder
Kontusio
Laserasi Kerusakan Sel otak
Gangguan autoregulasi rangsangan simpatis Stress
Aliran darah keotak tahanan vaskuler katekolamin
Sistemik & TD sekresi asam lambung
O2 gangguan metabolisme tek. Pemb.darah Mual, muntah
Pulmonal
Asam laktat tek. Hidrostatik Asupan nutrisi kurang
Oedem otak kebocoran cairan kapiler
Ggan perfusi jaringan oedema paru cardiac out put
Cerebral
Difusi O2 terhambat Ggan perfusi jaringan
Gangguan pola napas hipoksemia, hiperkapnea
DIAGNOSIS
Berdasarkan : Ada tidaknya riwayat trauma kapitis
Gejala-gejala klinis : Interval lucid, peningkatan TIK, gejala laterlisasi
Pemeriksaan penunjang
a. Anamnesis
Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien
dengan penanggung jawab.
Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran / GCS ( < 15 )
Confulsi
Muntah
Dispnea / takipnea
Sakit kepala
Wajah simetris / tidak
Lemah
Luka di kepala
Paralise
Akumulasi sekret pada saluran napas
Adanya liquor dari hidung dan telinga
Kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem
persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit
keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat
dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena
dapat mempengaruhi prognosa klien. disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks
babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese. Nervus
cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena edema otak
atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis ditentukan berdasarkan derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera
dapat dinilai menurut tingkat kesadarannya melalui system GCS, yakni metode EMV (Eyes,
Verbal, Movement)
1. Kemampuan membuka kelopak mata (E)
Secara spontan 4
Atas perintah 3
Rangsangan nyeri 2
Tidak bereaksi 1
2. Kemampuan komunikasi (V)
Orientasi baik 5
Jawaban kacau 4
Kata-kata tidak berarti 3
Mengerang 2
Tidak bersuara 1
3. Kemampuan motorik (M)
Kemampuan menurut perintah 6
Reaksi setempat 5
Menghindar 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak bereaksi 1
Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga
terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa
Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing
( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan
napas.
Blood:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan
pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung
yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan
tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi
dengan bradikardia, disritmia).
Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak
akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,
sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas
dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan
masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian
lapang pandang, foto fobia.
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan
kompresi spasmodik diafragma.
Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi,
disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
Blader
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri,
ketidakmampuan menahan miksi.
Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin
proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan
terganggunya proses eliminasi alvi.
Bone
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi
yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya
hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi
penurunan tonus otot.
b. Pemeriksaan Penunjang
Yang dapat dilakukan pada pasien dengan trauma kapitis adalah:
1. CT-Scan
Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.
2. Angiografi serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema,
perdarahan, trauma.
3. Lumbal Pungsi
Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari
saat terjadinya trauma
4. EEG
Dapat digunakan untuk mencari lesi
5. Roentgen foto kepala
Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak
6. Analisa Gas Darah
Mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan
tekanan intrakranial.
7. Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan
intrakranial.
PENATALAKSANAAN
Prioritas Perawatan:
1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal
4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.
Tujuan Perawatan :
1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap
2. Complikasi tidak terjadi
3. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain
4. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan
5. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga
sebagai sumber informasi.
Tatalaksana
CKR :
Perawatan selama 3-5 hari
Mobilisasi bertahap
Terapi simptomatik
Observasi tanda vital
CKS :
Perawatan selama 7-10 hari
Anti cerebral edem
Anti perdarahan
Simptomatik
Neurotropik
Operasi jika ada komplikasi
CKB :
Seperti pada CKS
Antibiotik dosis tinggi
Konsultasi bedah saraf
ALGORITMA PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN
Definisi : penderita sadar dan berorientasi (GCS 14-15)
Riwayat :
- Nama, umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan
- Mekanisme cedera- Waktu cedera
Observasi atau dirawat di RS Dipulangkan dari RS
- CT scan tidak ada
- CT scan abnormal
- Semua cedera tembus
- Riwayat hilang kesadaran
- Kesadaran menurun
- Sakit kepala sedang-berat
- Intoksikasi alkohol/obat-obatan
- Fraktur tengkorak
- Rhinorea-otorea
- Cidera penyerta yang bermakna
- Tidak ada keluarga dirumah
- Tidak mungkin kembali kerumah
sakit segera
- Tidak memenuhi kriteria rawat
- Diskusikan kemungkinan kembali
bila memburuk dan berikan lembar
observasi
- Jadwalkan untuk kontrol ulang di
poliklinik biasanya setelah 1
minggu
Riwayat :
- Nama, umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan
- Mekanisme cedera- Waktu cedera
ALGORITMA PENANGANAN CEDERA KEPALA SEDANG
Bila kondisi memburuk (10%)- Bila penderita tidak mampu melakukan perintah-perintah lagi, segera lakukan pemeriksaan CT scan ulang dan penetalaksanaan sesuai protokol cedera kepala berat
Bila kondisi membaik (90%)
- Pulang - Kontrol di poliklinik
Setelah Dirawat :- Pemeriksaan neurologis periodik - Pemeriksaan CT scan ulang bila kondisi penderita memburuk atau bila
penderita akan dipulangkan
Pemeriksaan Awal :- Sama dengan untuk cedera kepala ringan ditambah pemeriksaan darah
sederhana - Pemeriksaan CT scan kepala - Dirawat untuk observasi
Def : penderita biasanya tampak kebingungan atau mengantuk, namun masih mampu menuruti perintah-perintah sederhana( GCS 9-13)
ALGORITMA PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA BERAT
Tujuan tatalaksana cedera kepala adalah mencegah berkembangnya menjadi cidera kepala
secunder berupa intracranial hematom, ischemia, peningkatan tekanan intracranial, herniasi serta
infeksi.
- Yang pertama-tama dilakukan adalah pertahankan jalan nafas serta tingkat oksigenasi.
Bila diperlukan dapat dilakukan intubasi, ventilasi diperlukan jika terjadi depresi pada
pergerakan nafas ataupun jika ditemukan ganguan fungsi paru.
- ABCDE- Primary survey dan resusitasi - Secondary survey dan riwayat AMPLE- Re-evaluasi neurologis a. respon buka mata b. Respon motorik c. Respon verbal d. Reaksi cahaya pupil e. Refleks okulosefalik f. Refleks okulovestibular- Obat-obatan a. Manitol b. Hiperventilasi sedang c. Antikonvulsan - Tes diagnostik a. CT scan (semua penderita)b. Ventrikulografi udara c. angiogram
Pemeriksaan dan penatalaksanaan
Def : penderita tidak mampu melakukan perintah-perintah sederhana karena kesadaran yang menurun ( GCS 3-8)
- Jika didapatkan pasien dengan penurunan kesadaran akiabt adanya hematom maka perlu
dilakukan penanganan segera berupa pemberian bolus mannitol.
- Bila ditemukan laserasi maka perlu di bersihkan, inspeksi apakah ada fraktur atau tidak.
- Coreksi terjadinya hipovolemi akibat berkurangnya darah akibat trauma.
- Jika didapatkan kejang maka perlu diberikan anticonvulsant
- Monitoring tekanan intracranial, tekanan darah dan cerebral perfusi pressure (CPP).
Terutama pada pasien dengan pembengkakan yang menyeluruh.
PENCEGAHAN
Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan pencegahan terhadap
peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat trauma. Upaya yang dilakukan yaitu :
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadinya kecelakaan
lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang terjadinya cedera seperti
pengatur lalu lintas, memakai sabuk pengaman, dan memakai helm.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yang dirancang
untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya cedera yang terjadi. Dilakukan dengan
pemberian pertolongan pertama, yaitu :
1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan pembunuh tercepat
pada kasus cedera. Guna menghindari gangguan tersebut penanganan masalah airway
menjadi prioritas utama dari masalah yang lainnya. Beberapa kematian karena masalah
airway disebabkan oleh karena kegagalan mengenali masalah airway yang tersumbat baik
oleh karena aspirasi isi gaster maupun kesalahan mengatur posisi sehingga jalan nafas
tertutup lidah penderita sendiri.
Pada pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi untuk
terjadinya gangguan jalan nafas, selain memeriksa adanya benda asing, sumbatan jalan
nafas dapat terjadi oleh karena pangkal lidahnya terjatuh ke belakang sehingga menutupi
aliran udara ke dalam paru.
Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang mengancam airway.
2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada hambatan adalah
membantu pernafasan. Keterlambatan dalam mengenali gangguan pernafasan dan
membantu pernafasan akan dapat menimbulkan kematian.
3. Menghentikan perdarahan (Circulations).
Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada tempat yang berdarah
sehingga pembuluh darah tertutup. Kepala dapat dibalut dengan ikatan yang kuat. Bila
ada syok, dapat diatasi dengan pemberian cairan infuse dan bila perlu dilanjutkan dengan
pemberian transfusi darah. Syok biasanya disebabkan karena penderita kehilangan
banyak darah.
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih
berat, penanganan yang tepat bagi penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas untuk
mengurangi kecacatan dan memperpanjang harapan hidup. Pencegahan tertier ini penting
untuk meningkatkan kualitas hidup penderita, meneruskan pengobatan serta memberikan
dukungan psikologis bagi penderita.
Upaya rehabilitasi terhadap penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas
perlu ditangani melalui rehabilitasi secara fisik, rehabilitasi psikologis dan sosial.
1. Rehabilitasi Fisik
a. Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih aktif pada lengan atas dan
bawah tubuh.
b. Perlengkapan splint dan kaliper
c. Transplantasi tendon
2. Rehabilitasi Psikologis
Pertama-tama dimulai agar pasien segera menerima ketidakmampuannya dan
memotivasi kembali keinginan dan rencana masa depannya. Ancaman kerusakan atas
kepercayaan diri dan harga diri datang dari ketidakpastian financial, sosial serta seksual
yang semuanya memerlukan semangat hidup.
3. Rehabilitasi Sosial
a. Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi roda, perubahan paling
sederhana adalah pada kamar mandi dan dapur sehingga penderita tidak
ketergantungan terhadap bantuan orang lain.
b. Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialisasi dengan masyarakat).
KOMPLIKASI
Jangka pendek :
1. Hematom Epidural
o Letak : antara tulang tengkorak dan duramater
o Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya
o Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri kepala
sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian timbul
gejala-gejala yang memperberat progresif seperti nyeri kepala, pusing, kesadaran
menurun, nadi melambat, tekanan darah meninggi, pupil pada sisi perdarahan mula-
mula sempit, lalu menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks cahaya.
Ini adalah tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi tentorial.
o Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam)
o Interval lucid
o Peningkatan TIK
o Gejala lateralisasi → hemiparese
o Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati hematoma
subkutan
o Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil melebar. Pada sisi
kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-tanda kerusakan traktus piramidalis,
misal: hemiparesis, refleks tendon meninggi dan refleks patologik positif.
o CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks
o LCS : jernih
o Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan pengikatan
pembuluh darah.
2. Hematom subdural
o Letak : di bawah duramater
o Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins dan laserasi
piamater serta arachnoid dari kortex cerebri
o Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama
Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma
o CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian
Ada bagian hipodens yang berbentuk cresent.
Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim otak (bagian
dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai lengkung tulang tengkorak)
Isodens → terlihat dari midline yang bergeser
o Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam otak
(dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan subdural hematom
akut terdiri dari trepanasi-dekompresi.
3. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak pada lobus
temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya
berupa perdarahan kecil-kecil saja. Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput
dari kematian, perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan
kavitasi. Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi
bagian otak yang terkena.
4. Oedema serebri
Pada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama pingsannya, mungkin hingga
berjam-jam. Gejala-gejalanya berupa commotio cerebri, hanya lebih berat. Tekanan
darah dapat naik, nadi mungkin melambat. Gejala-gejala kerusakan jaringan otak juga
tidak ada. Cairan otak pun normal, hanya tekanannya dapat meninggi.
TIK meningkat
Cephalgia memberat
Kesadaran menurun
Jangka Panjang :
1. Gangguan neurologis
Dapat berupa : gangguan visus, strabismus, parese N.VII dan gangguan N. VIII,
disartria, disfagia, kadang ada hemiparese
2. Sindrom pasca trauma
Dapat berupa : palpitasi, hidrosis, cape, konsentrasi berkurang, libido menurun, mudah
tersinggung, sakit kepala, kesulitan belajar, mudah lupa, gangguan tingkah laku,
misalnya: menjadi kekanak-kanakan, penurunan intelegensia, menarik diri, dan depresi.
PROGNOSIS
Skor GCS penting untuk menilai tingkat kesadaran dan berat ringannya trauma kapitis.
Sangat tergantung dari tingkat keparahan (pasien dengan GCS 3-4 memiliki
kemungkinan meninggal 85% atau tetap dalam keadaan vegetative) serta penanganan awal yang
diberikan. Factor usia juga turut mendukung menginat tingkat pemulihan yang lebih baik pada
anak-anak dibandingkan pada orang tua.